Organisasi: Hizbullah

  • Tolak Lucuti Senjata, Hizbullah Ancam ‘Tak Ada Kehidupan’ di Lebanon

    Tolak Lucuti Senjata, Hizbullah Ancam ‘Tak Ada Kehidupan’ di Lebanon

    Beirut

    Pemimpin kelompok Hizbullah, Naim Qassem, memperingatkan pemerintah Lebanon untuk tidak memicu konfrontasi dengan kelompoknya terkait keputusan pemerintah Beirut melucuti persenjataan Hizbullah. Qassem bahkan mengancam “tidak akan ada kehidupan” di Lebanon jika konfrontasi semacam itu terjadi.

    Qassem, seperti dilansir Reuters dan AFP, Jumat (15/8/2025), mengatakan bahwa Hizbullah dan sekutunya, gerakan Amal, memutuskan untuk menunda aksi protes jalanan terhadap rencana perlucutan senjata yang didukung Amerika Serikat (AS), karena pihaknya masih melihat ruang untuk dialog dengan pemerintah Lebanon.

    Qassem mengingatkan bahwa melucuti senjata Hizbullah akan merusak keamanan nasional Lebanon. Dia juga memperingatkan jika senjata Hizbullah disingkirkan, maka pemerintah Lebanon akan bertanggung jawab atas kerusuhan internal atau pertempuran yang mungkin terjadi akibat keputusan itu.

    “Pemerintah sedang melaksanakan perintah Amerika-Israel untuk mengakhiri perlawanan, bahkan jika itu mengarah pada perang sipil dan pertikaian internal,” kata Qassem dalam pidatonya yang disiarkan televisi terkait Hizbullah.

    “Perlawanan tidak akan menyerahkan senjatanya selama agresi berlanjut, selama pendudukan berlanjut, dan kami akan melancarkan pertempuran ala Karbala jika diperlukan, dan kami meyakini bahwa kami akan menang,” tegasnya, merujuk pada agresi dan pendudukan Israel.

    Qassem juga memperingatkan bahwa aksi protes apa pun yang mungkin terjadi di masa mendatang dapat mencapai gedung Kedutaan Besar AS di Beirut.

    Lebih lanjut, Qassem melontarkan ancaman jika pemerintah Lebanon berusaha melucuti persenjataan Hizbullah secara paksa. “Tidak akan kehidupan di Lebanon,” tegasnya.

    Dalam pidatonya, Qassem menuduh pemerintah Lebanon “menyerahkan” negaranya kepada Israel dengan mendorong perlucutan senjata Hizbullah. Dia memperingatkan bahwa Hizbullah akan berjuang untuk mempertahankan persenjataannya.

    “Tugas pemerintah adalah membangun negara, bukan menyerahkannya kepada musuh Israel dan Amerika. Bagaimana Anda, dalam pemerintahan Lebanon, menerima untuk memfasilitasi pembunuhan mitra Anda di tanah air ini?” ucapnya.

    Dia mendesak pemerintah Beirut untuk “tidak menyerahkan negara ini kepada agresor Israel yang tidak pernah puas atau tiran Amerika dengan keserakahan yang tidak terbatas”.

    Pernyataan dan ancaman Qassem itu disampaikan setelah pertemuan dengan kepala keamanan tertinggi Iran, Ali Larijani, yang negaranya telah sejak lama mendukung kelompok Hizbullah.

    Hizbullah muncul dalam kondisi sangat lemah akibat perang tahun lalu dengan Israel, dan di bawah tekanan AS, pemerintah Lebanon telah memerintahkan militer negara itu untuk menyusun rencana perlucutan senjata Hizbullah pada akhir tahun.

    Pada Selasa (12/8) waktu setempat, Presiden Lebanon Joseph Aoun menegaskan kepada seorang pejabat senior Iran bahwa tidak ada kelompok di Lebanon yang diizinkan memiliki senjata atau bergantung pada dukungan asing.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kiamat Air di Negara Arab, Warga Antre Beli-Danau Kering Kerontan

    Kiamat Air di Negara Arab, Warga Antre Beli-Danau Kering Kerontan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Krisis air melanda Lebanon. Hal ini nampak dari pasokan air pemerintah di Beirut yang mengalami kekurangan terburuk dalam beberapa tahun.

    Kejadian ini pun memaksa warga untuk membeli air yang didistribusikan dengan truk. Setelah curah hujan yang mencapai rekor terendah dan sumur-sumur lokal mengering, sektor publik yang tidak efisien kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar. 

    “Air pemerintah biasanya datang setiap dua hari, sekarang menjadi setiap tiga hari,” kata Rima Al Sabaa, 50, saat mencuci piring dengan hati-hati di Burj Al Baranjeh, pinggiran selatan Beirut, kepada AFP, Kamis (14/8/2025).

    Ia menambahkan, bahkan ketika air pemerintah mengalir, hanya sedikit yang menetes ke tangki penampungan keluarganya.

    Begitu habis, mereka harus membeli air yang diangkut dengan truk, yang dipompa dari mata air dan sumur pribadi. Air ini harganya lebih dari US$ 5 (Rp 90 ribu) per 1.000 liter dan hanya bertahan beberapa hari. Kualitasnya yang payau juga membuat perabot berkarat. Di beberapa area, harganya bahkan bisa dua kali lipat.

    Seperti banyak warga Lebanon, Sabaa, yang berprofesi sebagai asisten lansia, mengandalkan air botol untuk minum. Namun, di tengah krisis ekonomi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dan dampak perang Israel-Hizbullah, biaya-biaya ini terus membengkak.

    “Dari mana saya harus mendapatkan uangnya?” keluhnya.

    Kelangkaan air sudah lama menjadi masalah umum di Lebanon. Pemerintah sendiri mengakui bahwa hanya sekitar setengah dari populasi yang “memiliki akses yang teratur dan memadai terhadap layanan air publik”.

    Menurut strategi air nasional, fasilitas penyimpanan permukaan seperti bendungan tidak memadai. Selain itu, setengah dari pasokan air pemerintah dianggap “air non-pendapatan,” hilang karena kebocoran pipa dan sambungan ilegal.

    Penjatahan Air

    Menteri Energi dan Air, Joseph Saddi, mengatakan pekan lalu bahwa “situasi saat ini sangat sulit”. Kelangkaan ini terasa berbeda di berbagai wilayah di Beirut Raya, di mana banyak tangki air berjejer di atap, truk-truk air memenuhi jalanan, dan sebagian besar warga yang terhubung dengan jaringan pemerintah tidak memiliki meteran air.

    Bulan lalu, pemerintah meluncurkan kampanye yang mendorong konservasi air, menampilkan mata air dan danau yang mengering atau berkurang di seluruh negeri. Di utara ibu kota, level air di beberapa bagian stasiun pompa Dbayeh terlihat rendah, padahal seharusnya mengalir deras.

    “Saya sudah 33 tahun bekerja di sini dan ini adalah krisis terburuk dalam hal jumlah air yang kami terima dan dapat dipompa ke Beirut,” kata pekerja stasiun pompa tersebut, Zouhair Azzi/

    Antoine Zoghbi dari Beirut and Mount Lebanon Water Establishment mengatakan penjatahan air di Beirut biasanya dimulai pada Oktober atau November, setelah musim panas dan sebelum musim hujan.

    “Namun, tahun ini dimulai beberapa bulan lebih awal karena kami kekurangan 50% dari jumlah air yang dibutuhkan di beberapa mata air,” katanya kepada AFP bulan lalu.

    Penjatahan dimulai di beberapa sumur pada Juni untuk mengurangi risiko penggunaan berlebihan dan masuknya air laut. Zoghbi menekankan perlunya penyimpanan tambahan, termasuk bendungan.

    Pada Januari, Bank Dunia menyetujui pendanaan lebih dari US$ 250 juta (Rp 4 triliun) untuk meningkatkan layanan air di Beirut Raya dan sekitarnya. 

    Pada tahun 2020, Bank Dunia membatalkan pinjaman untuk sebuah bendungan di selatan ibu kota setelah para aktivis lingkungan mengatakan proyek itu dapat merusak lembah yang kaya akan keanekaragaman hayati.

     

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 100 Hari Kanselir Merz, Ada Retakan di Pemerintahan Jerman?

    100 Hari Kanselir Merz, Ada Retakan di Pemerintahan Jerman?

    Jakarta

    Sebelum genap 100 hari pun, surat kabar bersirkulasi terbesar di Jerman, Bild, sudah menjatuhkan vonis terhadap masa jabatan Kanselir Jerman Friedrich Merz.

    Harian konservatif itu menyebut Merz sebagai “kanselir yang kesepian harus menjelaskan kesalahan terbesarnya,” demikian bunyi editorial Bild pekan ini. Pernyataan itu merujuk pada keputusan Merz untuk menghentikan pengiriman senjata tambahan ke Israel yang berpotensi digunakan dalam perang di Gaza.

    Pembatasan ekspor senjata ke Israel diputuskan Merz tanpa melalui pembahasan internal di Partai CDU. Menurut Bild, dia juga tidak melibatkan rekan koalisi Uni Kristen Sosial (CSU) dalam pembuatan keputusan.

    Polemik itu menjadi salah satu dari serangkaian keputusan mendadak dan perubahan arah yang ditetapkannya sejak menjabat.

    Masa jabatan Friedrich Merz sejak awal dimulai dengan gejolak. Setelah pemilu pada 23 Februari 2025, ketika Bundestag berkumpul untuk memilih kepala pemerintahan, banyak pengamat saat itu berharap akan munculnya stabilitas politik.

    Pemerintahan sebelumnya yang terdiri dari koalisi sayap kiri-tengah, yakni Partai SPD, Partai Hijau, dan Partai Liberal Demokrat (FDP), runtuh hanya dalam tiga tahun, usai diwarnai pertikaian internal, terutama soal anggaran.

    Sementara itu, partai sayap kanan AfD berhasil menggandakan perolehan suara menjadi 20,8%. Survei dari lembaga Forsa awal Agustus 2025 bahkan menempatkan AfD di atas CDU/CSU, dengan dukungan 26% dibanding 24%.

    Utang pemerintah Jerman membengkak

    Pemerintah baru Merz sudah berusaha membuat gebrakan sebelum dilantik. Bersama Partai Hijau, yang kini berada di oposisi, koalisi CDU/CSU dan SPD berhasil menggalang mayoritas dua pertiga suara di Bundestag untuk mencabut pembatasan utang negara, meski selama kampanye berjanji untuk melindungi “rem utang” dalam konstitusi.

    Alhasil, pemerintahannya kini memiliki tambahan dana sebesar €500 miliar (sekitar Rp8,7 kuadriliun). Secara teori, batasan utang kini tidak lagi berlaku untuk kebijakan modernisasi angkatan bersenjata. Ditambah lagi anggaran sebesar €500 miliar (sekitar Rp8,7 kuadriliun) untuk infrastruktur seperti jalan, rel kereta api, dan sekolah, hingga membiayai inisiatif perlindungan iklim.

    Menteri Keuangan baru dari Partai SPD, Lars Klingbeil, mengatakan “lembaga OECD, Dana Moneter Internasional, Komisi Eropa, atau G7, dalam beberapa tahun terakhir, semua telah mendorong dan menyarankan Jerman untuk berinvestasi lebih banyak dan membuat aturan utang kami lebih fleksibel. Itu tidak mungkin dilakukan awalnya. Namun di pemerintahan sekarang, kami akhirnya melonggarkan aturan tersebut dan kami berinvestasi lebih banyak dari sebelumnya untuk kelangsungan masa depan Jerman.”

    Koalisi pemerintah juga telah melanggar janji kampanye lain, yakni keringanan dalam tarif listrik bagi masyarakat. Alih-alih, pemerintah mengumumkan pengurangan pajak listrik hanya untuk sektor industri, pertanian, dan kehutanan, dengan alasan tidak ada anggaran untuk pengurangan harga listrik secara menyeluruh.

    Fokus dalam kebijakan luar negeri

    Dalam 100 hari pertama, Merz banyak berkutat dalam urusan luar negeri. Tak lama setelah terpilih, dia melakukan kunjungan penting ke ibu kota Kyiv bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer untuk menunjukkan solidaritas Eropa kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

    Pada awal Juni 2025, dia bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih dan mendapat sambutan hangat, yang terkesan kontras dengan sejumlah pemimpin lain. Merz juga tampak percaya diri dalam KTT Uni Eropa dan NATO.

    Sikap Merz yang sangat vokal dalam isu geopolitik membuat peran Menteri Luar Negeri Johann Wadephul acap tersisih. Kadang, pilihan kata Merz yang blak-blakan memicu kontroversi, seperti saat dia menyebut serangan Israel ke Iran pada 13 Juni 2025 sebagai “pekerjaan kotor yang dilakukan Israel untuk kita semua. Kita juga korban rezim ini. Rezim mullah ini telah membawa kematian dan kehancuran ke dunia. Dengan serangan, darah, dan gemuruh. Dengan Hizbullah, dengan Hamas.”

    Pembatasan imigrasi

    Pada urusan dalam negeri, isu pengendalian imigrasi ilegal menjadi fokus utama pemerintahan baru Jerman. Menteri Dalam Negeri Alexander Dobrindt dari Partai CSU bergerak cepat memperketat kontrol perbatasan, termasuk menolak permohonan suaka. Kebijakan ini juga dikritik karena dianggap melanggar hukum Uni Eropa (UE).

    Polandia, jiran di perbatasan timur, merespons keputusan Jerman dengan menerapkan kontrol perbatasan yang menyebabkan kemacetan panjang. Dobrindt membela kebijakannya dengan mengatakan “UE adalah kawasan yang terbuka. Namun, kami tidak ingin penyelundup ilegal, perdagangan manusia dan geng kriminal yang menentukan siapa yang boleh masuk ke wilayah (Jerman). Kami ingin keputusan politik yang menetapkan jalur legal ke Eropa, bukan menyerahkannya pada kejahatan.”

    Retakan dalam koalisi

    Sidang terakhir Bundestag sebelum libur musim panas ditutup dengan ketegangan. Agenda utama adalah pengangkatan tiga hakim baru untuk Mahkamah Konstitusi Federal. Biasanya, koalisi menyepakati nama-nama secara damai demi menjaga reputasi lembaga tinggi tersebut.

    Namun, kali ini, puluhan anggota konservatif menolak calon dari Partai SPD, Frauke Brosius-Gersdorf, meski sudah disetujui oleh komite bipartisan. Penolakan dipicu oleh kampanye di media sosial sayap kanan yang menyalahartikan pandangannya soal aborsi. Pada hari pemungutan suara, muncul tuduhan plagiarisme yang meragukan dan pemilihan pun dibatalkan.

    Partai SPD menyebut situasi itu sebagai pelanggaran kepercayaan serius. Meski Partai SPD tetap mendukung, Brosius-Gersdorf akhirnya menarik pencalonannya. Masalah penunjukan hakim ini akan berlanjut setelah masa reses musim panas dan menjadi krisis besar pertama dalam koalisi, yang mencoreng kinerja pemerintahan Merz setelah 100 hari menjabat.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman.

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Gempar Israel Ingin Kuasai Gaza, Gimana Masa Depan Hamas?

    Gempar Israel Ingin Kuasai Gaza, Gimana Masa Depan Hamas?

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan niatnya untuk menguasai seluruh Gaza, meskipun ia mengeklaim “tidak ingin terus mendudukinya”. Lantas, bagaimana masa depan Hamas di Gaza dan akankah mereka terus bertahan?

    Beberapa hari sebelum pernyataan Netanyahu itu, kelompok bersenjata Hamas menegaskan kembali mereka menolak untuk meletakkan senjata kecuali negara Palestina yang berdaulat berdiri.

    Pernyataan ini menanggapi salah satu tuntutan utama Israel dan AS dalam perundingan gencatan senjata di Gaza.

    Israel menganggap perlucutan senjata Hamas sebagai salah satu dari beberapa syarat utama bagi kesepakatan apa pun untuk mengakhiri konflik.

    Dalam sebuah konferensi internasional PBB yang diketuai bersama oleh Arab Saudi dan Prancis di New York pekan lalu, 17 negara, Uni Eropa, dan Liga Arab mengeluarkan deklarasi.

    Deklarasi itu menyerukan agar Hamas meletakkan senjata dan menyerahkan kendali Gaza guna mengakhiri perang.

    Mesir dan Qatar, yang biasanya menjadi mediator dalam perundingan mengenai Gaza, juga mencantumkan nama mereka dalam komunike itu. Namun, Israel dan AS tidak ikut menandatanganinya.

    Hamas akan lanjutkan pertempuran bersenjata

    Seorang pemimpin Hamas mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa kelompoknya tidak akan menyerahkan senjata, “bahkan peluru bekas sekalipun”.

    Pernyataannya menegaskan kembali bahwa kelompok itu bersedia melanjutkan pertempuran bersenjatanya kecuali negara Palestina didirikan.

    Amr Alfiky / ReutersGhazi Hamad, pemimpin Hamas mengatakan kepada Al-Jazeera.

    Hossam Al-Dajany, profesor politik Palestina di Universitas Al-Ummah Gaza, meyakini, setelah konferensi itu, perhatian media banyak tertuju pada Pasal 11 dari deklarasi New York.

    Deklarasi resmi yang dirilis dari konferensi itu mengutip Pasal 11 yang menyatakan: “Tata kelola pemerintahan, penegakan hukum, dan keamanan di seluruh wilayah Palestina harus sepenuhnya berada di bawah otoritas Palestina.”

    Mungkin Anda tertarik:

    Al-Dajany menunjukkan beberapa dari 41 pasal lain dalam dokumen tersebut menyerukan pembentukan negara Palestina dan koeksistensinya dengan Israel.

    Menurutnya, hal ini berarti deklarasi itu menyebutkan sejumlah cara yang dapat mewujudkan berdirinya negara Palestina.

    “Jika [sisa] deklarasi New York diterapkan, Pasal 11 akan [sudah] terpenuhi,” ujar Al-Dajany kepada BBC.

    Negara Palestina

    Hamas ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS, Inggris, dan negara-negara Barat lainnya.

    Kelompok ini menyatakan, setelah negara Palestina terbentuk, mereka akan menyerahkan senjata kepada otoritas Palestina yang akan datang.

    Namun, para analis menilai, Hamas telah kehilangan sebagian besar kendalinya atas Gaza.

    Meskipun demikian, Hamas masih mempertahankan kehadirannya sebagai badan pemerintahan di wilayah tersebut.

    Haitham Imad / EPA-EFE / REX / ShutterstockSeorang perwakilan Palang Merah berdiri di samping pasukan Hamas.

    Unit keamanan yang baru mereka bentuk, Sahmatau dikenal sebagai Unit Panahberoperasi dengan tujuan menjaga ketertiban umum dan mencegah penjarahan.

    Sebagian warga sipil Palestina telah menyuarakan kemarahan mereka terhadap Hamas, dan kelompok itu telah menindak tegas aksi protes.

    Makanan dan bantuan sangat langka, sesuai dengan peringatan lembaga bantuan dan PBB, banyak orang meninggal karena kelaparan.

    Khamis Al-Rifi / ReutersSkenario terburuk kelaparan sedang terjadi di Gaza, menurut Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) yang didukung PBB pada akhir Juli.

    Banyak analis meyakini para pasukan Hamas kini kewalahan dan tidak menyangka akan berada dalam kondisi yang lemah seperti sekarang, ketika melancarkan serangan 7 Oktober.

    Para pejuang Hamas sudah kelelahan, 22 bulan setelah respons militer Israel terhadap serangan tersebut.

    EPASekelompok pasukan Hamas bersenjata saat penyerahan sandera Israel pada Februari lalu.

    Berdasarkan laporan dari sumber-sumber lokal, kelompok Hamas masih memiliki senjata, tetapi persediaannya terus menurun.

    Mereka dilaporkan mengandalkan pada daur ulang senjata sisa-sisa serangan Israel, terutama bom yang gagal meledak.

    Para pasukan mengambil bahan peledak dari bom tersebut untuk membuat bom rakitan guna menyerang tentara Israel.

    Mohammed Saber / EPA-EFE / REX / ShutterstockSerangan udara Israel telah menyebabkan kerusakan besar pada rumah dan bisnis di Gaza.

    Israel menolak akses bagi wartawan BBC ke Gaza, sehingga kami tidak dapat memverifikasi informasi ini secara independen.

    Di tingkat regional, kelompok pro kemerdekaan Palestina ini, kini memiliki sedikit sekutu yang tersisa.

    Setelah perang 12 hari antara Israel dan Iran, kemampuan Teheran untuk terus mendukung Hamas semakin berkurang.

    EPAMenteri Luar Negeri Inggris David Lammy (tengah kiri) memeluk Perdana Menteri Palestina Mohammad Mustafa di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 29 Juli 2025.

    Milisi Hizbullah di Lebanon, yang berafiliasi dengan Iran, juga telah melemah akibat serangan Israel dan terbunuhnya para pemimpin mereka.

    Hizbullah sendiri sedang menghadapi tuntutan dari pemerintah Lebanon untuk melucuti senjata mereka, sehingga kecil kemungkinannya bagi milisi ini untuk memberikan dukungan eksternal.

    Liga Arab

    Liga Arab telah menandatangani deklarasi New York yang menyerukan agar Hamas melucuti senjata mereka.

    Organisasi ini beranggotakan 22 negara, termasuk negara-negara yang biasanya berteman dan ramah dengan Hamas, seperti Qatar.

    Profesor Yossi Mekelberg, konsultan senior di forum diskusi urusan global Chatham House yang berbasis di London, berpendapat Israel dan AS tetap pada posisi mereka yang biasa.

    Namun, ia menambahkan, nada bicara negara-negara Arab telah berubah.

    Ia menunjukkan, tekanan yang meningkat dari para pemain Arab dan regional dapat membuat Hamas “cukup terisolasi”.

    Para sandera

    Hamas menjadikan sandera Israel yang masih ditawan sebagai alat tawar-menawar.

    Para militan menyandera 251 orang selama serangan pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang.

    Dalam perang berikutnya, lebih dari 60.000 orang tewas akibat serangan militer Israel di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas.

    Menurut AS, setidaknya 20 sandera masih hidup di Gaza, setelah beberapa meninggal dan lainnya dikembalikan ke Israel.

    Dawoud Abu Alkas / ReutersKementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan lebih dari 60.000 orang tewas dalam serangan Israel.

    Pada awal Agustus, Hamas merilis sebuah video sandera Evatar David yang tampak lemah dan kurus.

    Para pengamat mengatakan, Hamas berharap video tersebut akan mendorong keluarga sandera memberikan tekanan lebih lanjut kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar mengakhiri perang.

    Setelah video itu beredar, keluarga sandera mendesak Netanyahu untuk memprioritaskan pembebasan para sandera.

    Pemimpin Hamas terbunuh

    Sejak Oktober 2023, Israel telah membunuh banyak pemimpin tinggi Hamas, termasuk pemimpin utama kelompok itu, Ismail Haniyeh, yang tewas dalam serangan di ibu kota Iran.

    Israel juga membunuh Yehya Sinwar, yang secara luas diyakini sebagai dalang serangan 7 Oktober.

    Menurut Mekelberg, para pemimpin Hamas di dalam Gaza memiliki kepentingan yang berbeda dengan mereka yang berada di luar.

    BBC

    Selain prioritas untuk bertahan hidup secara fisik, “mereka berusaha mempertahankan relevansi politik, yang masih memiliki dukungan untuk mencapai kesepakatan,” katanya.

    Namun, agar kelompok tersebut tetap relevan, para pemimpin yang tersisa harus mengambil keputusan yang sulit.

    Setelah pernyataan Netanyahu pada Kamis (07/08) lalu yang menyatakan niatnya untuk mengambil “kendali penuh” atas Gaza dan “menyingkirkan Hamas,” pilihan bagi kelompok itu semakin menipis dari hari ke hari.

    ReutersPerdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengumumkan rencana untuk mengambil alih kendali penuh atas Gaza.

    Masa depan Hamas

    Jadi, bisakah Hamas bertahan dari perang di Gaza ini?

    Jika negara Palestina terbentuk dan Hamas memenuhi komitmennya, mereka akan melepaskan penggunaan kekuatan bersenjata.

    Namun, pembentukan negara Palestina tampaknya masih jauh, kecuali pemerintah Israel saat ini mengubah posisinya.

    Meskipun hal itu terjadi, bukan berarti Hamas akan hilang.

    Amir Cohen / ReutersBangunan-bangunan yang hancur di Gaza utara, terlihat dari sisi perbatasan Israel.

    Yossi Mekelberg dari Chatham House, memprediksi kelompok itu mungkin masih memiliki kesempatan untuk “membangun kembali dirinya di masa depan” dan tetap menjadi bagian dari kancah politik Palestina.

    Hal ini bisa terjadi dari dalam atau luar wilayah Palestina.

    Banyak hal bergantung pada posisi Israel tentang potensi negara Palestina dan seberapa populer Hamas setelah situasi bencana yang dialami warga Gaza saat ini.

    (ita/ita)

  • Israel Luncurkan Serangan ke Lebanon, 5 Orang Tewas

    Israel Luncurkan Serangan ke Lebanon, 5 Orang Tewas

    Beirut

    Israel meluncurkan serangan udara ke wilayah timur Lebanon. Akibatnya ada lima orang tewas dan melukai 10 orang lainnya.

    Dilansir AFP, Jumat (8/8/2025), serangan Israel ke Lebanon itu menjadi serangan yang terbaru, meskipun ada gencatan senjata dalam perang dengan kelompok militan Hizbullah.

    “Serangan Israel di Jalan Masnaa mengakibatkan jumlah korban awal lima orang tewas dan sepuluh orang luka-luka,” kata Kementerian Kesehatan Lebanon dalam sebuah pernyataan.

    Kantor Berita Nasional milik pemerintah melaporkan bahwa serangan Israel itu mengenai sebuah kendaraan di daerah tersebut, dekat perlintasan perbatasan dengan Suriah.

    Serangan yang dilaporkan terjadi ketika pemerintah Lebanon sedang membahas perlucutan senjata Hizbullah.

    (fas/fas)

  • Iran Dukung Keputusan Hizbullah Tolak Lucuti Persenjataan

    Iran Dukung Keputusan Hizbullah Tolak Lucuti Persenjataan

    Teheran

    Iran menyatakan dukungan terhadap keputusan kelompok Hizbullah yang menolak rencana pemerintah Lebanon untuk melucuti persenjataan kelompok tersebut. Teheran menegaskan pihaknya tidak melakukan intervensi apa pun terhadap keputusan Hizbullah, yang merupakan sekutunya.

    “Keputusan apa pun terkait masalah ini pada akhirnya akan berada di tangan Hizbullah sendiri,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Abbas Araghchi, dalam sebuah wawancara televisi, seperti dilansir AFP, Kamis (7/8/2025).

    “Kami mendukungnya dari jauh, tetapi kami tidak mengintervensi keputusannya,” tegasnya.

    Araghchi menambahkan bahwa Hizbullah telah “membangun kembali kelompok mereka sendiri” setelah mengalami kemunduran selama perang sengit melawan Israel tahun lalu.

    Kelompok Hizbullah sebelumnya menolak untuk melucuti persenjataannya, seperti yang diputuskan oleh kabinet pemerintahan Lebanon pekan ini. Hizbullah menyebut keputusan pemerintah Lebanon itu sebagai “dosa besar” dan mengatakan kelompoknya akan menganggap keputusan itu “seolah-olah tidak ada”.

    “Keputusan ini melemahkan kedaulatan Lebanon dan memberikan kebebasan kepada Israel untuk mengutak-atik keamanan, geografi, politik dan eksistensi masa depannya… Oleh karena itu, kami akan menganggap keputusan ini seolah-olah tidak ada,” tegas Hizbullah dalam tanggapan pertama terhadap keputusan itu.

    Pemerintah Lebanon yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Nawaf Salam, pada Selasa (5/8), mengambil keputusan untuk melaksanakan perlucutan senjata Hizbullah setelah menggelar rapat kabinet maraton selama enam jam.

    Salam menugaskan militer Lebanon untuk “menetapkan rencana implementasi guna membatasi persenjataan” bagi tentara dan pasukan negara sebelum akhir tahun ini. Rencana tersebut akan disampaikan kepada kabinet pada akhir Agustus untuk dibahas dan disetujui.

    Keputusan pemerintah Lebanon itu diambil setelah adanya tekanan besar dari Amerika Serikat (AS) untuk melucuti persenjataan Hizbullah, dan di tengah kekhawatiran Israel akan memperluas serangannya terhadap Lebanon.

    Perlucutan senjata menjadi bagian dari implementasi gencatan senjata yang disepakati pada November 2024 lalu, yang bertujuan mengakhiri pertempuran sengit antara Hizbullah dan Israel yang berlangsung berbulan-bulan.

    Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa hanya militer dan layanan keamanan dalam negeri Lebanon yang seharusnya menjadi satu-satunya kekuatan bersenjata di Lebanon.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan ‘Dosa Besar’

    Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan ‘Dosa Besar’

    Beirut

    Kelompok Hizbullah menolak untuk melucuti persenjataan para petempurnya, seperti yang diputuskan oleh kabinet pemerintahan Lebanon pekan ini. Hizbullah menuduh pemerintah Lebanon telah melakukan “dosa besar” dengan mengambil keputusan semacam itu.

    Pemerintah Lebanon yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Nawaf Salam, pada Selasa (5/8), mengambil keputusan untuk melaksanakan perlucutan senjata Hizbullah setelah menggelar rapat kabinet maraton selama enam jam.

    Salam menugaskan militer Lebanon untuk “menetapkan rencana implementasi guna membatasi persenjataan” bagi tentara dan pasukan negara sebelum akhir tahun ini. Rencana tersebut akan disampaikan kepada kabinet pada akhir Agustus untuk dibahas dan disetujui.

    Keputusan pemerintah Lebanon itu diambil setelah adanya tekanan besar dari Amerika Serikat (AS) untuk melucuti persenjataan Hizbullah, dan di tengah kekhawatiran Israel akan memperluas serangannya terhadap Lebanon.

    Hizbullah, seperti dilansir AFP, Kamis (7/8/2025), memberikan reaksi keras dengan menyebut keputusan pemerintah Lebanon itu sebagai “dosa besar” dan mengatakan bahwa kelompoknya akan menganggap keputusan itu “seolah-olah tidak ada”.

    “Pemerintahan Perdana Menteri Nawaf Salam telah melakukan dosa besar dengan mengambil keputusan untuk melucuti persenjataan Lebanon guna melawan musuh Israel,” sebut kelompok Hizbullah dalam tanggapan pertamanya terhadap keputusan pemerintah Lebanon tersebut.

    “Keputusan ini melemahkan kedaulatan Lebanon dan memberikan kebebasan kepada Israel untuk mengutak-atik keamanan, geografi, politik dan eksistensi masa depannya… Oleh karena itu, kami akan menganggap keputusan ini seolah-olah tidak ada,” tegas pernyataan Hizbullah tersebut.

    Hizbullah juga memandang keputusan tersebut sebagai “hasil dari perintah utusan AS” — merujuk pada Duta Besar AS untuk Turki dan Utusan Khusus AS untuk Suriah, Tom Barrack, yang mengajukan proposal kepada otoritas Lebanon yang isinya menyerukan perlucutan senjata Hizbullah dengan jangka waktu tertentu.

    “Keputusan itu sepenuhnya melayani kepentingan Israel dan membuat Lebanon rentan terhadap musuh Israel tanpa pencegahan apa pun,” ujar Hizbullah dalam pernyataannya.

    Perlucutan senjata itu menjadi bagian dari implementasi gencatan senjata yang disepakati pada November 2024 lalu, yang bertujuan mengakhiri pertempuran sengit antara Hizbullah dan Israel yang berlangsung berbulan-bulan.

    Dalam perjanjian gencatan senjata tersebut, pemerintah Lebanon, termasuk militer dan layanan keamanan dalam negeri, seharusnya menjadi satu-satunya kekuatan bersenjata di Lebanon.

    Selama gencatan senjata berlangsung, Israel terus melancarkan serangan terhadap Hizbullah dan target-target lainnya di wilayah Lebanon. Tel Aviv bahkan mengancam akan terus melancarkan serangan hingga Hizbullah dilucuti persenjataannya.

    Hizbullah, dalam pernyataannya, menegaskan bahwa Israel harus menghentikan serangan-serangannya terlebih dahulu sebelum perdebatan domestik soal persenjataan kelompoknya dan strategi pertahanan baru dapat dilakukan.

    “Kami terbuka untuk berdialog, mengakhiri agresi Israel terhadap Lebanon, membebaskan wilayah, membebaskan para tahanan, berupaya membangun negara, dan membangun kembali apa yang telah dihancurkan oleh agresi brutal,” tegas kelompok yang didukung Iran tersebut.

    Hizbullah menambahkan bahwa pihaknya “siap untuk membahas strategi keamanan nasional”, tetapi tidak di bawah serangan Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Lebanon Desak Militer Lucuti Senjata Hizbullah

    Lebanon Desak Militer Lucuti Senjata Hizbullah

    Jakarta

    Pemerintah Lebanon telah menugaskan militer untuk menyusun rencana yang mengatur hanya institusi negara yang memiliki senjata sebelum akhir tahun 2025.

    Langkah ini secara efektif akan melucuti senjata Hizbullah, sebuah partai politik dan kelompok militan Syiah yang didukung Iran di Lebanon.

    Keputusan kabinet pada Selasa (05/08) ini diambil setelah adanya tekanan besar dari Amerika Serikat (AS) untuk melucuti senjata kelompok tersebut.

    Langkah ini merupakan bagian dari implementasi gencatan senjata November 2024 yang bertujuan mengakhiri lebih dari satu tahun permusuhan antara Israel dan Hizbullah, termasuk dua bulan perang besar-besaran.

    Dalam perjanjian gencatan senjata tersebut, otoritas pemerintah Lebanon, termasuk militer dan layanan keamanan dalam negeri, seharusnya menjadi satu-satunya kekuatan bersenjata di Lebanon.

    Perdana Menteri (PM) Lebanon Nawaf Salam mengatakan, pemerintah “menugaskan militer Lebanon untuk menyusun rencana pelaksanaan pembatasan kepemilikan senjata” hanya untuk militer dan aparat negara lainnya sebelum akhir tahun ini.

    Rencana tersebut akan diajukan ke kabinet sebelum akhir Agustus untuk dibahas dan disetujui, ungkap Salam dalam konferensi pers setelah sesi kabinet marathon yang berlangsung hampir enam jam.

    Kenapa Hizbullah punya banyak senjata?

    Kelompok ini adalah satu-satunya faksi yang mempertahankan senjatanya setelah perang saudara Lebanon 1975-1990, dengan alasan “perlawanan” terhadap Israel.

    Hizbullah telah lama menjadi kekuatan militer terkuat di Lebanon bahkan lebih kuat dari militer negara berkat pendanaan, pelatihan, dan persenjataan dari Iran. Kelompok ini pernah dianggap sebagai aktor non-negara yang memiliki paling banyak senjata di dunia.

    Namun, perang dengan Israel melemahkan Hizbullah secara signifikan, di mana persenjataan mereka dihantam habis-habisan dan banyak pemimpin politik serta militer mereka tewas.

    Akankah Hizbullah setujui pelucutan senjata?

    Pemimpin Hizbullah, Naim Qassem, pada Selasa (05/08) menyatakan bahwa kelompoknya tidak akan melucuti senjata selama serangan Israel terus berlanjut.

    “Setiap jadwal pelaksanaan di bawah… agresi Israel tidak bisa kami setujui,” katanya dalam pertemuan rapat kabinet.

    “Masalahnya, kami harus berikan senjata, tapi tanpa keamanan nasional. Mana mungkin? Kami tidak bisa menerimanya karena kami menganggap kelompok ini bagian fundamental dari Lebanon,” ujar Qassem.

    Hizbullah masih mendapat dukungan signifikan dari komunitas Syiah di Lebanon.

    Namun, survei Arab Barometer yang dilakukan pada awal 2024 menemukan bahwa “meskipun Hizbullah punya pengaruh besar di Lebanon, hanya sedikit warga Lebanon yang benar-benar mendukungnya.”

    Kenapa Israel masih menyerang Lebanon?

    Bentrokan lintas batas antara Hizbullah dan Israel sudah terjadi selama beberapa dekade. Perang terbaru meletus pada Oktober 2023 ketika Hizbullah mulai menembakkan roket ke Israel setelah pembantaian yang dilakukan Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023.

    Israel terus melakukan serangan ke Lebanon meskipun ada gencatan senjata pada November 2024. Israel mengklaim, serangan itu menargetkan gudang senjata dan pejuang Hizbullah, serta menuduh kelompok tersebut berupaya membangun kembali kemampuan militernya.

    Israel mengancam akan terus menyerang Lebanon sampai kelompok itu benar-benar dilucuti.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Khoirul Pertiwi

    Editor: Tezar Aditya dan Hani Anggraini

    Tonton juga video “Hizbullah Ancam Bakal Serang Israel Jika Perang Lebanon Berlanjut” di sini:

    (ita/ita)

  • Hizbullah Ancam Bakal Serang Israel Jika Perang Lebanon Berlanjut

    Hizbullah Ancam Bakal Serang Israel Jika Perang Lebanon Berlanjut

    Pemimpin Hizbullah Naim Qassem mengancam Israel dengan rudal jika negara itu melanjutkan perang besar-besaran di Lebanon. Qassem mengatakan Hizbullah, tentara dan rakyat Lebanon akan membela diri jika Israel terlibat dalam agresi skala besar.

    Hizbullah mengatakan mereka tidak menyetujui perjanjian baru apapun selain yang sudah ada antara Lebanon dan Israel.

  • Houthi Tembakkan Rudal ke Israel, tapi Berhasil Dicegat Militer

    Houthi Tembakkan Rudal ke Israel, tapi Berhasil Dicegat Militer

    Jakarta

    Houthi menembakkan rudal ke Israel. Namun, serangan itu tidak menghancurkan Israel karena berhasil dicegat oleh militer Israel.

    “Menyusul sirene yang berbunyi beberapa saat yang lalu di beberapa wilayah di Israel, sebuah rudal yang diluncurkan dari Yaman berhasil dicegat oleh Angkatan Udara Israel,” demikian pernyataan militer sebagaimana dilansir AFP, Selasa (5/8/2025).

    Houthi, yang menguasai ibu kota Yaman, Sanaa, dan sebagian besar wilayah negara itu, merupakan bagian dari aliansi melawan Israel yang dibentuk oleh Iran, yang mencakup kelompok-kelompok lain seperti Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Gaza.

    Sejak dimulainya perang di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, Houthi secara rutin menembakkan rudal ke Israel, yang sebagian besar berhasil dicegat.

    Sebagai tanggapan, Israel telah berulang kali mengebom infrastruktur di bawah kendali mereka, termasuk pelabuhan di bagian barat negara itu dan bandara Sanaa.

    (zap/yld)