Organisasi: MTI

  • DPR Usul Moge Boleh Melintas di Jalan Tol, Pengamat: Risiko Kecelakaan Bakal Meningkat

    DPR Usul Moge Boleh Melintas di Jalan Tol, Pengamat: Risiko Kecelakaan Bakal Meningkat

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengungkap sederet risiko apabila pemerintah benar-benar bakal mengimplementasikan usulan motor gede (Moge) dapat melintas di jalan tol.

    Djoko menjelaskan jika Moga melintas di jalan tol, berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan di jalan bebas hambatan itu. Pasalnya, adanya perbedaan karakteristik antara kendaraan roda empat dan roda dua.

    “Jika sepeda motor diizinkan melintas di jalan tol, hal ini berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan karena ketidakstabilan kendaraan pada kecepatan tinggi dan perbedaan karakteristik kendaraan,” jelasnya dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (27/1/2025),

    Lebih lanjut, Djoko juga mewanti-wanti kehadiran Moge di Jalan Tol dapat mengaburkan definisi jalan tol merupakan jalan bebas hambatan.

    Namun, dia menambahkan, usulan tersebut bisa saja dilakukan apabila ruas tol tersebut telah memiliki jalur khusus kendaraan bermotor sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 44 Tahun 2009 tentang Jalan Tol.

    “Disebutkan [dalam beleid tersebut bahwa], pengendara roda dua dapat melintas pada jalan tol yang sudah dilengkapi dengan jalur jalan tol khusus untuk motor,” tambahnya.

    Adapun, tujuan dari pemisahan jalur tersebut dilakukan untuk dapat menjamin keselamatan dan keamanan berkendara untuk semua pengguna jalan tol.

    Sebelumnya, usulan mengenai Moge untuk dapat melintas di jalan tol disampaikan oleh Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Partai Garindra, yakni Andi Iwan Darmawan Aras.

    Dia mengatakan, usulan itu dilakukan guna meningkatkan pendapatan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sehingga meningkatkan minat investasi pada sektor konektivitas RI.

    “Ini saya kira potensi pendapatan kalau Moge yang ada berapa juta diberikan peluang untuk masuk [ke jalan tol] saya kira itu menjadi pangsa pasar bagi pengusaha jalan tol,” tegasnya.

  • Menghilangkan Truk dan Bus ‘Pencabut Nyawa’ dari Jalanan Indonesia

    Menghilangkan Truk dan Bus ‘Pencabut Nyawa’ dari Jalanan Indonesia

    Jakarta

    Masalah transportasi dari logistik seperti truk hingga bus pariwisata menjadi atensi. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) berharap lewat pemerintahan baru dari pusat hingga daerah punya rencana besar untuk membenahi sistem transportasi di Indonesia.

    Ketua Umum MTI, Tory Darmantoro membeberkan soal angkutan logistik, data terakhir dari kebutuhan anggaran logistik Tanah Air yang berkisar di angka Rp 1.400 triliun. Angka ini hanya mampu membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5%. Sementara pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi terdongkrak ke angka 8%.

    “Untuk mencapai Indonesia emas kita butuh 8%. Kalau kemudian kita menggenjot pertumbuhan 8% dengan kondisi logistik seperti ini, itu akan berkali-kali lipat. Karena sistemnya tidak berubah, tata kelola tidak berubah, paradigma tidak berubah,” terangnya.

    “Sejak dua tahun lalu MTI meminta pemerintah untuk mengubah paradigma angkutan logistik. Dari yang sifatnya sektoral, diubah menjadi supply chain. Harusnya antara struktur ruang dan struktur pergerakan itu sinergi. Sistem perkotaan di Indonesia itu hubungannya satu sama lain mau seperti apa? Apakah mau kereta, kapal, atau jalan tol, itu harus ditata. Sehingga kita menggunakan mode angkutan dengan karakteristik yang paling efisien untuk melayani itu,” tandas Tory.

    Darmaningtyas, Dewan Penasehat MTI sekaligus Ketua Instran. Ia menilai lemahnya pengawasan dan penerapan regulasi semakin memperburuk kondisi keselamatan transportasi darat di Indonesia.

    “Performa keselamatan transportasi darat saat ini berbanding terbalik dengan perannya sebagai penggerak utama angkutan orang dan barang. Regulasi seakan tidak ada, dan pemerintah seperti tidak peduli terhadap dampak buruk yang terjadi. Kecelakaan yang terus terjadi pada angkutan truk dan bus wisata perlu memperoleh atensi khusus agar tidak terus terulang dan membawa korban jiwa secara sia-sia,” ujar Darmaningtyas.

    Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio melihat penertiban truk ODOL menjadi isu lintas sektoral. Dia berharap lewat hadirnya Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, semestinya punya kapasitas untuk mendorong perubahan sistem transportasi di Indonesia.

    “Kalau kita bilang ngatur jalan saja itu dari polisi saja, menteri perhubungan saja, itu gak bisa,” kata Agus.

    “Makanya mumpung sekarang kita punya menteri koordinator infrastruktur. Dia-lah yang harus memanggil semua kementerian sektoral yang terkait dengan keselamatan dan operasional kendaraan di jalan raya,” ujar dia.

    “Panggil Menteri Perhubungan, Perindustrian, Perdagangan, PU, Kepolisian, Menteri Keuangan, Menteri BUMN. Tanya, ayo kita buat perencanaan 5 tahun mau diapakan harus bertahap, supaya tidak pada teriak semua,” ungkap dia.

    “Supaya tidak pada teriak semua, misalnya menteri perhubungan bikin aturan soal ODOL, pasti langsung dipotong kementerian perindustrian dan perdagangan, itu merugikan dan seterusnya.”

    “Supaya tugas itu, itulah tugas menko bukan hanya meresmikan proyek tetapi serius dengan ini memanggil seluruh tadi jajarannya untuk menghasilkan sebuah meralat yang harus dilakukan aksinya di jalan,” tandas Agus.

    Kecelakaan akibat ODOL sering kali hanya menyeret supir ke meja hijau, sementara pemilik kendaraan, perusahaan angkutan, dan pemilik barang yang seharusnya turut bertanggung jawab, luput dari hukuman.

    “Sistem ini perlu diubah. Semua pihak, mulai dari pengusaha hingga pemilik barang, harus ikut bertanggung jawab dalam menjamin keselamatan di jalan raya,” ungkap Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI.

    MTI melihat kecelakaan transportasi darat, terutama yang melibatkan bus pariwisata dan truk, terus terjadi tanpa ada perbaikan sistemik yang signifikan. Kondisi ini telah mencapai tahap darurat yang tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

    “Bagaimana hubungan antara industri, komersial. Itu semua harus ditata. Tidak ada lagi truk kleweran di pinggir jalan nasional, karena memang harusnya karena sesuai UU No 19 tahun 1992 kemenhub itu bersama kementerian lain harus memiliki simpul dan lintasan angkutan barang. Nah, kita nggak punya. Yang ada hanyalah tol dan rest area,” ujar Tory.

    “Kenapa saya bilang tidak ada sistem di logistik, karena ODOL itu terus terjadi, terus kemudian jadi suatu kebiasaan, kayaknya kalau tidak pakai ODOL bukan logistik, bukan angkutan barang,”

    Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno juga menunggu langkah taktis selanjutnya dari Menteri Perhubungan, supaya angka kecelakaan menurun.

    “Juga selalu dinanti ketegasan Presiden Prabowo Subianto mengatasi angkutan barang berdimensi dan bermuatan lebih (overdimension overload/ODOL). Jika masih diabaikan, truk akan tetap menjadi pencabut nyawa di jalan. Bermobilitas di negeri yang tidak berkeselamatan akan menghambat cita-cita pemerintah mewujudkan menuju Indonesia Emas 2045,” kata Djoko beberapa waktu yang lalu.

    (riar/lua)

  • Pasal Ini yang Tidak Izinkan Motor Melintas di Tol, Termasuk Moge!

    Pasal Ini yang Tidak Izinkan Motor Melintas di Tol, Termasuk Moge!

    Jakarta

    Usulan Wakil Ketua Komisi V DPR-RI, Andi Iwan Darmawan Aras, yang mengusulkan agar Moge (motor Besar) diperbolehkan masuk dan melintasi jalan tol, menarik untuk disimak. Maklum jika sampai diizinkan sudah bisa dipastikan hanya masyarakat kelas atas yang bisa menikmati berkendara motor di jalan bebas hambatan.

    Akan tetapi yang menjadi catatan, ada lho pasal yang melarang sepeda motor termasuk jalan tol atau bebas hambatan, meski ada juga aturan yang mengatakan motor boleh melintas di jalan tol.

    Pengamat Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarna mengingatkan ada pasal yang tidak memperbolehkan motor melintas di jalan tol atau jalan bebas hambatan.

    “Seperti Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan, mengatakan penyediaan fasilitas pejalan kaki, pesepeda, dan penyandang disabilitas dikecualikan di Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Tol,” tulis Djoko.

    Dijelaskan juga Jenis kendaraan yang diizinkan masuk ke jalan tol umumnya adalah kendaraan beroda empat atau lebih, termasuk mobil pribadi, bus, truk, dan kendaraan darurat Sementara itu, kendaraan seperti sepeda motor, kendaraan lambat, dan kendaraan non-motor tidak diizinkan karena alasan keamanan dan perbedaan kecepatan.

    Ilustrasi rombongan moge di surabaya Foto: Tangkapan Layar (Video amatir warga)

    Djoko menambahkan soal perilaku berkendara yang berbeda antara pengendara motor atau moge dengan pengendara roda empat atau lebih, juga tertulis dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol.

    Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol ini, menyebutkan yang digunakan untuk lalu lintas antarkota didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 80 km/jam dan untuk Jalan Tol di wilayah perkotaan didesain dengan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.

    Sebagai catatan, jalan Tol adalah Jalan Bebas Hambatan yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang wajib dibayarkan untuk penggunaan Jalan Tol. Pengguna Jalan Tol dikenai kewajiban membayar Tol yang digunakan untuk pengembalian investasi, preservasi, dan pengembangan jaringan Jalan Tol.

    Jalan Tol merupakan bagian dari Sistem Jaringan Jalan nasional dan terintegrasi dengan sistem transportasi yang terpadu.

    (lth/lua)

  • Harus Punya Jalur Khusus Motor

    Harus Punya Jalur Khusus Motor

    Jakarta

    Ide motor besar (Moge) bisa masuk ke dalam jalan tol alias jalan bebas hambatan hadir kembali. Kali ini ide ini langsung disampaikan Wakil Ketua Komisi V DPR-RI, Andi Iwan Darmawan Aras, dalam Rapat Kerja bersama Kementerian Pekerjaan Umum (PU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025) kemarin, mengusulkan agar Moge diperbolehkan masuk dan melintasi jalan tol. Soalnya menurut dirinya kebijakan tersebut akan menambah pendapatan negara.

    Pengamat Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarna mengatakan agar bisa motor atau moge bisa melintas di jalan tol, dibutuhkan jalur khusus motor.

    “Jika sepeda motor diizinkan melintas di jalan tol, hal ini berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan karena ketidakstabilan kendaraan pada kecepatan tinggi dan perbedaan karakteristik kendaraan,” tulis Djoko yang diterima detikOto.

    Menurut Djoko tidak semua jalan tol di Indonesia memiliki jalur khusus untuk motor. Adapun kendaraan bermotor roda dua yang telah diterapkan di Indonesia berada pada Jalan Tol Mandara (Bali) dan Jalan Tol Surabaya-Madura (Tol Suramadu). Sekarang Tol Suramadu sepanjang 5,438 km sudah digratiskan sejak 27 Oktober 2018.

    “Bisa saja dibangun jalur khusus sepeda motor di lahan baru bersebelahan dengan jalan tol yang ada. Lahan yang masih luas di Tol Trans Sumatera. Tentunya, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) akan memperhitungkan kelayakan finansial jika harus membangun jalur sepeda motor,” Djoko menambahkan.

    Ilustrasi saat Rombongan moge masuk tol di Riau Foto: Rombongan moge masuk tol di Riau (Istimewa)

    Sebagai catatan, Djoko mengingatkan kewenangan aturan lalu lintas ada di Kemenhub dan penegakannya ada di Korlantas. Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) hanya melaksanakan hal terkait penyediaan infrastruktur. Secara investasi, jumlah Motor Gede (Moge) di Indonesia tidak signifikan untuk kelayakan.

    “Jika memasukkan semua jenis motor ke dalam tol mungkin ada pengaruh positif terhadap pendapatan. Khususnya tol dalam kota, tetapi ini akan menghilangkan fungsi jalan tol sebagai jalan bebas hambatan,” tutup Joko.

    (lth/din)

  • Polusi Berkurang tapi Macet tidak Bersuara

    Polusi Berkurang tapi Macet tidak Bersuara

    Jakarta

    Masyarakat Transportasi Indonesia menggelar diskusi terkait darurat transportasi di Indonesia. Peralihan kendaraan listrik dari internal combustion engine (ICE) itu bagus, namun untuk mengurangi kemacetan dan polusi diutamakan membenahi sistem transportasi publik.

    “Muncul kendaraan listrik, tidak salah. Dengan isu kendaraan listrik sekarang tantangannya lebih besar. Kenapa? pemerintah menggunakan kampanye kendaraan listrik untuk mengganti kendaraan yang notabenenya masih memanjakan orang untuk menggunakan kendaraan pribadi, baik itu mobil ataupun motor. Cuma ini tidak berisik dan berasap,” kata Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga dalam diskusi bersama Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Kamis (23/1/2025).

    “Yang sekarang sudah mulai terjadi di kota London, Stockholm, kemudian Coppenhagen, itu sudah mulai terjadi macet tapi tidak bersuara, Norwegia sudah hampir 90 persen sudah kendaraan listrik, jadi kalau macet tidak ada suara,” jelasnya lagi.

    “Tapi pemerintah dengan subsidi dengan seperti itu, sebenarnya tidak akan banyak berubah. kota-kota kita suatu saat akan tetap macet, cuma bedanya tidak berasap dan tidak bersuara,” sambung dia.

    Kendaraan listrik sedang dikebut oleh pemerintah, MTI meminta dalam rangka mengurangi kemacetan dan polusi sekaligus, pemerintah diharapkan juga membenahi sistem transportasi umum. Tingginya penggunaan kendaraan pribadi juga disebabkan sarana transportasi yang belum memadai.

    “Posisi MTI adalah subsidi diberikan kepada angkutan umum. Kalau mobil listrik itu mau dihidupkan industrinya, dan perlu ada subsidi untuk menghidupkan industrinya, yang diutamakan adalah kendaraan listrik yang digunakan untuk angkutan umum,” kata Ketua MTI Tory Damantoro dalam kesempatan yang sama.

    “Masalah perubahan dari kendaraan bahan bakar ke listrik, itu memang sudah tidak bisa dihindari. Subsidi BBM kita terlalu besar, daripada dibuang-buang, dibakar-bakar di kemacetan di subsidi triliun itu, kan mending untuk angkutan umum,” tambahnya lagi.

    “Sekarang masyarakat terpaksa pakai kendaraan pribadi karena tidak ada alternatif, kan?” jelas dia.

    Dia menyinggung perlu adanya rencana besar, seperti kawasan yang mempermudah transit masyarakat dengan tersedianya transportasi umum seperti stasiun kereta api, terminal bus, hingga bandara, ada pula jalur khusus untuk pejalan kaki. Di satu sisi, penggunaan kendaraan bermotor seperti motor dan mobil akan jauh berkurang karena keberadaan transportasi umum dan area pejalan kaki yang sama nyamannya.

    “Kenapa dalam perkembangan kota di seluruh dunia, transportasi adalah tulang punggung perkembangan kota. Justru perkembangan kota itu ada di transportasi, itu tidak terjadi di setiap kota di Indonesia. Itulah pengembangan kota tidak tertata, transportasi kemudian baru masuk, seperti Jakarta dan Semarang misalnya,” kata Nirwono.

    “Idealnya yang muncul pertama kali adalah jalur transportasi publiknya, jadi arah ke mana. Baru kemudian pemerintah mendorong perkembangan komersial ada di sini, pemukiman di sini, perkantoran di sini,” jelasnya lagi.

    “Satu adalah warga menggunakan waktu beraktivitas, minimal sudah mencapai 80 persen sudah menggunakan transportasi umum, 60 persen sudah lumayan,” sambung dia.

    (riar/lth)

  • Motor Banyak Unggulnya, Orang Malas Naik Transportasi Umum

    Motor Banyak Unggulnya, Orang Malas Naik Transportasi Umum

    Jakarta

    Penyebab sepeda motor masih menjadi primadona adalah lebih efisien dan praktis dalam bertransportasi. Hal ini imbas dari tidak tepatnya pembangunan kota di Indonesia.

    “Motor itu salah satu penyebab rendahnya masyarakat untuk mau berpindah ke transportasi massal. Bagaimana pun juga motor sampai dengan sekarang tidak terbantahkan yang paling efisien, paling hebat,” kata Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga dalam diskusi bersama Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Kamis (23/1/2025).

    “Dari rumah langsung ke kantor, langsung ke sekolah. Kalau hitung-hitungan biaya pengeluarannya, pengeluaran saya naik LRT, bela-belain naik bus TransJakarta, ternyata jauh lebih mahal kalau kita untuk mencicil motor. Ini yang sebenarnya jadi tantangan,” jelasnya lagi.

    Mengutip website AISI, pada bulan Desember 2024, industri sepeda motor Indonesia menjual sebanyak 403.480 unit motor atau naik dari November 2024 yang mencatatkan angka penjualan 512.942 unit.

    Kemudian secara akumulasi, sepanjang Januari-Desember 2024, penjualan motor di Indonesia mencatatkan angka 6.333.310 unit. Angka itu naik dari angka penjualan motor tahun 2023 yang meraih 6.236.992 unit.

    Kemacetan merupakan salah satu masalah yang kerap terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya transportasi umum, sehingga masyarakat memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilisasi.

    “Data BPS terakhir kajian di lima kota, macet dan biaya transportasinya sudah memotong 30-40 persen pendapatannya, maka penduduk kota tidak bisa produktif,” kata Ketua MTI Tory Damantoro.

    Tory juga membeberkan data terakhir dari kebutuhan anggaran logistik Tanah Air yang berkisar di angka Rp 1.400 triliun. Angka ini hanya mampu membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5%. Sementara pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi terdongkrak ke angka 8%.

    “Untuk mencapai Indonesia emas kita butuh 8%. Kalau kemudian kita menggenjot pertumbuhan 8% dengan kondisi logistik seperti ini, itu akan berkali-kali lipat. Karena sistemnya tidak berubah, tata kelola tidak berubah, paradigma tidak berubah,” terangnya.

    “Sejak dua tahun lalu MTI meminta pemerintah untuk mengubah paradigma angkutan logistik. Dari yang sifatnya sektoral, diubah menjadi supply chain. Harusnya antara struktur ruang dan struktur pergerakan itu sinergi. Sistem perkotaan di Indonesia itu hubungannya satu sama lain mau seperti apa? Apakah mau kereta, kapal, atau jalan tol, itu harus ditata. Sehingga kita menggunakan mode angkutan dengan karakteristik yang paling efisien untuk melayani itu,” tandas Tory.

    Nirwono menyoroti langkah pemerintah supaya masyarakat mau berpindah ke transportasi umum. Maka perlu kawasan yang mempermudah transit masyarakat dengan tersedianya transportasi umum seperti stasiun kereta api, terminal bus, hingga bandara, ada pula jalur khusus untuk pejalan kaki. Di satu sisi, penggunaan kendaraan bermotor seperti motor dan mobil akan jauh berkurang karena keberadaan transportasi umum dan area pejalan kaki yang sama nyamannya.

    “Kenapa dalam perkembangan kota di seluruh dunia, transportasi adalah tulang punggung perkembangan kota. Justru perkembangan kota itu ada di transportasi, itu tidak terjadi di setiap kota di Indonesia. Itulah pengembangan kota tidak tertata, transportasi kemudian baru masuk, seperti Jakarta dan Semarang misalnya,” kata dia.

    “Idealnya yang muncul pertama kali adalah jalur transportasi publiknya, jadi arah ke mana. Baru kemudian pemerintah mendorong perkembangan komersial ada di sini, pemukiman di sini, perkantoran di sini,” jelasnya lagi.

    “Satu adalah warga menggunakan waktu beraktivitas, minimal sudah mencapai 80 persen sudah menggunakan transportasi umum, 60 persen sudah lumayan,” sambung dia.

    (riar/lth)

  • MTI optimistis cakra presisi mampu bina perilaku berkendara

    MTI optimistis cakra presisi mampu bina perilaku berkendara

    perlu ada kajian untuk memastikan waktu yang dibutuhkan pengendara dapat patuh pada aturan berlalu lintas

    Jakarta (ANTARA) – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) optimistis implementasi sistem digital atau cakra presisi mampu membenahi perilaku berkendara dan bertransportasi masyarakat sehingga bisa tercipta ketertiban di jalan raya seperti yang diterapkan di negara-negara Eropa.

    “Sebagai contoh ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) atau sistem tilang elektronik berbasis teknologi. Misalnya tujuh dari 10 teman Anda pernah kena ETLE dalam waktu yang berdekatan maka semua orang yang kena itu akan berubah,” ujar Ketua Umum MTI Tory Damantoro kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

    Tory mengatakan perlu ada kajian untuk memastikan waktu yang dibutuhkan pengendara dapat patuh pada aturan berlalu lintas. Namun, berkaca pada kasus moda raya terpadu (MRT), perubahan perilaku masyarakat dalam menggunakan transportasi umum mulai dari antre dan menerapkan tiket elektronik dapat terlihat bahkan kurang dari enam bulan.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Voorijder Sebaiknya Cuma untuk Presiden dan Wapres, Setuju?

    Voorijder Sebaiknya Cuma untuk Presiden dan Wapres, Setuju?

    Jakarta

    Masyarakat Transportasi Indonesia mengimbau supaya fasilitas pengawalan tidak diberikan kepada banyak pejabat negara.

    Masyarakat umum mengenal Patwal (patroli dan pengawalan), atau dikenal juga dengan istilah voorijder. Mereka bertugas membuka jalan untuk pejabat yang ingin lewat. Namun belakangan aksi patwal jadi sorotan publik.

    “Voojrider sudah jelas untuk Presiden dan Wakil Presiden, selain Presiden dan Wakil Presiden harus dihilangkan,” kata Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Tory Damantoro.

    Di sisi lain, perlu adanya aturan tegas agar tidak ada pejabat yang menggunakan kawalan polisi kemana-mana. Pasalnya selama ini banyak yang menyalahgunakan pengawalan Polri karena begitu mudahnya Polri melepas anggotanya untuk ikut pejabat negara.

    Dia menilai sudah semestinya pejabat meminimalisir penggunaan patwal di jalan raya. Bahkan di beberapa negara maju, pejabat publik juga menggunakan transportasi umum.

    “Filosofi hidup di kota itu hidup bersama, karena orangnya banyak. Kalau semua minta diprioritaskan akan terjadi kecemburuan sosial,” jelasnya lagi.

    “Kalau ini dibiarkan lama-lama ini meledak, seperti 98. Politik kita nanti seperti revolusi Prancis.” tambah dia.

    “Orang-orang yang sekarang di atas coba mawas diri, coba merasakan sebagai warga negara lain juga,” tambahnya lagi.

    Namun siapa sih pejabat yang boleh dikawal oleh patwal?

    Aturan itu ada di UU 22 nomor 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Aturannya tercantum di Pasal 134, berikut isinya:

    Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
    a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
    b. Ambulans yang mengangkut orang sakit;
    c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
    d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
    e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
    f. Iring-iringan pengantar jenazah; dan
    g. Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Sedangkan konvoi atau kendaraan kepentingan tertentu dalam Pasal 134 UU 22 Tahun 2009 huruf g, disebutkan “menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

    Lebih lanjut tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Nomor 4 tahun 2017 Tentang Penugasan Anggota Kepolisian Negara RI di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara RI disebutkan penugasan sebagai ajudan dan atau personel pengamanan dan pengawalan Pejabat Negara tertuang dalam pasal 8 ayat 2, antara lain:

    a. Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia;

    b. Ketua/Wakil Ketua MPR;

    c. Ketua/Wakil Ketua DPR dan DPD;

    d. Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Agung;

    e. Hakim Agung;

    f. Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi;

    g. Ketua/Wakil Ketua Komisi Yudisial;

    h. Ketua/Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

    i. Menteri atau pejabat setingkat Menteri;

    j. Gubernur/Wakil Gubenur; dan

    k. Bupati atau Walikota

    (riar/din)

  • Transportasi Umum Dikasih ke Swasta, Mungkinkah? – Page 3

    Transportasi Umum Dikasih ke Swasta, Mungkinkah? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto berencana mengalihkan lelang (tender) proyek-proyek strategis kepada swasta. Termasuk di antaranya proyek seperti jalan tol, bandara, hingga pelabuhan.

    Lantas, apakah sektor transportasi umum juga bisa ikut dialihkan ke swasta?

    Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Tory Damantoro menilai itu memungkinkan. Dengan catatan, pengelolaan transportasi umum tidak lepas begitu saja dari subsidi pemerintah.

    “Sangat memungkinkan. Walaupun memang di mana-mana itu tetap harus ada subsidi pemerintah, baik itu subsidi langsung, operasional, subsidi tarif, atau itu bentuknya adalah subsidi infrastruktur,” ujarnya di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Tory lantas mengambil contoh TransMilenio, sistem bus raya terpadu asal Kolombia, yang jadi kiblat untuk pembangunan Transjakarta. Moda transportasi itu tidak mendapat subsidi apapun dari pemerintah untuk operasionalnya.

    “Kecuali uang pemerintah itu dipakai untuk bikin jalurnya, stasiunnya, deponya, kemudian itu nanti dioperasikan oleh swasta dalam bentuk KPBU, Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha,” bebernya.

    Untuk urusan ongkos menjalankan bisnis (cost of doing business), ia menyebut pihak swasta juga tetap bisa mendapatkan cuan dalam menjalankan transportasi umum dalam urusan pelayanan publik (PSO).

    Menurut dia, ada komponen dalam angkutan umum yang memang bisa mendatangkan revenue. Jika pemasukan itu dikelola dengan baik lewat model bisnis yang jelas, maka berpotensi untuk mendatangkan profit.

    “Walaupun nanti ada komponen-komponen yang memang tidak menghasilkan revenue. Di situ lah kemudian harus ada pembagian peran antara pemerintah dengan swasta,” kata Tory.

    “Kalau memang ini ada revenue-nya, ada cuan-nya, ya diswastakan. Kita genjot seefisien mungkin, sehingga itu bisa lebih baik lagi dalam melayani masyarakat,” dia menegaskan.

     

     

  • Presiden Prabowo Harus Turun Tangan Atasi ODOL

    Presiden Prabowo Harus Turun Tangan Atasi ODOL

    Jakarta, Beritasatu.com – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mendesak Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung terkait mundurnya target penerapan zero kendaraan over dimension over loading (ODOL).

    Ketua Umum MTI Tory Damantoro menyoroti pernyataan beberapa menteri yang menganggap ODOL tidak bisa dihilangkan karena berpotensi memicu inflasi.

    “Zero ODOL ini terus diundur, kemudian ada pernyataan ODOL tidak bisa dihilangkan karena menyebabkan inflasi. Kalau menteri-menteri belum bisa akur, Presiden Prabowo Subianto harus turun tangan,” tegasnya saat berbicara kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/1/2025).

    Damantoro meminta pemerintah segera mengambil langkah konkret dan terukur dalam mengatasi masalah kendaraan ODOL yang masih marak terjadi di Indonesia. Dia menyoroti tingginya angka kecelakaan akibat kendaraan ODOL yang berdampak buruk pada ekonomi, infrastruktur, dan keselamatan masyarakat.

    “Kalau sekarang saja sudah seperti ini, bagaimana nanti jika pertumbuhan ekonomi mencapai 8%? Mau sebesar apa lagi kerugian dan korban jiwa yang kita tanggung?” ujar Damantoro.

    Menurutnya, permasalahan ODOL harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat hingga daerah. Jangan sampai kasus kecelakaan atau kematian akibat ODOL menjadi viral terlebih dahulu baru ditangani.

    “Kita tidak boleh menunggu kematian akibat ODOL ini viral baru diselesaikan. Mumpung ada perubahan kepemimpinan di pusat, provinsi, kabupaten, dan kota, mari bersama-sama menyusun roadmap yang jelas untuk mengatasi masalah ODOL,” lanjutnya.

    Damantoro juga menekankan pentingnya koordinasi antarkementerian dan peran Kementerian Koordinator Infrastruktur dalam menyusun solusi jangka panjang untuk ODOL.

    “Ini saatnya kita serius. Infrastruktur dan keselamatan transportasi harus menjadi prioritas. Semua kementerian terkait perlu duduk bersama untuk menyusun roadmap yang jelas demi menyelesaikan masalah ODOL,” pungkasnya.