Organisasi: Muhammadiyah

  • Muhammadiyah Jatim Akui Lemahnya Struktur di Desa, Banyak Ranting Mati

    Muhammadiyah Jatim Akui Lemahnya Struktur di Desa, Banyak Ranting Mati

    Surabaya (beritajatim.com) – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur menghadapi tantangan serius dalam memperkuat struktur organisasinya hingga ke tingkat paling bawah. Dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCRPM), terungkap bahwa jumlah Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) masih jauh dari target ideal.

    Ketua LPCRPM PWM Jatim, Dr. Hasan Ubaidillah, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi ini. Ia menilai lemahnya keberadaan ranting dapat menjadi ancaman nyata bagi eksistensi gerakan Muhammadiyah di tengah masyarakat.

    “Kalau cabang dan ranting mati, maka mati pula gerak Muhammadiyah di masyarakat,” ujar Hasan Ubaidillah, yang akrab disapa Ubaid, dalam Rakorwil di Kantor PWM Jatim, Surabaya, Sabtu (10/5/2025).

    Data yang dipaparkan menunjukkan bahwa meskipun struktur cabang Muhammadiyah telah mencakup sekitar 82 persen dari total 666 kecamatan di Jawa Timur (sebanyak 549 cabang), namun di tingkat ranting kondisinya masih jauh tertinggal. Dari 8.501 desa dan kelurahan di provinsi ini, baru sekitar 43 persen yang memiliki PRM.

    “Kita butuh percepatan untuk memenuhi target tersebut. Semangat kolaborasi, gerak cepat, dan keberanian bertindak harus menjadi karakter pengembangan ranting ke depan,” tegas Ubaid.

    Ia menambahkan bahwa kesenjangan antara jumlah cabang dan ranting mencerminkan belum meratanya jangkauan dakwah Muhammadiyah hingga ke desa-desa. Padahal, ranting merupakan ujung tombak organisasi dalam menyentuh langsung kehidupan masyarakat.

    “Ranting yang hidup akan menjadi pelayan masyarakat, tempat solusi, dan pusat gerakan dakwah. Di situlah wajah Muhammadiyah paling nyata dirasakan,” tambah dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) ini.

    Masalah serupa juga ditemukan dalam pengelolaan masjid Muhammadiyah. LPCRPM mengakui bahwa tidak semua masjid mampu menjalankan fungsi sosial secara inklusif dan berkelanjutan. Banyak di antaranya masih menjalankan peran tradisional sebagai tempat ibadah semata, tanpa mengembangkan fungsi pemberdayaan masyarakat.

    Ubaid menegaskan pentingnya transformasi masjid menjadi pusat perubahan sosial. “Masjid harus hadir dengan wajah yang inklusif, peduli pada keberlanjutan lingkungan dan juga keberpihakan pada kelompok yang selama ini terpinggirkan,” jelasnya.

    Sebagai langkah konsolidasi, LPCRPM merencanakan Jambore Cabang, Ranting, dan Masjid pada tahun ini. Namun, Ubaid mengingatkan bahwa agenda tersebut tidak boleh menjadi seremoni belaka tanpa dibarengi langkah konkret memperkuat struktur bawah.

    “Dengan semangat kolaboratif dan visi pembaruan, kami berkomitmen menjadikan cabang, ranting, dan masjid sebagai kekuatan strategis dalam meneguhkan dakwah dan tajdid Muhammadiyah di tengah masyarakat,” tandasnya. [asg/beq]

  • Kapan Idul Adha 2025 dan Cuti Bersama? Berikut Tanggal Resmi Libur Menurut SKB 3 Menteri

    Kapan Idul Adha 2025 dan Cuti Bersama? Berikut Tanggal Resmi Libur Menurut SKB 3 Menteri

    Melansir dari Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Nomor 1017 Tahun 2004, Nomor 2 Tahun 2024, dan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama disebutkan terdapat dua tanggal merah untuk perayaan Idul Adha 2025.

    Melalui surat tersebut tercatat bahwa libur pertama yaitu pada Jumat, 6 Juni 2025 dan kedua pada Senin, 9 Juni 2025. Kemudian dari Pemerintah RI sendiri belum ada ketetapan resmi terkait tanggal Idul Adha 2025.

    Namun, mengacu dari kalender terbitan Kementrian Agama (Kemenag) pemerintah memprediksi jika Idul Adha tahun 2025 jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 sama dengan tanggal versi Muhammadiyah.

    Sebagai informasi, tanggal pasti Idul Adha sendiri biasanya diputuskan melalui hasil sidang isbat akhir bulan Zulkaidah atau pada perkiraan hari Selasa, 27 Mei 2025 mendatang.

  • Pakar ekonomi makro UMY sebut QRIS & GPN perlu dipertahankan

    Pakar ekonomi makro UMY sebut QRIS & GPN perlu dipertahankan

    Sumber foto: Izan Raharjo/elshinta.com.

    Pakar ekonomi makro UMY sebut QRIS & GPN perlu dipertahankan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 08 Mei 2025 – 22:22 WIB

    Elshinta.com – Indonesia saat ini sedang menghadapi fenomena disrupsi dalam sistem pembayaran internasional. Fenomena ini tidak terlepas dari dinamika ekonomi global, seperti terjadinya perang tarif resiprokal, yakni kebijakan perdagangan dimana suatu negara memberlakukan pajak impor yang setara dengan tarif yang dikenakan negara lain terhadap produk domestiknya. Kondisi ini memicu gelombang aksi di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang berdampak hingga pada aspek sistem pembayaran nasional. Sebagai contoh, sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) di Indonesia sempat mendapat kritik dari Amerika Serikat (AS).

    Pakar Ekonomi Makro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Imamuddin Yuliadi, SE., M.Si, menyatakan kritikan tersebut sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi dengan penuh kehati-hatian dan perhitungan matang. Pasalnya, sistem pembayaran di suatu negara memerlukan aspek keamanan, ketelitian, dan akurasi yang sangat tinggi. Selain itu, penerapan standar internasional dalam sistem keuangan juga menjadi hal yang tidak boleh diabaikan.

    “Kritik yang disampaikan oleh Amerika Serikat dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk melakukan evaluasi sekaligus meyakinkan pihak asing bahwa sistem pembayaran QRIS dan GPN aman digunakan dalam transaksi ekonomi internasional,” tegas Imam saat ditemui pada Rabu (30/04) di Gedung Pascasarjana UMY. 

    Imam menilai bahwa selama enam tahun QRIS telah membuktikan kehandalannya dalam sebuah transaksi, terutama dari sisi efisien dan keamanannya. Sehingga, tidak ada lagi alasan bagi pihak asing untuk meragukan sistem pembayaran QRIS maupun GPN. Kehandalan dan kemudahan yang telah dirasakan oleh masyarakat Indonesia ini dapat dijadikan bahan negosiasi yang kuat kepada pihak eksternal, agar QRIS dan GPN tetap dipertahankan sebagai sistem pembayaran utama, baik di kancah nasional maupun internasional. 

    “Pemerintah Indonesia bersama Bank Indonesia (BI) tidak bisa semata-mata tunduk pada kritik yang disampaikan oleh Amerika Serikat. Kritik yang masuk tidak harus selalu diterima, namun kita harus mampu mempertahankan apa yang telah ada, sambil terus melakukan pembaruan dan peningkatan kapabilitas kedua sistem pembayaran tersebut. QRIS dan GPN telah menjadi kedaulatan digital ekonomi Indonesia,” tegas dosen Prodi Ekonomi UMY ini.

    Menurut Imam, langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia saat ini sangat berkaitan erat dengan kepercayaan publik. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus mempertahankan sekaligus meningkatkan sistem, standar, mutu, keamanan, serta kualitas pembayaran di Indonesia. 

    “Secara domestik, QRIS dan GPN telah terbukti mampu memenuhi kebutuhan transaksi dalam negeri. Oleh karena itu, kebutuhan transaksi ekonomi global pun pasti dapat ditangani dengan baik melalui kedua sistem pembayaran ini,” tutup Imam seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Izan Raharjo, Kamis (8/5).

    Sumber : Radio Elshinta

  • Nobar Film Jumbo SD UMP Purwokerto Viral, Kenalkan Transportasi Jadul ke Gen Alpha

    Nobar Film Jumbo SD UMP Purwokerto Viral, Kenalkan Transportasi Jadul ke Gen Alpha

    Liputan6.com, Purwokerto – Beberapa waktu lalu Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Purwokerto (SD UMP) menggelar nonton bareng film animasi karya anak bangsa, Jumbo di Bioskop Rajawali, Purwokerto. Kegiatan luar ruang kelas ini banyak menarik perhatian dan bahkan viral.

    Tak tanggung-tanggung kegiatan outing ini diikuti oleh seluruh siswa dari kelas 1 hingga 6 yang berjumlah 557 anak. Kegiatan outing itu tak hanya memanfaatkan momentum kejayaan film Jumbo secara massal tetapi juga mampu mengenalkan kepada seluruh siswa yang merupakan generasi Alpha kepada transportasi jaman dahulu: angkutan kota (angkot).

    SD yang terletak di kecamatan Kembaran, Banyumas ini sebenarnya rutin menyewa angkot untuk kegiatan-kegiatan ruang kelas. Namun, kali ini nonton bareng ‘Jumbo’ memboyong hingga 47 angkot ke bioskop legendaris Rajawali. “Kami sering kegiatan dengan naik angkot bahkan kami sudah punya langganan angkot, kenapa bisa sewa banyak karena dari satu orang kemudian dihubungkan dengan sopir-sopir angkot lain di wilayah Banyumas,” kata Kepala Sekolah SD UMP Rifqi Maulana saat ditemui Liputan6.com di SD UMP, Banyumas beberapa waktu lalu.

    Rifqi pun tidak menyangka kegiatan rutin yang semula hanya ingin memberikan pembelajaran siswa di luar ruang menjadi viral se-Indonesia. Menurutnya, penggunaan angkot tak lepas dari tujuan agar anak-anak generasi kekinian bisa merasakan naik transportasi massal. “Karena guru-guru sering bercerita kepada anak-anak bagaimana mereka dulu berangkat ke sekolah naik angkot. Hal ini tidak dirasakan oleh anak-anak sekarang,” ungkapnya.

  • Satgas Pemberantas Premanisme Resmi Dibentuk, Yakin Bakal Efektif? – Page 3

    Satgas Pemberantas Premanisme Resmi Dibentuk, Yakin Bakal Efektif? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Jenderal (Purn) Moeldoko merasa geram dengan tingkah polah ormas yang mengganggu dunia investasi. Mantan Panglima TNI itu menegaskan, gangguan ormas ini tak bisa ditolerir karena dapat mempengaruhi lapangan pekerjaan di Indonesia.

    “Jadi siapa pun tidak boleh ganggu, makanya saya katakan kalau ada preman ganggu habisin saja. Karena preman ini akan mengganggu segitu banyak orang yang mencari pekerjaan,” ucap Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) ini di JiExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa 29 April 2025 lalu.

    Gangguan ormas pada investasi otomotif dialami dua produsen baru, BYD dan Vinfast. Kedua merek itu memperoleh gangguan kala membangun pabrik perakitan mobil listrik di Subang, Jawa Barat.

    BYD mendirikan pabrik di kawasan Subang Smartpolitan, Subang, Jawa Barat dengan nilai investasi Rp11,7 triliun. Perusahaan meyakini fasilitas manufaktur itu siap beroperasi 2026. Sementara Vinfast juga telah memulai pembangunan pabrik di Subang dengan dana tahap awal sebesar US$200 juta atau Rp3,2 triliun sejak 2024.

    Merespons situasi ini, Kemenko Polkam menggelar rapat koordinasi lintas kementerian, Selasa 6 Mei 2025. Pertemuan membahas tentang pembentukan Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

    Rapat melibatkan lintas kementerian dan instansi yaitu Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Kementerian Hukum, Kementerian Luar Negeri, Kementerian HAM, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi, UMKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kejaksaan Agung, TNI, Polri, Kantor Staf Kepresidenan, Kantor Komunikasi Kepresidenan, BIN, serta BSSN.

    “Pemerintah menegaskan komitmen dalam menjaga stabilitas nasional dan kepastian hukum dengan membentuk Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang meresahkan masyarakat dan mengganggu investasi,” kata Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Jenderal (Purn) Budi Gunawan, Rabu 7 Mei 2025.

    Budi menegaskan, pemerintah tidak akan ragu-ragu dalam menindak tegas segala bentuk premanisme dan aktivitas ormas yang meresahkan masyarakat. Gangguan ini berpotensi mengganggu jalannya investasi maupun kegiatan usaha.

    Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon Runturambi mengapresiasi pembentukan tim terpadu untuk menanggulangi aksi premanisme. Namun, ia mengingatkan pentingnya kejelasan definisi dan target dari operasi tim tersebut agar tidak menimbulkan resistensi di masyarakat.

    “Saya sih mengapresiasi dulu ya. Ada tim terpadu yang melibatkan banyak pihak. Harapannya tentu bisa mengurangi aksi-aksi premanisme yang meresahkan, terutama yang mengganggu investasi,” ujar Simon dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).

    Meski begitu, ia menyoroti perlunya penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan premanisme agar tidak terjadi salah sasaran di lapangan. Menurutnya, premanisme memiliki bentuk yang beragam, mulai dari aksi jalanan hingga kejahatan yang lebih terorganisir.

    “Pertama identifikasi dulu. Maksudnya premanisme ini apa? Kalau premanisme jalanan, itu kan sifatnya situasional. Tapi kalau yang saya maksud adalah bentuk organized crime, ini yang lebih bahaya,” tegasnya.

    Simon menyebutkan, tidak sedikit organisasi yang berbadan hukum tetapi melakukan pelanggaran di bidang ekonomi maupun politik. Oleh karena itu, ia menilai perlu kejelasan jenis premanisme mana yang menjadi fokus tim terpadu tersebut.

    “Tim ini harus menjelaskan kategori mana yang jadi target. Supaya masyarakat tidak bingung dan bisa ikut membantu. Kalau tidak jelas, malah bisa jadi bumerang,” katanya.

    Ia juga mengingatkan adanya potensi resistensi dari organisasi kemasyarakatan (ormas) bila langkah tim tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Resistensi tersebut bisa datang bukan hanya dari ormas, tapi juga dari masyarakat jika tindakan yang diambil dirasa tidak adil.

    “Kalau yang disebut-sebut ternyata berbeda dengan realitasnya, itu bisa timbul resistensi. Bahkan masyarakat bisa balik mendukung ormas. Ini harus diantisipasi sejak awal supaya tidak kontraproduktif,” ujarnya.

    Selain soal sasaran, Simon juga menekankan pentingnya kewenangan dan daya tekan tim terpadu untuk memastikan lembaga terkait—baik di tingkat Polres maupun pemerintah daerah—melaksanakan tugasnya.

    “Tim ini harus punya power. Misalnya, bisa mendorong Polres atau Pemkot untuk segera selesaikan kasus premanisme yang terjadi di wilayahnya. Bukan hanya struktur besar yang tak bergerak,” jelasnya.

    Ia menduga aksi premanisme yang mengganggu investasi tidak terjadi secara kebetulan. Simon menduga ada kebocoran informasi atau kurangnya koordinasi antara pemerintah dan pihak investasi, sehingga memberi celah bagi pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan.

    “Jangan sampai informasi investasi bocor lewat jalur belakang, lalu jadi ajang cari cuan. Ini yang sangat merugikan. Satgas pemberantasan premanisme ini seharusnya juga bisa masuk ke lembaga-lembaga yang terkait investasi untuk mengamankan dari awal,” ungkapnya.

    Terkait efektivitas satgas ini, Simon menyebut itu akan bergantung pada seberapa rinci tugas dan fungsi (tupoksi) yang dijelaskan kepada publik.

    “Mereka harus bisa menjabarkan kembali tupoksi mereka. Jelaskan mana yang meresahkan, mana yang tidak, mana yang kasat mata. Klasifikasikan dulu. Baru bisa efektif,” tutupnya.

    Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai pembentukan satgas ini sebagai langkah positif. Namun, ia mengingatkan bahwa fungsi pembinaan ormas sebenarnya sudah diatur di bawah kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di tingkat daerah.

    “Ini langkah yang baik, tapi saya khawatir Satgas ini malah menimbulkan kerancuan. Ormas-ormas yang berbau premanisme bisa saja tidak lagi mengakui kewenangan Kesbangpol atau Kemendagri. Padahal pembinaan itu domain mereka,” ujar Trubus saat diwawancarai Liputan6.com, Rabu (7/5/2025).

    Ia juga menekankan pentingnya kejelasan kriteria dalam membedakan ormas yang bersifat premanisme dan yang tidak. Jika tidak hati-hati, langkah penindakan berisiko menimbulkan diskriminasi.

    “Kita kan juga kriteriannya harus jelas, jangan kemudian nanti ada diskriminatif, kan. Ada yang merasa diperlakukan seperti preman, padahal mereka tidak preman,” kata Trubus.

    Trubus juga mengingatkan bahwa ormas di Indonesia sangat beragam, tidak hanya ormas politik, tetapi juga keagamaan. Jika pendekatan Satgas tidak tepat, dikhawatirkan bisa memicu ketegangan yang lebih luas, termasuk dengan ormas besar seperti Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama.

    “Ya, karena itu juga harus dipikirkan, jangan sampai, karena Ormas itu kan tidak hanya Ormas ini. Ada juga Ormas keagamaan juga, tidak hanya Ormas politik,” ucap Trubus

    “Itu kan nanti (bisa) melebar kemana-mana. Artinya, bisa menyinggung yang besar-besar kayak Muhammadiyah, PBNU, itu nanti jadi muncul ini lagi,” sambungnya

    Ia  menyarankan agar pemerintah lebih fokus memperkuat lembaga yang selama ini memang memiliki kewenangan membina organisasi masyarakat, yakni Kesbangpol dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau juga Polri.

    Trubus menegaskan, dengan ketidaktegasan pemerintah dalam menghadapi ormas dan kelompok premanisme yang meresahkan bukan semata soal kelemahan hukum, melainkan karena adanya keterkaitan antara sebagian ormas dengan elite kekuasaan.

    Secara regulasi, kata dia, sebenarnya sudah ada dasar hukum yang kuat untuk menindak ormas bermasalah. Salah satunya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, khususnya Pasal 59

    “Kalau lihat di Undang-Undang 16, mengenai Ormas. Pasal 59 itu sudah jelas di situ. (Bahwa) Ormas dilarang (untuk melakukan tindakan kekerasan). (Namun) jika dilanggar dikasih sanksinya itu harus sanksi yang tidak hanya administrasi,” jelas Trubus.

     

    Ia juga menyoroti bahwa banyak ormas saat ini justru memiliki backing kuat dari partai politik atau elite kekuasaan. Karenanya, ada dugaan keterkaitan langsung antara sejumlah anggota parlemen dengan ormas-ormas bermasalah tersebut.

    “Selama ini mereka dipelihara oleh elite itu untuk mempertahankan kekuasaannya, (agar nantinya) terpilih kembali ke depannya. Bahkan banyak juga diduga orang-orang yang duduk di parlemen, di DPR, DPRD misalnya,” kata Trubus.

    Trubus juga menyoroti pentingnya penguatan sistem pengawasan terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas), terutama dalam aspek keuangan. Ia menilai pengelolaan dana ormas perlu diaudit secara ketat mengingat banyak anggotanya yang berasal dari kalangan pengangguran dan rentan dimanfaatkan.

    “Jadi, buka ke publik. Maksudnya, kita mulailah pendekatan yang namanya transparansi publik dan akuntabilitas publik. Bertanggung jawab publik itu seperti apa,” dia menandaskan.

     

  • Mantan Komandan Marinir Klaim Muhammadiyah & MUI Dukung Pemakzulan Gibran, Ada Pertemuan di Jakarta

    Mantan Komandan Marinir Klaim Muhammadiyah & MUI Dukung Pemakzulan Gibran, Ada Pertemuan di Jakarta

    GELORA.CO – Mantan Komandan Korps Marinir (Dankormar), Letjen TNI Mar (Purn) Suharto, mengklaim telah memperoleh dukungan dari Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait delapan poin sikap dari Forum Purnawirawan TNI, termasuk pemakzulan terhadap Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI.

    Dia mengungkapkan dukungan tersebut dilakukan setelah adanya pertemuan di salah satu tempat di Jakarta.

    Bahkan, Suharto juga mengklaim pertemuan tersebut terjadi setelah pihaknya diundang secara khusus oleh Muhammadiyah dan MUI.

    “Bahkan, saya diundang MUI dan Muhammadiyah. Bertemu dan mendukung Pak Harto (terkait delapan poin sikap Forum Purnawirawan TNI). (Dukungan perorangan atau organisasi?) Organisasi,” katanya dikutip dari YouTube iNews, Rabu (7/5/2025).

    “Jadi pada waktu itu kita bersurat kepada mereka. (Perwakilan Muhammadiyah dan MUI -red) ‘oh pak nanti kita undang bertemu di sana, tapi kami mendukung delapan (sikap Forum Purnawirawan TNI),” sambung Suharto.

    Suharto mengklaim, dalam pertemuan tersebut, dirinya sempat bertemu dengan Sekjen MUI, Amirsyah Tambunan.

    “Tadi dengan sekjen-nya (MUI), nama belakangnya Tambunan bertemu,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Suharto juga mengatakan adanya pertemuan di Yogyakarta pada Senin (12/5/2025) dengan purnawirawan TNI lainnya terkait penggalangan dukungan untuk usulan pemakzulan Gibran.

    Bahkan, Suharto menyebut nantinya pertemuan di Yogyakarta itu akan turut dihadiri oleh mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal (Purn) TNI Hanafie Asnan.

    “Nanti, tanggal 12, kami ke Yogya atau sesudahnya dengan tim saya (Forum Purnawirawan TNI) karena itu mereka mendukung (pemakzulan Gibran).”

    “Di sana, kami bertemu dengan unsur-unsur purnawirawan ABRI, termasuk di sana minta mundur karena adanya dukungan lebih besar lagi. Kami tadi berhubungan dengan Marsekal Hanafie Asnan,” jelasnya.

    Suharto juga mengklaim adanya dukungan di luar purnawirawan TNI terkait pemakzulan Gibran seperti pengajar dan masyarakat sipil.

    “Ada dukungan juga dari dosen atau pengajar dan non-dosen,” tegasnya.

  • Cegah Penyimpangan MBG, Kepala BGN Ungkap Skema Pembatasan Yayasan Kelola SPPG – Halaman all

    Cegah Penyimpangan MBG, Kepala BGN Ungkap Skema Pembatasan Yayasan Kelola SPPG – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan, pihaknya membuat skema operasional baru Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), untuk mencegah penyimpangan.

    Ia menyebut, skema operasional yang baru, membatasi yayasan hanya bisa mengelola 10 SPPG di satu provinsi.

    Namun demikian, Dadan mengatakan, pembatasan pengelolaan SPPG itu tak berlaku untuk yayasan yang terafiliasi dengan institusi.

    Hal itu diungkapkannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI, pada Selasa (6/5/2025). 

    “Kami kemudian membatasi juga yayasan yang bisa mengelola SPPG untuk satu provinsi. Maka maksimal satu Yayasan hanya boleh mengelola 10 SPPG, kalau lintas provinsi hanya 5 SPPG, kecuali untuk yayasan yang terafiliasi dengan institusi,” kata Dadan.

    Ia mencontohkan, sejumlah yayasan terafiliasi institusi yang dikecualikan pembatasan itu seperti, Yayasan Kartika Eka Paksi milik TNI AD. 

    Pengecualian pembatasan yayasan itu, lanjut Dadan, lantaran BGN mengenal pucuk pimpinan yayasan tersebut.

    “Karena hanya satu di seluruh Indonesia dan kita tahu ketua dewan pembinanya siapa sehingga kita bisa dengan mudah berhubungan jika terjadi masalah,” ucapnya.

    “Contoh lain Muhammadiyah, Muhammadiyah satu di seluruh dunia maka mereka sudah memiliki pokja khusus sehingga memungkinkan untuk mengolah SPPG di seluruh Indonesia,” imbuh Dadan.

    Dadan menambahkan, selain pembatasan operasional SPPG, pihaknya juga memprioritaskan SPPG yang memiliki fasilitas dapur untuk menjadi mitra BGN. 

    Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian seperti mitra dapur di Kalibata.

    “Jadi sekarang kami utamakan pembalik Fasilitas yang akan menjadi mitra. Kemudian kami akan tanya apakah mitra memiliki yayasan sendiri atau tidak. Jika kemudian menggunakan yayasan yang bukan milik sendiri, maka kami akan tanya ada perjanjian apa antara Yayasan dengan pemilik fasilitas,” tandasnya.

     

  • OJK Terima Permohonan Konversi BPR Muhammadiyah Jadi BPR Syariah – Page 3

    OJK Terima Permohonan Konversi BPR Muhammadiyah Jadi BPR Syariah – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan telah menerima permohonan dari Muhammadiyah terkait perubahan kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) milik organisasi tersebut menjadi Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan permohonan tersebut bukanlah pendirian bank baru, melainkan proses konversi dari BPR konvensional menjadi BPR Syariah.

    “OJK telah menerima permohonan perubahan kegiatan usaha BPR milik Muhammadiyah menjadi BPR Syariah (bukan pendirian bank baru),” KATA Dian dikutip dari jawaban tertulisnya, Senin (5/5/2025).

    Dian menjelaskan, OJK saat ini tengah berkoordinasi dengan pemilik dan jajaran direksi BPR terkait untuk melengkapi seluruh dokumen yang dibutuhkan dalam proses konversi tersebut.

    “OJK telah berkoordinasi dengan Pemilik dan Direksi BPR dimaksud untuk melengkapi seluruh dokumen yang dibutuhkan untuk proses konversi,” jelasnya.

    Selain itu, OJK juga meminta agar pihak BPR menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk operasional sebagai BPR Syariah, termasuk di level direksi, komisaris, dewan pengawas syariah, hingga pegawai operasional.

    OJK: Perbankan RI Aman dari Gejolak Valas Dampak Kebijakan Trump

    Sebelumnya, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump berdampak pada sektor keuangan global, termasuk sektor perbankan Indonesia, khususnya dari sisi valuta asing (valas).

    Meningkatnya tarif impor AS menciptakan ketidakpastian ekonomi global yang turut memicu fluktuasi nilai tukar dan berpotensi memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Dampak dari kebijakan Trump memang perlu terus kita pantau bersama, utamanya karena meningkatnya tarif impor AS akan berdampak pada perdagangan global dan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.Ketidakpastian kebijakan global ini juga mempengaruhi fluktuasi nilai tukar, yang nantinya juga akan berpengaruh pada nilai aset dan kewajiban bank,” jelas Dian dalam jawaban tertulisnya, Selasa, 29 April 2025.

  • Polemik Wacana Vasektomi: Banyak Pihak Sentil Dedi Mulyadi, Ingatkan Haram hingga HAM – Halaman all

    Polemik Wacana Vasektomi: Banyak Pihak Sentil Dedi Mulyadi, Ingatkan Haram hingga HAM – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Wacana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial (bansos) menuai kritikan dari  banyak pihak.

    Diketahui, Dedi berencana menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bansos untuk menekan angka kelahiran dan kemiskinan di Jawa Barat.

    “Untuk itu, (vasektomi) ya agar kelahirannya diatur dan angka kemiskinan turun, karena hari ini kan yang cenderung anaknya banyak itu cenderung orang miskin,” jelas Dedi, Selasa (29/4/2025).

    Dirangkum Tribunnews.com, berikut ini sederet pihak yang mengkritik wacana Dedi tersebut:

    1. MUI Tegaskan Haram

    Majelis Ulama Indonesia mengungkapkan pandangan syariat Islam mengenai vasektomi.

    Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Abdul Muiz Ali, mengatakan vasektomi menurut pandangan Islam, adalah hal yang dilarang.

    Sebab, secara prinsip, kata dia, vasektomi merupakan tindakan yang mengarah pada pemandulan.

    “Vasektomi secara prinsip adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, dan dalam pandangan syariat, hal itu dilarang,” jelas Abdul, Kamis (1/5/2025).

    Meski demikian, lanjut Abdul, dengan perkembangan teknologi, ada proses penyambungan kembali saluran sperma atau rekanalisasi.

    Merujuk dari hal itu, Abdul mengatakan hukum terkait vasektomi bisa menjadi berbeda dengan lima syarat tertentu.

    Vasektomi dilakukan untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat Islam.
    Vasektomi tidak mengakibatkan kemandulan permanen.
    Ada jaminan medis, proses penyambungan kembali saluran sperma, bisa dilakukan dan fungsi reproduksi dapat pulih seperti semula.
    Vasektomi tidak menimbulkan mudharat bagi pelakunya.
    Vasektomi tidak dimasukkan ke dalam program kontrasepsi mantap.

    Abdul pun menegaskan, hingga saat ini, vasektomi masih diharamkan lantaran proses penyambungan kembali saluran sperma, tak bisa menjamin reproduksi berfungsi normal seperti sebelumnya.

    “Sampai saat ini, hukum keharaman vasektomi tetap berlaku. Sebab, rekanalisasi tidak 100 persen menjamin kembali normalnya saluran sperma. Karena, hingga hari ini, rekanalisasi masih susah dan tidak menjamin pengembalian fungsi seperti semula,” tegas Abdul.

    Abdul juga menyinggung biaya rekanalisasi yang jauh lebih mahal ketimbang vasektomi.

    Karena itu, MUI meminta kepada pemerintah agar tidak mengampanyekan vasektomi secara terbuka dan massal.

    “Pemerintah harus transparan dan objektif dalam sosialisasikan vasektomi, termasuk menjelaskan biaya rekanalisasi yang mahal dan potensi kegagalannya,” pungkasnya.

    2. Diingatkan agar Tak Terbuai Popularitas

    Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibaadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Toto Izul Fatah, mengatakan ia dan tokoh di Jawa Barat, sepakat menilai wacana Dedi Mulyadi soal vasektomi, kebablasan dan tak dipikirkan secara matang.

    Toto pun meminta Dedi agar mempertimbangkan berbagai pandangan, termasuk dari organisasi keagamaan, seperti Muhammadiyah hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI).

    Hal itu, kata dia, agar Dedi tidak kebablasan dalam berbicara terkait kebijakan publik.

    “Saya dan sejumlah tokoh di Jawa Barat ikut menyesalkan pernyataan KDM (Kang Dedi Mulyadi) yang kebablasan, ceroboh, dan tidak dipikirkan secara matang, soal vasektomi jadi syarat penerima bansos,” kata Toto, Jumat (2/5/2025), dilansir TribunJabar.id.

    “KDM Jangan sampai terbuai popularitasinya di tengah warga Jabar yang sedang ‘demam KDM’, hingga merasa bebas bicara tanpa kendali,” tegas dia.

    Lebih lanjut, Toto kembali mengingatkan Dedi untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak, baik hukum maupun medis.

    Sebab, kata dia, setiap kebijakan pemerintah daerah, harus selalu sejalan dengan konstitusi yang telah disepakati bersama.

    “Penting bagi KDM untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak yang berkompeten, baik dari aspek hukum maupun medis,” pungkasnya.

    3. Cak Imin: Jangan Buat Aturan Sendiri

    POLEMIK WACANA VASEKTOMI – Wawancara Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (PM) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di sela acara halal bihalal di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Minggu (20/4/2025) malam. (Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow)

    Kritik terhadap Dedi Mulyadi terkait wacana vasektomi, juga dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

    Ia mengingatkan Dedi sebagai Gubernur Jawa Barat, agar tidak membuat aturan sendiri.

    Apalagi, kata Cak Imin, aturan itu berbeda dari pemerintah pusat.

    “Tidak boleh bikin aturan sendiri,” tegas Cak Imin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Satu (3/5/2025).

    Ketua Umum PKB ini pun menekankan, tidak ada syarat vasektomi bagi penerima bansos.

    “Enggak ada. Enggak ada syarat itu (vasektomi bagi penerima bansos)” pungkasnya.

    4. DPR Sebut Ide Dedi Ide yang Kalap

    Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menilai wacana Dedi Mulyadi soal vasektomi, sebagai ide yang kalap.

    Sebab, kata dia, Komisi VIII sama sekali belum pernah membahas atau bahkan mengaitkan program bansos dengan kebijakan pengendalian kelahiran.

    Marwan menyebut, acuan utama terkait keluarga tak mampu, masih mengacu pada konstitusi di mana kesejahteraan fakir miskin merupakan tanggung jawab dan kewajiban negara.

    “Idenya Kang Dedi ini, ya mungkin ide kalap lah ya,” kata Marwan saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (4/5/2025).

    “Kalapnya itu karena terlalu berat beban kita mengenai urusan sosial. Angka kemiskinan dengan kemampuan kita untuk memberdayakan itu tidak sebanding. Maka, langkah-langkah kita untuk mencerdaskan anak bangsa dengan beban berat itu, ya rasa-rasanya kalap lah,” jelas dia.

    Marwan lantas mengingatkan, persoalan pengendalian kelahiran sudah menjadi urusan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

    Ia juga menyinggung soal suksesnya pengendalian kelahiran tanpa vasektomi, melainkan jargon dua anak cukup, seperi yang digaungkan saat Orde Baru.

    Karena itu, Marwan beranggapan, cara paling efektif untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat, akses permodalan, hingga penggunaan data yang akurat dan terintegrasi.

    5. Wamensos: Urusan Pemprov Jabar

    Di sisi lain, Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, tak banyak komentar mengenai wacana Dedi Mulyadi soal vasektomi.

    Ia menyerahkan usulan tersebut kepada Pemprov Jabar.

    Jabo menegaskan, Kementerian Sosial memiliki aturan dan mekanisma tersendiri dalam menyalurkan bansos.

    “Itu urusan pemerintah daerah Jawa Barat. Kemensos dalam memberikan bantuan ada aturan dan mekanisme sendiri,” ungkap Jabo di sela kunjungan di Pondok Modern Darussalam Gontor-Kampus 5 Darul Qiyam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Minggu (4/5/2025), dikutip dari Kompas.com.

    6. Mensos Ingatkan soal HAM

    POLEMIK WACANA VASEKTOMI – Menteri Sosial (Mensos), Saifullah Yusuf usai Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VIII DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (13/2/2024). (dok. Kemensos)

    Menteri Sosial, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, menyebut kebijakan sosial seperti bansos, tidak bisa disertai syarat-syarat yang memaksa.

    Pasalnya, jelas Gus Ipul, hal tersebut akan melanggar hak asasi manusia (HAM) serta menyentuh sensitivitas budaya dan agama.

    “Kalau maksa ya enggak boleh. Itu hanya imbauan sifatnya. Saya lihatnya baru sebatas gagasan saja. Harus dihitung panjang dampaknya dari berbagai sudut pandang,” jelas Gus Ipul, Sabtu (3/5/2025).

    Ia mengingatkan, MUI telah mengeluarkan fatwa haram terkait pemaksaan vasektomi.

    Atas hal itu, Gus Ipul meminta Dedi untuk mengkaji wacana vasektomi lebih dalam, dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang, termasuk agama dan HAM.

    “Dari sudut pandang agama, sudut pandang HAM, dan dari sudut pandang manfaatnya. Sudut-sudut pandangnya kan banyak dan harus dipertimbangkan ya,” tegas dia.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Soal Vasektomi sebagai Syarat Bansos, Dedi Mulyadi Dinilai Kebablasan: Diminta Dengarkan Saran Ulama

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Fransiskus Adhiyuda/Reza Deni/Rina Ayu, TribunJabar.id/Muhamad Syarif, Kompas.com/Egadia Birru)

  • Sentil Keras Dedi Mulyadi, Toto Izul Fatah: Jangan Terbuai Popularitas hingga Bicara Tak Terkendali – Halaman all

    Sentil Keras Dedi Mulyadi, Toto Izul Fatah: Jangan Terbuai Popularitas hingga Bicara Tak Terkendali – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibaadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Toto Izul Fatah, menyentil keras Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait wacana menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial (bansos).

    Ia dan tokoh di Jawa Barat, sepakat menilai wacana Dedi soal vasektomi itu kebablasan dan tak dipikirkan secara matang.

    Toto pun meminta Dedi agar mempertimbangkan berbagai pandangan, termasuk dari organisasi keagamaan, seperti Muhammadiyah hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI).

    Hal itu, kata dia, agar Dedi tidak kebablasan dalam berbicara terkait kebijakan publik.

    “Saya dan sejumlah tokoh di Jawa Barat ikut menyesalkan pernyataan KDM (Kang Dedi Mulyadi) yang kebablasan, ceroboh, dan tidak dipikirkan secara matang, soal vasektomi jadi syarat penerima bansos,” kata Toto, Jumat (2/5/2025), dilansir TribunJabar.id.

    “KDM Jangan sampai terbuai popularitasinya di tengah warga Jabar yang sedang ‘demam KDM’, hingga merasa bebas bicara tanpa kendali,” tegas dia.

    Lebih lanjut, Toto kembali mengingatkan Dedi untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak, baik hukum maupun medis.

    Sebab, kata dia, setiap kebijakan pemerintah daerah, harus selalu sejalan dengan konstitusi yang telah disepakati bersama.

    “Penting bagi KDM untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak yang berkompeten, baik dari aspek hukum maupun medis,” pungkasnya.

    Cak Imin: Jangan Buat Aturan Sendiri

    Sentilan terhadap Dedi Mulyadi terkait wacana vasektomi, juga dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

    Ia mengingatkan Dedi sebagai Gubernur Jawa Barat, agar tidak membuat aturan sendiri.

    Apalagi, kata Cak Imin, aturan itu berbeda dari pemerintah pusat.

    “Tidak boleh bikin aturan sendiri,” tegas Cak Imin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Satu (3/5/2025).

    Ketua Umum PKB ini pun menekankan, tidak ada syarat vasektomi bagi penerima bansos.

    “Enggak ada. Enggak ada syarat itu (vasektomi bagi penerima bansos)” pungkasnya.

    Sebelumnya, Dedi Mulyadi melontarkan wacana kebijakan vasektomi bagi penerima bansos.

    Wacana ini disampaikan Dedi sebab ia menyoroti banyaknya keluarga yang tak mampu memiliki banyak anak.

    Dedi tak ingin bantuan dari pemerintah hanya mengalir untuk keluarga yang sama dalam jangka waktu lama.

    Ia pun menyebut, ke depannya seluruh bantuan dari pemerinah akan diintegrasikan dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN).

    “Seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan Keluarga Berencana. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga.”

    “Yang dapat beasiswa keluarga dia, yang kelahirannya dijamin keluarga dia, yang dapat bantuan perumahan keluarga dia, yang dapat bantuan pangan non-tunai keluarga dia. Nanti uang numpuk di satu keluarga,” urai Dedi, dilansir YouTube KompasTV, Rabu (30/4/2025).

    Lebih lanjut, Dedi menjelaskan mengapa bantuan dari pemerintah bisa terpusat pada keluarga yang sama.

    Selama ini, kata dia, banyak bantuan yang diterima keluarga tak mampu, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) hingga perumahan sederhana.

    Ia juga menyinggung bantuan biaya melahirkan bagi ibu dari keluarga tak mampu.

    Kata Dedi, sekarang ini bantuan melahirkan sudah naik kelas, yakni dengan proses caesar.

    Sementara, biaya proses melahirkan dengan caesar bisa menelan biaya hingga Rp25 juta.

    “Karena variabelnya (bantuan yang diterima) banyak, dia dapat PIP, bantuan perumahan, besok lagi caesar.”

    “Ingat, keluarga yang tidak mampu hari ini melahirkannya naik kelas caesar, (biayanya) Rp25 juta,” jelas Dedi.

    Dedi pun menyayangkan jika uang senilai Rp25 juta diberikan kepada keluarga yang sama untuk bantuan melahirkan.

    Pasalnya, kata dia, uang tersebut jika dikumpulkan bisa digunakan untuk membangun rumah sederhana bagi keluarga tak mampu.

    “Masa harus terus-terusan Rp25 juta untuk melahirkan? Itu bisa buat bangun rumah,” katanya.

    Atas hal itu, Dedi pun mengimbau kepada keluarga tak mampu untuk berhenti memiliki banyak anak jika tak bisa menafkahi.

    “Makanya, berhentilah bikin anak kalau tidak sanggup menafkahi,” tegas dia.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Soal Vasektomi sebagai Syarat Bansos, Dedi Mulyadi Dinilai Kebablasan: Diminta Dengarkan Saran Ulama

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Fransiskus Adhiyuda, TribunJabar.id/Muhamad Syarif)