Organisasi: Hizbullah

  • Hizbullah Mengatakan Kemampuan Telah Pulih Saat Israel Mengancam akan Gagalkan Gencatan Senjata – Halaman all

    Hizbullah Mengatakan Kemampuan Telah Pulih Saat Israel Mengancam akan Gagalkan Gencatan Senjata – Halaman all

    Hizbullah Mengatakan Kemampuan Telah Pulih Saat Israel Mengancam akan Gagalkan Gencatan Senjata

    TRIBUNNEWS.COM- Kepala Unit Penghubung dan Koordinasi Hizbullah, Wafiq Safa,  mengonfirmasi  dalam konferensi pers pada 5 Januari bahwa perlawanan Lebanon telah memulihkan kemampuannya dan mampu menghadapi serangan Israel. 

    Konferensi pers tersebut menandai penampilan publik pertama Safa sejak menjadi sasaran upaya pembunuhan Israel yang menewaskan 22 warga sipil dan melukai lebih dari 100 orang lainnya. Konferensi tersebut berlangsung di pinggiran selatan Beirut, dekat lokasi di mana mendiang Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah dibunuh.

    Sekretaris Jenderal gerakan perlawanan mengatakan kesabaran Hizbullah mungkin habis sebelum berakhirnya periode gencatan senjata 60 hari.

    “Kemampuan Hizbullah telah pulih, dan mereka memiliki kemampuan untuk menghadapi serangan apa pun dengan cara yang mereka anggap tepat,” kata Safa kepada wartawan. 
    “Hizbullah tidak pernah dan tidak akan pernah dikalahkan. Mereka diciptakan dengan kemenangan yang terukir di dahinya, dan tekad mereka lebih kuat dari besi.”

    Menanggapi pertanyaan tentang apa yang terjadi jika Israel gagal menarik diri setelah masa penerapan gencatan senjata 60 hari – yang akan berakhir pada akhir bulan ini – pejabat Hizbullah mengatakan, “tentara Lebanon dan komite pemantau tidak diberitahu tentang masalah ini,” sebagaimana telah dilaporkan. 

    “Namun setelah 60 hari berlalu, masalah ini menjadi tanggung jawab Hizbullah dan perlawanan untuk memutuskan apa yang akan mereka lakukan. Seperti yang dikatakan Sheikh Naim Qassem, ini adalah tanggung jawab negara yang menandatangani perjanjian, dan negara yang akan menindaklanjuti prosedur gencatan senjata atau pelanggaran,” imbuhnya. 

    Ia mengonfirmasi apa yang dikatakan Sekretaris Jenderal Naim Qassem dalam pidatonya sehari sebelumnya bahwa kesabaran Hizbullah mungkin habis sebelum akhir 60 hari, karena pelanggaran gencatan senjata oleh Israel menjadi “tak tertahankan.” 

    Mengomentari masalah kepresidenan Lebanon, Safa menegaskan bahwa Hizbullah tidak memiliki masalah dengan pencalonan komandan Angkatan Bersenjata Lebanon (LAF) yang didukung AS, Joseph Aoun. 

    “Satu-satunya hak veto kami adalah pada [pemimpin Pasukan Lebanon (LF)] Samir Geagea karena ia mewakili proyek hasutan, pertikaian sipil, dan penghancuran di negara ini,” imbuhnya. Kekuatan politik Lebanon telah menemui jalan buntu dalam pemilihan presiden baru selama tiga tahun. 

    Sidang parlemen untuk memilih presiden dijadwalkan pada tanggal 9 Januari. 

    Konferensi pers bertepatan dengan berlanjutnya kemajuan tentara Israel dan pelanggaran gencatan senjata di Lebanon selatan. 

    Pasukan Israel menyerbu Taybeh dan “melaksanakan operasi penyisiran besar-besaran dengan senapan mesin berat dan sedang,” Kantor Berita Nasional Lebanon ( NNA ) melaporkan, seraya menambahkan bahwa ledakan terdengar di dalam lingkungan kota tersebut. 

    Mereka juga melanjutkan operasi pembongkaran di Aitaroun dan daerah sekitarnya, sambil memblokir jalan dari Qantara menuju Taybeh. 

    Perjanjian gencatan senjata yang diumumkan pada tanggal 27 November, berdasarkan Resolusi PBB 1701, menetapkan bahwa tentara Lebanon harus membongkar keberadaan dan infrastruktur Hizbullah di selatan Sungai Litani dalam jangka waktu 60 hari, di mana Israel juga diharuskan menarik pasukannya dari Lebanon selatan.

    Perjanjian tersebut diawasi oleh mekanisme tripartit yang dipimpin AS yang melibatkan Prancis dan UNIFIL. Perjanjian tersebut telah dilanggar lebih dari 1.000 kali oleh Israel. 

    Beberapa laporan terkini menyebutkan bahwa Israel bersiap mempertahankan kehadirannya di wilayah selatan setelah periode 60 hari. Tel Aviv tidak puas dengan upaya militer Lebanon untuk melaksanakan kesepakatan tersebut, dan mengatakan Hizbullah belum meninggalkan wilayah selatan Litani. 

    Menurut surat kabar Al Akhbar  , tentara Lebanon telah menerima “sinyal serius” dari AS bahwa Israel berpotensi memperpanjang kehadirannya di Lebanon selatan selama 30 hari. 

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan pada hari Minggu bahwa Hizbullah melanggar gencatan senjata dan belum mundur ke seberang Sungai Litani. 

    Ia menambahkan bahwa “jika syarat ini tidak dipenuhi, tidak akan ada kesepakatan, dan Israel akan dipaksa bertindak sendiri untuk memastikan warga utara kembali ke rumah mereka dengan selamat.”

     

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Hizbullah Ungkap Detail Baru Pembunuhan Hassan Nasrallah oleh Israel

    Hizbullah Ungkap Detail Baru Pembunuhan Hassan Nasrallah oleh Israel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Detail baru terkait operasi pembunuhan mendiang Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah yang tewas dalam serangan udara Israel di Beirut, Lebanon, pada September lalu kembali terkuak.

    Melansir The Middle East Eye, pejabat keamanan senior Hizbullah, Wafiq Safa, mengungkapkan Nasrallah tewas imbas bom penghancur bunker yang dilemparkan tentara Israel ke ruang operasi (operation room) markas Hizbullah di selatan Beirut.

    Safa menyampaikan pernyataan itu dalam konferensi pers pada Minggu (5/1) dekat lokasi serangan yang menewaskan Nasrallah. Konferensi pers digelar bertepatan dengan 100 hari sejak kematian Nasrallah.

    “Yang Mulia (Hassan Nasrallah) biasanya memimpin pertempuran dan perang dari lokasi ini,” ujar Safa dalam konferensi pers tersebut seperti dikutip The Irish News.

    Meski begitu, Safa tidak menjelaskan detail kronologi serangan Israel itu dan bagaimana akhirnya jasad Nasrallah ditemukan.

    Nasrallah tewas dalam serangan udara Israel ke selatan Beirut pada 27 September 2024. Saat itu, Israel dan Hizbullah memang sedang panas-panasnya saling serang.

    Kementerian Kesehatan Lebanon saat itu melaporkan enam orang tewas bersama Nasrallah.

    Menurut laporan media, Nasrallah dan pejabat senior lainnya sedang mengadakan pertemuan di ruang operasional yang terletak di bawah tanah saat serangan Israel menggempur mereka.

    Pembunuhan pemimpin Hizbullah selama 32 tahun ini pun semakin meningkatkan eskalasi peperangan antara Israel dan Hizbullah hingga menghancurkan sebagian besar wilayah selatan dan timur Lebanon selama dua bulan.

    Amerika Serikat pun turun tangan hingga akhirnya memediasi kesepakatan gencatan senjata yang berlaku pada 27 November.

    Hizbullah makin getol melancarkan serangan udara ke Israel sejak Tel Aviv melancarkan agresi brutal ke Jalur Gaza Palestina pada Oktober 2023 lalu. Hizbullah menuturkan serangan ke Israel merupakan bentuk solidaritas terhadap bangsa Palestina.

    Dalam pidatonya pada Sabtu (4/1), pemimpin Hizbullah saat ini, Naim Kassem, menyatakan para pejuangnya siap menyerang Israel jika pasukan Zionis tidak meninggalkan wilayah selatan Lebanon hingga akhir Januari mendatang.

    (rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Pejabat Hizbullah Ungkap Fakta Baru Kematian Nasrallah: Dibunuh Israel di Ruang Diskusi Perang – Halaman all

    Pejabat Hizbullah Ungkap Fakta Baru Kematian Nasrallah: Dibunuh Israel di Ruang Diskusi Perang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat senior Hizbullah mengungkapkan detail baru tentang tewasnya Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah.

    Nasrallah terenggut nyawanya karena serangan udara Israel di pinggiran selatan Kota Beirut tanggal 27 September 2024.

    Wafiq Safa, nama pejabat itu, menyebut saat itu Nasrallah sedang berada di ruang bawah tanah yang digunakan sebagai tempat mendiskusikan perang.

    “Yang Mulia (Hassan Nasrallah) biasa memipin pertempuran dan perang dari lokasi ini,” kata Safa dalam konferensi pers hari Minggu, (5/1/2025), di dekat tempat tewasnya Nasrallah, dikutip dari Associated Press.

    Safa berujar Nasrallah tewas di ruang itu. Dia tidak mengungkapkan detail lain tentang pemimpin tertinggi Hizbullah itu.

    Adapun menurut Kementerian Kesehatan Lebanon ada enam orang yang tewas karena serangan itu.

    Safa sendiri juga dikabarkan menjadi target dalam serangan Israel di Beirut bagian tengah sebelum gencatan senjata Hizbullah-Lebanon. Namun, dia berhasil selamat tanpa terluka.

    Gencatan mulai berlaku 27 November 2024 dan akan berlangsung hingga 60 hari. Safa menyebut Nasrallah akan dimakamkan setelah gencatan berakhir.

    Hizbullah, kata Safa, juga sedang mempersiapkan pemakaman untuk penerus Nasrallah, Hashem Safieddine, yang juga dibunuh Israel.

    “Hizbullah siap menghadapi agresi apa pun dengan cara yang dianggap layak,” kata Safa dikutip dari Mehr News.

    Sebelumnya, pada bulan Oktober 2024 muncul laporan bahwa jasad Nasrallah sudah dikuburkan untuk sementara waktu di lokasi rahasia.

    Pemakaman besar untuk Nasrallah belum bisa dilakukan karena adanya kekhawatiran bahwa Israel akan melancarkan serangan saat prosesi pemakaman.

    “Hassan Nasrallah telah dikubur untuk sementara, hingga situasi memungkinkan untuk menggelar acara pemakaman publik,” ujar narasumber yang dekat dengan Hizbullah, dikutip dari Al Arabiya.

    Kata dia, Israel bisa saja menargetkan para pelayat dan tempat pemakaman Nasrallah.

    Muslim Syiah menyediakan tempat penguburan sementara jika situasi tidak memungkinkan jasad seseorang dimakamkan di tempat yang pernah dimintanya.

    Seorang pejabat Lebanon berujar Hizbullah gagal mencari jaminan dari AS bahwa Israel tidak akan menyerang acara pemakaman.

    Gencatan senjata Hizbullah-Israel

    Pada tahap pertama gencatan senjata, Hizbullah diharuskan memindahkan pejuang, senjata, dan infrastrukturnya dari Lebanon selatan dalam waktu 60 hari.

    Hal yang sama juga berlaku bagi Israel yang diharuskan menarik mundur pasukannya dari area yang sama.

    Sementara itu, tentara Lebanon akan dikerahkan dalam jumlah besar di Lebanon selatan. Tentara itu bersama dengan pasukan penjaga perdamaian PBB menjadi satu-satunya pasukan bersenjata di Lebanon selatan.

    Militer Lebanon ditugaskan mencegah Hizbullah dan kelompok militan lainnya menyerang Israel.

    Di samping itu, militer Lebanon juga ditugaskan membongkar fasilitas dan senjata Hizbullah di Lebanon selatan. Israel mengklaim militer Lebanon belum selesai membongkar infrastruktur itu.

    Di sisi lain, Naim Kassem yang kini menjadi pemimpin Hizbullah memperingatkan bahwa para pejuangnya bisa menyerang pasukan Israel apabila pasukan itu tidak meninggalkan Lebanon selatan pada penghujung bulan ini.

    Semenjak gencatan diberlakukan, Hizbullah menghentikan sebagian besar serangan rudal dan pesawat nirawaknya ke Israel.

    Adapun Israel telah berhenti menyerang Hizbullah di sebagian besar wilayah Lebanon. Meski demikian, Israel terus melancarkan serangan di sejumlah tempat di Lebanon selatan dan Lembah Bekaa yang diklaimnya sebagai tempat fasilitas militan.

  • Jurnalis Senior Israel: IDF Bisa Terjebak Selamanya di Gaza, Jumlah Pejuang Hamas Tak Terbatas – Halaman all

    Jurnalis Senior Israel: IDF Bisa Terjebak Selamanya di Gaza, Jumlah Pejuang Hamas Tak Terbatas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang jurnalis senior Israel bernama Alon Ben-David mengklaim pasukan Israel telah “terjebak” di Gaza.

    Awalnya Ben-David menyebut perang yang dikobarkan Israel di Jalur Gaza, Lebanon, dan Suriah mirip dengan “jebakan” saat Israel menginvasi Lebanon tahun 1982.

    Invasi itu memicu perang mahal dan pendudukan selama 18 tahun yang tidak bisa dilanjutkan.

    “Israel memasuki tahun 2025 sebagai negara yang tetap terluka, dengan beberapa lukanya yang masih terbuka dan berdarah,” kata Ben-David yang menjadi koresponden senior bidang pertahanan di kolom Maariv, dikutip dari Sputnik.

    “Negara ini mengakhiri tahun 2024 dengan pencapaian militer besar, tetapi pencapaian itu tidak bisa diterjemahkan sebagai penciptaan realitas yang lebih baik dan mengubah Israel menjadi negara yang lebih baik untuk ditinggali.”

    “Sebaliknya, tiap hari situasi makin buruk karena kita terbenam dan menggali di Gaza, Lebanon, dan Suriah,” kata dia yang pernah menjadi jurnalis Pasukan Pertahanan Israel (IDF) saat invasi Israel ke Lebanon tahun 1982.

    Pasukan Israel (IDF) melakukan evakuasi terhadap rekan tentara mereka yang terluka dan tewas dalam pertempuran di Jalur Gaza menggunakan helikopter. (Khaberni)

    Dia mengatakan, di tengah berlanjutnya konflik, nasib warga Israel di utara dan selatan tetap tidak menentu. Tidak diketahui apakah mereka akan bisa kembali pulang ke rumah masing-masing.

    Salah satu yang menjadi sorotan Ben-David adalah wilayah Israel utara yang terdampak oleh pertempuran Israel-Hizbullah. Warga Israel di sana terpaksa mengungsi.

    Dia menyebut baru ada sedikit warga Israel yang kembali sejak gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah diumumkan.

    “Hanya ada puluhan warga yang sudah kembali, kebanyakan adalah lansia,” kata dia mengenang kunjungan di Kota Metula, Israel utara.

    Mengenai operasi militer Israel di Gaza, Ben-David menyebut ada keraguan yang muncul.

    “Keraguan juga terdengar dalam suara para komandan IDF ketika mereka menjelaskan pentingnya misi ini,” ucapnya.

    Kata dia, IDF menghujankan bom-bom kuat, mengerahkan tank, dan merampas area demi area di Gaza.

    Namun, suara-suara mesin perang Israel dan pembunuhan terhadap para pejuang Hamas tidak membuat Israel lebih dekat dengan kemenangan.

    “Hampir seluruh area di Jalur Gaza utara sudah dibersihkan dari warga sipil dan Hamas. Menara-menara di kawasan Beit Lahiya yang menjadi tempat para staf dan dokter telah diratakan. Tak tersisa satu pun rumah yang menghadap halaman Netiv HaAsara atau jalur kereta api menuju Sderot,” kata dia.

    Dua serdadu Israel (IDF) tampak membetulkan rantai tank tempur yang bermasalah. Perang banyak front yang berlarut secara nyata menguras ekonomi Israel sebagai dampak dari beban perang. (Khaberni)

    Menurut dia, IDF menghabiskan tiap hari di Gaza untuk menguras darahnya sendiri. Bahkan, IDF kini bersiap mengerahkan divisi keempatnya untuk beraksi di Gaza.

    “Perlu diulangi: Kita tidak akan bisa membunuh setiap orang yang diidentifikasi sebagai Hamas. Jumlah mereka di Gaza tak terbatas. Kita juga tidak akan pernah bisa menghancurkan roket atau RPG terakhir.”

    “Jika kita tidak bisa mengambil apa yang sudah kita capai saat ini, kita akan mendapati diri kita berkubang dan berdarah di Gaza selama bertahun-tahun tanpa harapan dan tanpa sandera, yang beberapa di antaranya masih hidup.”

    Ben-David memperingatkan bahwa tanpa pemikiran strategis dan sistematis dari para pemimpin politik Israel, IDF bisa terjebak selamanya dalam perang di Gaza, Lebanon, dan Suriah.

    “Seperti pada tahun 1982 ketika kita mengusir warga Palestina dari Lebanon dan terseret ke dalam perang berdarah selama 18 tahun di sana, hal yang sama terjadi saat ini: IDF sedang mencari penjelasan untuk membenarkan keberadaannya [di Gaza] dan pendarahan itu.”

    Dia menyebut sejarah telah membuktikan bahwa upaya menaklukkan wilayah asing harus dibayar dengan harga mahal.

    “Biasanya penakluk yang masuk [wilayah asing] dengan gembar-gembor akan pulang dengan kekalahan dan rasa malu.”

    Menurutnya, Israel tidak memerlukan wilayah lebih banyak. Israel perlu memulihkan diri, salah satu syaratnya adalah memulangkan para sandera.

    Dia mengimbau perang untuk dikurangi untuk mencegah pertumbahan darah yang tidak diperlukan.

    Hamas bangkit

    Sementara itu, target utama Israel di Gaza, yakni Hamas, dilaporkan bangkit lagi. The Jerusalem Post dan Channel 12 menyampaikan Hamas telah merekrut personel baru.

    Channel 12 menyebut Hamas dan kelompok Jihad Islam disebut memiliki 20.000 hingga 23.000 pejuang, sedangkat The Jerusalem Post mengklaim jumlah pejuang Hamas mencapai sekitar 12.000 orang.

    Menurut Pasukan Pertahanan Israel (IDF), pada awal perang jumlah pejuang Hamas mencapai 25.000 personel. IDF mengatakan ada 14.000 hingga 16.000 pejuang Hamas yang terluka.

    Adapun The Jerusalem Post berujar ada lebih dari 6.000 warga Gaza yang ditahan Israel saat perang.

    “Hamas sukses membuat comeback besar dengan merekrut pasukan baru,” kata The Jerusalem Post hari Kamis pekan lalu.

    (*)

  • Dibunuh Israel Tahun Lalu, Hassan Nasrallah Baru Akan Dikuburkan setelah Gencatan Senjata Rampung – Halaman all

    Dibunuh Israel Tahun Lalu, Hassan Nasrallah Baru Akan Dikuburkan setelah Gencatan Senjata Rampung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Jenazah mantan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah akan dimakamkan setelah berakhirnya gencatan senjata antara Israel-Hizbullah. 

    Gencatan senjata itu akan berlangsung 60 hari dan dimulai sejak disepakati Israel dan Hizbullah tanggal 27 November 2024.

    Seorang pejabat senior Hizbullah, Wafiq Safa, menyebut pihaknya juga sedang mempersiapkan pemakaman untuk penerus Nasrallah, Hashem Safieddine, yang juga dibunuh Israel.

    “Hizbullah siap menghadapi agresi apa pun dengan cara yang dianggap layak,” kata Safa hari Sabtu tatkala berkunjung ke lokasi tempat Nasrallah dibunuh Israel, dikutip dari Mehr News.

    Israel membunuh Nasrallah tanggal 27 September 2024. Adapun Safieddin dibunuh tak lama sesudahnya.

    Mengenai gencatan senjata, Hizbullah diberi waktu 60 hari untuk menarik pasukannya dari Lebanon selatan. Pasukan Israel juga harus mundur dari area yang sama dalam periode serupa.

    Sempat gagal cari jaminan dari AS

    Sebelumnya, pada bulan Oktober 2024 muncul laporan bahwa jasad Nasrallah disebut sudah dikuburkan untuk sementara waktu di lokasi rahasia.

    Pemakaman besar untuk Nasrallah belum bisa dilakukan karena adanya kekhawatiran bahwa Israel akan melancarkan serangan saat prosesi pemakaman.

    “Hassan Nasrallah telah dikubur untuk sementara, hingga situasi memungkinkan untuk menggelar acara pemakaman publik,” ujar narasumber yang dekat dengan Hizbullah, dikutip dari Al Arabiya.

    Kata dia, Israel bisa saja menargetkan para pelayat dan tempat pemakaman Nasrallah.

    Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei (kiri) dan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah (kanan). (khamenei.ir)

    Muslim Syiah menyediakan tempat penguburan sementara jika situasi tidak memungkinkan jasad seseorang dimakamkan di tempat yang pernah dimintanya.

    Seorang pejabat Lebanon berujar Hizbullah gagal mencari jaminan dari AS bahwa Israel tidak akan menyerang acara pemakaman.

    Nasrallah tewas pada setelah Israel melancarkan serangan di markas Hizbullah di Beirut selatan.

    Dia dilaporkan tewas di samping seorang jenderal Pasukan Garda Revolusioner Islam Iran.

    Abdul Amir Al Teiban, penasihat Perdana Menteri Irak Mohammad Shia Al Sudani, berujar Nasrallah bakal dimakamkan “di samping Imam Hussein” di Karbala, Irak. Tempat itu sangat penting bagi komunitas muslim Syiah.

    Dalam khotbah Jumat pekan ini, Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei berbelasungkawa atas kematian Nasrallah.

    Ada kemungkinan besar bahwa prosesi juga akan digelar di Teheran. Ada ribuan warga Iran yang berkumpul untuk melihat Khamenei.

    Hingga saat ini Nasrallah belum memiliki sosok pengganti. Namun, keponakannya yang bernama Hashem Safieddine berpeluang besar menggantikannya.

    Hizbullah diklaim sudah bangkit

    Hizbullah dilaporkan sudah bangkit kembali atau pulih setelah Nasrallah dibunuh Israel tahun lalu.

    “Melalui perlawanan, sudah terbukti bahwa kita tidak akan mengizinkan musuh (Israel) memajukan agendanya,” kata Sheikh Naim Qassem yang menggantikan posisi Nasrallah dalam pidatonya hari Rabu, (1/1/2025), dikutip dari Press TV.

    “Pemerintah Lebanon dan masyarakat internasional bertanggung jawab melawan aksi agresi yang kini terjadi terjadi (terhadap Lebanon).”

    Dia mengatakan Hizbullah telah melawan agenda ekspansionis Israel. Lalu, Nassem menyebut kelompok perlawanan itu kini “tumbuh” dan telah “memulihkan diri”.

    Menurut dia, saat ini militer Israel membunuh makhluk apa pun di Gaza dan menghancurkan semua bangunan di sana hingga rata dengan tanah.

    Sebelumnya, media terkenal asal Amerika Serikat (AS), The New York Times, dalam salah satu artikelnya pernah mempertanyakan apakah Hizbullah mampu bangkit setelah Nasrallah tewas dibunuh Israel.

    Para pakar di AS mengatakan tewasnya Hizbullah merupakan pukulan besar bagi Hizbullah. Namun, mengesampingkan Hizbullah akan menjadi hal yang gegabah dan bahkan bisa menjadi kesalahan.

    Israel belum bisa mendapatkan kemenangan besar di Gaza meski sudah lama melawan Hamas. Kelompok Palestina itu memiliki jaringan terowongan yang membingungkan pasukan Israel.

    Faktanya, Hamas mempelajari terowongan dari Hizbullah. Pejabat AS mengatakan Israel telah menyerang jaringan terowongan Hizbullah, tetapi hanya membuahkan hasil minim.

    Mayjen Yaacov Ayish, eks komandan operasi IDF, mengakui bahwa penghancuran terowongan di Lebanon adalah proses yang rumit dan memerlukan bom berukuran besar.

    Sementara itu, narasumber yang dekat dengan Hizbullah pernah mengakui bahwa kematian Nasrallah memang pukulan besar bagi Hizbullah. Namun, Hizbullah masih punya kemampuan untuk memulihkan diri.

    Dia mengatakan salah satu kekuatan atau kelebihan Hizbullah ialah strukturnya yang terdesentralisasi, tak hanya terhubung dengan satu pemimpin.

    “Hierarki Hizbullah masih eksis, lembaganya masih ada, dan berbagai pemimpin di beragam wilayah di Lebanon masih ada. Karena itu, Hizbullah bisa memulihkan diri,” katanya pada bulan September 2024.

    “Tahapan selanjutnya bagi Hizbullah adalah membangun kembali dan mereorganisasi kelompok itu dengan generasi kedua dan ketiga dari anggota yang tidak dibunuh oleh Israel.”

  • Jelang Lengser, Biden Berniat Jual Senjata ke Israel Rp 129,6 T

    Jelang Lengser, Biden Berniat Jual Senjata ke Israel Rp 129,6 T

    Jakarta

    Jelang purna tugas sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden dikabarkan hendak menjual senjata senilai US$ 8 miliar atau sekitar Rp 129.603.200.000.000 (asumsi kurs Rp 16.200) ke Israel.

    Mengutip laporan dari Reuters, usul tersebut Biden dalam kongres kepada dua pejabat AS. Laporan tersebut juga menyebut Washington mempertahankan dukungannya kepada sekutunya yang tengah berperang dengan menewaskan puluhan ribu orang.

    Adapun kesepakatan itu memerlukan persetujuan dari Parlemen AS, Komite Senat, dan mencakup amunisi untuk jet tempur dan helikopter serang serta peluru artileri. Paket itu juga mencakup bom berdiameter kecil dan hulu ledak, menurut sumber Reuters.

    Paket tersebut mencakup rudal udara-ke-udara AIM-120C-8 untuk mempertahankan diri dari pesawat tak berawak dan ancaman udara lainnya, peluru artileri 155 mm, rudal Hellfire AGM-114, bom, serta sistem pemandu lainnya senilai US$ 6,75 miliar.

    Kendati begitu, Departemen Luar Negeri AS belum memberikan tanggapan terkait hal tersebut. permintaan komentar. Sementara itu, para pengunjuk rasa telah menuntut embargo senjata terhadap Israel selama berbulan-bulan , tetapi kebijakan AS sebagian besar tetap tidak berubah.

    Diketahui, pada bulan Agustus lalu AS menyetujui penjualan jet tempur dan peralatan militer lainnya senilai US$ 20 miliar kepada Israel. Pemerintahan Biden mengatakan, pihaknya membantu sekutunya mempertahankan diri dari kelompok militan yang didukung Iran seperti Hamas di Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan Houthi di Yaman.

    Menghadapi kritik internasional, Washington telah mendukung Israel selama serangannya terhadap Gaza yang telah menyebabkan hampir seluruh dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi dan memperpanjang krisis kelaparan yang menyebabkan tuduhan genosida yang kemudian dibantah Israel.

    Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza memperkirakan jumlah korban tewas lebih dari 45.000 orang, dan banyak tambahan yang dikhawatirkan terkubur di bawah reruntuhan.

    Upaya diplomatik sejauh ini diketahui gagal untuk mengakhiri perang Israel yang telah berlangsung selama 15 bulan di Gaza yang dipicu oleh serangan pada 7 Oktober 2023 oleh militan Hamas Palestina di Israel yang menewaskan 1.200 orang dan sekitar 250 orang disandera.

    Untuk diketahui, Biden dari Partai Demokrat akan meninggalkan jabatannya pada tanggal 20 Januari. Pada saat yang sama, Presiden terpilih dari Partai Republik, Donald Trump, akan menggantikan Biden.

    (rrd/rrd)

  • Tiga Alasan Israel Tak Mau Tarik Mundur Pasukan dari Lebanon: Terowongan Hizbullah Susah Dijangkau – Halaman all

    Tiga Alasan Israel Tak Mau Tarik Mundur Pasukan dari Lebanon: Terowongan Hizbullah Susah Dijangkau – Halaman all

    Tiga Alasan Israel Tak Mau Tarik Mundur Pasukan dari Lebanon: Terowongan Hizbullah Susah Dihancurkan
     
     
    TRIBUNNEWS.COM – Wilayah selatan Lebanon masih menyaksikan ketegangan bersenjata, meski gencatan senjata berlaku antara Israel dan gerakan Hizbullah. 

    Khaberni melansir, perkiraan bahkan menunjukkan kalau tentara Israel (IDF) potensial akan tetap berada di wilayah tersebut selama beberapa bulan lagi sebelum dapat melakukan penarikan penuh.

    Laporan tersebut menjelaskan beberapa alasan yang didalilkan Israel sebagai faktor penting yang mempengaruhi jalannya agresi militer, menurut laporan yang diterbitkan oleh surat kabar Israel berbahasa Ibrani Yedioth Ahronoth.

    Surat kabar tersebut mengindikasikan kalau alasan pertama Pasukan IDF adalah proses penghancuran kemampuan Hizbullah, terutama yang terkait dengan terowongan dan lokasi rudal di Lebanon selatan, memerlukan waktu tambahan.

    Tentara Israel telah melakukan operasi ofensif ekstensif terhadap sasaran-sasaran ini, namun memerlukan waktu untuk memastikan penghancuran semua kemampuan militer yang merupakan ancaman terhadap keamanan Israel. 

    “Meskipun terdapat upaya yang intensif dari IDF, masih terdapat titik-titik resistensi yang sulit dijangkau sepenuhnya,” kata laporan tersebut.

    Laporan menambahkan, alasan kedua adalah tentara Lebanon dinilai tidak cukup siap untuk memikul tanggung jawab di wilayah dimana tentara Israel menarik diri.

    Meskipun beberapa unit Militer Lebanon telah dikerahkan, mereka kekurangan kemampuan manusia dan material yang diperlukan untuk melaksanakan misi secara efisien.

    “Diperlukan waktu untuk memperkuat kemampuan tentara Lebanon, yang menghambat penarikan segera oleh Israel,” kata laporan itu.

    Surat kabar itu menambahkan, faktor ketiga adalah tentara Israel saat ini sedang berupaya membangun garis pertahanan baru di perbatasan antara Israel dan Lebanon.

    Buffer zone ini disebut bertujuan untuk melindungi pemukiman Israel di wilayah yang berbatasan dengan perbatasan. 

    “Bidang ini mencakup pembangunan situs militer dan pemasangan sistem pertahanan canggih, yang memerlukan waktu sebelum proyek tersebut selesai sepenuhnya,” kata laporan itu.

    Dalam konteks situasi saat ini, surat kabar tersebut mengatakan bahwa Israel berharap pemilihan presiden Lebanon mendatang akan berkontribusi pada peningkatan stabilitas di Lebanon.

    “Fokusnya adalah pada pemilihan presiden yang diperkirakan akan diadakan pada bulan Januari, dengan beberapa pihak internasional, seperti Amerika Serikat dan Perancis, mendorong stabilitas internal di Lebanon untuk mendukung implementasi perjanjian militer dan politik,” kata ulasan tersebut

    Mengingat faktor-faktor ini, kecil kemungkinannya IDF akan menarik diri dari Lebanon selatan selama dua bulan ke depan.

    “Namun jika pembangunan garis pertahanan baru selesai dan stabilitas tercipta di Lebanon, tentara Israel mungkin dapat mundur secara bertahap dan aman,” begitu kesimpulan laporan media Israel.

    Situasi di Kiryat Shmona di Israel Utara (wilayah Palestina yang diduduki) saat diserang kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah. (khaberni/tangkap layar)

    Iming-imingi Uang ke Pemukim Utara

    Fase berikutnya dari rencana Israel adalah memulangkan pemukim Yahudi ke wilayah pendudukan utara mereka.

    Para pemukim di Israel utara yang mengungsi karena serangan Hizbullah akan diminta kembali ke rumah masing-masing.

    Sejak perang di Jalur Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2024, Hizbullah mulai rajin menyerang Israel utara sebagai bentuk dukungan kepada warga Palestina di Gaza yang diinvasi Israel.

    Adapun saat ini Israel dan Hizbullah sedang memberlakukan gencatan senjata selama 60 hari.

    Surat kabar Israel Hayom pada hari Selasa, (31/12/2024), menyebut pemerintah Israel telah mengungkapkan rencana untuk mengembalikan para pemukim itu.

    Mereka akan mulai dikembalikan ke rumah masing-masing apa akhir Februari 2025 ketika gencatan itu berakhir dan jika situasi keamanan memungkinkan.

    Dikutip dari The Cradle, saat ini ada sekitar 60.000 pemukim Israel yang mengungsi dari pemukiman di dekat perbatasan Israel-Lebanon. Mereka lari menyelamatkan diri dari serangan roket, rudal, dan drone Hizbullah.

    Asap membumbung di Kota Safed, Israel Utara, setelah kota itu dibombardir Hizbullah. (Khaberni/HO)

    Meski sudah ada pengumuman gencatan senjata lima minggu lalu, media Israel menyebut baru seperempat pemukim yang kembali ke Israel utara.

    Jumlah yang kembali ke pemukiman dekat pagar perbatasan lebih sedikit lagi. Adapun di pemukiman Metula baru ada 20 pemukim yang kembali.

    Karena hanya sedikit yang ingin kembali, pemerintah Israel memutuskan memberikan bantuan bagi pemukim yang bersedia balik.

    Pertama, setiap keluarga akan menerima 15.000 shekel atau sekitar Rp66 juta sebagai kompensasi atas kerusakan rumah mereka akibat perang.

    Kedua, setiap orang dewasa akan menerima Rp66 juta, lalu setiap anak akan menerima Rp35,6 juta.

    Sejak perang meletus, keluarga pengungsi mendapat bantuan akomodasi tinggal di hotel-hotel.

    Keluarga yang anak-anaknya berada di sekolah dan enggan kembali ke rumah hingga tahun ajaran rampung akan terus menerima bantuan tempat tinggal.

    Adapun keluarga yang tinggal di tiga pemukiman dekat perbatasan, yakni Metula, Manara, dan Avivim, akan tetap tinggal di luar area itu hingga infrastruktur diperbaiki dan layanan setempat dipulihkan.

    Di sisi lain, kemungkinan berlanjutnya pertempuran antara Israel dan Hizbullah sesudah gencatan senjata membuat para pemukim enggan bergegas kembali ke rumah.

    “Mereka tidak berbicara kepada kami. Kami bahkan tidak tahun apa sedang terjadi,” kata salah satu pemukim.

    Ribuan bangunan dihancurkan Hizbullah

    Pada bulan November 2023 surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan ada lebih dari 9.000 bangunan dan 7.000 kendaraan di Israel utara yang rusak atau dihancurkan Hizbullah.

    “Hampir tidak ada bangunan yang tidak memerlukan renovasi atau penghancuran dan pembangunan kembali,” kata media itu.

    “Sekitar 140 juta shekel telah dibayarkan untuk kompensasi atas kerusakan.”

    Di samping itu, media tersebut juga mengatakan ada banyak korban luka di utara yang belum dilaporkan karena korban sedang dievakuasi atau karena korban berada di area yang tidak bisa dimasuki.

    Kiryat Shmona, Manara, Shtula, Zarit, Nahariya, dan Shlomi menjadi kota dan pemukiman yang terdampak paling parah. Sebagian besar kerusakan terjadi pada bangunan tempat tinggal.

    Yedioth Ahronoth menyebut kerusakan di Israel utara tidak terdokumentasi dengan baik dan “diselimuti kabut tebal”.

    Wali Kota Kiryat Shmona, Avichai Stern, menyebut kerusakan di daerahnya bahkan sampai “tidak terbayangkan”.

    Dia menyebut setiap rumah di Kiryat Shmona memerlukan renovasi yang menelan waktu hingga berbulan-bulan. Bangunan masyarakat juga rusak. Renovasi sekolah memerlukan waktu sekitar 4 bulan.

    Sementara itu, Moshe Davidovitz yang menjadi Ketua Forum Pemukiman di Jalur Konflik mengatakan pemerintah Israel tak punya bayangan tentang seberapa besar kerusakan di sana.

    “Negara Israel tak punya ide tentarang seberapa besar kerusakannya dan apa yang yang harus diselesaikan dan dilakukan setelah perang,” kata Davidovitz.

     

  • Israel vs Hizbullah Panas soal Gencatan Senjata

    Israel vs Hizbullah Panas soal Gencatan Senjata

    Jakarta

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menuduh kelompok Hizbullah di Lebanon tidak memenuhi persyaratan gencatan senjata. Israel memperingatkan bahwa jika Hizbullah terus melanggar kesepakatan akan “dipaksa untuk bertindak”.

    Seperti dilansir AFP, Minggu (5/1/2025), Katz mengeluarkan peringatannya setelah mengunjungi komando militer di wilayah utara dan peringatan itu menyusul tuduhan serupa terhadap Israel oleh kepala Hizbullah, Naim Qassem.

    Katz mengatakan Hizbullah masih belum mundur “melewati sungai Litani” di Lebanon selatan, sebagaimana ditetapkan dalam kesepakatan gencatan senjata.

    Ia menambahkan bahwa “jika persyaratan ini tidak dipenuhi, tidak akan ada kesepakatan dan Israel akan dipaksa untuk bertindak sendiri untuk memastikan warga di wilayah utara kembali ke rumah mereka dengan aman.”

    Ketentuan lain belum dilaksanakan, kata Katz, seperti “pembongkaran semua senjata (Hizbullah) dan penggagalan infrastruktur teroris di wilayah tersebut oleh tentara Lebanon”.

    “Kami tidak akan membiarkan terciptanya ancaman baru bagi masyarakat utara dan warga negara Israel,” kata Katz dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantornya.

    “Kami telah mengatakan bahwa kami memberikan kesempatan untuk mencegah pelanggaran Israel dan untuk melaksanakan perjanjian dan kami akan bersabar,” kata Qassem.

    Gencatan senjata yang rapuh, yang mulai berlaku pada tanggal 27 November setelah dua bulan perang besar-besaran antara Israel dan Hizbullah, telah ditandai dengan tuduhan pelanggaran dari kedua belah pihak.

    Hizbullah akan menarik pasukannya ke utara Sungai Litani–sekitar 30 kilometer (20 mil) dari perbatasan–dan membongkar infrastruktur militer yang tersisa di selatan.

    Sebuah komite yang terdiri dari delegasi Israel, Lebanon, Prancis, dan AS bersama dengan perwakilan pasukan penjaga perdamaian PBB UNIFIL bertugas memastikan setiap pelanggaran gencatan senjata diidentifikasi dan ditangani. Pasukan penjaga perdamaian PBB juga telah berulang kali menuduh Israel melanggar ketentuan gencatan senjata.

    (rfs/imk)

  • Bandara Beirut Berlakukan Aksi Ketat ke Diplomat Iran, Hizbullah Ancam Lebanon Seperti Suriah – Halaman all

    Bandara Beirut Berlakukan Aksi Ketat ke Diplomat Iran, Hizbullah Ancam Lebanon Seperti Suriah – Halaman all

    Bandara Beirut Berlakukan Aksi Ketat ke Diplomat Teheran, Hizbullah Ancam Lebanon Seperti Suriah

    TRIBUNNEWS.COM – Insiden terhadap seorang diplomat Iran dilaporkan terjadi di Bandara Beirut, Lebanon yang memberlakukan pemeriksaan ketat.

    Dilaporkan, setibanya dari Teheran ke Beirut dengan penerbangan “Mahan Air”, seorang diplomat Iran langsung menuju pos pemeriksaan pemindai elektronik dari pesawat, sambil membawa dua tas diplomatik, tulis laporan media lokal, lbc, dikutip Minggu (5/1/2025).

    “Pihak keamanan bandara meminta, seperti yang dilakukannya kepada semua penumpang dalam penerbangan yang sama, agar diplomat tersebut meletakkan tasnya di pemindai untuk diperiksa,” kata laporan tersebut.

    Namun, sang diplomat menolak, dengan mengutip Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik tahun 1961, yang memberikan kekebalan terhadap tas diplomatik dari pemeriksaan di bandara atau tempat penyeberangan perbatasan lainnya.

    Setelah penolakannya, diplomat tersebut ditolak masuk dan menunggu selama berjam-jam di bandara hingga Kementerian Luar Negeri Lebanon menerima nota tertulis dari Kedutaan Besar Iran di Lebanon. 

    “Nota tersebut mengklarifikasi bahwa tas tersebut berisi dokumen, surat, dan uang tunai yang semata-mata ditujukan untuk biaya operasional kedutaan,” papar laporan tersebut. 

    Berdasarkan penjelasan ini, tas tersebut diizinkan masuk berdasarkan Konvensi Wina, yang menetapkan bahwa jika otoritas setempat mencurigai adanya penyalahgunaan tas diplomatik, negara pengirim harus diberi tahu, dan masalah tersebut diselesaikan secara diplomatis — seperti yang terjadi dalam kasus ini.

    Sementara itu, semua penumpang lain dalam penerbangan tersebut menjalani pemeriksaan ketat barang bawaan melalui pemindai.

    Bandara Beirut, Lebanon memberlakukan tindakan ketat pada penerbangan Iran.

    Utusan AS Juga Kena, Kenapa Iran Lebih Ketat?

    Insiden yang terjadi pada diplomat Iran ini merupakan bagian dari konteks yang lebih luas dalam sistem keamanan di Lebanon.

    Setelah perang Israel, pada September, Lebanon memutuskan dalam rapat keamanan, untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan bandara.

    Ini termasuk memasang pemindai untuk memeriksa barang bawaan penumpang yang diangkut melalui kargo dan barang bawaan.

    Menurut sumber pemerintah Lebanon, pemeriksaan berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. 

    Arahan tersebut mengamanatkan pemeriksaan menyeluruh untuk semua orang, termasuk penumpang di pesawat pribadi. 

    Langkah-langkah ini dilaporkan meluas ke tokoh-tokoh terkenal seperti Ali Larijani, penasihat senior Pemimpin Tertinggi Iran, dan mediator Amerika Serikat Amos Hochstein. 

    Keduanya menjalani pemeriksaan selama kunjungan mereka ke Lebanon.

    Bahkan tim yang mendampingi Perdana Menteri Najib Mikati pun menjadi sasaran pemeriksaan.

    Namun, penumpang yang tiba dengan penerbangan dari Iran dilaporkan menghadapi tindakan yang lebih ketat.

    Mengapa?

    Jawabannya terletak pada intelijen dan bukti selama bertahun-tahun yang menuduh kalau rezim Iran telah mengirim dukungan, dana, dan senjata ke Hizbullah melalui penerbangan dari Iran. 

    Mereka yang terlibat dalam operasi ini diduga mengabaikan prosedur standar.

    Sejarah ini telah mendorong otoritas Lebanon untuk memberlakukan pemeriksaan ketat terhadap penumpang yang datang dari Iran, terlepas dari maskapai penerbangan yang digunakan.

    Sejak perang, Lebanon telah mematuhi ketentuan gencatan senjata, khususnya yang mengharuskan kontrol penyeberangan perbatasan dan pencegahan penyelundupan senjata ke Hizbullah. 

    Tindakan ini tidak hanya berlaku untuk Iran tetapi juga untuk negara mana pun yang penumpangnya tidak tunduk pada pemeriksaan ketat berdasarkan peraturan internasional.

    Sebuah kendaraan yang dihiasi bendera gerakan Hizbullah Lebanon melaju di jalan saat penduduk kembali ke kota Baalbek pada 27 November 2024, setelah gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel berlaku. – Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah di Lebanon terjadi pada 27 November setelah lebih dari setahun pertempuran yang telah menewaskan ribuan orang. (Photo by Nidal SOLH / AFP) (AFP/NIDAL SOLH)

    Hizbullah Ancam Lebanon Seperti Suriah

    Sebagai latar belakang, Hizbullah adalah gerakan sekaligus partai politik yang memiliki pengaruh di Lebanon.

    Meski bukan satu-satunya, kekuatan politik dan militer Hizbullah dalam sistem pemerintahan Lebanon bakan menandingi sistem pemerintahan dan angkatan bersenjata negara tersebut.

    Keputusan Hizbullah untuk menyerang Israel demi solidaritas terhadap perlawanan Palestina di Gaza juga bukan sepenuhnya bulat keputusan Lebanon, namun berdampak luas terhadap negara tersebut.

    Invasi militer Israel (IDF) ke teritorial Lebanon, menjadi satu di antara contoh betapa keputusan Hizbullah berdampak ke semua elemen di negara tersebut.

    Hal ini pula yang dikabarkan membuat Hizbullah mau menyepakati perjanjian gencatan senjata dengan Israel per 27 November 2024 silam selama 60 hari dengan Israel.

    Namun, Hizbullah mencurigai ada upaya Israel untuk menyusupi kekuatan-kekuatan lain di Lebanon untuk melemahkan gerakan tersebut, termasuk ke dalam pemerintah Lebanon itu sendiri.

    Pendudukan Israel di sejumlah teritorial Lebanon, khususnya di wilayah Selatan, dekat perbatasan, dituduh dibarengi dengan aksi politis mereka memengaruhi pemerintah Lebanon untuk melemahkan Hizbullah.

    Belakangan, muncul wacana agar Hizbullah dilucuti persenjataannya sebagai bagian dari perpanjangan kesepakatan gencatan senjata.

    Wacana ini langsung ditolak Hizbullah. 

    Pemimpin Hizbullah Naim Qassem menyatakan, bersumpah, “Kami akan terus melawan sampai kami membebaskan wilayah kami.”

    “Perlawanan masih kuat, berpengaruh, dan menghalangi tujuan musuh,” katanya.

    Dia menekankan kalau “Perlawanan memiliki kapasitas pencegahan.”

    Qassem juga menanggapi wacana pelucutan senjata Hizbullah oleh pihak ketiga, termasuk oleh Tentara Lebanon dan Pasukan PBB (UNIFIL), sebagai upaya Israel melemahkan gerakan perlawanan Lebanon tersebut.

    Pasukan pejuang Hizbullah berparade di Beirut, ibukota Lebanon pada 12 Juni 2024. (Houssam Shbaro/Anadolu/Getty Images)

    “Kami mencegah proyek Israel untuk mengakhiri perlawanan kami,” katanya.

    Dia mewanti-wanti, Hizbullah bisa saja menggulirkan penggulingan rezim di Lebanon seperti yang terjadi di Suriah.

    “Apa yang terjadi di Suriah bisa saja terjadi di Lebanon,” katanya, seraya menambahkan bahwa “Pimpinan Perlawanan memutuskan apa yang harus dilakukan dan kapan harus melakukannya tepat waktu.”

    “Kemampuan kami mencegah rezim Israel melanjutkan agresinya terhadap Lebanon,” tegasnya.

    Ia memperingatkan rezim Israel agar tidak melanjutkan pelanggaran perjanjian gencatan senjata, dengan mencatat bahwa “Tidak ada aturan atau jadwal khusus untuk tindakan perlawanan.”

    “Kesepakatan kami hanya mengenai wilayah selatan Sungai Litani,” katanya lebih lanjut.

    “Kesabaran kami selama kesepakatan ini bergantung pada perilaku musuh, dan kesabaran kami mungkin akan habis sebelum gencatan senjata 60 hari,” katanya.

    Dalam konteks geopolitik, aksi Hizbullah menyerang Israel ini -dengan klaim dukungan bagi Gaza- merupakan bagian dari perang proksi yang terjadi antara Iran dan Israel yang bermusuhan selama bertahun-tahun.

    Adapun Israel berupaya memadamkan perlawanan Hizbullah dengan memutus rantai pasokan apapun dari Iran, satu di antaranya dengan menduduki wilayah Suriah.

     

    (oln/lbc/*)

  • Habis Kesabaran, Hizbullah Mau Akhiri Gencatan Senjata Sebelum 60 Hari dengan Israel di Lebanon – Halaman all

    Habis Kesabaran, Hizbullah Mau Akhiri Gencatan Senjata Sebelum 60 Hari dengan Israel di Lebanon – Halaman all

    Habis Kesabaran, Hizbullah Mau Akhiri Gencatan Senjata Sebelum 60 Hari dengan Israel

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Hizbullah Lebanon, menyiratkan segera membalas secara keras jika Israel terus-terusan pelanggaran terhadap gencatan senjata yang berlangsung.

    Gencatan senjata Hizbullah-Israel berlaku per 27 November 2024 hingga 60 hari, namun Pasukan Israel dilaporkan melanggar kesepakatan dengan terus-terusan melakukan aksi militer di Lebanon.

    Atas hal itu, Pemimpin Hizbullah Lebanon, Naim Qassem memperingatkan rezim Israel agar tidak melanjutkan pelanggaran perjanjian gencatan senjata.

    “Kami (Hizbullah) mungkin kehabisan kesabaran sebelum gencatan senjata 60 hari berakhir,” kata Qassem melontarkan ancaman balasan ke Israel, dikutip dari MNA, Minggu (5/1/2025).

    Naim Qassem menyampaikan ancaman ke Israel itu dalam pidato peringatan kematian mantan Komandan Pasukan Quds IRGC Iran, Letnan Jenderal Qassem Soleimani pada Sabtu.

    “Jenderal Soleimani adalah pemimpin strategis baik di tingkat intelektual maupun politik,” kata kepala Hizbullah tersebut.

    Qassem menambahkan kalau,”Jenderal Soleimani mengungkap rencana AS di Irak dan Afghanistan.”

    “Jenderal Soleimani memberikan pukulan telak kepada rezim Israel,” kata Naim Qassem, seraya menambahkan bahwa “Jenderal Soleimani tidak tunduk kepada para penindas.”

    “Martir Abu Mahdi A-Muhandis memainkan peran utama dalam menyelamatkan Irak dari kekuasaan terorisme ISIL,” katanya.

    Sekjen Hizbullah Naim Qassem berpidato pada Kamis (5/12/2024), mengenai dukungan Hizbullah untuk Suriah dalam melawan kelompok oposisi yang ia sebut didukung oleh Israel dan AS. (X/Telegram/Hizbullah)

    Penggulingan Rezim di Suriah Bisa Terjadi di Lebanon

    Pemimpin Hizbullah itu menyatakan, bersumpah, “Kami akan terus melawan sampai kami membebaskan wilayah kami.”

    “Perlawanan masih kuat, berpengaruh, dan menghalangi tujuan musuh,” katanya.

    Dia menekankan kalau “Perlawanan memiliki kapasitas pencegahan.”

    Qassem juga menanggapi wacana pelucutan senjata Hizbullah oleh pihak ketiga, termasuk oleh Tentara Lebanon dan Pasukan PBB (UNIFIL), sebagai upaya Israel melemahkan gerakan perlawanan Lebanon tersebut.

    “Kami mencegah proyek Israel untuk mengakhiri perlawanan kami,” katanya.

    Dia mewanti-wanti, Hizbullah bisa saja menggulirkan penggulingan rezim di Lebanon seperti yang terjadi di Suriah.

    “Apa yang terjadi di Suriah bisa saja terjadi di Lebanon,” katanya, seraya menambahkan bahwa “Pimpinan Perlawanan memutuskan apa yang harus dilakukan dan kapan harus melakukannya tepat waktu.”

    “Kemampuan kami mencegah rezim Israel melanjutkan agresinya terhadap Lebanon,” tegasnya.

    Ia memperingatkan rezim Israel agar tidak melanjutkan pelanggaran perjanjian gencatan senjata, dengan mencatat bahwa “Tidak ada aturan atau jadwal khusus untuk tindakan perlawanan.”

    “Kesepakatan kami hanya mengenai wilayah selatan Sungai Litani,” katanya lebih lanjut.

    “Kesabaran kami selama kesepakatan ini bergantung pada perilaku musuh, dan kesabaran kami mungkin akan habis sebelum gencatan senjata 60 hari,” katanya.

    Cuplikan video “Our Mountains, our treasures” yang ditayangkan oleh media militer Hizbullah Lebanon, yang mengungkap fasilitas Imad 4 di dalam terowongan Hizbullah pada 16 Agustus 2024. (X/Telegram/Hizbullah)

    Kekuatan Hizbullah Pulih

    Adapun Hizbullah diklaim sudah pulih kembali setelah eks Sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah dibunuh Israel tahun lalu.

    “Melalui perlawanan, sudah terbukti bahwa kita tidak akan mengizinkan musuh (Israel) memajukan agendanya,” kata Sheikh Naim Qassem yang menggantikan posisi Nasrallah dalam pidatonya hari Rabu, (1/1/2025), dikutip dari Press TV.

    “Pemerintah Lebanon dan masyarakat internasional bertanggung jawab melawan aksi agresi yang kini terjadi terjadi (terhadap Lebanon).”

    Dia mengatakan Hizbullah telah melawan agenda ekspansionis Israel. Lalu, Nassem menyebut kelompok perlawanan itu kini “tumbuh” dan telah “memulihkan diri”.

    Menurut dia, saat ini militer Israel membunuh makhluk apa pun di Gaza dan menghancurkan semua bangunan di sana hingga rata dengan tanah.

    Sebelumnya, media terkenal asal Amerika Serikat (AS), The New York Times, dalam salah satu artikelnya pernah mempertanyakan apakah Hizbullah mampu bangkit setelah Nasrallah tewas dibunuh Israel.

    Para pakar di AS mengatakan tewasnya Hizbullah merupakan pukulan besar bagi Hizbullah. Namun, mengesampingkan Hizbullah akan menjadi hal yang gegabah dan bahkan bisa menjadi kesalahan.

    Israel belum bisa mendapatkan kemenangan besar di Gaza meski sudah lama melawan Hamas.

    Kelompok Palestina itu memiliki jaringan terowongan yang membingungkan pasukan Israel.

    Faktanya, Hamas mempelajari terowongan dari Hizbullah. Pejabat AS mengatakan Israel telah menyerang jaringan terowongan Hizbullah, tetapi hanya membuahkan hasil minim.

    Mayjen Yaacov Ayish, eks komandan operasi IDF, mengakui bahwa penghancuran terowongan di Lebanon adalah proses yang rumit dan memerlukan bom berukuran besar.

    Sementara itu, narasumber yang dekat dengan Hizbullah pernah mengakui bahwa kematian Nasrallah memang pukulan besar bagi Hizbullah. Namun, Hizbullah masih punya kemampuan untuk memulihkan diri.

    Dia mengatakan salah satu kekuatan atau kelebihan Hizbullah ialah strukturnya yang terdesentralisasi, tak hanya terhubung dengan satu pemimpin.

    “Hierarki Hizbullah masih eksis, lembaganya masih ada, dan berbagai pemimpin di beragam wilayah di Lebanon masih ada. Karena itu, Hizbullah bisa memulihkan diri,” katanya pada bulan September 2024.

    “Tahapan selanjutnya bagi Hizbullah adalah membangun kembali dan mereorganisasi kelompok itu dengan generasi kedua dan ketiga dari anggota yang tidak dibunuh oleh Israel.”

    Adapun saat ini Hizbullah dan Israel sedang memberlakukan gencatan senjata senjata selama 60 hari.

    Seorang pria menunjuk puing-puing dan reruntuhan di pinggiran selatan Beirut pada 27 November 2024 saat orang-orang kembali untuk memeriksa rumah mereka setelah gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah berlaku. (AFP/IBRAHIM AMRO)

    Hamas bangkit

    Target utama Israel di Gaza, yakni Hamas, dilaporkan bangkit lagi. The Jerusalem Post dan Channel 12 menyampaikan bahwa Hamas merekrut personel baru.

    Channel 12 menyebut Hamas dan kelompok Jihad Islam disebut memiliki 20.000 hingga 23.000 pejuang, sedangkat The Jerusalem Post mengklaim jumlah pejuang Hamas mencapai sekitar 12.000 orang.

    Menurut Pasukan Pertahanan Israel (IDF), pada awal perang jumlah pejuang Hamas mencapai 25.000 personel. IDF mengatakan ada 14.000 hingga 16.000 pejuang Hamas yang terluka.

    Adapun The Jerusalem Post berujar ada lebih dari 6.000 warga Gaza yang ditahan Israel saat perang.

    Sementara itu, narasumber militer Israel di Komando Selatan mengklaim Hamas telah merekrut ribuan juru tempur baru untuk sayap militernya, yakni Brigade Al-Qassam.

    Kepada media Israel bernama Walla, narasumber itu menyinggung dua sosok penting di Jalur Gaza. 

    Keduanya ialah Muhammad Sinwar atau Abu Ibrahim (saudara eks Kepala Biro Politik Hamas Yahya Sinwar) dan Izz ad-Din al-Haddad atau Abu Suhaib.

    Muhammad Sinwar disebut telah mengambil alih pasukan di Gaza selatan, terutama di Khan Younis.

    Sementara itu, al-Haddad mengepalai Al-Qassam dan sebelumnya pernah menjadi anggota dewan militer.

    Seorang petempur Hamas dalam jaringan terowongan yang menjadi infrastruktur utama milisi perlawanan menghadapi keunggulan pasukan Israel dalam perang Gaza. Setelah 11 bulan perang pecah, Israel belum juga berhasil mencapai target perang, satu di antaranya gegara faktor terowongan Hamas ini. (khaberni)

    Sejak perang di Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2023, keduanya berhasil menghindari intelijen Israel.

    Menurut narasumber di Komando Selatan, Sinwar dan al-Haddad beroperasi secara terpisah. Metode operasi masing-masing juga tidak seperti biasanya.

    Adapun di dalam militer Israel muncul beragam opini tentang seberapa jauh kehancuran yang mendera Brigade Al-Qassam dan kebangkitan brigade itu selama setengah tahun belakangan.

    Menurut narasumber itu, para pejuang Hamas yang berhasil lari dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) kini berkumpul di dua area utama.

    Disebutkan pula, dalam beberapa bulan terakhir para pejuang itu mulai berkumpul di bangunan yang dibuat Hamas.

    Ada panglima baru, pelatihan, dan perubahan metode tempur untuk melawan operasi IDF. Mereka membangun garis pertahanan baru.

    Divisi 162 Israel disebut telah menghancurkan garis-garis pertahanan di Jabalia selama dua bulan lalu.

    “Sinwar dan al-Haddad sangat berhati-hati agar tidak memperlihatkan diri mereka,” kata narasumber yang mengetahui hal itu.