Organisasi: ISIS

  • Yordania Tutup Perbatasan Saat Tentara Suriah Mau Rebut Kembali Homs dan Hama dari Oposisi – Halaman all

    Yordania Tutup Perbatasan Saat Tentara Suriah Mau Rebut Kembali Homs dan Hama dari Oposisi – Halaman all

    Yordania Tutup Perbatasan Saat Tentara Suriah Mau Rebut Kembali Homs dan Hama dari Oposisi

    TRIBUNNEWS.COM – Tentara Suriah mengumumkan penempatan kembali sebagian besar pasukannya di provinsi selatan Daraa dan Suwayda.

    Pengumpulan kekuatan itu, dinyatakan untuk merebut kembali kendali atas Kota Hama dan Homs yang sebagian besar sudah dikuasai oposisi bersenjata, RNTV melaporkan Sabtu (7/12/2024).

    Upaya pengambilalihan kembali Hama dan Homs yang menjadi lokasi strategis terjadi  di tengah meningkatnya ketegangan keamanan dan serangan terhadap posisi militer Suriah.

    Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu, Komando Umum Angkatan Darat dan Angkatan Bersenjata Suriah mengatakan sejumlah langkah taktis sudah diambil guna merebut kembali Hama dan Homs.

    “Pasukan kami di Daraa dan Suwayda telah melakukan pengerahan ulang yang strategis, membangun perimeter pertahanan sebagai tanggapan terhadap […] serangan yang menargetkan pos pemeriksaan militer yang tersebar. Langkah ini mendukung operasi yang sedang berlangsung untuk mendapatkan kembali kendali di provinsi Homs dan Hama…,” kata pernyataan tersebut.

    Suasana pascainsiden ledakan bom di Homs, Suriah, Minggu (21/2/2016). ((Haaretz/AFP))

    Bentrokan di Homs, Yordania Tutup Perbatasan

    Sementara itu, laporan menunjukkan bentrokan baru antara pasukan Suriah dan kelompok bersenjata di Homs utara, dengan tentara melancarkan serangan artileri terhadap posisi kelompok bersenjata.

    Di Daraa, pertempuran meletus di dekat perbatasan Nasib dengan Yordania.

    Di tengah meningkatnya ketegangan, Menteri Dalam Negeri Yordania Mazen Al-Faraya mengumumkan penutupan perbatasan Jaber dengan Suriah pada hari Jumat, dengan alasan memburuknya keamanan di Suriah selatan.

    Perkembangan ini terjadi saat pasukan Suriah fokus untuk merebut kembali kendali atas Homs dan Hama di Suriah tengah, tempat operasi militer terus berlanjut terhadap kelompok bersenjata.

    Pejuang antipemerintah mengacungkan senjata mereka saat mengendarai kendaraan di kota Aleppo di utara Suriah pada tanggal 30 November 2024. – Para jihadis dan sekutu mereka yang didukung Turki menerobos kota kedua Suriah, Aleppo, pada tanggal 29 November, saat mereka melakukan serangan kilat terhadap pasukan pemerintah yang didukung Iran dan Rusia. (Photo by Omar HAJ KADOUR / AFP) (AFP/OMAR HAJ KADOUR)

    Hizbullah Kirim Pasukan

    Partai Hizbullah Lebanon mengirim 3.000 anggotanya dalam 48 jam terakhir ke Damaskus dan Homs setelah oposisi bersenjata Suriah menguasai Kota Aleppo, Idlib, dan Hama.

    “Pimpinan partai (Hizbullah) memobilisasi jumlah tersebut dan bergegas mengumpulkannya dari beberapa daerah di selatan, Bekaa, dan pinggiran selatan Beirut, meskipun mereka menderita banyak kerugian dalam perang dengan Israel,” lapor Al Arabiya, mengutip sumber, Jumat (7/12/2024).

    Hizbullah mengirim pasukan untuk mengamankan jalur Homs ke Damaskus.

    “Tujuan utama Hizbullah dengan mengirimkan sejumlah pejuangnya ke Suriah adalah mengamankan perlindungan jalan Homs hingga Damaskus dan garis pantai untuk mencegah faksi bersenjata menguasainya,” lanjutnya.

    Selain itu, Hizbullah juga menutup perbatasan Lebanon dengan Suriah.

    “Direktorat Keamanan Publik dan Komando Angkatan Darat mengambil keputusan untuk menutup penyeberangan dengan Suriah dan hanya mempertahankan penyeberangan Masnaa,” tambahnya.

    Keputusan tersebut disebut sebagai langkah untuk mempertahankan perbatasan Lebanon dari serangan oposisi Suriah.

    “Langkah-langkah yang dilakukan Lebanon ini bertujuan untuk melindungi negaranya dari bahaya yang baru-baru ini terjadi di Suriah,” katanya.

    “Jika situasi di Suriah semakin memburuk dan Homs jatuh ke tangan faksi-faksi bersenjata, mereka akan dapat memberikan ancaman di Damaskus,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem mengatakan Hizbullah akan berdiri bersama sekutunya, rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, untuk melawan oposisi.

    “Serangan ‘kelompok teroris’ ingin menyabotase Suriah lagi untuk menggulingkan rezim di Suriah dan ingin menimbulkan kekacauan di sana,” kata Naim Qassem, Kamis (5/12/2024).

    “Mereka tidak akan dapat mencapai tujuan mereka meskipun mereka telah melakukan apa yang mereka lakukan beberapa hari terakhir,” ujarnya.

    “Kami, sebagai Hizbullah, akan berada di sisi Suriah dalam menggagalkan tujuan agresi ini dengan apapun yang kami bisa,” lanjutnya.

    Namun, Naim Qassem tidak menjelaskan bagaimana Hizbullah akan mendukung Suriah.

    Perang Saudara di Suriah

    Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar al-Assad dari Partai Ba’ath selama puluhan tahun.

    Presiden Bashar al-Assad berkuasa sejak tahun 2000 setelah pada tahun-tahun sebelumnya, ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi Presiden Suriah selanjutnya.

    Ia diyakini sebagai pengganti kakaknya, Bassel al-Assad yang menjadi calon penerus ayahnya, meninggal dunia pada tahun 1994 karena kecelakaan.

    Rezim Hafez kemudian merevisi aturan usia calon presiden sehingga Bashar al-Assad dapat mencalonkan diri.

    Selama protes tahun 2011, kekerasan meningkat ketika pasukan keamanan Suriah menembaki para demonstran, menewaskan sejumlah orang.

    Di tengah runtuhnya keamanan di Suriah, muncul kelompok pemberontak termasuk HTS dan faksi lainnya yang didukung Turki.

    Iran melakukan intervensi militer di Suriah pada tahun 2012, setelah memberikan bantuan politik dan logistik pada tahun sebelumnya.

    Pada tahun 2015, Rusia secara militer membantu Assad merebut kembali sebagian besar negara dari HTS, Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS), dan puluhan kelompok bersenjata yang didukung AS yang disebut “pemberontak moderat” oleh Washington.

    Pada tahun 2016, Presiden Bashar al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan di Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di negara itu.

    Aksi saling serang antara militer Suriah dan kelompok pemberontak masih terjadi, hingga pada tahun 2020, Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata kedua pihak di Suriah.

    HTS dan milisi sekutunya menyerang kota Aleppo yang dikuasai pemerintah di Suriah utara pada hari Rabu (27/11/2024) dan merebut Kota Aleppo, Idlib, Hama, hingga Homs yang direbut baru-baru ini.

     

  • Putin Muak Tentara Suriah Kabur, Rusia Ogah Evakuasi Presiden Bashar al-Assad jika Dikudeta Oposisi – Halaman all

    Putin Muak Tentara Suriah Kabur, Rusia Ogah Evakuasi Presiden Bashar al-Assad jika Dikudeta Oposisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia tidak memiliki rencana untuk mengevakuasi sekutunya, Presiden Suriah Bashar Al-Assad, yang sedang menghadapi oposisi bersenjata yang mengancam akan menggulingkannya.

    “Rusia tidak punya rencana untuk menyelamatkan Assad dan tidak melihatnya muncul selama tentara presiden Suriah terus meninggalkan posisinya,” kata sumber yang dekat dengan Kremlin kepada Bloomberg, Jumat (6/12/2024).

    Sumber tersebut mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin muak dengan laporan pasukan Suriah di bawah rezim Assad telah melarikan diri dari posisi mereka, sehingga kelompok pemberontak dapat menguasai kota-kota penting.

    Sementara itu, keluarga Bashar al-Assad ternyata telah melarikan diri ke Rusia beberapa hari setelah pasukan pemberontak melancarkan serangan mendadak yang merebut sebagian besar wilayah di Suriah utara.

    “Asma al-Assad, istri presiden Suriah yang lahir di Inggris, melarikan diri bersama ketiga anak mereka minggu lalu,” menurut laporan Wall Street Journal, mengutip pejabat keamanan Suriah dan pejabat Arab.

    “Kedua saudara ipar Assad juga telah meninggalkan Suriah dan melakukan perjalanan ke Uni Emirat Arab,” kata sumber itu.

    Tidak jelas apakah Presiden Suriah Bashar Al-Assad tetap berada di negaranya.

    Sebuah saluran berita TV pro-Assad mengatakan presiden itu telah melakukan perjalanan ke Iran, tetapi kemudian membantah laporannya sendiri.

    Sementara itu, pejabat Mesir dan Yordania dikabarkan mendesak Presiden Bashar Al-Assad untuk meninggalkan Suriah dan membentuk pemerintahan di pengasingan.

    Perang saudara di Suriah kembali memanas setelah kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan militan sekutunya menyerbu kota Aleppo pada Rabu (27/11/2024).

    Mereka berhasil menembus pertahanan militer Suriah dan mengklaim berhasil merebut kota Aleppo, Idlib, Hama dan kini bersiap merebut Homs, sebelum menuju ke Damaskus.

    Perang Saudara di Suriah

    Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar al-Assad dari Partai Ba’ath selama puluhan tahun.

    Ayah Bashar, Hafez al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi Presiden Suriah selanjutnya.

    Bashar al-Assad diyakini sebagai pengganti kakaknya, Bassel al-Assad yang seharusnya menjadi calon penerus ayahnya, meninggal dunia pada tahun 1994 karena kecelakaan.

    Rezim Hafez kemudian merevisi aturan usia calon presiden sehingga Bashar al-Assad dapat mencalonkan diri pada pemilu tahun 2000, menyusul kematian Hafez al-Assad.

    Setelah 11 tahun berkuasa, protes pecah pada tahun 2011 untuk menuntut pengunduran diri Bashar Al-Assad.

    Kekerasan meningkat ketika pasukan keamanan Suriah menembaki para demonstran, menewaskan sejumlah orang.

    Kelompok pemberontak, HTS dan faksi lainnya yang didukung Turki, muncul mengambil peran untuk meruntuhkan kekuasaan Bashar Al-Assad.

    Iran melakukan intervensi militer di Suriah pada tahun 2012, setelah memberikan bantuan politik dan logistik pada tahun sebelumnya.

    Pada tahun 2015, Rusia secara militer membantu Assad merebut kembali sebagian besar negara dari HTS, Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS), dan puluhan kelompok bersenjata yang didukung Amerika Serikat (AS).

    Pada tahun 2016, Presiden Bashar al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan di Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di negara itu setelah Damaskus.

    Aksi saling serang antara militer Suriah dan kelompok pemberontak masih terjadi, hingga pada tahun 2020, Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata kedua pihak di Suriah.

    Namun, pertempuran meletus lagi baru-baru ini, ketika HTS dan milisi sekutunya menyerang kota Aleppo yang dikuasai pemerintah di Suriah utara pada hari Rabu (27/11/2024) dan merebut Kota Aleppo, Idlib, Hama, hingga Homs yang direbut baru-baru ini.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Perang Arab Panas! Milisi Pro-AS Rebut Kota Ini dari Pemerintah

    Perang Arab Panas! Milisi Pro-AS Rebut Kota Ini dari Pemerintah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kondisi peperangan di Suriah masih terus menunjukkan dinamika pertempuran. Pada Jumat (6/12/2024), milisi yang disokong Amerika Serikat (AS), Pasukan Demokrasi Suriah (SDF) dilaporkan berhasil menguasai Kota Deir El Zor, yang merupakan kota utama di Timur negara itu.

    Dalam laporan Reuters, aktivis dari platform media Deir Ezzor 24 yang memiliki kontak di kota itu, Omar Abu Layla mengatakan, pasukan pemerintah Suriah dan pejuang Irak yang didukung Iran telah menarik diri dari Deir El Zor sebelum SDF menyerbu masuk.

    “Tak lama setelah itu, pasukan SDF menyerbu perbatasan Albu Kamal dengan Irak,” ujar dua sumber tentara Suriah.

    Kota Deir El Zor telah berpindah tangan beberapa kali sejak konflik Suriah meletus pada tahun 2011 setelah protes terhadap Pemerintah Suriah pimpinan Bashar Al Assad.

    Kota ini pertama kali jatuh ke tangan pasukan pemberontak sebelum kelompok ISIS merebutnya pada tahun 2014. Tentara Suriah, yang didukung oleh faksi Irak pro-Teheran, merebutnya kembali pada tahun 2017 dan menguasainya hingga hari Jumat.

    Kemajuan SDF terjadi saat pemberontak Suriah yang dipimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok Islamis yang sebelumnya berafiliasi dengan Al-Qaeda, menyerbu kota Homs di Suriah tengah pada hari Jumat. Para pemberontak HTS sebelumnya telah merebut kota Aleppo di Utara pekan lalu dan kota Hama awal pekan ini.

    Kepala SDF Mazlum Abdi mengatakan kepada wartawan pada hari Jumat sebelumnya dalam sebuah konferensi pers di kota Hasakeh, pasukannya memiliki saluran komunikasi dengan HTS, khususnya untuk melindungi warga Kurdi yang tinggal di kota Aleppo. Diketahui, SDF diisi kebanyakan anggota dari suku Kurdi.

    “SDF tidak bentrok dengan HTS tetapi SDF akan membela diri jika diserang. Kami berhubungan dengan AS dan Rusia untuk melindungi wilayah yang berada di bawah kendali mereka,” tambah Abdi, seraya mengatakan dirinya terkejut melihat pasukan pemerintah runtuh begitu cepat di tengah serangan pemberontak.

    (dce)

  • Hizbullah Kirim 3.000 Pasukan ke Homs-Damaskus, Amankan Jalur Penting dari Oposisi Suriah – Halaman all

    Hizbullah Kirim 3.000 Pasukan ke Homs-Damaskus, Amankan Jalur Penting dari Oposisi Suriah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Partai Hizbullah Lebanon mengirim 3.000 anggotanya dalam 48 jam terakhir ke Damaskus dan Homs setelah oposisi bersenjata Suriah menguasai Kota Aleppo, Idlib, dan Hama.

    “Pimpinan partai (Hizbullah) memobilisasi jumlah tersebut dan bergegas mengumpulkannya dari beberapa daerah di selatan, Bekaa, dan pinggiran selatan Beirut, meskipun mereka menderita banyak kerugian dalam perang dengan Israel,” lapor Al Arabiya, mengutip sumber, Jumat (7/12/2024).

    Hizbullah mengirim pasukan untuk mengamankan jalur Homs ke Damaskus.

    “Tujuan utama Hizbullah dengan mengirimkan sejumlah pejuangnya ke Suriah adalah mengamankan perlindungan jalan Homs hingga Damaskus dan garis pantai untuk mencegah faksi bersenjata menguasainya,” lanjutnya.

    Selain itu, Hizbullah juga menutup perbatasan Lebanon dengan Suriah.

    “Direktorat Keamanan Publik dan Komando Angkatan Darat mengambil keputusan untuk menutup penyeberangan dengan Suriah dan hanya mempertahankan penyeberangan Masnaa,” tambahnya.

    Keputusan tersebut disebut sebagai langkah untuk mempertahankan perbatasan Lebanon dari serangan oposisi Suriah.

    “Langkah-langkah yang dilakukan Lebanon ini bertujuan untuk melindungi negaranya dari bahaya yang baru-baru ini terjadi di Suriah,” katanya.

    “Jika situasi di Suriah semakin memburuk dan Homs jatuh ke tangan faksi-faksi bersenjata, mereka akan dapat memberikan ancaman di Damaskus,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem mengatakan Hizbullah akan berdiri bersama sekutunya, rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, untuk melawan oposisi.

    “Serangan ‘kelompok teroris’ ingin menyabotase Suriah lagi untuk menggulingkan rezim di Suriah dan ingin menimbulkan kekacauan di sana,” kata Naim Qassem, Kamis (5/12/2024).

    “Mereka tidak akan dapat mencapai tujuan mereka meskipun mereka telah melakukan apa yang mereka lakukan beberapa hari terakhir,” ujarnya.

    “Kami, sebagai Hizbullah, akan berada di sisi Suriah dalam menggagalkan tujuan agresi ini dengan apapun yang kami bisa,” lanjutnya.

    Namun, Naim Qassem tidak menjelaskan bagaimana Hizbullah akan mendukung Suriah.

    Perang Saudara di Suriah

    Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar al-Assad dari Partai Ba’ath selama puluhan tahun.

    Presiden Bashar al-Assad berkuasa sejak tahun 2000 setelah pada tahun-tahun sebelumnya, ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi Presiden Suriah selanjutnya.

    Ia diyakini sebagai pengganti kakaknya, Bassel al-Assad yang menjadi calon penerus ayahnya, meninggal dunia pada tahun 1994 karena kecelakaan.

    Rezim Hafez kemudian merevisi aturan usia calon presiden sehingga Bashar al-Assad dapat mencalonkan diri.

    Selama protes tahun 2011, kekerasan meningkat ketika pasukan keamanan Suriah menembaki para demonstran, menewaskan sejumlah orang.

    Di tengah runtuhnya keamanan di Suriah, muncul kelompok pemberontak termasuk HTS dan faksi lainnya yang didukung Turki.

    Iran melakukan intervensi militer di Suriah pada tahun 2012, setelah memberikan bantuan politik dan logistik pada tahun sebelumnya.

    Pada tahun 2015, Rusia secara militer membantu Assad merebut kembali sebagian besar negara dari HTS, Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS), dan puluhan kelompok bersenjata yang didukung AS yang disebut “pemberontak moderat” oleh Washington.

    Pada tahun 2016, Presiden Bashar al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan di Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di negara itu.

    Aksi saling serang antara militer Suriah dan kelompok pemberontak masih terjadi, hingga pada tahun 2020, Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata kedua pihak di Suriah.

    HTS dan milisi sekutunya menyerang kota Aleppo yang dikuasai pemerintah di Suriah utara pada hari Rabu (27/11/2024) dan merebut Kota Aleppo, Idlib, Hama, hingga Homs yang direbut baru-baru ini.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Kepala Pria ini Dihargai Rp 158 Miliar oleh Amerika Serikat, Simak Sepak Terjang Karirnya

    Kepala Pria ini Dihargai Rp 158 Miliar oleh Amerika Serikat, Simak Sepak Terjang Karirnya

    TRIBUNJATIM.COM – Sosok ini menjadi orang yang paling dicari oleh Amerika Serikat.

    Bahkan sosoknya kini sampai dijadikan sayembara.

    Siapa yang bisa menangkap sosok tersebut akan mendapatkan hadiah miliaran Rupiah.

    Diketahui, kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) kini menguasai Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah, melalui serangan mendadak yang dipimpin oleh Abu Mohammed al-Jawlani (Abu Mohammed al-Golani).

     

    Al-Jawlani adalah sosok yang pernah membelot dari al-Qaeda dan ISIS.

    Dia juga dikenal sebagai pemimpin kelompok penentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

    Abu Mohammed al-Jawlani, yang dituduh sebagai pelanggar hak asasi manusia, memimpin HTS, yang merupakan jaringan al-Qaeda dan telah dilabeli sebagai organisasi teroris oleh banyak negara.

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) menawarkan hadiah sebesar $10 juta (sekitar Rp158 miliar) bagi siapa saja yang dapat menangkapnya.

    Dikutip dari BBC, identitas asli al-Jawlani menjadi perdebatan.

    Dalam wawancara dengan PBS, ia mengaku bernama asli Ahmed al-Sharaa, lahir di Riyadh, Arab Saudi, dan dibesarkan di Damaskus, Suriah.

    Namun, laporan lain menyebutkan bahwa ia mungkin lahir di Deir ez-Zor, Suriah Timur, dengan rentang tahun kelahiran yang berbeda-beda, antara 1975 hingga 1981.

    Karier Militer dan Kepemimpinan HTS

    Al-Jawlani bergabung dengan al-Qaeda di Irak setelah invasi militer koalisi yang dipimpin AS pada 2003.

    Ia ditangkap oleh pasukan AS pada 2010 dan dipenjara di Camp Bucca, di mana ia bertemu dengan berbagai kombatan militan.

    Setelah dibebaskan, ia menjadi komandan kelompok bersenjata Nusra, yang terafiliasi dengan ISIS, sebelum memutuskan hubungan dengan ISIS pada 2013 dan beralih ke al-Qaeda.

    Pada 2017, al-Jawlani menggabungkan berbagai kelompok milisi di Suriahuntuk membentuk Hayat Tahrir al-Sham dan menjabat sebagai pemimpin.

    Di bawah kepemimpinannya, HTS menjadi kelompok dominan di wilayah Idlib dan sekitarnya, yang kini dihuni sekitar empat juta jiwa akibat arus pengungsi.

    Sebelum masa peperangan, sekitar 2,7 juta warga tinggal di wilayah itu.

    Sejumlah pihak memperkirakan penduduk di daerah tersebut bertambah menjadi sekitar empat juta jiwa lantaran arus masuk pengungsi.

    Kelompok al-Jawlani menguasai “Pemerintahan Keselamatan” yang bertindak layaknya otoritas lokal di Provinsi Idlib dengan memberikan layanan kesehatan, pendidikan, serta keamanan.

    Pada 2021, al-Jawlani berkata media PBS bahwa pihaknya tidak mengikuti strategi jihad global ala al-Qaeda, melainkan fokus pada upaya menjungkalkan Presiden al-Assad.

    AS dan negara-negara Barat pun memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.

    “Wilayah ini tidak merepresentasikan ancaman keamanan kepada Eropa dan Amerika,” katanya.

    HTS diketahui menegakkan hukum Islam di wilayah kendalinya, tetapi dengan cara yang lebih longgar dibanding kelompok-kelompok jihad lainnya.

    Kelompok tersebut juga secara terbuka menjalin hubungan dengan komunitas Kristen dan kelompok non-Muslim lain.

    Hal ini membuat HTS sempat dikritik kelompok jihad lain karena dianggap terlalu moderat.

    Sementara itu, organisasi HAM menuduh HTS melakukan penindasan terhadap aksi protes dan telah melakukan pelanggaran HAM.

    Namun al-Jawlani membantah tuduhan ini.

    HTS dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh sejumlah negara Eropa, Timur Tengah, serta Dewan Keamanan PBB.

     

  • Oposisi Sudah Berada di Gerbang Kota Homs, Panglima Perang HTS: Tujuan Kami Gulingkan Rezim Assad – Halaman all

    Oposisi Sudah Berada di Gerbang Kota Homs, Panglima Perang HTS: Tujuan Kami Gulingkan Rezim Assad – Halaman all

    Sudah Berada di Gerbang Kota Homs, Panglima Perang HTS: Tujuan Kami Gulingkan Rezim Assad

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan oposisi bersenjata yang melancarkan serangan kilat di Suriah menyatakan tujuan mereka untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

    Hal itu diungkapkan pemimpin faksi oposisi anti-rezim Bashar al-Assad, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Jumat (6/12/2024).

    Pemberontak yang dipimpin HTS itu kini berada di gerbang Homs, Suriah, kata pemantau perang, setelah merebut kota-kota penting lainnya dari kendali pemerintah.

    Dalam waktu kurang dari seminggu, serangan tersebut telah menyebabkan kota kedua Suriah, Aleppo, dan Hama yang berlokasi strategis, jatuh dari kendali Presiden Bashar al-Assad untuk pertama kalinya sejak perang saudara dimulai pada tahun 2011.

    Jika pemberontak merebut Homs, itu akan memotong pusat kekuasaan di ibu kota Damaskus dari pantai Mediterania, benteng utama klan Assad, yang telah memerintah Suriah selama lima dekade terakhir.

    Pada Jumat pagi, para pemberontak hanya berada lima kilometer (tiga mil) dari tepi Homs, menurut pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.

    Abu Mohammed al-Julani, pemimpin aliansi pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mengatakan tujuan serangan itu adalah untuk menggulingkan kekuasaan Assad.

    “Ketika kita berbicara tentang tujuan, tujuan revolusi tetaplah menggulingkan rezim ini. Merupakan hak kami untuk menggunakan semua cara yang tersedia untuk mencapai tujuan itu,” kata Jolani kepada CNN dalam sebuah wawancara.

    Aliansi pemberontak yang melancarkan serangan yang dimulai pada tanggal 27 November dipimpin oleh HTS, yang berakar pada cabang Al-Qaeda di Suriah tetapi telah berusaha memoderasi citranya dalam beberapa tahun terakhir.

    Para pemberontak melancarkan serangan mereka di Suriah utara pada hari yang sama ketika gencatan senjata berlaku dalam perang antara Israel dan kelompok Lebanon Hizbullah, yang bersama dengan Rusia dan Iran telah menjadi pendukung penting pemerintahan Assad.

    Turki, yang mendukung oposisi, pada hari Jumat mengatakan Menteri Luar Negerinya Hakan Fidan akan bertemu dengan mitranya dari Rusia dan Iran akhir pekan ini di Qatar untuk membahas situasi di Suriah.

    Pasukan Suriah Bantah Mundur dari Homs

    Karena khawatir atas kemajuan serangan pemberontak, puluhan ribu warga anggota minoritas Alawite Assad meninggalkan Homs pada Kamis, kata penduduk dan Observatorium.

    Khaled, yang tinggal di pinggiran kota, mengatakan kepada AFP bahwa “jalan menuju provinsi (pesisir) Tartus bersinar… karena lampu ratusan mobil yang melaju keluar”.

    Namun, sebuah sumber militer Suriah membantah laporan penarikan tentara dari Homs.

    Mereka mengonfirmasi kalau pasukan Suriah tetap ditempatkan di kota dan pedesaannya.

    Sumber itu menyatakan bahwa tentara Suriah memperkuat kehadirannya dengan “pasukan besar tambahan yang dilengkapi dengan berbagai persenjataan, siap untuk mengusir serangan oposisi,” menurut kantor berita Suriah.

    Homs merupakan lokasi pengepungan wilayah oposisi oleh pemerintah selama berbulan-bulan dan serangan sektarian yang mematikan pada tahun-tahun awal perang saudara.

    Pada awal perang, yang diawali dengan tindakan keras brutal Assad terhadap protes demokrasi, para aktivis menyebut kota itu sebagai “ibu kota revolusi” melawan pemerintah.

    Warga Suriah yang dipaksa meninggalkan negaranya akibat tindakan keras terhadap pemberontakan terpaku pada ponsel mereka sambil menyaksikan perkembangan yang terjadi.

    “Kami telah memimpikan ini selama lebih dari satu dekade,” kata Yazan, mantan aktivis berusia 39 tahun yang selamat dari pengepungan dan sekarang tinggal sebagai pengungsi di Prancis.

    Ketika ditanya apakah ia khawatir dengan agenda Islamis HTS, ia berkata: “Bagi saya, tidak penting siapa yang melakukan ini. Setan sendiri bisa jadi berada di baliknya. Yang menjadi perhatian orang adalah siapa yang akan membebaskan negara.”

    Namun, di sisi lain perpecahan sektarian, ada ketakutan di kalangan komunitas Alawi di Homs.

    Haidar, 37, yang tinggal di lingkungan mayoritas Alawite, mengatakan kepada AFP melalui telepon bahwa “ketakutan adalah payung yang menutupi Homs sekarang”.

    “Saya belum pernah melihat kejadian seperti ini seumur hidup saya. Kami sangat takut, kami tidak tahu apa yang sedang terjadi.”

    Pada hari Jumat, aliansi pemberontak “memasuki kota Rastan dan Talbisseh” di jalan utama antara Hama dan Homs, kata Observatorium.

    Faksi-faksi tersebut menghadapi “ketiadaan sama sekali” pasukan pemerintah, tambahnya.

    Rekaman yang diunggah di media sosial dan diverifikasi oleh AFP menunjukkan pemberontak melepaskan tembakan ke udara saat mereka melewati Talbisseh.

    Kementerian Pertahanan Suriah mengatakan tentara melancarkan serangan terhadap pejuang “teroris” di provinsi Hama.

    Observatorium Suriah, yang mengandalkan jaringan sumber di Suriah, mengatakan 826 orang, sebagian besar kombatan tetapi juga termasuk 111 warga sipil, telah tewas sejak serangan dimulai minggu lalu.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa kekerasan tersebut telah menyebabkan 280.000 orang mengungsi, dan memperingatkan bahwa jumlah tersebut dapat meningkat hingga 1,5 juta orang.

    Kepala Observatory, Rami Abdel Rahman mengatakan terjadi “eksodus besar-besaran warga Alawi Suriah dari sejumlah wilayah di Homs, puluhan ribu orang menuju ke pantai Suriah, karena takut dengan kemajuan pemberontak”.

    Seorang pejuang oposisi Suriah merobek lukisan yang menggambarkan Presiden Suriah Bashar Assad dan mendiang ayahnya Hafez Assad di Bandara Internasional Aleppo di Aleppo, Suriah, 2 Desember 2024. (tangkap layar ToI/Kredit Foto: AP/Ghaith Alsayed)

    Pukulan Telak

    Banyak pemandangan yang disaksikan dalam beberapa hari terakhir tidak akan terbayangkan sebelumnya dalam perang.

    Para pemberontak mengumumkan melalui Telegram penangkapan mereka atas Hama setelah pertempuran jalanan dengan pasukan pemerintah, dan menggambarkannya sebagai “pembebasan kota secara menyeluruh”.

    Banyak warga yang menyambut para pejuang pemberontak. Seorang fotografer AFP melihat beberapa warga membakar poster raksasa Assad di fasad balai kota.

    Militer mengakui kehilangan kendali atas kota tersebut, meskipun Menteri Pertahanan Ali Abbas bersikeras bahwa penarikan pasukan merupakan “tindakan taktis sementara”.

    Dalam sebuah video yang diunggah daring, pemimpin HTS Jolani mengatakan para pejuangnya memasuki Hama untuk “membersihkan luka yang telah berlangsung di Suriah selama 40 tahun”, merujuk pada pembantaian tentara pada tahun 1980-an.

    Dalam pesan lain di Telegram yang mengucapkan selamat kepada “rakyat Hama atas kemenangan mereka,” untuk pertama kalinya ia menggunakan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa, alih-alih nama samaran perangnya.

    Aron Lund, seorang peneliti di lembaga pemikir Century International, menyebut kekalahan Hama sebagai “pukulan telak bagi pemerintah Suriah”.

    Jika Assad kehilangan Homs, itu tidak berarti berakhirnya kekuasaannya, kata Lund, tetapi “tanpa adanya rute aman dari Damaskus ke pantai, saya rasa berakhirlah kekuasaannya sebagai entitas negara yang kredibel.”

    Kepala PBB Antonio Guterres mengatakan pada hari Kamis bahwa eskalasi di Suriah adalah hasil dari “kegagalan kolektif kronis” diplomasi.

    Abu Mohammed al-Julani Baghdad Menjauh dari Suriah, Pasukan Antiteror Irak Kumpul di Perbatasan

    Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Abu Mohammed al-Julani pada tanggal 5 Desember mendesak Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani untuk menjauhkan negaranya dari perang Suriah.

    “Kami mendesak dia (Sudani) untuk menjauhkan Irak dari memasuki tungku baru dari apa yang sedang terjadi di Suriah,” kata Julani dalam pesan video yang diunggah di saluran Telegram kelompok ekstremis tersebut.

    Secara khusus, pemimpin organisasi teroris yang ditetapkan PBB tersebut meminta Baghdad untuk “melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencegah Unit Mobilisasi Populer (PMU)” mendukung Tentara Arab Suriah (SAA).

    PMU, yang juga dikenal sebagai Hashd al-Shaabi, adalah kelompok milisi antiteror yang bersekutu dengan Poros Perlawanan regional. 

    Didirikan pada tahun 2014 dengan dukungan Iran, PMU berperan penting dalam mengalahkan ISIS pada bulan Desember 2017.

    Kelompok tersebut kemudian memperoleh pengakuan pemerintah sebagai kelompok militer semi-resmi dengan hak hukum serupa dengan tentara nasional.

    Sejak dimulainya serangan ekstremis di Suriah barat laut minggu lalu, Baghdad telah mengerahkan ribuan tentara ke perbatasan Irak-Suriah.

    “Pasukan Irak dari Kementerian Pertahanan, badan keamanan pendukung lainnya, dan PMU berada dalam siaga tinggi di sepanjang perbatasan dengan Suriah. Bala bantuan militer telah dikirim ke provinsi Anbar, khususnya ke daerah perbatasan, untuk meningkatkan keamanan dan bersiap menghadapi keadaan darurat,” kata Ali Naama Al-Bindawi, anggota Komite Keamanan dan Pertahanan Parlemen Irak, kepada Shafaq News pada hari Kamis.

    Qassim Muslih, kepala operasi PMU di provinsi Anbar, mengonfirmasi bahwa pengerahan pasukan ke perbatasan Suriah mengikuti arahan Sudani untuk mendukung dan menopang polisi perbatasan. 

    Muslih menambahkan bahwa operasi tersebut bertujuan “untuk meningkatkan kesiapan” pasukan keamanan jika terjadi keadaan darurat.

    Pesan video Julani kepada Perdana Menteri Irak muncul beberapa jam sebelum Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein mengadakan pertemuan puncak tripartit dengan mitranya dari Suriah dan Iran untuk membahas perkembangan keamanan yang berkembang pesat di Suriah dan implikasi regional yang lebih luas.

    “[Jika] pemerintah Suriah meminta Iran untuk mengirim pasukan ke Suriah, kami akan mempertimbangkan permintaan tersebut,” kata Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi awal minggu ini.

    Pada hari Kamis, HTS dan sekutunya – semua faksi yang sebelumnya bersekutu dengan Al-Qaeda dan ISIS – menguasai kota Hama di selatan Aleppo setelah bentrokan hebat dengan SAA. 

    Meskipun mereka terus maju di garis depan, pasukan kedirgantaraan Rusia mengonfirmasi bahwa serangan udara gabungan dengan Suriah telah menewaskan ratusan ekstremis dalam beberapa hari terakhir.

    Para ekstremis yang didukung Turki dan AS melancarkan serangan mendadak di Suriah barat laut minggu lalu, beberapa jam setelah gencatan senjata dimulai antara Lebanon dan Israel. 

    Pada hari Kamis, militer Israel mengumumkan bahwa pasukannya “bersiap untuk skenario apa pun dalam serangan dan pertahanan” di dekat Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki .

     

    (oln/mba/ndtv/tc/*)

  • Panglima Perang HTS Tuntut Baghdad Menjauh dari Suriah, Pasukan Antiteror Irak Kumpul di Perbatasan – Halaman all

    Panglima Perang HTS Tuntut Baghdad Menjauh dari Suriah, Pasukan Antiteror Irak Kumpul di Perbatasan – Halaman all

    Panglima Perang HTS Tuntut Baghdad Menjauh dari Suriah, Pasukan Antiteror Irak Kumpul di Perbatasan

    TRIBUNNEWS.COM- Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Abu Mohammed al-Julani pada tanggal 5 Desember mendesak Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani untuk menjauhkan negaranya dari perang Suriah.

    “Kami mendesak dia (Sudani) untuk menjauhkan Irak dari memasuki tungku baru dari apa yang sedang terjadi di Suriah,” kata Julani dalam pesan video yang diunggah di saluran Telegram kelompok ekstremis tersebut.

    Secara khusus, pemimpin organisasi teroris yang ditetapkan PBB tersebut meminta Baghdad untuk “melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencegah Unit Mobilisasi Populer (PMU)” mendukung Tentara Arab Suriah (SAA).

    PMU, yang juga dikenal sebagai Hashd al-Shaabi, adalah kelompok milisi antiteror yang bersekutu dengan Poros Perlawanan regional. 

    Didirikan pada tahun 2014 dengan dukungan Iran, PMU berperan penting dalam mengalahkan ISIS pada bulan Desember 2017.

     

     

     

     

     

     

    Kelompok tersebut kemudian memperoleh pengakuan pemerintah sebagai kelompok militer semi-resmi dengan hak hukum serupa dengan tentara nasional.

    Sejak dimulainya serangan ekstremis di Suriah barat laut minggu lalu, Baghdad telah mengerahkan ribuan tentara ke perbatasan Irak-Suriah.

    “Pasukan Irak dari Kementerian Pertahanan, badan keamanan pendukung lainnya, dan PMU berada dalam siaga tinggi di sepanjang perbatasan dengan Suriah. Bala bantuan militer telah dikirim ke provinsi Anbar, khususnya ke daerah perbatasan, untuk meningkatkan keamanan dan bersiap menghadapi keadaan darurat,” kata Ali Naama Al-Bindawi, anggota Komite Keamanan dan Pertahanan Parlemen Irak, kepada Shafaq News pada hari Kamis.

    Qassim Muslih, kepala operasi PMU di provinsi Anbar, mengonfirmasi bahwa pengerahan pasukan ke perbatasan Suriah mengikuti arahan Sudani untuk mendukung dan menopang polisi perbatasan. 

    Muslih menambahkan bahwa operasi tersebut bertujuan “untuk meningkatkan kesiapan” pasukan keamanan jika terjadi keadaan darurat.

    Pesan video Julani kepada Perdana Menteri Irak muncul beberapa jam sebelum Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein mengadakan pertemuan puncak tripartit dengan mitranya dari Suriah dan Iran untuk membahas perkembangan keamanan yang berkembang pesat di Suriah dan implikasi regional yang lebih luas.

    “[Jika] pemerintah Suriah meminta Iran untuk mengirim pasukan ke Suriah, kami akan mempertimbangkan permintaan tersebut,” kata Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi awal minggu ini.

    Pada hari Kamis, HTS dan sekutunya – semua faksi yang sebelumnya bersekutu dengan Al-Qaeda dan ISIS – menguasai kota Hama di selatan Aleppo setelah bentrokan hebat dengan SAA. 

    Meskipun mereka terus maju di garis depan, pasukan kedirgantaraan Rusia mengonfirmasi bahwa serangan udara gabungan dengan Suriah telah menewaskan ratusan ekstremis dalam beberapa hari terakhir.

    Para ekstremis yang didukung Turki dan AS melancarkan serangan mendadak di Suriah barat laut minggu lalu, beberapa jam setelah gencatan senjata dimulai antara Lebanon dan Israel. 

    Pada hari Kamis, militer Israel mengumumkan bahwa pasukannya “bersiap untuk skenario apa pun dalam serangan dan pertahanan” di dekat Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki .

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Oposisi Rebut Kota Aleppo, Idlib dan Hama, Israel-AS: Rezim Suriah Mulai Runtuh – Halaman all

    Oposisi Rebut Kota Aleppo, Idlib dan Hama, Israel-AS: Rezim Suriah Mulai Runtuh – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok oposisi Suriah mengumumkan mereka telah merebut kota Hama pada Kamis (5/12/2024).

    Hama menjadi kota ketiga yang diklaim telah dikuasai oleh oposisi, setelah Aleppo dan Idlib.

    Perkembangan ini merupakan pukulan baru bagi rezim Presiden Bashar Al-Assad dari Partai Ba’ath dan sekutunya, Rusia dan Iran.

    Kota Hama merupakan pusat militer utama yang menghubungkan wilayah-wilayah di Suriah.

    Sejumlah lokasi penting di Hama di antaranya bandara militer Hama, depot senjata, barak tentara, Sekolah Infanteri Mekanis dan Direktorat Intelijen Militer.

    Selain itu, tingkat militerisasi di kota Hama lebih rendah daripada kota Damaskus dan Homs di mana militer Suriah mendominasi ruang publik.

    Hama juga menjadi kota penting secara politik dan simbolis, di mana pada tahun 1982 terjadi protes anti-rezim Partai Ba’ath yang digelar secara besar-besaran sejak tahun 1960.

    Setelah merebut kota Hama, oposisi akan terus bergerak ke selatan untuk menguasai kota lain.

    “Kami bersiap untuk terus bergerak ke selatan menuju Homs,” kata oposisi, Kamis.

    Homs adalah kota persimpangan besar di Suriah yang menghubungkan ibu kota Damaskus ke utara dan pesisir.

    “Waktumu telah tiba,” lanjutnya.

    Oposisi merebut Aleppo, kota utama di Suriah utara pada minggu lalu dan terus bergerak ke selatan.

    Sebelum direbut, pertempuran telah berkecamuk di sekitar desa-desa di luar kota Hama selama dua hari, seperti diberitakan Asharq Al-Aawsat.

    Salah satu oposisi, pemimpin Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), Abu Muhammad al-Julani, mengatakan pemberontakan ini demi membersihkan kota-kota itu dari luka yang berlangsung puluhan tahun.

    Israel-AS: Rezim Assad di Suriah Mulai Runtuh

    Kabinet militer Israel membahas pemberontakan di Suriah, di mana kelompok oposisi bersenjata baru-baru ini mengklaim telah merebut tiga kota penting, Aleppo, Idlib dan Hama.

    “Intelijen Israel menemukan keruntuhan garis pertahanan tentara Suriah yang lebih cepat dari perkiraan dalam pertempuran dengan pemberontak di timur laut negara itu,” lapor Channel 12, mengutip dua pejabat senior Israel, Kamis (5/12/2024).

    Sementara itu, seorang pejabat senior AS membenarkan intelijen AS juga memantau runtuhnya pertahanan tentara Suriah.

    “Ini adalah tantangan terbesar bagi rezim Assad dalam dekade terakhir,” kata pejabat itu.

    Ia mengatakan, kemungkinan akan ada perubahan strategis di Suriah.

    Perang Saudara di Suriah

    Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar Al-Assad dari Partai Ba’ath selama puluhan tahun.

    Bashar Al-Assad berkuasa sejak tahun 2000 setelah sebelumnya ayahnya, Hafez Al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi presiden Suriah selanjutnya.

    Rezim Hafez merevisi aturan usia calon presiden sehingga Bashar Al-Assad dapat mencalonkan diri.

    Selama protes tahun 2011, kekerasan meningkat ketika pasukan keamanan Suriah menembaki para demonstran, menewaskan sejumlah orang.

    Di tengah runtuhnya keamanan di Suriah, muncul kelompok pemberontak termasuk HTS dan faksi lainnya yang didukung Turki.

    Pada tahun 2015, Rusia secara militer membantu Assad merebut kembali sebagian besar negara dari HTS, Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS), dan puluhan kelompok bersenjata yang didukung AS yang disebut “pemberontak moderat” oleh Washington.

    Pada tahun 2016, Presiden Bashar Al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan di Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di negara itu.

    Aksi saling serang antara militer Suriah dan kelompok pemberontak masih terjadi, hingga pada tahun 2020, Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata kedua pihak di Suriah.

    HTS dan milisi sekutunya menyerang kota Aleppo yang dikuasai pemerintah di Suriah utara pada hari Rabu (27/11/2024) dan merebut kota Aleppo, Idlib hingga Hama pada hari-hari berikutnya.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Oposisi Rebut Kota Aleppo, Idlib dan Hama, Israel-AS: Rezim Suriah Mulai Runtuh – Halaman all

    4 Pemain Kunci yang Bertempur dalam Perang Suriah: HTS, Loyalis Assad, SNA, dan Pasukan Kurdi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemberontak Suriah baru-baru ini melancarkan serangan kilat terhadap pasukan pemerintah di wilayah barat laut negara itu.

    Serangan ini memicu kembali perang saudara Suriah yang telah berlangsung selama belasan tahun.

    Kelompok pemberontak yang bertempur dalam perang Suriah selama 13 tahun adalah kelompok pejuang yang sangat kompleks.

    Mereka berfokus pada pertempuran melawan berbagai musuh, yang terkadang didukung oleh kekuatan asing.

    Dalam seminggu terakhir, kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menampakkan diri sebagai penantang tangguh bagi Presiden Bashar al-Assad, penguasa Suriah selama hampir seperempat abad.

    Mengutip The Washington Post, berikut ini adalah hal-hal yang perlu diketahui tentang para pemain kunci yang terlibat dalam pertempuran tersebut.

    1. Hayat Tahrir al-Sham (HTS)

    Pemimpin HTS Abu Mohammed al-Jawlani terlihat di garis depan pertempuran dalam sebuah video (via BBC)

    Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merupakan kelompok yang memimpin serangan terbaru terhadap pasukan pemerintah Suriah.

    Selama lebih dari satu dekade, HTS dikenal sebagai penantang berat rezim Assad.

    HTS merupakan penerus afiliasi al-Qaeda, Jabhat al-Nusra.

    Tujuan kelompok tersebut adalah untuk menegakkan pemerintahan Islam di Suriah.

    Dalam beberapa tahun terakhir, HTS menggunakan dominasinya di Suriah barat laut, tempat kelompok tersebut dikekang oleh pasukan pemerintah, untuk membangun kembali kekuatan pasukan oposisi yang tersisa, menjadi pasukan tempur.

    HTS juga berupaya melembutkan citranya.

    Setelah berafiliasi dengan al-Qaeda, kelompok ini kini menjauhkan diri dari akar ekstremisnya.

    HTS lebih berfokus pada penyediaan layanan pemerintah bagi jutaan orang di provinsi Idlib melalui Pemerintahan Keselamatan Suriah yang masih baru, administrator de facto wilayah yang dikuasai HTS.

    Dalam pernyataan terbaru, kelompok ini mengatakan akan melindungi situs budaya dan keagamaan di Aleppo, termasuk gereja.

    Kelompok ini juga menguasai perbatasan Bab al-Hawa menuju Turki, koridor penting untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke wilayah yang dikuasai pemberontak.

    Departemen Luar Negeri AS menetapkan HTS sebagai organisasi teroris asing.

    2. Pasukan Pemerintah Suriah atau Loyalis Assad

    (FILES) Gambar selebaran ini dirilis oleh halaman Facebook Kepresidenan Suriah pada 7 Desember 2020, menunjukkan Presiden Suriah Bashar al-Assad menyampaikan pidato pada pertemuan berkala yang diadakan oleh Kementerian Wakaf di Masjid Al-Othman, di Damaskus. (Handout / Halaman Facebook Kepresidenan)

    Pasukan pemerintah yang setia kepada Assad pernah berhasil menggagalkan upaya untuk menggulingkan rezimnya sejak protes antipemerintah pertama kali meletus pada tahun 2011.

    Ketika pasukan Assad menindak dengan keras, protes yang awalnya damai tersebut berubah menjadi pemberontakan besar-besaran, yang membentuk garis besar konflik saat ini.

    Pada tahun 2020, pasukan pemerintah Suriah (yang didukung oleh Iran, Rusia, dan kelompok militan Lebanon, Hizbullah) berhasil menahan pemberontak oposisi di sudut barat laut Suriah.

    Rusia secara efektif bertindak sebagai angkatan udara Assad sejak tahun 2015.

    Dalam seminggu terakhir, pasukan pemerintah tiba-tiba tampak kehilangan kendali.

    Pemberontak merebut kendali sebagian besar Aleppo, kota besar Suriah yang direbut kembali oleh pasukan Assad pada tahun 2016.

    Militer rezim Suriah mengatakan bahwa mereka mengerahkan kembali pasukan dari wilayah yang dikuasainya di provinsi Aleppo dan Idlib, dibantu oleh pemboman dari angkatan udara gabungan Suriah-Rusia.

    Pada hari Minggu (1/12/2024), menteri luar negeri Iran mengunjungi Damaskus untuk menunjukkan dukungannya terhadap rezim Assad.

    Dalam sebuah wawancara hari Minggu di acara “Meet the Press” NBC, penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan menyatakan bahwa momentum serangan pemberontak terkait dengan melemahnya pendukung utama Assad, yakni Rusia, Iran, dan Hizbullah, dalam konflik di tempat lain di Timur Tengah.

    3. Syrian National Army (SNA) atau Tentara Nasional Suriah

    Syrian National Army (Al Sharq Strategic Research)

    Tentara Nasional Suriah (SNA) adalah koalisi atau gabungan pasukan yang didukung Turki yang juga telah mengambil bagian dalam pertempuran terbaru, terutama melawan pejuang Kurdi di Suriah utara.

    Sebagai informasi, Kurdi adalah kelompok etnis terbesar keempat di Timur Tengah, mengutip BBC.

    Sekitar 25 hingga 35 juta suku Kurdi mendiami wilayah pegunungan yang membentang di perbatasan Turki, Irak, Suriah, Iran, dan Armenia.

    Namun, Kurdi tidak pernah memperoleh negara bangsa yang permanen.

    Di masa lalu, SNA membantu memerangi pemerintah Assad dan militan ISIS, serta HTS dan organisasi pendahulunya.

    Berbasis di wilayah utara Suriah di sepanjang wilayah perbatasan dengan Turki, sebagian besar faksi SNA terdiri dari pejuang Arab Suriah, termasuk mereka yang tergabung dalam kelompok pemberontak pertama, Free Syrian Army atau Tentara Pembebasan Suriah.

    Kantor berita pemerintah Turki, Anadolu, melaporkan bahwa SNA berpartisipasi dalam serangan pemberontak baru-baru ini, dengan mengklaim telah merebut bandara militer di Aleppo.

    Pasukan proksi Turki ini juga telah bertempur melawan pejuang Kurdi Suriah yang bersekutu dengan AS.

    Turki menganggap Kurdi Suriah sebagai teroris karena hubungan mereka dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) Turki, sebuah kelompok militan yang telah melancarkan serangan di dalam Turki atas nama nasionalisme Kurdi.

    Di masa lalu, para ahli PBB menuduh pejuang SNA melakukan pelanggaran besar, termasuk eksekusi tanpa pengadilan, pemukulan, penculikan, dan penjarahan di wilayah yang berada di bawah kendali Turki.

    4. Pasukan Kurdi

    Pasukan Demokratik Suriah (SDF) (Rudaw)

    Pasukan Demokratik Suriah (SDF) merupakan gabungan kelompok militan pimpinan Kurdi yang berpusat di Suriah timur laut, yang didukung oleh Amerika Serikat untuk memerangi ISIS.

    Pada tahun 2019, Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, menarik pasukan AS dari Suriah utara.

    Hal itu membuka jalan bagi Turki untuk melancarkan invasi.

    Selain pertempuran SDF melawan ekstremis Islam, SDF juga terlibat dalam konflik paralel melawan Turki dan pejuang yang didukung Turki.

    Turki menentang SDF karena hubungannya dengan PKK, dan telah lama memandang keberadaannya di dekat perbatasan Turki sebagai ancaman.

    Kelompok pemberontak Kurdi tidak bersekutu dengan mereka yang memimpin serangan terbaru ini.

    Dalam seminggu terakhir, SDF mengatakan mereka berjuang untuk menahan laju pejuang yang didukung Turki yang berpartisipasi dalam serangan yang dipimpin HTS.

    Pada hari Senin, Jenderal SDF Mazloum Kobane Abdi mengumumkan evakuasi pejuang Kurdi dan warga sipil dari Aleppo.

    Ia mengatakan pasukan Kurdi berkomunikasi dengan semua pihak di Suriah untuk mengamankan jalur yang aman dari kota tersebut ke wilayah Suriah yang dikuasai Kurdi di sebelah timur.

    Para analis mengatakan waktu serangan ini bertepatan dengan melemahnya pendukung rezim Assad.

    “Ini ada hubungannya dengan geopolitik dan peluang lokal,” kata Emile Hokayem, peneliti senior untuk keamanan Timur Tengah di Institut Internasional untuk Studi Strategis.

    “Pemberontakan secara umum telah berkumpul kembali, dipersenjatai kembali, dan dilatih ulang untuk sesuatu seperti ini.”

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Bakal Kembali Ajukan Grasi, Keluarga Ali Imron Berharap Dikabulkan Presiden Prabowo

    Bakal Kembali Ajukan Grasi, Keluarga Ali Imron Berharap Dikabulkan Presiden Prabowo

    Lamongan (beritajatim.com) – Keluarga Ali Imron, yang merupakan narapidana terorisme (napiter) dari kasus Bom Bali I, akan kembali mengajukan grasi kepada presiden.

    Keterlibatan Ali Imron dalam kasus Bom Bali pada tahun 2002 tersebut membuatnya dijatuhi vonis hukuman penjara seumur hidup pada tahun 2003.

    Ali Fauzi, adik kandung dari Ali Imron, menyampaikan bahwa pengajuan grasi kepada Presiden Prabowo tersebut merupakan permintaan dari sang ibu, Tatiyem.

    “Ibunda yang 5 tahun belakangan ini terus menerus minta kepada saya untuk menguruskan grasi untuk mas Ali Imron,” kata Ali Fauzi kepada wartawan, Kamis (5/12/2024).

    Pria yang merupakan pendiri sekaligus ketua Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) tersebut mengaku selama ini sudah 5 kali mengajukan grasi.

    Namun upayanya selalu gagal, meskipun segala kebutuhan administrasi mulai dari tingkat bawah hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah dilengkapi.

    “Bapas (Balai Pemasyarakatan) sudah menyetujui. Kalapas Cipinang juga menyetujui, Dirjen Pas (Direktur Jendral Pemasyarakatan), Kapolri, Kepala BNPT mendukung. Tapi kemudian kita mentok di Istana (Presiden),” tuturnya.

    Ali Fauzi mengaku akan terus berusaha agar kakaknya Ali Imron bisa mendapatkan keringanan hukuman, dengan kembali mengajukan grasi kepada Presiden Prabowo.

    “Mudah-mudahan Pak Prabowo mau merespon permintaan ibunda Tariyem yang anaknya, Ali Imron, sudah mendekam hampir 22 tahun di penjara. Saya hampir setiap hari juga menangis jika mendengar keluhan dari ibu,” ujarnya.

    “Dia bilang 2 kakakmu sudah ditembak mati, ini yang satu kok nggak pulang-pulang, nggak bebas-bebas. Tapi itu kan memang kewenangan pemerintah,” lanjutnya.

    Ali Fauzi mengaku terkadang merasa cemburu terhadap beberapa narapidana yang mendapat vonis hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati, yang akhirnya bisa bebas.

    “Saya juga sebagai manusia biasa juga merasa cemburu sebenarnya. Karena pada beberapa kasus narkoba misalkan, Mary Jane beberapa minggu lalu diekstradisi ke Filipina dan kemudian dibebaskan. Padahal vonisnya kan vonis mati,” ucapnya.

    Selain Mary Jane, kata Ali Fauzi, para narapidana kasus narkoba di Bali yang terkenal dengan sebutan Bali Nine, rencananya juga akan dipulangkan ke negara asalnya, Australia.

    “Saya harapkan juga ini ada keseimbangan di dalam memperlakukan antara napi narkoba dan napi teroris,” kata Ali Fauzi.

    Apalagi menurut Ali Fauzi, jasa Ali Imron terhadap keberhasilan penanggulangan terorisme dan paham radikal melalui program deradikalisasi sangatlah besar.

    “Mas Ali Imron pertaruhkan nama baiknya, nyawanya juga, ketika moderasi beragama, deradikalisasi menjadi hinaan kelompok JI (Jamaah Islamiyah) maupun ISIS. Tapi beliau lakukan itu,” katanya.

    “Dan hasilnya sekarang ada ratusan yang sekarang mengikuti jejak mas Ali Imron (kembali ke pangkuan NKRI). Nah saya pikir juga perlu ada apresiasi dari pemerintah, khususnya bapak Presiden Prabowo,”sambungnya.

    Menurut Ali Fauzi, ibunya yang kini telah berusia 99 tahun dan mulai menderita lumpuh, sangat mengharapkan Ali Imron bisa bebas. Terakhir kali Ibu Tariyem bertemu Ali Imron sekitar 5 tahun lalu.

    “Harapan saya kali ini dan supaya juga ibu sebelum meninggal dunia, Mas Ali Imron bisa bebas. Karena ibu ngomong kalau nggak mau mati duku sebelum mas Ali Imron bebas. Sekarang umur ibu sudah mendekati 100 tahun,” ucap Ali Fauzi. [fak/suf]