Organisasi: NU

  • Polemik PCNU Jombang, Pengadilan Tolak Gugatan APQANU

    Polemik PCNU Jombang, Pengadilan Tolak Gugatan APQANU

    Jombang (beritajatim.com) – Polemik di tubuh PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) Jombang akhirnya menemui titik akhir. Hal itu setelah PN (Pengadilan Negeri) Jombang menolak gugatan yang dilayangkan oleh KH Abdussalam Shohib atau Gus Salam Dkk yang tergabung dalam Aliansi Penegak Qonun Asasi Nahdlatul Ulama (APQANU).

    Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Ketua PN Jombang Bambang Setyawan, Rabu (8/11/2023). “Kami sudah menyampaikan keputusan itu. Gugatan dari APQANU tidak dapat dikabulkan baik dari sisi provisi maupun materi gugatan,” ujar Bambang.

    Menurut Bambang, tidak dapat dikabulkannya materi penggugat lantaran permasalahan yang digugatkan oleh APQANU seharusnya diselesaikan dulu secara internal. “Kami bacakan dalam putusan, salah satu alasannya kenapa kok tidak dapat diterima, karena penyelesaian itu bersifat imperatif. Imperatif itu artinya wajib diselesaikan secara internal dulu, baru melalui proses peradilan,” ungkap Bambang.

    Bambang juga menjelaskan bahwa aturan itu sudah ditetapkan dalam AD/ART organisasi NU maupun Peraturan Perkumpulan (Perkum) PBNU. Dalam pasal 57 ayat 2 di undang-undang tentang organisasiorganisasi kemasyarakatan juga seperti itu.

    BACA JUGA: Tolak PCNU Jombang 2023-2024, Gus Salam dkk Kirim Somasi ke PBNU

    “Menyatakan bahwa harus ada mekanisme mediasi yang dilakukan oleh pemerintah. Jadi, tidak boleh tiba-tiba ke pengadilan,” tambahnya.

    Polemik internal NU yang berujung ke meja hijau ini bermula dari penunjukkan pengurus PCNU Jombang periode 2023-2024 oleh PBNU. Gus Salam yang tergabung dalam APQANU (Aliansi Penegak Qonun Asasi Nahdlatul Ulama) juga meminta agar PBNU mencabut SK (Surat Keputusan) kepengurusan definitif PCNU Jombang masa khidmat 2023-2024.

    APQANU juga meminta PBNU mengesahkan dan melantik hasil konfercab NU (Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama) pada 5 Juni 2022. Adapun yang digugat oleh APQANU yakni, tergugat I dalah PBNU, sedangkat tergugat II PCNU Jombang 2023-2024. APQANU Jombang juga menggugat PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) kerugian material sebesar Rp1,5 miliar atau tepatnya Rp 1.540.001.926.

    BACA JUGA: PCNU Jombang Dilantik, Cucu Mbah Hasyim Jabat Ketua

    Ketua PN Jombang melanjutkan, jika mediasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak mencapai kesepakatan, baru penyelesaian perkara Ormas bisa ditempuh di pengadilan negeri. Dalam konteks PCNU Jombang, para pihak belum menempuh sebagaimana yang diamanahkan oleh undang-undang, khususnya pasal 57 ayat 1 ayat 2 undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang organisasi kemasyarakatan.

    “Nah, ini membuat gugatan itu mengandung cacat formil yaitu gugatan diajukan secara prematur, karena para pihaknya baik penggugat maupun tergugat belum menempuh penyelesaian sengketa sebagaimana yang diatur dalam undang-undang,” tegasnya. [suf]

  • Penggugat PBNU Optimis Keputusan Majelis Hakim Adil dan Proporsional

    Penggugat PBNU Optimis Keputusan Majelis Hakim Adil dan Proporsional

    Jombang (beritajatim.com) – Penggugat PBNU (Pengurus Besar Nahdaltul Ulama) dan PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) Jombang, yakni Aliansi Penegak Qonun Asasi Nahdlatul Ulama (APQANU), menyerahkan kesimpulan ke para pihak melalui e-court.

    Selanjutnya, keputusan majelis hakim akan diumumkan Rabu (8/11/2023). APQANU optimis majelis hakim akan memberikan keputusan yang adil dan proporsional dalam perkara tersebut. Hal itu disampaikan oleh Ketua APQANU KH Abdussalam Shohib atau Gus Salam, Senin (6/11/2023).

    “Kami juga yakin bahwa keputusan majelis hakim akan menguntungkan. Kami karena selama perjalanan sidang, materi gugatan yang kami ajukan cukup kuat. Bukti dan saksi yang kita ajukan juga memperkuat materi gugatan,” ujar Gus Salam.

    Gus Salam juga bersyukur bahwa saksi yang dihadirkan adalah saksi yang mengedepankan kebenaran. “Yang mereka lihat, mereka dengar dan mereka alami. Tanpa sedikit pun kebohongan dan ketidakjujuran. Karena kami bercita-cita mencari kebenaran dengan jalan yang benar,” sambung Gus Salam.

    BACA JUGA: Saksi dari PBNU Dinilai Untungkan Penggugat

    Selanjutnya, APQANU memberikan apresiasi PN (Pengadilan Negeri) Jombang yang telah merespon gugatan yang dilayangkan oleh Gus Salam Dkk. “Semoga keputusan yang akan disampaikan majelis hakim benar-benar adil dan proporsional,” tegasnya.

    Diketahui sebelumnya, polemik internal NU yang berujung ke pengadilan negeri Jombang bermula dari penunjukkan pengurus PCNU Jombang periode 2023-2024 oleh PBNU.

    KH Abdussalam atau Gus Salam dan kawan-kawan yang tergabung dalam APQANU (Aliansi Penegak Qonun Asasi Nahdlatul Ulama) meminta agar PBNU mencabut SK (Surat Keputusan) kepengurusan definitif PCNU Jombang masa khidmat 2023-2024. Serta mengesahkan dan melantik hasil konfercab NU (Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama) pada 5 Juni 2022.

    BACA JUGA: Penggugat PBNU Hadirkan Belasan Saksi, Sidang di PN Jombang Sampai Malam

    Tergugat I adalah PBNU, sedangkat tergugat II PCNU Jombang 2023-2024. APQANU Jombang juga menggugat PBNU kerugian material sebesar Rp1,5 miliar atau tepatnya Rp1.540.001.926.

    Masih menurut Gus Salam, ada dua hal yang membuat pihaknya prihatin selama proses persidangan. Yakni adanya saksi dari pihak tergugat yang merupakan pengurus PWNU Jatim berani melakukan tindakan tidak jujur. Padahal yang bersangkutan sudah disumpah sebelum memberikan kesaksian.

    “Yakni pernyataan tentang adanya tanda tangan palsu. Padahal banyak yang memberitahu pada kami, mereka jadi saksi atas tanda tangan yang dilakukan beliau. Yang kedua pernyataan dari salah satu PCNU Jombang definitif yang mengandung unsur kebohongan. Dia menuding saksi yang kita ajukan hanya satu yang kenal dengan Gus Salman (Ketua PCNU Jombang tahun 2022),” kata pengasuh Pondok Pesantren Denanyar Jombang ini. [suf]

  • Saksi dari PBNU Dinilai Untungkan Penggugat

    Saksi dari PBNU Dinilai Untungkan Penggugat

    Jombang (beritajatim.com) – PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan PCNU Jombang sebagai pihak tergugat menghadirkan 9 saksi dalam sidang lanjutan yang digelar di PN (Pengadilan Negeri) setempat, Selasa (31/10/2023). Karena banyaknya saksi, sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Bagus Sumanjaya ini digelar hingga larut malam.

    Kuasa hukum tergugat, Mohammad Arifudin menjelaskan 9 orang saksi itu adalah 2 orang dari PBNU, 1 PWNU dan 6 dari MWC serta ranting. Seluruhnya menyampaikan keterangan di muka persidangan secara bergantian.

    Saksi pertama yang dihadirkan adalah Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Nur Hidayat. Berikutnya saksi-saksi dari PBNU, PWNU hingga MWC (Majelis Wakil Cabang) dan ranting NU. Usai persidangan, kuasa hukum penggugat Otman Ralibi menyebut ada sejumlah kesaksian yang menguntungkan pihaknya.

    Pertama, hasil dari keterangan, terutama (saksi) Nur Hidayat bahwa AD ART (anggaran dasar Anggaran Rumah Tangga) hasil muktamar lampung tidak pernah disahkan, tapi hanya menerima laporan dari setiap komisi organisasi tentang AD ART.

    “Kedua, karena tidak pernah disahkan dalam Muktamar Lampung, maka semua perkum perkua yang dikeluarkan oleh PBNU setelah dan ataupun menginduk atau merujuk kepada AD ART lalu menjadi tidak sah juga,” kata Otman Ralibi kepada wartawan usai sidang, Selasa (31/10/2023) malam.

    BACA JUGA:
    Sidang di PN Jombang, Penggugat PBNU Serahkan Alat Bukti 54 Surat 

    Semua perkum yang dihasilkan, lanjut Otman, dalam munas maupun konbes termasuk peraturan PBNU yang didasarkan pada perkum itu dan AD ART di dalam muktamar juga tidak sah. Karena tidak disahkan hanya diterima.

    “Kemudian peraturan PBNU atau keputusan PBNU yang menunjuk kepengurusan definitif PCNU Jombang menjadi tidak sah. Karena berdasarkan itu semua AD ART lampung tidak pernah disahkan.

    “Jadi ini semua menguatkan ad art hasil muktamar tidak disahkan. Konfercab itu mengacu pada AD ART Jombang. Secara normatif AD ART lampung tidak berlaku,” tegasnya.

    Terkait adanya kesaksian skors konfercab yang tidak dicabut, menurut Otman Ralibi, itu juga perbuatan melawan hukum. Otman menegaskan bahwa sampai hari ini skors tidak dicabut dan itu juga perbuatan melawan hukum.

    “Mestinya, dicabut dulu. Lalu diputuskan untuk tidak dilanjutkan misalnya, tapi ini tidak dilakukan. Mereka kan sudah membuka (konfercab) dan tidak menutup hanya diskors. Skors itu menunda sementara, meskinya dicabut baru kemudian menunjuk karteker, baru kemudian apa saja mereka lakukan, inilah perbuatannya mereka, tidak sesuai aturan, melanggar aturan, perbuatan melawan hukum. Itu adalah poin menguntungkan bagi kami,” katanya.

    BACA JUGA:
    APQANU Jombang Gugat PBNU Rp1,5 Miliar

    Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Nur Hidayat mengungkapkan bahwa skors yang belum dicabut itu telah gugur dengan sendirinya.

    “Skorsing itu gugur dengan sendirinya, karena di aturan yang lain kepengurusan itu bisa dibekukan kalau 180 hari tidak ada aktivitas tanpa pemberitahuan. Itu berdasar perkum (peraturan perkumpulan),” kata Nur Hidayat usai sidang.

    Jadi, lanjutnya, itu dalam kondisi kepengurusan masih ada, aktif, SK nya aktif, tidak melakukan aktivitas apapun dalam 6 bulan (180 hari) itu bisa dibekukan.

    “Lah ini tidak ada kepengurusan lebih dari 6 bulan, lebih dari 180 hari, kenapa? karena SK-nya terbitnya kita tunggu 6 bulan, ya karena itu,” ujarnya.

    BACA JUGA:
    Mediasi Temui Jalan Buntu, Gugatan Gus Salam Jombang dkk ke PBNU Berlanjut

    Polemik internal NU yang berujung ke pengadilan negeri Jombang bermula dari penunjukkan pengurus PCNU Jombang periode 2023-2024 oleh PBNU.

    KH Abdussalam atau Gus Salam dan kawan-kawan yang tergabung dalam APQANU (Aliansi Penegak Qonun Asasi Nahdlatul Ulama) meminta agar PBNU mencabut SK (Surat Keputusan) kepengurusan definitif PCNU Jombang masa khidmat 2023-2024. Serta mengesahkan dan melantik hasil konfercab NU (Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama) pada 5 Juni 2022.

    Tergugat I adalah PBNU, sedangkat tergugat II PCNU Jombang 2023-2024. APQANU Jombang juga menggugat PBNU kerugian material sebesar Rp1,5 miliar atau tepatnya Rp1.540.001.926. [suf]

  • Penggugat PBNU Hadirkan Belasan Saksi, Sidang di PN Jombang Sampai Malam

    Penggugat PBNU Hadirkan Belasan Saksi, Sidang di PN Jombang Sampai Malam

    Jombang (beritajatim.com) – Sidang gugatan terhadap PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) Jombang yang dilakukan oleh KH Abdussalam Shohib atau Gus Salam Dkk memasuki agenda pemeriksaan saksi, Selasa (24/10/2023).

    Ada 13 saksi yang dihadirkan oleh penggugat. Sesuai rencana, belasan saksi tersebut diperiksa dalam satu hari. Praktis, sidang dengan agenda pemeriksaan saksi tersebut berlangsung mulai siang hingga malam.

    Hingga pukul 18.30 WIB, pemeriksaan kurang dua saksi. Yakni dari unsur MWC NU (Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama) dan ranting NU. “Hingga malam belum selesai. Ini kurang dua saksi,” kata Palupi Pusporini, salah satu kuasa hukum penggugat.

    Belasan saksi itu mulai dari panitia konferensi cabang, SC (Steering Comite), OC, serta dari ranting dan MWC (Majelis Wakil Cabang). Satu persatu saksi penggugat dihujani pertanyaan Ketua Majelis Hakim Faisal Akbaruddin Taqwa. Selain memberikan keterangannya, para saksi juga menyerahkan bukti yang disampaikan.

    Salah satu saksi penggugat, Ahmad Syamsul Rizal mengaku dalam persidangan itu ia ditanya proses awal konfercab hingga selesai. Rizal yang saat itu menjadi ketua SC menyebut telah membeberkan semuanya kepada Majelis Hakim. Mulai tahapan pembentukan panitia, sidang pleno hingga menghasilkan keputusan rais dan ketua PCNU Jombang.

    BACA JUGA: Sidang di PN Jombang, Penggugat PBNU Serahkan Alat Bukti 54 Surat

    “Semua saya sampaikan kepada majelis hakim. Sidang pleno keempat itu semua peserta baik ranting, MWC hadir. Kehadiran mereka, sebagai peserta yang ikut dalam memutuskan dan menetapkan rais maupun ketua. Semua sesuai dengan tatib (tata tertib) dan AD ART,” kata katib syuriah PCNU Jombang periode 2017-2022.

    Sementara itu, penggugat Gus Salam mengatakan ada tiga klaster saksi yang dihadirkan dalam persidangan yang dilangsungkan di ruang sidang Kusuma Atmadja tersebut. Pertama dari panitia konfercab, yaitu dari unsur PCNU 2017-2022, kedua dari unsur MWC merangkap peserta, dan juga dari ranting.

    “Tiga unsur saksi yang kami ajukan itu membuat kami sebagai pihak penggugat yakin akan memperkuat materi gugatan. Karena para saksi akan menyampaikan fakta-fakta proses konfercab. Bahwa sebenarnya sama sekali tidak ada yang dilanggar dari aturan yang dibikin PBNU,” ujar pengasuh PPMM (Pondok Pesantren Mambaul Maarif) Denanyar Jombang ini.

    Seusai menghadirkan para saksi penggugat, majelis hakim Pengadilan Negeri Jombang akan menghadirkan saksi tergugat pada persidangan selanjutnya. Kuasa hukum tergugat PBNU yang diwakili Arifudin, Selasa (17/10/2023) mengungkapkan pihaknya sudah menyerahkan alat bukti pada persidangan dalam agenda pembuktian.

    Suasana sidang di ruang Kusuma Atmaja PN Jombang

    Arifudin menyatakan, pihak tergugat akan menghadirkan kurang lebih sebanyak lima orang saksi. Dimana saksi tersebut mewakili suara dari para tergugat yang akan dihadirkan pada sidang lanjutan.

    Polemik internal NU yang berujung ke meja hijau ini bermula dari penunjukkan pengurus PCNU Jombang periode 2023-2024 oleh PBNU. Gus Salam yang tergabung dalam APQANU (Aliansi Penegak Qonun Asasi Nahdlatul Ulama) juga meminta agar PBNU mencabut SK (Surat Keputusan) kepengurusan definitif PCNU Jombang masa khidmat 2023-2024.

    Serta mengesahkan dan melantik hasil konfercab NU (Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama) pada 5 Juni 2022. Tergugat I dalah PBNU, sedangkat tergugat II PCNU Jombang 2023-2024. APQANU Jombang juga menggugat PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) kerugian material sebesar Rp1,5 miliar atau tepatnya Rp 1.540.001.926. [suf]

  • Duka Berlarut dan Impunitas yang Tak Surut dalam Tragedi Kanjuruhan Malang

    Duka Berlarut dan Impunitas yang Tak Surut dalam Tragedi Kanjuruhan Malang

    Surabaya (beritajatim.com) – Selama satu tahun kebelakang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Pos Malang (LBH Malang), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (LBH Surabaya), Tim Advokasi Tragedi Kemanusiaan Kanjuruhan (TATAK), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), ICJR, Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH-NU) Kota Malang bersama dengan beberapa organisasi masyarakat sipil lainnya turut membersamai perjuangan keluarga korban yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan (JSKK).

    Tentunya untuk mendapatkan keadilan yang direnggut oleh Negara di tengah tidak bertanggung jawabnya negara dalam upaya penuntasan kasus Tragedi Kanjuruhan. JSKK pun membuat catatan satu tahun paska tragedi kemanusiaan tersebut. Berikut pers release yang disampaikan JSKK pada beritajatim.com.

    1 Oktober 2023, tepat satu tahun yang lalu Tragedi Kanjuruhan terjadi. Tepat satu tahun pula, negara mengobral janji palsunya untuk dapat menuntaskan Tragedi Kanjuruhan secara utuh dan menyeluruh.

    Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 menjadi catatan kelam Hak Asasi Manusia dan persepakbolaan di Indonesia. Tragedi ini menegaskan bahwa negara abai terhadap tanggungjawabnya untuk menyelesaikan kasus ini secara adil dan bermartabat dan tetap melanggengkan Impunitas.

    Setidaknya dalam tragedi tersebut terdapat 135 korban meninggal dunia, serta ratusan orang lainnya luka-luka yang hingga sampai dengan saat ini belum mendapatkan keadilan sepenuhnya.

    Dalam peristiwa tersebut secara jelas menggambarkan penggunaan kekuatan secara berlebihan (excessive use of Force) serta tindakan brutalitas aparat keamanan yang dipertontonkan oleh aparat keamanan (TNI-POLRI) dalam tragedi tersebut.

    Penggunaan gas air mata yang serampangan membabi buta, mengakibatkan ratusan orang mengalami luka-luka hingga meninggal dunia. Peristiwa tersebut secara jelas menggambarkan belum terinternalisasikannya prinsip hak asasi manusia secara mendasar ke institusi Polri sebagaimana amanat Reformasi Kepolisian maupun TNI.

    Dimana peristiwa tersebut lebih diperburuk dengan tindakan pengamanan yang tidak proporsional dan cenderung berlebihan. Lebih lanjut lagi, kami melihat bahwa negara kian tidak bertanggung jawab negara atas Tragedi Kanjuruhan dapat dilihat dari pernyataan Presiden Joko Widodo yang menganggap remeh Tragedi Kanjuruhan pada Februari 2023 lalu.

    Lebih lanjut, abainya pertanggungjawaban negara dalam memberikan rasa keadilan sepenuhnya terhadap keluarga korban Tragedi Kanjuruhan dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain, vonis Sidang Tragedi Kanjuruhan.

    Kami menilai bahwa penjatuhan vonis hukuman yang ringan terhadap lima terdakwa Tragedi Kanjuruhan secara jelas jauh dari harapan keadilan bagi keluarga korban Tragedi Kanjuruhan dimana vonis tersebut rata-rata kurang dari 2 tahun.

    Terlebih lagi, vonis yang dijatuhkan jauh dari harapan keluarga korban yang menginginkan terdakwa dapat diputus pidana seberat-beratnya. Selain itu, dalam upaya putusan tersebut, sejak awal kami telah mencurigai proses hukum yang terkesan tidak sungguh-sungguh untuk mengungkap Tragedi Kanjuruhan. Bahwa kami menduga proses hukum tersebut dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran (intended to fail) serta melindungi pelaku kejahatan Tragedi Kanjuruhan.

    Selain itu, upaya pertanggungjawaban pidana pelaku hanya berhenti di pelaku lapangan, sedangkan kami menilai bahwa upaya penuntutan pertanggungjawaban individu harus dituntut dalam kapasitasnya sebagai penanggungjawab komando sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 42 ayat (2) UU No.26 Tahun 2000 Pengadilan HAM.

    Tragedi Kanjuruhan menunjukkan bagaimana Kepolisian dalam menjalankan tugasnya dengan sangat berlebihan. Secara terang-terangan peristiwa ini memperlihatkan bagaimana Kepolisian tidak melaksanakan serta tidak memahami perihal tahapan-tahapan dalam penggunaan kekuatan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkapolri Nomor 08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.

    Selain itu penggunaan gas air mata juga telah melanggar Pasal 2 ayat (2) yang menerangkan bahwasannya “Penggunaan kekuatan harus melalui tahap mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum”.

    Renovasi Stadion Kanjuruhan Ditengah belum didapatkannya rasa keadilan secara menyeluruh bagi keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, pemerintah justru saat ini lebih fokus pada upaya renovasi Stadion Kanjuruhan.

    Upaya renovasi Stadion Kanjuruhan pada faktanya tidak sejalan lurus dengan proses penegakan hukum yang berkeadilan. Alih-alih negara menegakkan hukum secara berkeadilan, sampai sekarang proses pengadilan yang sesat justru memperkuat impunitas dan belum dilakukannya penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat pada peristiwa Kanjuruhan. Selain itu berdasarkan informasi yang kami himpun, upaya renovasi stadion dilakukan secara sepihak, minim transparansi dan partisipasi masyarakat umum terkhusus korban dan keluarga korban terdampak akibat Peristiwa Kanjuruhan.

    Penghentian penyelidikan dan penolakan laporan selain menyoroti hal tersebut, kami turut juga menyoroti terkait dengan beberapa usaha yang dilakukan oleh keluarga korban untuk menuntut keadilan dengan melakukan pelaporan ke pihak Kepolisian terkhusus Bareskrim Mabes Polri.

    Setidaknya di bulan November 2022, April 2023 lalu, keluarga korban beserta dengan beberapa perwakilan organisasi masyarakat sipil telah melakukan pelaporan ke Bareskrim Polri terkait dengan Tragedi Kanjuruhan, sayangnya dalam pelaporan tersebut pihak Kepolisian menolak laporan yang telah diajukan oleh koalisi masyarakat sipil bersama dengan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan dengan alasan tidak kuatnya bukti yang diajukan.

    Selain pelaporan yang dilakukan di Jakarta, keluarga korban turut juga melakukan pelaporan di Kota Malang. Bahwa salah satu keluqrga korban yakni Devi Athok Yulfitri dan Rizal Putra Pratama telah melaporkan peristiwa Kanjuruhan kepada Polres Malang atas adanya dugaan tindak pidana Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) dan Pasal 340 KUHP pada November 2022 lalu. Tetapi hingga saat ini, laporan tersebut masih dalam proses penyelidikan dan berakhir dengan penghentian penyelidikan (SP3) karena tidak memenuhi unsur pelaporan pada 7 September 2023 lalu.

    Beberapa laporan yang telah diajukan oleh keluarga korban ataupun koalisi masyarakat sipil menunjukkan bahwa pemerintah masih enggan untuk dapat menyelesaikan Tragedi Kanjuruhan melalui penegakan hukum secara berkeadilan, terlihat dari berapa pelaporan yang justru ditolak mentah-mentah tanpa mempertimbangkan dokumen atau bahan yang telah dibawa oleh keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.

    Bahwa kami menilai pernyataan yang dikeluarkan oleh representasi negara tersebut menyesatkan, karena tidak dilakukannya penyelidikan pro justitia dugaan pelanggaran HAM berat melalui mekanisme Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM melainkan menggunakan mekanisme Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.

    Kealpaan Negara Dalam Tragedi Kanjuruhan

    Selain beberapa catatan diatas, kami turut memberikan perhatian terhadap lambatnya negara dalam upaya penuntasan Tragedi Kanjuruhan. Kami menilai bahwa Komnas HAM sebagai representasi negara belum cukup hadir untuk memberikan keadilan bagi keluarga korban Tragedi Kanjuruhan selama kurun waktu satu tahun kebelakang, kami melihat bahwa Komnas HAM tidak serius sejak dari awal dalam menangani dugaan penyelidikan pelanggaran HAM berat atas Tragedi Kanjuruhan.

    Hal tersebut turut juga diperkuat dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Komnas HAM terkait dengan Tragedi Kanjuruhan yang menyatakan bahwa tidak adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tersebut.

    Selain hal tersebut, kami turut juga menyoroti bagaimana alpanya pemerintah dalam menyikapi Tragedi Kanjuruhan. Dalam momentum peringatan satu tahun ini pula, kami koalisi masyarakat sipil dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan menuntut negara agar:
    1. Presiden Republik Indonesia untuk dapat memastikan Tragedi Kanjuruhan dapat diungkap secara tuntas dengan tidak hanya menyentuh aktor lapangan saja, tetapi juga dapat menyeret aktor komando serta petinggi korporasi dalam tragedi ini;
    2. Kapolri untuk dapat memerintahkan Kabareskrim memulai pengembangan proses penyelidikan dan penyidikan atas tragedi Kanjuruhan serta memerintahkan jajarannya untuk dapat membongkar peristiwa ini dengan tuntas dan berkeadilan;
    3. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan pengkajian, pendalaman dan penyelidikan pro-yustisia terkait Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan menggunakan mekanisme penyelidikan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
    4. Komnas Perempuan dan Komnas Perlindungan Anak Indonesia segera melakukan Penindakan, Pengawasan dan Pemantauan penegakan hukum terhadap korban perempuan dan anak dibawah umur;
    5. Komisi Kepolisian Nasional segera melakukan pengawasan terhadap pengembangan proses penegakan hukum oleh Kepolisian Republik Indonesia; dan
    6. Menpora dan PSSI segera menetapkan 01 Oktober sebagai hari duka Sepakbola Nasional.

    Jakarta, 1 Oktober 2023 Jakarta – Malang
    Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan (JSKK)
    Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)- Dimas Bagus Arya Lembaga Bantuan Hukum pos Malang
    (LBH Malang) – Daniel Alexander Siagian
    Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (LBH Surabaya) – Abd.Wachid Habibullah LPBH-NU Kota Malang – Fachrizal Afandi
    ICJR – Erasmus Abraham Napitupulu
    Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) – Muhammad Isnur
    TATAK – Imam Hidayat

  • Wanita Mengaku Adik Kandung Jusuf Hamka Dilaporkan ke Polda Jawa Timur

    Wanita Mengaku Adik Kandung Jusuf Hamka Dilaporkan ke Polda Jawa Timur

    Surabaya (beritajatim.com) – Seorang wanita bernama Nera Maria Suhaimi Joseph yang mengaku sebagai adik kandung Jusuf Hamka dilaporkan ke Polda Jawa Timur.  Laporan itu terjadi pada tahun 2002 lalu terkait kasus pemalsuan identitas. Pelaporan itu dilakukan oleh perempuan Surabaya bernama Ida Susanti yang menjadi korban pemalsuan data Nera Maria.

    Nera Maria Suhaimi Joseph mengaku sebagai laki-laki dan memalsukan KTPnya dengan nama Nardinata Marshioni Suhaimi, SH untuk menikahi Ida Susanti. Selain dilaporkan karena memalsukan data, Nera Maria juga dilaporkan karena kekerasan seksual.

    dari surat yang diterima Beritajatim.com, nama Nera Maria Suhaimi Joseph telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus itu. Polisi sempat mengeluarkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) nomor DPO/65/VII/2007/Dit.Reskrim pada tahun 2007 lalu dan ditanda tangani oleh Direktur Reserse Kriminal Polda Jatim yang saat itu dijabat oleh Dwi Riyanto. Namun sampai sekarang, Polda Jatim tidak bisa menangkap perempuan yang mengaku sebagai Adik Kandung Jusuf Hamka itu.

    Baca Juga: Dugaan Korupsi BKKD Padangan, Kejari Bojonegoro Akan Sampaikan Fakta Persidangan ke Polda Jatim

    Ditemui Beritajatim.com, Ida Susanti menjelaskan ia baru mengetahui bahwa suaminya adalah perempuan ketika sedang merayakan honeymoon pasca menikah tahun 2000. Saat itu, Nera Maria Suhaimi Joseph mengakui bahwa dia adalah perempuan dan tidak butuh istri. ia hanya membutuhkan pendamping perempuan untuk mengayomi 3 anak angkatnya. Saat itu Ida ingat ia sedang menginap di sebuah hotel di kota Bangkok, Thailand. tiba-tiba suaminya itu mengaku sebagai perempuan. Perasaan Ida saat itu hancur. ia sudah malu dengan orang-orang yang diundangnya ketika menikah di Gereja Bethani Clincing Jakarta.

    “saya marah sekali. saat itu saya dipukuli dan diancam akan dibunuh. Dia minta kesempatan sama aku. akhirnya karena aku memang sayang dia sebagai suami dan laki-laki. Aku memberikan kesempatan dengan syarat dia tidak boleh menyakiti aku dan biar kedepannya tidak cocok maka harus cerai dengan cara yang baik,” ujar Ida saat ditemui Beritajatim di sebuah cafe di Jalan Dharmahusada, Jumat (29/09/2023).

    Saat itu, perempuan yang mengaku adik dari Jusuf Hamka itu menyanggupi juga. Syaratnya, Ida disuruh menjaga abu orang tuanya yang meninggal dan merawat 3 anak angkatnya. Selain itu, Nera Maria juga meminta agar Ida tidak boleh menjadi perawan karena sudah terlanjur dinikahi. Nera pun meminta agar Ida mau bercinta dengan menggunakan sex toys. Ida pun menyanggupi dengan terpaksa.

    Baca Juga: Viral Video Siswa Bermesraan di Warung Magetan, Polisi Buru Penyebar

    Ida lalu dibelikan rumah setelah 3 bulan menikah. ia juga dibukakan toko sparepart mobil mewah setelah 10 bulan menikah dengan sistem modal join. Pada saat itu, Nera pernah bercerita kepada Ida bahwa ia adalah adik kandung Jusuf Hamka. namun saat itu, Ida hanya menanggapi biasa saja.

    Masalah hidup Ida dimulai ketika seorang perempuan berinisial NU datang ke toko sparepartnya di Jalan Kedungdoro. Ida ingat momen itu terjadi pada pertengahan tahun 2001. NU datang dengan marah-marah dan merampas mobil dan baju suaminya saat itu. Setelah beberapa lama, diketahui bahwa NU adalah korban dari Nera. ia juga ditipu oleh Nera dengan identitas lain. Sepengetahuan Ida, Nera mempunyai 3 KTP. Dua KTP Palsu dan satunya asli.

    “aku telpon suamiku (Ardinata/Nera) untuk nanya siapa NU ini. Katanya itu kerabatnya. Jadi saya biarkan. yang dirampas itu mobil dan baju-bajunya Ardinata,” imbuh Ida.

    Baca Juga: Sektor Perikanan di Sleman Terdampak Kekeringan

    Setelah kejadian itu, Ida dan Nera selalu bertengkar. ia kerap dipukuli hingga akhirnya memutuskan melapor ke Polda Jawa Timur dengan Nomor LP/323/VIII/2002/Biro Ops tanggal 8 Agustus 2002. Sepanjang laporannya, ia hanya mendapatkan dua kali Surat Pemberitahuan Hasil Perkembangan Penyelidikan (SP2HP) selama dua kali. Pertama pada tahun 2005 dan kedua pada tahun 2012. Sampai sekarang, ia tidak pernah mendapatkan SP2HP lagi. Ia sempat beberapa kali mendatangi Polda Jawa Timur untuk meminta kejelasan terkain perkembangan kasusnya. Namun, ia malah dibentak-bentak oleh petugas dan mengatakan bahwa berkas kasus yang dilaporkan Ida hilang dilalap api setelah pada tahun 2014 ruang penyidik Polda Jatim terbakar.

    Selain melaporkan ke Polda Jawa Timur, ia juga menggugat perempuan yang mengaku sebagai Adik Jusuf Hamka itu karena rumah miliknya yang dibelikan suaminya itu tiba-tiba terbit sertifikat dan dijual ke keponakan dari Nera. ia pun sempat menjalani hukuman percobaan 6 bulan dari kepolisian usai dilaporkan oleh keponakan Nera berinisial SS karena mempertahankan rumahnya.

    “baru Mei 2023 kemarin rumahku dieksekusi oleh PN Surabaya. yang mengajukan adalah suamiku sendiri. Padahal suamiku itu DPO sudah terbit suratnya. Kok masih bisa menggugat ?,” tutur Ida sambil menangis.

    Baca Juga: Yakult Indonesia Bantah Produknya Gunakan Bahan Karmin, Senior Director MCC: Kami Produk Halal

    Kini ia hanya berharap bahwa Nera akan ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia mengaku kecewa dengan pelayanan Polda Jawa Timur terhadap kasusnya. Walaupun kasusnya terancam Kadaluwarsa karena telah lebih dari 20 tahun pelaporan, Ida akan terus berjuang dengan menghadirkan bukti-bukti baru. Salah satunya adalah bukti nikah yang dikeluarkan oleh pencatatan sipil tahun 2002.

    “Saya hanya meminta keadilan. Jangan karena saya orang kecil lalu dia (Nera) adik kandung dari Jusuf Hamka lalu tidak bisa dihukum,” tutup Ida.

    kasus ini viral di media sosial usai Ida mengupload berbagai foto bukti pernikahannya dengan pria bernama Nardinata yang diketahui publik belakangan adalah perempuan dengan nama asli Nera Maria Suhaimi Joseph. Informasi kasus ini disampaikan lewat media sosial TikTok dan X. Dalam waktu dekat berbagai podcaster terkenal di Indonesia berebut untuk mewawancarai Ida. (ang/ian)

  • Pembangunan RS Surabaya Timur Disorot, Pengamat: Rawan Terjerat Masalah Hukum

    Pembangunan RS Surabaya Timur Disorot, Pengamat: Rawan Terjerat Masalah Hukum

    Surabaya (beritajatim.com) – Pembangunan rumah sakit baru di kawasan Surabaya Timur disorot sejumlah pihak.

    Pasalnya, pemenang tender proyek PT PP dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPUS) berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makasar No.9/Pdt.Sus.PKPU/2023/PN.Niaga.Mks.

    Pengamat hukum Abdul Malik SH MH mengimbau agar Pemkot Surabaya berhati-hati. Sebab, PT PP selaku pemenang tender apabila tetap dipaksakan untuk teken kontrak, maka dinilai akan menabrak aturan. Bahkan dia khawatir hal ini akan menimbulkan banyak korban terjerat masalah hukum nantinya.

    “Lebih baik dievaluasi lagi pemenang lelang. Pemkot harus punya data konkrit. Melalui pemberitahuan saya ini, pemkot bisa menanyakan langsung ke pemenang lelang, apakah benar kena PKPU pengajuan pailit? Lalu tanyakan ada dana berapa? Karena harus ada uang yang disetor (untuk mengerjakan proyek RS Surabaya Timur),” jelas Malik, Kamis (28/9/2023).

    Baca Juga: Tradisi Kersen, Ritual Turun Temurun Warga Mangelo Sooko Mojokerto Saat Maulid Nabi Muhammad SAW

    Malik sangat mendukung adanya pembangunan RS Surabaya Timur ini. Akan tetapi dirinya tak ingin program tersebut menimbulkan masalah. Sehingga masyarakat yang akan dirugikan.

    “Jangan sampai dia (pemenang lelang) tak ada uang disetor tapi tetap membuat SPK. Saya minta peristiwa ini merupakan ikon untuk Surabaya. Rumah sakit di wilayah timur harus dibenahi masalah administrasi hukumnya dan jangan ada orang yang berpendapat ini diperbolehkan karena sudah konsultasi ke kejaksaan tinggi,” cetus pria yang juga Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jatim ini.

    Menurut Malik, salah satu pidana yang rawan terjadi adalah masuk pada ranah korupsi. “Kuncinya menghabiskan uang pemkot ini tidak benar. Jangan sampai nanti membuat pidana korupsi,” imbuhnya.

    Baca Juga: Soal Perbedaan Hukum Karmin antara MUI dan NU Jatim, Asrorun Niam: Tashawwur Masalah

    Sementara itu, dalam hearing di Komisi D DPRD Surabaya terungkap bahwa penetapan pemenang tender PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) tetap dilanjut meski tengah dipermasalahkan statusnya.

    Kabid Bangunan Gedung Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Surabaya Iman Krestian yang juga menjabat sebagai PPK mengklaim pihaknya telah berkonsultasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya terkait status hukum PTPP.

    Menurut Iman, aparat penegak hukum (APH) yang dimaksud tidak mempermasalahkan hal tersebut. Sehingga penetapan pemenang tender bisa dilanjutkan tanpa perlu dibatalkan.

    “Kami sudah konsultasi ke Kejati dan Kejari Surabaya. Dalam kasus PKPU PTPP tidak ada masalah, proyek bisa jalan terus, dan rencana teken kontrak tanggal 29 September,” ujar Iman.

    Baca Juga: Jembatan Pelor Kota Malang Retak, Malam Ini Ditutup Sementara untuk Perbaikan

    Iman beralasan bahwa sesuai pendapat kejaksaan, tiga unsur yakni, pailit, dalam pengawasan pengadilan, dan perusahaan tidak sedang dihentikan tidak bisa dibaca terpisah melainkan harus dilihat secara keseluruhan.

    Seperti diketahui, proyek RS Surabaya Timur ini awalnya dilepas dengan nilai tender Rp 503.574.000.000. Dan yang diputuskan memenangkan tender adalah PT PP dengan pengajuan penawaran Rp 494.603.098.000.

    Sedangkan PT WK mengajukan penawaran yang lebih rendah yakni, Rp 476.884.578.000 malah ditolak. Padahal ada selisih Rp 17.718.520.000 yang bisa dihemat dari APBD. [asg/ian]

  • Dihukum Berat dan Dimiskinkan Hakim, Kini Sahat Bungkam

    Dihukum Berat dan Dimiskinkan Hakim, Kini Sahat Bungkam

    Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua P Simandjutak hanya bisa diam usai menjalani sidang putusan atas kasus suap dana hibah Pokir. Wajahnya tampak sekali menahan kecewa dan amarah saat berjalan keluar persidangan menuju ruang tahanan sementara PN Tipikor Surabaya.

    Tak sedikitpun kata dia ucapkan saat awak media meminta tanggapan atas vonis berat yang dijatuhkan majelis hakim Dewa Suardita.

    Dalam persidangan, Sahat tak beruntung. Alasan yang dia kemukakan dalam pembelaan tak satupun digubris majelis hakim. Meski Sahat dalam pembelaan memelas dan menyisipkan berbagai ayat dalam Alkitab, namun hal itu tak juga membuat hakim luluh.

    Baca Juga: Tegas, Bahtsul Masail NU Jatim Nyatakan Yogurt Berbahan Karmin Haram dan Najis

    Majelis hakim tetap menghukum Sahat berat yakni sembilan tahun, bahkan Sahat terancam miskin lantaran dia harus membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp39,5 miliar. Apabila Sahat tam mampu membayar hukuman tersebut, maka dia harus merelakan harta kekayaannya disita dan dilelang.

    Apabila harta kekayaan yang disita dan dilelang tidak mencukupi dengan jumlah uang pengganti yakni Rp 39,5 miliar, maka Sahat harus merelakan badannya untuk tinggal lebih lama di bui yakni empat tahun. Sehingga dia harus menjalani total hukuman 13 tahun dengan rincian hukuman pokok sembilan tahun dan hukuman pengganti empat tahun.

    Sahat sendiri dalam persidangan sempat menyangkal menerima suap Rp 39,5 miliar sebagaimana dakwaan Jaksa KPK, hal itu disampaikan Sahat dalam pembelaan (pledoi) yang dia bacakan dalam persidangan akhir Agustus 2023 lalu. Namun, alasan Sahat tersebut tidak bisa diterima oleh majelis hakim yang diketuai Dewa Suardita.

    Baca Juga: Chris John Foundation Sumbang 1000 Kasur Bagi Atlet PBSI Jatim

    Sebab, dalam amar putusan majelis hakim disebutkan bahwa bahwa Terdakwa Sahat tidak bisa membuktikan pernyataannya. ” Sedangkan dakwaan JPU bisa dibuktikan dari keterangan Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi,” ujar ketua majelis hakim Dewa Suardita dalam amar putusannya.

    Pun demikian dengan alasan Sahat bahwa dia tidak mengenal Moch Qosim (meninggal dunia) yang disebut memiliki peran perantara penyerahan uang suap dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi. Sahat hanya mengakui mengenal Rusdi (terdakwa berkas terpisah) yang dia akui memang dia perintahkan untuk menerima sejumlah uang dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi.

    “Saya tidak pernah mengenal Moch Qosim. Saya hanya menerima yang pertama saya terima Rp 1,7 miliar. Kemudian ditambah Rp 1 miliar. Jadi totalnya Rp 2,7 miliar yang mulia,” ujar Sahat.

    Baca Juga: Alibi Sahat Hanya Terima Rp 2,7 Miliar Tak Digubris Hakim

    Namun alasan Sahat tersebut kembali dimentahkan majelis hakim. Hakim mengatakan berdasarkan bukti chat WA dan kesaksian dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, JPU bisa membuktikan bahwa Sahat Tua Simanjuntak mengenal Moch Qosim.

    Atas dasar itulah, majelis hakim mengesampingkan seluruh pembelaan Sahat Tua P Simandjutak. Dan menghukum Sahat dengan pidana penjara selama sembilan tahun, denda Rp 1 miliar, yang pengganti Rp 39,5 miliar serta pencabutan hak berpolitik selama empat tahun. [Uci/ian]

  • Peringatan 1 Tahun Tragedi Kanjuruhan Malang: Moratorium Penggunaan Gas Air Mata di Indonesia

    Peringatan 1 Tahun Tragedi Kanjuruhan Malang: Moratorium Penggunaan Gas Air Mata di Indonesia

    Malang (beritajatim.com) – Diskusi memperingati Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022, digelar Jaringan Saksi dan Korban Kanjuruhan (JSKK), Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), LBH Pos Malang dan LPBH NU Kota Malang, Senin (25/9/2023).

    Dalam diskusi tersebut, tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa Kejahatan terhadap kemanusiaan
    yang menelan ratusan korban jiwa dan luka-luka akibat Kekerasan aparat secara berlebihan
    dan penggunaan gas air mata.

    Tragedi Kanjuruhan, dengan korban 135 nyawa manusia, memperpanjang deretan kekerasan aparat
    terhadap masyarakat sipil yang semakin menunjukan Impunitas bagi para pelaku level atas
    (Actor High Level) yang seharusnya bertanggungjawab.

    “Putusan Kasasi terhadap dua terdakwa Kepolisian dan Putusan Banding terhadap satu orang terdakwa kepolisian menunjukan ringannya pemidanaan yang tidak sebanding dengan jumlah korban yang berjatuhan,” tegas Koordinator LBH Pos Malang, Daniel Siagian, Selasa (26/9/2023).

    Menurut Daniel, upaya melokalisir penegakan hukum dengan menggunakan Pasal 359 dan 360 KUHP tidak menyentuh pokok krusial dalam kasus tersebut.

    Sejatinya, Jaringan Saksi dan Korban Kanjuruhan (JSKK), Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), LBH Pos Malang dan LPBH NU Kota Malang dan Aliansi Reformasi Polisi menilai bahwa Tragedi Kanjuruhan merupakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang perlu dilakukan penyelidikan sebagaimana Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.

    Berbagai kejanggalan selama proses penegakan hukum terhadap tragedi kanjuruhan semakin menunjukan bahwa proses hukum yang telah berjalan sengaja dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran (Intended to Fail) yang mengarah pada sistem peradilan sesat (Malicious Trial Process) dan memperburuk situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia.

    “Penghentian penyelidikan oleh Polres Kabupaten Malang terhadap Laporan Model B yang diajukan oleh Keluarga Korban menunjukan bahwa terdapat pembatasan akses terhadap keadilan dan hak hukum bagi Penyintas semakin menunjukan kebobrokan institusi Kepolisian sebagai Lembaga penegakan hukum,” tambah Kuasa Hukum Tim TATAK, Imam Hidayat.

    Menurutnya, kekerasan aparat melalui penggunaan gas air mata nyatanya terus dilakukan disejumlah
    wilayah seperti Rempang-Galang, Barabaraya, Stadion Jatidiri Semarang, Warga Dago Elos Bandung, Penembakan gas air mata di Universitas Halu Uleo Kendari, dan wilayah lainnya.

    Berdasarkan data yang dianalisis oleh ICJR-Persada Univesitas Brawijaya-PBHI-LBH Pos Malang, penganggaran penggunaan gas air mata di Polri mencapai 1,297 Triliyun yang ditujukan kepada masyarakat dan anak-anak.

    “Kami menilai bahwa Negara dipandang perlu untuk segera mengevaluasi serius terhadap Institusi Kepolisian dan mengevaluasi total anggaran penggunaan gas air mata yang pada fakta justru digunakan secara eksesif terhadap masyarakat sipil dalam pengendalian huru-hara,” sambung Daniel. (yog/ted)

     

    Berdasarkan hal tersebut, Jaringan Saksi dan Korban Kanjuruhan (JSKK), Tim
    Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), LBH Pos Malang dan LPBH NU Kota Malang
    menyatakan sikap:

    1. Mendesak Presiden dan DPR-RI untuk segera melakukan Evaluasi serius terhadap
    penggunaan gas air mata dalam pengendalian massa di POLRI.

    2. Mendesak Kapolri untuk segera melakukan pengembangan kasus dan keterlibatan
    aktor lain dalam tragedi Kanjuruhan.

    3. Mendesak Kapolri untuk segera menindak tegas kejanggalan terhadap penghentian
    penyelidikan Laporan Model B pada Polres Kabupaten Malang.

    4. Mendesak Kapolri untuk segera menerbitkan Peraturan Kapolri terkait Moratorium
    Gas Air Mata yang ditujukan ke Warga Sipil.