Organisasi: Hizbullah

  • Israel Berusaha Melobi Trump, Cari Dukungan untuk Tunda Penarikan Pasukan dari Lebanon – Halaman all

    Israel Berusaha Melobi Trump, Cari Dukungan untuk Tunda Penarikan Pasukan dari Lebanon – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel mencari dukungan pemerintahan Donald Trump untuk menunda penarikan militernya dari Lebanon selatan.

    Israel berusaha melobi Trump, meskipun ada perjanjian gencatan senjata yang menetapkan semua pasukan Israel harus pergi pada Minggu (26/1/2025).

    Permohonan perpanjangan 30 hari ini menyusul klaim bahwa Israel ingin mempertahankan hingga lima pos terdepan di Lebanon selatan.

    Berdasarkan gencatan senjata yang disepakati, yang mengakhiri perang dengan Hizbullah di Lebanon, pasukan Israel seharusnya menyelesaikan penarikan mereka dalam waktu 60 hari, atau pada batas waktu 26 Januari.

    Namun, laporan di Israel menunjukkan Donald Trump enggan menyetujui penundaan tersebut.

    Mengonfirmasi upaya Israel untuk memperluas pendudukannya di Lebanon selatan, duta besar negara itu untuk AS, Michael Herzog, mengatakan mereka yakin lebih banyak waktu diperlukan dari tentara Lebanon untuk dikerahkan di selatan Sungai Litani, yang menunjukkan kesepakatan itu tidak dapat diubah.

    “Perjanjian tersebut mencakup target 60 hari untuk menyelesaikan penarikan pasukan IDF dari Lebanon selatan dan menempatkan tentara Lebanon di tempatnya, tetapi kesepakatan tersebut tidak bersifat mutlak dan dibuat dengan sedikit fleksibilitas,” kata Herzog kepada Radio Angkatan Darat Israel, seperti dilansir The Guardian.

    “Kami tengah berdiskusi dengan pemerintahan Trump untuk memperpanjang waktu yang dibutuhkan agar Angkatan Darat Lebanon dapat benar-benar dikerahkan dan menjalankan perannya berdasarkan perjanjian tersebut. Diskusi ini masih berlangsung,” jelasnya.

    Israel Berusaha Kuasai Wilayah Perbatasan Lebanon

    Pada Rabu (22/1/2025), pasukan Israel maju ke Kota Taybeh di Lebanon.

    Israel melakukan pencarian ekstensif di daerah tersebut hingga Adchit Al-Qusayr dan membakar beberapa rumah.

    Selain itu, pesawat tak berawak Israel menyerang daerah antara Wadi Khansa dan Al-Majidiya di distrik Hasbaya.

    Tentara Israel memanfaatkan sisa waktu dalam kesepakatan gencatan senjata dengan Hizbullah untuk menguasai wilayah perbatasan Lebanon.

    Sumber keamanan melaporkan tentara Israel memasang kembali kamera pengintai dan alat penyadap di sepanjang perbatasan.

    Tentara Israel juga dilaporkan menyelesaikan pembangunan tembok pemisah beton di sepanjang Garis Biru dari Yarin ke Dahira.

    Saat tentara Lebanon terus membangun posisi di daerah yang dikosongkan oleh tentara Israel dan bersiap memasuki kota Hanine di distrik Bint Jbeil, sejumlah penduduk dari kota Al-Bayyadah, Shamaa, Alma Al-Shaab, dan Naqoura di sektor barat, diizinkan untuk mengunjungi kampung halaman mereka.

    Aktivis di media sosial menyebarkan pernyataan yang mendesak penduduk setempat untuk “bersiap untuk hari Minggu, tanggal di mana menurut perjanjian gencatan senjata, Israel harus menarik pasukannya dari wilayah perbatasan, sehingga penduduk dapat kembali ke kota mereka,” dikutip dari Arab News.

    Namun, tentara Israel terus melarang penduduk setempat memasuki kota-kota tersebut, menggunakan tembakan sebagai peringatan.

    Sebagai informasi, keengganan Israel untuk meninggalkan Lebanon muncul di saat yang menegangkan dalam fase pertama gencatan senjata yang telah berlangsung seminggu di Gaza, dengan operasi besar-besaran Israel yang sedang berlangsung di Tepi Barat yang diduduki, dan kurangnya kejelasan mengenai seperti apa kebijakan Trump di Timur Tengah nantinya.

    Meskipun retorikanya baru-baru ini, Hizbullah yang didukung Iran menderita kerugian besar dalam hal personel dan materiil selama konflik, yang menurut Israel telah menewaskan sekretaris jenderalnya yang sudah lama menjabat, Hassan Nasrallah.

    Penggulingan Bashar al-Assad di Suriah pada Desember 2024 juga menutup rute pasokan senjata utama Iran untuk Hizbullah.

    Konflik skala penuh meletus pada bulan September, setelah hampir setahun terjadi pertukaran lintas perbatasan antara Israel dan Hizbullah, yang mengakibatkan puluhan ribu warga sipil di kedua belah pihak mengungsi.

    Pasukan Israel masih beroperasi di zona penyangga di negara tetangga Suriah, yang dimasuki pasukan Israel setelah jatuhnya Assad meskipun ada seruan internasional untuk mundur.

    Menurut laporan di surat kabar Haaretz, pejabat Israel mengantisipasi bahwa batas waktu 26 Januari tidak mungkin terpenuhi, bahkan sebelum perjanjian gencatan senjata ditandatangani.

    Tentara Lebanon dan seorang pria sipil berlatar kerusakan parah bangunan di Lebanon Selatan. (Anews/Tangkap Layar)

    Sebelumnya, Hizbullah telah mengalami serangkaian pukulan berat dalam beberapa bulan terakhir.

    Serangan Israel telah menghancurkan kepemimpinan puncaknya dan sebagian besar persenjataan berat serta infrastruktur militernya.

    Selama kunjungan ke Lebanon pada 7 Januari, utusan AS, Amos Hochstein, mengatakan bahwa pasukan Israel akan terus menarik diri dari Lebanon, tanpa menyebutkan kapan penarikan mereka akan selesai. 

    Ori Goldberg, seorang analis politik dan akademisi Israel, mengatakan kepada TNA, ia memperkirakan pemerintahan Donald Trump akan menekan Israel agar mematuhi ketentuan gencatan senjata.

    Tidak seperti Gaza dan Suriah – tempat pasukan Israel telah mengumumkan niat mereka untuk tetap ditempatkan – para analis mengatakan Israel tidak mungkin menduduki Lebanon selatan secara permanen, bahkan jika mereka tinggal melebihi waktu yang ditetapkan dalam kesepakatan gencatan senjata.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Tentara Israel Terapkan ‘Eksekusi di Tempat’ di Jenin: Hukuman Kolektif Buat Warga Tepi Barat – Halaman all

    Tentara Israel Terapkan ‘Eksekusi di Tempat’ di Jenin: Hukuman Kolektif Buat Warga Tepi Barat – Halaman all

    Tentara Israel Terapkan ‘Eksekusi di Tempat’ di Jenin: Hukuman Kolektif Buat Warga Tepi Barat Palestina

    TRIBUNNEWS.COM – Palestinian Prisoners’ Club, Klub Tahanan Palestina, mengatakan pasukan pendudukan Israel (IDF) melakukan ‘eksekusi lapangan’ selama operasi militer di Jenin dan kampnya.

    Klub Tahanan Palestina adalah organisasi nonpemerintah yang membela hak-hak warga Palestina yang dipenjara Israel.

    Organisasi Palestina non-pemerintah ini didirikan pada tahun 1993 dengan sekitar 1.600 anggota mantan tahanan Palestina yang telah mendekam di penjara Israel selama setidaknya satu tahun.

    Klub Tahanan menyatakan, pasukan IDF menangkap 22 warga Palestina Rabu (22/1/2025) malam dan Kamis (23/1/2025) dini hari di Tepi Barat.

    Organisasi itu menyatakan kalau operasi penangkapan dan eksekusi lapangan berupa tembak mati di tempat oleh IDF adalah bentuk pembalasan dan hukuman kolektif terhadap warga Palestina untuk melemahkan kelompok perlawanan.

    Pasukan Israel (IDF) menangkap warga Palestina di Jenin, Tepi Barat saat operasi militer besar-besaran di wilayah tersebut, Kamis (23/1/2025) dini hari. IDF menerapkan eksekusi di tempat terhadap warga Palestina yang mereka curigai sebagai anggota milisi perlawanan.

    Tembak Mati Pria di Depan Istrinya

    Satu di antara contoh ‘eksekusi lapangan’ Pasukan pendudukan Israel dilakukan saat membunuh seorang pria Palestina di Tepi Barat yang diduduki di hadapan istri dan anak-anaknya sehubungan dengan operasi militer yang sedang berlangsung di kota itu.

    Dalam kejahatan baru yang tercatat dalam catatannya, pasukan Israel membunuh seorang pria Palestina saat dia sedang mengendarai mobilnya bersama istri dan anak-anaknya di kota Jenin, di Tepi Barat utara.

    Pembunuhan itu didokumentasikan dalam sebuah video yang direkam oleh putra korban dari dalam mobil, yang kemudian beredar luas di media sosial. 

    Video lain yang direkam oleh para aktivis menunjukkan mobil itu keluar jalur dan menabrak trotoar setelah pengemudinya ditembak.

    Bashir Mtahen, Direktur Hubungan Masyarakat di Kotamadya Jenin, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa korban diidentifikasi sebagai Ahmad Shayeb, warga kota Burqin di Provinsi Jenin. 

    “Ia sedang pulang dari taman kanak-kanak bersama istri dan tiga anaknya,” kata Mtahen.

    Menurut Motahen, “Sang martir berada di pinggiran kamp pengungsi Jenin, menuju pusat komersial kota tersebut ketika seorang penembak jitu yang ditempatkan di pos militer di daerah tersebut melepaskan tembakan ke arahnya.”

    Kendaraan militer pasukan Israel (IDF) dalam operasi penyerbuan besar-besaran di Kota Jenin, Tepi Barat, Rabu (21/1/2025). (khaberni/tangkap layar)

    Eskalasi Israel di Jenin

    Pasukan Israel telah meningkatkan serangan mereka terhadap Jenin, termasuk mengepung sebuah rumah di desa Ta’anak, di sebelah barat laut kota, dan melakukan pemboman udara di lingkungan Harat al-Safouri di kamp tersebut. 

    Laporan menunjukkan bahwa pasukan pendudukan Israel mengerahkan bala bantuan tambahan ke Jenin, dengan buldoser menghancurkan infrastruktur dan jalan di seluruh kota.

    Militer Israel telah mengumumkan dimulainya kampanye militer baru di kota Jenin, Tepi Barat, yang dijuluki “Tembok Besi”.

    Media Israel melaporkan bahwa kampanye tersebut dilaksanakan atas perintah eselon politik, menyusul pertemuan Kabinet Jumat lalu, yang menambahkan Tepi Barat ke dalam tujuan perang yang sedang berlangsung.

    Menteri Keamanan Israel, Israel Katz, mengatakan operasi militer di Jenin “dipersiapkan untuk melindungi para pemukim dan pos-pos permukiman di daerah tersebut,” sementara sumber keamanan Israel mengatakan kepada media Israel bahwa “operasi di Jenin akan menjadi operasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam ukuran dan cakupannya.” 

    Media Israel juga mencatat bahwa militer Israel, Shin Bet, dan “Penjaga Perbatasan” memulai operasi yang bertujuan untuk “menggagalkan terorisme” di Jenin, yang akan terus berlanjut selama beberapa hari mendatang, dengan menegaskan bahwa pasukan IDF yang besar telah maju ke Jenin dari segala arah setelah Shin Bet mengganggu komunikasi internet di seluruh Kamp Pengungsi Jenin.

    Operasi IDF di Jenin Belajar dari Gaza

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, Rabu (22/1/2025) mengatakan kalau operasi militer pasukan Israel (IDF) di Jenin, Tepi Barat Utara, menandai perubahan dalam strategi keamanan Israel di daerah tersebut.

    Katz mengunjungi pos komando militer di wilayah Brigade Teritorial Menashe IDF pada Selasa untuk memantau operasi militer Israel di wilayah Palestina itu.

    “’Operasi Tembok Besi’ di kamp pengungsi Jenin akan menjadi perubahan dalam doktrin keamanan IDF di Yudea dan Samaria,” ujat Katz dalam pernyataan yang diterbitkan oleh kantornya pada Rabu pagi, dikutip JNS.

    Sebagai informasi, Yudea dan Samaria adalah Tepi Barat. Nama ini digunakan oleh Israel untuk merujuk pada seluruh Tepi Barat.

    Katz mengklaim, pelaksanaan agresi militer besar-besaran IDF itu merupakan hasil dari pelajaran yang dipetik dari Jalur Gaza.

    Memakai diksi ‘teror’ dan ‘terorisme’ terhadap aksi perlawanan kelompok milisi pembebasan Palestina, Katz mendalilkan, operasi militer IDF merupakan upaya tekanan agar kelompok perlawanan Palestina tidak menjadi besar seperti di Gaza.

     “Operasi berintensitas tinggi untuk melenyapkan ‘teroris’ dan infrastruktur ‘teror’ di kamp—tanpa munculnya kembali ‘teror’ di kamp setelah operasi berakhir—adalah pelajaran nomor satu dari metode penggerebekan berulang kali di Jalur Gaza,” lanjut pernyataan itu.

    Pernyataan Katz melalui kantornya itu mengindikasikan, Israel mencurigai kalau pengaruh Iran sudah muncul dan tumbuh di Tepi Barat.

    “Kami tidak akan membiarkan lengan gurita Iran dan Islam Sunni radikal membahayakan nyawa penduduk [Israel] dan mendirikan front perlawanan timur melawan Negara Israel,” imbuh Katz.

    Katz bersumpah, “Kami akan menyerang lengan gurita itu dengan keras hingga mereka putus.”

    Kendaraan militer Pasukan Israel saat melancarkan serangan baru ke Tepi Barat, Senin (9/9/2024). (khaberni)

    Operasi Militer IDF di Tepi Barat Bisa Berbulan-bulan

    Pada Selasa malam, seorang pasukan keamanan senior Israel yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Channel 14 News kalau kampanye skala besar melawan kelompok perlawanan yang didukung Iran di Tepi Barat utara bisa memakan waktu berbulan-bulan.

    “Ketika ini berakhir, kamp-kamp ‘teroris’ (diksi Israel untuk kelompok perlawanan Palestina) akan berhenti beroperasi. Apa yang kami lakukan di Gaza, akan kami lakukan juga kepada mereka; kami akan meninggalkan mereka dalam reruntuhan,” kata sumber itu.

    Pasukan Pertahanan Israel mengumumkan dalam sebuah pernyataan pada Rabu pagi bahwa mereka “menyerang infrastruktur ‘teroris’ dari udara, menyerang sejumlah ‘teroris’ dan menghancurkan alat peledak di Jenin.”

    “Selama 24 jam terakhir, pasukan Israel telah menyerang lebih dari sepuluh teroris. Selain itu, serangan udara dilakukan terhadap infrastruktur perlawanan di daerah tersebut dan banyak alat peledak yang ditanam milisi perlawanan di jalan dihancurkan,” kata IDF. “Pasukan melanjutkan operasi.”

    Menurut Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina, sedikitnya sembilan orang tewas oleh pasukan keamanan Israel di Jenin sepanjang hari pada hari Selasa, dan lebih dari 40 orang dikatakan terluka.

    Media Ynet melaporkan bahwa Pasukan Pertahanan Israel melakukan serangan pesawat tak berawak terhadap sel milisi perlawanan Jenin yang sedang menanam alat peledak.

    “Operasi Tembok Besi” melibatkan IDF, perwira Badan Keamanan Israel (Shin Bet) dan Polisi Perbatasan, menurut pernyataan militer Israel pada hari Selasa.

    Media Ibrani melaporkan bahwa empat batalyon IDF ikut serta dalam operasi tersebut, yang berjumlah beberapa ratus pasukan darat.

    Personel keamanan Otoritas Palestina. Dalam beberapa pekan belakangan, Otoritas Palestina terlibat bentrokan bersenjata dengan sejumlah milisi perlawanan Palestina seperti Brigade Al-Quds di Jenin dan Brigade Martir Al-Aqsa. (khaberni/tangkap layar)

    PA Mundur dari Jenin, Ibu Kota Para Martir

    Menurut laporan media Arab, IDF memasuki Jenin segera setelah polisi PA meninggalkan daerah itu.

    Awal minggu ini, dilaporkan kalau PA mencapai kesepakatan dengan kelompok Batalion Jenin -cabang Brigade Al-Quds, sayap militer kelompok Palestine Islamic Jihad’.

    PIJ dianggap Israel merupakan proksi Iran.

    Kesepakatan antara PA dan Batalion Jenin ini mengakhiri  operasi PA yang berlangsung selama sebulan di kota itu.

    Pasukan darat Israel memasuki kota tersebut dengan tujuan yang dinyatakan untuk menjaga kemampuan Yerusalem untuk bertindak cepat melawan kelompok perlawanan di Jenin.

    Jenin dikenal di kalangan warga Palestina sebagai “Ibu Kota Para Martir” karena banyaknya pelaku serangan terhadap entitas Israel termasuk ‘bom bunuh diri’, yang berasal dari daerah tersebut.

    Harian  Israel Hayom melaporkan kalau penyerbuan pasukan Israel ini awalnya direncanakan pada bulan Desember, tetapi ditunda atas permintaan eselon politik setelah PA melancarkan operasi Jenin.

    “Atas arahan Kabinet Keamanan, IDF, Shin Bet dan Polisi Israel hari ini meluncurkan operasi militer yang besar dan signifikan untuk memberantas teror di Jenin—’Tembok Besi,’” kata kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan pada Selasa sore.

    “Ini adalah langkah lain menuju tujuan yang telah kami tetapkan—memperkuat keamanan di Yudea dan Samaria. Kami bertindak secara sistematis dan tegas melawan poros Iran di mana pun senjatanya berada—di Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, serta Yudea dan Samaria,” imbuh PMO.

    Pada bulan Agustus, saat menjabat sebagai menteri luar negeri Yerusalem, Katz menyerukan “evakuasi sementara penduduk Palestina dan langkah-langkah apa pun yang diperlukan” di tengah meningkatnya serangan teror yang berasal dari Jenin.

    Iran berupaya “untuk mendirikan front perlawanan timur” di Yudea dan Samaria (Tepi Barat), dakwa Katz.

    Iran, kata dalil Israel, mengikuti model proksinya di Lebanon dengan Hizbullah dan Jalur Gaza dengan Hamas, dengan “membiayai dan mempersenjatai perlawanan dan menyelundupkan senjata canggih dari Yordania.”

    Medan Perang Baru

    “Atas arahan Kabinet Keamanan, IDF, ISA, dan Kepolisian Israel hari ini telah memulai operasi militer untuk mengalahkan terorisme di Jenin.”

    Demikian sepenggal pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikutip dari JPost, Rabu (22/1/2025).

    Pernyataan Netanyahu itu muncul setelah Israel dan Hamas sepakat melakukan gencatan senjata di Gaza, Palestina.

    Setelah 15 Bulan Israel Bombardir Gaza

    Militer Israel telah berperang di berbagai front selama lima belas bulan.

    Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menjadi pemicu bagi kelompok-kelompok lain seperti Hizbullah untuk berperang melawan Israel. 

    Perang ini telah berkembang secara bertahap.

    Menurut media Israel Jerussalem Post, awalnya Tepi Barat tidak dianggap sebagai garis depan utama perang. 

    Akan tetapi, wilayah utara Tepi Barat telah mengalami peningkatan ancaman terhadap Israel.

    Ancaman tersebut mencakup penggunaan alat peledak rakitan (IED) serta sejumlah besar senapan di tangan teroris.

    Israel melancarkan operasi baru di Tepi Barat pada tanggal 21 Januari 2025. 

    Operasi ini menyusul keputusan yang jelas untuk menggunakan gencatan senjata dan ketenangan relatif di wilayah Gaza dan Lebanon, untuk memulai tindakan keras di Tepi Barat utara.

    Kepemimpinan politik sangat peduli dengan pertempuran ini.

    Ini bukan sekadar operasi taktis biasa, seperti yang telah dilakukan Israel selama satu setengah tahun terakhir.

    Faktanya, Militer Israel/IDF telah melakukan operasi yang semakin gencar di Jenin dan daerah lain selama dua tahun terakhir.

    Ini dimulai dengan Operasi Home and Garden pada bulan Juli 2023 yang merupakan operasi terbesar di Tepi Barat dalam hampir dua dekade.

    IDF juga mulai menggunakan pesawat nirawak terhadap teroris di Tepi Barat dan serangan udara, sesuatu yang juga merupakan pertama kalinya sejak Intifada Kedua.

    Operasi Itu Bernama ‘Tembok Besi’

    Namun, operasi yang dijuluki Tembok Besi pada 21 Januari 2025 itu berbeda.

    Operasi ini mengikuti keputusan Israel untuk menambahkan keamanan di Tepi Barat sebagai salah satu tujuan perang di berbagai front.

    Hal ini juga terjadi setelah IDF memutuskan untuk memfokuskan sumber daya di Tepi Barat.

    Israel menambahkan Tepi Barat sebagai fokus setelah gencatan senjata di Gaza.

    Ini bisa dilihat sebagai keputusan politik untuk meredakan politikus nasional sayap kanan yang menentang kesepakatan penyanderaan Gaza.

    Namun, ini bukan sekadar politik.

    Tepi Barat adalah tempat yang penuh dengan bahan peledak.

    Pasukan Keamanan Otoritas Palestina telah mencoba mengatasi masalah ini tapi tidak tuntas.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada tanggal 21 Januari “atas arahan Kabinet Keamanan, IDF, ISA dan Kepolisian Israel hari ini telah memulai operasi militer yang luas dan signifikan untuk mengalahkan terorisme di Jenin – ‘Tembok Besi’.”

    Ia mengatakan hal ini terkait dengan tujuan baru untuk memperkuat keamanan di Tepi Barat.

    “Kami bertindak secara metodis dan penuh tekad melawan poros Iran di mana pun ia berada – di Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, Yudea, dan Samaria – dan kami masih aktif.”

    Pada tanggal 20 Januari, Kepala Staf IDF Herzi Halevi mengatakan, “selain persiapan pertahanan yang ditingkatkan di Jalur Gaza, kita harus siap untuk operasi kontraterorisme yang signifikan di Yudea dan Samaria dalam beberapa hari mendatang untuk mencegah dan menangkap mereka sebelum mereka menyerang warga sipil kita.”

    IDF juga telah menyiapkan pasukan.

    Beberapa pasukan baru-baru ini telah dikerahkan kembali dari Gaza atau dari Israel utara.

    IDF baru-baru ini mengatakan bahwa pasukan Brigade Nahal, di bawah komando Divisi ke-162, sedang mempersiapkan misi berikutnya setelah berminggu-minggu beroperasi di daerah Beit Hanun di Jalur Gaza utara.

    Semua ini mengarah pada operasi penting di Tepi Barat utara. Namun, ini adalah operasi yang sulit untuk dipecahkan.

    Para pejuang perlawanan aktif di Jenin, Tulkarm, Qalqilya, Nablus dan banyak desa di Tepi Barat utara seperti di sekitar Tubas dan daerah yang menghadap Ghor al-Faria, sebuah lembah yang membentang dari Tepi Barat menuju lembah Sungai Yordan.

    Lokasi ancaman lainnya adalah kamp Fara kecil di dekat Tubas.

    Gambaran keseluruhan yang terlihat selama setahun terakhir adalah bahwa Jihad Islam Palestina dan kelompok-kelompok lain mulai membangun akar yang lebih besar.

    Dimana Tepi Barat dan Jenin?

    Jalur Gaza dan Tepi Barat sebenarnya dua wilayah Palestina yang dulunya merupakan bagian dari Palestina dan direbut oleh Israel selama perang enam hari pada tahun 1967. 

    Terdapat lebih dari 5 juta warga Palestina yang tinggal di kedua wilayah tersebut. 

    Jalur Gaza merupakan wilayah seluas 140 mil persegi yang terletak di sudut barat daya Israel, di sepanjang pantai Laut Tengah.

    Jalur ini juga berbatasan dengan Mesir di sebelah selatan. 

    Sementara Tepi Barat adalah wilayah lain yang sebenarnya disengketakan Israel dan Palestina tetapi wilayah ini jauh lebih luas daripada Jalur Gaza yakni 2.173 mil persegi.

    Tepi Barat membentang melintasi perbatasan timur Israel di sepanjang tepi barat Sungai Yordan dan sebagian besar Laut Mati. 

    Kota suci Yerusalem dianggap oleh hukum internasional sebagai bagian dari Tepi Barat, dengan Yerusalem Timur diklaim sebagai ibu kota oleh Israel dan Palestina.

    Sementara Jenin adalah sebuah kota yang terletak di Tepi Barat dan juga terletak di Governorat Jenin.

    Kota ini merupakan kota pusat pertanian Palestina.

    Jenin juga merujuk kepada Kamp Pengungsi Jenin dan nama dari sebuah distrik di Tepi Barat.

    Walaupun kota ini berada di bawah kekuasaan Otoritas Nasional Palestina, Israel merebut kota ini tahun 2002.

     

    (oln/khbrn/JNS/*)

     
     

  • Israel Minta AS Tunda Penarikan Tentara IDF dari Lebanon, Ingin Diperpanjang 30 Hari – Halaman all

    Israel Minta AS Tunda Penarikan Tentara IDF dari Lebanon, Ingin Diperpanjang 30 Hari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel meminta Amerika Serikat (AS) memberikan waktu tambahan 30 hari untuk melaksanakan penarikan pasukannya dari Lebanon selatan.

    Permintaan itu disampaikan sebelum batas waktu 60 hari yang ditetapkan dalam perjanjian gencatan senjata dengan Hizbullah.

    “Berdasarkan ketentuan perjanjian gencatan senjata tanggal 27 November 2024, tentara Israel harus mundur dari semua posisinya di Lebanon selatan demi kepentingan tentara Lebanon pada tanggal 26 Januari 2025,” lapor surat kabar Haaretz, Kamis (23/1/2025).

    “Namun, dalam beberapa minggu terakhir, Israel memperkirakan bahwa tentara Lebanon telah menyebar terlalu lambat ke seluruh wilayah, sehingga menunda penarikan pasukan IDF,” lanjutnya.

    Haaretz melaporkan Amerika Serikat dan Perancis sedang mendiskusikan permintaan perpanjangan tersebut dengan pejabat Israel dan Lebanon.

    Prancis sebagai mediator diperkirakan tidak melihat ada masalah dalam pemberian perpanjangan, asalkan pihak lain menyetujuinya.

    Pada Kamis pagi hari ini, Radio Angkatan Darat melaporkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump cenderung tidak menunda penarikan tentara Israel hingga 30 hari, dan ingin menyelesaikan penarikan penuh pada hari Minggu (26/1/2025).

    Namun duta besar Israel untuk Amerika Serikat yang akan habis masa jabatannya mengatakan dia yakin Israel  dan AS akan mencapai kesepahaman mengenai masalah ini dan perpanjangan waktu tersebut pada akhirnya akan diberikan.

    Pendudukan Israel terus melanggar perjanjian gencatan senjata dengan Lebanon, terlepas dari perjanjian apa pun yang dibuat di bawah naungan internasional. 

    Sementara itu, Hizbullah Lebanon memperingatkan bahwa kesabaran mereka bisa habis kapan saja.

    Sebelumnya, Hizbullah mendukung Hamas di Gaza dan terlibat pertempuran dengan Israel di perbatasan Lebanon selatan sejak 8 Oktober 2023. 

    Hizbullah sebelumnya mengatakan tidak akan berhenti menyerang Israel jika Israel masih melanjutkan serangannya di Jalur Gaza.

    Namun pada 27 November 2024, Israel dan Hizbullah menyetujui perjanjian gencatan senjata.

    Sementara itu Hamas menghormati keputusan Hizbullah meski saat itu Israel masih melanjutkan serangannya di Jalur Gaza.

    Pada Minggu (19/1/2025), Israel-Hamas melakukan pertukaran 3 wanita Israel dengan 90 warga Palestina sebagai bagian dari tahap 1 dalam perjanjian gencatan senjata.

    Israel dan Hamas dijadwalkan akan kembali melakukan pertukaran tahanan pada 25 Januari 2025, dengan menukar 4 tahanan Israel dengan 120 tahanan Palestina.

    Jumlah Korban di Jalur Gaza

    Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 46.916 jiwa dan 110.760 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (20/1/2025) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.

    Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada 1948.

    Israel mengklaim ada 101 tahanan yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 tahanan dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Gencatan Senjata di Lebanon Akan Berakhir, Israel Pasang Kamera Pengintai di Sepanjang Perbatasan – Halaman all

    Gencatan Senjata di Lebanon Akan Berakhir, Israel Pasang Kamera Pengintai di Sepanjang Perbatasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan Israel maju ke Kota Taybeh di Lebanon pada Rabu (22/1/2025).

    Israel melakukan pencarian ekstensif di daerah tersebut hingga Adchit Al-Qusayr dan membakar beberapa rumah.

    Sementara itu, pesawat tak berawak Israel menyerang daerah antara Wadi Khansa dan Al-Majidiya di distrik Hasbaya.

    Tentara Israel memanfaatkan sisa waktu dalam kesepakatan gencatan senjata dengan Hizbullah untuk menguasai wilayah perbatasan Lebanon.

    Sumber keamanan melaporkan tentara Israel memasang kembali kamera pengintai dan alat penyadap di sepanjang perbatasan.

    Tentara Israel juga dilaporkan menyelesaikan pembangunan tembok pemisah beton di sepanjang Garis Biru dari Yarin ke Dahira.

    Saat tentara Lebanon terus membangun posisi di daerah yang dikosongkan oleh tentara Israel dan bersiap memasuki kota Hanine di distrik Bint Jbeil, sejumlah penduduk dari kota Al-Bayyadah, Shamaa, Alma Al-Shaab, dan Naqoura di sektor barat, diizinkan untuk mengunjungi kampung halaman mereka.

    Aktivis di media sosial menyebarkan pernyataan yang mendesak penduduk setempat untuk “bersiap untuk hari Minggu, tanggal di mana menurut perjanjian gencatan senjata, Israel harus menarik pasukannya dari wilayah perbatasan, sehingga penduduk dapat kembali ke kota mereka,” dilansir Arab News.

    Namun, tentara Israel terus melarang penduduk setempat memasuki kota-kota tersebut, menggunakan tembakan sebagai peringatan.

    Batas Waktu Gencatan Senjata Semakin Dekat

    Waktu terus berjalan untuk kesepakatan gencatan senjata antara Lebanon dan Israel.

    Pada 26 Januari 2025, kesepakatan gencatan senjata Lebanon-Israel akan berakhir.

    Kesepakatan yang ditengahi AS tersebut memberikan waktu 60 hari bagi Hizbullah untuk mengakhiri kehadiran bersenjatanya di Lebanon selatan dan bagi pasukan Israel untuk mundur dari wilayah tersebut, dengan ribuan tentara Lebanon dikerahkan untuk mengisi posisi mereka.

    Dengan waktu yang semakin menipis, dan tidak ada pihak yang sepenuhnya mematuhi ketentuan kesepakatan, para analis mengatakan Israel mungkin akan tetap berada di Lebanon selatan lebih lama dari yang telah mereka sepakati sebelumnya. 

    “Ini adalah situasi yang sangat rapuh karena (gencatan senjata) tidak dilaksanakan sepenuhnya, baik oleh Israel maupun oleh Hizbullah,” kata Sami Nader, direktur Institut Ilmu Politik di Universitas Saint Joseph di Beirut, kepada The New Arab.

    “Hizbullah tidak mundur dengan cepat, dan begitu pula Israel,” jelasnya.

    Sebagai informasi, Hizbullah telah mengalami serangkaian pukulan berat dalam beberapa bulan terakhir.

    Serangan Israel telah menghancurkan kepemimpinan puncaknya dan sebagian besar persenjataan berat serta infrastruktur militernya.

    Kelompok tersebut juga kehilangan salah satu sekutu utamanya, Bashar Al-Assad, beserta rute darat yang penting untuk persenjataan dan arus kasnya ketika pemberontak Suriah menggulingkan rezim tersebut.

    Pada gilirannya, cengkeraman kuat Hizbullah pada kancah politik Lebanon mengendur.

    Hal ini terbukti ketika kandidat presiden mereka mengundurkan diri dari pencalonan, membuka jalan bagi terpilihnya Joseph Aoun pada 9 Januari, yang didukung oleh musuh-musuh Hizbullah yakni Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi.

    Aoun telah berjanji untuk menjauhkan senjata dari kelompok non-negara, seperti Hizbullah, dan menegakkan ketentuan Resolusi PBB 1701  – dasar gencatan senjata saat ini – yang mengamanatkan militer dan pasukan keamanan Lebanon sebagai satu-satunya badan yang berwenang memiliki senjata di selatan Sungai Litani.

    Pejabat Israel telah menyatakan keraguan atas kemampuan tentara Lebanon untuk mengawasi pelucutan senjata Hizbullah, dan sejumlah laporan berita Israel telah menyatakan niat mereka untuk tetap tinggal melewati periode 60 hari.

    Asap-asap dari peledakan rumah di Lebanon Selatan oleh Pasukan Israel di tengah perjanjian gencatan senjata yang berlangsung dengan Hizbullah. (Anews/Tangkap Layar)

    Surat kabar Israel, Jerusalem Post, melaporkan pada 5 Januari, upaya Israel dan Amerika sedang dilakukan untuk memperpanjang gencatan senjata 60 hari dengan Hizbullah.

    Selama kunjungan ke Lebanon pada 7 Januari, utusan AS, Amos Hochstein, mengatakan bahwa pasukan Israel akan terus menarik diri dari Lebanon, tanpa menyebutkan kapan penarikan mereka akan selesai. 

    Ori Goldberg, seorang analis politik dan akademisi Israel, mengatakan kepada TNA, ia memperkirakan pemerintahan Donald Trump akan menekan Israel agar mematuhi ketentuan gencatan senjata.

    Tidak seperti Gaza dan Suriah – tempat pasukan Israel telah mengumumkan niat mereka untuk tetap ditempatkan – para analis mengatakan Israel tidak mungkin menduduki Lebanon selatan secara permanen, bahkan jika mereka tinggal melebihi waktu yang ditetapkan dalam kesepakatan gencatan senjata.

    Di sisi lain, beberapa menteri Israel telah berulang kali dan lantang mendukung penyelesaian Jalur Gaza.

    Kemudian, seruan ideologis untuk menduduki dan menyelesaikan Lebanon selatan datang dari kelompok-kelompok sayap kanan yang lebih kecil di pinggiran masyarakat Israel dan di luar lembaga keamanan dan diplomatik Israel.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Populer Internasional: Komandan IDF Mengundurkan Diri – Israel Wajibkan PA Bayar Kompensasi – Halaman all

    Populer Internasional: Komandan IDF Mengundurkan Diri – Israel Wajibkan PA Bayar Kompensasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.

    Komandan IDF mengundurkan diri karena merasa bertanggung jawab atas kegagalan serangan 7 Oktober 2023.

    Kini, meski Israel dan Hamas sepakat untuk gencatan senjata, kekerasan berpindah ke Jenin, Tepi Barat.

    Dunia pun seakan terbalik karena Israel malah mewajibkan Otoritas Palestina untuk membayar kompensasi ke pemukim Israel dari uang rakyat Palestina.

    Selengkapnya, berikut berita populer Internasional dalam 24 jam terakhir.

    1. Komandan IDF Herzi Halevi Mengundurkan Diri, Merasa Tanggung Jawab atas Kegagalan Serangan 7 Oktober

    Panglima Israel Herzi Halevi terlihat pada 13 Februari 2024 (IDF)

    Komandan Kepala Staf Angkatan Darat Israel (IDF), Letnan Jenderal Herzi Halevi, mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (21/1/2025).

    Alasan pengunduran dirinya adalah kegagalan militer dalam mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, Anadolu Ajansi melaporkan.

    Dalam sebuah pernyataan resmi, Halevi mengungkapkan, ia akan mengundurkan diri pada 6 Maret 2025.

    Itu artinya sekitar 10 bulan lebih cepat dari masa jabatan standar yang biasanya dijalani oleh Kepala Staf IDF, yaitu tiga tahun.

    Halevi mengatakan, ia merasa bertanggung jawab atas kegagalan militer tersebut.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    2. Medan Perang Baru Israel Setelah Gaza: Jenin dan Tepi Barat

    “Atas arahan Kabinet Keamanan, IDF, ISA, dan Kepolisian Israel hari ini telah memulai operasi militer untuk mengalahkan terorisme di Jenin.”

    Demikian sepenggal pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikutip dari JPost, Rabu (22/1/2025).

    Pernyataan Netanyahu itu muncul setelah Israel dan Hamas sepakat melakukan gencatan senjata di Gaza, Palestina.

    Setelah 15 Bulan Israel Bombardir Gaza

    Militer Israel telah berperang di berbagai front selama lima belas bulan.

    Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menjadi pemicu bagi kelompok-kelompok lain seperti Hizbullah untuk berperang melawan Israel. 

    Perang ini telah berkembang secara bertahap.

    Menurut media Israel Jerussalem Post, awalnya Tepi Barat tidak dianggap sebagai garis depan utama perang. 

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    3. SDF Serahkan Wilayah di Timur Laut Suriah saat Serangan yang Didukung Turki Memanas

    Pejuang Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS berjaga di Lapangan Al-Naeem, di Raqqa, Suriah, Senin, 7 Februari 2022. (Aawsat)

    Militan dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) menyerahkan wilayah di timur laut Suriah saat serangan yang didukung Turki memanas.

    SDF yang dipimpin Kurdi menghadapi ancaman dari pemerintah HTS di Damaskus dan SNA yang didukung Turki.

    Militan dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didominasi suku Kurdi yang didukung AS telah menarik diri dari beberapa kota Arab di Suriah timur, sumber di daerah tersebut mengatakan kepada The National, sebagai tanggapan atas tekanan militer dari faksi penguasa baru Suriah di Damaskus dan militan Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki di utara negara itu.

    Selama hari terakhir, militan dari SDF telah mundur dari empat kota mayoritas Arab di Sungai Efrat di provinsi Raqqa dan Deir Ezzor, kata seorang pejabat kelompok kepada The National .

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    4. Dunia Terbalik, Israel Wajibkan PA Bayar Kompensasi ke Pemukim Israel dari Uang Rakyat Palestina

    Israel kembali mempertontonkan sikap dan aksi kolonialisme mereka terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang mereka duduki.

    Berstatus sebagai pihak pendudukan, Israel justru mewajibkan pihak Palestina untuk membayar kompensasi ke warga Israel yang menjadi korban serangan warga Palestina.

    Sebagai catatan, Israel memilih diksi ‘teror dan terorisme’ terhadap aksi-aksi perlawanan yang dilakukan warga dan gerakan perlawanan Palestina.

    Aksi perlawanan Palestina ini diketahui muncul dari sikap dan aturan-aturan yang mereka nilai menindas di tanah mereka sendiri oleh pendudukan Israel dan para pemukim Yahudi mereka.

    Seperti istiah dunia terbalik, orang Palestina merasa diperas di tanah sendiri oleh Israel yang notabenenya adalah pihak pendudukan.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    (Tribunnews.com)

  • Sebentar Lagi Harus Angkat Kaki dari Lebanon, Israel Makin Sibuk Berburu Senjata Hizbullah – Halaman all

    Sebentar Lagi Harus Angkat Kaki dari Lebanon, Israel Makin Sibuk Berburu Senjata Hizbullah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menjelang penarikan mundur dari wilayah Lebanon, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dilaporkan makin sibuk mencari dan membongkar infrastruktur Hizbullah di Lebanon Selatan.

    Penarikan mundur itu merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi Israel dalam perjanjian gencatan senjata dengan Hizbullah.

    IDF berusaha menemukan senjata dan infrastruktur pertahanan Hizbullah yang belum diketahui pasukan Israel.

    Dikutip dari Maariv, seorang juru bicara IDF pada hari Rabu, (22/1/2024), menyebut ada banyak senjata yang ditemukan saat operasi di Gunung Dov oleh Brigade Gunung Israel.

    Wilayah itu berada di utara kawasan pertanian Sheeba yang kerap menjadi tempat Hizbullah melancarkan serangan.

    IDF disebut kesulitan melacak pergerakan Hizbullah karena wilayah itu memiliki medan yang menyulitkan. Di sana terdapat batu-batu besar, vegetasi lebat, dan terkadang kabut turun menghalangi pandangan.

    Menurut juru bicara itu, IDF mendapati peluncur senjata antitank, peluncur roket, senapan mesin, alat pembidik, dan rudal yang diarahkan ke Israel.Semua senjata itu disita IDF.

    IDF berupaya mencegah Hizbullah kembali bangkit dan menguat di Gunung Dov.

    Adapun gencatan senjata 60 hari antara Israel dan Hizbullah akan berakhir hari Senin pekan depan.

    IDF dilaporkan bersiap menarik personelnya. Namun, pejabat Israel belum resmi memberikan perintah penarikan.

    Pasukan Israel (IDF) dari Divisi Lapis Baja melancarkan agresi militer di Lebanon Selatan. (Khaberni)

    Gencatan senjata Israel-Hizbullah

    Israel dan Hizbullah telah menyepakati gencatan senjata selama 60 hari yang berlaku sejak tanggal 27 November 2024.

    Pejuang Hizbullah diharuskan mundur 40 km dari perbatasan Israel-Lebanon, sedangkan pasukan Israel harus mundur dari wilayah Lebanon.

    Dalam perjanjian itu, disepakati per 26 Januari nanti, satu-satunya kelompok bersenjata yang boleh berada di selatan Sungai Litani adalah tentara Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian PBB.

    Israel dan Hizbullah sudah berulang kali menuduh satu sama lain telah melanggar perjanjian gencatan senjata.

    “Jika Hizbullah tidak mundur dari Sungai Litani, tidak ada perjanjian,” kata Menteri Pertahanan Israel Katz dikutip dari CNN.

    “Israel berusaha mempertahankan perjanjian di Lebanon dan akan terus menegakkan sepenuhnya dan tanpa kompromi untuk memastikan kembalinya warga di utara Israel rumah mereka dengan aman.”

    Di sisi lain, Hizbullah mengklaim kesabaran mereka bisa habis karena pelanggaran yang dilakukan Israel.

    “Kesabaran kami mungkin habis dan ketika kami memutuskan bertindak, kalian akan segera melihatnya,” ujar Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem  dikutip dari Anadolu Agency.

    “Kami berkata bahwa kami memberikan kesempatan untuk mencegah pelanggaran oleh Israel, menerapkan perjanjian itu, dan bersikap sabar. Ini tidak berarti bahwa kami akan sabar selama 60 hari, tidak juga berarti kami akan sabar selama kurang dari 60 hari atau lebih.”

    Setelah gencatan senjata disepakati, Israel sudah banyak melancarkan operasi di Lebanon selatan, sedangkan Hizbullah menyerang wilayah yang diduduki Israel setelah menyinggung pelanggaran oleh Israel.

    Senjata Hizbullah terancam jatuh ke tangan tentara Lebanon

    Senjata, fasilitas militer, dan terowongan milik Hizbullah terancam jatuh ke tangan tentara Lebanon.

    Hal itu berkaitan dengan perjanjian gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel.

    Utusan Khusus Amerika Serikat (AS), Amos Hochstein, mengatakan tentara Lebanon akan dikerahkan di Lebanon selatan.

    “Pengerahan tentara Lebanon ke Lebanon selatan akan dilakukan dan Israel akan mundur ke Garis Biru ketika masa gencatan senjata berakhir tanggal 27 Januari,” kata Hochstein saat rapat di Lebanon, dikutip dari Maariv yang mengutip Al Awsat beberapa waktu lalu.

    “Makna perjanjian ini ialah bahwa satu-satunya entitas yang memiliki senjata di Lebanon adalah negara dan akan melarang partai dan milisi di Lebanon memiliki senjata.”

    Hochstein menegaskan perjanjian itu akan berlaku di seluruh wilayah Lebanon tanpa terkecuali.

    Dia menyebut ambiguitas dalam tafsir klausul perjanjian yang hanya terbatas di area selatan Sungai Litani itu tidak cocok dan bertentangan dengan apa yang tertulis dalam perjanjian.

    Lalu, utusan AS itu menjelaskan, senjata, fasilitas militer, dan terowongan Hizbullah harus dimiliki oleh tentara Lebanon. Dia berujar aset-aset itu sebaiknya dihancurkan.

  • Perang Berkobar di Jenin: 7 Tentara IDF Kena Ledakan, Israel Mau Tutup Tepi Barat Sepenuhnya – Halaman all

    Perang Berkobar di Jenin: 7 Tentara IDF Kena Ledakan, Israel Mau Tutup Tepi Barat Sepenuhnya – Halaman all

    Perang Berkobar di Jenin: 7 Tentara IDF Kena Ledakan, Israel Mau Tutup Tepi Barat Sepenuhnya

     

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan pendudukan Israel (IDF) melanjutkan agresi mereka terhadap kota Jenin di Tepi Barat untuk hari kedua penyerbuan, Rabu (22/1/2025).

    Agresi militer IDF bertajuk ‘Operasi Tembok Besi’ ini mendapat perlawanan sengit dari kelompok milisi perlawanan Palestina yang menimbulkan berkobarnya perang di Tepi Barat.

    Laporan media Ibrani pada  Selasa (21/1) malam mengungkapkan rincian ledakan yang menyasar pasukan IDF.

    “Ledakan alat peledak berat terjadi di daerah Talat al-Ghabz di sekitar kamp Jenin. Sekitar 7 tentara Israel terluka dalam ledakan tersebut, dan kondisi 4 orang yang terluka tergolong serius,” kata laporan itu dikutip Khaberni, Rabu.

    Laporan menambahkan, pasukan IDF korban luka ledakan dipindahkan dengan helikopter ke Rumah Sakit Rambam.

    Kendaraan militer pasukan Israel (IDF) dalam operasi penyerbuan besar-besaran di Kota Jenin, Tepi Barat, Rabu (21/1/2025).

    Mau Tutup Tepi Barat Sepenuhnya

    Terkait peperangan yang berkobar, narasumber yang dikutip Khaberni, mengatakan kalau ratusan warga Yerusalem menerima pesan telepon dari nomor Israel.

    Pesan itu meminta mereka meninggalkan lingkungan di wilayah utara Yerusalem di Tepi Barat yang diduduki.

    “Sumber tersebut melaporkan bahwa pesan tersebut meminta warga Yerusalem dan pemegang identitas Israel untuk meninggalkan Tepi Barat karena akan ditutup sepenuhnya,” kata laporan Khaberni.

    Sumber-sumber Palestina melaporkan, pasukan pendudukan Israel menangkap pemuda yang terluka, Ashraf Bahr, ayahnya, dan saudara laki-lakinya dari kamp Jenin.

    IDF juga menyita sebuah rumah dan mengubahnya menjadi titik konsentrasi di Khallet Al-Souha.

    Saat fajar pada hari Rabu, buldoser pendudukan mulai melibas jalan dan pintu masuk Rumah Sakit Pemerintah Jenin, dan menutup pintu masuknya dengan penghalang tanah.

    Mereka juga melibas infrastruktur sekitar Rumah Sakit Ibnu Sina, dan dengan sengaja menghancurkan jalan-jalan di kota dan sekitar kamp Jenin.

    “Sementara penembak jitu memasang posisi di atap rumah dan bangunan tempat tinggal yang menghadap ke kamp Jenin, sambil terus menutup pintu masuknya dan mencegah orang-orang untuk meninggalkan Jenin,” kata laporan itu.

    Putus Akses ke Rumah Sakit

    Direktur Rumah Sakit Jenin, Wissam Bakr, mengatakan, pasukan pendudukan Israel juga melibas jalan utama di depan pintu masuk Rumah Sakit Pemerintah Jenin.

    IDF juga menutup pintu masuknya dengan penghalang tanah, yang menyebabkan kesulitan untuk akses masuk dan keluar,

    Tim medis juga kesulitan untuk mencapai tujuan.

    “Bakr memperingatkan dampak penutupan transportasi pasien melalui ambulans, dan mencatat bahwa Palang Merah telah diberitahu tentang perkembangan terkini di lapangan,” kata laporan itu.

    Hingga dini hari, pasukan pendudukan mendorong lebih banyak bala bantuan militer ke kota Jenin dan pintu masuk kampnya.

    Pasukan pendudukan Israel menyerbu kota Jenin dan kampnya, pada hari Selasa, dalam agresi yang belum pernah terjadi sebelumnya, disertai dengan buldoser militer, bersamaan dengan drone pendudukan yang terbang di udara, dan jumlah korban tewas akibat agresi pada hari pertama mencapai 10 orang. , dan hampir 40 cedera.

    Kemarin, tentara pendudukan mengumumkan serangan terhadap kota Jenin dan kampnya, di tengah ancaman dari para menteri di pemerintahan pendudukan untuk meningkatkan situasi di Tepi Barat.

    Medan Perang Baru Israel Setelah Gaza

    “Atas arahan Kabinet Keamanan, IDF, ISA, dan Kepolisian Israel hari ini telah memulai operasi militer untuk mengalahkan terorisme di Jenin.”

    Demikian sepenggal pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikutip dari JPost, Rabu (22/1/2025).

    Pernyataan Netanyahu itu muncul setelah Israel dan Hamas sepakat melakukan gencatan senjata di Gaza, Palestina.

    Setelah 15 Bulan Israel Bombardir Gaza

    Militer Israel telah berperang di berbagai front selama lima belas bulan.

    Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menjadi pemicu bagi kelompok-kelompok lain seperti Hizbullah untuk berperang melawan Israel. 

    Perang ini telah berkembang secara bertahap.

    Menurut media Israel Jerussalem Post, awalnya Tepi Barat tidak dianggap sebagai garis depan utama perang. 

    Akan tetapi, wilayah utara Tepi Barat telah mengalami peningkatan ancaman terhadap Israel.

    Ancaman tersebut mencakup penggunaan alat peledak rakitan (IED) serta sejumlah besar senapan di tangan teroris.

    Israel melancarkan operasi baru di Tepi Barat pada tanggal 21 Januari 2025. 

    Operasi ini menyusul keputusan yang jelas untuk menggunakan gencatan senjata dan ketenangan relatif di wilayah Gaza dan Lebanon, untuk memulai tindakan keras di Tepi Barat utara.

    Kepemimpinan politik sangat peduli dengan pertempuran ini.

    Ini bukan sekadar operasi taktis biasa, seperti yang telah dilakukan Israel selama satu setengah tahun terakhir.

    Faktanya, Militer Israel/IDF telah melakukan operasi yang semakin gencar di Jenin dan daerah lain selama dua tahun terakhir.

    Ini dimulai dengan Operasi Home and Garden pada bulan Juli 2023 yang merupakan operasi terbesar di Tepi Barat dalam hampir dua dekade.

    IDF juga mulai menggunakan pesawat nirawak terhadap teroris di Tepi Barat dan serangan udara, sesuatu yang juga merupakan pertama kalinya sejak Intifada Kedua.

    Operasi Itu Bernama ‘Tembok Besi’

    Namun, operasi yang dijuluki Tembok Besi pada 21 Januari 2025 itu berbeda.

    Operasi ini mengikuti keputusan Israel untuk menambahkan keamanan di Tepi Barat sebagai salah satu tujuan perang di berbagai front.

    Hal ini juga terjadi setelah IDF memutuskan untuk memfokuskan sumber daya di Tepi Barat.

    Israel menambahkan Tepi Barat sebagai fokus setelah gencatan senjata di Gaza.

    Ini bisa dilihat sebagai keputusan politik untuk meredakan politikus nasional sayap kanan yang menentang kesepakatan penyanderaan Gaza.

    Namun, ini bukan sekadar politik.

    Tepi Barat adalah tempat yang penuh dengan bahan peledak.

    Pasukan Keamanan Otoritas Palestina telah mencoba mengatasi masalah ini tapi tidak tuntas.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada tanggal 21 Januari “atas arahan Kabinet Keamanan, IDF, ISA dan Kepolisian Israel hari ini telah memulai operasi militer yang luas dan signifikan untuk mengalahkan terorisme di Jenin – ‘Tembok Besi’.”

    Ia mengatakan hal ini terkait dengan tujuan baru untuk memperkuat keamanan di Tepi Barat.

    “Kami bertindak secara metodis dan penuh tekad melawan poros Iran di mana pun ia berada – di Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, Yudea, dan Samaria – dan kami masih aktif.”

    Pada tanggal 20 Januari, Kepala Staf IDF Herzi Halevi mengatakan, “selain persiapan pertahanan yang ditingkatkan di Jalur Gaza, kita harus siap untuk operasi kontraterorisme yang signifikan di Yudea dan Samaria dalam beberapa hari mendatang untuk mencegah dan menangkap mereka sebelum mereka menyerang warga sipil kita.”

    IDF juga telah menyiapkan pasukan.

    Beberapa pasukan baru-baru ini telah dikerahkan kembali dari Gaza atau dari Israel utara.

    IDF baru-baru ini mengatakan bahwa pasukan Brigade Nahal, di bawah komando Divisi ke-162, sedang mempersiapkan misi berikutnya setelah berminggu-minggu beroperasi di daerah Beit Hanun di Jalur Gaza utara.

    Semua ini mengarah pada operasi penting di Tepi Barat utara. Namun, ini adalah operasi yang sulit untuk dipecahkan.

    Para pejuang perlawanan aktif di Jenin, Tulkarm, Qalqilya, Nablus dan banyak desa di Tepi Barat utara seperti di sekitar Tubas dan daerah yang menghadap Ghor al-Faria, sebuah lembah yang membentang dari Tepi Barat menuju lembah Sungai Yordan.

    Lokasi ancaman lainnya adalah kamp Fara kecil di dekat Tubas.

    Gambaran keseluruhan yang terlihat selama setahun terakhir adalah bahwa Jihad Islam Palestina dan kelompok-kelompok lain mulai membangun akar yang lebih besar.

    Dimana Tepi Barat dan Jenin?

    Jalur Gaza dan Tepi Barat sebenarnya dua wilayah Palestina yang dulunya merupakan bagian dari Palestina dan direbut oleh Israel selama perang enam hari pada tahun 1967. 

    Terdapat lebih dari 5 juta warga Palestina yang tinggal di kedua wilayah tersebut. 

    Jalur Gaza merupakan wilayah seluas 140 mil persegi yang terletak di sudut barat daya Israel, di sepanjang pantai Laut Tengah.

    Jalur ini juga berbatasan dengan Mesir di sebelah selatan. 

    Sementara Tepi Barat adalah wilayah lain yang sebenarnya disengketakan Israel dan Palestina tetapi wilayah ini jauh lebih luas daripada Jalur Gaza yakni 2.173 mil persegi.

    Tepi Barat membentang melintasi perbatasan timur Israel di sepanjang tepi barat Sungai Yordan dan sebagian besar Laut Mati. 

    Kota suci Yerusalem dianggap oleh hukum internasional sebagai bagian dari Tepi Barat, dengan Yerusalem Timur diklaim sebagai ibu kota oleh Israel dan Palestina.

    Sementara Jenin adalah sebuah kota yang terletak di Tepi Barat dan juga terletak di Governorat Jenin.

    Kota ini merupakan kota pusat pertanian Palestina.

    Jenin juga merujuk kepada Kamp Pengungsi Jenin dan nama dari sebuah distrik di Tepi Barat.

    Walaupun kota ini berada di bawah kekuasaan Otoritas Nasional Palestina, Israel merebut kota ini tahun 2002.

     

     

    (oln/khbrn/*)

     

     

     

     

     
     

  • Menhan Israel: Operasi IDF di Jenin Belajar dari Gaza Agar Proksi Iran di Tepi Barat Tak Jadi Kuat – Halaman all

    Menhan Israel: Operasi IDF di Jenin Belajar dari Gaza Agar Proksi Iran di Tepi Barat Tak Jadi Kuat – Halaman all

    Menhan Israel: Operasi Militer IDF di Jenin Belajar dari Gaza Agar Proksi Iran di Tepi Barat Tak Jadi Kuat

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, Rabu (22/1/2025) mengatakan kalau operasi militer pasukan Israel (IDF) di Jenin, Tepi Barat Utara, menandai perubahan dalam strategi keamanan Israel di daerah tersebut.

    Katz mengunjungi pos komando militer di wilayah Brigade Teritorial Menashe IDF pada Selasa untuk memantau operasi militer Israel di wilayah Palestina itu.

    “’Operasi Tembok Besi’ di kamp pengungsi Jenin akan menjadi perubahan dalam doktrin keamanan IDF di Yudea dan Samaria,” ujat Katz dalam pernyataan yang diterbitkan oleh kantornya pada Rabu pagi, dikutip JNS.

    Sebagai informasi, Yudea dan Samaria adalah Tepi Barat. Nama ini digunakan oleh Israel untuk merujuk pada seluruh Tepi Barat.

    Katz mengklaim, pelaksanaan agresi militer besar-besaran IDF itu merupakan hasil dari pelajaran yang dipetik dari Jalur Gaza.

    Memakai diksi ‘teror’ dan ‘terorisme’ terhadap aksi perlawanan kelompok milisi pembebasan Palestina, Katz mendalilkan, operasi militer IDF merupakan upaya tekanan agar kelompok perlawanan Palestina tidak menjadi besar seperti di Gaza.

     “Operasi berintensitas tinggi untuk melenyapkan ‘teroris’ dan infrastruktur ‘teror’ di kamp—tanpa munculnya kembali ‘teror’ di kamp setelah operasi berakhir—adalah pelajaran nomor satu dari metode penggerebekan berulang kali di Jalur Gaza,” lanjut pernyataan itu.

    Pernyataan Katz melalui kantornya itu mengindikasikan, Israel mencurigai kalau pengaruh Iran sudah muncul dan tumbuh di Tepi Barat.

    “Kami tidak akan membiarkan lengan gurita Iran dan Islam Sunni radikal membahayakan nyawa penduduk [Israel] dan mendirikan front perlawanan timur melawan Negara Israel,” imbuh Katz.

    Katz bersumpah, “Kami akan menyerang lengan gurita itu dengan keras hingga mereka putus.”

    Kendaraan militer Pasukan Israel saat melancarkan serangan baru ke Tepi Barat, Senin (9/9/2024). (khaberni)

    Operasi Militer IDF di Tepi Barat Bisa Berbulan-bulan

    Pada Selasa malam, seorang pasukan keamanan senior Israel yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Channel 14 News kalau kampanye skala besar melawan kelompok perlawanan yang didukung Iran di Tepi Barat utara bisa memakan waktu berbulan-bulan.

    “Ketika ini berakhir, kamp-kamp ‘teroris’ (diksi Israel untuk kelompok perlawanan Palestina) akan berhenti beroperasi. Apa yang kami lakukan di Gaza, akan kami lakukan juga kepada mereka; kami akan meninggalkan mereka dalam reruntuhan,” kata sumber itu.

    Pasukan Pertahanan Israel mengumumkan dalam sebuah pernyataan pada Rabu pagi bahwa mereka “menyerang infrastruktur ‘teroris’ dari udara, menyerang sejumlah ‘teroris’ dan menghancurkan alat peledak di Jenin.”

    “Selama 24 jam terakhir, pasukan Israel telah menyerang lebih dari sepuluh teroris. Selain itu, serangan udara dilakukan terhadap infrastruktur perlawanan di daerah tersebut dan banyak alat peledak yang ditanam milisi perlawanan di jalan dihancurkan,” kata IDF. “Pasukan melanjutkan operasi.”

    Menurut Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina, sedikitnya sembilan orang tewas oleh pasukan keamanan Israel di Jenin sepanjang hari pada hari Selasa, dan lebih dari 40 orang dikatakan terluka.

    Media Ynet melaporkan bahwa Pasukan Pertahanan Israel melakukan serangan pesawat tak berawak terhadap sel milisi perlawanan Jenin yang sedang menanam alat peledak.

    “Operasi Tembok Besi” melibatkan IDF, perwira Badan Keamanan Israel (Shin Bet) dan Polisi Perbatasan, menurut pernyataan militer Israel pada hari Selasa.

    Media Ibrani melaporkan bahwa empat batalyon IDF ikut serta dalam operasi tersebut, yang berjumlah beberapa ratus pasukan darat.

    Personel keamanan Otoritas Palestina. Dalam beberapa pekan belakangan, Otoritas Palestina terlibat bentrokan bersenjata dengan sejumlah milisi perlawanan Palestina seperti Brigade Al-Quds di Jenin dan Brigade Martir Al-Aqsa. (khaberni/tangkap layar)

    PA Mundur dari Jenin, Ibu Kota Para Martir

    Menurut laporan media Arab, IDF memasuki Jenin segera setelah polisi PA meninggalkan daerah itu.

    Awal minggu ini, dilaporkan kalau PA mencapai kesepakatan dengan kelompok Batalion Jenin -cabang Brigade Al-Quds, sayap militer kelompok Palestine Islamic Jihad’.

    PIJ dianggap Israel merupakan proksi Iran.

    Kesepakatan antara PA dan Batalion Jenin ini mengakhiri  operasi PA yang berlangsung selama sebulan di kota itu.

    Pasukan darat Israel memasuki kota tersebut dengan tujuan yang dinyatakan untuk menjaga kemampuan Yerusalem untuk bertindak cepat melawan kelompok perlawanan di Jenin.

    Jenin dikenal di kalangan warga Palestina sebagai “Ibu Kota Para Martir” karena banyaknya pelaku serangan terhadap entitas Israel termasuk ‘bom bunuh diri’, yang berasal dari daerah tersebut.

    Harian  Israel Hayom melaporkan kalau penyerbuan pasukan Israel ini awalnya direncanakan pada bulan Desember, tetapi ditunda atas permintaan eselon politik setelah PA melancarkan operasi Jenin.

    “Atas arahan Kabinet Keamanan, IDF, Shin Bet dan Polisi Israel hari ini meluncurkan operasi militer yang besar dan signifikan untuk memberantas teror di Jenin—’Tembok Besi,’” kata kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan pada Selasa sore.

    “Ini adalah langkah lain menuju tujuan yang telah kami tetapkan—memperkuat keamanan di Yudea dan Samaria. Kami bertindak secara sistematis dan tegas melawan poros Iran di mana pun senjatanya berada—di Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, serta Yudea dan Samaria,” imbuh PMO.

    Pada bulan Agustus, saat menjabat sebagai menteri luar negeri Yerusalem, Katz menyerukan “evakuasi sementara penduduk Palestina dan langkah-langkah apa pun yang diperlukan” di tengah meningkatnya serangan teror yang berasal dari Jenin.

    Iran berupaya “untuk mendirikan front perlawanan timur” di Yudea dan Samaria (Tepi Barat), dakwa Katz.

    Iran, kata dalil Israel, mengikuti model proksinya di Lebanon dengan Hizbullah dan Jalur Gaza dengan Hamas, dengan “membiayai dan mempersenjatai perlawanan dan menyelundupkan senjata canggih dari Yordania.”

    Medan Perang Baru

    “Atas arahan Kabinet Keamanan, IDF, ISA, dan Kepolisian Israel hari ini telah memulai operasi militer untuk mengalahkan terorisme di Jenin.”

    Demikian sepenggal pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikutip dari JPost, Rabu (22/1/2025).

    Pernyataan Netanyahu itu muncul setelah Israel dan Hamas sepakat melakukan gencatan senjata di Gaza, Palestina.

    Setelah 15 Bulan Israel Bombardir Gaza

    Militer Israel telah berperang di berbagai front selama lima belas bulan.

    Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menjadi pemicu bagi kelompok-kelompok lain seperti Hizbullah untuk berperang melawan Israel. 

    Perang ini telah berkembang secara bertahap.

    Menurut media Israel Jerussalem Post, awalnya Tepi Barat tidak dianggap sebagai garis depan utama perang. 

    Akan tetapi, wilayah utara Tepi Barat telah mengalami peningkatan ancaman terhadap Israel.

    Ancaman tersebut mencakup penggunaan alat peledak rakitan (IED) serta sejumlah besar senapan di tangan teroris.

    Israel melancarkan operasi baru di Tepi Barat pada tanggal 21 Januari 2025. 

    Operasi ini menyusul keputusan yang jelas untuk menggunakan gencatan senjata dan ketenangan relatif di wilayah Gaza dan Lebanon, untuk memulai tindakan keras di Tepi Barat utara.

    Kepemimpinan politik sangat peduli dengan pertempuran ini.

    Ini bukan sekadar operasi taktis biasa, seperti yang telah dilakukan Israel selama satu setengah tahun terakhir.

    Faktanya, Militer Israel/IDF telah melakukan operasi yang semakin gencar di Jenin dan daerah lain selama dua tahun terakhir.

    Ini dimulai dengan Operasi Home and Garden pada bulan Juli 2023 yang merupakan operasi terbesar di Tepi Barat dalam hampir dua dekade.

    IDF juga mulai menggunakan pesawat nirawak terhadap teroris di Tepi Barat dan serangan udara, sesuatu yang juga merupakan pertama kalinya sejak Intifada Kedua.

    Operasi Itu Bernama ‘Tembok Besi’

    Namun, operasi yang dijuluki Tembok Besi pada 21 Januari 2025 itu berbeda.

    Operasi ini mengikuti keputusan Israel untuk menambahkan keamanan di Tepi Barat sebagai salah satu tujuan perang di berbagai front.

    Hal ini juga terjadi setelah IDF memutuskan untuk memfokuskan sumber daya di Tepi Barat.

    Israel menambahkan Tepi Barat sebagai fokus setelah gencatan senjata di Gaza.

    Ini bisa dilihat sebagai keputusan politik untuk meredakan politikus nasional sayap kanan yang menentang kesepakatan penyanderaan Gaza.

    Namun, ini bukan sekadar politik.

    Tepi Barat adalah tempat yang penuh dengan bahan peledak.

    Pasukan Keamanan Otoritas Palestina telah mencoba mengatasi masalah ini tapi tidak tuntas.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada tanggal 21 Januari “atas arahan Kabinet Keamanan, IDF, ISA dan Kepolisian Israel hari ini telah memulai operasi militer yang luas dan signifikan untuk mengalahkan terorisme di Jenin – ‘Tembok Besi’.”

    Ia mengatakan hal ini terkait dengan tujuan baru untuk memperkuat keamanan di Tepi Barat.

    “Kami bertindak secara metodis dan penuh tekad melawan poros Iran di mana pun ia berada – di Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, Yudea, dan Samaria – dan kami masih aktif.”

    Pada tanggal 20 Januari, Kepala Staf IDF Herzi Halevi mengatakan, “selain persiapan pertahanan yang ditingkatkan di Jalur Gaza, kita harus siap untuk operasi kontraterorisme yang signifikan di Yudea dan Samaria dalam beberapa hari mendatang untuk mencegah dan menangkap mereka sebelum mereka menyerang warga sipil kita.”

    IDF juga telah menyiapkan pasukan.

    Beberapa pasukan baru-baru ini telah dikerahkan kembali dari Gaza atau dari Israel utara.

    IDF baru-baru ini mengatakan bahwa pasukan Brigade Nahal, di bawah komando Divisi ke-162, sedang mempersiapkan misi berikutnya setelah berminggu-minggu beroperasi di daerah Beit Hanun di Jalur Gaza utara.

    Semua ini mengarah pada operasi penting di Tepi Barat utara. Namun, ini adalah operasi yang sulit untuk dipecahkan.

    Para pejuang perlawanan aktif di Jenin, Tulkarm, Qalqilya, Nablus dan banyak desa di Tepi Barat utara seperti di sekitar Tubas dan daerah yang menghadap Ghor al-Faria, sebuah lembah yang membentang dari Tepi Barat menuju lembah Sungai Yordan.

    Lokasi ancaman lainnya adalah kamp Fara kecil di dekat Tubas.

    Gambaran keseluruhan yang terlihat selama setahun terakhir adalah bahwa Jihad Islam Palestina dan kelompok-kelompok lain mulai membangun akar yang lebih besar.

    Dimana Tepi Barat dan Jenin?

    Jalur Gaza dan Tepi Barat sebenarnya dua wilayah Palestina yang dulunya merupakan bagian dari Palestina dan direbut oleh Israel selama perang enam hari pada tahun 1967. 

    Terdapat lebih dari 5 juta warga Palestina yang tinggal di kedua wilayah tersebut. 

    Jalur Gaza merupakan wilayah seluas 140 mil persegi yang terletak di sudut barat daya Israel, di sepanjang pantai Laut Tengah.

    Jalur ini juga berbatasan dengan Mesir di sebelah selatan. 

    Sementara Tepi Barat adalah wilayah lain yang sebenarnya disengketakan Israel dan Palestina tetapi wilayah ini jauh lebih luas daripada Jalur Gaza yakni 2.173 mil persegi.

    Tepi Barat membentang melintasi perbatasan timur Israel di sepanjang tepi barat Sungai Yordan dan sebagian besar Laut Mati. 

    Kota suci Yerusalem dianggap oleh hukum internasional sebagai bagian dari Tepi Barat, dengan Yerusalem Timur diklaim sebagai ibu kota oleh Israel dan Palestina.

    Sementara Jenin adalah sebuah kota yang terletak di Tepi Barat dan juga terletak di Governorat Jenin.

    Kota ini merupakan kota pusat pertanian Palestina.

    Jenin juga merujuk kepada Kamp Pengungsi Jenin dan nama dari sebuah distrik di Tepi Barat.

    Walaupun kota ini berada di bawah kekuasaan Otoritas Nasional Palestina, Israel merebut kota ini tahun 2002.

     

    (oln/JNS/*)

  • 2 Kandidat Pengganti Herzi Halevi, Eyal Zamir si Favorit Netanyahu dan Wakil Kepala IDF Amir Baram – Halaman all

    2 Kandidat Pengganti Herzi Halevi, Eyal Zamir si Favorit Netanyahu dan Wakil Kepala IDF Amir Baram – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Posisi Kepala Staf IDF (Angkatan Pertahanan Israel) yang bakal segera kosong setelah pengunduran diri Letnan Jenderal Herzi Halevi, kini menjadi sorotan.

    Ada dua kandidat utama yang diperkirakan akan menggantikannya.

    Kedua kandidat tersebut adalah Eyal Zamir, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan.

    Kandidat kuat kedua yaitu Mayor Jenderal Amir Baram, Wakil Kepala Staf IDF.

    Dikutip dari Jerusalem Post, berikut ini profil mereka.

    Eyal Zamir: Favorit Netanyahu

    Eyal Zamir merupakan mantan Wakil Kepala Staf IDF.

    Eyal Zamir dianggap sebagai kandidat utama yang paling disukai oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

    Meskipun saat pemilihan terakhir, Yair Lapid menjabat sebagai Perdana Menteri dan Benny Gantz sebagai Menteri Pertahanan, Zamir saat itu adalah kandidat favorit Netanyahu untuk posisi Kepala Staf IDF.

    Dalam pemilihan terakhir, ia menduduki posisi kedua, menjadikannya salah satu kandidat terkuat untuk menggantikan Halevi.

    Zamir dikenal sebagai sosok yang berpengalaman dalam dunia militer dan memiliki hubungan baik dengan Netanyahu.

    Keterlibatannya dalam berbagai operasi militer serta pengalamannya di Kementerian Pertahanan memperkuat posisinya sebagai calon yang layak untuk mengisi posisi tersebut.

    Eyal Zamir, mantan Wakil Kepala Staf IDF, dianggap sebagai kandidat utama yang paling disukai oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

    Mayor Jenderal Amir Baram: Kandidat Kedua yang Kuat

    Selain Zamir, Mayor Jenderal Amir Baram, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Kepala Staf IDF, juga diperkirakan sebagai salah satu kandidat pengganti Halevi.

    Berbeda dengan Zamir, Baram memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan Halevi dan lebih dekat dengan pendahulu Halevi, Aviv Kohavi.

    Hal ini membuatnya menjadi pilihan yang lebih berbeda, namun tetap kuat, di kalangan beberapa anggota IDF.

    Baram dikenal karena pendekatannya yang tegas dan berani dalam menghadapi tantangan militer, serta pengalamannya yang panjang di IDF.

    Meskipun ia tidak memiliki kedekatan langsung dengan Netanyahu, Baram tetap dianggap sebagai kandidat yang layak dan kompeten.

    Proses Seleksi Cepat

    Menteri Pertahanan Israel, Yoav Katz, telah menyampaikan bahwa proses seleksi untuk posisi Kepala Staf IDF akan segera dimulai.

    Biasanya, pemilihan Kepala Staf membutuhkan waktu yang cukup lama.

    Katz diperkirakan akan memilih pengganti Halevi lebih cepat, dengan kemungkinan keputusan dibuat dalam waktu beberapa hari ke depan.

    Katz berkomitmen untuk memulai proses wawancara dan seleksi kandidat segera.

    Ada kemungkinan besar dia memilih Eyal Zamir sebagai Kepala Staf IDF yang baru.

    Pemilihan yang cepat ini mencerminkan urgensi situasi keamanan Israel pasca pengunduran diri Halevi.

    Komandan Kepala Staf Angkatan Darat Israel (IDF), Letnan Jenderal Herzi Halevi, mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (21/1/2025), Al Monitor melaporkan.

    Alasan pengunduran dirinya adalah kegagalan militer dalam mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Dalam sebuah pernyataan resmi, Halevi mengungkapkan bahwa ia akan mengundurkan diri pada 6 Maret 2025.

    Itu artinya sekitar 10 bulan lebih cepat dari masa jabatan standar yang biasanya dijalani oleh Kepala Staf IDF, yaitu tiga tahun, Anadolu Ajansi melaporkan.

    Halevi mengatakan bahwa ia merasa bertanggung jawab atas kegagalan militer tersebut.

    Dia pun sudah memberi tahu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu serta Menteri Pertahanan Israel Yoav Katz mengenai niatnya tersebut.

    “Saya akan mengundurkan diri sesuai dengan janji saya pada Oktober 2023 untuk bertanggung jawab atas kegagalan 7 Oktober,” ungkap Halevi dalam pidatonya.

    Dikutip dari Jerusalem Post, Halevi menambahkan walaupun kegagalan 7 Oktober menjadi momen penting, IDF telah berhasil menekan situasi di Tepi Barat, yang memungkinkan militer untuk memfokuskan sebagian besar upayanya pada dua front utama: Hamas di Gaza dan Hizbullah di Lebanon.

    Halevi menegaskan bahwa tujuan perang Israel masih terbuka.

    Tujuan tersebut meliputi mengakhiri kendali politik Hamas atas Gaza dan memulangkan 94 sandera yang masih tertahan.

    Keputusan Halevi untuk mengundurkan diri juga memunculkan spekulasi tentang masa depan sejumlah pejabat tinggi IDF lainnya.

    Salah satunya adalah Juru Bicara IDF, Laksamana Muda Daniel Hagari, yang memiliki hubungan dekat dengan Halevi.

    Hagari telah mengindikasikan bahwa ia siap untuk tetap menjabat jika diminta oleh Kepala Staf IDF yang baru.

    Sementara itu, sejumlah pejabat intelijen senior, termasuk Direktur Shin Bet, Ronen Bar, serta Kepala Angkatan Udara Tomer Bar dan Kepala Angkatan Laut David Saar Salama, diperkirakan akan menghadapi perubahan posisi setelah pengunduran diri Halevi.

    Meskipun demikian, David Barnea, Direktur Mossad, diperkirakan tidak akan mengundurkan diri dalam waktu dekat karena hubungan baiknya dengan Netanyahu dan peran Mossad yang tidak terkait langsung dengan kejadian 7 Oktober.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Houthi Yaman Libur Dulu, Cabut Blokade Laut Merah: Sudah Lemah atau Karena Gencatan Senjata Gaza? – Halaman all

    Houthi Yaman Libur Dulu, Cabut Blokade Laut Merah: Sudah Lemah atau Karena Gencatan Senjata Gaza? – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Ansarallah (Houthi) Yaman, mengumumkan rencana untuk menghentikan blokade mereka terhadap pengiriman arus barang maritim di Laut Merah, Minggu (19/1/2025).

    Pencabutan blokade itu, dilaporkan dimulai dengan penghentian permusuhan dan serangan terhadap kapal-kapal “non-Israel”. 

    “Pusat Koordinasi Operasi Kemanusiaan Houthi (HOCC) mengeluarkan pernyataan mencabut blokade selama setahun terhadap pengiriman di Laut Merah, menyusul penerapan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza,” tulis laporan ME, dikutip Senin (20/1/2025).

    Seperti dilaporkan, gencatan senjata antara pasukan Israel dan Hamas dilakukan dalam kerangka pertukaran sandera dan tahanan. 

    Tahap pertama pertukaran tahanan berlangsung dengan sukses pada hari Minggu dengan bentuk pembebasan 90 tahanan Palestina oelh Israel ditukar dengan tiga sandera Israel yang ditahan oleh Hamas di Gaza.

    Pusat Koordinasi Operasi Kemanusiaan Houthi mengatakan kalau ke depannya, mereka tidak akan menyerang sebagian besar kategori kapal yang melintas di Laut Merah:

    Kapal-kapal yang dinyatakan Houthi tidak akan diserang adalah:

    Kapal yang menuju Israel
    Kapal Amerika atau Inggris
    Kapal yang sebagian dimiliki oleh entitas Israel
    Kapal yang dioperasikan oleh kepentingan Israel tetapi dimiliki oleh negara lain

    Kelompok Ansarallah Houthi Yaman mengklaim rudal hipersonik Palestine 2 yang mereka luncurkan ke Israel menghantam pangkalan udara Nevatim, Negev, wilayah pendudukan Israel pada Sabtu (29/12/2024). (Anews/File)

    Kapal Berentitas Sepenuhnya Israel Tetap Jadi Target 

    Meski begitu, Houthi masih berencana untuk menyerang kapal yang sepenuhnya dimiliki Israel atau berbendera Israel, setidaknya sampai semua fase perjanjian gencatan senjata dilaksanakan.

    “Kapal-kapal yang sepenuhnya milik Israel ini “dilarang melintasi Laut Merah, Bab-el-Mandeb, Teluk Aden, Laut Arab, dan Samudra Hindia saat ini,” kata pernyataan HOCC.  

    Dalam sebuah peringatan, kelompok itu mengatakan kalau mereka akan melanjutkan serangan terhadap pengiriman komersial jika pasukan Amerika Serikat (AS) dan Inggris menyerang Yaman lagi. 

    Jika itu terjadi, kelompok itu memperingatkan, mereka dapat melanjutkan serangannya terhadap pengiriman khusus Amerika dan Inggris. 

    Pada Jumat, pemimpin Houthi, Malik Al-Houthi menyatakan kalau “operasi angkatan laut kelompok itu telah mencapai hasil yang menentukan dan kemenangan nyata” dalam bentuk pengumuman gencatan senjata di Gaza.

    Namun, Houthi tetapi memperingatkan bahwa kegiatan kelompok itu dapat dilanjutkan jika pertempuran kembali terjadi di Gaza.

    “Pada tahap apa pun di mana musuh Israel kembali melakukan agresi dan eskalasi, kami akan siap mendukung (Hizbullah),” kata Al-Houthi. 

    Sebuah kapal komesial tampak mengalami kebakaran dengan asap hitam membumbung seusai mendapat serangan di Laut Merah, Yaman. Pusat Koordinasi Operasi Perdagangan Maritim Inggris melaporkan insiden keamanan serangan baru di dekat Yaman, Senin (26/8/2024). (MNA/Tangkap Layar)

    Gencatan Senjata Gaza Cuma Alasan, Houthi Sudah Lemah Dihajar AS

    Keputusan kelompok tersebut untuk tidak lagi melancarkan serangan rudal antikapal dan pesawat nirawak di Laut Merah telah diantisipasi oleh banyak pihak di industri pelayaran. 

    Dimitris Maniatis, CEO perusahaan pelayaran dan logistik Marisks, mengatakan kepada Reuters bahwa kemampuan Houthi telah berkurang secara signifikan akibat serangan udara Israel dan Amerika selama bulan lalu.

    “(Karena melemahnya kekuatan) sehingga kelompok tersebut menginginkan “alasan untuk mengumumkan gencatan senjata” dan mengakhiri kampanye (blokade Laut Merah) mereka,” kata pernyataan itu dilansir ME. 

    Beberapa sumber lain mengatakan kepada Reuters kalau pelaku industri pelayaran sudah berencana kembali menggunakan rute dan jalur Laut Merah.

    “Meski demikian perusahaan pelayaran papan atas telah menekankan bahwa mereka masih berencana untuk menunggu dan melihat bagaimana situasi menjadi stabil,” kata laporan ME. 

    Terlepas dari apakah jaminan mereka terhadap pelayaran Barat tetap berlaku atau tidak, pasukan Houthi tampaknya telah memilih target kapal yang tidak sejalan dengan kriteria mereka sebelumnya, dan kadang-kadang menyerang kapal yang terkait dengan sponsor asing mereka sendiri. 

    Nasib kapal pengangkut mobil Galaxy Leader yang dibajak dan awaknya yang terdampar masih belum pasti.

    Kapal ro/ro tersebut telah tertahan di jangkar di lepas pantai barat laut Yaman selama lebih dari setahun. 

    Pada hari yang sama dengan pengumuman HOCC, para pemimpin Houthi mengklaim upaya kedelapan untuk menargetkan kapal induk USS Harry S. Truman di Laut Merah.

    Seperti klaim sebelumnya tentang serangan Houthi terhadap kapal induk, Komando Pusat AS belum berkomentar. 

    Sebuah rudal yang ditembakkan oleh Houthi di Yaman dilaporkan menghantam atap sebuah rumah di pemukiman Israel di selatan Yerusalem Timur, di Yerusalem pada tanggal 14 Januari 2025 (Tangkap layar X)

    Bombardir Tel Aviv Jika Langgar Gencatan Senjata

    Militan sayap kanan Yaman, Houthi mengancam akan terus melakukan serangan ke kapal dagang Israel dan membombardir kota Tel Aviv jika PM Netanyahu melanggar gencatan senjata Gaza.

    Ancaman ini juru bicara Houthi, Brigadir Jenderal Yahya Saree usai militant Yaman ini berhasil menghujani tiga kota Israel yakni Eilat, Tel Aviv, hingga Ashkelon.

    Serangan ke sejumlah kota terbesar Israel itu dilakukan sebagai respons Houthi terhadap Israel yang terus melakukan serangan ke Gaza menjelang digelarnya gencatan senjata pada Minggu (19/1/2025).

    Seree mengungkap bahwa pesawat tempur Israel masih gencar melakukan serangan di wilayah Gaza walau kesepakatan gencatan sudah senjata disetujui. 

    Imbas serangan ini tim medis di Gaza mencatat setidaknya ada 119 orang tewas sejak kesepakatan gencatan senjata diumumkan pada Rabu lalu.

    Houthi menilai Israel tak sungguh-sungguh dalam menjalankan perjanjian gencatan senjata, mengatakan perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas mengakhiri perang namun tidak mengakhiri konflik.

    Mengantisipasi terjadinya serangan serupa, Houthi mengancam akan menyerang Israel dengan rudal-rudal secara langsung serta turut menargetkan kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah dan Teluk Aden.

    Houthi baru akan menghentikan serangan terhadap Israel, setelah dimulainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    “Kami akan terus memantau tahap-tahap pelaksanaan perjanjian ini,” kata Mohammed al-Bukhaiti kepada Al Jazeera.

    “Jika Israel menghentikan agresi di Gaza, dan jika AS, Inggris, dan Israel menghentikan agresi terhadap Yaman, Houthi akan menghentikan operasi mereka, termasuk serangan terhadap angkatan laut dan kapal komersial,” imbuhnya.

    Serangan seperti ini bukan kali pertama yang dilakukan Houthi.

    Sejak Israel melakukan serangan ke Gaza, Kelompok tersebut telah meluncurkan roket ke sebagai bentuk solidaritas dengan warga Palestina di Gaza. 

    Tak hanya itu untuk memukul mundur ekonomi Israel, Houthi juga menargetkan angkatan laut dan kapal komersial yang terkait dengan Israel dan sekutunya yang melewati Bab al-Mandeb di Laut Merah.

    Akibat serangan tersebut reputasi israel yang selama ini dikenal sebagai mitra dagang yang aman kini mulai tercoreng.

    Hamas: Terima Kasih Houthi

    Menjalang digelarnya gencatan senjata yang akan dimulai pada hari ini pukul 08.30 waktu setempat atau 13.30 WIB.

    Wakil kepala Biro Politik Hamas, Khalil al-Hayya mengucapkan terima kasih kepada para sekutunya yakni Houthi di Yaman yang telah membantu tercapainya gencatan senjata itu.

    Selain Houthi, al-Hayya juga turut Ia juga berterima kasih kepada Hizbullah di Lebanon yang kehilangan ratusan pemimpin dan pejuang dalam mendukung perlawanan Palestina.

    Lebih lanjut ia berterima kasih kepada Iran yang meluncurkan Operasi Janji Sejati 1 dan 2 untuk membalas serangan Israel dan memblokir jalur kapal Israel.

    “Terima kasih kepada Republik Islam, gerakan perlawanan Hizbullah Lebanon, Angkatan Bersenjata Yaman, dan Perlawanan Irak,” katanya dimuat Press TV.

    “Kami tidak akan melupakan, kami tidak akan memaafkan, dan tidak ada di antara kami yang akan mengabaikan pengorbanan rakyat kami di Jalur Gaza,” imbuhnya.

    Isi Poin Gencatan Senjata

    Sebagai Informasi, Hamas dan Israel akhirnya menyepakati gencatan senjata yang akan dimulai pada 19 Januari.

    Adapun proses gencatan senjata akan berlangsung selama 42 hari, dibagi menjadi tujuh tahap.

    Untuk setiap tahap nantinya, 3-4 sandera Israel dan tahanan Palestina akan dibebaskan.

    Dua sumber yang dekat dengan Hamas menyebutkan, kelompok sandera pertama yang dibebaskan terdiri dari 3 tentara wanita Israel.

    Sementara dari pihak Israel menerbitkan daftar 95 tahanan Palestina, mayoritas perempuan, yang akan dibebaskan sebagai ganti tawanan Israel di Gaza.

    Berikut adalah poin perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas.

    Fase Pertama 

    Hamas membebaskan 33 sandera termasuk warga sipil dan tentara perempuan, anak-anak dan warga sipil berusia di atas 50 tahun.
    Israel membebaskan 30 tahanan Palestina untuk setiap sandera sipil dan 50 untuk setiap tentara perempuan.
    Penghentian pertempuran, pasukan Israel bergerak keluar dari daerah berpendudukan ke pinggiran Jalur Gaza.
    Warga Palestina yang mengungsi mulai kembali ke rumah, lebih banyak bantuan memasuki Jalur Gaza.
    Pada tahap pertama, pasukan Israel akan mundur ke pinggiran Gaza dan banyak warga Palestina akan dapat kembali ke sisa-sisa rumah mereka saat bantuan masuk.

    Fase Kedua

    Deklarasi “Ketenangan berkelanjutan”. Pengumuman kembalinya ketenangan yang berkelanjutan atau penghentian operasi militer dan permusuhan.
    Hamas membebaskan sandera laki-laki yang tersisa (tentara dan warga sipil) dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina yang belum dinegosiasikan dan penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza.

    Fase Ketiga

    Jenazah sandera Israel yang telah meninggal ditukar dengan jenazah pejuang Palestina yang telah meninggal.
    Pelaksana rencana rekonstruksi di Gaza yang akan dilakukan di bawah pengawasan internasional
    Penyeberangan perbatasan untuk pergerakan masuk dan keluar Gaza dibuka kembali