Organisasi: Hizbullah

  • Analisis Pakar Israel tentang Pemilihan Lokasi Pemakaman Eks Sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah – Halaman all

    Analisis Pakar Israel tentang Pemilihan Lokasi Pemakaman Eks Sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Upacara pemakaman Hassan Nasrallah, mantan pemimpin Hizbullah, akan berlangsung pada hari Minggu, 23 Februari 2025, di Stadion Olahraga Camille Chamoun, Beirut, Lebanon.

    Setelah upacara, Nasrallah akan dimakamkan di Burj al Barajneh, dekat Bandara Internasional Beirut.

    Nasrallah dibunuh oleh Israel dalam serangan udara pada bulan September 2024. Pemakamannya terpaksa ditunda selama berbulan-bulan karena alasan keamanan.

    Avi Ashkenazi, pakar militer Israel dan jurnalis Maariv, menjelaskan alasan pemilihan lokasi pemakaman Nasrallah.

    “Hizbullah berupaya memamerkan kekuatan pada acara pemakaman, setelah kekalahn parah yang dideritanya di tangah Israel,” kata Ashkenazi dikutip dari Maariv.

    Ashkenazi lalu mengungkapkan hasil analisisnya mengenai alasan Hizbullah memilih menggelar upacara pemakaman di stadion lalu mengubur Nasrallah di dekat bandara.

    Dia mengatakan keputusan itu berawal dari banyaknya pemimpin Poros Perlawanan yang diundang menghadiri pemakaman. Para pelayat itu termasuk pemimpin Houthi dari Yaman dan pejabat Garda Revolusioner Islam Iran (IRGC).

    “Karena hal ini, Hizbullah mengambil langkah pencegahan,” kata Ashkenazi.

    “Sebagai contoh, penguburan akan dilakukan di dekat bandara dan upacara pemakaman di stadion Beirut karena pemahaman organisasi itu bahwa Israel akan menghindari bertindak di depan kedua tempat itu yang penting bagi Beirut dan menarik wisatawan dan warga sipil.”

    Ribuan pelayat akan datang

    Diperkirakan ribuan pelayat dari Lebanon dan negara lain akan hadir untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Nasrallah.

    Potret raksasa Nasrallah telah dipajang di berbagai lokasi di Beirut, termasuk di stadion.

    Stadion Camille Chamoun, yang memiliki kapasitas sekitar 50.000 kursi, telah disiapkan untuk menampung ribuan pelayat, dengan layar raksasa untuk menyiarkan upacara.

    Hizbullah mengerahkan sekitar 25.000 orang untuk mengatur kerumunan dan 4.000 orang untuk pengawasan acara.

    Sementara itu, 4.000 tentara dan personel keamanan juga akan dikerahkan untuk menjaga keamanan di stadion.

    Hizbullah telah mengundang pejabat tinggi Lebanon, termasuk Presiden Joseph Aoun, serta sekutu-sekutu mereka dari negara lain.

    Iran akan diwakili oleh Ketua Parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf, sementara perwakilan dari faksi-faksi Irak juga diperkirakan akan hadir.

    Ali Daamoush, pejabat senior Hizbullah, menyatakan bahwa sekitar 800 orang dari 65 negara akan menghadiri acara ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Pemimpin Hizbullah di Lebanon

    Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Pemimpin Hizbullah di Lebanon

    Jakarta

    Puluhan ribu pelayat berpakaian hitam menghadiri pemakaman pemimpin kelompok Hizbullah, Hassan Nasrallah. Beberapa pelayat yang hadir juga mengibarkan bendera Hizbullah atau membawa foto Hassan Nasrallah ke pemakamannya di sebuah stadion di pinggiran Beirut.

    Dilansir AFP, Minggu (23/2/2025), pembunuhan pemimpin karismatik tersebut memberikan pukulan berat bagi reputasi kelompok yang didukung Iran.

    Sejumlah warga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak dari Lebanon dan sekitarnya berjalan kaki dalam cuaca dingin untuk mencapai lokasi upacara. Upacara kematian itu tertunda karena alasan keamanan dalam serangan besar-besaran Israel di benteng Hizbullah di Beirut selatan pada bulan September.

    Salah satu warga, Umm Mahdi (55) datang ke pemakaman Hizbullah dengan harapan dapat melihat makamnya. Ia juga merasa sedih atas kehilangan pemimpin Hizbullah tersebut.

    “Untuk menemuinya (Nasrallah) untuk terakhir kalinya dan melihat makamnya… Tentu saja, kami merasa sedih,” katanya.

    “Ini adalah hal terkecil yang dapat kami lakukan untuk Sayyed yang telah menyerahkan segalanya,” tambahnya, menggunakan sebutan kehormatan.

    Saat massa berkumpul, media pemerintah Lebanon melaporkan serangan Israel di sejumlah wilayah di selatan Lebanon, termasuk di sekitar 20 kilometer (12 mil) dari perbatasan.

    Puluhan ribu pelayat menghadiri pemakaman pemimpin kelompok Hizbullah, Hassan Nasrallah. (Photo by Mahmoud ZAYYAT / AFP)

    Militer Israel mengatakan telah meluncurkan serangan di Lebanon selatan “beberapa peluncur roket yang menimbulkan ancaman langsung bagi warga sipil Israel”.

    Israel telah melakukan beberapa serangan di Lebanon sejak kesepakatan gencatan senjata dengan Hizbullah mulai berlaku pada 27 November.

    Lihat juga Video: Isak Tangis Iringi Pemakaman 2 Komandan Hizbullah

    (yld/knv)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pemakaman Hassan Nasrallah: Simbol Kekuatan Hizbullah di Lebanon – Halaman all

    Pemakaman Hassan Nasrallah: Simbol Kekuatan Hizbullah di Lebanon – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hizbullah, kelompok militan sayap kanan Lebanon, akan menggelar upacara pemakaman mendiang pemimpin mereka, Hassan Nasrallah, pada hari Minggu, 23 Februari 2025.

    Pemakaman ini menjadi momen penting bagi Hizbullah dan para pengikutnya, hampir lima bulan setelah kematian Nasrallah akibat serangan udara yang dilancarkan oleh militer Israel di Beirut.

    Pemakaman Hassan Nasrallah dijadwalkan berlangsung di Stadion Camille Chamoun Sports City, yang terletak di pinggiran selatan Beirut, wilayah yang dikuasai Hizbullah.

    Upacara ini akan terbuka untuk publik, memungkinkan siapa saja untuk hadir dan memberikan penghormatan terakhir.

    Beberapa tokoh penting juga akan turut hadir, seperti Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, serta politisi senior Syiah dan komandan milisi yang akan terbang ke Beirut untuk acara tersebut.

    Mengapa Pemakaman Ini Sangat Penting bagi Hizbullah?

    Pemakaman ini tidak hanya menjadi sebuah upacara pemakaman, tetapi juga simbol dari keberadaan Hizbullah sebagai aktor utama dalam politik Syiah di Lebanon.

    Menurut Mohanad Hage Ali dari Carnegie Middle East Centre, “Upacara pemakaman besar yang dihadiri ratusan ribu orang adalah cara untuk memberi tahu semua orang bahwa Hizbullah masih ada.” Ini menunjukkan bahwa meskipun kehilangan pemimpin, Hizbullah tetap kokoh dan berpengaruh di wilayah tersebut.

    Hizbullah juga berencana memakamkan Hashem Safieddine, yang memimpin kelompok tersebut selama satu pekan setelah kematian Nasrallah.

    Safieddine juga menjadi korban dalam konflik yang sama, setelah dibunuh oleh Israel.

    Setelah pemakaman, Nasrallah direncanakan akan dimakamkan sementara di samping putranya, Hadi, yang tewas saat berperang untuk Hizbullah pada tahun 1997.

    Apa yang Terjadi pada Hassan Nasrallah Sebelum Pemakaman?

    Kematian Hassan Nasrallah terjadi dalam konteks serangan udara besar yang dilancarkan oleh militer Israel pada 27 September 2024.

    Serangan ini menargetkan kawasan Dahiyeh, yang dikenal sebagai basis kekuatan Hizbullah di selatan Beirut.

    Dalam serangan tersebut, Israel menggunakan sekitar 85 bom penghancur bunker dan jet tempur yang membawa bom seberat 2 ribu pon (900 kg) buatan Amerika Serikat untuk menyerang markas Nasrallah.

    Setelah serangan tersebut, Hizbullah mengonfirmasi kematian Nasrallah, menyebut aksi tersebut sebagai “berbahaya” dan bagian dari agresi Zionis di wilayah mereka.

    Kematian pemimpin yang sangat berpengaruh ini menjadi pukulan telak bagi kelompok Hizbullah dan memperburuk situasi di Lebanon.

    Hassan Nasrallah adalah pemimpin yang diakui sebagai salah satu tokoh paling karismatik dan berpengaruh di Timur Tengah.

    Ia memiliki kemampuan untuk mengubah Hizbullah menjadi kekuatan politik dan militer yang signifikan dalam konteks Lebanon.

    Di bawah kepemimpinannya, Hizbullah tidak hanya menjadi pemain kunci dalam arena politik Lebanon, tetapi juga penyedia utama layanan kesehatan, pendidikan, dan sosial di wilayah tersebut.

    Dukungan Iran juga memberikan kontribusi pada kekuatan dan pengaruh Hizbullah dalam mencapai supremasi regional.

    Dengan pemakaman ini, Hizbullah berusaha menunjukkan bahwa meskipun mengalami kehilangan, mereka tetap merupakan kekuatan yang harus diperhitungkan di Lebanon dan Timur Tengah.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Ketua Parlemen Iran Hadiri Pemakaman Pemimpin Hizbullah di Lebanon

    Ketua Parlemen Iran Hadiri Pemakaman Pemimpin Hizbullah di Lebanon

    Jakarta

    Ketua parlemen Iran, Mohammad Bagher Ghalibaf, akan pergi ke Lebanon untuk menghadiri pemakaman pemimpin lama Hizbullah Hassan Nasrallah pada hari Minggu (23/2).

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (22/2/2025), puluhan ribu orang diperkirakan akan hadir di Beirut, ibu kota Lebanon untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mendiang pemimpin kelompok yang didukung Iran tersebut.

    Serangan udara Israel menewaskan Nasrallah pada tanggal 27 September tahun lalu, pada awal perang habis-habisan antara kelompoknya dan Israel.

    Serangan udara besar-besaran di benteng Hizbullah di Beirut selatan juga menewaskan Abbas Nilforoushan, seorang komandan senior di Pasukan Quds Iran — sayap operasi luar negeri dari Korps Garda Revolusi Islam.

    Hizbullah adalah bagian dari “Poros Perlawanan” Iran, aliansi yang terdiri dari kekuatan-kekuatan yang bersatu dalam perlawanan mereka terhadap Israel.

    Pada Oktober 2023, Hizbullah mulai menembakkan roket ke Israel sebagai bentuk solidaritas dengan sesama anggota poros, Hamas selama perang Gaza.

    Saling serang tersebut meningkat menjadi perang skala penuh selama lebih dari dua bulan sebelum gencatan senjata mulai berlaku pada November tahun lalu.

    Ghalibaf “bersama sejumlah anggota parlemen dan pejabat negara akan berangkat pada hari Minggu ke Lebanon untuk menghadiri pemakaman Nasrallah”, kata anggota parlemen Alireza Salimi kepada kantor berita resmi Iran, IRNA pada hari Sabtu (22/2).

    Sebelumnya pada Jumat (21/2) malam waktu setempat, kantor berita Fars melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi juga akan menghadiri seremoni pemakaman tersebut.

    Nasrallah memimpin Hizbullah selama lebih dari tiga dekade dan merupakan tokoh utama dalam politik Timur Tengah.

    Sebagai balasan atas pembunuhannya, Iran menembakkan sekitar 200 rudal ke Israel pada bulan Oktober lalu.

    Sebagai tanggapan, Israel menyerang beberapa lokasi militer di Iran.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pemakaman Hassan Nasrallah: Simbol Kekuatan Hizbullah di Lebanon – Halaman all

    Hizbullah Gelar Upacara Pemakaman Eks Bos Hassan Nasrallah Minggu Ini di Beirut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militan sayap kanan Lebanon, Hizbullah bakal menggelar upacara pemakaman mendiang pemimpinnya, Hassan Nasrallah pada hari Minggu (23/2/2025),

    Pemakaman Hassan Nasrallah bakal diselenggarakan secara di Stadion Camille Chamoun Sports City di pinggiran pinggiran selatan yang dikuasai Hizbullah.

    Upacara pemakaman digelar  hampir lima bulan setelah ia tewas dalam serangan udara besar yang dilancarkan oleh militer Israel di Beirut, Lebanon, pada 27 September 2024.

    Adapun pemakaman masal ini akan dibuka untuk publik yang bisa dihadiri semua orang.

    Termasuk diantaranya ada Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi akan hadir.

    Kemudian politisi senior Syiah dan komandan milisi yang juga ikut terbang ke Beirut untuk memberikan penghormatan terakhir kepada mantan pemimpin Hizbullah itu.

    Untuk mengantisipasi lonjakan perjalanan ke Beirut, Iraqi Airways bahkan menambah penerbangan untuk memenuhi permintaan tambahan dari warga Irak yang ingin menghadiri pemakaman.

    “Pemakaman ini merupakan landasan peluncuran untuk fase berikutnya. Upacara pemakaman besar yang dihadiri ratusan ribu orang adalah cara untuk memberi tahu semua orang bahwa Hizbullah masih ada, bahwa mereka masih menjadi aktor utama Syiah di Lebanon,” ungkap Mohanad Hage Ali dari Carnegie Middle East Centre.

    Selain jenazah mendiang Hassan Nasrallah, dalam pemakaman massal ini Hizbullah turut memakamkan Hashem Safieddine, yang memimpin Hizbullah selama satu pekan setelah kematian Nasrallah sebelum dia juga dibunuh Israel. 

    Mengutip dari Middle Eat Monitor setelah pemakaman tersebut digelar, nantinya Nasrallah akan dimakamkan sementara di samping putranya, Hadi, yang tewas saat berperang untuk Hizbullah pada tahun 1997.

    Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, dilaporkan tewas dalam serangan udara besar yang dilancarkan oleh militer Israel di Beirut, Lebanon.

    Serangan udara yang menargetkan Nasrallah terjadi di pinggiran selatan Beirut, tepatnya di kawasan Dahiyeh yang dikenal sebagai basis kekuatan Hizbullah. 

    Menurut pernyataan militer Israel, serangan tersebut awalnya menargetkan markas pusat Hizbullah yang tersembunyi di bawah gedung apartemen di daerah padat penduduk.

    Media Israel melaporkan sekitar 85 bom jenis “penghancur bunker” dikerahkan dalam serangan pada Jumat, 27 September 2024. 

    Sedangkan para ahli senjata dan amunisi menyebut jet tempur Israel menggunakan bom seberat 2 ribu pon (900 kg) buatan Amerika Serikat untuk menyerang markas Hassan Nasrallah. 

    Pasca serang dilakukan,  Hizbullah akhirnya mengonfirmasi kematian Hassan Nasrallah. Hizbullah menyebut serangan Israel sebagai “aksi berbahaya Zionis di pinggiran selatan Beirut.”

    Serangan ini menjadi pukulan telak bagi kelompok Hizbullah, serta memperburuk situasi di wilayah tersebut.

    Ini karena Hassan Nasrallah, merupakan pemimpin kelompok milisi Hizbullah di Lebanon yang  paling terkenal dan berpengaruh.

    Karismanya dan kecerdasannya menjadikan dia salah satu pemimpin yang paling disegani dan ditakuti  di Timur Tengah.

    Ia bahkan dianggap sebagai kunci yang dapat mengubah Hizbullah menjadi kekuatan politik dan militer seperti sekarang ini.

    Di bawah kepemimpinan Nasrallah, Hizbullah menjadi pemegang kekuasaan dalam politik Lebanon, penyedia utama layanan kesehatan, pendidikan dan sosial, serta bagian penting dari dukungan Iran dalam upaya meraih supremasi regional.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Intel Israel Salah Terus, Komandan Batalyon Timur-Utara Hamas Muncul Saat Prosesi Penyerahan Jenazah – Halaman all

    Intel Israel Salah Terus, Komandan Batalyon Timur-Utara Hamas Muncul Saat Prosesi Penyerahan Jenazah – Halaman all

    Intelijen Israel Salah Terus, Komandan Batalyon Timur-Utara Hamas Muncul Saat Prosesi Penyerahan Jenazah

    TRIBUNNEWS.COM – Kinerja intelijen Israel, baik dari militer Israel (IDF), maupun dari badan-badan keamanan lain seperti Mossad dan Shin Bet, kembali menjadi sorotan.

    Hal itu lantaran kembali terjadinya kesalahan dalam informasi intelijen yang sudah diumumkan IDF terkait pengeleminasian pimpinan-pimpinan kelompok gerakan Hamas.

    Channel Hebrew 14 Israel, melaporkan kalau komandan Batalyon Timur dan Utara di Brigade Khan Younis, Rafa’a Salameh, yang sebelumnya dinyatakan tewas oleh IDF, terlihat berpartisipasi dalam penyerahan jenazah keempat sandera Israel, di Khan Younis, Gaza Selatan, Kamis (20/2/2025).

    IDF menyatakan – merujuk pada informasi intelijen- dikutip Anadolu, Rafa’a Salameh dieleminasi pada Minggu (14/7/2024) silam lewat pengeboman serangan udara di Gaza Selatan.

    Anadolu menyatakan, pengeboman itu juga menewaskan 90 orang Palestina saat ledakan dari serangan tersebut menyasar tenda-tenda pengungsian. 

    Kemunculan Rafaa Salamah ini dinilai kembali mencoreng kredibilitas intelijen Israel yang digaungkan sebagai satu di antara terbaik di dunia.

    Selama perang Gaza, penyebab Israel gagal sepenuhnya mencapai target perang satu di antaranya adalah lantaran kegagalan intelijen untuk bisa memetakan Gaza secara utuh. 

    Upaya infiltrasi yang dilakukan Israel, dikabarkan belum bisa masuk secara aktif ke dalam organisasi Hamas.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Kamis (20/2/2025), memperlihatkan panggung tertutup tirai hitam, yang digunakan oleh Hamas saat menyerahkan empat jenazah sandera Israel; Kfir Bibas (9 bulan), Ariel Bibas (4), ibu mereka bernama Shiri Bibas (32) dan Oded Lifshitz (83), dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Kamis. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Para Sandera Israel Tewas Justru Oleh Bom IDF

    Pada prosesi penyerahan jenazah para sandera Israel itu, Hamas menyiapkan panggung  yang berhias spanduk-spanduk perlawanan yang menentang tuntutan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menurut media Ibrani.

    Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, bersama dengan faksi perlawanan Palestina lainnya, menyerahkan jenazah empat tawanan ‘Israel’ kepada Palang Merah di Gaza.

    “Dalam pernyataan resminya, Hamas menekankan bahwa perlawanan tersebut menjamin martabat para korban tewas dan menghormati perasaan keluarga mereka selama penyerahan jenazah, meskipun ada apa yang digambarkannya sebagai pengabaian pendudukan Israel terhadap kehidupan mereka saat mereka masih hidup,” tulis laporan RNTV, Kamis.

    Brigade tersebut juga mengecam Pendudukan Israel karena mengebom tempat-tempat penahanan tawanan, yang mengakibatkan kematian mereka, dan meminta pertanggungjawaban pemerintah ‘Israel’ karena menghalangi negosiasi pertukaran tawanan.

    Selain itu, Al Qassam mengecam Perdana Menteri Israel Netanyahu karena berupaya mengalihkan tanggung jawab atas kematian para tawanan.

    “Pernyataan tersebut menegaskan kembali bahwa pertukaran tawanan adalah satu-satunya cara untuk membawa pulang tawanan dalam keadaan hidup dan memperingatkan agar tidak menggunakan kekuatan militer, yang akan menyebabkan lebih banyak korban,” kata laporan RNTV.

    Malu Besar

    Bukan kali ini saja citra intelijen Israel sebagai satu di antara unit militer paling valid dalam pengumpulan data dan spionase kembali tercoreng.

    Badan dan unit intelijen Israel juga menghadapi malu besar soal keberadaan komandan Batalyon Pantai gerakan Hamas, Haitham Al-Hawajri.

    Sebagai informasi, pada 3 Desember 2023 silam, tentara pendudukan Israel (IDF) merujuk pada informasi intelijen Israel, mengumumkan telah mengeleminasi Al-Hawajri dalam sebuah serangan.

    “Namun dalam sebuah adegan yang menggemparkan bagi pendudukan Israel, Al-Hajri baru-baru ini muncul saat pembebasan tahanan Israel Keith Segal, di mana ia berfoto dengan para petempur milisi perlawanan Palestina dan berjalan-jalan bebas tanpa menyembunyikan wajahnya,” tulis laporan Khaberni, dikutip Kamis (6/2/2025).

    Hal ini setidaknya merupakan insiden ketiga di mana seorang pemimpin militer senior Hamas muncul setelah Israel mengumumkan pembunuhannya.

    “Menghadapi rasa malu intelijen ini, tentara pendudukan Israel dan Shin Bet mengakui kesalahannya, dan menjelaskan bahwa pengumuman sebelumnya didasarkan pada informasi intelijen yang kemudian terbukti tidak akurat,” kata laporan itu.

    MASIH HIDUP – Hussein Fayyad, Komandan Batalyon Beit Hanoun, di Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas yang diklaim sudah dibunuh oleh Tentara Israel, muncul di media sosial. Ini menjadi kesalahan kesekian intelijen Israel terkait keberadaan para komandan tempur Hamas di Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Bukan Kesalahan Pertama

    Al-Hajri bukan satu-satunya pemimpin lapangan gerakan Hamas yang muncul setelah pembunuhannya diumumkan Israel.

    Sebulan sebelumnya, Hussein Fayyad, komandan Batalyon Beit Hanoun Hamas, terlihat menghadiri pemakaman warga Palestina di Gaza utara.

    Padahal, Israel mengklaim telah membunuhnya Mei tahun lalu saat membombardir Jabalia, Gaza Utara.

    Tentara pendudukan Israel menggambarkan Fayyad sebagai orang yang bertanggung jawab atas peluncuran banyak rudal anti-tank dan mortir ke pemukiman Israel selama perang Gaza.

    Pada pemakaman tersebut, Fayyad memberikan pidato di mana ia berbicara tentang “kemenangan Gaza atas tentara pendudukan Israel,”.

    Pidato ini mengonfirmasi kemunculannya baru-baru ini, kalau dia masih hidup, setelah gencatan senjata Gaza terjadi. 

    “Setelah kemunculan Fayyad, tentara dan Shin Bet sekali lagi dipaksa untuk mengakui bahwa penilaian intelijen mereka mengenai eleminasi Fayyad, salah,” tulis Khaberni.

    Peristiwa serupa lainnya terjadi dengan Mahmoud Hamdan, komandan batalyon lingkungan Tel al-Sultan di Rafah, yang juga dikenal sebagai pengawal pribadi martir pemimpin Hamas, Yahya Sinwar. 

    “Awalnya, tentara pendudukan Israel mengumumkan pembunuhannya dalam serangan udara, tetapi kemudian, setelah Sinwar syahid pada September 2024, ternyata Hamdan tetap hidup hingga akhirnya benar-benar meninggal dalam bentrokan lain dengan pasukan pendudukan Israel,” papar laporan tersebut.

    PASUKAN IDF – Pasukan Israel (IDF) dalam agresi militer mereka ke jalur Gaza. Per Minggu (19/1/2025), gencatan senjata antara Israel dan Hamas terjadi dalam kerangka pertukaran tahanan dalam tiga fase. (khaberni/tangkap layar)

    Validitas dan Kredibilitas Intelijen Israel Kini Dipertanyakan

    Kesalahan demi kesalahan ini berujung pada tercorengnya kredibilitas dan validitas informasi intelijen dari unit intel militer Israel.

    “Meskipun tentara pendudukan Israel berulang kali mengklaim telah membunuh lebih dari 100 pemimpin terkemuka Hamas, mulai dari komandan batalion dan brigade hingga pemimpin senior seperti Mohammed Deif, Marwan Issa, dan Yahya Sinwar, kesalahan intelijen baru-baru ini telah menimbulkan keraguan tentang kredibilitas laporan ini,” menurut surat kabar Israel berbahasa Ibrani, Yedioth Ahronoth.

    Surat kabar berbahasa Ibrani itu menunjukkan bahwa Hamas masih memiliki pemimpin terkemuka di Jalur tersebut yang berkontribusi dalam membangun kembali kekuatan gerakan tersebut.

    Di antara mereka adalah Mohammed Sinwar, yang diyakini menggantikan saudaranya Yahya sebagai pemimpin gerakan, serta pemimpin brigade seperti Mohammed Shabana, komandan Brigade Rafah, dan Izz al-Din Haddad, komandan Brigade Gaza.

    ADIK YAHYA SINWAR – Adik Yahya Sinwar, Muhammad Al-Sinwar, pemimpin baru unit militer Hamas di Gaza saat tampil di program acara Apa yang Tersembunyi Itu Terbesar. (khaberni/tangkap layar)

    Surat kabar itu menjelaskan kalau semakin tinggi pangkat pemimpin Hamas yang menjadi sasaran Israel, semakin besar jumlah ‘modal’ dan ‘amunisi; yang digunakan Israel untuk memastikan pembunuhan tersebut.

    “Di samping itu Israel harus berpeluh demi mengintensifkan upaya intelijen untuk mengonfirmasi keberhasilan operasi militer pengeleminasian target tersebut,” kata laporan tersebut. 

    Karena alasan ini, Israel ragu untuk segera mengumumkan pembunuhan para pemimpin terkemuka Hamas dan Hizbullah.

    “Hasilnya, verifikasi pengeleminasian target operasi IDF memerlukan waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu,” papar ulasan tersebut.

    Surat kabar itu menunjukkan kalau sepanjang perang Gaza, kritik meningkat soal klaim tentara pendudukan Israel mengenai angka “astronomis” yang diumumkan mengenai jumlah martir (petempur yang gugur) dari pejuang Hamas. 

    “Komandan lapangan IDF misalnya, mengklaim kalau beberapa laporan mengklaim bahwa satu batalyon militer Israel menewaskan 60 pejuang milisi Palestina di Beit Lahia dalam satu minggu, atau 150 di Shujaiya, tanpa bukti yang jelas untuk mengonfirmasi kebenaran angka-angka ini,” kata laporan tersebut.

    Menurut sumber militer Israel yang mengatakan kepada Yedioth Ahronoth, siapa pun (dari kelompok perlawanan Palestina) yang menjadi sasaran IDF di zona pertempuran didaftarkan pada “daftar pembunuhan,” tanpa memeriksa apakah ia benar-benar terbunuh atau hanya terluka.

    Menurut Yedioth Ahronoth, jumlah pejuang Hamas yang tersisa pada awal gencatan senjata per Januari 2025 diperkirakan sekitar 10.000 pejuang. 

    Gerakan ini juga mampu merekrut dan melatih ratusan pejuang baru dalam beberapa bulan terakhir.

    Surat kabar berbahasa Ibrani tersebut menilai kalau insiden ini mencerminkan serangkaian kegagalan intelijen Israel yang mengaburkan keakuratan informasi yang diandalkan tentara pendudukan Israel dalam agresi militernya melawan Hamas di Jalur Gaza.

    Kegagalan Israel mencapai target perang meski sudah ‘habis-habisan’ dalam 15 bulan agresi, diduga juga karena kelemahan unit intelijen mereka yang tidak mampu masuk ke dalam jaringan Hamas.

    “Saat perang berlanjut, pertanyaan yang muncul adalah berapa banyak pemimpin yang diklaim Israel telah dibunuh, tetapi mereka mungkin muncul kembali di masa mendatang,” tulis sindiran ulasan tersebut soal keraguan mereka terhadap apa yang diumumkan pihak militer Israel.

     

    (oln/RNTV/khbrn/*)

     
     

  • Lebanon Temukan 23 Jenazah Usai Pasukan Israel Mundur

    Lebanon Temukan 23 Jenazah Usai Pasukan Israel Mundur

    Beirut

    Otoritas pertahanan sipil Lebanon menemukan sedikitnya 23 jenazah di beberapa kota perbatasan setelah pasukan Israel ditarik mundur berdasarkan batas waktu gencatan senjata. Meski mundur dari Lebanon bagian setelah, sebagian pasukan Tel Aviv masih bertahan di lima lokasi di dekat perbatasan.

    Dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP dan Anadolu Agency, Rabu (19/2/2025), otoritas pertahanan sipil Lebanon mengatakan tim penyelamat, yang bekerja dalam koordinasi dengan militer Lebanon, sedang melakukan operasi pencarian dan penilaian lapangan di area-area yang terdampak serangan Israel.

    Menurut pernyataan itu, tim penyelamat menemukan jenazah-jenazah di beberapa kota perbatasan, seperti Mais al-Jabal, Markaba, Kfar Kila dan Odaisseh.

    “Tim khusus hari ini… berhasil mengevakuasi 14 jenazah dari Mais al-Jabal, tiga jenazah dari Markaba, dan tiga jenazah lainnya dari Kfar Kila, selain tiga jenazah dari Odaisseh,” demikian pernyataan otoritas pertahanan sipil Lebanon yang dirilis kantor berita National News Agency (NNA).

    Jenazah-jenazah yang ditemukan itu, sebut otoritas pertahanan Lebanon, akan menjalani pemeriksaan medis dan hukum yang diperlukan, termasuk tes DNA, di bawah pengawasan otoritas terkait untuk memastikan identitas mereka.

    Tim darurat juga mengangkut seseorang yang mengalami luka dari Mais al-Jabal ke Rumah Sakit Pemerintah Tebnin setelah dia ditembak oleh pasukan Israel, meskipun waktu terjadinya cedera tidak diketahui secara jelas.

    Pada Selasa (18/2) waktu setempat, Israel menarik mundur pasukannya dari desa-desa yang ada di wilayah Lebanon bagian selatan, ketika batas waktu penarikan pasukan yang tertunda telah berakhir berdasarkan perjanjian gencatan senjata dengan Hizbullah.

    Namun sebagian pasukan Israel masih bertahan di lima lokasi di dekat perbatasan kedua negara.

    Militer Israel mengumumkan beberapa jam sebelum batas waktu penarikan berakhir bahwa mereka akan mempertahankan pasukan di “lima titik strategis” yang tersebar di sepanjang perbatasan untuk “terus menjaga para penduduk kami dan memastikan tidak ada ancaman langsung”.

    Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah berlangsung sejak 27 November lalu, setelah pertempuran sengit berlangsung lebih dari setahun, termasuk perang besar-besaran selama dua bulan di mana Israel melancarkan operasi darat ke dalam wilayah Lebanon.

    Pertempuran itu menewaskan sedikitnya 4.109 orang dan membuat 16.899 orang lainnya mengalami luka-luka, termasuk banyak wanita dan anak-anak. Sekitar 1,4 juta orang terpaksa mengungsi dari rumah-rumah mereka.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah – Halaman all

    Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah – Halaman all

    Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah
     
    TRIBUNNEWS.COM – “Panglima Keamanan Israel”, sebuah forum jenderal yang berisi sejumlah besar mantan perwira senior tentara pendudukan Israel (IDF) mengirimkan pesan keras terhadap pemerintah Israel yang dipimpin Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.

    Sebagai informasi, “Panglima Keamanan Israel” dipimpin oleh Mayor Jenderal (Cadangan) Matan Vilnai, mantan Wakil Kepala Staf IDF.

    Forum ini dilaporkan memiliki sebanyak lebih dari 550 mantan perwira senior militer Israel.

    Dilansir Khaberni, dalam pesan keras yang dikirim oleh Vilnai, forum tersebut memperingatkan agar pemerintah Israel tidak memulai kembali perang di Gaza.

    Forum itu juga mengatakan kalau melancarkan perang tanpa tujuan strategis yang jelas akan menyebabkan terbunuhnya sandera Israel, kondisi pendudukan berdarah di Jalur Gaza, dan menimbulkan isolasi regional bagi Israel.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Risiko Israel Kalau Nekat Kembali Berperang di Gaza, Negara Bisa Pecah

    Vilnai mengawali suratnya dengan peringatan keras, yang menyatakan bahwa “Memulai pertempuran lagi akan menyebabkan terbunuhnya tentara IDF yang diculik, terus menipisnya kekuatan tentara Israel dengan mengorbankan banyaknya korban jiwa, dan akan menyebabkan situasi pendudukan berdarah dan berkepanjangan, yang akan menyebabkan hilangnya kesempatan regional yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

    Dalam surat tersebut, Vilnai menawarkan alternatif lain selain kembali mulai berperang di Gaza, yaitu berfokus pada aksi politik sambil mengambil keuntungan dari pencapaian tentara Israel, klaimnya.

    Surat itu mengatakan bahwa “Pemerintah Israelsaat  bekerja melawan keinginan rakyat Israel dan menyerah pada tuntutan kelompok minoritas ekstremis sambil mempromosikan agenda untuk mencaplok tanah di Tepi Barat, memermanenkan pendudukan di Gaza, dan memperdalam konfrontasi militer.”

    Surat itu juga memperingatkan, kalau “Kebijakan saat ini membawa Israel pada pendudukan berdarah di Jalur Gaza, memperburuk mimpi buruk keamanan di Tepi Barat, mengekspos dirinya ke arah isolasi regional, dan membuang-buang kesempatan untuk menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi.”

    Dalam konteks ini, surat tersebut mempertanyakan hak pemerintah untuk meneruskan perang setelah 500 hari perang.

    “Pemerintah Israel (memang) memiliki kewenangan resmi, tetapi tidak memiliki kewenangan yang sah dan moral untuk mengeluarkan perintah kepada tentara Israel setelah 500 hari pertempuran yang melelahkan tanpa mencapai tujuan perang untuk melanjutkan pertempuran,” tulis surat tersebut.

    Menurut pejabat senior Israel tersebut, “Pemerintah Israel berkewajiban untuk menilai kembali situasi, menetapkan tujuan yang realistis, dan menghindari membahayakan tentara dan tahanan IDF dengan slogan-slogan kosong, seperti kemenangan mutlak atau melenyapkan Hamas.”

    Para mantan perwira dalam froum jenderal tersebut memberikan ringkasan perang Israel di Gaza dan Lebanon, dengan mengklaim bahwa “pendudukan tersebut mencapai prestasi operasional dan membawa perubahan kepentingan strategis, karena sebagian besar kerangka tempur Hamas dibongkar, Hizbullah dihancurkan, dan kelemahan Iran terungkap.”

    Namun pada saat yang sama, mereka melihat bahwa “Israel masih terlibat konflik di 8 front, yang paling berbahaya adalah front internal, yaitu perpecahan di dalam negara dan serangan terhadap lembaga keamanan sebagai ‘musuh rakyat yang dipimpin dan diarahkan dari atas.’”

    Menurut surat tersebut, pemerintah sengaja menghindari penanganan “The Day After” di Gaza, yang menimbulkan bahaya nyata, tidak hanya bagi para tahanan, tetapi juga bagi eskalasi menyeluruh di Tepi Barat.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Tiga Tujuan Utama

    Surat tersebut juga menyerukan kepada pemerintah untuk menetapkan tiga tujuan utama dalam kebijakannya terkait situasi saat ini.

    “Yang pertama adalah pembebasan tahanan “sebagai syarat pertama untuk tindakan apa pun di masa mendatang,” dan menjelaskan bahwa “menetapkan tujuan yang saling bertentangan—menggulingkan Hamas dan membebaskan para sandera—telah menyebabkan terbunuhnya para sandera,” kata surat tersebut

    Sebagai balasannya, para perwira senior Israel di forum tersebut juga menyerukan diakhirinya pertempuran di berbagai arena “sebagai bagian dari proses politik yang memungkinkan Israel untuk fokus pada ancaman Iran.”

    Menurut surat tersebut, “Penyelesaian masalah dengan Hamas mungkin akan terjadi di masa mendatang, tetapi sekarang upaya harus difokuskan pada pembebasan para sandera bahkan jika hal itu mengorbankan penarikan pasukan Israel.”

    Mengenai tujuan kedua, yaitu mendirikan pemerintahan alternatif bagi Hamas di Gaza yang dipimpin oleh Amerika Serikat, negara-negara Arab, dan Otoritas Palestina, para mantan pejabat itu menegaskan kalau “Hamas tidak dapat digulingkan tanpa pemerintahan alternatif, dan membahas pemindahan (pemindahan) dan ide-ide tidak praktis lainnya mengalihkan perhatian dari pokok bahasan utama. Setiap hari tambahan tanpa merumuskan alternatif bagi Hamas memberinya pencapaian lain.”

    “Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan Otoritas Palestina melalui reformasi ke dalam payung keamanan regional,” imbuh mereka.

    Surat itu juga melihat kalau tujuan ketiga yang harus diperjuangkan Israel adalah merehabilitasi militer dan masyarakat Israel.

    Hal ini  mengingat bahwa “terkikisnya ketahanan sosial adalah ancaman eksistensial terbesar, dan bahwa kebijakan pemerintah saat ini membahayakan Israel lebih dari ancaman eksternal apa pun.”

    Surat itu juga menyoroti implikasi regional dari kelanjutan perang, dengan mengatakan, “Dukungan pemerintah Israel terhadap gagasan pemindahan warga Palestina dari Gaza sebenarnya membahayakan perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, Perjanjian Abraham, dan kemungkinan normalisasi dengan Arab Saudi, serangkaian aset strategis kelas satu.”

    Surat dari mantan perwira senior Israel menekankan bahwa “kebijakan yang bertanggung jawab memerlukan kerja sama dengan rezim moderat, bukan tindakan yang akan merugikan mereka.”

    Surat tersebut diakhiri dengan seruan tegas kepada pemerintah: “Berdasarkan pencapaian IDF yang mengesankan di berbagai bidang, pelajaran harus dipelajari dan pasukan keamanan diperkuat, tetapi batas-batas kekuatan juga harus dipahami, dan pada saat yang sama perlu untuk merumuskan strategi nasional yang akan memanfaatkan pencapaian IDF dalam aksi politik untuk mencapai tujuan nasional.”

     

    (oln/khbrn/*)

  • Batas Waktu Berakhir, Israel Tolak Mundur dari 5 Lokasi di Lebanon

    Batas Waktu Berakhir, Israel Tolak Mundur dari 5 Lokasi di Lebanon

    Beirut

    Israel telah menarik mundur pasukannya dari desa-desa yang ada di wilayah Lebanon bagian selatan, ketika batas waktu penarikan pasukan yang tertunda telah berakhir pada Selasa (18/2) berdasarkan perjanjian gencatan senjata dengan Hizbullah.

    Namun sebagian pasukan Israel masih bertahan di lima lokasi di dekat perbatasan kedua negara.

    Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah berlangsung sejak 27 November lalu, setelah pertempuran sengit berlangsung lebih dari setahun, termasuk perang besar-besaran selama dua bulan di mana Israel melancarkan operasi darat ke dalam wilayah Lebanon.

    Militer Israel, seperti dilansir AFP, Selasa (18/2/2025), mengumumkan beberapa jam sebelum batas waktu penarikan berakhir bahwa mereka akan mempertahankan pasukan di “lima titik strategis” di dekat perbatasan.

    Disebutkan militer Israel dalam pengumumannya bahwa pasukan mereka akan tetap tinggal sementara di “lima titik strategis” yang tersebar di sepanjang perbatasan untuk “terus menjaga para penduduk kami dan memastikan tidak ada ancaman langsung”.

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, kemudian mengonfirmasi pengerahan tersebut dan berjanji akan mengambil tindakan terhadap “pelanggaran” apa pun yang dilakukan Hizbullah.

    Sumber keamanan Lebanon mengatakan kepada AFP bahwa “pasukan Israel telah mundur dari semua desa perbatasan kecuali lima titik”.

    Militer Lebanon kemudian mengumumkan mereka telah mengerahkan pasukan ke desa-desa perbatasan di selatan negara itu dan area-area yang ditinggalkan oleh pasukan Israel.

    Markas kuat Hizbullah yang ada di Lebanon bagian selatan dan timur, serta pinggiran Beirut, mengalami kehancuran besar selama konflik lintas perbatasan terjadi. Hizbullah melancarkan serangan untuk mendukung Hamas, sekutunya, yang berperang melawan Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023 lalu.

    Konflik Israel-Hizbullah itu menewaskan ribuan orang di Lebanon dan puluhan orang di Israel, juga memaksa puluhan ribu orang lainnya di kedua negara untuk mengungsi dari rumah-rumah mereka dan menghancurkan kepemimpinan Hizbullah.

    Di bawah gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS) dan Prancis, militer Lebanon akan dikerahkan bersama pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ketika pasukan Israel ditarik mundur dalam jangka waktu 60 hari, yang diperpanjang hingga 18 Februari.

    Hizbullah juga harus menarik mundur para petempurnya dari sebelah utara Sungai Litani, yang berjarak 30 kilometer dari perbatasan, dan membongkar sisa infrastruktur militer mereka di wilayah tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Arab Saudi Tempat Netral bagi Trump Pulihkan Hubungan AS-Rusia, MBS Menentang Rencana Trump di Gaza – Halaman all

    Arab Saudi Tempat Netral bagi Trump Pulihkan Hubungan AS-Rusia, MBS Menentang Rencana Trump di Gaza – Halaman all

    Arab Saudi Tempat Netral bagi Trump Pulihkan Hubungan AS-Rusia, MBS Menentang Rencana Trump di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) di Riyadh pada hari Senin (17/2/2025).

    Pemimpin Saudi berusia 39 tahun itu berada di persimpangan serangkaian konflik yang membentang dari Ukraina hingga Gaza yang ingin diselesaikan oleh pemerintahan Donald Trump.

    Di Ukraina, Arab Saudi telah muncul sebagai mediator yang nyaman bagi pemerintahan Donald Trump, mencerminkan seberapa cepat kebijakan luar negeri AS berubah di Eropa Timur.

    Arab Saudi menyambut Presiden Rusia Vladimir Putin dalam kunjungannya pada tahun 2023 ketika pemerintahan Joe Biden melobi para mitra untuk menjauhi pemimpin Rusia tersebut.

    Sekarang, dengan Donald Trump menjabat dan sekutu NATO AS dikesampingkan.

    Riyadh menjadi tempat netral yang disukai Kremlin dan Washington untuk mulai membahas diakhirinya perang di Ukraina, pembicaraan bersejarah yang menurut para analis dapat mengubah arsitektur keamanan Eropa.

    Rubio, penasihat keamanan nasional Mike Waltz, dan utusan Timur Tengah Steve Witkoff akan bertemu delegasi pejabat Rusia.

    Termasuk Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov dan penasihat Putin Yuri Ushakov, di Riyadh pada hari Selasa.

    Namun, di panggung lain, Putra Mahkota Mohammed bin Salman merupakan peserta aktif dan secara resmi berselisih dengan pemerintahan Trump.

    Rubio tiba di Arab Saudi sebagai bagian dari perjalanan Timur Tengah yang lebih luas dengan pemberhentian pertama di Israel. 

    Di sana, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memanfaatkan rencana kontroversial Trump agar AS “mengambil alih” Gaza dan mengubahnya menjadi pembangunan mewah setelah menggusur paksa penduduk Palestina di sana.

    “Setelah perang di Gaza, tidak akan ada Hamas maupun Otoritas Palestina. Saya berkomitmen pada rencana Presiden AS Trump untuk menciptakan Gaza yang berbeda,” kata Netanyahu pada hari Senin.

    Arab Saudi dengan Tegas Menolak Rencana Imigrasi Sukarela

    Sebagai tanda bahwa Israel terus maju dengan upaya untuk mengosongkan Jalur Gaza dari warga Palestina, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengumumkan pada hari Senin sebuah direktorat telah ada untuk memfasilitasi “imigrasi sukarela” warga Palestina keluar dari Gaza melalui darat, laut dan udara.

    Arab Saudi dengan tegas menolak rencana tersebut. 

    Bahkan, setelah Trump melontarkan gagasan pengambilalihan oleh AS, Riyadh menegaskan kembali prasyaratnya untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, dengan mengatakan bahwa langkah tersebut hanya akan terjadi setelah negara Palestina didirikan.

    Dorongan Netanyahu bahwa Palestina dapat mendirikan negara di kerajaan Teluk itu disambut dengan tanggapan marah dari media yang dikendalikan pemerintah Saudi.

    Di Israel, Rubio membela rencana Trump sebagai “berani”, tetapi dalam wawancara sebelumnya, ia mengatakan bahwa jika negara-negara Arab menentang usulan Trump, mereka harus mengajukan tawaran, dengan menyatakan, “Seseorang harus menghadapi orang-orang itu [Hamas].  Bukan tentara Amerika yang akan melakukannya. Dan jika negara-negara di kawasan itu tidak dapat menemukan jalan keluarnya, maka Israel harus melakukannya.”

    Bahkan beberapa sekutu terdekat Trump di AS mempertanyakan mengapa seorang presiden Amerika yang berkampanye untuk melepaskan AS dari perang asing ingin “memiliki” Gaza.

    Dalam kunjungannya ke Israel, Senator Republik Lindsey Graham mengatakan pada hari Selasa bahwa ada “sangat sedikit keinginan” bagi AS untuk mengambil alih Gaza “dengan cara, bentuk, atau wujud apa pun”. 

    Senator Demokrat Richard Blumenthal mengatakan Raja Yordania Abdullah telah memberitahunya bahwa negara-negara Arab memiliki rencana untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, mencapai penentuan nasib sendiri Palestina dan memperluas perjanjian pertahanan regional dengan Israel. 

    Sky News Arabia melaporkan pada hari Senin bahwa Hamas setuju untuk menyerahkan kendali Gaza kepada Otoritas Palestina di bawah tekanan dari Mesir. 

    Menanggapi laporan tersebut, juru bicara Netanyahu Omer Dostri menjawab di X, “Tidak akan terjadi.”

    Ketegangan Saudi-Trump? 

    Putra Mahkota Mohammed bin Salman memiliki hubungan dekat dengan lingkaran dalam Donald Trump selama masa jabatan pertamanya. 

    Ia menjalin persahabatan dengan penasihat dan menantu Trump, Jared Kushner, dan kemudian berinvestasi di grup ekuitas swasta miliknya, Affinity Partners. 

    Kushner mengusulkan penggusuran paksa warga Palestina dari Gaza sebelum Trump dan mengalokasikannya sebagai investasi real estat.

    Arab Saudi akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak multilateral Arab pada hari Kamis untuk membahas proposal bagi Gaza pascaperang. 

    Tetangga Teluk Arab Saudi sekaligus “musuh bebuyutannya”, UEA, telah memutuskan hubungan. Duta Besar UEA untuk AS mengatakan ia tidak melihat “alternatif” untuk rencana Trump.

    Arab Saudi semakin dekat untuk menormalisasi hubungan dengan Israel sebelum serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan, sebuah kesepakatan yang ingin disegel oleh pemerintahan Trump, tetapi putra mahkota Saudi telah berubah pikiran.

    Para diplomat dan analis mencoba menguraikan seberapa besar retorika sang putra mahkota ditujukan untuk konsumsi dalam negeri atau posisi tawar-menawar. 

    Sang putra mahkota secara terbuka mengatakan bahwa Israel telah melakukan genosida di Gaza.

    Dalam kemungkinan adanya ketegangan antara AS dan Arab Saudi, siaran pers dari kedua negara tersebut tidak seperti biasanya, singkat. 

    Departemen Luar Negeri tidak menyebutkan peran mediator Arab Saudi dengan Rusia – sebuah rahasia yang ingin digembar-gemborkan oleh Saudi – dan juga tidak menyebutkan rakyat Palestina.

    Arab Saudi mengeluarkan video pendek putra mahkota dan Rubio yang sedang berbicara.

    Pemerintahan Trump tidak senang dengan Arab Saudi dalam beberapa hal, kata seorang pejabat keamanan nasional AS kepada Middle East Eye.

    Kerajaan itu mengabaikan seruan Trump untuk memompa lebih banyak minyak bulan lalu. Jika seruan itu hanya gertakan, keputusan Arab Saudi untuk terus mencegah AS melancarkan serangan terhadap Houthi Yaman dari pangkalan udara adalah titik yang menyakitkan dalam hubungan tersebut.

    Trump kembali menunjuk Houthi sebagai organisasi teroris asing pada bulan Januari atas serangan mereka terhadap kapal-kapal komersial. 

    AS mengatakan Rubio dan putra mahkota membahas “keamanan Laut Merah dan kebebasan navigasi”. Arab Saudi sebagian besar telah menghentikan perangnya terhadap Houthi dan sedang dalam perundingan damai.

    Israel juga melobi pemerintahan Trump untuk mendukung serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Iran telah sangat dilemahkan oleh perang regional yang dipicu oleh serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Sebagai tanda berkurangnya pengaruhnya, pemerintah baru Lebanon yang pro-AS melarang penerbangan dari Iran tanpa batas waktu pada hari Senin. Hizbullah adalah pencegah utama Iran terhadap serangan langsung Israel.

    Meskipun Arab Saudi mendukung langkah pemerintahan Trump untuk meninggalkan kesepakatan nuklir 2015 pada tahun 2018, sejak itu Arab Saudi berupaya mengelola hubungan dengan Republik Islam melalui diplomasi, bahkan ketika berupaya menggantikannya di Suriah dan Lebanon.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST EYE