Organisasi: ASEAN

  • OECD Usul Ambang Batas PTKP Turun, Orang Kaya dan Kelas Bawah Sama-Sama Tekor

    OECD Usul Ambang Batas PTKP Turun, Orang Kaya dan Kelas Bawah Sama-Sama Tekor

    Bisnis.com, JAKARTA — OECD menyarankan pemerintah menurunkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) agar penerimaan negara semakin meningkat. Kendati demikian, pakar menilai saran tersebut malah akan berdampak negatif ke semua kelompok masyarakat.

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar meyakini saran Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tersebut masuk akal namun tidak cocok dengan keadaan sekarang ini.

    Fajry mencontohkan belakang terjadi penurunan daya beli dan jumlah kelas menengah. Apalagi, sambungnya, tingkat kepercayaan masyarakat saat ini sedang tidak baik.

    “Jika ini dijadikan opsi, saya yakin akan ramai penolakan. Waktunya tidak tepat,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (28/11/2024).

    Lebih lanjut, dia menjelaskan secara historis pemerintah sempat menaikkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp36 juta per tahun menjadi Rp54 juta per bulan pada 2016. Fajry mengaku, CITA saat itu sempat menolak kebijakan PTKP tersebut karena akan lebih dinikmati kelompok berpendapat lebih tinggi.

    Contoh, jika PTKP naik dari Rp54 juta menjadi Rp60 juta per tahun maka orang berpenghasilan Rp54 juta per tahun tidak membayar pajak penghasilan (PPh 21) lagi sehingga kenaikan ini tidak memberikan manfaat tambahan.

    Di sisi lain, orang yang berpenghasilan Rp80 juta per tahun akan melihat pengurangan pajak atas Rp6 juta pertama yang kini bebas pajak.

    Ini karena PPh 21 bersifat progresif. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), ada lima lapisan penghasilan kena pajak:

    1. Penghasilan sampai dengan Rp60 juta per tahun kena tarif pajak 5%

    2. Penghasilan Rp60 juta sampai Rp 250 juta per tahun kena tarif pajak 15%

    3. Penghasilan Rp250 juta sampai Rp500 juta per tahun kena tarif pajak 25%

    4. Penghasilan Rp500 juta sampai Rp5 miliar per tahun kena tarif pajak 30%

    5. Penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun kena tarif pajak 35%

    Dengan kenaikan PTKP menjadi Rp60 juta, orang berpenghasilan Rp80 juta mendapatkan pengurangan pajak sebesar Rp6 juta x tarif 5% = Rp300 ribu meski mereka masih membayar pajak besar di lapisan atas.

    Sebaliknya, jika ambang PTKP diturunkan maka kelompok masyarakat berpendapatan lebih rendah akan dikenai PPh 21. Begitu juga kelompok masyarakat berpendapatan lebih tinggi akan mendapati penambahan pajak per lapisannya.

    “Penurunan ambang batas PTKP, membuat kelompok berpendapatan tinggi paling worse-off, akan tetapi kebijakan ini juga akan berdampak pada kelompok menengah-bawah,” jelas Fajry.

    Usulan OECD

    Dalam laporan terbarunya bertajuk OECD Economic Surveys: Indonesia November 2024, lembaga tersebut menyatakan ambang batas pajak penghasilan (PPh 21) di Indonesia masih terlalu tinggi.

    OECD mencontohkan besaran PTKP adalah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan. Perhitungan OECD, jumlah tersebut setara dengan 65% produk domestik bruto per kapita Indonesia.

    “Akibatnya, kebanyakan kelas menengah yang sedang bertambah jumlahnya tidak kena pajak penghasilan,” jelas OECD dalam laporannya, dikutip Kamis (28/11/2024).

    OECD pun membandingkan Indonesia dengan negara-negara kawasan. Pada 2017, hanya 10% warga yang bayar pajak penghasilan; sedangkan rata-rata warga negara-negara Asean mencapai 15%.

    Oleh sebab itu, lembaga ekonomi yang beranggota banyak negara maju tersebut menyarankan pemerintah menurunkan ambang batas PTKP. Artinya, OECD ingin pekerja dengan gaji di bawah Rp4,5 juta per bulan juga dikenai pajak—namun ambang batasnya terserah pemerintah.

    Sejalan dengan itu, masing-masing lapisan penghasilan kena pajak juga diturunkan. Misalnya, OECD menganggap tarif pajak 25% untuk lapisan penghasilan Rp250 juta—500 juta terlalu tinggi.

    “Ambang batas pajak penghasilan minimal harus dibekukan sehingga nilainya turun secara riil, sedangkan ambang batas yang lebih tinggi harus diturunkan nilainya,” jelas rekomendasi OECD.

    OECD meyakini jika rekomendasi reformasi pajak penghasilan tersebut dijalankan pemerintah maka akan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat 0,7% dalam jangka menengah.

  • CEO Pizza Hut Buka-Bukaan Soal Dampak Kenaikan PPN 12%

    CEO Pizza Hut Buka-Bukaan Soal Dampak Kenaikan PPN 12%

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO Pizza Hut Indonesia, Boy Lukito mengungkap bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikhawatirkan dapat berdampak kepada konsumen. Sehingga hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihaknya untuk mendorong bisnis lebih baik lagi ke depan.

    “Pastinya (berdampak) karena apa pun itu yang berdampak konsumen. Saya melihatnya sebagai tantangan. Tetapi karena masih berlangsung polemik itu, kami tunggu saja,” ungkap dia dalamRoad to CNBC Indonesia Awards 2024 Best Consumer, Kamis (28/11/2024).

    Untuk diketahui, pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada 2025. Kenaikan PPN menjadi 12% merupakan amanat yang ada dalam UU HPP yang disahkan Presiden Jokowi pada Oktober 2021.

    Aturan ini memerintahkan PPN naik menjadi 11% pada April 2022 dan dilanjutkan dengan kenaikan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.

    Boy memaparkan tantangan semacam ini pernah terjadi saat kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% beberapa waktu lalu. Namun, dirinya tetap optimis dapat melewati tantangan itu.

    “Tetapi, kami sudah lalui waktu PPN 10% ke 11%. Dalam 40 tahun ini sudah banyak (tantangan). dan kami yakin dapat melaluinya,” pungkas Boy.

    Sebagai informasi rencana kenaikan PPN mendapatkan penolakan dari kalangan baik ekonom maupun pengusaha. Dengan kenaikan ini, Indonesia akan menjadi segelintir negara dengan tarif PPN paling tinggi di ASEAN.

    Para ekonom dan pengusaha khawatir, kenaikan ini akan semakin menekan daya beli masyarakat yang belum pulih dari pandemi Covid-19.

    Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, kenaikan PPN akan berdampak besar pada rantai pasok, serta kenaikan bahan baku dan biaya produksi.

    “Ujungnya akan terjadi kenaikan harga jasa/produk, yang melemahkan daya beli masyarakat, sehingga utilitas penjualan tidak optimal. Terlebih pada produk pangan yang sangat sensitif terhadap harga, masyarakat akan mengerem konsumsinya. Hal ini akan memperlambat laju konsumsi rumah tangga,” kata Adhi.

    Padahal, imbuh dia, konsumsi rumah tangga adalah penopang pertumbuhan ekonomi dengan berkontribusi sebesar 53,08% terhadap PDB nasional. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga saat ini sedang menunjukkan tren pelemahan.

    GAPMMI berharap pemerintah akan memilih langkah lain untuk meningkatkan penerimaan negara.

    “Misal dengan menerapkan ekstensifikasi PPN yang masih berpotensi besar, dibandingkan menaikkan tarif,” paparnya.

    (dpu/dpu)

  • 10 Negara yang Tidak Menerapkan PPN

    10 Negara yang Tidak Menerapkan PPN

    Jakarta, Beritasatu.com – Dengan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% per 1 Januari 2025, Indonesia menjadi negara dengan PPN tertinggi dan setara Filipina di ASEAN. Namun, ada beberapa negara tidak menerapkan PPN.

    PPN Indonesia pernah berada di angka 10% sebelum akhirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memutuskan PPN per 1 April 2022 PPN naik menjadi 11%.

    Meski begitu, pemerintah dikabarkan akan menunda penerapan pajak 12% dan menghitung bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat yang terdampak PPN. Bantuan sosial itu diklaim berbentuk subsidi listrik.

    Berikut ini daftar negara yang tidak menerapkan PPN.

    1. Amerika Serikat
    Amerika Serikat tidak menerapkan PPN, tetapi terdapat pajak penjualan sekitar 0% hingga 16%.

    2. Hong Kong
    Hong Kong tidak memliki aturan memungut PPN ataupun pajak penjualan.

    3. Brunei Darussalam
    Brunei Darussalam tidak memungut dana PPN dan pajak penjualan serta pajak pendapatan pribadi.

    4. Pakistan
    Pakistan memiliki aturan pajak penjualan tergantung barang dengan nilai minimal 18%, tetapi tidak memiliki sistem PPN.

    5. Qatar
    Qatar tidak memiliki regulasi untuk PPN, tetapi memiliki aturan pajak selektif untuk barang, seperti minuman soda sebesar 50%, minuman berenergi sebesar 100%, dan produk tembakau sebesar 100%.

    6. Irak
    Irak tidak menarik PPN, tetapi menerapkan regulasi pajak tinggi untuk produk tembakau dan alkohol yang berkisar hingga 300%.

    7. Myanmar
    Myanmar tidak memiliki aturan mengenai PPN, tetapi terdapat pajak penjualan sebesar 5%.

    8. Greenland
    Greenland tidak menerapkan sistem pajak untuk bidang penjualan dan PPN.

    9. Kuwait
    Kuwait tidak memberlakukan regulasi mengenai PPN.

    10. Libya
    Libya tidak memiliki aturan mengenai PPN.

    Itulah daftar negara-negara yang tidak menerapkan PPN. Meskipun tidak memiliki sistem PPN, negara tersebut terkadang memiliki cara lain untuk mendapatkan pendapatan selain dari pajak.

  • Waduh, OECD Usul Pemerintah Turunkan Ambang Batas Pajak Penghasilan

    Waduh, OECD Usul Pemerintah Turunkan Ambang Batas Pajak Penghasilan

    Bisnis.com, JAKARTA – Organization for Economic Co-operation and Development atau OECD menyarankan agar pemerintah menurunkan ambang batas minimal penghasilan tidak kena pajak (PTKP) agar penerimaan negara semakin meningkat.

    Dalam laporan terbarunya bertajuk OECD Economic Surveys: Indonesia November 2024, lembaga tersebut menyatakan ambang batas pajak penghasilan (PPh 21) di Indonesia masih terlalu tinggi.

    OECD mencontohkan besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan. Perhitungan OECD, jumlah tersebut setara dengan 65% produk domestik bruto per kapita Indonesia.

    “Akibatnya, kebanyakan kelas menengah yang sedang bertambah jumlahnya tidak kena pajak penghasilan,” jelas OECD dalam laporannya, dikutip Kamis (28/11/2024).

    OECD pun membandingkan Indonesia dengan negara-negara kawasan. Pada 2017, hanya 10% warga yang bayar pajak penghasilan; sedangkan rata-rata warga negara-negara Asean mencapai 15%.

    Oleh sebab itu, lembaga ekonomi yang beranggota banyak negara maju tersebut menyarankan pemerintah menurunkan ambang batas PTKP. Artinya, OECD ingin pekerja dengan gaji di bawah Rp4,5 juta per bulan juga dikenai pajak—namun ambang batasnya terserah pemerintah.

    Sejalan dengan itu, masing-masing lapisan penghasilan kena pajak juga diturunkan. Misalnya, OECD menganggap tarif pajak 25% untuk lapisan penghasilan Rp250 juta—500 juta terlalu tinggi.

    “Ambang batas pajak penghasilan minimal harus dibekukan sehingga nilainya turun secara riil, sedangkan ambang batas yang lebih tinggi harus diturunkan nilainya,” jelas rekomendasi OECD.

    OECD meyakini jika rekomendasi reformasi pajak penghasilan tersebut dijalankan pemerintah maka akan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat 0,7% dalam jangka menengah.

    Sebagai informasi, Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif pajak penghasilan diatur secara progresif. Artinya, jika semakin besar penghasilannya maka semakin besar pajak yang wajib dibayar.

    Berikut ini lapisan penghasilan kena pajak:

    1. Penghasilan sampai dengan Rp60 juta per tahun kena tarif pajak 5%

    2. Penghasilan Rp60 juta sampai Rp 250 juta per tahun kena tarif pajak 15%

    3. Penghasilan Rp250 juta sampai Rp500 juta per tahun kena tarif pajak 25%

    4. Penghasilan Rp500 juta sampai Rp5 miliar per tahun kena tarif pajak 30%

    5. Penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun kena tarif pajak 35%

  • BYD Pastikan Rilis MPV Mewah Denza D9 2025, Buat Jegal Alphard Cs?

    BYD Pastikan Rilis MPV Mewah Denza D9 2025, Buat Jegal Alphard Cs?

    Shenzhen

    BYD memastikan D9 menjadi produk pertama Denza yang akan dirilis di Indonesia. Denza D9 bakal berhadapan langsung dengan Toyota Alphard dkk.

    Segmen MPV premium Tanah Air didominasi oleh model-model sekelas Toyota Alphard, Toyota Vellfire, hingga Lexus LM350. Namun belakangan, ada sejumlah merek China yang mencoba menggoda konsumen di segmen premium tersebut dengan MPV listrik.

    Ada Maxus yang menawarkan Mifa 9. Selanjutnya Zeekr juga baru saja meluncurkan MPV 009. Tak berhenti sampai di situ, bakal ada pendatang baru yang juga berusaha memikat konsumen MPV premium Tanah Air.

    Adalah BYD yang bakal membawa lini produk mewah lewat merek Denza. Denza merupakan buah kerja sama antara Mercedes-Benz dan BYD pada tahun 2010. Namun pada tahun 2024, merek Denza kini sepenuhnya berada di bawah naungan BYD. Di Indonesia, produk pertama yang akan diboyong Denza adalah MPV premium D9. Denza akan dikenalkan perdana ke hadapan masyarakat Indonesia pada kuartal pertama tahun 2025.

    Denza D9. Foto: Dina Rayanti

    “D9 adalah model pertama yang akan dibawa ke Indonesia dari sub-brand Denza,” tegas Presiden Direktur PT BYD Motor Indonesia Eagle Zhao di sela-sela Media Day Indonesia-Malaysia, Shenzhen, China, Selasa (26/11/2024).

    Indonesia bukan negara pertama di kawasan ASEAN yang meluncurkan D9. Sebelum Indonesia, BYD sudah merilis Denza D9 di beberapa negara setir kiri.

    BYD Denza D9. Foto: Dina Rayanti

    “Di luar negeri, Singapura, Kamboja karena kan mereka negara setir kiri, lalu di Thailand. Kemudian kami akan masuk ke Malaysia dan Indonesia,” lanjut Eagle.

    Eagle menambahkan salah satu tujuan utama BYD membawa Denza ke Indonesia adalah untuk memperkenalkan dan memberikan kembali identitas mewah kendaraan premium. Menyoal kompetisi yang cukup ketat di Indonesia di segmen MPV premium dengan Alphard Cs, BYD meyakini bisa memberikan sesuatu yang berbeda dari produk di pasaran saat ini.

    “Lewat merek Denza kami akan lebih jauh mengedepankan keamanan, kemewahan, kecerdasan, dan pengalaman berkendara baru untuk konsumen,” pungkas Eagle.

    (dry/rgr)

  • Ekonom Sebut Indonesia Bisa Manfaatkan Perang Dagang AS-China

    Ekonom Sebut Indonesia Bisa Manfaatkan Perang Dagang AS-China

    Jakarta, Beritasatu.com – Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan dampak potensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Hal ini diungkap Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti.

    Esther menilai, rencana Donald Trump untuk menerapkan tarif tambahan sebesar 10 persen pada produk-produk China setelah ia dilantik sebagai Presiden AS pada Januari 2025, akan menimbulkan kekhawatiran. Kekhawatiran itu terkait akan terjadinya perang dagang baru antara kedua negara ekonomi terbesar di dunia tersebut.

    Ia menyebut, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengisi celah yang ditinggalkan China di pasar AS, terutama di sektor elektronik. Namun, menurutnya, hal ini hanya dapat terwujud jika Indonesia mampu meningkatkan daya saing produk-produknya.

    “Indonesia perlu menekan biaya produksi dan menawarkan harga yang lebih kompetitif agar dapat bersaing di pasar global,” ujarnya dikutip dari Antara, Rabu (27/11/2025).

    Selain itu, ia menegaskan pentingnya memperluas jaringan perdagangan internasional melalui perjanjian multilateral. Jika langkah ini tidak diambil, Indonesia hanya akan menjadi penonton dalam dinamika ekonomi global.

    Esther juga mengingatkan, pada perang dagang AS-China pada 2019, Vietnam muncul sebagai negara yang paling diuntungkan. Dengan memanfaatkan lokasi strategis dan jaringan perjanjian dagang yang luas, Vietnam menjadi jalur transit bagi produk-produk China yang diekspor ke AS.

    “Produk-produk China dikirim terlebih dahulu ke Vietnam, kemudian diekspor ke AS dengan label Made in Vietnam,” jelasnya.

    Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, kebijakan tarif impor yang direncanakan Trump tidak hanya berdampak pada China, tetapi juga negara-negara ASEAN.

    Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada 13 November 2024, ia menyatakan bahwa pemerintah akan mengambil langkah antisipasi terhadap kebijakan tersebut.

    “Negara-negara ASEAN, termasuk Vietnam dan lainnya, kemungkinan juga akan menjadi target tarif impor ini,” kata Sri Mulyani.

    Indonesia diharapkan dapat segera menyesuaikan strategi untuk menghadapi perubahan kebijakan dagang global ini dan memanfaatkan peluang yang muncul di tengah ketegangan ekonomi dan perang dagang antara AS dan China.

  • Visi Indonesia Emas 2045 Bisa Tercapai dengan Keanggotaan Indonesia di OECD

    Visi Indonesia Emas 2045 Bisa Tercapai dengan Keanggotaan Indonesia di OECD

    Jakarta, Beritasatu.com – Keanggotaan Indonesia dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memiliki peran penting dalam mendukung pencapaian visi Indonesia Emas 2045. Hal itu diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

    “Saya ingin mengucapkan terima kasih atas peluncuran Indonesia Report oleh OECD. Sebagian besar isu yang dibahas dalam laporan tersebut sudah saya sampaikan kepada Presiden, dan kami berharap banyak poin di dalamnya sejalan dengan rencana pemerintah, termasuk peta jalan untuk energi hijau,” ujar Airlangga dikutip dari Antara, Rabu (27/11/2024).

    Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann, dalam kunjungan kerja ke Indonesia pada 25-28 November 2024. Dalam kunjungan tersebut, Cormann turut menghadiri jamuan makan siang bersama Airlangga.

    Saat ini, Indonesia berada dalam proses aksesi keanggotaan OECD bersama Argentina, Brasil, Bulgaria, Kroasia, Peru, Rumania, dan Thailand. Proses ini melibatkan evaluasi kebijakan, regulasi, serta standar nasional, yang nantinya akan disusun dalam dokumen Initial Memorandum.

    Airlangga menjelaskan, Indonesia terus melakukan reformasi di berbagai sektor melalui kolaborasi kementerian terkait untuk menyelaraskan kebijakan nasional dengan standar OECD. Reformasi ini juga mencakup penyesuaian anggaran dan struktur kementerian agar sesuai dengan kebutuhan gugus tugas OECD.

    Merespons sambutan dari Menko Airlangga, Cormann menyatakan bahwa proses aksesi ini akan memberikan manfaat besar bagi Indonesia dan OECD. Ia menyoroti sektor ekonomi digital, dengan Indonesia, yang dianggap sebagai pelopor melalui ASEAN Digital Economy Framework Agreement.

    Cormann juga optimistis bahwa upaya Indonesia untuk menjadi anggota OECD dapat mendukung transformasi negara menuju status ekonomi berpendapatan tinggi pada 2045.

    “Kami yakin dapat bekerja sama untuk mendorong Indonesia menjadi lebih maju. Proses aksesi ini mencakup evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Fokus utamanya adalah mengidentifikasi praktik kebijakan terbaik berdasarkan pengalaman global,” ucap Cormann.

    Sebelumnya, Cormann juga menghadiri peluncuran OECD Economic Survey of Indonesia 2024 pada 26 November 2024. Survei ekonomi ini adalah publikasi rutin OECD yang bertujuan memperkuat dialog kebijakan antara negara-negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia dalam proses aksesi keanggotaan OECD.
     

  • Bertemu Sekjen OECD, Airlangga Bahas Energi Hijau hingga Ketahanan Pangan

    Bertemu Sekjen OECD, Airlangga Bahas Energi Hijau hingga Ketahanan Pangan

    Jakarta

    Sebagai salah satu upaya dalam memperkuat peran di kancah global, Indonesia saat ini tengah menjadi negara aksesi Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) bersama dengan Argentina, Brazil, Bulgaria, Kroasia, Peru, Rumania, dan Thailand. Indonesia sedang dalam proses penilaian mandiri terhadap kebijakan, regulasi, dan standar nasional dibandingkan dengan instrumen OECD, untuk selanjutnya disampaikan dalam dokumen Initial Memorandum.

    Kaitannya dengan proses aksesi tersebut, Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann kembali melakukan kunjungan kerja ke Indonesia pada 25-28 November 2024. Dalam kunjungan kali ini, Sekjen Cormann juga menghadiri Jamuan Makan Siang bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, Rabu (27/11).

    Pertemuan yang berlangsung hangat tersebut mendiskusikan perkembangan perekonomian Indonesia termasuk fokus dari Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, serta membahas perkembangan proses keanggotaan Indonesia pada OECD.

    Dalam sambutannya, Airlangga berterima kasih kepada OECD karena telah meluncurkan Indonesia Report. Ia juga telah melaporkan sebagian besar isu kepada Presiden.

    “Dan tentu saja, mudah-mudahan beberapa poin, beberapa lines sejalan dengan perencanaan Pemerintah, termasuk peta jalan untuk energi hijau. Dan kemudian juga sejalan dengan energy securities, serta program ketahanan pangan, termasuk makanan bergizi gratis yang juga menjadi prioritas,” ungkap Airlangga, dalam keterangan tertulis, Rabu (27/11/2024).

    Lebih lanjut, Airlangga juga menyebutkan bahwa saat ini Indonesia terus gencar melakukan reformasi pada berbagai sektor yang dilakukan sejumlah Kementerian terkait untuk menyesuaikan standar OECD.

    Selain itu, dengan adanya berbagai reformasi tersebut, Kementerian terkait juga akan menyesuaikan anggaran dan struktur yang dimiliki, sehingga gugus tugas OECD juga akan secepatnya melakukan penyesuaian struktur terkait hal tersebut.

    Merespons sambutan yang disampaikan oleh Airlangga, Sekjen Cormann kembali menjelaskan bahwa proses aksesi akan membawa manfaat bagi Indonesia dan OECD. OECD akan banyak memperoleh pembelajaran pada sektor-sektor baru, salah satunya ekonomi digital dimana Indonesia menjadi pionir melalui ASEAN Digital Economy Framework Agreement.

    Selanjutnya, Sekjen Cormann juga berharap agar upaya keanggotaan OECD yang saat ini ditempuh Indonesia dapat mendukung pencapaian visi untuk menjadi negara maju dengan ekonomi berpendapatan tinggi pada tahun 2045 mendatang.

    “Saya percaya bahwa kita bersama-sama dapat bekerja untuk mendukung Indonesia agar menjadi lebih baik lagi. Proses aksesi ini mencakup seluruh spektrum kebijakan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang luas. Dan proses ini berfokus pada mengidentifikasi praktik terbaik kebijakan. Praktik terbaik global berdasarkan apa yang telah berhasil sebelumnya,”
    ujarnya.

    Sebelumnya, Sekjen Cormann juga menghadiri peluncuran The OECD Economic Survey of Indonesia 2024 pada 26 November 2024. Survei Ekonomi OECD tersebut merupakan publikasi rutin unggulan OECD yang dilakukan melalui dialog kebijakan antara OECD dan para pembuat kebijakan dari negara-negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia.

    Sebagai informasi, turut hadir dalam kesempatan tersebut diantaranya yakni Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Duta Besar RI untuk Perancis, Andorra, Monaco, dan Delegasi Tetap RI untuk UNESCO.

    Lebih lanjut, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Sekretaris Kemenko Perekonomian, Plt. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kemenko Perekonomian, serta Pejabat Eselon II di Lingkungan Kemenko Perekonomian.

    (prf/ega)

  • Visi Indonesia Emas 2045 Bisa Tercapai dengan Keanggotaan Indonesia di OECD

    Sekjen OECD: Keanggotaan Indonesia pada OECD Mampu Dukung Visi Indonesia Emas 2045

    Jakarta, Beritasatu.com – Sebagai salah satu upaya dalam memperkuat peran di kancah global, Indonesia saat ini tengah menjadi negara aksesi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bersama dengan Argentina, Brazil, Bulgaria, Kroasia, Peru, Rumania, dan Thailand. Indonesia sedang dalam proses penilaian mandiri terhadap kebijakan, regulasi, dan standar nasional dibandingkan dengan instrumen OECD, untuk selanjutnya disampaikan dalam dokumen Initial Memorandum.

    Kaitannya dengan proses aksesi tersebut, Sekretaris Jenderal Mathias Cormann kembali melakukan kunjungan kerja ke Indonesia pada 25–28 November 2024. Dalam kunjungan kali ini, Sekjen Cormann juga menghadiri Jamuan Makan Siang bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu (27/11/2024). Pertemuan yang berlangsung hangat tersebut mendiskusikan perkembangan perekonomian Indonesia termasuk fokus dari Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, serta membahas perkembangan proses keanggotaan Indonesia pada OECD.

    “Saya ingin mengucapkan terima kasih karena kemarin OECD telah meluncurkan Indonesia Report. Sebagian besar isu telah saya laporkan kepada Presiden. Tentu saja, mudah- mudahan beberapa poin, beberapa lines sejalan dengan perencanaan pemerintah, termasuk peta jalan untuk energi hijau. Juga sejalan dengan energy securities, serta program ketahanan pangan, termasuk makanan bergizi gratis yang juga menjadi prioritas,” ungkap Menko Airlangga.

    Lebih lanjut, Menko Airlangga juga menyebutkan bahwa saat ini Indonesia terus gencar melakukan reformasi pada berbagai sektor yang dilakukan sejumlah Kementerian terkait untuk menyesuaikan standar OECD. Selain itu, dengan adanya berbagai reformasi tersebut, Kementerian terkait juga akan menyesuaikan anggaran dan struktur yang dimiliki, sehingga gugus tugas OECD juga akan secepatnya melakukan penyesuaian struktur terkait hal tersebut.

    Merespons sambutan yang disampaikan oleh Menko Airlangga, Sekjen Cormann kembali menjelaskan bahwa proses aksesi akan membawa manfaat bagi Indonesia dan OECD. OECD akan banyak memperoleh pembelajaran pada sektor-sektor baru, salah satunya ekonomi digital dimana Indonesia menjadi pionir melalui ASEAN Digital Economy Framework Agreement. Selanjutnya, Sekjen Cormann juga berharap agar upaya keanggotan OECD yang saat ini ditempuh Indonesia dapat mendukung pencapaian visi untuk menjadi negara maju dengan ekonomi berpendapatan tinggi pada tahun 2045 mendatang.

    “Saya percaya bahwa kita bersama-sama dapat bekerja untuk mendukung Indonesia agar menjadi lebih baik lagi. Proses aksesi ini mencakup seluruh spektrum kebijakan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang luas. Proses ini berfokus pada mengidentifikasi praktik terbaik kebijakan. Praktik terbaik global berdasarkan apa yang telah berhasil sebelumnya,” ungkap Sekjen Cormann.

    Sebelumnya, Sekjen Cormann juga menghadiri peluncuran The OECD Economic Survey of Indonesia 2024 (26/11/2024). Survei Ekonomi OECD tersebut merupakan publikasi rutin unggulan OECD yang dilakukan melalui dialog kebijakan antara OECD dan para pembuat kebijakan dari negara-negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia.

    Turut hadir dalam kesempatan tersebut di antaranya yakni Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Duta Besar RI untuk Prancis, Andorra, Monaco, dan Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Sekretaris Kemenko Perekonomian, Plt. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kemenko Perekonomian, serta Pejabat Eselon II di Lingkungan Kemenko Perekonomian.

  • BNI Kembali Raih Predikat The Best Overall in Corporate Governance

    BNI Kembali Raih Predikat The Best Overall in Corporate Governance

    Jakarta

    PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI kembali meraih predikat tertinggi ‘The Best Overall in Corporate Governance’ pada kategori Perusahaan Publik dengan Kapitalisasi Pasar Terbesar (Big Cap Public Listed Company) dalam ajang The 15th IICD Corporate Governance Conference & Award 2024 yang diselenggarakan di Ballroom Pullman Hotel Thamrin, Jakarta. Ini merupakan kali kedua BNI menyabet penghargaan tersebut setelah memenangkan kategori yang sama pada tahun 2023.

    The 15th IICD Corporate Governance Conference and Award yang digelar pada Senin (25/11) lalu merupakan ajang tahunan untuk memberikan apresiasi kepada perusahaan-perusahaan publik dengan praktik GCG terbaik. Dalam kesempatan ini, Corporate Secretary Okki Rushartomo mengatakan penghargaan yang kembali diraih BNI menjadi bukti komitmen perusahaan untuk terus meningkatkan kualitas implementasi Good Corporate Governance (GCG).

    “Kami mengucapkan terima kasih kepada IICD yang mempercayakan kami untuk kembali menyandang predikat ‘The Best Overall in Corporate Governance’. Penghargaan ini menjadi pemacu semangat BNI untuk terus meningkatkan kualitas praktik tata kelola terbaik,” kata Okki dalam keterangan tertulis, Rabu (27/11/2024).

    Penilaian dalam gelaran ini dilakukan terhadap 200 emiten berdasarkan kapitalisasi pasar terbesar (Big Cap) dan menengah (Mid Cap) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan metode penilaian ASEAN Corporate Governance Scorecard 2023.

    Lebih lanjut, Okki menegaskan bahwa penerapan GCG yang baik menjadi aspek penting untuk memberikan kepercayaan kepada investor supaya berinvestasi. Penerapan prinsip GCG yang dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan dipandang mampu memberi dampak positif terhadap penciptaan nilai (value creation) dan keberlangsungan bisnis BNI.

    Oleh karena itu, BNI terus berkomitmen untuk menerapkan prinsip GCG dan sustainability secara konsisten.

    “Penerapan GCG dan sustainability secara konsisten akan berkontribusi pada kredibilitas dan kinerja perusahaan,” imbuh Okki.

    (prf/ega)