Organisasi: GAM

  • Begini Alur Penghentian Gaji Anggota DPR Nonaktif Ahmad Sahroni, Nafa Urbach Hingga Eko Patrio – Page 3

    Begini Alur Penghentian Gaji Anggota DPR Nonaktif Ahmad Sahroni, Nafa Urbach Hingga Eko Patrio – Page 3

    Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam mengatakan pihaknya sudah menyurati Kesekjenan DPR RI terkait penghentian gaji dan tunjangan anggota DPR yang dinonaktifkan oleh partai politik.

    “Kita minta kepada Sekjen untuk dihentikan gajinya,” kata Nazaruddin dilansir Antara.

    Nazaruddin mengakui di dalam UU MD3 memang tak dicantumkan terkait aturan gaji dan tunjangan anggota dewan nonaktif. Untuk itu, MKD mengajukan usulan itu supaya bisa direalisasikan ke depan. Diketahui, ketentuan terkait gaji dan tunjangan merupakan kewenangan Kesekjenan DPR RI.

    Lebih lanjut, dia menyatakan, permintaan penghentian gaji-tunjangan itu tak difokuskan kepada lima anggota DPR yang sudah dinonaktifkan partainya masing-masing. Permintaan itu akan dilakukan untuk anggota DPR yang dinonaktifkan di kemudian hari.

    “Kita enggak menyebutkan lima ya, bisa jadi bertambah nanti ya. Pokoknya bagi anggota yang sudah dinonaktifkan di partai,” ujar Nazaruddin.

    Dalam UU MD3 dan Tata Tertib DPR RI, tidak ada istilah nonaktif bagi anggota dewan. Jika mengacu pada Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR, anggota DPR yang diberhentikan sementara masih memiliki hak keuangan.

    Dengan demikian, seorang anggota DPR mendapatkan gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket selama diberhentikan sementara.

    “Anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi pasal 19 ayat 4 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020.

  • Sorotan soal Gaji Usai Anggota DPR Dinonaktifkan

    Sorotan soal Gaji Usai Anggota DPR Dinonaktifkan

    Jakarta

    Anggota DPR yang dinonaktifkan karena kontroversial hingga melukai hati rakyat kini mendapat sorotan publik. Pasalnya, mereka masih menerima gaji meski berstatus nonaktif.

    Adapun mereka yang dinonaktifkan itu yakni yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach dari fraksi NasDem, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya) dari fraksi PAN dan Adies Kadir dari fraksi Golkar. Apa sebenarnya makna status anggota DPR nonaktif?

    Tak Terima Tunjangan Fasilitas

    Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, menegaskan penonaktifan anggota DPR bermasalah penting dilakukan untuk menjaga marwah lembaga legislatif.

    “Kami minta ketua umum parpol untuk menonaktifkan anggota DPR yang bermasalah. Kalau sudah dinonaktifkan, artinya mereka tidak bisa lagi beraktivitas sebagai anggota DPR,” kata Nazaruddin kepada wartawan, Minggu (31/8/2025).

    Menurutnya, status nonaktif bukan sekadar simbolik. Dia mengatakan para anggota yang dinonaktifkan tak akan mendapat fasilitas lagi.

    “Dengan dinonaktifkan, otomatis mereka juga tidak bisa mendapatkan fasilitas ataupun tunjangan sebagai anggota DPR RI,” ujarnya.

    Nazaruddin menegaskan MKD akan terus mendorong ketua umum parpol mengambil sikap tegas demi menjaga integritas DPR.

    “Kalau tidak ada langkah dari parpol, masyarakat bisa menilai DPR ini lembaga yang tidak serius menjaga kehormatannya,” tutupnya.

    Masih Terima Gaji

    Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah buka suara mengenai persoalan tersebut. Said mengatakan secara teknis anggota DPR RI yang dinonaktifkan tersebut masih menerima gaji.

    “Kalau dari sisi aspek itu (teknis) ya terima gaji,” kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/9/2025).

    Namun, Said menjelaskan dalam UU MD3 dan Tata Tertib DPR RI, tak ada istilah nonaktif. Meski begitu, dia menghormati sikap PAN, NasDem dan Golkar.

    “Baik tatib maupun Undang-undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif,” ujarnya.

    “Namun saya menghormati keputusan yang diambil oleh NasDem, PAN, Golkar, dan seharusnya pertanyaan itu dikembalikan kepada ketiga partai tersebut, supaya moralitas saya tidak melangkahi itu, dan tidak boleh lah ya,” sambung dia.

    Publik lantas menyorot anggota DPR yang masih menerima gaji meski berstatus nonaktif. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai jika penonaktifan itu hanya untuk menyembunyikan anggota DPR bermasalah untuk sementara.

    “Fraksi atau partai nampak tak ingin kehilangan 5 anggota mereka hanya karena dituntut publik. Mereka hanya ‘disembunyikan’ sementara waktu sambil menunggu perkembangan selanjutnya. Kalau situasi sudah tenang beberapa waktu kemudian, kelima anggota ini akan diaktifkan lagi,” kata Lucius kepada wartawan, Selasa (2/9/2025).

    Lucius menyebut pemilihan diksi menonaktifkan 5 anggota DPR nampaknya lebih untuk menunjukkan respons cepat partai politik atas banyaknya tuntutan yang muncul dari publik. Menurutnya, diksi nonaktif tak ditemukan dalam UU MD3 sebagai dasar melakukan pergantian antara waktu (PAW) anggota DPR.

    “Karena itu bisa dikatakan penonaktifan 5 anggota itu bermakna bahwa kelimanya hanya tak perlu beraktivitas dalam kegiatan-kegiatan DPR untuk sementara waktu tanpa mencabut hak-hak anggota sebagaimana yang lain,” ucap Lucius.

    “Anggota-anggota non aktif ini akan tetap mendapatkan hak-hak sebagai anggota walau tak perlu bekerja,” tambahnya.

    Dia menyebut nonaktif dari jabatan adalah istilah untuk meliburkan anggota DPR dari kegiatan pokoknya dengan tetap mendapatkan jatah anggaran dari DPR. Atas hal itu, Lucius tak melihat ada sanksi dari partai kepada anggotanya yang dituntut publik untuk bertanggungjawab atas perkataan dan perbuatannya.

    “Dengan demikian fraksi atau partai tak mengakui bahwa apa yang dituntut publik terhadap anggota-anggota itu sesuatu yang salah menurut partai atau fraksi. Putusan menonaktifkan adalah pernyataan pembelaan parpol atas kader mereka dengan sedikit upaya untuk menyenangkan publik sesaat saja,” ujarnya.

    Lucius mengatakan jika partai mengakui kesalahan kadernya yang membuat publik marah, seharusnya mengambil langkah pemberhentian. Menurutnya, dengan pemberhentian maka partai memaknai penolakan publik sebagai penarikan mandat atas kader yang dianggap tidak bisa dipercaya lagi mewakili rakyat.

    “Dengan pemberhentian, maka akan ada proses PAW, sekaligus memastikan kelima orang itu tidak punya tanggungjawab secara moral dan politis untuk menjadi wakil rakyat,” tegasnya.

    Lihat juga Video ‘Kata Bahlil soal Anggota DPR Nonaktif Masih Terima Gaji’:

    Halaman 2 dari 2

    (eva/wnv)

  • Status ‘Nonaktif’ Anggota DPR Jadi Sorotan

    Status ‘Nonaktif’ Anggota DPR Jadi Sorotan

    Jakarta

    Aksi demonstrasi yang terus berlangsung dari tanggal 28 hingga 31 Agustus 2025 kemarin membuat Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan para pimpinan MPR, DPR, DPD dan seluruh pimpinan partai politik ke Istana Negara, Jakarta, Minggu (31/8/2025). Isu gelombang unjuk rasa sampai sikap anggota DPR yang tidak berkenan di mata masyarakat menjadi topik utama pembahasan dalam pertemuan ini.

    Presiden Prabowo Subianto memastikan negara menjamin aspirasi murni dari masyarakat. Sejalan dengan pernyataan tersebut, sejumlah anggota DPR RI telah dinonaktifkan oleh partainya. Terdapat lima nama yang sudah tidak aktif menjadi anggota DPR, yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya) dan Adies Kadir.

    Makna dari penonaktifan itu sendiri masih sedikit rancu di telinga publik, oleh sebab itu Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Nazaruddin Dek Gam menjelaskan perihal hal tersebut.

    “Kami minta ketua umum parpol untuk menonaktifkan anggota DPR yang bermasalah. Kalau sudah dinonaktifkan, artinya mereka tidak bisa lagi beraktivitas sebagai anggota DPR,” kata Nazaruddin kepada wartawan, Minggu (31/8/2025).

    Menurutnya, status nonaktif bukan sekadar simbolik. Dia mengatakan para anggota yang dinonaktifkan tak akan mendapat fasilitas lagi.

    “Dengan dinonaktifkan, otomatis mereka juga tidak bisa mendapatkan fasilitas ataupun tunjangan sebagai anggota DPR RI,” ujarnya.

    Di sisi lain, dalam salah satu poin pidato pernyataannya, Presiden Prabowo menyatakan akan mencabut kebijakan tunjangan untuk anggota DPR. Dirinya juga menyebutkan anggota DPR yang keliru dalam bersikap akan dicabut dari keanggotaan DPR RI.

    “Langkah tegas tadi yang dilakukan ketua umum partai politik adalah mereka masing-masing dicabut dari keanggotaannya di DPR RI,” ujar Prabowo.

    “Dan juga para pimpinan DPR telah berbicara dan para ketua umum partai juga sudah menyampaikan melalui ketua fraksi masing-masing, bahwa para anggota DPR harus selalu peka dan selalu berpihak kepada kepentingan rakyat,” imbuhnya.

    Diketahui, aksi massa yang terjadi beberapa hari terakhir selain menyasar pos polisi dan gedung DPR juga menggeruduk rumah-rumah anggota DPR RI. Hal ini juga yang akhirnya membuat DPR dan pemerintah sepakat untuk mencabut kebijakan tunjangan anggota DPR serta menonaktifkan beberapa anggotanya.

    Namun, menurut Ketua Bagian Anggara DPR RI Said Abdullah, secara teknis anggota DPR RI yang dinonaktifkan tersebut masih menerima gaji. Tetapi, Said menjelaskan dalam UU MD3 dan Tata Tertib DPR RI, tak ada istilah nonaktif.

    “Baik tatib maupun Undang-undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif,” ujarnya.

    Lalu, apa yang dimaksud dengan status ‘nonaktif’ anggota DPR? Bagaimana kelanjutan situasi aksi masa setelah pemerintah dan DPR sepakat mencabut tunjangan anggota DPR? Simak obrolannya hanya dalam Editorial Review.

    Beralih ke Jawa Timur terjadi aksi anarkis yang melanda kompleks kantor Pemerintah Kabupaten Kediri, Sabtu (30/8/2025) malam. Massa tidak hanya merusak fasilitas umum, tetapi juga menyasar Museum Bagawanta Bhari. Museum yang selama ini menyimpan benda-benda peninggalan budaya akhirnya menjadi korban amuk massa. Menurut Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana, kaca-kaca museum pecah dan sejumlah koleksi bersejarah hilang. Berdasarkan catatan, tiga artefak yang dinyatakan hilang antara lain:

    Plakat HVA Sidomulyo (2 buah)
    Bata Ber Inskripsi
    Arca Sumbercangkring

    Bagaimana kronologi kejadian ini ? dan bagaimana upaya pengembalian artefak ini ? Ikuti selengkapnya hanya di detiksore bersama Jurnalis detikJatim.

    Aksi demonstrasi yang ricuh beberapa waktu lalu di sejumlah daerah di Indonesia, membuat informasi di media sosial tak terbendung.

    Diketahui, para pengguna TikTok di Indonesia tidak dapat menggunakan fitur live sejak Sabtu, 30 Agustus kemarin. Akibatnya, beberapa konten kreator dan affiliator mengeluhkan tentang hal ini. Sebab dimatikannya fitur TikTok Live membuat mereka tak bisa jualan seperti biasa.

    Menanggapi hal ini, juru bicara TikTok menyebut penangguhan fitur TikTok live dilakukan sebagai bentuk pengamanan untuk menjaga TikTok tetap menjadi ruang yang aman dan beradab.

    Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid berharap penutupan fitur live TikTok yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tidak berlangsung lama.

    Lalu, apa yang menjadi alasan TikTok mematikan fitur Live? Apakah hal ini efektif untuk meredam panasnya situasi politik saat ini? Bersama Redaktur Pelaksana detikInet, ikuti alasannya dalam segmen Sunsetalk.

    Ikuti terus ulasan mendalam berita-berita hangat detikcom dalam sehari yang disiarkan secara langsung langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 15.30-18.00 WIB, di 20.detik.com dan TikTok detikcom. Jangan ketinggalan untuk mengikuti analisis pergerakan pasar saham jelang penutupan IHSG di awal acara. Sampaikan komentar Anda melalui kolom live chat yang tersedia.

    “Detik Sore, Nggak Cuma Hore-hore!”

    (far/vys)

  • Dua dekade damai, Aceh menuju sejahtera

    Dua dekade damai, Aceh menuju sejahtera

    Banda Aceh (ANTARA) – Minggu, 26 Desember 2004, pukul 07:58 WIB, Aceh diguncang gempa bumi bermagnitudo 9,1–9,3. Gempa itu menyebabkan tsunami dahsyat, dengan ketinggian air hingga mencapai 30 meter.

    Peristiwa besar itu membuat 227.898 jiwa meninggal dunia. Musibah ini menghancurkan begitu banyak infrastruktur serta jatuhnya perekonomian Aceh.

    Pertumbuhan ekonomi Aceh 2004 atau pasca-bencana dahsyat gempa bumi dan tsunami serta konflik bersenjata, berada pada angka -9,63 persen. Bahkan, pada 2005 kembali jatuh di -10,12 persen. Hal ini, karena Aceh sedang dalam pemulihan, dan masih dilanda konflik.

    Pascabencana tsunami atau pada pertengahan 2005, rencana gencatan senjata dan perdamaian mulai terdengar di telinga masyarakat Aceh.

    Lembaga Crisis Management Initiative (CMI) yang berpusat di Finlandia di bawah kepemimpinan Martti Ahtisaari (mantan Presiden Finlandia) melakukan mediasi rencana perdamaian Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

    Berkat pendekatan yang baik dari Martti Ahtisaari, negosiator asal Finlandia Juha Christensen dan Pemerintah Indonesia dengan petinggi GAM membuahkan hasil, dan kesepakatan damai disetujui.

    Proses perdamaian akhirnya terjadi pada 15 Agustus 2005 di Kota Helsinki Finlandia, melalui sebuah nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) Helsinki.

    Terdapat 71 butir pasal dalam kesepakatan itu, di antaranya, Aceh diberi wewenang melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik. Hasil dari perdamaian itu kemudian dijabarkan melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA).

    Arsip – Perwakilan Pemerintah Indonesia, Hamid Awaluddin dan Perwakilan GAM Malik Mahmud berjabat tangan setelah menandatangani Perjanjian Helsinki yang dimediasi mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari, di Helsinki (5 Agustus 2005). (ANTARA/HO/Wikipedia)

    UU khusus ini kemudian memberikan harapan akan kebangkitan ekonomi lebih baik, menghilangkan kemiskinan, serta mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Aceh. Melalui alokasi dana otonomi khusus (otsus) 2008-2022 sebesar dua persen dan 2023-2027 satu persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional.

    Dana otonomi khusus Aceh, menjadi salah satu instrumen yang begitu penting bagi daerah ujung paling barat Indonesia itu untuk membangkitkan ekonomi pascamusibah tsunami dan konflik berkepanjangan.

    Editor: Masuki M. Astro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • JK: Tujuan dari perdamaian adalah untuk kesejahteraan rakyat

    JK: Tujuan dari perdamaian adalah untuk kesejahteraan rakyat

    Banda Aceh (ANTARA) – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI M Jusuf Kalla (JK) menyatakan tujuan akhir dari perdamaian di Provinsi Aceh adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempercepat pembangunan daerah.

    “Proses perdamaian Aceh tidak mudah dan telah melalui perjalanan panjang. Ada tiga kali upaya perundingan sebelum akhirnya berhasil. Tahun 2002, inisiatif perdamaian mulai dijalankan dan Tsunami tahun 2004 mempercepat proses tersebut,” kata Jusuf Kalla secara daring dalam peringatan dua dekade perdamaian Aceh di UIN Ar Raniry, Darussalam, Banda Aceh, Kamis.

    Dalam pidato perdamaian dan penyerahan penghargaan kepada tokoh terlibat perdamaian Aceh oleh UIN Ar Raniry yang disampaikan secara daring tersebut, ia menjelaskan ada dua hal yang menjadi dorongan utama dalam rekonstruksi dan jaminan kehidupan masyarakat yakni tercapainya perdamaian.

    Dalam kesempatan tersebut JK menyampaikan permintaan maaf tidak bisa hadir secara fisik karena pesawat yang ditumpanginya menuju Aceh harus kembali usai lepas landas sepuluh menit karena permasalahan mesin akibat burung.

    Menurut dia tanpa terciptanya perdamaian di Provinsi Aceh maka akan sulit untuk mewujudkan pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca luluh lantak akibat musibah besar pada penghujung tahun 2004 itu.

    Ia menuturkan konflik yang mendera Aceh kala itu menimbulkan korban besar, baik dari masyarakat maupun aparat. Pada masa itu, siang hari operasi TNI, malam hari operasi GAM. Di mana masyarakat tidak menikmati kebebasan secara utuh.

    Dalam pidato perdamaian itu, pihaknya membangun komunikasi dengan semua pihak, mempelajari semua akar permasalahan guna menyelesaikan permasalahan di Aceh serta melibatkan tim yang baik, dirinya mengutuskan tim untuk perundingan dengan target selesai dalam enam bulan pasca musibah besar melanda Aceh, karena rekonstruksi pasca tsunami akan dimulai pada bulan ke-6.

    Menurut dia tanpa perdamaian, pembangunan tidak mungkin berjalan. Masyarakat di daerah itu sudah lelah, malam tidak bisa tidur, hidup dalam ketakutan.

    “Kita sangat bersyukur akhirnya perdamaian dapat tercapai melalui dialog. Dialog adalah bentuk kehormatan bagi semua pihak. Semua merasa dihormati dan dihargai. Alhamdulillah Aceh kini masyarakat bisa menikmati kopi hingga larut malam, di mana dulu toko-toko lebih cepat tutup,” katanya.

    Ia mengatakan dengan perdamaian tersebut rehabilitasi dan rekonstruksi dapat dilaksanakan dengan maksimal sebanyak 50 negara di dunia membantu pemulihan kembali Aceh termasuk dari dana Pemerintah Pusat.

    Karena itu ia mengajak seluruh komponen untuk mengisi perdamaian Aceh yang kini telah memasuki dua dekade dengan berbagai upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    “Kita harus bergerak cepat, masyarakat Aceh adalah orang yang memiliki semangat tinggi untuk bangkit dan maju. Mari kita terus melihat ke depan dan jangan terlena dengan masa lalu,” katanya.

    Menurut dia Aceh harus terus mengoptimalkan berbagai potensi ekonomi yang ada guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan yakni sektor perkebunan, perikanan, perdagangan dan industri agar seimbang dengan daerah lainnya.

    “Semangat Aceh sangat luar biasa sejak ratusan tahun untuk pembangunan. Esensi penting dari perdamaian adalah meningkatkan kesejahteraan dan dinikmati langsung oleh masyarakat,” katanya.

    Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry Banda Aceh, Prof Mujiburrahman menyatakan pihaknya memberikan penghargaan tokoh perdamaian kepada M Jusuf Kalla dan tokoh-tokoh terlibat dalam perdamaian Aceh.

    “Penghargaan yang kita berikan kepada para tokoh perdamaian Aceh sebagai wujud apresiasi atas dedikasi mereka dalam menjaga dan merawat perdamaian,” katanya.

    Ia mengatakan Jusuf Kalla merupakan salah satu tokoh kunci yang memiliki peran krusial dan strategis dalam mewujudkan perundingan dan perdamaian di Aceh.

    Adapun penerima penghargaan perdamaian dari UIN Ar Raniry Banda Aceh yakni Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, Dr. (H.C.) Drs. H. M. Jusuf Kalla, Malik Mahmud Al-Haythar (Wali Nanggroe Aceh dan Ketua Juru Runding GAM di Helsinki, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Prof. Hamid Awaluddin, (Ketua Juru Runding RI di Helsinki & Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI) dan Mantan Duta Besar Indonesia untuk Rusia (2008);

    Kemudian Mr. Juha Christensen (Negosiator dari Finlandia yang memainkan peran penting dalam perdamaian Aceh), Sofyan A Djalil (Anggota Tim Perunding RI di Helsinki dan Tokoh Aceh Jakarta), Nur Djuli (Anggota Tim Perunding GAM di Helsinki), Zaini Abdullah (Anggota Tim Perunding GAM di Helsinki), Bakhtiar Abdullah (Anggota Tim Perunding GAM di Helsinki) dan Nurdin Abdurrahman (Anggota Tim Perunding GAM di Helsinki)

    Selanjutnya Irwandi Yusuf (Kepala Perwakilan GAM untuk Aceh Monitoring Mission (AMM) dan Mantan Gubernur Aceh), Zakaria Saman, Shadia Marhaban (Anggota Tim Perunding GAM di Helsinki), Teuku Hadi (Anggota Tim Perunding GAM di Helsinki), Tengku Nasruddin Bin Ahmad, Perunding GAM CoHA;, Teuku Kamaruzzaman, Perunding GAM CoHA, Amni Ahmad Marzuki, Perunding GAM CoHA, Cut Farah Meutia (Anggota Tim Perunding GAM di Tokyo) dan Erwanto (Anggota Tim Perunding GAM di Tokyo).

    Kemudian almarhum Tengku Muhammad Usman Lampoh Awe, almarhum Tengku Sofyan Ibrahim Tiba, almarhum Cut Nur Asikin, Tokoh Perempuan Aceh Pejuang Referendum Aceh, Alm. Jafar Siddik Hamzah dan Munawar Liza Zainal.

    Pewarta: M Ifdhal
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Momen 20 Tahun Perdamaian Aceh, Gubernur Mualem Minta Rakyat Tak Kibarkan Bendera Bulan Bintang

    Momen 20 Tahun Perdamaian Aceh, Gubernur Mualem Minta Rakyat Tak Kibarkan Bendera Bulan Bintang

    Liputan6.com, Jakarta – Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem meminta rakyatnya untuk bersabar dan tidak mengibarkan bendera bulan bintang pada hari peringatan 20 tahun Perdamaian Aceh yang jatuh pada Jumat (15/8).

    Tepat 15 Agustus 2025, Aceh telah mencapai 20 tahun perdamaian pascakonflik berkepanjangan. Perdamaian ini ditandai dengan penandatanganan MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), di Helsinki Finlandia pada 15 Agustus 2005, di mana menjadi dua dekade perdamaian di Aceh.

    “Kita harapkan bersabar dulu, karena suatu hari akan naik juga (bendera bulan bintang),” kata Mualem, di Banda Aceh, Rabu malam (13/8).

    Eks Panglima GAM ini menegaskan, semua pihak di Aceh berkomitmen merawat situasi perdamaian ini, dengan harapan Aceh menjadi lebih baik ke depannya.

    “Harus kita berkomitmen dalam situasi yang begini. Perdamaian ini untuk kita semua, untuk Aceh yang kita harapkan, masa depan lebih bagus, lebih sejahtera,” ujarnya.

  • Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan Nasional 9 Agustus 2025

    Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Hukum dan HAM periode 2004-2007, Hamid Awaluddin, menilai pemberian pengampunan alias amnesti kepada elite PDI-P, Hasto Kristiyanto, yang diadili karena kasus korupsi, sah secara konstitusional.
    Menurutnya, seorang presiden memiliki privilege untuk memberikan amnesti kepada siapa pun dengan persetujuan DPR RI sesuai peraturan perundang-undangan, tanpa membedakan jenis perbuatan.
    Hal ini dikatakannya menanggapi kritik sejumlah pihak yang menyatakan pemberian amnesti kepada Hasto dapat melemahkan konsistensi penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia.
    “Tidak ada yang salah sebenarnya dengan pemberian amnesti dan abolisi (untuk kasus korupsi),” kata Hamid dalam siniar Gaspol Kompas.com, dikutip Sabtu (9/8/2025).
    “Ingat ya, ketika kita bicara tentang privilege presiden di sini, kan dia tidak membedakan jenis perbuatan, kan. Dalam konstitusi, tidak ada pembedaan itu. Bahwa si A diberi amnesti kalau dia hanya tindak pidana tertentu. Tidak ada,” imbuh dia.
    Hamid mengatakan, praktik ini seolah terlihat berbeda lantaran tidak lazim dipraktekkan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya.
    Dia bilang, presiden sebelum Prabowo biasanya hanya memberikan amnesti kepada kasus makar hingga kasus pencemaran nama baik.
    Presiden ke-1, Soekarno, misalnya, memberikan pengampunan kepada DI/TII; Presiden ke-2, Soeharto, memberikan amnesti umum dan abolisi kepada anggota Fretilin Timor Timur; begitu pula Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, yang memberikan amnesti dan abolisi kepada seluruh anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
    “Praktik selama ini yang diberi amnesti itu berkaitan dengan kelompok dia saja. Meskipun ada kasus-kasus tertentu individu, ya. Kedua, berkaitan dengan politik. Selama ini praktiknya begitu,” ucap Hamid.
    Lebih lanjut, Hamid beranggapan Prabowo sudah memiliki pertimbangan matang sebelum memberi kebijakan tersebut, termasuk parameter-parameter yang digunakan.
    Namun, ia berpandangan pemerintah tetap harus menjelaskan kepada publik alasan pemberian amnesti.
    Terlebih, seturut pernyataan pemerintah, pemberian ini ditujukan untuk kepentingan umum.
    “Yang pasti dia (Prabowo) punya (pertimbangan). Nah, inilah yang saya bayangkan, pemerintah menjelaskan kepada publik. Ya, (karena alasannya untuk) kepentingan umum,” tandas Hamid.
    Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada elite PDI-P, Hasto Kristiyanto.
    DPR RI kemudian menyetujui usulan Presiden Prabowo untuk memberikan amnesti kepada Hasto bersama 1.116 terpidana lainnya pada 31 Juli 2025.
    Amnesti berarti hukuman yang dijatuhkan kepada Hasto, yakni 3,5 tahun penjara atas kasus suap dan perintangan penyidikan, dihapuskan sepenuhnya secara hukum.
    Statusnya sebagai terpidana secara resmi dinyatakan tidak pernah ada.
    Secara bersamaan, DPR dan Presiden Prabowo juga menyetujui abolisi bagi Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula.
    Abolisi berarti seluruh proses hukum terhadapnya dihentikan, bukan hanya pelaksanaan hukuman, tetapi juga putusan maupun penuntutan.
    Status hukum terhadapnya dihapuskan sepenuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3 Gunung di RI Kompak Erupsi, Masyarakat Diminta Waspada!

    3 Gunung di RI Kompak Erupsi, Masyarakat Diminta Waspada!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebanyak tiga gunung di Indonesia tengah erupsi yakni Gunung Lewotobi Laki-laki Nusa Tenggara Timur (NTT), Gunung Ibu Maluku Utara, dan Gunung Ili Lewotolok NTT. Atas bencana erupsi itu, masyarakat diminta untuk berwaspada.

    Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengimbau masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan gunung untuk hati-hati atas peningkatan aktivitas vulkanik tersebut.

    Gunung Lewotobi Laki-laki NTT

    Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengungkapkan Gunung Lewotobi Laki-laki mengalami erupsi eksplosif pada 1 Agustus 2025 pukul 20.48 WITA.

    Erupsi ini menandai meningkatnya aktivitas vulkanik gunung yang sering mengalami erupsi susulan setelah letusan ini. “Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental, aktivitas vulkanik Gunung Lewotobi Laki-Laki saat ini masih tergolong tinggi. Oleh karena itu, status gunung api tersebut tetap berada pada Level IV atau Awas,” ujar Wafid dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (6/8/2025).

    Ia menjelaskan, per 1 Agustus 2025, sejak pukul 18.00 hingga 20.00 WITA terjadi peningkatan gempa vulkanik yang diikuti erupsi eksplosif pada pukul 20.48 WITA dengan kolom abu yang hamburkan mencapai ketinggian sekitar 10.000 meter di atas puncak gunung.

    “Material letusan tersebar ke segala arah dengan lontaran sejauh 3-4 km dari kawah. Letusan ini dipicu oleh akumulasi gas yang terperangkap selama dua minggu terakhir,” urainya.

    Wafid meminta masyarakat sekitar wilayah terdampak untuk tetap tenang dan waspada, mengikuti arahan dari pemerintah daerah setempat, dan tidak mempercayai informasi yang tidak jelas sumbernya.

    “Masyarakat dan wisatawan diimbau untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius 6 km dan sektoral barat daya – timur laut 7 km dari pusat erupsi, selain itu, masyarakat di sekitar wilayah rawan bencana agar mewaspadai potensi banjir lahar apabila terjadi hujan lebat, terutama pada daerah aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Lewotobi Laki-laki, seperti di Nawakote, Dulipali, Nobo, Hokeng Jaya, hingga Nurabelen,” ucap Wafid.

    Gunung Ibu, Maluku Utara

    Erupsi terjadi pada Senin, 4 Agustus 2025, pukul 23.07 WIT. Wafid mengimbau masyarakat serta para pengunjung atau wisatawan untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius 2 km dari kawah aktif. Selain itu, terdapat zona perluasan sektoral sejauh 3,5 km ke arah bukaan kawah di bagian utara yang juga harus dihindari.

    “Tinggi kolom abu teramati pada 500 m di atas puncak, sekitar 1.825 m di atas permukaan laut. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat laut. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 28 mm dan durasi 45 detik,” katanya.

    Adapun, jika terjadi hujan abu masyarakat diminta untuk menggunakan masker agar terhindar dari masalah kesehatan.

    Untuk menjaga situasi tetap kondusif, masyarakat juga diminta untuk tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi atau bersifat hoaks, serta tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak jelas sumbernya.

    “Masyarakat agar selalu mengikuti arahan dari Pemerintah Daerah, yaitu Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat agar senantiasa berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung atau dengan Pos Pengamatan Gunung Ibu di Gam Ici untuk mendapatkan informasi langsung aktivitas terkini,” tutup Wafid.

    Gunung Ili Lewotolok, NTT

    Gunung yang terletak di Desa Laranwutun, Kecamatan Ile Ape, NTT tersebut mengalami erupsi pada Selasa (5/8), pukul 19.29 WITA.

    “Saat ini Gunung Ili Lewotolok berada pada tingkat aktivitas level III (Siaga). Masyarakat direkomendasikan untuk tidak beraktivitas di dalam radius 3 kilometer dari pusat aktivitas, serta mewaspadai potensi ancaman bahaya guguran lava dan awan panas dari sektor selatan-tenggara, barat, dan timur laut,” ujar Wafid.

    Adapun dari hasil pemantauan gunung ini, tercatat erupsi dengan tinggi kolom abu teramati 300 m di atas puncak (1.723 m di atas permukaan laut). Kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas sedang condong ke arah barat. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 26.5 mm dan durasi 48 detik.

    Wafid juga mengingatkan masyarakat untuk tidak panik jika mendengar suara gemuruh atau dentuman dari kawah Gunung Ili Lewotolok karena suara tersebut merupakan ciri aktivitas gunung api yang sedang dalam fase erupsi.

    “Suara dentuman yang keras dapat mengakibatkan getaran yang kuat pada beberapa bagian bangunan terutama jendela kaca dan pintu,” imbuhnya.

    Selain itu, masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lembah atau aliran sungai-sungai yang berhulu di puncak Gunung Ili Lewotolok agar selalu mewaspadai potensi ancaman bahaya lahar yang dapat terjadi terutama di saat musim hujan.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Prabowo Bukan yang Pertama, Intip Sejarah Pemberian Abolisi dan Amnesti dari Presiden Soekarno hingga Jokowi

    Prabowo Bukan yang Pertama, Intip Sejarah Pemberian Abolisi dan Amnesti dari Presiden Soekarno hingga Jokowi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kebijakan amnesti dan abolisi merupakan hak prerogatif presiden dalam bidang hukum bukan hal baru. Sejak era Presiden Soekarno hingga Jokowi, amnesti dan abolisi sudah berkali-kali diberikan.

    Contoh historis seperti Keppres Nomor 449 Tahun 1961 untuk tokoh-tokoh gerakan pasca-kemerdekaan, hingga Keppres Presiden Jokowi pada 2016, 2019, dan 2021 untuk korban jeratan UU ITE.

    Presiden pertama RI Soekarno pernah mengeluarkan Keppres Nomor 449 Tahun 1961 Amnesti dan Abolisi untuk tokoh-tokoh gerakan Pasca-Kemerdekaan, misalnya Daud Buereuh Aceh, Kahar Muzakar PRRI/Permesta Sulsel, Kartosuwiryo (DI TII/Jawa), dan Ibnu Hadjar (DI TII/Kalsel).

    Era Presiden Soekarno, diterbitkan Keppres Nomor 63 tahun 1977 Amnesti dan Abolisi untuk Pelaku Pemberontakan Fretilin di Timor Leste. Keppres Nomor 123 Tahun 1998 Pengampunan bagi tokoh oposisi Orde Baru dan separatis di Aceh, seperti Sri Bintang Pamungkas, Muchtar Pakpahan, dan lain-lain.

    Kemudian era Presiden Abdurrahman Wahid, diterbitkan Keppres Nomor 159/1999 dan Nomor 93/2000 Amnesti dan Abolisi untuk Aktivis Orba dan pengkritik pemerintah, seperti Budiman Sudjatmiko, Garda Sembiring, dan lain-lain.

    Presiden SBY pun pernah menerbitkan Keppres Nomor 22 tahun 2005 Pengampunan untuk pihak GAM. Serta Presiden Jokowi memberikan tiga kali, yaitu 2016, 2019, dan 2021 untuk Baiq Nurul dan Saiful Mahdi untuk Korban Jeratan UU ITE, serta Din Minimi eks Pimpinan Kelompok Bersenjata Aceh

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto merupakan pelaksanaan hak prerogatif Presiden RI sesuai dengan konstitusi, bukan suatu kebijakan istimewa.

  • Abolisi dan amnesti bagi Tom dan Hasto dari sisi yuridis-sosial

    Abolisi dan amnesti bagi Tom dan Hasto dari sisi yuridis-sosial

    Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, Jumat (1/8/2025), bebas dari proses hukum yang sedang ia jalani setelah mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/bar/pri.

    Abolisi dan amnesti bagi Tom dan Hasto dari sisi yuridis-sosial
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 03 Agustus 2025 – 13:40 WIB

    Elshinta.com – Pada 30 Juli 2025, muncul sebuah berita yang cukup mengejutkan masyarakat Indonesia. Presiden Prabowo Subianto secara resmi memberikan abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti untuk Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyambut Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2025.

    Selanjutnya DPR telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R-43/Pres/072025 tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Tom Lembong.

    Keputusan DPR juga menyetujui pemberian amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto sebagaimana tertuang dalam Surat Presiden Nomor R-42/Pres/072725 tanggal 30 Juli 2025.

    Pendapat pro dan kontra juga mengemuka. Pemberlakuan hak prerogatif Presiden ini dinilai sarat dengan kepentingan politik dan menciderai sistem penegakan hukum. Ada juga pendapat yang justru menyanjung Presiden karena telah berjiwa besar dan mendengarkan aspirasi masyarakat luas.

    Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Presiden memiliki sejumlah kewenangan konstitusional, salah satunya adalah hak prerogatif untuk memberikan amnesti dan abolisi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.

    Dua bentuk pengampunan hukum ini seringkali menjadi perbincangan publik karena menyentuh ranah penegakan hukum dan keadilan. Namun, hak tersebut tidak bersifat mutlak, melainkan tunduk pada prinsip-prinsip hukum, syarat formil, dan kontrol konstitusional melalui pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Lalu seperti apa format hukum yang berlaku dalam peristiwa ini. Menarik tentunya untuk dapat kita kaji atau analisis tentang bagaimana framework yuridis terhadap penggunaan kewenangan atau hak tersebut.

     

    Abolisi dan Amnesti dalam UUD 1945

    Pasal 14 UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden berhak memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung, serta amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

    Abolisi dan amnesti berbeda dari grasi. Amnesti dan abolisi bersifat kolektif dapat bernuansa politik, sehingga pertimbangan DPR bersifat wajib sebagai bentuk kontrol demokratis terhadap kekuasaan eksekutif.

    Amnesti dapat diartikan sebagai penghapusan akibat hukum pidana terhadap perbuatan pidana yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kaitannya dengan kepentingan politik, yang biasanya diberikan untuk memulihkan hubungan negara dengan warga negara atau kelompok tertentu.

    Sedangkan abolisi adalah penghentian proses hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang atas perbuatan yang bersifat pidana, bahkan sebelum ada putusan pengadilan. Keduanya bersifat kolektif dan berimplikasi pada penghentian proses hukum atau penghapusan hukuman.

    Selain Konstitusi, UU No 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan KUHAP turut mengatur teknis pemasyarakatan, namun tidak secara eksplisit merinci mekanisme amnesti dan abolisi.

    Dalam Putusan MK No 7/PUU-IV/2006, MK menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi bukanlah tindakan administratif semata, melainkan tindakan hukum bersifat konstitusional yang wajib memperhatikan prinsip checks and balances.

    Secara yuridis, hak prerogatif Presiden atas amnesti dan abolisi adalah bentuk pengejawantahan fungsi Presiden sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan. Hak ini dapat menjadi alat korektif dalam sistem peradilan pidana, khususnya bila terdapat ketimpangan hukum atau pertimbangan kemanusiaan.

    Namun, dalam praktiknya, pemberian amnesti dan abolisi tidak boleh disalahgunakan untuk melindungi kepentingan politik tertentu. Oleh karena itu, pertimbangan dari DPR menjadi instrumen penting dalam menjaga akuntabilitas Presiden.

    Pemberian amnesti dan abolisi bukan hal baru di Indonesia. Pada 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan amnesti umum untuk 1.200 orang dan abolisi untuk kelompok yang terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka sebagai bagian dari kesepakatan damai Helsinki antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka. Langkah ini diapresiasi sebagai wujud politik hukum restoratif dan transisional.

    Pada 2019, Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, seorang korban pelecehan yang justru dijatuhi hukuman berdasarkan UU ITE. Ini merupakan preseden penting yang menunjukkan bahwa amnesti dapat diberikan pada kasus individual yang sarat kepentingan keadilan substantif.

    Abolisi untuk Thomas Lembong

    Dalam hukum pidana, abolisi adalah penghapusan hak negara untuk menuntut seseorang secara pidana, meskipun ada dugaan tindak pidana. Berbeda dari grasi (pasca-putusan), abolisi dapat diberikan sebelum proses peradilan dimulai atau saat masih berjalan. Abolisi bersifat prospektif dan menghentikan proses penegakan hukum, sehingga secara praktis dapat diartikan sebagai intervensi politik terhadap penuntutan pidana.

    Tom Lembong sebelumnya terseret kasus impor gula dengan kerugian Rp578 miliar. Jaksa mengungkap keterlibatan Tom telah terjadi sejak 12 Agustus 2015. Saat itu, Tom masih menjadi Menteri Perdagangan dan menyetujui impor gula kristal mentah yang akan diolah jadi kristal putih. Ia menyetujui tanpa melakukan rapat koordinasi dengan kementerian terkait.

    Jaksa menyalahkan Tom karena tidak menunjuk BUMN untuk menstabilkan harga gula di Indonesia. Ia malah menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI Polri. Tom didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada 18 Juli 2025, Tom divonis 4,5 tahun penjara.

    Selanjutnya dalam pertimbangan Presiden untuk memberikan abolisi, Menteri Hukum menjelaskan bahwa pertimbangan pemberian abolisi itu didasari pula oleh pertimbangan-pertimbangan subjektif, salah satunya kontribusi Tom Lembong terhadap negara.

    Walaupun begitu tidak sedikit pihak yang menyarankan kepada Tom Lembong untuk menolak abolisi dan terus berjuang hingga putusan. Bahkan terdapat informasi bahwa Kejaksaan juga masih dalam proses mempelajari putusan hakim untuk pengajuan banding.

    Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 31/PUU-VIII/2010, MK menyatakan bahwa penggunaan kewenangan prerogatif presiden tidak boleh melanggar prinsip due process of law dan non-diskriminatif. Artinya pemberian abolisi kepada individu tertentu tanpa kriteria obyektif dan tidak berlaku umum berpotensi melanggar asas kepastian hukum dan keadilan.

    Abolisi harus proporsional dan tidak dapat digunakan sebagai alat perlindungan terhadap elit politik.

    Amnesti untuk Hasto Kristiyanto

    Amnesti adalah penghapusan akibat hukum pidana terhadap sekelompok orang atau individu yang melakukan tindak pidana tertentu.

    Dalam doktrin klasik, amnesti berlaku untuk delik politik, seperti pemberontakan, penghasutan terhadap negara, atau pelanggaran terhadap ketertiban umum yang bermotif ideologis. Selain itu amnesti juga diberikan dalam rangka rekonsiliasi nasional pasca-konflik, pemberontakan, atau peralihan rezim.

    Adapun dalam kasus Hasto, ia sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara karena terbukti bersalah memberikan suap kepada mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.

    Dalam Putusan Hakim, Hasto dinilai telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Menkumham menyebut bahwa pada mulanya pemerintah menargetkan pemberian amnesti terhadap 44 ribu narapidana. Hasto bersama 1116 terpidana lainnya akhirnya diberikan amnesti.

    Hal ini menjadi jawaban atas perjuangan Hasto dan seluruh pendukungnya yang selama ini menyerukan ketidakadilan dan kriminalisasi berdasar politik. Dengan amnesti tersebut maka seluruh akibat hukum pidana yang telah dijatuhkan kepada penerima amnesti dihapuskan. Dengan demikian status hukum mereka dipulihkan sepenuhnya.

    Dalam kasus pemberian abolisi dan amnesti terhadap Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, maka semua proses hukum terhadap keduanya dihentikan, serta keduanya harus dilepaskan atau dibebaskan.

    Banyak pihak kemudian mulai mencoba untuk mengkaji apakah abolisi dan amnesti tersebut memang dapat atau layak diberikan. Apakah pemberian tersebut berafiliasi dengan kepentingan politis.

    Untuk mengkaji hal ini, pertama kita harus mendalami dahulu makna dari amnesti dan abolisi.

    Amnesti dan abolisi memang dapat bernuansa politik, namun untuk memberikan keseimbangan dan obyektivitasnya, keputusan ini harus mendapat pertimbangan DPR. Oleh sebab itu, Presiden harus dapat menjelaskan alasan dari pemberian amnesti dan abolisi.

    Melihat dari alasan yuridisnya, maka Presiden memiliki hak prerogatif yang dijamin dalam Konstitusi untuk mengajukan amnesti dan abolisi kepada DPR demi kepentingan negara, termasuk dalam menciptakan stabilitas politik.

    Kita ketahui bersama bahwa gelombang protes terhadap proses hukum Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto sangat besar dan cukup menurunkan citra penegakan hukum.

    Hal kedua adalah pentingnya kita memahami bahwa hukum sangat berhubungan dengan politik. Roscoe Pound misalnya mengemukakan bahwa hukum adalah hasil dari kehendak politik yang saling bersaing dan berinteraksi. Karl Marx menyatakan perspektif hukum yang dipandang sebagai alat kekuasaan dan tujuan politik.

    Niklas Luhmann mengemukakan terkait dengan teori interdependesi hukum yang menyatakan bahwa hukum dan politik sangat berinteraksi dan saling mempengaruhi. Aliran Realisme seperti Jerome Frank dan Karl Llewellyn juga melihat bahwa hukum tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan kekuasaan politik.

    Seluruh teori tersebut menegaskan bahwa politik, pemerintahan, dan hukum saling berinteraksi. Amnesti dan Abolisi menjadi salah satu hal yang konkrit yang menjelaskan interaksi antara politik dan kekuasaan dengan hukum.

    Hal ketiga adalah apakah pemberian tersebut kemudian menegasikan penegakan hukum?

    Sejumlah akademisi hukum berpendapat bahwa Amnesti dan abolisi harus digunakan secara selektif dan proporsional demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Pertimbangan HAM dan keadilan restoratif menjadi landasan moral dalam penggunaannya.

    Dalam negara hukum, tidak ada kekuasaan yang absolut, termasuk hak prerogatif Presiden. Oleh karena itu, mekanisme kontrol oleh DPR bukan hanya formalitas, tetapi bagian dari prinsip konstitusionalisme.

    Prof Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa hak prerogatif presiden tidak dapat dilepaskan dari prinsip checks and balances, dan harus ditujukan untuk kepentingan keadilan dan kemanusiaan. Abolisi dan Amnesti dalam hal ini tidak dapat dihubungkan dengan ketidakpercayaan pada sistem hukum atau absolutisme.

    Menakar Amnesti dan Abolisi

    Amnesti dan abolisi mencerminkan wajah manusiawi dari hukum. Dalam negara hukum yang demokratis, keduanya bukanlah bentuk impunitas, tetapi saluran korektif atas sistem peradilan yang bisa saja tidak sempurna.

    Oleh karenanya, penggunaan hak prerogatif Presiden ini harus dijaga agar tetap dalam koridor konstitusi dan etika publik. Politik kekuasaan dan hukum saling berinteraksi, namun kedewasaan dan pemikiran yang realis dan logis perlu untuk dikedepankan.

     

    Dalam hal ini, kita boleh berpendapat pula bahwa Presiden, walaupun memiliki hak prerogatif yang diatur dalam konstitusi, tidak serta merta memiliki kewenangan secara mutlak untuk melakukan semacam intervensi terhadap sistem peradilan dan penegak hukum.

    Prinsip check and balances dan saling menghormati antar-lembaga tetap ada dan diatur secara jelas. Presiden tetap membutuhkan pertimbangan DPR atau bahkan MA dalam hal pemberian Grasi dan Rehabilitasi.

    Dengan begitu, aturan yang ada tentang pemberian abolisi dan amnesti ini telah menegasikan kesewenangan atau intervensi penuh dari Pemerintah terhadap sistem penegakan hukum.

    Dengan adanya mekanisme pertimbangan tersebut, Presiden justru menghormati proses hukum dan mendukung penuh program penegakan hukum khususnya tindak pidana korupsi. Presiden dan DPR kemudian hanya menjadi jalan untuk mewujudkan kepentingan nasional dan keadilan sosial yang hidup dalam masyarakat.

    Pemberian abolisi dan amnesti ini dapat pula dibaca sebagai jalan untuk memberi koreksi terhadap hasil sistem penegakan hukum.

    Ketika terjadi sebuah kekeliruan atau kekosongan hukum dan di mana sistem peradilan dan penegakan hukum tidak mampu untuk mengimplementasi sebuah keadilan sosial-politik, amnesti dan abolisi menjadi jalan untuk meluruskan jalan untuk mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, stabilitas politik dan hukum, serta mengedepankan prinsip HAM dan kemanusiaan.

    Hal ini memperlihatkan semangat bahwa sistem hukum harus dapat menyeimbangkan tujuan hukum yakni keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Selain itu semangat dalam merestorasi atau mewujudkan keadilan yang restoratif, restitutif, rehabilitatif, dan substantif dapat diwujudkan dalam mekanisme  atau tindakan hukum yang luar biasa.

    Kita boleh saja melihat bahwa dunia hukum dan demokrasi kita belum sepenuhnya dapat terlaksana dengan sempurna. Namun kini kita setidaknya telah teruji dengan kedewasaan politik dan kekuasaan, responsivitas terhadap keinginan masyarakat, dan instrumen hukum yang demokratis dan restoratif.

    Sehingga ini menjadi pilar fundamental bangsa Indonesia yang memiliki semangat persatuan dan kesatuan, saling menghormati dan bergotong royong, berkeadilan sosial, dan mampu untuk menjadi dewasa secara politik yang mengakui segala kelemahan dan kekurangan untuk maju bersama.

    Semoga Indonesia makin jaya dan berdikari. Merdeka!

     

    *) Dr I Wayan Sudirta, Anggota Komisi III DPR RI

    Sumber : Antara