Organisasi: KPA

  • Kejagung Periksa Petinggi GOTO di Kasus Korupsi Chromebook

    Kejagung Periksa Petinggi GOTO di Kasus Korupsi Chromebook

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa delapan saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Chromebook periode 2018-2022.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan satu dari delapan saksi itu adalah Vice President of Accounting and Consolidation PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, berinisial.

    “Penyidik telah periksa RCG selaku Vice President of Accounting and Consolidation PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk sebagai saksi,” ujar Anang dalam keterangan tertulis, Rabu (1/10/2025).

    Dia menambahkan saksi lain yang diperiksa yaitu HT selaku Direktur Marketing PT ECS Indo Jaya; PI selaku Karyawan PT Tera Data Indonusa; IP selaku Direktur PT Elang Dimensi Nusantara pada 2022; HEH selaku Anggota Tim Teknis Analisa Kebutuhan Alat Pembelajaran TIK tahun 2020.

    Selain itu, YT selaku Kepala Subbagian Tata Usaha pada Direktorat Sekolah Dasar dan dua pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini SD dan SMP mereka yakni NN pada 2021 dan IP pada 2022.

    Hanya saja, Anang tidak menjelaskan secara detail terkait pemeriksaan kedelapan saksi tersebut. Dia hanya menyatakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara yang ada. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud.

    Sekadar informasi, Kejagung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode tahun 2019–2022.

    Satu dari empat tersangka itu adalah Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim. Tersangka lainnya yakni, Jurist Tan selaku Stafsus Mendikbudristek tahun 2020–2024 dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

    Kemudian, Sri Wahyuningsih (SW) selaku eks Direktur SD di Kemendikbudristek dan Mulyatsyah selaku eks Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kemendikbudristek.

    Sri dan Mulyatsyah merupakan KPA dalam proyek pengadaan pendidikan ini. Sementara itu, Kejagung juga telah menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun.

  • Sederet Insentif Pemanis Sektor Properti: PPN DTP 100% hingga Subsidi Bunga 10%

    Sederet Insentif Pemanis Sektor Properti: PPN DTP 100% hingga Subsidi Bunga 10%

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah terus mengeluarkan kebijakan baik itu insentif maupun subsidi kepada sektor properti kendati setoran penerimaan pajak dari konstruksi maupun real estate tidak elastis dengan kontribusinya di produk domestik bruto alias PDB.

    Kebijakan terbaru, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menerbitkan aturan skema subsidi bunga perumahan untuk memperluas akses pembiayaan sekaligus mendukung program pembangunan 3 juta rumah.

    Skema itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 65/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Subsidi Bunga/Subsidi Margin Kredit Program Perumahan. Beleid anyar ini ditandatangani Purbaya pada 18 September dan diundangkan pada 24 September 2025

    Dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk subsidi bunga atau margin yang ditanggung negara, baik untuk pelaku usaha penyedia rumah maupun masyarakat di sisi permintaan.

    Dari sisi penyediaan rumah, pemerintah menanggung bunga sebesar 5% efektif per tahun. Jangka waktu pemberian subsidi paling lama 4 tahun untuk kredit modal kerja dan 5 tahun untuk kredit investasi (Pasal 14).

    Sementara itu, untuk sisi permintaan rumah, subsidi diberikan lebih besar. Debitur dengan plafon kredit Rp10 juta hingga Rp100 juta mendapat subsidi bunga 10%, sedangkan plafon Rp100 juta–Rp500 juta memperoleh subsidi 5,5%. Subsidi tersebut berlaku paling lama 5 tahun (Pasal 15).

    Dalam Pasal 5, dijelaskan bahwa penyaluran subsidi akan melalui lembaga keuangan atau koperasi penyalur kredit. Setiap penyalur wajib menyusun Rencana Target Penyaluran (RTP) tiap tahun anggaran, yang berisi target debitur, unit rumah, baki debet, hingga tingkat kredit bermasalah.

    Sementara Pasal 6 mengatur agar RTP disampaikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kredit Program Perumahan paling lambat Juni, dua tahun sebelum tahun penyaluran.

    Skema Penagihan

    Lebih lanjut dalam Pasal 17—18, disampaikan bahwa pengajuan tagihan subsidi dilakukan bulanan, maksimal tanggal 10, dengan formula: Besaran Subsidi × Baki Debet × Hari Bunga/360. Adapun tagihan bulan Desember dibebankan pada anggaran tahun berikutnya.

    PMK ini juga mengatur terkait pengawasan dan penjaminan. Pinjaman wajib dijamin oleh perusahaan penjaminan atau asuransi kredit (Pasal 24); sedangkan besaran premi ditentukan berdasarkan profil risiko debitur, namun tidak memengaruhi nilai subsidi yang diterima penyalur (Pasal 25).

    Ditegaskan bahwa subsidi tidak diberikan terhadap pinjaman macet, pinjaman yang jatuh tempo, atau pinjaman yang sudah diajukan klaim penjaminan (Pasal 20).

    Lebih lanjut, Menteri Keuangan menugaskan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan untuk melakukan pemantauan dan audit. Hasil temuan akan menjadi bahan pertimbangan Komite Kebijakan Kredit Program Perumahan dalam menentukan arah kebijakan ke depan (Pasal 27–28).

    Beleid ini juga mengatur transisi. Untuk 2025–2026, RTP masih disusun langsung oleh KPA Kredit Program Perumahan (Pasal 30). Mekanisme baru, yakni RTP oleh penyalur, akan berlaku penuh mulai Tahun Penyaluran 2028 (Pasal 29).

    “Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” jelas Pasal 31.

    Nasib PPN DTP 100%

    Pemerintah memastikan akan memperpanjang fasilitas pembebasan pajak perumahan berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% hingga akhir 2026. Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi fiskal untuk mendorong sektor perumahan dan memperluas akses masyarakat terhadap hunian layak.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, fasilitas PPN DTP itu sudah berlaku 2025 dan akan diperpanjang hingga tahun depan. Target penerimanya adalah rumah tapak dengan harga maksimal Rp5 miliar. Nantinya, pemerintah akan menanggung PPN rumah tersebut sebesar maksimal Rp2 miliar. 

    “Kita berikan juga PPN DTP 100% untuk rumah komersil, rumahnya sampai Rp5 miliar, tetapi Rp2 miliar pertamanya diberikan PPN DTP 100%, dan itu sudah kita umumkan juga untuk diperpanjang sampai akhir tahun 2026,” kata Febrio usai rapat Komite Tapera di kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Jakarta, Rabu (24/9/2025) malam. 

    Febrio memastikan regulasi baru terkait perpanjangan insentif pajak ini akan diterbitkan dalam waktu dekat. Ia menegaskan proses penerbitan aturan tidak akan memakan waktu lama karena anggarannya telah tercantum dalam APBN 2026.

    “Ya dalam waktu dekat, tapi ini kan melanjutkan apa yang sudah ada, jadi nggak lama. 100% [ditanggung pemerintah],” jelasnya.

    Subsidi Bantuan Renovasi

    Selain fasilitas PPN DTP, pemerintah juga akan memperluas skema dukungan sektor perumahan melalui subsidi, bantuan renovasi, hingga berbagai program pembiayaan perumahan. Total rumah yang akan menerima berbagai bentuk bantuan diproyeksikan mencapai 770.000 unit pada 2026.

    Tahun ini, pemerintah telah menyalurkan insentif PPN DTP untuk sekitar 30.000 unit rumah komersial. Jumlah tersebut akan meningkat menjadi 40.000 unit pada 2026. Sementara itu, program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) ditargetkan menyasar 400.000 unit, dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 350.000 unit.

    “Tahun depan ini totalnya akan lebih tinggi, jadi sudah masuk di APBN 2026. Tahun depan [BSPS] 400.000 unit, lalu FLPP-nya 350.000, lalu rumah komersilnya [yang dapat PPN DTP] juga sekitar 40.000. Jadi tahun depan itu 770.000 [unit],” tutur Febrio

    Tetap Cermati Implikasinya

    Sementara itu, konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia memproyeksi kinerja penjualan rumah tapak di wilayah Jabodetabek bakal terakselerasi sepanjang 2025.

    Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim menjelaskan bahwa optimisme pasar itu sejalan dengan keputusan pemerintah memperpanjang implementasi insentif bebas PPN atau PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% hingga akhir 2025.

    “Memang dengan adanya perpanjangan insentif pajak 100% di sepanjang paruh kedua ini, diharapkan juga tetap dapat memberikan dampak positif terhadap penjualan rumah tapak di Greater Jakarta,” kata Yunus dalam Media Briefing di Jakarta, Rabu (13/8/2025).

    Meski demikian, JLL mengungkap terdapat tren pelemahan pasar dalam menyerap perumahan sepanjang semester I/2025. Sejalan dengan hal itu, suplai perumahan sepanjang paruh pertama juga menurun 49% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

    Yunus memperkirakan, pelemahan penjualan rumah itu terjadi di saat berakhirnya insentif PPN DTP 100% pada Juni 2025. Sehingga, terdapat gap implementasi bebas PPN yang baru kembali diimplementasikan pada Juli 2025.

    “PPN yang 100% itu sudah berakhir di bulan Juni, meskipun kita tahu di bulan Juli akhirnya kembali diperpanjang. Tapi ada gap yang akhirnya mungkin membuat pengembang juga tetap berhati-hati, memantau pergerakan pasar,” ujarnya.

  • Purbaya Rilis Aturan Bunga KPR Disubsidi Hingga 10%, Ini Aturannya

    Purbaya Rilis Aturan Bunga KPR Disubsidi Hingga 10%, Ini Aturannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menerbitkan peraturan terbaru terkait pelaksanaan kegiatan subsidi bunga dan subsidi margin kredit program perumahan.

    Aturan teranyar ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 65 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Subsidi Bunga/ Subsidi Margin Kredit Program Perumahan yang mulai berlaku sejak 18 September 2025.

    Mengutip beleid, PMK tersebut ditetapkan untuk mempercepat target pembangunan 3 juta rumah yang masuk dalam program strategis nasional.

    Subsidi bunga ini menyasar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor perumahan, baik individu maupun badan usaha. Berdasarkan pasal 4, penerima terbagi dalam dua kelompok. Yakni sisi penyediaan rumah bagi pengembang atau pelaku usaha yang membangun perumahan, serta sisi permintaan rumah bagi masyarakat yang menjadi debitur.

    “Kriteria bagi Penerima Kredit Program Perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kriteria penerima dan ekosistem kredit program perumahan,” bunyi pasal 4 ayat 2 PMK Nomor 65 Tahun 2025 dikutip Kamis (25/9/2025).

    Adapun besaran subsidi bunga/subsidi margin kredit program perumahan ditetapkan sebesar 5% dan efektif per tahun. Adapun setiap besaran memiliki jangka waktu yang berbeda. Yakni paling lama 4 tahun untuk kredit/pembiayaan modal kerja dan paling lama 5 tahun untuk kredit/pembiayaan investasi.

    Besaran Subsidi Bunga/Subsidi Margin Kredit Program ditetapkan untuk plafon di atas Rp10 juta – Rp 100 juta sebesar 10% dan untuk plafon di atas Rp100 juta sampai dengan Rp 500 juta sebesar 5,5%.

    “Besaran Subsidi Bunga/Subsidi Margin diberikan paling lama 5 tahun. Dalam hal dilakukan perpanjangan pinjaman/pembiayaan Kredit Program Pemerintah yang melebihi jangka waktu Subsidi Bunga/Subsidi terhadap perpanjangan pinjaman/pembiayaan tersebut tidak diberikan Subsidi,” bunyi pasal 15 beleid.

    Mekanisme pembayaran subsidi dilakukan setiap bulan oleh pemerintah kepada penyalur kredit. Penyalur wajib mengajukan tagihan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Adapun Formula Subsidi Bunga/Subsidi Margin Kredit Program Perumahan dihitung sebagai berikut: Besaran Subsidi Bunga/Subsidi Margin × Baki Debet × hari bunga/hari margin dibagi 360.

    Dalam PMK ditegaskan bahwa subsidi bunga tidak diberikan pada pinjaman yang melebihi tanggal jatuh tempo pinjaman, pinjaman yang telah diajukan klaim Penjaminan, pinjaman dengan kolektibilitas 5 (lima), dan pinjaman pada periode tagihan yang tidak dilakukan perekaman pembayaran cicilan oleh Penyalur Kredit Program Perumahan.

    Dalam pelaksanaan, subsidi bunga akan diawasi langsung oleh Kementerian Keuangan. “KPA Kredit Program Perumahan menyampaikan laporan hasil pemantauan penyaluran Kredit Program Perumahan kepada PPA BUN dan unit eselon I Kementerian Keuangan yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan intern,” tulisnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 3
                    
                        Kala Menteri-menteri Prabowo “Disemprot” Aktivis Agraria di Rapat DPR
                        Nasional

    3 Kala Menteri-menteri Prabowo “Disemprot” Aktivis Agraria di Rapat DPR Nasional

    Kala Menteri-menteri Prabowo “Disemprot” Aktivis Agraria di Rapat DPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dua menteri kabinet Merah Putih kena “semprot” ketika pemerintah dan DPR RI pada peringatan Hari Tani Nasional.
    Momentum ini terjadi di Ruang Rapat Komisi XIII, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
    Pertemuan di ruang rapat dihadiri lima menteri, yaitu Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Nusron Wahid, dan Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana.
    Kemudian, Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dony Oskaria, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDTT) Yandri Susanto, serta Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari.
    Dalam momen pertemuan itu, pemerintah, DPR, dan organisasi petani membahas sejumlah konflik agraria yang tidak kunjung selesai selama puluhan tahun dan merugikan petani.
    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, akhirnya menyemprot Menhut Raja Juli karena dinilai tidak bisa menyelesaikan konflik agraria yang berlangsung selama puluhan tahun.
    Selama puluhan tahun itu, kata Dewi, masyarakat telah menyampaikan aduan dan persoalan yang mereka rasakan. Namun, persoalan ini tidak kunjung ditangani pemerintah.
    Salah satunya adalah konflik agraria lahan pertanian dengan perusahaan BUMN, Perum Perhutani, di Desa Bulupayung, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
    “Di Kementerian Kehutanan, Bapak Raja Juli, akhirnya kita bisa bertemu lagi. Saya pernah mengajak Bapak Raja Juli itu ke salah satu Desa Bulupayung di Cilacap,” ujar Dewi di Ruang Rapat Komisi XIII, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
    “Itu adalah konflik agraria puluhan tahun yang berkonflik dengan Perhutani,” lanjut Dewi.
    Aktivis agaria ini menjelaskan bahwa 9.000 hektar lahan pertanian di Cilacap merupakan lumbung pangan nasional.
    Saat bersama Raja Juli di daerah itu, kata Dewi, pihaknya sudah menunjukkan kejanggalan konflik lahan pertanian yang diklaim sebagai lahan Perhutani.
    Misalnya, di lokasi itu tidak ada kawasan hutan, tetapi diklaim sebagai kawasan hutan.
    “Mana ada hutan? Kenapa tanah-tanah pertanian produktif yang dikerjakan oleh kaum tani itu tidak kunjung dibebaskan dari klaim-klaim kawasan hutan? Tidak kunjung dilepaskan dari klaim Perhutani?” tanya Dewi.
    Akibatnya, para petani tidak bisa mengangkut hasil panen, dan program-program pertanian tidak bisa masuk.
    “Karena alasannya itu, ini adalah masih klaim Perhutani, masih PTPN (Perkebunan Nasional), masih kawasan hutan, masih di dalam HGU (Hak Guna Usaha),” tutur Dewi.
    Menanggapi itu, Raja Juli mengakui pernah datang ke Cilacap melihat hamparan padi yang menguning.
    Ia juga mengaku sudah berupaya melepaskan lahan pertanian itu dari kawasan hutan, namun terhambat.
    “Karena memang ada macet di Perhutani. Jadi memang kehutanan Perhutani ini menjadi satu kunci penting,” tutur Raja Juli.
    Nusron Wahid Tak Proses Data
    Bukan cuma Raja Juli, Dewi juga menyemprot Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Nusron Wahid karena tidak pernah memproses data-data yang diberikan oleh KPA.
    Dewi menyampaikan bahwa Kementerian ATR merupakan salah satu kementerian yang paling banyak diadukan terkait kasus-kasus pertanahan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ombudsman RI.
    “Ada banyak kanal pengaduan, di Kementerian Agraria, Kementerian Kehutanan, bahkan mungkin di DPR. Tapi hanya untuk tempat mengadu, tidak ada kanal penyelesaian,” ujar Dewi.
    Padahal, KPA sudah berkali-kali menemui pihak ATR, bahkan bertemu langsung dengan Nusron Wahid untuk menyerahkan data yang dibutuhkan.
    “Jadi ada problem, data-data kami itu ditumpuk, diarsipkan, tapi tidak dikerjakan,” tutur Dewi.
    Nusron mengakui bahwa banyak data-data KPA yang diserahkan ke Kementerian ATR/BPN tetapi belum digarap.
    Ia menyatakan sependapat dengan usul KPA mengenai prinsip keadilan dalam redistribusi tanah.
    “Karena itu, sebagai bentuk komitmen kami mengamini data itu, kami sudah 10 bulan diangkat dipercaya menjadi Menteri ATR/BPN, kami belum tandatangani satupun perpanjangan dan pembaruan,” kata Nusron.
     
    Para petani di Desa Bulupayung yang sudah menggarap lahan pertanian sejak 1962, tetapi Perhutani mengeklaim kepemilikan Desa Bulupayung dan statusnya berubah menjadi bagian dari kawasan hutan.
    Meski masih diperbolehkan tinggal dan menggarap lahan pertanian di tanah seluas 2.000 hektar, sebanyak 3.000 keluarga petani tidak memperoleh bantuan dari negara, seperti pembangunan jalan dan irigasi, serta subsidi pupuk.
    Padahal, Desa Bulupayung termasuk sentra pertanian pangan di Cilacap.
    “Mereka harus mengeluarkan
    cost
    yang lebih ekstra atau biaya produksi pertanian. Belum terkait jaringan pasar yang memang tidak menentu dan juga dampak-dampak diklaim sebagai kawasan hutan. Akhirnya, dengan konflik yang terjadi di kehutanan ini, semakin terhimpit nasib para petani itu,” ujar Benny dalam diskusi Polemik Harga Beras dan Kebijakan Pangan di Tengah Krisis Iklim di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
    Kedua, para petani dari desa-desa di Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, juga bernasib sama seperti petani di Desa Bulupayung.
    Petani Sukasari sudah menggarap lahan pertanian sejak 1965.
    Namun, status desa-desa di Kecamatan Sukasari berubah menjadi kawasan hutan pada 1996.
    Alhasil, para petani di Kecamatan Sukasari juga merasakan ketidakhadiran negara akibat diklaim sebagai kawasan hutan.
    Mereka memprotes tidak adanya pembangunan infrastruktur seperti jalan dan irigasi di Kecamatan Sukasari.
    Ketimpangan Penguasaan Tanah
    Menurut data yang ada, satu persen kelompok elite menguasai 58 persen tanah, kekayaan alam, dan sumber produksi di Indonesia, sementara 99 persen penduduk harus berebut sisa lahan yang ada.
    Dewi mengatakan, kondisi ini akhirnya semakin memperburuk ketimpangan ekonomi di sektor agraria.
    “Ketimpangan ini mengarah pada meningkatnya jumlah konflik agraria yang terjadi di berbagai wilayah,” jelas Dewi.
    Konflik-konflik agraria ini berdampak langsung pada 1,8 juta keluarga yang kehilangan tanah serta mata pencaharian mereka.
    Dewi juga menyoroti bahwa proyek-proyek investasi besar seperti Proyek Strategis Nasional (PSN), food estate, kawasan ekonomi khusus, hingga militerisasi pangan terus meluas ke wilayah desa dan kampung, yang menyebabkan lahan petani dan wilayah adat semakin tergerus.
    “Proyek-proyek besar ini merampas tanah petani dan wilayah adat, serta menutup akses mereka terhadap laut dan wilayah tangkapnya. Hal ini terjadi karena lahan sudah dikapling-kapling oleh pengusaha besar,” ungkap Dewi.
    KPA mengingatkan bahwa kegagalan reforma agraria yang terjadi dalam 10 tahun terakhir harus menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk segera bertindak.
    “Berkaca pada kegagalan GTRA selama 10 tahun terakhir, kami mendesak Presiden Prabowo untuk segera membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria Nasional yang lebih otoritatif, yang berada langsung di bawah kendali Presiden,” kata Dewi mengakhiri pernyataan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menanti Reforma Agraria Sejati
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 September 2025

    Menanti Reforma Agraria Sejati Nasional 25 September 2025

    Menanti Reforma Agraria Sejati
    Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis
    SETIAP
    24 September, Hari Tani Nasional selalu hadir dengan pelbagai seremoni, slogan, dan janji-janji yang terdengar heroik. Namun, di balik semua itu, kenyataan di lapangan tetap pahit: petani masih terpinggirkan, akses terhadap tanah semakin sempit, sementara penguasaan lahan justru terkonsentrasi pada korporasi besar dan elite politik.
    UUPA 1960 pernah diproyeksikan sebagai tonggak lahirnya tatanan agraria yang adil. Amanat tentang tanah sebagai sumber kemakmuran rakyat dan fungsi sosial hak atas tanah seharusnya menjadi pijakan utama pembangunan. Namun, setelah lebih dari enam dekade, implementasi reforma agraria masih berjalan di tempat, bahkan sering dipelintir menjadi sekadar legalisasi ketimpangan melalui program sertifikasi massal tanpa menyentuh akar persoalan.
    Reforma agraria sejati menuntut keberanian politik untuk merombak struktur penguasaan tanah yang timpang. Selama negara masih menempatkan modal besar sebagai prioritas utama, petani akan terus menjadi korban—terpinggirkan di tanahnya sendiri, sementara keadilan agraria hanya menjadi jargon yang diperdagangkan di ruang-ruang kekuasaan.
    Lonjakan konflik agraria dalam beberapa tahun terakhir menyingkap wajah buram reforma agraria di Indonesia. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, sepanjang 2024 saja terjadi hampir tiga ratus kasus konflik agraria dengan cakupan lahan lebih dari satu juta hektare. Puluhan ribu keluarga di ratusan desa menjadi korban, mayoritas dari mereka adalah petani kecil, masyarakat miskin kota, dan komunitas adat yang kehilangan ruang hidupnya.
    Sektor perkebunan menempati posisi teratas sebagai penyumbang konflik, dengan lebih dari seratus kasus, dua pertiganya berasal dari ekspansi sawit. Perkebunan sawit yang diklaim menyerap tenaga kerja dan mendatangkan devisa, justru menjadi sumber perampasan tanah terbesar, mengusir hampir 15 ribu keluarga dari lahan garapannya.
    Di belakangnya, proyek infrastruktur yang dibungkus label Proyek Strategis Nasional turut menyumbang puluhan kasus, sementara pertambangan batubara dan nikel menambah daftar luka di wilayah agraria.
    Konflik agraria kini menjangkau hampir seluruh provinsi di Indonesia, dengan angka tertinggi di Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, Kalimantan Timur, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Dari kota besar hingga desa terpencil, petani dan warga kecil sama-sama menghadapi ancaman penggusuran dan kriminalisasi. Catatan KPA menunjukkan ratusan orang dikriminalisasi, puluhan mengalami kekerasan, bahkan ada yang tewas di tangan aparat yang seharusnya melindungi.
    Fakta-fakta ini memperlihatkan bahwa konflik agraria bukan sekadar sengketa tanah biasa, melainkan krisis struktural yang berakar pada ketimpangan penguasaan lahan. Negara justru hadir sebagai fasilitator modal besar, baik lewat kebijakan perkebunan, proyek infrastruktur, maupun regulasi yang memberi ruang bagi badan usaha swasta hingga Bank Tanah untuk menguasai lahan rakyat.
    Reforma agraria yang seharusnya menjadi jalan keluar, tereduksi menjadi program sertifikasi, sementara akar ketidakadilan terus dibiarkan menyebar.
    Lonjakan konflik agraria bukan sekadar statistik, melainkan potret nyata kegagalan negara dalam menjalankan amanat UUPA 1960. Alih-alih menata struktur penguasaan tanah, kebijakan agraria justru menormalisasi praktik perampasan.
    Proyek strategis nasional, ekspansi perkebunan, hingga tambang mineral dibentangkan sebagai simbol pembangunan, padahal di baliknya ribuan keluarga terusir dari tanah garapan, dipaksa hengkang dari kampung halaman, bahkan kehilangan status hukum atas tanah yang telah mereka kelola turun-temurun.
    Keterlibatan aparat dalam melindungi kepentingan modal besar semakin memperlebar jurang ketidakadilan.
    Tahun 2024 KPA mencatat sedikitnya 556 orang menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi di wilayah konflik agraria. Dari jumlah itu, 399 orang dikriminalisasi, 149 orang mengalami kekerasan fisik, sementara 4 orang ditembak dan 4 orang tewas akibat tindakan aparat. Korban-korban tersebut mayoritas berasal dari kelompok petani, masyarakat adat, dan warga miskin kota yang mempertahankan ruang hidupnya.
    Negara tampil bukan sebagai penengah, melainkan sebagai tangan represif yang memastikan kepentingan korporasi berjalan mulus. Reforma agraria pun kehilangan makna: bukan lagi tentang pemerataan dan fungsi sosial tanah, melainkan instrumen legalisasi ketimpangan. Petani, yang semestinya diposisikan sebagai tulang punggung ketahanan pangan, justru terus digusur.
    Kontradiksi ini menyingkap wajah sesungguhnya dari pembangunan agraria di Indonesia: sebuah pembangunan yang berdiri di atas pengorbanan rakyat kecil.
    Reforma agraria di Indonesia sejak awal dimaksudkan sebagai agenda perubahan struktural, yakni merombak ketimpangan penguasaan tanah melalui
    landreform
    . Konsep ini sejalan dengan pandangan agraria klasik ala Marx tentang pentingnya distribusi ulang alat produksi agar tidak terkonsentrasi di tangan segelintir elite (Marx, 1867).
    Dalam hukum Indonesia, UUPA 1960 mengafirmasi prinsip tersebut melalui pasal-pasal mengenai pembatasan luas tanah dan fungsi sosial hak atas tanah. Akan tetapi, dalam praktik, arah kebijakan agraria justru mengalami distorsi. Harsono (2008) menegaskan bahwa UUPA 1960 sejatinya merupakan instrumen hukum progresif untuk mewujudkan keadilan sosial, tetapi pelaksanaannya sering kali diselewengkan menjadi sekadar administrasi pertanahan, bukan redistribusi struktural.
    Hal ini terbukti dari program sertifikasi massal yang dikampanyekan pemerintah sejak era Orde Baru hingga sekarang. Sertifikasi tanah yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, justru kerap menjadi instrumen legalisasi
    status quo
    dan melanggengkan ketimpangan.
    Dalam perspektif teori akses ala Ribot dan Peluso, ketidakadilan bukan hanya persoalan kepemilikan formal, tetapi juga akses aktual terhadap tanah, sumber daya, dan keuntungan ekonomi.
    Negara yang berpihak pada modal besar memperkuat akses korporasi terhadap tanah, sementara masyarakat kecil kehilangan akses meski memiliki klaim historis. Di sinilah reforma agraria kehilangan esensinya: redistribusi digantikan dengan legalisasi, dan keadilan agraria direduksi menjadi sekadar kepastian administrasi.
    Sejatinya, reforma agraria di Indonesia telah terjebak dalam “reforma agraria administratif”—yakni fokus pada sertifikat, pendaftaran tanah, dan data teknis, tanpa menyentuh akar ketimpangan struktur agraria. Padahal, tujuan awal reforma agraria adalah membongkar konsentrasi penguasaan tanah yang timpang.
    Dengan kerangka teori dan pandangan para ahli tersebut, jelas bahwa problem agraria hari ini bukan sekadar konflik horizontal atau sengketa lokal, melainkan kegagalan negara dalam mengembalikan reforma agraria pada esensi sejatinya: redistribusi tanah yang adil sebagai basis keadilan sosial dan kedaulatan pangan.
    Mewujudkan reforma agraria sejati membutuhkan keberanian politik yang lebih dari sekadar program sertifikasi dan jargon pembangunan. Negara harus kembali pada mandat UUPA 1960 dan Pasal 33 UUD NRI 1945: tanah bukan komoditas belaka, melainkan sumber kehidupan yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanpa penataan ulang struktur penguasaan tanah, setiap janji kedaulatan pangan hanya akan menjadi mitos yang terus diproduksi dari panggung kekuasaan.
    Agenda redistribusi tanah harus dipulihkan sebagai inti reforma agraria, bukan digeser menjadi proyek administratif. Tanah-tanah yang selama ini terkonsentrasi di tangan korporasi besar, badan usaha negara, hingga bank tanah perlu didistribusikan kembali kepada petani kecil dan masyarakat adat. Dengan cara itu, ketimpangan struktural bisa dipangkas dan potensi konflik dapat ditekan.
    Reforma agraria bukanlah hadiah dari negara kepada rakyat, melainkan prasyarat bagi demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Selain itu, pelindungan terhadap kelompok rentan harus menjadi prioritas. Catatan ratusan korban kriminalisasi sepanjang 2024 menunjukkan bahwa aparat negara kerap digunakan sebagai instrumen represi. Pola ini harus diputus. Aparat semestinya hadir melindungi rakyat, bukan memfasilitasi perampasan tanah.
    Penegakan hukum yang berpihak pada keadilan agraria, bukan pada modal besar, menjadi fondasi penting agar reforma agraria tidak lagi terjebak dalam pusaran kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.
    Reforma agraria sejati tidak mungkin terwujud tanpa keberpihakan jelas: berpihak pada petani, masyarakat adat, dan kelompok kurang mampu yang selama ini dikorbankan atas nama pembangunan. Hanya dengan keberanian politik seperti itu, cita-cita UUPA 1960 untuk menghadirkan keadilan sosial dapat benar-benar hidup, bukan sekadar diulang dalam seremoni Hari Tani Nasional.
    Tanpa langkah itu, reforma agraria akan terus menyimpang arah, dan keadilan agraria hanya akan menjadi retorika kosong di tengah luka rakyat yang tidak kunjung sembuh.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dasco Minta Kementerian BUMN Segera Tunjuk Direksi Perum Perhutani

    Dasco Minta Kementerian BUMN Segera Tunjuk Direksi Perum Perhutani

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Sufmi Dasco Ahmad meminta Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Donny Oskaria untuk segera menunjuk Direktur Utama definitif Perum Perhutani.

    Dasco menyebut, penunjukan pimpinan definitif Perum Perhutani diperlukan dalam rangka menyelesaikan konflik tumpang tindih lahan antara Perhutani dengan masyarakat khususnya petani.

    “Beberapa carut marut ini kan, karena Perhutani. Kami cek tadi, bahwa Direksi Perhutani, sampai dengan sekarang, masih kosong. Kira-kira kapan itu mau diisi supaya masalah-masalah ini bisa cepat tertanggulangi,” jelasnya dalam Rapat Pimpinan DPR RI terkait Strategi Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria, Rabu (24/9/2025).

    Pasalnya, dalam rapat tersebut DPR RI banyak mendapat laporan dari sejumlah serikat tani mulai dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) hingga Serikat Petani Pasundan.

    Para petani itu mempertanyakan legalitas pengelolaan aset Perhutani yang diklaim tidak diatur secara jelas baik oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) hingga Kementerian Perhutanan.

    Menanggapi hal itu, Plt. Menteri BUMN, Donny Oskaria memastikan pihaknya akan segera menyelesaikan susunan direksi Perum Perhutani secepat-cepatnya minggu depan.

    “Minggu depan pak sudah diselesaikan,” jelasnya singkat.

    Lebih lanjut, Donny juga menjelaskan pada dasarnya Kementerian BUMN menghendaki agar aset yang dimilikinya dapat produktif dan mampu bermanfaat bagi masyarakat.

    “Yang pertama adalah BUMN sangat terbuka untuk bekerja sama dalam pemanfaatan aset BUMN. Ini bisa kita lakukan tentu saja dan kami sangat terbuka dan secara pribadi saya sangat concern dalam hal ini karena banyak sekali aset kita yang sebetulnya tidak memberikan nilai tambah,” jelasnya.

    Kedua, Donny juga menawarkan agar para petani nantinya dapat memanfaatkan aset BUMN lewat legalitas Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Guna Usaha (HGU) di atas Hak Pengelolaan (HPL) Perum Perhutani.

    “Jadi kalau kita menerbitkan HGB di atas HPLnya milik kita itu juga bisa dengan jangka waktu tertentu. Tadi disampaikan bisa 30 tahun, kemudian kita bisa perpanjang dan normalnya kami bisa sampai dengan 80 tahun, 2 kali berpanjang plus. Nah ini menurut saya adalah solusi karena bagi kami tanah kalau tidak dimanfaatkan juga percuma,” pungkasnya.

  • DPR minta pemerintah bentuk Badan Pelaksana Reformasi Agraria

    DPR minta pemerintah bentuk Badan Pelaksana Reformasi Agraria

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa DPR RI mendorong pemerintah untuk membentuk Badan Pelaksana Reformasi Agraria setelah mendengar aspirasi dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

    Dia menyampaikan hal itu saat membacakan kesimpulan rapat audiensi bersama KPA dan sejumlah kementerian yang terkait dengan persoalan agraria di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    “DPR mendorong pemerintah untuk membentuk Badan Pelaksana Rerformasi Agraria,” kata Dasco.

    Ucapan Dasco itu pun disambut tepuk tangan oleh para perwakilan dari KPA serta sejumlah kelompok petani dan nelayan dari berbagai daerah yang turut ikut dalam audiensi tersebut.

    Selain itu, Dasco mengatakan bahwa DPR RI juga mendorong pemerintah untuk percepatan kebijakan satu peta dan merapikan desain tata ruang di wilayah NKRI.

    Di sisi lain, dia mengatakan DPR RI akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelesaikan permasalahan konflik agraria.

    Menurut dia, Pansus itu akan dibentuk pada saat Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda penutupan masa sidang pada 2 Oktober mendatang.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Pimpinan DPR RI atas pertemuan tersebut.

    Namun, kata dia, beberapa hal masih perlu didiskusikan lebih lanjut soal kebijakan satu peta, politik pangan, hingga bank tanah, hal pengelolaan, dan tanah terlantar.

    Selain itu, menurut dia, para petani bukan hanya menginginkan sekedar akses pemanfaatan lahan, tetapi kepemilikan secara penuh.

    “Selebihnya kami sangat terbuka untuk berdiskusi dan menindaklanjutinya,” kata Dewi.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KPA minta TNI-Polri tak turunkan personel jika ada konflik agraria

    KPA minta TNI-Polri tak turunkan personel jika ada konflik agraria

    “Yang diturunkan jangan Polisi dan TNI. Yang diturunkan itu adalah para menteri, perwakilan dari kementerian dan lembaga,”

    Jakarta (ANTARA) – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) minta DPR RI untuk mendesak TNI maupun Polri tak menurunkan sejumlah personelnya jika ada konflik-konflik agraria yang melibatkan para petani maupun nelayan.

    Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan upaya reformasi Polri yang dilakukan oleh pemerintah jangan hanya terjadi untuk urusan di perkotaan, tetapi juga untuk di tingkat pedesaan. Dia ingin agar tak ada lagi petani dan nelayan yang harus berhadap-hadapan dengan aparat karena urusan tanah.

    “Yang diturunkan jangan Polisi dan TNI. Yang diturunkan itu adalah para menteri, perwakilan dari kementerian dan lembaga,” kata Dewi saat menyampaikan aspirasi dalam pertemuan bersama Pimpinan DPR RI bersama sejumlah menteri di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Dia mengatakan bahwa masalah agraria merupakan persoalan fundamental bagi kehidupan rakyat. Dalam 10 tahun terakhir, menurut dia, banyak kekerasan yang terjadi dan tak sedikit juga orang-orang yang ditangkap karena masalah agraria.

    Selain itu, kata dia, kebebasan berserikat yang dilakukan oleh petani dan nelayan juga “diobok-obok”. Padahal, kata dia, sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa petani boleh berserikat, berorganisasi, dan berkumpul.

    “Sudah ada undang-undang perlindungan dan pemberdayaan petani, ada banyak kebijakan berpihak tapi tidak dijalankan. Di atas kertas bagus, tapi implementasinya tidak ada,” katanya.

    Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurizal mengatakan bahwa penyelesaian berbagai permaslaahan agraria sebetulnya sudah diperjuangkan sejak lama. Namun kali ini adalah momentum yang tepat karena bertepatan dengan Hari Tani Nasional.

    Maka dari itu, dia pun sepakat adanya pembuatan peta agraria yang lebih komprehensif dengan melibatkan lintas kementerian. Pasalnya, dia mengatakan bahwa permasalahan agraria bersumber dari peta masing-masing kementerian yang berbeda.

    “Jadi hari ini luar biasa, teman-teman langsung diterima Pimpinan DPR, dihadirkan juga para menteri, Insya Allah perjuangannya berhasil,” kata Cucun.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Audiensi dengan DPR, KPA Usul Ada Lembaga Ad Hoc Khusus Reforma Agraria

    Audiensi dengan DPR, KPA Usul Ada Lembaga Ad Hoc Khusus Reforma Agraria

    Jakarta

    Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mengusulkan lembaga khusus yang mengurusi reforma agraria. Dewi mengusulkan lembaga itu nantinya bertanggung jawab langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.

    Hal itu disampaikan Dewi saat audiensi bersama pimpinan DPR RI di ruang rapat Komisi XIII DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025). Hadir dalam rapat Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Cucun Ahmad Syamsurizal dan Saan Mustopa.

    “Bapak Dasco, Pak Saan, Pak Cucun, kami ingin ada kelembagaan khusus untuk menjalankan reforma agraria,” kata Dewi.

    Dewi mengaku pernah mengusulkan lembaga khusus reforma agraria secara berulang kali. Hal itu diusulkan saat masa kepemerintan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, kemudian masa transisi Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

    “Kenapa? Karena sudah berulang kali dulu zaman Presiden Ibu Megawati kami mengusulkan juga tapi ditolak, lalu diperkuat kelembagaannya di Kementerian Agraria Tata Ruang, udah jadi desk direktorat penanganan sengketa, tapi itu tidak terbukti bisa, karena konflik agraria itu lintas sektoral, ada yang berkaitan kehutanan, tambang,” jelasnya.

    Menurutnya, Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang eksis saat ini tidak berjalan. Dia mengatakan gugus tugas itu hanya menjalankan rapat-rapat saja.

    “Kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria yang sekarang tidak jalan, sedikit saja yang jalan, tapi banyak yang tidak jalan, hanya rapat-rapat, output pembentukan GTRA di kabupaten provinsi, di tempat-tempat eksotis, tapi tidak melibatkan petani, nelayan, CSO yang selama ini mendesakan reforma agraria,” ujarnya.

    “Kami meminta memang perlu ada kepemimpinan langsung dari presiden, badan pelaksanaan reforma agraria yang tanggung jawab langsung kepada presiden dan melaporkan kerja-kerja terkait reforma agraria,” paparnya.

    “Karena kalau balik lagi ke Kemenko Ekonomi ada bias kepentingan, Kemenko Ekonomi pasti targetnya pengadaan tanah ya untuk skala besar, bukan untuk petani kecil,” sambung Dewi.

    Dewi menyebut lembaga khusus reforma agraria itu bisa bersifat ad hoc. Menurutnya, presiden harus memimpin langsung reforma agraria.

    “Jadi perlu ada kelembagaan khusus yang otoritarif bersifat ad hoc. Di berbagai negara reforma agraria itu ada time framenya, misalnya kalau mau 9 juta hektar targetnya mau dicapai dalam jangka waktu berapa,” ungkap dia.

    “Di Indonesia tidak ada time frame-nya, nggak bersifat ad hoc, harusnya ada kelembagaan khusus yang memang itu dipimpin langsung oleh presiden, sehingga bisa mengecek progres setiap menteri dan lembaga,” imbuhnya.

    (amw/gbr)

  • Jor-joran Bansos RI, Thailand, & Malaysia saat Ekonomi Sulit

    Jor-joran Bansos RI, Thailand, & Malaysia saat Ekonomi Sulit

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Thailand di bawah Perdana Menteri Anutin Charnvirakul meluncurkan paket stimulus ekonomi guna mendorong konsumsi masyarakat. Langkah ini serupa dengan pemerintah Indonesia dan Malaysia yang meluncurkan kebijakan serupa untuk mendorong perekonomian.

    Melansir Bloomberg pada Selasa (23/9/2025), rencana ini diungkapkan oleh Siripong Angkasakulkiat, Wakil Pemimpin Partai Bhumjaithai konservatif. Dia mengatakan pemerintah di bawah PM baru Anutin juga akan berupaya menstabilkan nilai tukar baht. 

    Penguatan baht ke level tertinggi dalam empat tahun terakhir dan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia dalam sebulan terakhir memicu desakan agar pemerintah segera melakukan intervensi demi melindungi ekspor dan pariwisata.

    Pengumuman kebijakan dijadwalkan berlangsung pada 1–2 Oktober. Siripong menyebut rencana pemerintah mencakup pemangkasan biaya hidup dengan menghidupkan kembali program subsidi bersama (co-payment) serta menurunkan biaya energi dan transportasi.

    “Fokus kebijakan adalah pada isu ekonomi rakyat dan stimulasi pertumbuhan jangka pendek. Baht juga perlu dikelola karena terlalu kuat. Pemerintah menekankan pentingnya stabilitas mata uang,” ujarnya, dikutip Bloomberg, Selasa (23/9/2025).

    Untuk merangsang konsumsi, pemerintah akan mengaktifkan kembali skema subsidi bersama “half and half” yang sebelumnya diperkenalkan saat pandemi Covid-19. Melalui skema ini, warga Thailand akan menerima bantuan digital untuk menanggung 50% harga barang dan jasa, sementara wajib pajak akan mendapatkan subsidi hingga 60%.

    Upaya menekan biaya hidup juga mencakup pemangkasan tarif listrik mulai Januari. Selain itu, pemerintah menargetkan pemasangan panel surya berkapasitas 1.500 megawatt di komunitas lokal dalam beberapa bulan ke depan guna membantu rumah tangga mengurangi tagihan listrik.

    Dukungan terhadap konsumen yang terbebani utang rumah tangga—salah satu yang tertinggi di Asia—akan menjadi prioritas. Pemerintah berencana merestrukturisasi utang dan menyelesaikan kredit macet untuk pinjaman di bawah 1 juta baht, serta memberi akses kredit murah bagi debitur dengan rekam jejak baik.

    Paket Stimulus RI

    Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengumumkan delapan program dalam Paket Ekonomi: Akselerasi Program 2025 dengan total anggaran Rp16,23 triliun.

    Program yang diluncurkan pada 15 September 2025 tersebut dirancang untuk memperkuat perlindungan sosial, menciptakan lapangan kerja, serta mendorong pertumbuhan sektor strategis.

    Delapan program yang diumumkan tersebut antara lain program Magang Lulusan Perguruan Tinggi bagi 20.000 fresh graduate dengan uang saku setara UMP sekitar Rp3,3 juta per bulan selama enam bulan dengan anggaran Rp198 miliar. Selain itu, pemerintah memperluas PPh 21 DTP untuk 552 ribu pekerja sektor pariwisata dengan pembebasan penuh PPh 21 selama tiga bulan senilai Rp120 miliar.

    Bantuan Pangan juga diberikan berupa 10 kilogram beras untuk 18,3 juta KPM selama dua bulan dengan anggaran Rp7 triliun. Ada pula subsidi iuran JKK dan JKM bagi 731 ribu pekerja sektor transportasi online, logistik, dan kurir dengan diskon 50 persen iuran serta manfaat hingga Rp42 juta per peserta dengan anggaran Rp36 miliar.

    Program lainnya meliputi Manfaat Layanan Tambahan Perumahan BPJS Ketenagakerjaan berupa relaksasi bunga KPR/KPA untuk 1.050 unit rumah dengan anggaran Rp150 miliar. Selain itu, pemerintah juga menjalankan Program Padat Karya Tunai bersama Kemenhub dan KemenPU yang menyerap 609 ribu tenaga kerja untuk proyek September–Desember 2025 senilai Rp5,3 triliun.

    Program berikutnya adalah percepatan deregulasi PP28 terkait integrasi sistem RDTR digital ke OSS di 50 daerah dengan alokasi Rp175 miliar. Pemerintah juga meluncurkan Program Perkotaan Pilot Project DKI Jakarta yang berfokus pada peningkatan kualitas pemukiman serta penyediaan tempat kerja bagi pekerja gig economy, dengan dukungan dana Rp2,7 triliun dari Pemda DKI dan Kemenparekraf.

    Airlangga menegaskan bahwa program ini akan berjalan beriringan dengan reformasi struktural dan dukungan sektor swasta.

    “Menteri Keuangan juga mengusulkan adanya tim akselerasi program prioritas yang nanti akan dipimpin oleh Menko Perekonomian dan Menko Pangan, dengan wakil menteri keuangan, menteri investasi/ Kepala BKPM, Kepala Bappenas dan beranggotakan seluruh menteri terkait,” tandas Airlangga.

    Malaysia

    Sementara itu, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pada 23 Juli meluncurkan serangkaian kebijakan ekonomi yang dirancang untuk meredakan tekanan biaya hidup sekaligus mendorong konsumsi.

    Melansir Straits Times, Rabu (24/9/2025), paket tersebut mencakup bantuan tunai sekali sebesar 100 ringgit atau sekitar Rp396.000 bagi seluruh warga dewasa, penurunan harga bahan bakar, dan penundaan kenaikan tarif tol.

    Dalam pidato nasional yang disiarkan televisi, Anwar menegaskan bahwa seluruh warga berusia 18 tahun ke atas akan menerima bantuan tunai 100 ringgit melalui MyKad. Bantuan ini dapat dipakai untuk membeli kebutuhan pokok di lebih dari 4.100 gerai ritel mulai 31 Agustus hingga 31 Desember. Program ini diproyeksikan menjangkau 22 juta orang dengan biaya 2 miliar ringgit.

    Selain itu, Anwar mengumumkan harga bensin RON95 akan dipangkas enam sen menjadi 1,99 ringgit per liter pada akhir September. Ia menekankan harga produksi sebenarnya mencapai 2,50 ringgit per liter, namun pemerintah menanggung selisihnya.

    Kebijakan tersebut juga menjadi realisasi janji politik yang ia lontarkan hampir dua dekade lalu saat Pemilu 2008 sebagai pemimpin oposisi, ketika ia berikrar akan menurunkan harga bensin begitu menjabat perdana menteri.

    “Saya minta maaf butuh waktu lebih lama untuk menepatinya. Kini saya yakin waktunya telah tiba,” ujarnya.

    Lebih dari 18 juta pengendara diperkirakan akan mendapat manfaat dari kebijakan ini.

    Anwar menegaskan potongan harga hanya berlaku untuk warga Malaysia, sementara warga asing akan dikenai harga pasar. Paket kebijakan ini juga mencakup diskon untuk barang kebutuhan pokok dan penyaluran bantuan tunai terarah bagi kelompok berpendapatan rendah dan menengah.