Organisasi: MTI

  • Sejumlah Tokoh Ajukan jadi Sahabat Pengadilan di Sidang Praperadilan Nadiem Makarim

    Sejumlah Tokoh Ajukan jadi Sahabat Pengadilan di Sidang Praperadilan Nadiem Makarim

    Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak 12 tokoh antikorupsi dari berbagai bidang mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae) pada saat sidang praperadilan Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

    “Beban pembuktian harusnya dibebankan kepada termohon yaitu penyidik bukan kepada pemohon,” kata salah seorang sahabat pengadilan (amici) yang juga pegiat antikorupsi Natalia Soebardjo di Jakarta, Jumat.

    Amicus curiae di Kamus Besar Bahasa Indonesia Kemendikbud mengandung arti pihak yang tidak memihak sehingga dapat membantu memberikan pendapat untuk suatu perkara hukum.

    Menurut dia, para tokoh antikorupsi mendesak agar pada proses praperadilan, pihak termohon, dalam hal ini penyidik, mampu menjelaskan alasan pemohon patut untuk diduga sebagai pelaku tindak pidana.

    Dia mengatakan bahwa para tokoh ini, menilai bahwa dua alat bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap pemohon tidak cukup kuat untuk menduga pemohon sebagai pelaku tindak pidana.

    Dengan kata lain, tindakan pemohon menetapkan status tersangka tidak berlandaskan pada konsep kecurigaan yang beralasan (reasonable suspicion).

    “Karena pada dasarnya penyidiklah yang mendalilkan sesuatu, bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga pemohon adalah pelakunya,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (7/10/2025).

    Dengan menjalankan prinsip tersebut, mereka menilai, dalam sidang praperadilan, hal pertama yang harus dilakukan oleh termohon adalah menjelaskan tindak pidana yang diduga terjadi dan alasannya menduga seseorang sebagai pelaku tindak pidana.

    Cara seperti ini kata Natalia, dinilai penting agar publik juga bisa memahami proses penegakan hukum dan ikut mengawasi timbulnya suatu perkara hukum.

    “Publik memiliki hak untuk mengetahui dengan jelas mengenai hal yang diperkarakan. Inilah pentingnya sebuah proses hukum dijalankan secara transparan, akuntabel dan penuh tanggung jawab. Jika itu dilaksanakan, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum akan semakin tinggi,” ucapnya.

    Dia menambahkan, adapun amicus curiae ini dimaksudkan untuk mendorong agar praperadilan atas sah tidaknya penetapan tersangka dapat berjalan lebih efektif, efisien, sederhana namun tepat sasaran.

    Hal itu karena mereka melihat proses pemeriksaan praperadilan yang berjalan selama ini, menuruti mekanisme yang menyerupai hukum acara perdata dengan prinsip siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan.

    Padahal, prinsip ini tidak tepat untuk pemeriksaan praperadilan yang hanya ada dalam hukum pidana.

    Mereka yang mengajukan diri terdiri dari para tokoh dan pegiat antikorupsi yang memiliki latar belakang beragam.

    Berikut mereka :

    1. Pimpinan KPK Periode 2003-2007, Amiien Sunaryadi

    2. Pegiat Antikorupsi dan Pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Arief T Surowidjojo

    3. Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, Arsil

    4. Pegiat Antikorupsi dan Juri Bung Hatta Anti Corruption Award, Betti Alisjahbana

    5. Pimpinan KPK 2003-2007, Erry Riyana Hardjapamekas

    5. Penulis dan Pendiri Majalah Tempo, Goenawan Mohamad

    7. Aktivis dan Akademisi, Hilmar Farid

    8. Jaksa Agung Periode 1999-2001, Marzuki Darusman

    9. Direktur Utama PLN 2011-2014, Nur Pamudji

    10. Pegiat Antikorupsi dan Anggota International Council of Transparency International, Natalia Soebagjo

    11. Advokat, Rahayu Ningsih Hoed

    12. Pegiat Antikorupsi dan Pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) Todung Mulya Lubis

  • Siap-siap! Truk ODOL Dilarang Melintas Mulai 2027

    Siap-siap! Truk ODOL Dilarang Melintas Mulai 2027

    Bisnis.com, JAKARTA  — Pemerintah berkomitmen untuk memberantas permasalahan klasik sektor transportasi dan logistik yaitu truk obesitas atau Overdimension Overloading (ODOL).

    ODOL menjadi salah satu gambaran buram wajah angkutan logistik nasional. Banyak mudarat yang ditimbulkan angkutan ODOL seperti kecelakaan lalu lintas hingga kerugian materi terhadap kondisi infrastruktur jalan Indonesia. Tak sedikit anggaran negara yang mengalir untuk membenahi infrastruktur jalan yang rusak akibat ODOL.

    Perhitungan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2025, indikasi pemborosan keuangan negara akibat kerusakan jalan pada jalan nasional, provinsi dan kab/kota sebesar Rp47,43 triliun setiap tahun.

    “Harus ada langkah berani dan bijak dari pemerintah untuk menertibkan truk berdimensi dan bermuatan lebih. Tentunya dengan memperhatikan dan mempertimbangkan masalah kemanusiaan, sosial dan ekonomi,” ujar Djoko Setijowarno Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat dalam keterangannya beberapa waktu lalu.

    Pembentukan Satgas dan Payung Hukum Zero ODOL

    Gayung bersambut, Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) mengambil tindakan serius dengan menggodok regulasi terkait harmonisasi pelaksanaan kebijakan Zero ODOL.

    Menko IPK, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjelaskan bahwa aturan itu nantinya mengatur terkait harmonisasi antar Kementerian dan Lembaga (K/L) dalam merumuskan kebijakan Zero Odol. Di mana, payung hukum tersebut dibidik rampung bulan ini.

    “Jadi dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan kita harapkan targetnya selesai di Oktober 2025,” jelasnya saat ditemui di Kantor Kemenko IPK, Senin (6/10/2025).

    AHY menambahkan, berdasarkan rencana yang ada implementasi Zero Odol akan dijalankan pada 1 Januari 2027. Pada saat yang sama dia menyebut antar Kementerian dan Lembaga telah sepakat untuk tidak lagi menunda implementasi Zero Odol.

    Ilustrasi truk ODOL / JIBI

    Terlebih, pengentasan truk muatan berlebih ini telah mendapat perhatian khusus dari Presiden Prabowo Subianto serta para anggota serta pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

    “Sehingga kita semua sepakat bahwa kebijakan zero odol ini tidak bisa lagi ditunggu-tunggu ataupun ditunda-tunda. Karena itu dengan ikhtiar dan kerja keras kita semua diharapkan tanggal 1 Januari tahun 2027, ” tambahnya.

    Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah Presiden Prabowo Subianto untuk dapat segera membentuk tim khusus yang bakal mengkoordinir pelaksanaan target Zero ODOL pada 2027. 

    Dasco menjelaskan, tim itu juga akan melibatkan perwakilan para pengusaha logistik hingga driver atau pengemudi logistik.

    “Untuk pembuatan atau pembentukan tim itu diperlukan beberapa kementerian terkait biar bisa saling melengkapi dan kemudian bisa berjalan efektif. Nah untuk itu mungkin sebagai koordinatornya kita minta dari Kemenhub untuk mengkoordinir supaya teman-teman dari pengemudi, Pimpinan Komisi V maupun dari kementerian lain bisa segera dibentuk agar tim bisa menjadi efektif,” jelasnya dalam Rapat Pimpinan di Komisi V DPR RI, Rabu (1/10/2025). 

    Dasco menjelaskan, tim tersebut nantinya akan membentuk Komisi V DPR RI dalam melakukan proses revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLJA) terkait kebijakan Zero Odol.

    Dia menyebut, hal teknis terkait keluhan yang disampaikan oleh para pengemudi truk diharapkan dapat dijalankan dalam tim tersebut. 

    Menanggapi hal itu, Menteri Perhubungan (Menhub), Dudy Purwagandhi mengaku menyambut baik mandat tersebut. Dia berharap, tim tersebut akan merumuskan solusi atas persoalan yang selama ini disampaikan oleh teman-teman pengemudi.

    “Besar harapan kami dari kementerian lain juga bisa dibuatkan sehingga teman-teman pengemudi apabila hal-hal yang terkait dengan masalah kesejahteraan bisa juga bicara dengan kementerian terkait,” ujar Dudy.

    9 Aksi Berantas Truk ODOL

    Menko IPK Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, pemerintah telah menyiapkan sembilan langkah aksi jelang implementasi kebijakan Zero ODOL pada 2027.

    “Karena itu dengan ikhtiar dan kerja keras kita semua diharapkan tanggal 1 Januari tahun 2027, kebijakan zero odol ini sudah berlaku efektif,” jelasnya saat ditemui di Kantor Kemenko IPK, Jakarta, Senin (6/10/2025).

    Sejalan dengan hal itu, pihaknya menyiapkan sembilan hal yang bakal dijalankan. Pertama, melakukan integrasi pendataan angkutan barang menggunakan sistem elektronik. Kedua, melakukan pengawasan, pencatatan, dan penindakan kendaraan angkutan barang.

    Ketiga, penetapan dan pengaturan kelas jalan provinsi dan kabupaten/kota, serta penguatan penyelenggaraan jalan khusus logistik. 

    Ilustrasi angkutan ODOL / JIBI

    Keempat, pemerintah juga akan melakukan peningkatan daya saing distribusi logistik melalui multimoda angkutan barang. Kelima, pemberian insentif dan disinsentif untuk badan usaha angkutan barang.

    “Pemberian insentif dan disinsentif untuk badan usaha angkutan barang, juga pengelola kawasan industri yang menerapkan atau yang sebaliknya melanggar kebijakan zero-odol tadi,” tambah AHY.

    Keenam, kajian pengukuran dampak penerapan kebijakan zero odol terhadap perekonomian, biaya logistik dan inflasi. Ketujuh, melakukan penguatan aspek ketenagakerjaan dengan standar kerja yang layak bagi pengemudi.

    “Termasuk di antaranya adalah standardisasi perjanjian kerja, upah, jaminan, jaminan sosial, dan perlindungan hukum bagi pengemudi,” tambah AHY.

    Kedelapan, pemerintah akan melakukan deregulasi dan harmonisasi peraturan untuk meningkatkan efektivitas penegakan zero odol. Kesembilan, mendukung pembentukan komite kerja untuk mendorong pengembangan konektivitas nasional.

  • Kejagung Sindir 12 Tokoh Anti-korupsi yang Ajukan Amicus Curiae untuk Nadiem Makarim
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Oktober 2025

    Kejagung Sindir 12 Tokoh Anti-korupsi yang Ajukan Amicus Curiae untuk Nadiem Makarim Nasional 6 Oktober 2025

    Kejagung Sindir 12 Tokoh Anti-korupsi yang Ajukan Amicus Curiae untuk Nadiem Makarim
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) menyindir amicus curiae atau Sahabat Pengadilan yang disampaikan 12 tokoh terhadap praperadilan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
    Sindiran ini disampaikan dalam sidang praperadilan dengan agenda pembacaan duplik Kejagung, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
    “Jika mempertimbangkan nilai-nilai hidup di masyarakat, seharusnya 12 tokoh anti-korupsi tersebut memahami bahaya akibat korupsi di Indonesia,” kata Kejagung, Senin.
    Kejagung menyinggung bahwa tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus segera diberantas karena merusak kehidupan masyarakat.
    “Bahwa nilai-nilai yang hidup di masyarakat mengingat adanya bahaya-bahaya korupsi harus diberantas karena merupakan
    extra ordinary crime
    (kejahatan luar biasa) yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat,” kata Kejagung.
    Kejagung juga menegaskan bahwa praperadilan hanya memeriksa aspek formal dari sebuah proses hukum.
    Dengan demikian, benar atau tidaknya Nadiem melakukan tindak pidana yang disangkakan seharusnya diuji dalam sidang pokok perkara.
    “Kemudian mengenai apakah benar, sangkaan dan tuduhan kepada pemohon tersebut, atau tidak, maka akan dibuktikan dalam putusan pokok perkara dalam pengadilan tindak pidana korupsi,” kata Kejagung.
    “Termohon sebelumnya telah menyampaikan tanggapan bahwa praperadilan hanya menguji aspek formal, bukan materil,” ucap pihak Korps Adhyaksa.
    Sebanyak 12 tokoh antikorupsi mengajukan pendapat hukum dalam bentuk amicus curiae untuk permohonan praperadilan yang diajukan Nadiem Makarim.
    Dari 12 tokoh tersebut, terdapat nama mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman dan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Amien Sunaryadi.
    Amicus itu disampaikan langsung dalam sidang perdana praperadilan Nadiem, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).
    Penyampaian dilakukan oleh dua perwakilan, yakni peneliti senior pada Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Arsil, serta pegiat antikorupsi Natalia Soebagjo.
    “Amicus curiae ini dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada hakim ketua Yang Mulia perihal hal-hal penting yang seharusnya diperiksa dalam proses praperadilan mengenai sah tidaknya penetapan seseorang sebagai tersangka,” kata Arsil.
    Arsil menambahkan, 10 tokoh lainnya berhalangan hadir untuk menyampaikan langsung amicus tersebut.
    Ia menegaskan, pendapat hukum ini tak hanya ditujukan untuk praperadilan Nadiem semata, melainkan untuk praperadilan penetapan tersangka secara umum.
    Adapun daftar 12 tokoh yang mengajukan amicus curiae, yaitu:
    1. Amien Sunaryadi, Pimpinan KPK periode 2003–2007
    2. Arief T Surowidjojo, pegiat antikorupsi dan Pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)
    3. Arsil, peneliti senior LeIP
    4. Betti Alisjahbana, pegiat antikorupsi dan juri Bung Hatta Anti Corruption Award
    5. Erry Riyana Hardjapamekas, Pimpinan KPK periode 2003–2007
    6. Goenawan Mohamad, penulis dan pendiri majalah Tempo
    7. Hilmar Farid, aktivis dan akademisi
    8. Marzuki Darusman, Jaksa Agung periode 1999–2001
    9. Nur Pamudji, Direktur Utama PLN periode 2011–2014
    10. Natalia Soebagjo, pegiat antikorupsi dan Anggota International Council of Transparency International
    11. Rahayu Ningsih Hoed, advokat
    12. Todung Mulya Lubis, pegiat antikorupsi dan Pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Belasan tokoh ajukan amicus curiae pada sidang praperadilan Nadiem

    Belasan tokoh ajukan amicus curiae pada sidang praperadilan Nadiem

    Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 12 tokoh antikorupsi dari berbagai bidang mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae) pada saat sidang praperadilan Nadiem Anwar Makarim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

    “Beban pembuktian harusnya dibebankan kepada termohon yaitu penyidik bukan kepada pemohon,” kata salah seorang sahabat pengadilan (amici) yang juga pegiat antikorupsi Natalia Soebardjo di Jakarta, Jumat.

    Amicus curiae di Kamus Besar Bahasa Indonesia Kemendikbut mengandung arti pihak yang tidak memihak sehingga dapat membantu memberikan pendapat untuk suatu perkara hukum.

    Menurut dia, para tokoh antikorupsi mendesak agar pada proses praperadilan, pihak termohon, dalam hal ini penyidik, mampu menjelaskan alasan pemohon patut untuk diduga sebagai pelaku tindak pidana.

    Ia mengatakan bahwa para tokoh ini, menilai bahwa dua alat bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap pemohon tidak cukup kuat untuk menduga pemohon sebagai pelaku tindak pidana.

    Dengan kata lain, tindakan pemohon menetapkan status tersangka tidak berlandaskan pada konsep kecurigaan yang beralasan (reasonable suspicion).

    “Karena pada dasarnya penyidiklah yang mendalilkan sesuatu, bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga pemohon adalah pelakunya,” ujarnya.

    Dengan menjalankan prinsip tersebut, mereka menilai, dalam sidang praperadilan, hal pertama yang harus dilakukan oleh termohon adalah menjelaskan tindak pidana yang diduga terjadi dan alasannya menduga seseorang sebagai pelaku tindak pidana.

    Cara seperti ini kata Natalia, dinilai penting agar publik juga bisa memahami proses penegakan hukum dan ikut mengawasi timbulnya suatu perkara hukum.

    “Publik memiliki hak untuk mengetahui dengan jelas mengenai hal yang diperkarakan. Inilah pentingnya sebuah proses hukum dijalankan secara transparan, akuntabel dan penuh tanggung jawab. Jika itu dilaksanakan, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum akan semakin tinggi,” ucapnya.

    Ia menambahkan, adapun amicus curiae ini dimaksudkan untuk mendorong agar praperadilan atas sah tidaknya penetapan tersangka dapat berjalan lebih efektif, efisien, sederhana namun tepat sasaran.

    Hal itu karena mereka melihat proses pemeriksaan praperadilan yang berjalan selama ini, menuruti mekanisme yang menyerupai hukum acara perdata dengan prinsip siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan.

    Padahal, prinsip ini tidak tepat untuk pemeriksaan praperadilan yang hanya ada dalam hukum pidana.

    Mereka yang mengajukan diri terdiri dari para tokoh dan pegiat antikorupsi yang memiliki latar belakang beragam.

    Berikut mereka :

    1. Pimpinan KPK Periode 2003-2007, Amiien Sunaryadi

    2. Pegiat Antikorupsi dan Pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Arief T Surowidjojo

    3. Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, Arsil

    4. Pegiat Antikorupsi dan Juri Bung Hatta Anti Corruption Award, Betti Alisjahbana

    5. Pimpinan KPK 2003-2007, Erry Riyana Hardjapamekas

    5. Penulis dan Pendiri Majalah Tempo, Goenawan Mohamad

    7. Aktivis dan Akademisi, Hilmar Farid

    8. Jaksa Agung Periode 1999-2001, Marzuki Darusman

    9. Direktur Utama PLN 2011-2014, Nur Pamudji

    10. Pegiat Antikorupsi dan Anggota International Council of Transparency International, Natalia Soebagjo

    11. Advokat, Rahayu Ningsih Hoed

    12. Pegiat Antikorupsi dan Pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) Todung Mulya Lubis

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pelat BL Sah, Tak Ada Aturan yang Batasi Pergerakan Kendaraan

    Pelat BL Sah, Tak Ada Aturan yang Batasi Pergerakan Kendaraan

    Jakarta

    Heboh perdebatan soal penggantian pelat nomor Aceh menjadi pelat nomor Sumatera Utara. Dalam video yang beredar, rombongan Gubernur Sumut Bobby Nasution memberhentikan truk berpelat BL (nomor polisi dari Aceh) dan meminta agar pelatnya diubah menjadi BK (nomor polisi dari Sumut).

    Video viral itu awalnya memperlihatkan rombongan Bobby Nasution yang menyetop dan meminta agar pengemudi truk turun dari mobilnya. Kemudian, Asisten Administrasi Umum Pemprov Sumut Muhammad Suib terlihat berdialog dengan sopir truk tersebut.

    Suib meminta agar pelat BL (nomor polisi dari Aceh) yang digunakan truk itu diubah menjadi BK (nomor polisi dari Sumut). Permintaan untuk mengubah pelat itu yang kemudian viral dan menjadi perbincangan masyarakat.

    Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Aceh dan akademisi transportasi Universitas Syiah Kuala, Yusria Darma, mengatakan langkah Gubernur Sumatera Utara yang menghentikan truk berpelat Aceh (BL) di Langkat demi mendorong penggantian pelat ke BK atau BB patut dikaji ulang.

    “Penggantian pelat nomor hanya relevan bagi kendaraan yang pemiliknya telah berdomisili permanen di Sumatera Utara. Itu pun harus melalui prosedur mutasi resmi sesuai aturan Polri dan SAMSAT,” kata Yusria Darma dikutip dari keterangan tertulisnya dikutip Kamis (2/10/2025).

    Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi mengganggu kelancaran logistik antarprovinsi dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

    MTI Aceh menekankan bahwa truk BL yang beroperasi di Sumut adalah bagian vital dari rantai pasok komoditas antarprovinsi. Tindakan penghentian dan permintaan penggantian pelat tanpa dasar domisili sah berisiko mengganggu stabilitas ekonomi regional dan menciptakan konflik administratif.

    “STNK dan TNKB BL adalah dokumen legal yang berlaku nasional. Tidak ada Perda yang dapat membatasi pergerakan kendaraan antarprovinsi yang sah,” lanjut Yusria.

    “Jika Pemprov Sumut ingin meningkatkan PAD, pendekatannya harus sesuai hukum dan tidak mengorbankan prinsip kebebasan berlalu lintas,” sambungnya.

    MTI Aceh juga mengapresiasi aspek positif dari aksi tersebut, yakni teguran terhadap truk ODOL (Over Dimension Overload). “Kami mendukung penuh target Zero ODOL 2027. Namun, penegakan ODOL tidak bisa dijadikan alasan untuk intervensi administratif terhadap kendaraan dari provinsi lain,” ujar Yusria.

    (rgr/din)

  • Jakarta Masih Macet Meski Banyak Transportasi Umum, Ini Biang Keroknya

    Jakarta Masih Macet Meski Banyak Transportasi Umum, Ini Biang Keroknya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kemacetan yang terjadi di Jakarta seperti tak ada habisnya, terutama saat jam sibuk. Kondisi ini terjadi hampir setiap hari meskipun pemerintah telah menyediakan beragam transportasi umum yang menghubungkan Jakarta dengan daerah aglomerasi Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek).

    Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menuturkan pada dasarnya jumlah transportasi umum di Jakarta sudah setara dengan kota dunia lainnya. 

    Hal yang menjadi perhatian, yaitu aktivitas di Jakarta bukan hanya dilakukan oleh warga lokal, tetapi juga dari kawasan Bodebek, yang kawasan perumahannya belum terjangkau angkutan umum. 

    “Dari rumah tuh engga ada angkutan yang menuju KRL dan sebagainya. Akhirnya mereka lebih memilik bawa motor atau motor ke Jakarta. Itu yang membuat macet,” kata Djoko kepada Bisnis, dikutip pada Selasa (30/9/2025).  

    Beda halnya dengan keberadaan layanan angkutan penumpang di Jakarta, di mana kawasan perumahan sudah terjangkau oleh angkutan umum, baik Transjakarta, feeder, maupun Jaklingko. 

    Djoko melihat yang menjadi masalah, terdapat lebih dari 1.500 kawasan perumahan di wilayah Bodebek. Namun, tak sampai 5% dari kawasan tersebut yang terhubung dengan angkutan umum.  

    Untuk itu, Djoko mendorong peran pemerintah daerah penyangga Jakarta untuk turut menyediakan layanan transportasi umum demi mengurai macet Jakarta. 

    Meski demikian, masalah lainnya juga adalah membeludaknya jumlah kendaraan bermotor, utamanya sepeda motor di Jakarta. Meski jumlah transportasi umum di Jakarta sudah setara kota dunia, tetapi di kota-kota dunia tidak ada sepeda motor. 

    Untuk itu, Djoko mendorong agar pemerintah dapat mengurangi jumlah kendaraan bermotor dengan pengaturan subsidi pembelian kendaraan bermotor maupun Bahan Bakar Minyak (BBM). 

    “BBM subsidi tidak boleh lagi dijual di Jakarta. Sepeda motor Jakarta semua tidak boleh ada lagi yang cicilan. Tidak berlaku pembelian motor listrik insentif. Itu [subsidi] enggak bener, itu yang buat kacau pusat,” jelasnya. 

    Pilihan lainnya yang dapat pemerintah lakukan untuk membereskan macet Jakarta, lanjut Djoko, yakni harus ada jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) untuk semua kendaraan bermotor tanpa terkecuali, baik kendaraan listrik maupun konvensional. 

    Pasalnya kemacetan ‘horor’ kerap terjadi di sejumlah ruas jalan di Jakarta. Seperti Gatot Subroto dan TB Simatupang yang beberapa waktu lalu menjadi keluhan masyarakat. 

    Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga telah ‘menyentil’ Kementerian Perhubungan dan Jasa Marga, imbas macet parah yang terjadi di Tol Dalam Kota yang terjadi pekan lalu. 

    Di mana terjadi penutupan total sejumlah gerbang tol di Ruas Tol Dalam Kota pada Rabu—Kamis, 24—25 September 2025, yang menyebabkan kemacetan parah yang berdampak pada lalu lintas jalan di sekitarnya 

    Dirinya tidak menampik bahwa kemacetan parah yang terjadi itu disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perbaikan-perbaikan sejumlah infrastruktur yang rusak akibat aksi demonstran bulan lalu.  

    “Saya sudah memberikan penekanan agar diatur betul waktu dan proyeknya sehingga tidak sangat mengganggu lalu lintas bagi masyarakat,” ungkapnya saat ditemui di kantor Kemenko IPK, Jumat (25/9/2025). 

  • Seandainya Ada Aplikasi Milik Negara, Masih Adakah Demo Driver Ojol?

    Seandainya Ada Aplikasi Milik Negara, Masih Adakah Demo Driver Ojol?

    Jakarta

    Hari ini driver ojek online (ojol) kembali melakukan aksi demonstrasi. Pengamat transportasi menyarankan agar ada aplikasi milik negara yang dikelola pemerintah untuk kesejahteraan driver ojol.

    Pengamat transportasi yang juga Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, jika aplikasi transportasi online dimiliki oleh negara, keuntungan bukanlah target utama. Prioritasnya adalah kesejahteraan pengemudi dan kemudahan bagi masyarakat, sehingga tujuan sosialnya lebih tercapai.

    “Jika negara mengakui pengemudi ojek online (ojol) sebagai lapangan pekerjaan baru, maka idealnya negara membuat aplikasi sendiri untuk menyejahterakan warganya. Dengan begitu, potongan biaya yang dikenakan kepada pengemudi dapat diatur tidak lebih dari 10 persen. Hal ini berbeda dengan kondisi saat ini, meskipun dianggap sebagai lapangan pekerjaan, pengemudi merasa terbebani dengan potongan biaya yang mencapai lebih dari 20 persen. Selanjutnya, aplikasi tersebut dapat diserahkan ke pemda untuk digunakan sesuai kebutuhan daerah masing-masing,” sebut Djoko dalam keterangan tertulisnya dikutip Rabu (17/9/2025).

    Djoko yang mengutip Sony Sulaksono Wibowo, dosen Program Studi Teknik Sipil ITB, mencontohkan Malaysia dalam penanganan transportasi online. Menurutnya, di negara tetangga driver ojol diakui sebagai pekerja.

    “Di Malaysia, pengemudi diakui sebagai pekerja dan ada standar gaji yang pemerintah menjaganya dan mengatur, seperti UMR kalau di Indonesia. Artinya Malaysia fokus pada pengemudinya, makanya pengemudi di Malaysia jarang demo,” katanya.

    Jika pemerintah memiliki aplikasi transportasi online sendiri, ada beberapa keuntungan signifikan yang bisa didapat, baik bagi pemerintah maupun pengemudi.

    Pertama, kata Djoko, pemerintah akan memiliki data pasti mengenai jumlah pengemudi transportasi online. Selama ini, data ini tidak diketahui secara jelas, sehingga sulit untuk menentukan kewajiban membayar pajak dan mengatur kesejahteraan mereka secara efektif.

    “Kedua, pemerintah dapat memantau dan mengawasi kebutuhan mobilitas masyarakat secara langsung. Dengan data ini, pemerintah bisa merancang kebijakan yang lebih tepat dan memastikan ada keseimbangan antara ketersediaan (supply) dan kebutuhan (demand). Hal ini penting agar bisnis ini bisa memberikan keuntungan bagi semua pihak,” sebut Djoko.

    Ketiga, lanjutnya, pemerintah dapat menerapkan persyaratan yang lebih ketat untuk menjadi pengemudi. Berbeda dengan kondisi saat ini, pengemudi mudah diterima namun sulit mendapatkan penghasilan, pemerintah dapat memastikan bahwa jumlah pengemudi sesuai dengan permintaan pasar.

    Keempat, pemerintah dapat secara rutin melakukan pembinaan kepada pengemudi, tata cara memuat barang, etika membawa penumpang, dan memberikan pengetahuan tentang tertib berlalu lintas yang berkeselamatan di jalan raya.

    “Terakhir, jika aplikasi ini dimiliki oleh negara, keuntungan bukanlah target utama. Prioritasnya adalah kesejahteraan pengemudi dan kemudahan bagi masyarakat, sehingga tujuan sosialnya lebih tercapai,” pungkasnya.

    (rgr/dry)

  • Ojol Demo Lagi, Perlu Ada Aplikasi Milik Negara biar Driver Sejahtera?

    Ojol Demo Lagi, Perlu Ada Aplikasi Milik Negara biar Driver Sejahtera?

    Jakarta

    Hari ini driver ojek online (ojol) kembali melakukan aksi demonstrasi. Setidaknya ada tujuh tuntutan driver ojol agar dipenuhi pemerintah. Pengamat transportasi menilai, perlu dihadirkan aplikasi ojol milik negara demi kesejahteraan driver.

    Pengamat transportasi yang juga Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, jika aplikasi transportasi online dimiliki oleh negara, keuntungan bukanlah target utama. Prioritasnya adalah kesejahteraan pengemudi dan kemudahan bagi masyarakat, sehingga tujuan sosialnya lebih tercapai.

    “Jika negara mengakui pengemudi ojek online (ojol) sebagai lapangan pekerjaan baru, maka idealnya negara membuat aplikasi sendiri untuk menyejahterakan warganya. Dengan begitu, potongan biaya yang dikenakan kepada pengemudi dapat diatur tidak lebih dari 10 persen. Hal ini berbeda dengan kondisi saat ini, meskipun dianggap sebagai lapangan pekerjaan, pengemudi merasa terbebani dengan potongan biaya yang mencapai lebih dari 20 persen. Selanjutnya, aplikasi tersebut dapat diserahkan ke pemda untuk digunakan sesuai kebutuhan daerah masing-masing,” sebut Djoko dalam keterangan tertulisnya dikutip Rabu (17/9/2025).

    Djoko yang mengutip Sony Sulaksono Wibowo, dosen Program Studi Teknik Sipil ITB, membandingkan angkutan di Malaysia dan Indonesia. Hal yang mendasar adalah soal fokus penanganannya.

    “Di Malaysia, pengemudi diakui sebagai pekerja dan ada standar gaji yang pemerintah menjaganya dan mengatur, seperti UMR kalau di Indonesia. Artinya Malaysia fokus pada pengemudinya, makanya pengemudi di Malaysia jarang demo,” katanya.

    Sedangkan di Indonesia, lanjutnya, fokus justru pada aplikator. Pemerintah dinilai tidak bisa melindungi pengemudi secara langsung.

    “Akibatnya semua tuntutan pengemudi yang dimintakan ke pemerintah tadak pernah dipenuhi, karena semua tergantung willingness aplikator. Sudah saatnya pemerintah melihat pengemudi ojek online sebagai pekerjaan bukan informal, dilindungi, dan berlisensi. Aplikasi hanya kelengkapan kerja, bukan penentu pekerjaan,” sebutnya.

    Demo Ojol Hari Ini

    Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia akan melakukan demo besar-besaran di Istana Merdeka, Gedung DPR RI dan Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta, Rabu (17/9).Secara umum, ada tujuh tuntutan utama yang mau disampaikan ‘pasukan hijau’ saat demonstrasi hari ini. Berikut isi tuntutan mereka:

    1. RUU Transportasi Online agar masuk pada Prolegnas 2025-2026.
    2. Potongan Aplikator 10% Harga Mati.
    3. Regulasi Tarif Antar Barang dan Makanan.
    4. Audit Investigatif potongan 5% yang telah diambil oleh aplikator.
    5. Hapus Aceng, Slot, Multi Order, Member Berbayar dll.
    6. Copot Menteri Perhubungan
    7. Kapolri Usut Tuntas Tragedi 28 Agustus 2025.

    (rgr/din)

  • Ini manfaat bila pemerintah punya aplikasi transportasi daring sendiri

    Ini manfaat bila pemerintah punya aplikasi transportasi daring sendiri

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menyampaikan ada sejumlah manfaat apabila pemerintah memiliki aplikasi transportasi daring sendiri, salah satunya kesejahteraan pengemudi dan kemudahan bagi masyarakat.

    Menurut dia, dengan terwujudnya kesejahteraan pengemudi dan kemudahan bagi masyarakat, maka tujuan sosialnya lebih tercapai.

    “Pemerintah Provinsi DKI dapat memulainya, anggaran besar dan komunitas driver (pengemudi) paling banyak, sekitar tujuh juta,” kata dia melalui pesan elektroniknya yang diterima di Jakarta, Sabtu.

    Djoko mengatakan, dengan memiliki aplikasi transportasi daring termasuk ojek sendiri, maka potongan biaya yang dikenakan kepada pengemudi dapat diatur tidak lebih dari 10 persen.

    Hal ini, sambung dia, berbeda dengan kondisi saat ini. Meskipun dianggap sebagai lapangan pekerjaan, pengemudi merasa terbebani dengan potongan biaya yang mencapai lebih dari 20 persen.

    Di sisi lain, Djoko mengatakan beberapa keuntungan lain yang bisa didapat pemerintah dan pengemudi apabila pemerintah memiliki aplikasi transportasi daring sendiri, yakni pemerintah akan memiliki data pasti mengenai jumlah pengemudi transportasi daring.

    “Selama ini, data ini tidak diketahui secara jelas, sehingga sulit untuk menentukan kewajiban membayar pajak dan mengatur kesejahteraan mereka secara efektif,” ujar Djoko.

    Keuntungan berikutnya, pemerintah dapat memantau dan mengawasi kebutuhan mobilitas masyarakat secara langsung.

    Dengan data ini, pemerintah bisa merancang kebijakan yang lebih tepat dan memastikan ada keseimbangan antara ketersediaan. Hal ini penting agar bisnis ini bisa memberikan keuntungan bagi semua pihak.

    Selanjutnya, pemerintah dapat menerapkan persyaratan yang lebih ketat untuk menjadi pengemudi.

    “Berbeda dengan kondisi saat ini, pengemudi mudah diterima namun sulit mendapatkan penghasilan, pemerintah dapat memastikan bahwa jumlah pengemudi sesuai dengan permintaan pasar,” ujar Djoko.

    Keuntungan lainnya yakni pemerintah dapat secara rutin melakukan pembinaan kepada pengemudi, tata cara memuat barang, etika membawa penumpang, dan memberikan pengetahuan tentang tertib berlalu lintas yang berkeselamatan di jalan raya.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Indonesia bisa ciptakan aplikasi ojek sendiri untuk sejahterakan warga

    Indonesia bisa ciptakan aplikasi ojek sendiri untuk sejahterakan warga

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno berpendapat Indonesia bisa membuat aplikasi ojek sendiri untuk menyejahterakan warganya.

    “Jika negara mengakui pengemudi ojek online (ojol) sebagai lapangan pekerjaan baru, maka idealnya negara membuat aplikasi sendiri untuk menyejahterakan warganya,” kata Djoko dalam pesan elektroniknya yang diterima di Jakarta, Sabtu.

    Dia mencontohkan negara seperti China, Korea Selatan, Jepang, Vietnam, India mempunyai aplikasi milik negara.

    Dengan memiliki aplikasi sendiri, kata dia, maka potongan biaya yang dikenakan kepada pengemudi dapat diatur tidak lebih dari 10 persen.

    “Hal ini berbeda dengan kondisi saat ini, meskipun dianggap sebagai lapangan pekerjaan, pengemudi merasa terbebani dengan potongan biaya yang mencapai lebih dari 20 persen,” kata dia.

    Selanjutnya, kata Djoko, aplikasi ojek daring (online/ojol) tersebut dapat diserahkan ke pemda untuk digunakan sesuai kebutuhan daerah masing-masing.

    Sebelumnya, para pengemudi ojek ojol menolak potongan tarif aplikasi sebesar 10 persen karena akan merugikan mereka.

    Penolakan tersebut diwujudkan dalam aksi unjuk rasa di beberapa titik kawasan Jakarta termasuk gedung DPR/MPR RI, beberapa waktu lalu.

    Pemerhati transportasi, Muhammad Akbar berpendapat posisi ojek online masih lemah apabila merujuk kerangka hukum transportasi.

    Menurut dia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara tegas menyebut bahwa angkutan umum hanya boleh menggunakan mobil penumpang, bus, atau mobil barang.

    “Sepeda motor tidak termasuk di dalamnya. Artinya, secara hukum ojol tidak diakui sebagai angkutan umum,” katanya.

    Selama ini operasionalnya berjalan dengan sandaran pada aturan teknis, yakni Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019 yang mengatur soal tarif, perlengkapan keselamatan, dan kewajiban aplikasi.

    Regulasi tersebut, kata Akbar, sifatnya sementara, lebih sebagai jembatan kebijakan, bukan pengakuan penuh setingkat undang-undang.

    Dengan begitu, selama ojek online tidak diakui dalam undang-undang dan posisi pengemudi serta penumpang akan tetap rapuh ditinjau dari aspek perlindungan hukum.

    Jika terjadi insiden di jalan, mulai dari kecelakaan, sengketa tarif, hingga persoalan klaim asuransi, mereka tidak memiliki dasar kuat untuk menuntut ganti rugi sebagaimana pengguna angkutan umum resmi.

    Aturan teknis yang ada saat ini sebatas mengatur operasional, bukan memberikan jaminan hak dan kewajiban.

    Sementara itu, dari standar keselamatan, sepeda motor hanya mengandalkan helm sebagai pelindung utama, yang hanya melindungi kepala. Ini berbeda dengan bus, kereta atau taksi yang dilengkapi seperti karoseri, sabuk pengaman, dan sistem peredam benturan.

    Begitu kecelakaan terjadi, pengendara sepeda motor maupun penumpang langsung berhadapan dengan aspal tanpa perlindungan lain yang memadai.

    Karena itu, menurut Akbar, menempatkan ojol dalam kategori yang sama dengan bus atau kereta justru mengabaikan prinsip dasar keselamatan transportasi.

    “Negara berada dalam posisi dilematis yakni tetap konsisten membangun transportasi massal yang modern dan efisien, atau mengikuti tekanan politik dan popularitas ojol di masyarakat, demi jutaan pengemudi yang menggantungkan hidupnya di jalan,” kata dia.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.