Organisasi: ASEAN

  • PHE raih dua penghargaan internasional di Malaysia

    PHE raih dua penghargaan internasional di Malaysia

    tetapi juga membangun kepercayaan dan menjaga keberlangsungan budaya perusahaan yang positif

    Jakarta (ANTARA) – PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menerima dua penghargaan dari ASEAN PR Network (APRN), yakni Best Government PR dan ASEAN Innovative Impact Leadership for Internal Communication.

    “Dalam menjalankan program komunikasi internal pada perusahaan energi dan pertambangan, kami menghadapi berbagai tantangan,” kata Internal Communication Manager PT PHE Anggadewi Widyastuti dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu.

    Namun, lanjut dia, departemen komunikasi internal PHE tidak hanya menyebarkan informasi atau kebijakan perusahaan secara internal, tetapi juga membangun kepercayaan dan menjaga keberlangsungan budaya perusahaan yang positif.

    “Ini menjadikan setiap karyawan sebagai bagian dari perusahaan,” ucapnya.

    Anggadewi menerima penghargaan bersama para pemimpin dan juga praktisi Public Relations (PR) lainnya, yaitu Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas , Prof. Dato’ Sri Dr Syed Arabi Bin Syed Abdullah dari International Islamic University Malaysia, Boy Kelana Soebroto dari PT Astra International Tbk, serta Nurhayati Subakat dari PT Paragon Technology & Innovation dengan berbagai kategori.

    Penghargaan diberikan dalam acara The Kuala Lumpur International PR Conference (KLIP) yang diselenggarakan oleh APRN, Institute of Public Relations Malaysia (IPRM), World Comm Malaysia and Global Alliance for Public Relations and Communication Management.

    “Kami yakin ini dapat menjadi sebuah strategi untuk meningkatkan keterlibatan karyawan agar terus berdedikasi kepada perusahaan dan membangun pondasi yang kuat untuk meraih kesuksesan,” tuturnya.

    PT Pertamina Hulu Energi (PHE) adalah bagian dari PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang hulu minyak dan gas.

    PHE berperan sebagai subholding upstream Pertamina, mengelola portofolio dan operasional di berbagai wilayah kerja (blok) baik di dalam maupun luar negeri, serta terlibat dalam kegiatan hilir migas dan layanan terkait.

    PHE mengelola sejumlah wilayah kerja (blok) migas, baik di dalam maupun luar negeri. Sebagai subholding, PHE bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kegiatan hulu migas Pertamina, termasuk eksplorasi, eksploitasi dan produksi.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • LPEM: Indonesia harus bisa jaga posisi non-blok setelah gabung BRICS

    LPEM: Indonesia harus bisa jaga posisi non-blok setelah gabung BRICS

    Jakarta (ANTARA) – Indonesia harus bisa memastikan keputusan bergabung dengan kelompok ekonomi BRICS tetap menjadi perwujudan politik luar negeri bebas aktif yang senantiasa menjaga posisi non-blok dan tidak condong pada blok kekuatan tertentu.

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI dalam analisisnya yang berjudul “Aksesi BRICS: Potensi dan Tantangan bagi Perekonomian Indonesia” yang dikutip di Jakarta, Rabu, menekankan pentingnya mempertahankan posisi non-blok serta memitigasi risiko ketergantungan dan risiko geopolitik setelah bergabung dengan BRICS.

    LPEM FEB UI menegaskan meski telah menjadi anggota tetap BRICS, Indonesia harus terus mendiversifikasi mitra dagang, investor, dan sumber pendanaan, serta kerja sama ekonomi.

    Diversifikasi ini tidak hanya terbatas pada negara-negara anggota BRICS, tetapi juga tetap membuka peluang dengan negara-negara Barat. Langkah ini krusial untuk memastikan Indonesia tidak terlalu bergantung pada satu blok kekuatan, sekaligus menekan potensi risiko geopolitik.

    “BRICS tidak dijadikan solusi alternatif tunggal, tetapi menjadi opsi strategis untuk memperluas diversifikasi pasar dan memperkuat posisi tawar Indonesia di tengah sistem perdagangan multilateral,” katanya.

    Di sisi lain, analisis tersebut juga menggarisbawahi potensi besar peningkatan peran geopolitik dan penguatan ekonomi Indonesia di kancah global melalui BRICS.

    “Peran geopolitik Indonesia akan lebih strategis: Mengurangi ketergantungan terhadap negara Barat dan lembaga internasional yang terafiliasi (IMF, WTO, World Bank, dll),” tulis laporan tersebut.

    Langkah untuk bergabung ke dalam BRICS juga dinilai dapat memperkuat solidaritas Selatan-Selatan, memungkinkan Indonesia untuk lebih aktif menyuarakan kepentingan negara berkembang dalam isu-isu global krusial seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan reformasi sistem keuangan internasional.

    Meski demikian, analisis LPEM FEB UI menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia dalam BRICS tidaklah mudah apalagi untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.

    BRICS dinilai belum seefektif kelompok negara-negara maju G7 atau Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dalam menghasilkan kebijakan ekonomi riil. Bahkan, jika dibandingkan dengan blok perdagangan yang telah diikuti Indonesia seperti ASEAN atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), BRICS masih tertinggal.

    LPEM FEB UI menyoroti bahwa BRICS belum memiliki tarif preferensial, penghapusan hambatan non-tarif, dan kerja sama integrasi ekonomi lainnya yang signifikan.

    Untuk memastikan BRICS benar-benar dapat menjadi penyeimbang geopolitik dan geoekonomi dunia, serta memberikan manfaat bagi perekonomian nasional, Indonesia disebut perlu mengambil langkah proaktif.

    Indonesia harus mendorong BRICS untuk benar-benar melakukan kerja sama konkret di bidang perdagangan, bertransformasi menjadi blok perdagangan yang solid, dan kemudian menjadi blok kerja sama ekonomi yang lebih dalam.

    Indonesia juga harus mendorong BRICS untuk membahas pengurangan hambatan tarif dan non-tarif agar Indonesia mendapatkan akses pasar yang lebih baik dan adil ke negara-negara anggota lainnya.

    “Indonesia harus tetap membuka peluang kerja sama dengan negara-negara Blok Barat, sejauh Indonesia mendapat perlakuan yang adil dan setara,” demikian laporan tersebut.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Riza Mulyadi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tarif Impor AS untuk Indonesia Lebih Rendah 1% dari Vietnam, Ekonom: Sangat Tipis

    Tarif Impor AS untuk Indonesia Lebih Rendah 1% dari Vietnam, Ekonom: Sangat Tipis

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengenaan tarif impor dari Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia sebesar 19% dinilai berpotensi menguntungkan kedua negara.

    Kendati demikian, ekonom menilai besaran tarif impor yang dipatok Trump terhadap barang-barang asal Indonesia turun menjadi 19% dari sebelumnya 32%, terbilang tipis dibandingkan dengan Vietnam.

    Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyebut, jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asean seperti Vietnam, pengenaan tarif impor barang Indonesia ke AS hanya beda tipis, yakni 1%.

    “Sangat tipis perbedaannya [tarif impor Indonesia dengan Vietnam ke AS], bisa dikatakan sama. Daya saing tetap sangat ditentukan oleh daya saing produk kita,” kata Wijayanto kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025).

    Kendati demikian, dia menyebut bahwa pengenaan tarif impor yang lebih rendah dari sebelumnya akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia ke AS.

    Menurut dia, pengenaan tarif dari AS ini juga menjadi momentum Indonesia mengambil peluang dari pasar Negara Paman Sam. “Ini perkembangan bagus, tentunya dampak bagi ekspor Indonesia ke AS,” ujarnya.

    Namun, Wijayanto menuturkan bahwa kesepakatan ini berpotensi menguntungkan bagi kedua belah pihak. Menurut dia, produk AS tidak akan berkompetisi dengan produk Indonesia, melainkan akan berkompetisi dengan produk dari negara lain, termasuk China, Korea, dan Jepang.

    “Justru konsumen kita berpotensi mendapatkan produk dengan harga yang lebih kompetitif,” tuturnya.

    Di sisi lain, Wijayanto memperkirakan kesepakatan Indonesia—AS ini akan sedikit berpengaruh terhadap kinerja ekspor, lantaran harga barang menjadi mahal sehingga konsumsi AS akan turun.

    “Ini berdampak ke seluruh eksportir ke AS. Bagi Indonesia, tidak terlalu signifikan,” ujarnya.

    Adapun, Wijayanto menyebut Uni Eropa bisa menjadi pasar potensial bagi Indonesia. Dia berharap nilai perdagangan Indonesia ke AS dan Uni Eropa akan meningkat.

    “Sehingga surplus neraca perdagangan juga akan naik karena kita mengalami surplus dari kedua kawasan tersebut,” tuturnya.

  • Industri Kesehatan Kumpul di Malaysia di Tengah Hambatan Tarif

    Industri Kesehatan Kumpul di Malaysia di Tengah Hambatan Tarif

    Bisnis.com, KUALA LUMPUR – Para pemain di industri kesehatan berkumpul di Malaysia, di tengah ketidakpastian dan hambatan dalam perdagangan global yang disebabkan oleh tarif Trump.

    Sebanyak 900 peserta, terdiri atas seluruh industri rantai pasok produksi farmasi (CPHI) Asia Tenggara, industri perangkat medis dan layanan rumah sakit (WHX) Kuala Lumpur, industri diagnostik dan teknologi laboratorium medis (WHX Labs) Kuala Lumpur, spesialis desain dan manufaktur perangkat medis (Medtec) Asia Tenggara, serta inovasi dan Kesehatan digital (HIMSS APAC), berpartisipasi dalam International Healthcare Week (IHW) 2025 di Kuala Lumpur, selama 16-18 Juli 2025.

    Ketua Malaysia External Trade Development Corporation (Matrade) Dato’ Seri Reezal Merican Naina Merican mengatakan, Malaysia memang termasuk negara dengan tarif terendah yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat ini, tetapi pelaku usaha harus tetap waspada.

    “Ini tidak akan menjadi jalan yang mudah bagi perdagangan kita. Ini akan menjadi perjuangan berat tidak hanya bagi kita, tetapi juga bagi seluruh dunia,” katanya dalam pidato sambutan saat pembukaan IHW 2025, Rabu (16/7/2025).

    Industri alat kesehatan menjadi salah satu sektor ekonomi di Malaysia yang dibayangi tarif Trump. Negara itu dikenai tarif resiprokal baru 25% oleh AS, naik 1%, berdasarkan pengumuman Trump pada 7 Juli.

    Ekspor alat kesehatan Malaysia tahun lalu meningkat 31,6% dengan realisasi 37 miliar ringgit dengan tujuan ekspor utama adalah Amerika Serikat (37%), diikuti oleh Belgia (10%), Jerman (8,5%), dan Asean (9,4%).

    “Kita harus mampu menavigasi, dan bersikap tangkas dalam pendekatan kita terhadap dinamika perdagangan internasional, dan hubungan global yang terus berkembang,” kata Reezal.

    Dalam kegiatan yang sama, Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri (MITI) Malaysia Tengku Datuk Seri Utama Zafrul Tengku Abdul Aziz mengatakan, lanskap perdagangan global telah diguncang oleh tarif timbal balik AS, termasuk pada beberapa ekspor Malaysia.

    Malaysia, tuturnya, aktif berkomunikasi dengan AS untuk mencari kejelasan, meminimalkan gangguan, dan mencapai hasil yang saling menguntungkan. Namun, ada beberapa poin yang dipegang teguh pemerintah.

    Pertama, negosiasi perdagangan merupakan proses multipihak yang kompleks –kementerian dan lembaga terkait harus diajak berkonsultasi untuk meminimalkan konflik, dan untuk memastikan kelancaran implementasi pascanegosiasi.

    Kedua, ada beberapa batasan yang tidak akan dilanggar oleh pemerintah dalam negosiasi perdagangan.

    “Kami tidak akan mengorbankan kedaulatan negara atau mengesampingkan mitra dagang lain dalam upaya mencapai kesepakatan perdagangan,” kata Zafrul.

    Ketiga, detail selalu menjadi masalah. Kesepakatan yang buruk akan berdampak jangka panjang pada rakyat, industri, dan perekonomian Malaysia.

    “Saya yakin dampak negatif jangka panjang bukanlah keinginan publik, atau yang dibutuhkan oleh para pembayar pajak saat ini dan di masa mendatang,” ujarnya.

    Zafrul mengatakan, Malaysia ingin memastikan bahwa setiap perjanjian mendukung perdagangan multilateral yang terbuka, berbasis aturan, dan adil – dengan World Trade Organization (WTO) sebagai intinya. Perjanjian itu juga harus melindungi akses pasar, sekaligus mengakui kebutuhan negara-negara berkembang seperti Malaysia untuk mengembangkan rantai pasok dan perekonomian yang berkelanjutan.

    Dia menambahkan, masalah tarif mendorong Malaysia untuk mempercepat agenda reformasi industri, termasuk pada sektor kesehatan. Hingga 2024, industri alat kesehatan dan farmasi Malaysia telah meraup investasi gabungan 2,13 miliar ringgit Malaysia, menciptakan lebih dari 2.700 lapangan kerja bernilai tinggi di sektor manufaktur, litbang, dan layanan regulasi.

    Saat ini, delapan dari 30 perusahaan alat kesehatan teratas dunia beroperasi di Malaysia. Negara itu juga merupakan rumah bagi lebih dari 300 perusahaan layanan Kesehatan, baik perusahaan multinasional maupun pemain domestik.

    Hari pembukaan IHW 2025 yang sangat interaktif menarik ribuan profesional kesehatan, pemimpin industri, dan peserta pameran dari seluruh Asean dan sekitarnya, menciptakan lingkungan yang dinamis untuk berjejaring dan berkolaborasi.

    Sebagaimana ditegaskan oleh Rungphech (Rose) Chitanuwat, Direktur Portofolio Regional Asean di Informa Markets, “Energi dan keterlibatan pada hari pembukaan benar-benar mencerminkan komitmen kolektif komunitas layanan kesehatan di kawasan ini untuk berinovasi dan berkolaborasi demi masa depan yang lebih sehat.”

    Rungphech (Rose) Chitanuwat, Direktur Portofolio Regional Asean Informa Markets, penyedia platform bagi industri dan pasar spesialis untuk berdagang, berinovasi, dan berkembang, mengatakan IHW 2025 menyambut sekitar 21.000 profesional dari lebih dari 50 negara, memberikan mereka peluang untuk berjejaring, bertukar pengetahuan, dan menjalin kemitraan bisnis.

    “Kemitraan ini vital, memungkinkan kita untuk berbagi sumber daya, keahlian, dan praktik terbaik, mengatasi tantangan bersama, dan mempercepat kemajuan lintas batas,” katanya.

  • Ekspor Udang Indonesia ke AS Tetap Tertekan Meski Trump Patok Tarif Impor RI 19%

    Ekspor Udang Indonesia ke AS Tetap Tertekan Meski Trump Patok Tarif Impor RI 19%

    Bisnis.com, JAKARTA — Tarif resiprokal yang dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap produk asal Indonesia dari 32% menjadi 19% dinilai berpotensi menurunkan ekspor perikanan, terutama untuk produk udang ke Negeri Paman Sam itu.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo menyebut, sebelumnya ekspor produk udang Indonesia ke AS tidak dikenakan bea masuk.

    Namun, AS kemudian mengenakan tarif bea masuk antidumping sebesar 3,9% sejak Oktober 2024.

    “Jadi ditambah 19%, [total bea masuk] jadi 22,9%. Untuk udang memang berat ini,” kata Budhi kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025).

    Adapun, merujuk pada data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), AS menjadi negara tujuan utama ekspor produk perikanan pada 2024. Nilai ekspor ke Negeri Paman Sam itu mencapai US$1,90 miliar atau 31,97% dari total ekspor perikanan Indonesia di 2024. 

    Selain itu, AS juga tercatat sebagai negara tujuan utama ekspor udang Indonesia yakni 63% dari total volume ekspor udang di 2024 yang mencapai 214.575 ton. Disusul Jepang 15%, China dan Asean 6%, Uni Eropa 4%, serta Rusia, Taiwan, dan Korea 1%.

    Selain komoditas udang, Budhi menyebut bahwa AS juga menjadi pasar utama ekspor crab meat atau daging kepiting Indonesia, dengan pangsa pasar mencapai 90%.

    “Jadi itu [udang dan kepiting] pasti akan terdampak secara nyata dengan adanya 19% tarif ini,” ungkapnya.

    Namun, Budhi mengakui belum dapat menghitung nilai kerugian imbas kebijakan ini. Dia menuturkan, nilai kerugian tidak hanya tergantung pada tarif yang dikenakan AS ke Indonesia, tetapi juga tarif yang dikenakan AS terhadap negara-negara kompetitor Indonesia.

    Produk udang misalnya. Budhi mengatakan, kompetitor terbesar Indonesia dalam pasar udang global adalah Ekuador, India, dan Vietnam. Saat ini, AS mengenakan tarif impor sebesar 10% untuk Ekuador, sedangkan Vietnam sebesar 20%.

    Sementara itu, untuk India sebelumnya telah dikenakan tarif sebesar 25% tetapi proses negosiasi antarkedua negara masih terus berlangsung.

    “Jadi sekali lagi dampak kerugian tarif ini nanti bukan hanya 19% kepada Indonesia saja, tapi juga tergantung dari seberapa besar tarif yang digunakan kepada negara-negara kompetitor kami,” tuturnya.

    Kendati demikian, industri perikanan tidak diam saja dalam menghadapi potensi penurunan ekspor produk perikanan. 

    Jauh sebelum Presiden AS Donald Trump berniat menerapkan tarif resiprokal, imbuhnya, pengusaha perikanan terus berupaya untuk menjajaki pasar-pasar baru. Namun dia mengungkapkan bahwa butuh waktu untuk beralih ke pasar baru.

    Selain itu, pelaku usaha juga gencar memperkuat pasar dalam negeri, salah satunya melakukan promosi produk-produk perikanan di tengah masyarakat.

  • Trump Patok Tarif RI 19%, Mendag: Paling Rendah di ASEAN

    Trump Patok Tarif RI 19%, Mendag: Paling Rendah di ASEAN

    Jakarta

    Indonesia resmi dikenakan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebesar 19%. Menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso, tarif yang dikenakan kepada Indonesia cukup baik karena lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

    “Jadi kita memang kalau kita lihat sampai sekarang, nanti berlakunya tanggal 1 Agustus. Itu kita memang untuk di negara ASEAN dulu ya, di negara ASEAN kita paling rendah,” kata Budi dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (16/7/2025).

    Menurut Budi, tarif itu bisa menjadi peluang besar untuk Indonesia menarik investasi. Hal ini terutama dibandingkan negara ASEAN lainnya.

    Ia menjelaskan, sebelumnya negara-negara itu bersaingnya dengan tarif bea masuk untuk semua anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atau disebut Most Favored Nation (MFN). Nah sekarang, Indonesia mendapatkan peluang besar karena tarif yang didapat dari AS lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya.

    “Kita melihat sampai sekarang kita memang masih bagus. Artinya kalau ini sampai tanggal 1 Agustus kita masih tarifnya bagus berarti kesempatan buat kita untuk semakin besar masuk pasar ke Amerika. Karena dulu ketika kita bersaing tarifnya sama MFN. Sekarang dengan resiprokal kan berbeda-beda,” jelasnya.

    Meski begitu, pemerintah telah menyiapkan berbagai mitigasi terhadap tarif yang ditetapkan, salah satunya mendorong agar AS bisa berinvestasi di Indonesia.

    “Ya jadi kalau tadi ada kekhawatiran misalnya minyak, karena memang nanti juga akan investasi di Indonesia, artinya ada beberapa komunitas yang akan dilakukan investasi di Indonesia,” tuturnya.

    Kemudian, terkait dengan ekspor AS ke Indonesia tidak dikenakan tarif atau 0%, ia menyebut sejumlah komoditas memang telah 0% seperti gandum dan kedelai. Meski begitu, ketentuan itu tidak mengkhawatirkan, karena menurutnya jadi peluang bagi Indonesia menggenjot produksi dalam negeri.

    “Beberapa produk sebenarnya sekarang itu sudah ada yang 0%. Ya jadi kalau kita impor gandum kemudian kedelai itu juga sudah 0% dan kita tidak memproduksi, artinya memang kita membutuhkan produk itu. Jadi ini sebenarnya kesempatan buat kita untuk mendukung industri dalam negeri karena kebanyakan barang yang akan kita impor dari Amerika ini adalah barang atau bahan bahu dan juga barang modal,” terangnya.

    Berdasarkan data Kemendag, pada 2024 terdapat 10 komoditas yang Indonesia impor dari AS, yakni bahan bakar mineral, biji dan buah mengandung minyak, mesin dan peralatan mekanis, bahan kimia organik, residu industri makanan, kendaraan udara, mesin dan perlengkapan elektrik, pulp dan kertas, instrumen optik, dan dairy product.

    Dalam catatan detikcom, sejumlah tarif yang dikenakan AS kepada Indonesia memang lebih rendah dari negara di ASEAN lainnya. Pertama, Vietnam dikenakan 20%, Malaysia dikenakan tarif 25%. Kemudian, Thailand dan Kamboja masing-masing sebesar 36%. Kemudian, Myanmar dan Laos menghadapi tarif tertinggi, yakni 40%.

    Lihat juga video: Bagaimana Dampak Kesepakatan Dagang AS dan Indonesia?

    (ada/ara)

  • Ketum Hipmi: Upaya Pemerintah maksimal buat tarif Trump jadi 19 persen

    Ketum Hipmi: Upaya Pemerintah maksimal buat tarif Trump jadi 19 persen

    Saya baru berbincang dengan Bang Bahlil. Beliau bercerita, ternyata ancaman itu didengar pihak Amerika. Sehingga mereka melunak, dan menurunkan tarifnya jadi 19 persen,

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Akbar Himawan Buchari menilai negosiasi pemerintah telah maksimal membuat finalisasi keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap produk asal Indonesia sebesar 19 persen.

    “Upaya Pemerintah sudah maksimal sehingga menurunkan tarif dari semula 32 persen menjadi 19 persen,” kata Akbar dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

    Akbar mengatakan, sejak April, Pemerintah telah berupaya maksimal agar tarif resiprokal yang dipatok Presiden AS Donald Trump tidak terlalu tinggi. Negosiasi pun dilakukan, sambil melancarkan upaya lain.

    Menurut dia, hampir semua menteri terkait berjibaku dalam orkestasi Presiden Prabowo Subianto. Misalnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang menjadi nakhoda negosiator dengan pihak Washington.

    Namum, siapa sangka gebrakan dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bisa menyempurnakan puzzle kerja keras ini. Di hadapan DPR, Bahlil akan membatalkan rencana impor minyak dan gas dari Amerika jika tarif tidak turun.

    “Saya baru berbincang dengan Bang Bahlil. Beliau bercerita, ternyata ancaman itu didengar pihak Amerika. Sehingga mereka melunak, dan menurunkan tarifnya jadi 19 persen,” tutur Akbar.

    Memang jika dilihat angkanya, lanjut Akbar, tarif itu masih relatif tinggi. Namun, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia lebih kecil. Laos 40 persen, Thailand 36 persen, Malaysia 25 persen, dan Vietnam 20 persen.

    Kata Akbar, defisit perdagangan Amerika dengan Indonesia hanya 19 miliar dolar AS. Sementara, Pemerintah akan mengimpor energi dan produk agrikultur dari Amerika Serikat (AS) senilai 34 miliar dollar AS. Langkah itu menjadi bagian dari negosiasi tarif resiprokal dengan AS.

    “Seharusnya, itu sudah membalikkan neraca perdagangan Amerika, yang sebelumnya defisit akan menjadi surplus,” ungkapnya.

    Dia berharap, tarif masih bisa diturunkan. Sebab, tarif yang tinggi akan menekan industri padat karya. Terlebih pada tekstil, alas kaki, dan perikanan yang cenderung bergantung pada pasar Amerika.

    Ia menyebut ekspor pakaian ke Amerika dengan persentase tembus 60 persen, furniture 59 persen, produk olahan ikan 56 persen, dan alas kaki 33 persen.

    “Bila tarif tinggi tetap diberlakukan, risiko penurunan permintaan akan mengguncang kinerja ekspor dan kelangsungan usaha,” ucap Akbar.

    Lebih lanjut dia mengatakan, ketidakpastian global masih terjadi, begitu juga dengan indeks manufaktur (PMI). Data terbaru menunjukkan PMI Manufaktur Indonesia turun ke 46,9 pada Juni 2025 dari 47,4 pada Mei 2025.

    Hal itu menandakan kontraksi tiga bulan beruntun, melanjutkan kontraksi bulan April 2025 yang merupakan kontraksi paling tajam sejak Agustus 2021.

    Selain itu, beban biaya produksi meningkat, mulai dari harga energi, bahan baku impor yang masih rentan fluktuasi nilai tukar, hingga kenaikan upah minimum yang belum diimbangi dengan perbaikan productivity gains.

    “Hal ini membuat pelaku usaha wait and see, dan lebih kepada efisiensi,” kata Akbar.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Produk AS Bebas Tarif Bakal Banjiri RI, Mendag: Dukung Industri Dalam Negeri

    Produk AS Bebas Tarif Bakal Banjiri RI, Mendag: Dukung Industri Dalam Negeri

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara ihwal pembebasan tarif bea masuk alias 0% atas produk impor dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memastikan produk impor dari AS yang membanjiri pasar Indonesia merupakan barang bahan baku hingga barang modal untuk keperluan industri dalam negeri. Untuk itu, dia menjelaskan tarif bea masuk 0% dari AS ke Indonesia ini untuk mendukung industri dalam negeri.

    “Yang diimpor [dari AS ke Indonesia] itu kan banyak barang-barang bahan baku, barang modal yang kita butuh, yang kita perlu. Jadi itu bisa mendukung industri kita, bisa mendukung industri dalam negeri, ini sebenarnya kesempatan bagus buat kita,” kata Budi saat ditemui di Gedung Parlemen DPR, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

    Di sisi lain, Budi menuturkan bahwa beberapa produk impor dari AS sebelumnya telah dikenai 0%, seperti gandum hingga kedelai yang tidak diproduksi di dalam negeri.

    Ini artinya, dia menjelaskan bahwa Indonesia membutuhkan produk tersebut untuk mendukung industri dalam negeri.

    “Karena kebanyakan barang yang akan kita impor dari Amerika ini adalah barang atau bahan baku dan juga barang modal,” ujarnya.

    Selain itu, Budi menyebut, tarif impor yang dikenai Presiden AS Donald Trump terhadap Indonesia sebesar 19% lebih kompetitif dibandingkan negara di kawasan Asean, seperti Vietnam yang dikenai tarif impor sebesar 20%.

    Menurutnya, tarif impor AS terhadap Indonesia yang kompetitif akan membuat sejumlah negara dengan tarif tinggi menanamkan investasinya di Tanah Air.

    “Ketika tarif kita itu kompetitif dibanding tarif [negara] yang lain, sebenarnya kesempatan besar kita untuk menarik investasi sehingga asing masuk ke Indonesia, kemudian memproduksi di sini, dan ekspor ke Amerika,” terangnya.

    Dengan demikian, Budi berharap arus investasi yang masuk ke Indonesia akan bertambah seiring adanya tarif tinggi yang dikenakan AS terhadap sejumlah negara, termasuk di kawasan Asean.

    Dia menyebut dengan Indonesia dikenakan tarif sebesar 19% dari AS, maka peluang ekspor Indonesia akan terus meningkat.

    “Jadi banyak [kesempatan], mudah-mudahan kan investasi dari negara lain yang kena resiprokal tinggi itu bisa beralih ke kita,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Budi mengatakan bahwa pemerintah akan terus mengamati pergerakan tarif impor dari AS, terutama terhadap negara di kawasan Asean.

    “Sementara kita masih bagus. Ini kita tunggu sampai tanggal 1 [Agustus 2025], mudah-mudahan kita terus dapat tarif yang terbaik, sehingga dengan begitu justru ini menjadi peluang baru,” terangnya.

    Adapun, Budi menyebut sederet komoditas dan produk asal Indonesia yang dikenai tarif impor 19% ke AS akan diumumkan secara resmi.

    “Nanti kan ada secara resmi [diumumkan produk yang dikenai tarif 19%] , itu kan baru dari [media sosial] X. Jadi nanti ada secara resmi, lebih rinci, setahu saya hari Kamis ini kan ada pertemuan dengan USTR [United States Trade Representative],” pungkasnya.

  • Trump Patok Tarif Impor RI 19%, Prabowo Masih Berharap Dapat 0%

    Trump Patok Tarif Impor RI 19%, Prabowo Masih Berharap Dapat 0%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto mengaku belum puas meski Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan untuk menurunkan tarif impor bagi produk dan barang dari Indonesia ke 19%. 

    Sebelumnya, Trump sudah memutuskan untuk mengenakan tarif sebesar 32% terhadap produk dan barang impor dari Indonesia. Namun, kedua negara akhirnya menyepakati penurunan tarif impor itu dengan sejumlah syarat. 

    Meski sudah turun ke 19%, terendah sekawasan Asean, Prabowo mengaku belum puas dengan hasil negosiasinya dengan Trump karena tidak mencapai 0%. 

    “Ya kalau puas ya 0%,” ucapnya singkat kepada wartawan di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, Rabu (26/7/2025). 

    Sebagaimana diketahui, kendati produk dan barang impor dari Indonesia ke AS dikenakan tarif lebih rendah, Negeri Paman Sam masih tetap mendapatkan tarif yang jauh lebih rendah. 

    Sesuai dengan kesepakatan Prabowo dan Trump, impor produk dan barang dari AS ke Indonesia bebas tarif atau 0%. 

    Presiden ke-8 RI itu menyebut Indonesia akan terus menerus bernegosiasi dengan AS. Utamanya untuk menghindari potensi terjadinya defisit neraca perdagangan di antara keduanya. 

    “Ya kita terus akan, namanya hubungan dagang itu terus-menerus kita negosiasi,” ungkap Prabowo.

    Prabowo tidak memerinci lebih lanjut soal bagaimana pemerintah akan secara terus melakukan negosiasi. Namun demikian, dia mengungkap akan bertemu dengan Trump sebelum akhir tahun ini. 

    “Beliau [Trump] katakan mungkin sekitar September, Oktober,” ujar Prabowo. 

    Di sisi lain, Prabowo menyebut sudah sudah melakukan perhitungan atas potensi dampak terhadap perekonomian Indonesia imbas tarif 0 bagi produk dan barang dari AS ke Indonesia. 

    Pria yang juga Ketua Umum Partai Gerindra itu menyebut telah berunding denga Trump dalam kaitannya dengan kesepakatan dagang tersebut. 

    Sebagaimana diketahui, AS adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Pada 2025 saja, negara adidaya itu merupakan di antara negara dengan tujuan ekspor terbesar Indonesia. 

    Adapun Trump menyatakan kesepakatan antara Indonesia dan AS membuka seluruh pasar Indonesia bagi Negara Paman Sam untuk pertama kalinya dalam sejarah.

    Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia tidak hanya akan memberikan akses pasar lebih leluasa ke AS. Indonesia akan mengimpor energi dari negara tersebut senilai US$15 miliar atau sekitar Rp244,56 triliun (asumsi kurs Rp16.304 per dolar AS).

    Selain itu, pemerintah Indonesia akan mengimpor produk pertanian Amerika senilai US$4,5 miliar atau sekitar Rp73,36 triliun.

    Di samping itu, Trump menambahkan bahwa Indonesia juga bakal mengimpor 50 pesawat Boeing yang mayoritas merupakan tipe Boeing 777.

    “Sebagai bagian dari perjanjian ini, Indonesia telah berkomitmen untuk membeli energi Amerika senilai US$15 miliar, produk pertanian Amerika senilai US$4,5 miliar, dan 50 pesawat Boeing, banyak di antaranya tipe [Boeing] 777,” kata Trump, dikutip pada Rabu (16/7/2025).

    Menurut Trump, AS untuk pertama kalinya memiliki akses secara penuh bisa mengekspor produk peternak, petani, dan nelayan ke Indonesia.

    “Untuk pertama kalinya, peternak, petani, dan nelayan kita akan memiliki akses penuh dan total ke pasar Indonesia yang berjumlah lebih dari 280 juta jiwa,” tuturnya.

  • Ekonom ingatkan waspadai risiko makro ekonomi dampak tarif AS

    Ekonom ingatkan waspadai risiko makro ekonomi dampak tarif AS

    Pemerintah perlu jujur membaca di balik keuntungan jangka pendek dari sisi ekspor, terdapat risiko jangka menengah-panjang terhadap kestabilan makroekonomi dan struktur neraca pembayaran nasional.

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Departemen Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman meminta agar Pemerintah Indonesia mewaspadai risiko jangka menengah hingga panjang terhadap kondisi makro ekonomi nasional akibat kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat (AS).

    Menurutnya, meskipun kesepakatan tersebut memberikan peluang dan keuntungan bagi pelaku ekspor Indonesia untuk tetap bersaing di pasar AS, risiko gejolak makroekonomi tetap harus diantisipasi secara serius.

    “Pemerintah perlu jujur membaca bahwa di balik keuntungan jangka pendek dari sisi ekspor, terdapat risiko jangka menengah-panjang terhadap kestabilan makro ekonomi dan struktur neraca pembayaran nasional,” kata Rizal saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.

    Ia menuturkan kesepakatan penurunan tarif resiprokal AS terhadap produk ekspor Indonesia menjadi 19 persen bukan tanpa beban.

    Salah satu beban tersebut adalah adanya komitmen pembelian komoditas energi AS senilai 15 miliar dolar AS, atau setara Rp245,436 triliun dengan nilai kurs transaksi Bank Indonesia (JISDOR) hari ini 1 dolar AS = Rp16.362,41.

    Dia menilai pembelian besar-besaran tersebut berpotensi memberikan tekanan signifikan terhadap neraca transaksi berjalan Indonesia.

    “Secara prinsip ekonomi, ini mencerminkan pola perdagangan yang tidak setara, atau asymmetric trade, dengan akses ekspor diberikan yang berpotensi memperdalam ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap barang dan jasa dari AS,” katanya pula.

    Rizal menyatakan bahwa apabila tidak diimbangi kenaikan ekspor komoditas lain, hal tersebut bisa memicu risiko balance of payment (BOP) shock, khususnya bila harga energi global mengalami fluktuasi tajam.

    Selain itu, ia menyoroti bahwa akses pasar produk AS yang makin terbuka juga akan menekan produsen lokal di sektor aviasi, energi, dan pertambangan.

    Sebagai langkah antisipasi, ia menyarankan pemerintah segera mengintensifkan kerja sama dagang dengan pasar ekspor potensial lainnya untuk menjaga keseimbangan struktur perdagangan.

    “Indonesia tidak boleh hanya terpaku pada pasar AS. Optimalisasi kerja sama dengan mitra lain, seperti Uni Eropa, ASEAN, BRICS, dan kawasan Timur Tengah, harus diintensifkan agar struktur perdagangan tetap seimbang dan tidak terfokus pada satu negara,” ujar M Rizal Taufikurahman.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan pemberlakuan tarif impor sebesar 19 persen terhadap produk Indonesia yang masuk ke AS, berdasarkan kesepakatan langsung dengan Presiden RI Prabowo Subianto.

    Kesepakatan tersebut menurunkan tarif dari angka 32 persen yang diumumkan pertama kali oleh Trump pada April 2025.

    Selain penetapan besaran tarif, Trump menuturkan kesepakatan tersebut juga mencakup komitmen Indonesia membeli komoditas energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS dan produk agrikultur senilai 4,5 miliar dolar AS.

    Presiden AS tersebut juga menyebutkan adanya komitmen Indonesia membeli 50 pesawat Boeing baru, yang sebagian besar merupakan Boeing 777.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.