Organisasi: Hizbullah

  • Netanyahu Terima Kasih ke Trump Atas Pasokan Senjata Melawan Iran

    Netanyahu Terima Kasih ke Trump Atas Pasokan Senjata Melawan Iran

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengucapkan terima kasih kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump atas pasokan amunisi untuk negaranya. Netanyahu menyebut bantuan senjata dari Washington itu akan membantu Israel dalam “menyelesaikan pekerjaan” melawan Iran.

    Pasokan amunisi ini merupakan bantuan senjata yang sebelumnya ditangguhkan oleh pemerintahan AS di bawah mantan presiden Joe Biden.

    Netanyahu, seperti dilansir AFP, Senin (3/3/2025), telah sejak lama menyatakan perlawanan terhadap Iran, program nuklir dan proksi-proksi negara tersebut, termasuk kelompok Hamas yang berperang melawan militer Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023.

    “Donald Trump adalah teman terbaik yang pernah dimiliki Israel di Gedung Putih,” sebut Netanyahu memuji Trump dalam pernyataan video dalam bahasa Inggris.

    “Dia telah menunjukkannya dengan mengirimi kami semua amunisi yang sempat ditangguhkan. Dengan cara ini, dia memberikan kepada Israel, alat yang kami perlukan untuk menyelesaikan pekerjaan melawan poros teror Iran,” ucapnya.

    Netanyahu menyampaikan pernyataan serupa bulan lalu, dalam konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio yang sedang berkunjung ke Israel. Pada saat itu, Netanyahu menyatakan keyakinannya bahwa Israel akan “menyelesaikan pekerjaan” melawan Iran dengan dukungan dari AS.

    Netanyahu juga mengatakan pada saat itu bahwa Tel Aviv telah “memberikan pukulan telak terhadap poros teror Iran” sejak perang Gaza dimulai pada Oktober 2023. Dia merujuk pada kelompok yang disebut oleh Teheran sebagai “poros perlawanan”, yang bersekutu melawan Israel dan AS.

    Selain Hamas, Poros perlawanan itu mencakup Hizbullah dan Houthi.

    Trump, yang kembali ke Gedung Putih sejak Januari lalu, telah menerapkan kembali kebijakan “tekanan maksimum” terhadap Iran, yang mencerminkan pendekatan pada masa jabatan pertamanya.

    Trump juga menyatakan dukungan yang teguh terhadap Israel, dengan mengundang Netanyahu sebagai kepala negara pertama yang mengunjungi Gedung Putih bulan lalu.

    Pada Sabtu (1/3), Rubio mengatakan dirinya telah menandatangani deklarasi untuk mempercepat bantuan militer dengan nilai mencapai sekitar US$ 4 miliar ke Israel. Dia juga mengumumkan bahwa embargo senjata parsial yang diberlakukan di bawah Biden telah dibatalkan.

    Lihat juga Video: Jika Iran Menyerang, Israel Akan Balas dengan Sangat Keras!

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Seputar Komunitas Druze yang Dibela Mati-matian Israel di Suriah: Duduki Posisi Tinggi di IDF – Halaman all

    Seputar Komunitas Druze yang Dibela Mati-matian Israel di Suriah: Duduki Posisi Tinggi di IDF – Halaman all

    Seputar Komunitas Druze yang Dibela Mati-matian Israel di Suriah: Duduki Posisi Tinggi di IDF

    TRIBUNNEWS.COM – Israel bersiap membuka front perang baru di Suriah.

    Dalil mereka kali ini, selain untuk membentuk selubung keamanan di wilayah perbatasan, juga untuk melindungi komunitas Druze dari ancaman militer pasukan keamanan pemerintahan baru Suriah.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan Menteri Keamanannya, Israel Katz, bahkan menginstruksikan pasukan pendudukan Israel (IDF) untuk melindungi komunitas Druze ini menyusul terjadinya operasi keamanan pasukan pemerintah Suriah di Jaramana, kota di pinggiran selatan ibu kota Suriah, Damaskus.

    Perintah Netanyahu ke IDF adalah agar militer Israel bersiap “mempertahankan” Jaramana dari pasukan pemerintahan baru Suriah, meski berisiko menimbulkan front baru bagi Israel.

    Lalu siapa komunitas Druze yang dibela mati-matian oleh Israel?

    Seperti sejumlah kelompok etnis lain di Timur Tengah, seperti suku Kurdi, suku Druze tinggal di beberapa negara yang berbeda, dipisahkan oleh batas-batas yang ditetapkan setelah pecahnya Kekaisaran Ottoman pada awal tahun 1920-an.

    Namun tidak seperti suku Kurdi, yang sebagian besar beragama Islam, suku Druze adalah kelompok agama dan etnis yang unik.

    Tradisi mereka sudah ada sejak abad ke-11 dan menggabungkan unsur-unsur Islam, Hinduisme, dan bahkan filsafat Yunani klasik.

    Saat ini, lebih dari 1 juta anggota komunitas ini tinggal terutama di Suriah dan Lebanon dan, dalam jumlah yang lebih sedikit, di Israel dan Yordania.

    Di Israel, Druze adalah komunitas yang erat dan aktif dalam kehidupan publik, menurut studi terbaru Pew Research Center tentang Israel. Mereka merupakan sekitar 2 persen dari populasi negara tersebut dan sebagian besar tinggal di wilayah utara Galilea, Karmel, dan Dataran Tinggi Golan.

    Al Jazeera melansir, suku Druze adalah kelompok minoritas etnoreligius yang sebagian besar mengidentifikasi diri sebagai orang Arab dan berbahasa Arab.

    Agama Druze tumbuh dari Islam Syiah Ismailiyah pada abad ke-11 tetapi telah berkembang hingga mencakup aspek-aspek agama lain, termasuk Hinduisme, serta filsafat kuno. 

    Kepercayaan ini meyakini reinkarnasi sekaligus mengakui tokoh-tokoh tradisional dalam Islam, Kristen, dan Yahudi. 

    Kelompok minoritas tersebut sebagian besar tetap terpisah dari masyarakat sekitar, tidak ada kegiatan proselitisme, dan pernikahan di luar agama tidak dianjurkan.

    KOMUNITAS DRUZE ISRAEL – Tangkap layar Middle East Eye, Minggu (2/3/2025) menunjukkan komunitas Druze di Israel melakukan demonstrasi. Israel menyatakan akan melindungi komunitas ini yang berada di dataran tinggi Golan di bagian Suriah yang diduduki Israel dari ancaman militer pasukan pemerintahan baru Suriah, pimpinan Ahmad Al-Sharaa,

    Di Mana Mereka Tinggal?

    Komunitas ini tersebar di Suriah, Lebanon, Yordania, Israel, dan Dataran Tinggi Golan – wilayah Suriah yang diduduki Israel.

    Hubungan antara Druze di berbagai negara terus terjalin erat.

    Israel merebut sebagian besar Dataran Tinggi Golan dalam Perang Arab-Israel tahun 1967 dan kemudian mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1981 meskipun mendapat kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan masyarakat internasional.

    Hanya Amerika Serikat yang mengakui kedaulatan Israel atas Golan, yang secara strategis penting karena berbatasan dengan dataran Israel utara dan Suriah barat daya.

    Setelah pendudukan dimulai, banyak warga Suriah dipaksa keluar dari Golan, dan Israel membangun pemukiman ilegal di sana.

    Sekitar 20.000 warga Druze tinggal di sana saat ini.

    Dalam serangan kelompok Hizbullah Lebanon ke Majdal Shams, kota pusat Druze di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel pada akhir Juli 2024 silam, Israel secara cepat mengatakan bahwa para pemuda yang terbunuh dalam serangan tersebut adalah warga Israel, tetapi banyak orang Druze di Dataran Tinggi Golan tidak memiliki kewarganegaraan Israel.

    Diperkirakan 150.000 orang Druze di Israel memiliki kewarganegaraan.

    Mereka sebagian besar mengidentifikasi diri dengan Israel dan direkrut menjadi militer Israel dengan istilah “perjanjian darah” yang sering digunakan untuk menggambarkan hubungan antara orang Druze Israel dan orang Yahudi Israel.

    Sebagai bagian dari ini, banyak orang Druze telah berjuang untuk Israel dalam perang-perangnya melawan negara-negara tetangga Arab dan Palestina.

    Diperkirakan satu juta orang Druze tinggal di Lebanon dan Suriah.

    Mereka tinggal di sekitar Gunung Lebanon di Lebanon utara  dan di desa-desa serta kota-kota di Suriah selatan sekitar Sweida dan Jabal al-Druze, yang berarti “Gunung Druze” dalam bahasa Arab.

    KOMUNITAS DRUZE – Foto yang diambil dari The Times of Israel tanggal 28 Februari 2025 memperlihatkan Kota Hurfeish di Israel yang ditinggali oleh banyak komunitas Druze. Israel mempertimbangkan untuk menerima warga Suriah dari komunitas Druze untuk bekerja di Israel. (The Times of Israel)

    Apa Peran Komunitas Druze dalam Politik dan Budaya di Wilayah Tersebut?

    Druze memainkan peran penting dalam membangun negara Suriah dan Lebanon modern.

    Di Lebanon, kaum Druze memberikan pengaruh yang signifikan melalui Partai Sosialis Progresif , partai Druze utama di negara itu.

    Di Suriah, kaum Druze merupakan pendukung awal Partai Baath Sosialis Arab yang berkuasa. Tak heran, saat ini mereka diburu oleh rezim pemerintahan baru Suriah yang memerangi Bashar Al-Assad sebelum terguling. 

    Pada tahun 1963, perwira militer Druze bergabung dalam kudeta yang membawa partai tersebut berkuasa untuk pertama kalinya.

    Makram Rabah, asisten profesor sejarah dan arkeologi di Universitas Amerika di Beirut yang telah banyak menulis tentang Druze, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka adalah “salah satu komunitas pendiri Lebanon, Suriah, Yordania, dan Palestina modern” dengan sejarah panjang di wilayah tersebut.

    Rabah menggambarkan peran awal mereka sebagai pejuang perbatasan: “Seiring berjalannya waktu, mereka mengemban banyak tanggung jawab politik dan militer atas nama Khilafah Muslim”, katanya, mengacu pada peran yang dimainkan oleh Druze di Kekaisaran Abbasiyah, yang berdiri dari tahun 750 hingga 1258.

    “Jadi semua ini menjadikan mereka … salah satu suku yang bertahan hidup di Levant,” kata Rabah.

    Sebagai informasi, Levant atau Syam merupakan wilayah Mediterania Timur, atau wilayah besar di Asia Barat yang dibatasi oleh Pegunungan Taurus di utara, Gurun Arab di selatan, Laut Mediterania di barat, dan Pegunungan Zagros di timur. Levant meliputi wilayah Lebanon, Suriah, Yordania, Israel, dan Palestina.

    Punya Posisi Mentereng di IDF

    Di Israel, beberapa anggota minoritas duduk di Knesset.

    Banyak warga Druze juga telah mencapai posisi tinggi di militer Israel (IDF).

    Meskipun komunitas tersebut telah mengabdi kepada Israel, kaum Druze termasuk di antara para pengkritik paling keras undang-undang negara-bangsa tahun 2018.

    Puluhan ribu orang Druze berunjuk rasa di Tel Aviv untuk mengecam undang-undang yang mendefinisikan Israel sebagai ” negara bangsa ” bagi orang-orang Yahudi, dengan alasan bahwa undang-undang tersebut telah menurunkan status komunitas mereka ke status warga negara kelas dua.

    Operasi Keamanan Pasukan Suriah di Jaramana

    Saat ini, pasukan pemerintah Suriah pimpinan Ahmed al-Sharaa (dikenal juga dengan nama Muhammad al-Julani) tengah melancarkan operasi keamanan di Jaramana untuk melacak orang-orang yang dicari menyusul pembunuhan seorang anggota Departemen Keamanan Umum di Kementerian Dalam Negeri Suriah.  

    Al Mayadeen melansir, perburuan oleh pasukan Pemerintahan Baru Suriah ini terjadi menyusul meletusnya bentrokan antara pasukan Keamanan Umum Suriah (rezim pemerintahan baru Suriah) dan kelompok bersenjata di Jaramana, di pedesaan Damaskus, pada Sabtu pagi.

    Sementara itu, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan, bentrokan tersebut mengakibatkan satu orang tewas dan 10 orang terluka.  

    Israel Berniat Buka Front Baru

    Komentator urusan Arab di Channel 12 Israel , Ohad Hamo, mengemukakan kalau ancaman baru-baru ini dari Netanyahu menunjukkan indikasi kalau Israel berniat membuka front perang baru di Suriah.

    Terlebih, ancaman Israel soal Jaramana ini datang setelah Netanyahu sebelumnya agar pasukan pemerintah baru menghindari memasuki Suriah selatan, menunjukkan “kemungkinan membuka front tambahan,” yang berpotensi menarik Israel ke dalam konflik baru dengan negara Arab, khususnya Suriah.

    Hamou menyatakan, ” Ketegangan antara Komunitas Druze dan otoritas pusat di Damaskus telah meningkat, khususnya pada Sabtu malam di Jaramana, di mana pasukan al-Joulani berusaha menguasai kota Druze.”

    Media Israel melaporkan kalau Netanyahu dan Katz menginstruksikan tentara Israel untuk “bersiap mempertahankan desa Druze Jaramana, di pinggiran Damaskus, yang saat ini sedang diserang oleh pasukan rezim Suriah.”

    Pernyataan itu juga menambahkan, “Kami berkomitmen kepada saudara-saudara Druze kami di Israel untuk melakukan segala hal yang kami mampu untuk mencegah terjadinya bahaya terhadap saudara-saudara Druze mereka di Suriah, dan kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjaga keamanan mereka.”

    Netanyahu Mau Gambarkan ‘Israel Sebagai Negara Adikuasa’ dibandingkan Suriah yang Baru

    Mengomentari pernyataan Netanyahu dan Katz, Yanon Yateh, koresponden urusan militer untuk saluran News 24 Israel, mengatakan, ” Netanyahu dan Katz mengumumkan bahwa mereka akan melindungi Druze , dengan menyatakan kalau mereka telah memberikan instruksi kepada tentara IDF untuk bertindak, mungkin melalui serangan peringatan, terhadap rezim baru di Suriah jika Druze diserang.”

    Ia menilai bahwa “ini adalah perkembangan yang sangat penting”, karena “Israel ingin menunjukkan di sini bahwa ini adalah langkah menuju negara adikuasa yang kontras dengan Suriah baru yang sedang berkembang.” 

    Potensi Perang IDF dengan Pasukan Al-Sharaa

    Sementara itu, Amir Bar Shalom, komentator urusan militer untuk Radio Angkatan Darat Israel , menyatakan kalau pernyataan Netanyahu “menunjukkan kalau kita sedang membahas kendali atas wilayah strategis. Kita masih dalam tahap awal tanpa ada gesekan dengan pasukan al-Joulani, tetapi gesekan semacam itu bisa saja terjadi.”

    Ia menjelaskan sikap baru Netanyahu terhadap Suriah dengan mengatakan: “Israel telah berkomitmen untuk bertindak secara militer jika Druze dirugikan, yang berarti Israel sedang mempersiapkan operasi militer di tanah Suriah ,”.

    Analis itu menambahkan bahwa “Netanyahu dapat melakukan ini tanpa mendeklarasikannya secara resmi.”

    Pada hari Sabtu, Jaramana menyaksikan operasi keamanan “untuk mencari orang-orang yang dicari” menyusul terbunuhnya seorang anggota Dinas Keamanan Umum di Kementerian Dalam Negeri Suriah.

     

    (oln/aja/almydn/*)

     

     

     

     
     
     

  • Sambil Perang Jadi Maling, Tentara Israel Jarah Uang-Emas Rp 463 M dari Suriah, Lebanon, dan Gaza – Halaman all

    Sambil Perang Jadi Maling, Tentara Israel Jarah Uang-Emas Rp 463 M dari Suriah, Lebanon, dan Gaza – Halaman all

    Sambil Perang Jadi Maling, Tentara Israel Curi Uang-Emas Senilai Rp 463 M dari Suriah, Lebanon, dan Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Sambil berperang, para tentara pendudukan Israel (IDF) rupanya memanfaatkan agresi militer yang mereka lakukan untuk menjarah barang-barang dari properti warga di wilayah yang mereka serbu.

    Laporan RNTV, Minggu (2/3/2025), mengutip lansiran media Israel Yedioth Ahronoth menyatakan kalau tentara IDF telah mengumpulkan sejumlah besar uang tunai, emas, barang mewah, dan persenjataan dari operasi mereka di Suriah, Lebanon, dan Gaza.

    Laporan tersebut merinci, penjarahan secara besar yang dilakukan oleh unit tentara khusus dan prajurit perorangan IDF.

    Di antara barang-barang yang disita terdapat uang tunai senilai hampir USD 28 juta, emas batangan, perhiasan mewah, dan sekitar 183.000 senjata.

    “Skala penjarahan itu begitu besar sampai-sampai para tentara IDF dilaporkan bercanda tentang tekanan fisik yang mereka alami (saat mengangkut barang jarahan),” kata laporan tersebut.

    Unit-unit khusus IDF yang terlibat dalam operasi tersebut bertugas untuk “menyita” aset keuangan dan barang berharga lainnya dari area yang ditetapkan sebagai wilayah “musuh”.

    Akan tetapi, banyak prajurit perorangan IDF juga terlibat dalam penjarahan atas inisiatif mereka sendiri.

    PAMER JARAHAN – Tangkap layar dari Euro-Med Monitor, Minggu (2/3/2025) yang menunjukkan seorang Tentara Israel memamerkan benda yang dia jarah saat agresi militer di Gaza. IDF dilaporkan melepaskan tentaranya di Jalur Gaza tidak hanya untuk membunuh, tetapi juga untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan tidak bermoral seperti pencurian properti dan penjarahan selama penggerebekan di rumah-rumah warga sipil Palestina, kata Pemantau Hak Asasi Manusia, Euro-Med.

    Menurut Yedioth Ahronoth, persenjataan curian itu sendiri sudah cukup untuk melengkapi pasukan militer kecil.

    Inventaris tersebut meliputi rudal, pesawat nirawak, sistem antitank canggih, ribuan alat peledak, dan berbagai jenis senjata api—beberapa masih dalam kemasan aslinya.

    Barang-barang sitaan lainnya termasuk senapan runduk, peralatan komunikasi militer, peralatan penglihatan malam, seragam, dan kendaraan.

    Di antara barang-barang yang dijarah tersebut juga terdapat barang-barang koleksi bersejarah, seperti senapan langka Perancis dari tahun 1930-an dan pistol unik yang terkait dengan operasi Hizbullah.

    Seorang perwira Israel, yang diidentifikasi sebagai ‘A’, menceritakan tantangan yang dihadapi para prajurit dalam mengangkut barang curian dari Lebanon selatan.

    “Awalnya, kami membawa rudal, senjata, dan peti amunisi kembali ke Israel di punggung kami pada malam hari, tetapi itu dengan cepat menjadi terlalu berat. Itu benar-benar membuat punggung kami lelah. Tapi orang-orang kami tangguh,” katanya.

    Saat ini, koleksi besar barang-barang jarahan disimpan di berbagai ‘fasilitas aman’ di seluruh Israel.

    Fasilitas aman itu, termasuk gudang-gudang yang dirahasiakan dan tempat penyimpanan bawah tanah di Israel. 

    Pemerintah Pendudukan Israel belum menentukan apa yang akan dilakukan terhadap barang-barang yang disita tersebut.

    MENYUSURI BUKIT – Tangkap Layar dari LCBI, Jumat (14/2/2025) menunjukkan pasukan infanteri Israel menyusuri kontur berbukit di perbatasan Lebanon. IDF memperpanjang kehadiran mereka di Lebanon Selatan dalam invasi darat melawan milisi Hizbullah. (LCBI/Tangkap Layar)

    Mau Oper Senjata Jarahan ke Ukraina

    Belakangan, muncul ide untuk mengoper senjata-senjata jarahan itu ke Ukraina untuk membantu negara itu melawan Rusia.

    “Telah ada diskusi tentang penyediaan sejumlah senjata ke Ukraina, tetapi rencana ini dilaporkan dibatalkan karena posisi strategis Israel dalam menjaga netralitas, terutama mengingat kepentingan Rusia di Suriah. Selain itu, volume senjata yang dijarah dianggap minimal(kecil) dibandingkan dengan skala upaya perang Ukraina yang sedang berlangsung, yang terus menerima dukungan besar dari Barat,” kata laporan tersebut

    Meskipun IDF belum secara resmi mengonfirmasi penggunaan kembali bahan peledak yang disita, mereka telah menjajaki kemungkinan menggunakannya untuk memenuhi permintaan IDF akan alat peledak.

    Letnan Kolonel Sharon-Katzler, yang mengawasi berbagai aspek operasi ini, menekankan urgensi pemanfaatan bahan-bahan tersebut.

    “Contohnya, setelah invasi Hamas ke wilayah barat Negev pada 7 Oktober, kami mempelajari alat peledak yang mereka gunakan dan memperkuat tank dan APC kami,” ungkapnya.

     

    (oln/rntv/euromed/*)

     

  • Dana Rekonstruksi IMF dan Bank Dunia untuk Lebanon Bergantung pada Normalisasi dengan Israel – Halaman all

    Dana Rekonstruksi IMF dan Bank Dunia untuk Lebanon Bergantung pada Normalisasi dengan Israel – Halaman all

    Dana Rekonstruksi IMF dan Bank Dunia untuk Lebanon Bergantung pada Normalisasi dengan Israel

    TRIBUNNEWS.COM- Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia berupaya untuk menghubungkan dana rekonstruksi Lebanon dengan “normalisasi” dengan Israel dan “pelucutan senjata” Hizbullah, menurut sumber informasi yang berbicara dengan Al-Akhbar .

    Dalam pertemuan baru-baru ini antara penjabat gubernur Banque du Liban (BDL) Wassim Mansouri dan kepala IMF Kristalina Georgieva, pejabat barat tersebut dilaporkan mengindikasikan bahwa “akses Lebanon terhadap pendanaan dari IMF dan negara-negara donor akan … dikaitkan dengan langkah-langkah dan prosedur spesifik dengan kerangka waktu dan tujuan spesifik.”

    “Menurut mereka yang mengetahui masalah ini, langkah-langkah ini bertepatan dengan tekanan politik yang diharapkan dengan judul ‘normalisasi’ dan ‘pelucutan senjata’,” harian Lebanon itu melaporkan pada tanggal 26 Februari.

    Sehari sebelumnya, Steve Witkoff, utusan khusus AS untuk Asia Barat, menyatakan bahwa ia “melihat potensi” bagi Lebanon dan Suriah untuk bergabung dalam kesepakatan normalisasi dengan Israel.

    “Lebanon, omong-omong, sebenarnya bisa memobilisasi dan ikut serta dalam Perjanjian Damai Abraham, seperti juga Suriah. Jadi, begitu banyak perubahan mendalam yang sedang terjadi,” kata Witkoff pada hari Rabu dalam sebuah acara di Washington untuk Komite Yahudi Amerika.

    Pada tahun 2022, IMF dan Lebanon mencapai kesepakatan tingkat staf untuk Fasilitas Dana Tambahan (Extended Fund Facility/EFF) selama empat tahun yang bernilai sekitar $3 miliar, bergantung pada reformasi menyeluruh di sektor keuangan. 

    Akan tetapi, kesepakatan ini belum berjalan karena krisis yang sedang berlangsung di Lebanon dan korupsi yang mengakar.

    Awal bulan ini, Menteri Keuangan Lebanon Yassin Jaber mengumumkan bahwa Bank Dunia telah menyiapkan ” rencana awal ” untuk proyek rekonstruksi senilai $1 miliar guna membangun kembali infrastruktur dan membersihkan puing-puing dari perang Israel di Lebanon. Proyek tersebut mencakup komitmen pendanaan awal sebesar $250 juta untuk Beirut.

    Menurut sumber Al-Akhbar , perwakilan Bank Dunia telah meminta agar prosedur yang diperlukan dipercepat untuk menyetujui dana tersebut pada pertemuan Dewan Eksekutif Bank Dunia pada tanggal 25 Maret, bergantung pada tuntutan Barat untuk reformasi keuangan dan politik.

    Uni Eropa juga telah mensyaratkan pendanaan untuk Lebanon pada “kebutuhan untuk merestrukturisasi sistem perbankannya,” menunda pencairan bantuan sebesar 500 juta euro yang merupakan bagian dari kesepakatan tahun 2024 yang ditandatangani antara Beirut dan Brussels untuk mengurangi arus pengungsi ke Eropa.

    Setengah dari uang itu telah dibayarkan Agustus lalu. Namun, sisanya akan tunduk pada “beberapa persyaratan,” kata Komisaris Uni Eropa untuk Mediterania Dubravka Suica saat berkunjung ke Lebanon.

    “Prasyarat utamanya adalah restrukturisasi sektor perbankan… dan kesepakatan yang baik dengan Dana Moneter Internasional,” katanya setelah bertemu dengan Presiden Lebanon Joseph Aoun.

    Setelah perang brutal Israel di Lebanon, perkiraan mengatakan negara itu saat ini membutuhkan sekitar $ 6-7 miliar untuk rekonstruksi skala penuh.

    Perlawanan Lebanon sejauh ini telah menyediakan sebagian besar dana untuk membangun kembali Beirut selatan dan desa-desa selatan Lebanon, mengalokasikan sekitar $650 juta untuk perumahan dan restorasi—di mana sekitar $250 juta dicairkan menyusul pertikaian mengenai larangan penerbangan Iran dari bandara Beirut.

    Namun, kemampuan Hizbullah untuk mencairkan dana telah berulang kali terhambat, dengan tekanan AS yang kuat terhadap Lebanon dan Irak untuk menghentikan aliran dana bagi perlawanan.

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Israel Ancam Setop Program Nuklir Pakai Opsi Militer, Iran Bilang Gini

    Israel Ancam Setop Program Nuklir Pakai Opsi Militer, Iran Bilang Gini

    Teheran

    Kementerian Luar Negeri Iran mengecam keras ancaman yang dilontarkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar soal “opsi militer” mungkin diperlukan untuk menghentikan kemampuan nuklir negara tersebut. Teheran menyebut ancaman Tel Aviv itu “keterlaluan”.

    Dalam wawancara dengan media Politico, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (28/2/2025), Saar menyebut Iran telah memperkaya uranium yang cukup untuk bisa membuat “beberapa bom”. Saar menyebut waktu hampir habis untuk menangkal kemampuan nuklir Teheran.

    “Saya pikir untuk menghentikan program nuklir Iran sebelum dijadikan senjata, opsi militer yang dapat diandalkan harus dipertimbangkan,” cetus Saar dalam wawancara yang diterbitkan pada Rabu (26/2) waktu setempat.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, menyebut pernyataan Saar itu sebagai komentar yang “keterlaluan dan tidak rasional”.

    “Menteri Luar Negeri rezim Israel dan para pejabat lainnya terus mengancam Iran dengan tindakan militer, sementara Barat terus menyalahkan Iran atas kemampuan pertahanannya,” kecam Baqaei dalam pernyataan via media sosial X.

    Baqaei menambahkan bahwa di “wilayah yang dirusak oleh entitas pendudukan” — merujuk pada Israel, “yang bertanggung jawab dan penting adalah memaksimalkan kemampuan pertahanan kami”.

    Awal bulan ini, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, bersama Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio yang berkunjung, menegaskan Israel akan “menyelesaikan tugas” terhadap Iran dengan dukungan Washington DC.

    Lihat Video ‘Israel Rilis Rekaman Serangan yang Tewaskan Pemimpin Hizbullah’:

    Iran tidak mengakui Israel, dan kedua negara telah menjadi musuh sengit selama beberapa dekade. Mereka saling melancarkan serangan langsung tahun lalu untuk pertama kalinya, saat ketegangan di kawasan meningkat yang dipicu oleh perang Gaza.

    Presiden AS Donald Trump, yang kembali ke Gedung Putih untuk masa jabatan kedua pada Januari lalu, telah menerapkan kembali kebijakan sanksi “tekanan maksimum” terhadap Iran, yang mencerminkan pendekatan pada masa jabatan pertamanya.

    Berdasarkan kebijakan ini, AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir tahun 2015 antara Iran dan negara-negara besar di dunia, dan menuduh Teheran mengembangkan senjata nuklir. Tuduhan semacam itu sudah berkali-kali dibantah oleh Iran.

    Namun laporan rahasia Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang dilihat oleh AFP pada Rabu (26/2) waktu setempat, menyebut Iran telah secara signifikan meningkatkan pasokan uranium yang telah diperkaya dalam beberapa bulan terakhir.

    Teheran bersikukuh menegaskan program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai dan menyangkal niat untuk mengembangkan senjata atom.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS Sebut Lebanon dan Suriah Bisa Segera Berdamai dengan Israel, Arab Saudi Jadi Kunci – Halaman all

    AS Sebut Lebanon dan Suriah Bisa Segera Berdamai dengan Israel, Arab Saudi Jadi Kunci – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Utusan Amerika Serikat (AS) untuk urusan Timur Tengah, Steve Witkoff, mengklaim Lebanon dan Suriah bisa segera menormalisasi hubungan dengan Israel.

    Klaim itu disampaikan Witkoff pada acara yang digelar oleh Komite Yahudi Amerika hari Senin, (24/2/2025).

    Witkoff yang baru saja diangkat oleh Presiden AS Donald Trump itu berujar transformasi politik di Timur Tengah mungkin “meluas hingga Lebanon dan Suriah”.

    Dia lalu menyinggung tantangan yang harus dihadapi, yakni faksi-faksi di kedua negara itu yang terkait dengan Iran.

    “Mengenai bulan sabit Iran, hal itu pada dasarnya sudah dihancurkan. Lihatlah apa yang terjadi di Suriah, kita melihat pemilu yang hebat di Lebanon, dan banyak hal yang terjadi,” katanya dikutip dari The New Arab.

    Bulan sabit Iran yang dimaksud Witkoff adalah wilayah berbentuk bulan sabit di Timur Tengah yang memiliki banyak penganut Islam Syiah atau berada di bawah pengaruh Iran.

    Dia menyebut Lebanon dan Suriah bisa saja dimasukkan ke dalam Abraham Accord atau perjanjian normalisasi antara Israel dan negara-negara Timur Tengah.

    “Jadi, banyak perubahan besar yang sedang terjadi,” katanya.

    Ide tentang normalisasi itu awalnya disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Israel Katz pada bulan Oktober 2024. Dia mengatakan Lebanon bisa memiliki hubungan diplomatik dengan Israel apabila Arab Saudi mengawalinya.

    Hingga saat ini Lebanon tidak mengakui negara Israel. Setiap warga Lebanon juga dilarang pergi ke Israel, sedangkan setiap orang yang punya paspor Israel dilarang memasuki Lebanon.

    Seorang pakar politik Palestina bernama Yasser Zaatreh mengkritik pedas pernyataan Witkoff. Menurutnya, ucapan Witkoff adalah suatu “tragedi”, mengingat Israel belum lama menginvasi Lebanon dan Suriah.

    “Trump dan geng penjahatnya berpikir mereka para dewa di alam semesta, mereka memberikan perintah dan dipatuhi,” kata Zaatreh.

    Lebanon dan Suriah turut terdampak oleh perang yang dikobarkan Israel di Jalur Gaza selama 1,5 tahun belakangan.

    Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon saling menyerang di perbatasan setelah perang Gaza meletus. Konflik Israel-Hizbullah membesar menjadi perang mulai September 2024 dan menewaskan lebih dari 4.000 warga Lebanon.

    Israel menyerbu Lebanon selatan bulan Oktober tahun kemarin. Lalu, gencatan senjata Israel-Hizbullah disepakati tanggal 27 November.

    Sementara itu, pasukan Israel di Suriah menyerang target yang disebutnya terkait dengan Hizbullah dan Iran.

    Israel juga menduduki zona penyangga di Suriah selatan yang berdekatan dengan Dataran Tinggi Golan setelah rezim Bashar Al Assad tumbang akhir tahun lalu.

    Pemerintahan sementara di Suriah sudah berulang kali meminta Israel untuk menarik pasukannya dari Suriah dan berhenti menyerang. Namun, rezim baru itu tidak bisa membalas Israel karena tidak mempunyai militer kuat dan masih berada dalam masa transisi.

    Sementara itu, Arab Saudi sudah lama dirumorkan ingin menormalisasi hubungan dengan Israel setelah Maroko, Uni Emirat Arab, dan Bahrain melakukannya.

    Namun, Arab Saudi juga berulang kali berkata tak ingin menormalisasi hubungan dengan Israel jika negara Palestina yang merdeka belum didirikan.

    Adapun pada bulan Januari lalu Trump sudah mengaku bakal membuat Arab Saudi menormalisasi hubungan.

    (*)

  • Israel Akui Gagal Total Cegah Serangan 7 Oktober, Remehkan Hamas

    Israel Akui Gagal Total Cegah Serangan 7 Oktober, Remehkan Hamas

    Tel Aviv

    Militer Israel mengakui “kegagalan total” dalam mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sedikitnya 1.200 orang di wilayahnya. Militer Israel juga mengakui bahwa selama bertahun-tahun, mereka telah meremehkan kemampuan Hamas yang menguasai Jalur Gaza.

    Pengakuan soal “kegagalan total” ini, seperti dilansir AFP, Jumat (28/2/2025), disampaikan dalam laporan investigasi internal militer Israel terhadap serangan 7 Oktober, yang memicu perang dahsyat di Jalur Gaza yang menewaskan puluhan ribu warga Palestina.

    “Tanggal 7 Oktober adalah kegagalan total, IDF (Angkatan Bersenjata Israel) gagal memenuhi misinya untuk melindungi warga sipil Israel,” kata seorang pejabat senior militer Israel, tanpa menyebut nama sesuai protokol militer, saat memberi penjelasan kepada wartawan soal temuan penyelidikan internal itu.

    “Terlalu banyak warga sipil yang tewas pada hari ini bertanya dalam hari atau dengan lantang, di mana IDF,” ucap pejabat senior militer Israel tersebut.

    Dalam ringkasan laporan yang dibagikan kepada jurnalis, militer Israel mengatakan: “Angkatan Bersenjata Israel gagal melindungi warga Israel. Divisi Gaza dikuasai pada dini hari perang, ketika teroris mengambil kendali dan melakukan pembantaian di komunitas-komunitas dan jalanan di wilayah tersebut.”

    Pejabat militer itu menjelaskan bahwa militer Israel “terlalu percaya diri” dan telah keliru dalam mengkalkulasi kemampuan militer Hamas sebelum serangan terjadi.

    Diungkapkan pejabat militer Israel itu bahwa penyelidikan dilakukan selama 15 bulan terakhir, yang fokus pada empat area utama, yakni persepsi militer menjelang 7 Oktober, kegagalan intelijen, peristiwa malam hari sebelum serangan terjadi, dan tindakan militer saat serangan terjadi serta upaya merebut kembali kendali.

    “Kami bahkan tidak membayangkan skenario seperti itu,” kata pejabat militer Israel, sembari menyebut perhatian Tel Aviv saat itu tertuju pada ancaman dari Iran dan Hizbullah.

    Lihat juga Video ‘Pertukaran Tahanan Terakhir, Warga Palestina Tinggalkan Penjara Israel’:

    Menurut pejabat militer Israel itu, militer Tel Aviv tidak memiliki “pemahaman komprehensif mengenai kemampuan militer musuh” dan “terlalu percaya diri dengan pengetahuannya”.

    Persepsi militer Israel pada saat itu, menurut laporan investigasi internal itu, adalah Hamas tidak tertarik pada konflik skala penuh. Militer Israel dinilai kurang persiapan dan kemampuan untuk merespons serangan.

    “Keyakinannya adalah Hamas dapat dipengaruhi melalui tekanan yang akan mengurangi motivasi perang, terutama dengan memperbaiki kondisi kehidupa di laur Gaza,” sebut laporan tersebut, seperti dilansir Reuters.

    Serangan Hamas itu menewaskan sedikitnya 1.218 orang di Israel, yang sebagian besar warga sipil. Sebanyak 251 orang lainnya disandera Hamas, dengan saat ini masih ada 58 sandera yang ditahan di Jalur Gaza, termasuk 34 orang yang diyakini sudah tewas.

    “Ini adalah salah satu peristiwa paling mengerikan yang pernah terjadi di Israel. Ini adalah salah satu kegagalan terbesar IDF,” sebut pejabat militer senior Israel itu.

    Lihat juga Video ‘Pertukaran Tahanan Terakhir, Warga Palestina Tinggalkan Penjara Israel’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Akui Gagal Total, Hasil Investigasi 7 Oktober Ungkap Cara Hamas Lumpuhkan IDF – Halaman all

    Israel Akui Gagal Total, Hasil Investigasi 7 Oktober Ungkap Cara Hamas Lumpuhkan IDF – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel (IDF) mengungkap hasil investigasi sementara mengenai Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan oleh Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023.

    Seorang pejabat militer Israel mengakui kegagalan total untuk mencegah serangan tersebut.

    “Tanggal 7 Oktober (2023) adalah kegagalan total dan tentara gagal melaksanakan misinya untuk melindungi warga sipil Israel,” kata pejabat IDF kepada wartawan, Kamis (27/2/2025).

    “Banyak warga sipil terbunuh hari itu sambil bertanya pada diri sendiri atau dengan lantang, di manakah tentara Israel?” tanyanya.

    Investigasi yang diterbitkan oleh militer Israel menyoroti kegagalan strategis dan intelijen utama yang memungkinkan Hamas melancarkan serangan terbesar terhadap Israel dalam sejarahnya.

    Militer Israel mengatakan dalam ringkasan laporan kepada media bahwa pasukannya gagal melindungi warga Israel.

    “Divisi Gaza (Israel) kalah dalam beberapa jam pertama perang, dengan teroris menguasai (wilayah tersebut), dan melakukan pembantaian di masyarakat dan di jalan-jalan di daerah tersebut,” menurut laporan IDF yang diberitakan oleh Yedioth Ahronoth.

    Sementara itu pejabat IDF mengakui tentara Israel terlalu percaya diri dan salah menilai kemampuan Hamas sebelum melancarkan serangan.

    Penyelidikan Israel menemukan serangan itu dilakukan dalam 3 kelompok, yang melibatkan hampir 5.000 pejuang Hamas.

    “Gelombang pertama mencakup lebih dari 1.000 pejuang dari unit elit Hamas yang menyusup di bawah perlindungan tembakan gencar,” katanya.

    “Gelombang kedua mencakup 2.000 pejuang, sementara gelombang ketiga mencakup masuknya ratusan pejuang,” lanjutnya.

    Investigasi militer Israel menyatakan Divisi Gaza berhasil ditundukkan pada jam-jam pertama serangan dan perlawanan dimulai pada sore hari.

    Hamas menyerang pasukan dan perwira senior militer Israel yang dikirim, serta mengganggu sistem komando dan kontrol.

    Militer Israel mengakui harga yang mereka bayar pada tanggal 7 Oktober 2023 tidak tertahankan dalam hal korban tewas dan luka-luka.

    “Hamas mengejutkan angkatan udara Israel dengan kemampuannya mengangkut militannya dengan parasut terbang, dan angkatan udara Israel tidak memiliki rencana darurat untuk skenario invasi darat,” lapor Yedioth Ahronoth, mengutip seorang pejabat IDF.

    “Kekacauan yang terjadi setelah serangan 7 Oktober menyebabkan insiden tembakan dari kawan sendiri, tetapi jumlahnya tidak banyak,” kata pejabat itu.

    “Para pemimpin militer memperkirakan invasi darat dari delapan titik perbatasan, tetapi Hamas menyerang dari lebih dari 60 titik, dan intelijen kami menunjukkan bahwa perencanaan serangan dimulai pada tahun 2017,” tambahnya.

    Surat kabar itu melaporkan Hamas menunda penyerbuan wilayah Gaza pada tahun 2023 untuk mempersiapkan pasukan elit dengan lebih baik dan berencana menyerbu selama hari raya Paskah Yahudi pada tahun 2023.

    Yedioth Ahronoth mengutip hasil penyelidikan yang mengatakan kegagalan intelijen Israel adalah akibat dari masalah mendalam pada inti sistem intelijen.

    Selain itu, pejabat IDF menjelaskan kegagalan Hizbullah Lebanon untuk bergabung dalam pertempuran bersama Hamas sejak awal disebabkan oleh kurangnya koordinasi.

    Sementara itu, The Times of Israel melaporkan bahwa sebagian besar perwira angkatan udara tidak berada di wilayah selatan karena sedang libur.

    Namun, angkatan udara Israel kemudian melancarkan operasi ‘Pedang Damocles’ untuk menyerang beberapa pemimpin Hamas dan markas besarnya. 

    Sementara itu, Kepala Staf IDF yang akan lengser, Herzi Halevy mengakui kegagalannya.

    “Kami tidak memiliki masalah untuk mengatakan bahwa kami telah melakukan kesalahan pada tanggal 7 Oktober dan saya bertanggung jawab,” kata Herzi Halevy mengomentari penyelidikan itu.

    Hasil penyelidikan menyimpulkan perlu untuk merekomendasikan penerapan kebijakan pertahanan ofensif dan meningkatkan kekuatan dan sumber daya tentara untuk melindungi perbatasan Israel.

    Tentara Israel juga harus selalu siap menghadapi serangan besar-besaran dan mendadak.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Mantan Komandan Unit 8200 Intelijen Israel Akui IDF Kalah 15-0 dari Hamas – Halaman all

    Mantan Komandan Unit 8200 Intelijen Israel Akui IDF Kalah 15-0 dari Hamas – Halaman all

    Mantan Komandan Unit 8200 Intelijen Israel Akui IDF Kalah 0-15 dari Hamas

    TRIBUNNEWS.COM – Dalam pertemuan yang diadakan di pangkalan militer Palmachim, Israel Tengah, mantan komandan unit intelijen di ketentaraan Israel (IDF) Unit 8200, Yossi Sariel, mengakui tanggung jawab penuhnya atas kegagalan mencegah serangan Banjir Al-Aqsa, Khaberni melaporkan, Kamis (27/2/2025),

    Mengutip sumber media Israel, rapat militer itu membahas investigasi atas kegagalan IDF dalam mencegah dan merespons serangan lintas batas faksi milisi perlawanan Palestina yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 silam.

    Dalam rapat, Yossi Sariel menekankan kalau dia memikul 100 persen tanggung jawab tersebut dan tidak ingin membaginya dengan siapa pun.

    “Sariel menegaskan kalau peristiwa 7 Oktober bukan sekadar ‘kecelakaan’, tetapi “penyakit serius” yang telah menyebar di kalangan tentara Israel,” tulis laporan tersebut.

    Dia menjelaskan, hal terpenting adalah mengusut kegagalan mendasar militer Israel atas telaknya serangan ini, yang menurutnya selama ini belum dilakukan secara komprehensif dan tuntas.

    Berbicara tentang kegagalan IDF dalam serangan Hamas di Operasi Banjir Al-Aqsa, Yossi Sariel mengibaratkan pukulan telak yang diterima tentara Israel dengan laga Barcelona versus Maccabi Haifa dalam pertandingan sepak bola.

    Ibarat laga Barcelona Vs Maccabi Haifa, kekuatan Hamas sejatinya tidak seberapa bagi IDF, namun hasilnya mengejutkan bagi kubu Israel.

    “Dia menggambarkan kalau IDF menderita kekalahan 15-0 terhadap Hamas pada tanggal 7 Oktober, meskipun dengan intelijen dan kekuatan lapangan yang dimiliki IDF tersebut, mereka dikalahkan selama berjam-jam.

    Sariel menekankan, ketika ia diangkat menjadi komandan Unit 8200, harapannya adalah hal-hal seperti itu tidak akan terjadi.

    “Namun faktanya, kegagalan tetap terjadi, yang membuatnya mengakui kegagalan secara  pribadi,” tulis ulasan tersebut.

    Unit 8200 Kini Bobrok, Dilanda Krisis Terburuk dalam Sejarahnya

    Sebelum pengakuan Yossi Sariel ini, situs web Amerika Serikat (AS), Axios, mengutip para mantan perwira intelijen Israel, mengabarkan kalau Unit 8200 di ketentaraan Israel (IDF) sedang menyaksikan “krisis terburuk dalam sejarahnya”.

    Hal ini merujuk pada kegagalan unit intelijen militer tersebut dalam membendung serangan banjir Al-Aqsa yang dilancarkan Milisi Perlawanan Palestina ke Israel pada 7 Oktober tahun lalu.

    Menurut tiga mantan perwira senior di unit tersebut, unit 8200 membutuhkan spesifikasi kemahiran pekerjaan intelijen dasar.

    “Yang mana banyak personelnya saat ini tidak tahu cara melakukannya, dan tanpa itu, kegagalan akan terulang kembali,” kata laporan tersebut dilansir Khaberni, Sabtu (23/11/2024).

    Para mantan perwiran Unit 8200 itu menambahkan kalau penunjukan Staf Uri sebagai komandan Unit 8200 adalah “untuk memperingati kegagalan yang menyebabkan kegagalan 7 Oktober,” dan menekankan kalau aksi penunjukan Staf Uri tersebut bukanlah langkah yang cukup untuk mereformasi dan memulihkan kemampuan unit intelijen militer yang masyhur sebagai yang terbaik di dunia tersebut.

    Salah satu mantan pejabat senior mengatakan kalau komandan baru unit tersebut, Staf Uri, gagal memperbaiki kesalahan mantan komandan unit tersebut, Yossi Sharel.

    “Penunjukkannya (Staf Uri) tidak menghentikan kebodohan yang menyebabkan bencana,” kata pengakuan seorang mantan perwira Unit 8200.

    Situs web tersebut menyatakan kalau ketiga mantan perwira tersebut sepakat bahwa meskipun Staf Uri menduduki posisi teknis dalam unit tersebut, ia bukanlah seorang petugas intelijen, hal yang sangat dibutuhkan unit tersebut saat ini.

    “Pada saat yang sama ia tetap merupakan mantan wakil kepala unit selama 3 tahun, dan kemudian dia terlibat dalam pengambilan keputusan yang merupakan bagian dari kegagalan (membendung serangan Banjir Al Aqsa)  tersebut,” kata laporan itu.

    Personel satuan intelijen Unit 8200 Israel. (Allisraelnews)

    Membangun dari Awal

    Ketiga mantan pejabat tersebut mengatakan, untuk mengatasi kebobrokan di unit intelijen 8200, perlu ditunjuk seorang wakil komandan yang berasal dari bidang intelijen, apalagi ada kebutuhan untuk membangun kembali unit tersebut hampir sepenuhnya dari awal lagi.

    Para mantan pejabat tersebut berpendapat, perlu dibentuk tim penasihat cadangan yang memiliki pengalaman intelijen yang akan bekerja sama dengan komandan satuan, wakilnya, dan komandan pusat intelijen dalam proses perbaikan kinerja unit.

    Seperti diketahui, pada 12 September lalu, Yossi Sharel memberi tahu Kepala Staf Herzi Halevy tentang pengunduran dirinya dari jabatannya setelah bertanggung jawab atas kegagalan intelijen pada 7 Oktober dan sebelumnya.

    Platform media Ibrani mengedarkan surat yang dikaitkan dengan komandan Unit 8200, di mana dia mengkonfirmasi pengunduran dirinya, dengan mengatakan, “Pada tanggal 7 Oktober, saya gagal dalam misi saya… Hari ini, setelah menyelesaikan penyelidikan awal, saya ingin menjalankan tugas pribadi saya tanggung jawab dan menyerahkan kepemimpinan kepada penerus saya.”

    Unit 8200 dianggap sebagai unit terbesar di Direktorat Intelijen Militer Israel, dan bertanggung jawab atas tugas utama mengumpulkan informasi, selain mengembangkan alat pengumpulan informasi dan terus memperbaruinya, menganalisis dan memproses data, serta menyampaikan informasi kepada pihak yang berwenang. Unit ini sering berpartisipasi dan menjalankan tugasnya dari dalam zona tempur.

    Tentara Israel anggota Unit 8200 yang berspesialisasi di bidang intelijen dan siber saat bekerja. (photo credit: IDF SPOKESPERSON’S UNIT)

    Markas Pernah Dibom Hizbullah

    Satu di antara sorotan lemahnya Unit 8200 saat ini adalah saat serangan kelompok Hizbullah menargetkan markas satuan intelijen unit tersebut pada akhir Agustus kemarin.

    Sorotan muncul setelah beberapa narasumber keamanan Eropa baru-baru ini mengklaim bahwa serangan Hizbullah itu sukses.

    Serangan tersebut dijuluki “Operasi Arbaeen” dan merenggut nyawa puluhan orang di dalam satuan intelijen itu.

    Dilaporkan ada 22 orang yang tewas, sedangkan korban luka mencapai 74 orang.

    Ini sepertinya menjadi kegagalan berikutnya dari unit intelijen yang ditasbihkan sebagai yang terbaik di dunia.

    Operasi itu adalah balasan utama Hizbullah terhadap Israel yang membunuh panglima Hizbullah, Fuad Shukr, beberapa waktu lalu.

    Laporan keberhasilan serangan Hizbullah itu muncul hampir bersamaan dengan kabar pengunduran diri Brigjen Yossi Sariel yang menjabat sebagai komandan Unit 8200.

    “7 Oktober pukul 06.29, saya tidak menunaikan misi saya seperti yang saya harapkan, seperti yang diharapkan oleh komandan dan bawahan saya, dan seperti yang diharapkan oleh warga negara yang sangat saya cintai,” ujar Sariel dikutip dari Al Mayadeen.

    Adapun 7 Oktober yang dimaksud Sarie adalah hari terjadinya serangan Hamas ke Israel.

    Militer Israel mengumumkan Sariel akan mengundurkan diri pada “periode mendatang”.

    Padahal, Sariel pada bulan Juli kemarin menolak ide pengunduran diri. Dia menyebut pengunduran diri adalah “tindakan pengecut”.

    Gerakan perlawanan Hizbullah Lebanon meluncurkan roket ke wilayah pendudukan Israel di perbatasan utara negara pendudukan tersebut. (MNA)

    Israel hingga kini masih membatasi informasi mengenai serangan Hizbullah di markas Unit 8200 yang berada di Pangkalan Militer Glilot.

    Pangkalan itu terletak 110 km dari Garis Biru, yakni garis demarkasi antara Lebanon dan Israel. Letaknya juga hanya 1.500 meter dari pinggiran Kota Tel Aviv.

     “Ada banyak drone yang mencapai target, tetapi musuh (Israel) merahasiakan semua detail terkait,  waktu akan mengungkapkan kenyataan yang terjadi di sana,” kata Sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah.

    Nasrallah menyebut serangan itu terbagi atas dua tahap. Tahap pertama melibatkan tembakan roket untuk membuat sistem pertahahan Iron Dome Israel kewalahan. Setelah itu, Hizbullah meluncurkan banyak drone.

    Unit 8200 disebut yang terbaik di dunia

    Unit 8200 didirikan tahun 1952 dan disebut shmone matayim dalam bahasa Ibrani.

    Namun, beberapa orang mengatakan unit itu sebenarnya sudah ada sebelum Israel didirikan tahun 1948.

    Saat itu kelompok intelijen tersebut menyadap saluran telepon suku-suku Arab untuk mengetahui rencana kerusuhan.

    Banyak pakar yang mengklaim Unit 8200 mirip dengan Dewan Keamanan Nasional AS (NSA) yang berada di bawah Kementerian Pertahanan AS.  Unit 8200 juga berada di bawah Kementerian Pertahanan Israel.

    Direktur kajian militer di Royal United Servce Institute, Peter Roberts, menyebut Unit 8200 sebagai “yang terbaik di dunia”.

    “Unit 8200 barangkali adalah badan intelijen teknis terbaik di dunia dan setara dengan NSA dalam segalanya, kecuali skalanya,” kata Roberts dikutip dari TRT World.

    “Mereka sangat memfokuskan apa yang mereka lihat, pastinya lebih berfokus daripada NSA, dan mereka menjalankan operasi dengan suatu tingkatan keuletan dan semangat yang tidak kalian lihat di tempat lain,” katanya menjelaskan.

    Unit 8200 merekrut personelnya dari warga Israel yang baru saja lulus sekolah menengah atas (SMA).

    Bahkan, terkadang siswa SMA berbagi proyek mereka dengan 8200 melalui presentasi berbeda.

    Setelah menghabiskan beberapa tahun di 8200, kebanyakan para anggotanya mendirikan perusahaan sendiri di Silicon Valley atau menjadi pejabat tinggi di dunia teknologi informasi.

    Beberapa orang khawatir karena banyak mantan personel Unit 8200 yang menduduki posisi tinggi di dalam perusahaan teknologi seperti Google, Facebook, Amazon, hingga Microsoft.

     

    (oln/axs/khbrn/*)

     
     

  • Dana Rekonstruksi IMF dan Bank Dunia untuk Lebanon Bergantung pada Normalisasi dengan Israel – Halaman all

    Unit Khusus Tentara Lebanon Temukan Perangkat Mata-mata Israel di Lebanon Selatan – Halaman all

    Unit Khusus Tentara Lebanon Temukan Perangkat Mata-mata Israel di Lebanon Selatan

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Lebanon pada Rabu (26/2/2025) mengatakan unit khusus mereka menemukan perangkat mata-mata Israel di Lebanon selatan .

    Militer Lebanon mengatakan dalam sebuah pernyataan kalau satuan khusus mereka, selama operasi survei teknik di sejumlah wilayah di Lebanon selatan, mengidentifikasi dua perangkat mata-mata yang ditanam oleh tentara Israel.

    Perangkat mata-mata Israel tersebut, yang disembunyikan di dalam pohon dan batu, dilengkapi dengan kamera dan sensor.

    Militer Lebanon juga menerbitkan foto-foto peralatan pengawasan, dan mengatakan unit-unit terkait bekerja untuk membongkarnya.

    Tentara Israel belum mengomentari pernyataan militer Lebanon tersebut.

    Sebagai informasi, gencatan senjata -yang rapuh- telah berlaku di Lebanon sejak 27 November, mengakhiri perang lintas perbatasan selama berbulan-bulan antara Israel dan gerakan Hizbullah yang meningkat menjadi konflik skala penuh September lalu.

    Hizbullah menyerang wilayah pendudukan Israel di Utara sejak Oktober 2023 sebagai dukungan terhadap perlawanan Gaza terhadap agresi Israel.

    Israel kemudian melancarkan agresi ke Lebanon Selatan pada Oktober 2024 dengan dalih memukul mundur Hizbullah dari wilayah perbatasan.

    Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah kemudian terjadi pada 27 November 2024.

    Sejauh ini, pihak berwenang Lebanon telah melaporkan lebih dari 1.000 pelanggaran gencatan senjata oleh Israel, termasuk kematian sedikitnya 83 korban dan cedera pada 280 lainnya.

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, Israel seharusnya menarik diri sepenuhnya dari Lebanon selatan paling lambat tanggal 26 Januari, tetapi batas waktu diperpanjang hingga tanggal 18 Februari setelah Israel menolak mematuhinya.

    Adapun Israel masih mempertahankan kehadiran militer di lima pos perbatasan.

    SERANGAN UDARA – Asap mengepul dari sebuah kota di Lebanon selatan setelah beberapa serangan udara Israel pada hari Senin, 23 September 2024. (via Al Mayadeen)

    Abaikan Gencatan Senjata, Serangan Drone Israel Menewaskan Dua Orang di Baalbek

    Serangan pesawat tak berawak Israel pada Selasa menewaskan dua orang dan melukai dua lainnya di distrik Baalbek di Lebanon timur, Anadolu Agency melaporkan.

    Kantor Berita Nasional Lebanon, NNA, mengatakan serangan udara itu dilakukan di daerah Shaara di Janta, yang terletak di distrik Baalbek dekat pegunungan Lebanon timur.

    Tentara Israel terus melanggar perjanjian gencatan senjata 27 November dengan Lebanon dengan lebih dari 1.033 pelanggaran yang dilaporkan oleh otoritas Lebanon, termasuk kematian sedikitnya 81 korban dan cedera pada 279 orang.

    Perjanjian gencatan senjata mengakhiri perang lintas perbatasan selama berbulan-bulan antara Israel dan kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah, yang meningkat menjadi konflik skala penuh pada bulan September.

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, Israel seharusnya menarik diri sepenuhnya dari Lebanon selatan pada tanggal 26 Januari, tetapi batas waktu diperpanjang hingga 18 Februari setelah Israel menolak untuk mematuhinya.

    Tentara Israel menarik diri dari kota-kota di Lebanon selatan minggu lalu tetapi mempertahankan kehadiran militer di lima pos perbatasan.

     

    (oln/anews/*)