Organisasi: ASEAN

  • Inaplas Bicara Dampak Perpanjangan HGBT ke Industri Petrokimia

    Inaplas Bicara Dampak Perpanjangan HGBT ke Industri Petrokimia

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) optimistis kebijakan gas murah industri yang mengalir kembali untuk tujuh sektor termasuk petrokimia, dapat mendongkrak kinerja industri yang saat ini tengah tertekan. 

    Hal ini seiring dengan terbitnya Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025 tentang kelanjutan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang diteken pada 26 Februari 2025. 

    Wakil Ketua Inaplas, Edi Rivai mengatakan kebijakan tersebut membantu meningkatkan daya saing industri petrokimia, khususnya dalam menghadapi pasokan bahan baku yang berlebih dari pasar internasional. 

    “Keputusan ini merupakan langkah strategis dalam memastikan kepastian berusaha bagi industri serta meningkatkan daya saing sektor petrokimia nasional di tengah persaingan global,” kata Edi, Minggu (2/3/2025). 

    Dia menerangkan, dengan harga gas yang lebih kompetitif maka industri petrokimia dapat bersaing dengan produsen dari negara-negara yang memiliki harga energi lebih rendah, misalnya Amerika Serikat, China, Timur Tengah dan negara-negara lain dalam Free Trade Agreement (FTA). 

    Tak sampai disana, HGBT juga berpotensi meningkatkan kinerja ekspor produk petrokimia, meningkatkan subtitusi impor, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global. 

    Namun, Edi juga berharap pemerintah dapat memperkuat bahan baku dan barang jadi yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri agar tidak terganggu oleh produk impor murah dan praktik perdagangan yang tidak sehat. 

    “Kami berharap pemerintah khususnya, Kementrian Perindustrian dan Perdagangan juga dapat memperkuat kebijakan pengendalian bahan baku dan barang jadi yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri seperti bahan baku plastik LLDPE, Polypropylene, PVC, dan Polystyrene dari gempuran barang impor murah dan praktik unfair trade,” jelasnya. 

    Dalam hal ini, Inaplas memberikan rekomendasi penerapan mekanisme Neraca Komoditas dan kelancaran proses Trade Remedies seperti penyelidikan anti dumping Polypropylene (PP) dan safeguard inear Low Density Polyethylene (LLDPE) yang sedang berlangsung di Komite Antidumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan.

    “Sehingga industri dalam negeri mendapatkan perlindungan yang adil dan mampu berkembang lebih pesat,” imbuhnya. 

    Sebagaimana diketahui, Kementerian ESDM resmi melanjutkan kebijakan HGBT dengan skema baru untuk tujuh sektor industri yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan. 

    Penetapan HGBT ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri, yang sebelumnya menerima harga gas bumi dalam kisaran US$6,75 – US$7,75 per MMBTU. Sebanyak 253 pengguna industri kini dapat menikmati kebijakan harga gas bumi yang lebih kompetitif.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan hal ini selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, yang bertujuan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. 

    Pemerintah mengharapkan kebijakan ini dapat meningkatkan daya saing industri nasional di pasar global, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, serta memberikan kontribusi positif bagi perekonomian. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan mampu menjaga kestabilan harga produk dalam negeri agar tetap terjangkau bagi masyarakat.

    Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Saleh Husin, mengatakan, keputusan kelanjutan HGBT memberikan kepastian bagi industri dan mendorong daya saing nasional.

    “Tentu manfaatnya sangat besar bagi industri manufaktur dalam negeri sekaligus memberikan kepastian bagi industri dan memperkuat daya saing nasional. Selain itu dalam rangka mendukung penggunaan energi hijau yang bersih dan ramah lingkungan, juga agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk yang sama dari negara lain terutama negara kawasan Asean yang menjadi pesaing kita,” pungkasnya.

  • Harga Gas Murah Lanjut, Pengusaha Pede Industri Makin Kompetitif – Page 3

    Harga Gas Murah Lanjut, Pengusaha Pede Industri Makin Kompetitif – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi melanjutkan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) dengan skema baru bagi tujuh sektor industri, yakni pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Sebanyak 253 pengguna industri kini dapat menikmati kebijakan harga gas bumi yang lebih kompetitif.

    Keberlanjutan kebijakan HGBT ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menandatangani keputusan ini pada Rabu (26/2), sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo, HGBT dibedakan berdasarkan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar sebesar US$7 per MMBTU dan untuk bahan baku sebesar US$6,5 per MMBTU,” ujar Bahlil.

    Kebijakan ini disambut baik oleh para pelaku industri. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Saleh Husin, mengatakan, keputusan ini memberikan kepastian bagi industri dan mendorong daya saing nasional.

    “Kami dari KADIN Indonesia menyambut baik kebijakan HGBT yang telah ditetapkan pemerintah. Kebijakan ini memberikan kepastian bagi industri dan mendorong daya saing nasional,” ujarnya.

    Saleh menilai Keputusan Menteri ESDM itu sangat besar manfaatnya bagi sektor industri yang bergantung pada gas bumi.

    “Tentu manfaatnya sangat besar bagi industri manufaktur dalam negeri sekaligus memberikan kepastian bagi industri dan memperkuat daya saing nasional. Selain itu dalam rangka mendukung penggunaan energi hijau yang bersih dan ramah lingkungan, juga agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk yang sama dari negara lain terutama negara kawasan ASEAN yang menjadi pesaing kita,” pungkasnya.

    Lebih lanjut, Saleh berharap agar insentif ini diperluas ke sektor industri lain yang terdampak biaya energi tinggi serta diperkuat dengan pengendalian impor barang jadi melalui Neraca Komoditas dan Trade Remedies.

    Menurutnya, dengan langkah ini, industri dalam negeri dapat lebih terlindungi dari gempuran produk impor murah, khususnya dari China, ASEAN, dan negara lainnya, sehingga target pertumbuhan ekonomi 8% dapat lebih mudah tercapai.

    “Kami, para pelaku industri dalam negeri, harus dan wajib mendukung kebijakan dan visi Presiden Prabowo dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Salah satu langkah untuk mencapainya adalah dengan memastikan industri dalam negeri tumbuh setidaknya 10%. Saat ini, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional masih sekitar 19%, padahal idealnya harus melebihi 29%. Untuk itu, kedepannya kami sangat berharap agar industri penerima manfaat HGBT ini diperluas sehingga produk dari industri dalam negeri kita mempunyai daya saing yang kuat,” ujar Saleh.

     

  • Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Saleh Husin Sambut Positif Skema Baru HGBT, Perkuat Daya Saing – Halaman all

    Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Saleh Husin Sambut Positif Skema Baru HGBT, Perkuat Daya Saing – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Perindustrian Saleh Husin menyambut positif sekaligus menyampaikan terima kasih kepada pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas kebijakan yang telah menetapkan skema baru Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi tujuh sektor industri dengan total 253 pengguna gas bumi tertentu. 

    Tujuh sektor Industri tersebut meliputi pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

    Keberlanjutan kebijakan HGBT ini disertai dengan terbitnya Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025 yang ditandatangani Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada Rabu, 26 Februari 2025 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu.

    “Ya kami tentu harus berterima kasih kepada pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM Mas Bahlil Lahadalia yang telah mendengar suara kami para pelaku industri dalam negeri pengguna gas bumi, dimana HGBT untuk 7 sektor industri yang memang ditunggu-tunggu. Akhirnya ditetapkan kebijakan tersebut melalui Menteri ESDM yaitu Kepmen Nomor 76 tahun 2025,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Perindustrian Saleh Husin menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Sabtu (1/3/2025 mengenai keputusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia itu.

    Saleh menilai Keputusan Menteri ESDM itu sangat besar manfaatnya bagi sektor industri yang bergantung pada gas bumi.

    “Tentu manfaatnya sangat besar bagi  industri manufaktur dalam negeri sekaligus memberikan kepastian bagi industri dan memperkuat
     daya saing nasional. Selain itu dalam rangka mendukung penggunaan energi hijau yang bersih dan ramah lingkungan, juga agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk yang sama dari negara lain terutama negara kawasan ASEAN yang menjadi pesaing kita,” katanya. 

    Lebih lanjut Saleh Husin mengungkapkan dengan menetapkan skema baru Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi tujuh sektor industri, maka para pelaku industri dalam negeri harus dan wajib mendukung kebijakan dan keinginan bapak Presiden Prabowo agar ekonomi tumbuh 8 persen itu dapat tercapai.

    “Maka dari itu salah satu caranya ya industri dalam negeri harus tumbuh paling tidak 10% . Nah memang saat ini kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional baru 19% padahal seharusnya minimal harus diatas 29% . Untuk itu ke depan kami sangat berharap agar industri penerima manfaat HGBT ini harus diperluas kesektor industri lain yang terdampak biaya energi tinggi dan yang berorientasi ekspor misal makanan minuman, pulp kertas, kimia, farmasi dan tektil sehingga produk dari industri dalam negeri kita mempunyai daya saing yang kuat.”

    “Di samping itu perlu diperkuat dengan pengendalian impor barang jadi melalui Neraca Komoditas dan Trade Remedies. Dengan langkah ini , industri dalam negeri dapat lebih terlindungi dari gempuran produk impor murah , khususnya dari China, ASEAN dan negara lainnya sehingga target pertumbuhan ekonomi 8?pat lebih mudah tercapai” ujar Saleh Husin.

    “Jadi dengan langkah ini , industri dalam negeri dapat lebih terlindungi dari gempuran produk impor murah , khususnya dari China, ASEAN dan negara lainnya serta dengan sendirinya industri dalam negeri dapat tumbuh berkembang sekaligus menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang banyak sehingga target pertumbuhan ekonomi 8?pat lebih mudah tercapai.”

    Sesuai arahan Presiden Prabowo

    Sebelumnya dalam penjelasan mengenai skema baru Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebutkan tujuannya untuk memperkuat daya saing industri dan efisiensi anggaran negara.

    “Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo, HGBT dibedakan berdasarkan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar sebesar USD7 per MMBTU (million british thermal unit) dan untuk bahan baku sebesar USD6,5 per MMBTU,” kata Bahlil di Jakarta, Jumat (28/2).

    Penetapan HGBT ini memberikan dampak bagi daya saing industri di dalam negeri dari sebelumnya menerima harga gas bumi tertentu pada kisaran USD6,75 – 7,75 per MMBTU. Kebijakan HGBT, sambung Bahlil, selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 121 tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi untuk lebih mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi.

    Melalui kebijakan ini, Pemerintah berharap sektor industri bisa lebih kompetitif di pasar global, membuka lapangan kerja baru, serta memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan membuat harga produk di dalam negeri lebih terjangkau bagi masyarakat.

    Di samping itu, Pemerintah juga berkomitmen penuh menggenjot pemanfaatan gas bumi dalam bauran energi untuk pembangkit tenaga listrik.

    Kebijakan ini dibarengi dengan pengesahan Keputusan Menteri ESDM Nomor 77.K/MG.01/MEM.M/2025 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Penyediaan Tenaga Listrik bagi Kepentingan Umum pada tanggal 26 Februari 2025. 

  • Skema Baru Program Gas Murah Disebut Perkuat Daya Saing Industri RI

    Skema Baru Program Gas Murah Disebut Perkuat Daya Saing Industri RI

    Jakarta

    Pemerintah resmi menetapkan skema baru Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi tujuh sektor industri dengan total 253 pengguna gas bumi tertentu. Skema ini dinilai memberikan angin segar bagi dunia usaha.

    Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Perindustrian Saleh Husin mengatakan, skema baru HGBT ini sangat ditunggu-tunggui oleh pelaku industri dalam negeri. Hal ini lantaran sangat besar manfaatnya bagi sektor industri yang bergantung pada gas bumi.

    “Tentu manfaatnya sangat besar bagi industri manufaktur dalam negeri sekaligus memberikan kepastian bagi industri dan memperkuat daya saing nasional. Selain itu dalam rangka mendukung penggunaan energi hijau yang bersih dan ramah lingkungan, juga agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk yang sama dari negara lain terutama negara kawasan ASEAN yang menjadi pesaing kita,” katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (2/3/2025).

    Lebih lanjut Saleh Husin mengungkapkan dengan menetapkan skema baru Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi tujuh sektor industri, maka para pelaku industri dalam negeri harus dan wajib mendukung kebijakan dan keinginan bapak Presiden Prabowo agar ekonomi tumbuh 8% itu dapat tercapai.

    Ia juga berharap skema ini dapat diperluas ke sektor industri lain yang terdampak biaya energi tinggi dan yang berorientasi ekspor misal makanan minuman, pulp kertas, kimia, farmasi dan tekstil.

    “Sehingga produk dari industri dalam negeri kita mempunyai daya saing yang kuat, disamping itu perlu diperkuat dengan pengendalian impor barang jadi melalui Neraca Komoditas dan Trade Remedies. Dengan langkah ini, industri dalam negeri dapat lebih terlindungi dari gempuran produk impor murah, khususnya dari China, ASEAN dan negara lainnya sehingga target pertumbuhan ekonomi 8% dapat lebih mudah tercapai” ujar Saleh Husin.

    Sebelumnya dalam penjelasan mengenai skema baru Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebutkan tujuannya untuk memperkuat daya saing industri dan efisiensi anggaran negara.

    “Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo, HGBT dibedakan berdasarkan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar sebesar US$ 7 per MMBTU (million british thermal unit) dan untuk bahan baku sebesar US$ 6,5 per MMBTU,” kata Bahlil di Jakarta, Jumat (28/2).

    Penetapan HGBT ini memberikan dampak bagi daya saing industri di dalam negeri dari sebelumnya menerima harga gas bumi tertentu pada kisaran US$ 6,75 – 7,75 per MMBTU. Kebijakan HGBT, sambung Bahlil, selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 121 tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi untuk lebih mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi.

    Melalui kebijakan ini, Pemerintah berharap sektor industri bisa lebih kompetitif di pasar global, membuka lapangan kerja baru, serta memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan membuat harga produk di dalam negeri lebih terjangkau bagi masyarakat.

    Di samping itu, Pemerintah juga berkomitmen penuh menggenjot pemanfaatan gas bumi dalam bauran energi untuk pembangkit tenaga listrik.

    Kebijakan ini dibarengi dengan pengesahan Keputusan Menteri ESDM Nomor 77.K/MG.01/MEM.M/2025 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Penyediaan Tenaga Listrik bagi Kepentingan Umum pada tanggal 26 Februari 2025.

    (rrd/rrd)

  • Kadin Puji Langkah Bahlil! Skema Baru HGBT Perkuat Daya Saing Industri

    Kadin Puji Langkah Bahlil! Skema Baru HGBT Perkuat Daya Saing Industri

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Perindustrian Saleh Husin menyambut positif skema baru harga gas bumi tertentu (HGBT) yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kebijakan ini mencakup tujuh sektor industri dengan total 253 pengguna gas bumi tertentu, termasuk industri pupuk, oleochemical, petrokimia, baja, kaca, keramik, dan sarung tangan karet.

    Keberlanjutan kebijakan HGBT ini diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025 yang ditandatangani Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 26 Februari 2025. Keputusan ini merupakan perubahan kedua atas Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu.

    “Kami berterima kasih kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM Mas Bahlil Lahadalia yang telah mendengar aspirasi pelaku industri dalam negeri. HGBT untuk tujuh sektor industri ini memang ditunggu-tunggu,” ujar Saleh Husin di Jakarta, Sabtu (2/3/2025).

    Saleh menilai keputusan ini sangat bermanfaat bagi sektor industri yang bergantung pada gas bumi. Menurutnya, kebijakan ini memberikan kepastian bagi industri manufaktur, memperkuat daya saing nasional, mendukung penggunaan energi hijau yang ramah lingkungan, dan juga agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk yang sama dari negara lain, terutama negara kawasan ASEAN.

    Ia juga menegaskan, skema baru HGBT ini harus didukung oleh seluruh pelaku industri agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang diinginkan Presiden Prabowo dapat tercapai.

    Menurutnya, salah satu cara untuk mencapai target tersebut adalah dengan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri setidaknya 10%. Saat ini, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional baru mencapai 19%, padahal idealnya minimal 29%.

    Saleh juga berharap agar manfaat HGBT dapat diperluas ke sektor industri lain yang terdampak biaya energi tinggi dan berorientasi ekspor, seperti industri makanan dan minuman, pulp dan kertas, kimia, farmasi, serta tekstil.

    “Di samping itu, perlu diperkuat dengan pengendalian impor barang jadi melalui neraca komoditas dan trade remedies. Dengan langkah ini, industri dalam negeri dapat lebih terlindungi dari gempuran produk impor murah, khususnya dari China, ASEAN, dan negara lainnya, sehingga target pertumbuhan ekonomi 8% dapat lebih mudah tercapai,” ujar Saleh Husin.

    Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan, skema baru HGBT bertujuan memperkuat daya saing industri sekaligus meningkatkan efisiensi anggaran negara.

    “Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo, HGBT dibedakan berdasarkan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar sebesar US$ 7 per MMBTU (million british thermal unit) dan untuk bahan baku sebesar US$ 6,5 per MMBTU,” kata Bahlil Lahadalia di Jakarta, Jumat (28/2/2025).

    Penetapan HGBT ini berdampak signifikan bagi daya saing industri dalam negeri, yang sebelumnya menerima harga gas bumi tertentu di kisaran US$ 6,75-7,75 per MMBTU. Kebijakan ini juga sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi.

    Dengan skema baru HGBT ini, pemerintah berharap sektor industri dapat lebih kompetitif di pasar global, membuka lapangan kerja baru, serta meningkatkan perekonomian nasional. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan membuat harga produk dalam negeri lebih terjangkau bagi masyarakat.

  • RI Targetkan Skor Indeks Persepsi Korupsi Loncat Ke–43 di 2029

    RI Targetkan Skor Indeks Persepsi Korupsi Loncat Ke–43 di 2029

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menargetkan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia naik hingga ke angka 43 pada 2029 mendatang. 

    Target itu tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2025-2029, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.12/2025. IPK merupakan salah satu indikator sasaran utama pada prioritas nasional ke-7 yakni pemberantasan korupsi, narkoba, judi dan penyelundupan.

    Pada RPJMN tersebut, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan skor IPK terus naik dari 2025 hingga 2029. 

    “Indeks Persepsi Korupsi: Target 2025 (38); Target 2029 (43,7),” demikian dikutip dari Perpres No.12/2025, Sabtu (1/3/2025). 

    Adapun terdapat lima sasaran dan indikator yang diatur dalam RPJMN tersebut berkaitan dengan terwujudnya supremasi hukum yang transparan, adil, dan tidak memihak serta sistem politik yang fungsional. 

    Selain IPK, pemerintah menargetkan pada 2029 mendatang Indeks Pembangunan Hukum menjadi 0,73, Indeks Materi Hukum 0,55, Indeks Integritas Nasional 77,57 dan Indeks Integritas Partai Politik 71,00-72,99. 

    Adapun skor IPK RI 2024 yang diumumkan pada 2025 tercatat sebesar 37. Skor itu naik dari 2023 yakni 34. IPK setiap tahunnya diumumkan oleh Transparency International Indonesia (TII). 

    “Hari ini CPI Indonesia sepanjang 2024 ada dengan skor 37 dan rangkingnya 99. Artinya apa? Terjadi peningkatan 3 poin dari tahun 2023 ke 2024,” ujar Deputi Sekjen TII Wawan Heru Suyatmiko pada Peluncuran CPI 2024, disiarkan melalui YouTube TII, Selasa (11/2/2025).  

    Sebagaimana diketahui, skor IPK Indonesia sebelumnya mengalami tren menurun sejak pencapaian tertingginya di angka 40 pada 2019 lalu.

    Skor IPK atau CPI dalam sekitar lima tahun terakhir sejak 2019 itu yakni 37 pada 2020, 38 pada 2021, 34 pada 2022 dan 34 pada 2023.  

    Terkait dengan peringkat, skor IPK RI pada 2024 di antara 180 negara juga naik yakni ke peringkat ke-99 dari sebelumnya ke-115 pada 2023 lalu.

    Beberapa negara memiliki skor yang sama dengan Indonesia. Salah satunya adalah Argentina yang sama-sama merupakan anggota BRICS dan G20. Negara-negara lain meliputi Maroko, Ethiopia serta Lesotho.  

    Di Asean, dari segi skor CPI, Indonesia masih menduduki peringkat ke-5 di bawah Singapura (83), Malaysia (50), Timor Leste (43) dan Vietnam (41). Namun, skor Indonesia terpantau naik dari tahun sebelumnya jika dibandingkan sejumlah negara Asean lain. 

  • Denny JA Terima Penghargaan Inovasi Budaya dan Sastra House of Lord London

    Denny JA Terima Penghargaan Inovasi Budaya dan Sastra House of Lord London

    loading…

    Denny JA dianugerahi Global Power Leader 2025 kategori Exemplary Leader of the Year in Cultural and Literary Innovation di House of Lords, London yang diterima oleh kedua anaknya. Foto/Ist

    JAKARTA – Dalam sebuah acara yang penuh prestise di House of Lords, Istana Westminster, London, Inggris, Denny JA dianugerahi Global Power Leader 2025 dalam kategori Exemplary Leader of the Year in Cultural and Literary Innovation.

    Penghargaan ini diberikan oleh White Page International, sebuah lembaga yang mengakui para pemimpin global dari berbagai sektor.

    Hadir 120 delegasi dari 18-20 negara yang turut menyaksikan penganugerahan dalam edisi ke-14 dari Global Power Leader Conclave.

    Denny JA, seorang intelektual dan inovator di bidang sastra serta kebudayaan, tidak dapat hadir secara langsung dalam upacara ini.

    Namun, dua putranya, Rafi Denny dan Ramy Denny yang saat ini menempuh pendidikan S2 di London hadir untuk menerima penghargaan tersebut atas namanya.

    Dalam pidato tertulisnya yang dibacakan dalam acara ini, Denny JA menyampaikan rasa terima kasih dan refleksi mendalam mengenai peran inovasi dalam budaya dan literasi.

    “Sejarah mencatat bahwa sejak lahirnya tulisan di Mesopotamia, revolusi cetak oleh Gutenberg, hingga era artificial intelligence, inovasi selalu menjadi pilar peradaban. Saya merasa terhormat menerima penghargaan ini dan bersyukur bisa berkontribusi dalam perjalanan budaya dan literasi Indonesia,” ujarnya, Sabtu (1/3/2025).

    Denny JA dikenal luas sebagai pelopor Puisi Esai, sebuah genre sastra yang memadukan estetika puisi dengan kedalaman esai, membahas isu-isu sosial, hak asasi manusia, dan ketidakadilan.

    Dalam pidatonya, ia menyoroti perjalanan Puisi Esai yang kini telah berkembang melintasi batas Indonesia dan menjadi bagian dari gerakan sastra di kawasan ASEAN. Hingga kini, gerakan Puisi Esai telah Menyelenggarakan Festival Puisi Esai selama empat tahun berturut-turut; Menerbitkan lebih dari 200 buku; Mendapatkan dukungan dana abadi untuk memastikan kesinambungannya di masa depan

    “Puisi Esai bukan sekadar karya sastra. Ia adalah cermin reflektif yang mengajak pembaca untuk merenung dan merasakan denyut kehidupan yang sering terabaikan. Saya percaya bahwa inovasi dalam budaya dan literasi adalah titik balik peradaban. Tatkala budaya dan literasi berinovasi, peradaban menemukan sayapnya untuk terbang lebih tinggi,” tuturnya.

    (shf)

  • Resep Menjadi Negara Adikuasa Regional dan Macan Asia yang Disegani

    Resep Menjadi Negara Adikuasa Regional dan Macan Asia yang Disegani

    Resep Menjadi Negara Adikuasa Regional dan Macan Asia yang Disegani
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    KEINGINAN
    Presiden
    Prabowo Subianto
    untuk menjadikan
    Indonesia
    sebagai negara kuat di banyak bidang agar disegani negara-negara lain cukup bisa dipahami.
    Toh nyatanya Indonesia secara umum dan simbolik memang besar, setidaknya untuk ukuran regional.
    Dari sisi demografis, sisi ekonomi, dan sisi karakteristik negara kepulauan yang melekat (archipelago), mengindikasikan bahwa Indonesia sebenarnya dan semestinya telah lama menjadi “regional great power”, setidaknya untuk level Asia Tenggara.
    Sehingga cukup bisa dimaklumi mengapa Prabowo sangat berambisi untuk menyesuaikan potensi besar tersebut dengan kenyataan di lapangan di dalam waktu yang diasumsikan relatif singkat, maksimum dua periode pemerintahan beliau.
    Memang selama ini, secara simbolik Indonesia ditahbiskan oleh publik global sebagai “negara senior” di kawasan Asia tenggara, khususnya di dalam Organisasi seperti
    ASEAN

    Namun secara faktual, nyatanya “gelar simbolik” tersebut belum didukung oleh fakta yang ada, karena itulah ditahbiskan hanya secara simbolik.
    Dari sisi militer, boleh jadi jumlah dan kekuatan pertahanan Indonesia terbilang besar. Namun dari sisi kecanggihan teknologi pertahanan, misalnya, dibanding Singapura, tentu Indonesia harus rela berada di bawahnya.
    Dari sisi demografis pun demikian, jumlah penduduk Indonesia terbesar di Asia Tenggara. Namun lagi-lagi dari sisi kualitas SDM, Indonesia masih jauh di bawah Malaysia atau Vietnam, bahkan Filipina, alih-alih Singapura.
    Pun secara geopolitis, di level Asia Tenggara saja, Indonesia bukanlah negara dan kekuatan yang benar-benar bisa dikategorikan “leader”.
    Tidak ada negara anggota ASEAN yang benar-benar bergantung kepada Indonesia secara geopolitis di satu sisi dan tak ada negara di ASEAN yang benar-benar berada di bawah “sphere of influence” Indonesia di sisi lain.
    Sebut saja, misalnya, ketika kudeta terjadi di Myanmar beberapa tahun lalu. Terbukti Indonesia sebagai “pemimpin simbolik” ASEAN tidak bisa berbuat apa-apa untuk memengaruhinya.
    Bahkan, China yang dianggap berada di belakang kudeta tersebut tak berkomunikasi sedikitpun dengan Indonesia.
    Mengapa bisa demikian? Karena memang Myanmar, sekalipun secara kategoris dari berbagai sisi terbilang berada di bawah Indonesia, tidak berada di dalam “ruang lingkup pengaruh” Indonesia di satu sisi dan karena Indonesia secara faktual memang dianggap bukan “Regional Great Power” di sisi lain.
    Apalagi dari sisi
    soft power
    , secara ekonomi, budaya, pendidikan,
    governance
    , dan SDM, misalnya, Indonesia boleh jadi masih setara atau bahkan berada di bawah Filipina.
    Di level ASEAN, secara agregate memang ekonomi Indonesia paling besar, sama dengan aspek demografi. Namun, secara ekonomi, finansial Singapura sangat jelas memiliki “soft power” ketimbang Indonesia.
    Singapura memiliki layanan finansial berkelas dunia, sistem perdagangan yang juga tak kalah mendunianya, pun sistem pendidikan berkualitas global, tata kelola pemerintahan yang diakui semua pihak, budaya disiplin plus budaya antikorupsi kelas wahid, dan SDM-SDM yang memiliki
    skill
    yang setara dengan di negara-negara maju.
    Semua itu membuat negeri Singa itu menjadi “role model” di banyak bidang, bukan saja untuk negara-negara Asia Tenggara, tapi juga dunia.
    Ambil contoh lain, misalnya, tentang pengaruh
    soft power
    negara lain terhadap generasi muda Indonesia.
    Secara faktual budaya K-Pop terbukti lebih berhasil menjadi kiblat gaya hidup anak muda di Indonesia hari ini, setelah generasi sebelumnya juga sangat dipengaruhi oleh budaya “Hollywood” dari Paman Sam dan “Bollywood” dari India, plus budaya “anime” dari Jepang.
    Hanya sinteron yang sangat dramatis-artifisial yang mampu memengaruhi “emak-emak” Indonesia, itupun dalam konotasi negatif.
    Bahkan dalam perkembangan mutakhirnya, dengan viralnya tagar “Kabur Saja Dulu”, semakin memperjelas fakta orientasi psikologis dan kultural generasi muda kita yang sudah jauh berada di luar sana, tidak lagi ada di sini di negerinya sendiri, Indonesia.
    Jadi kembali kepada ambisi Prabowo Subianto untuk menempatkan Indonesia di tengah-tengah radar internasional sebagai “regional great power”, ambisi tersebut tentu sangat bisa dipahami dan semestinya juga didukung semua pihak di Indonesia.
    Selama dilakukan dengan cara dan jalan yang bisa diterima oleh semua pihak, bukan dengan jalan melemahkan demokrasi atau dengan jalan menciptakan oligarki-oligarki baru yang berada di bawah lindungan pemimpin baru, sekaligus menikmati berbagai fasilitas serta kemudahan dari pemerintah, misalnya.
    Karena dengan cara dan strategi yang tidak tepat, Indonesia berpotensi stagnan alias tak bergerak ke atas dalam konteks dan hierarki status geopolitik internasional.
    Misalnya, semakin bersemi korupsi dan nepotisme di Indonesia, maka serta merta akan mendegradasi Indonesia secara geopolitik di tingkat global dan stempel sebagai kepala negara koruptor akan melekat di jidat para pimpinannya sekaligus.
    Oleh karena itu, ambisi regional Prabowo tersebut cukup sejalan dengan semangat antikorupsi yang memang sudah sejak dulu beliau suarakan.
    Namun, apakah sudah didukung oleh fakta yang ada setelah selama beberapa bulan beliau menjadi presiden?
    Nampaknya masih jauh “panggang dari api”. Semoga beberapa kasus korupsi yang mulai diproses belakangan bukanlah bagian dari perang politik, tapi murni proses penegakan “law enforcement”. Sehingga masih tersisa harapan baik untuk waktu mendatang.
    Selain masalah korupsi, masalah demokrasi juga semestinya bisa menjadi “nilai unggul” Indonesia di tataran regional.
    Indonesia adalah negara yang paling demokratis di Asia Tenggara, dengan tatanan dinasti politik (
    dynastic politics
    ) yang lebih rendah dibanding Filipina, yakni negara demokratis lainnya di Asia Tenggara.
    Untuk menjadi kiblat budaya politik demokratis di kawasan Asia Tenggara, sangat jelas sekali Indonesia berpotensi besar.
    Selama Prabowo mewujudkan ambisi antikorupsinya di satu sisi dan melestarikan demokrasi yang substansial di sisi lain, maka Indonesia akan menjadi negara yang memiliki
    soft power
    politik di tingkat Asia Tenggara.
    Penduduk dari negara-negara yang setengah hati menjalankan demokrasi di Asia Tenggara tentu akan menjadikan Indonesia sebagai patokan demokrasi yang ingin mereka dapatkan.
    Namun, jika Indonesia justru mengesampingkan “political comparative advantage” tersebut, risikonya Indonesia justru akan menjadi “follower” di Asia dan Asia Tenggara, karena menganggap bahwa
    political comparative advantage
    dari status negara paling demokratis di Asia Tenggara bukanlah sebagai “soft power” dan justru dikesampingkan.
    Yang terjadi kemudian adalah bahwa Indonesia akan ditertawakan di pentas internasional karena mencatumkan demokrasi di dalam konstitusinya, tapi yang dijalankan justru bentuk politik yang sama sekali tidak demokratis.
    Lalu secara geopolitik, langkah yang dituju oleh Prabowo untuk mencoba bersanding dengan para pemimpin dari negara “Regional Great Power” lainnya, seperti Vladimir Putin, Xi Jinping, Recep Tayyip Erdo?an, Narendra Modi, dan memasukkan Indonesia ke dalam BRICS, pun segera akan memasuki OECD, sejatinya baru setengah jalan.
    Karena setengah jalan lagi ada di kawasan di mana Indonesia berada, yakni Asia Tenggara.
    Rusia berusaha terus mempertahankan pengaruhnya di negara-negara bekas bagian Uni Soviet dulu, sebagai infrastruktur geopolitik Rusia menjadi
    Great Power
    .
    China pun sama, hampir semua negara saat ini sangat bergantung kepada China dalam satu dan lain hal, terutama Asia dan Afrika.
    India pun tak berbeda, negara-negara yang dianggap satu rumpun budaya dan religius dengan India masih sangat bergantung kepada India secara geopolitis, seperti Bangladesh dan Sri Langka, misalnya.
    Pun apa yang dilakukan Erdogan di Suriah baru-baru ini serta peran Turkiye di Libya juga adalah bagian dari upaya geopolitik Turkiye untuk menunjukkan ototnya (
    sphere of influence
    ) sebagai negara regional
    great power
    di kawasan Asia Minor, persis seperti apa yang dilakukan Iran di Suriah dan Lebanon, misalnya, karena Iran juga mencandra dirinya sebagai regional
    Great Power.
    Tak terkecuali dengan Arab Saudi yang terus menunjukkan pengaruhnya di Afghanistan dan Yaman, misalnya, sebagai simbol dari upaya Arab Saudi dalam mempertahankan statusnya sebagai salah satu
    the great power
    di wilayah Timur Tengah dalam rangka menyaingi Iran.
    Dengan kata lain, berusaha menyejajarkan diri dengan pemimpin-pemimpin negara regional
    great power
    lain adalah salah satu strategi penting, tapi menentukan kawasan yang menjadi domain di mana pengaruh sebuah “regional great power” direalisasikan adalah hal penting lainnya.
    Karena itu, sangat penting bagi pemerintahan yang baru di sini untuk merangkul negara-negara Asia Tenggara lainnya secara halus (secara geopolitik), menebar dan memperlihatkan otot yang ada (
    sphere of influence
    ), dan mendapatkan pengakuan dari mereka atas status Indonesia sebagai
    great power
    di Asia Tenggara, adalah langkah strategis lanjutan yang harus diambil oleh Presiden Prabowo Subianto.
    Namun, masalahnya tentu tak semudah membalik telapak tangan. Secara ekonomi, misalnya, perekonomian Indonesia harus benar-benar bisa tumbuh tinggi sekaligus progresif alias membesar secara signifikan, di mana perekonomian negara-negara Asia Tenggara lainnya menjadi sangat terpengaruh dengan apapun perkembangan yang terjadi di Indonesia.
    Celakanya, faktanya hari ini ekonomi Indonesia bergerak cukup positif, tapi negara-negara lain di Asia Tenggara tidak terlalu bergantung kepada Indonesia.
    Mitra dagang utama Indonesia secara regional bukanlah ASEAN, tapi negara lain, seperti China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
    Bandingkan dengan Amerika Serikat, misalnya, meskipun defisitnya sangat besar dengan China, tapi mitra dagang utamanya tetap Kanada dan Meksiko, sebagai dua negara besar yang dianggap berada di bawah “sphere of influence” negeri Paman Sam.
    Ketegasan Presiden Donald Trump kepada dua negara ini sejak terpilih kembali menjadi presiden adalah bagian dari pertunjukan taring Amerika Serikat sebagai negara
    Great Power.
    Lebih dari itu, secara geopolitik, Indonesia harus bisa bertindak bahwa Indonesia adalah protektor Asia Tenggara dalam segala urusan.
    Sehingga apapun yang ingin dilakukan oleh negara besar dan
    great power/super power
    lain di Asia Tenggara, seharusnya menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang akan diajak untuk berbicara.
    Sayangnya hal itu pun masih jauh dari harapan. Bung Karno mengampanyekan “ganyang Malaysia” pada awalnya adalah karena ketersinggungan beliau terhadap rencana Inggris yang ingin memerdekakan Malaysia (termasuk Singapura kala itu), tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan Indonesia yang di mata Bung Karno kala itu adalah “Regional Great Power” di Asia Tenggara.
    Hari ini, Presiden Prabowo Subianto yang kerap mereferensikan dirinya kepada kepemimpinan nasionalistik Sukarno tentu harus belajar banyak dari kegagalan-kegagalan di masa lalu bahwa untuk menjadi negara besar dan “great power regional” tidak bisa sekadar didukung oleh narasi-narasi perlawanan terhadap negara adikuasa, tapi juga harus membangun Indonesia dari dalam di satu sisi dan membangun “ruang pengaruh/sphere of influence” tersendiri di kawasan Asia tenggara di sisi lain, agar Indonesia benar-benar secara defacto dianggap sebagai
    great power
    di tingkat regional.
    Faktanya, karena Indonesia belum mampu bertindak sebagai “great power” di Asia Tenggara, maka hampir semua anggota ASEAN justru berada dalam pengaruh dua kekuatan besar dunia, yakni Amerika Serikat dan China.
    Apalagi, ketika Prabowo bertemu dengan Xi Jinping tempo hari dan memberikan pernyataan bahwa penyelesaian masalah Laut China Selatan di Laut Natuna antara Indonesia dengan China bisa diselesaikan dengan jalur bilateral, serta merta membuat negara-negara anggota ASEAN justru mencurigai Indonesia dan semakin pesimistis bahwa Indonesia layak dianggap sebagai
    Great Power
    kawasan Asia Tenggara.
    Pasalnya, apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo melenceng dari “soliditas keserumpunan ASEAN” yang selama ini telah dibangun di satu sisi dan melenceng dari komitmen awal ASEAN untuk penyelesaian masalah Laut China Selatan dengan China harus melalui jalur multilateral dan jalur ASEAN.
    Dengan kata lain, yang disampaikan Prabowo justru membuat Indonesia berpotensi dikucilkan di Asia Tenggara, alih-alih dianggap sebagai “senior” di Asia Tenggara.
    Jadi secara geopolitik di Asia Tenggara, Indonesia harus mulai bersuara lantang dan menggandeng negara-negara yang bisa mengambil keuntungan ekonomi dan politik dari Indonesia, dalam makna positif tentunya, di mana Indonesia melebarkan sayap-sayap ekonominya ke negara-negara seperti Timor Leste, Brunei Darussalam, Myanmar, Filipina, dan bahkan Malaysia, sebelum Indonesia bisa menggandeng Singapura dan Vietnam, misalnya, yang dalam banyak hal tercandra lebih progresif dari Indonesia.
    Bahkan catatan khusus harus diberikan untuk Timor Leste, misalnya. Sekalipun pernah lepas dari Indonesia, tapi karena langsung bersebelahan dengan Indonesia, Indonesia semestinya harus bisa merebut kembali Timor Leste dalam makna geopolitis.
    Jangan biarkan pihak lain “cawe-cawe” di negara kecil yang berbatasan langsung dengan Indonesia itu.
    Bahkan Indonesia harus mendorong BUMN dan para oligar-oligar dalam negeri untuk mencari peluang investasi dan berekspansi ke negara tetangga, termasuk Timor Leste, agar tidak hanya menjadi raja kandang yang terus-menerus disusui oleh ibu pertiwi.
    Hal ini sangat strategis dan urgen dilakukan, mengingat dari berbagai sisi, Indonesia bisa menjadi mitra strategis bagi negara-negara tersebut di satu sisi dan bisa memberikan “sesuatu”, baik secara ekonomi maupun geopolitik dan pertahanan, di sisi lain.
    Gunanya tentu untuk menapaki jalan dalam mendapatkan pengakuan dari negara-negara tetangga terdekat sebagai negara regional
    great power.
    Pun langkah tersebut bisa dijadikan bagian dari bidak catur geopolitik Indonesia untuk mengunci pengakuan dari negara-negara terdekat atas kedaulatan teritorial Indonesia, terutama di daerah-daerah yang sedang berkonflik dengan pemerintahan pusat, seperti Papua.
    Tujuan teknisnya tentu seperti yang dilakukan China di lembaga-lembaga internasional di mana mayoritas negara di dunia tak lagi mempersoalkan kebijakan-kebijakan China di Xinjiang dan Tibet, misalnya, karena mayoritas negara di dunia kini sudah semakin bergantung kepada China, terutama dari sisi ekonomi, teknologi, dan militer.
    Dan tentu saja langkah-langkah strategis yang “outward looking” ini harus dijalankan bersamaan dengan pembenahan dan penguatan kapasitas internal Indonesia dari segala sisi secara “superserius” dan “superfokus”, terutama dari sisi ekonomi, pertahanan, SDM, dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Semoga!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tantangan Digitalisasi dan Kesenjangan di Indonesia

    Tantangan Digitalisasi dan Kesenjangan di Indonesia

    Jakarta: Revolusi Industri 5.0 menghadirkan era baru yang menggabungkan otomatisasi dengan nilai-nilai kemanusiaan. 
     
    Namun, Indonesia menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kesenjangan digital hingga kurangnya kesiapan tenaga kerja dalam menghadapi perubahan ini.
     
    Dalam The 22nd Economix International Seminar yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) pada 11 Februari 2025, para pakar dari World Bank Group, International Telecommunication Union (ITU), serta pemangku kepentingan membahas dampak digitalisasi terhadap ekonomi global tersebut.
    Kesenjangan digital jadi hambatan besar 
    Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan akses dan literasi digital. Senior Digital Development Analyst dari World Bank Group, Jonathan Marskell menyatakan, peran digitalisasi bukan hanya bagian dari pembangunan infrastruktur. Data World Bank menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan akses dan sosial yang menghambat perkembangan digital Indonesia, seperti e-KTP.

    “Bertujuan untuk mengatasi keterbatasan kepercayaan dalam transaksi daring, verifikasi identitas saat ini yang tidak efisien dan mahal, serta risiko keamanan dalam verifikasi identitas saat ini,” ujar Marskell dalam keterangan tertulis, Jumat, 28 Februari 2025.
     
    Selain itu, UMKM juga kesulitan beradaptasi dengan perdagangan digital. Senior Officer Ekonomi Digital di Sekretariat ASEAN, Hazremi Hamid mengungkapkan dalam perdagangan digital, infrastruktur dan konektivitas sudah cukup kuat namun keamanan siber yang belum merata menghambat pertumbuhan ekonomi digital di kawasan ini.
     

    Krisis talenta digital
    Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kementerian Ketenagakerjaan, Fahrurozi, mengungkapkan bahwa Indonesia kekurangan talenta digital. 
     
    Saat ini, hanya 19 persen pekerja memiliki keterampilan digital dasar, sementara tenaga kerja dengan keterampilan digital tingkat lanjut hanya 6 persen.
     
    “Indonesia menghadapi kekurangan 3 juta talenta digital pada 2030, yang berdampak pada daya saing global. Untuk mengatasi hal ini, ia menekankan pentingnya keseimbangan keterampilan teknis, kognitif, dan interpersonal,” jelas Fahrurozi.
     
    Sementara itu, Direktur Negara untuk Kegiatan ILO di Indonesia dan Timor-Leste, Simrin Singh menambahkan, bahwa otomatisasi dapat menggantikan jutaan pekerjaan. Namun, dengan strategi yang tepat, teknologi justru bisa menciptakan peluang baru.
    Bagaimana Indonesia menyikapi tantangan ini?
    Dalam diskusi panel yang dipandu oleh Direktur Lembaga Demografi UI, I Dewa Gede Karma Wisana berbagai pakar membahas strategi menghadapi tantangan digitalisasi. Ilham Akbar Habibie, Presiden International Indonesia Chamber of Commerce, menekankan perlunya kebijakan pemerintah yang responsif.
     
    Niall Saville, Senior Advisor di Tony Blair Institute, menyoroti pentingnya regulasi perlindungan data dan perdagangan digital.
     
    “Negara dengan regulasi digital yang kuat lebih siap menghadapi perubahan. Indonesia harus proaktif dalam keamanan digital dan inovasi,” ujar Saville.
     

    Seminar The 22nd Economix FEB UI: Mencari Solusi untuk Revolusi Industri 5.0 diadakan di Balai Purnomo Prawiro, FISIP UI, dan dihadiri oleh tokoh nasional serta internasional. Acara terbagi dalam dua sesi utama yang membahas tantangan dan peluang dalam transformasi digital.
     
    Selain seminar, acara ini juga menghadirkan kompetisi internasional dan Model United Nations (MUN) yang melibatkan mahasiswa serta akademisi dari berbagai negara. Forum ini diharapkan menghasilkan solusi konkret untuk menjawab tantangan Revolusi Industri 5.0.
     
    Diskusi ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademisi untuk memastikan digitalisasi yang inklusif. Hasil seminar ini diharapkan bisa diterapkan dalam kebijakan nyata guna menciptakan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan kompetitif di era digital.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Langkah Kecil UMKM Lintang Kejora Bisa Mendunia Lewat Kain Perca, Olah Limbah Jadi Anugerah – Halaman all

    Langkah Kecil UMKM Lintang Kejora Bisa Mendunia Lewat Kain Perca, Olah Limbah Jadi Anugerah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF), Indonesia menempati peringkat ketiga di ASEAN dalam Indeks Transisi Energi tahun 2024 dengan memperoleh total indeks sebesar 56,7. 

    Target Pemerintah dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) minimal 31 persen pada 2050 dan mencapai nol emisi karbon tahun 2060. 

    Upaya ini menjadi pemacu semangat masyarakat, lembaga, dan instansi untuk berkolaborasi dalam menerapkan program ramah lingkungan dan gaya hidup rendah emisi.

    Semangat ini juga tercermin dalam keseharian Rina Sulistyaningsih (49), pendiri UMKM Lintang Kejora di Solo. 

    Usahanya yang berbasis kain jumputan dan pemanfaatan kain perca tidak hanya mendukung produk lokal tetapi juga berkontribusi dalam pengurangan limbah tekstil. 

    Kain jumputan diproduksi dengan pewarna alami yang ramah lingkungan, sementara limbah kain diolah menjadi aneka produk kreatif seperti tas, dompet, dan perlengkapan rumah tangga.

    Lintang Kejora lahir di sebuah gang kecil di Kampung Baru, Solo. Dari teras rumahnya yang sederhana, aroma khas kain yang baru dicelup memenuhi udara. 

    Berbagai produk tertata rapi, siap dikirim ke pelanggan. Beberapa ibu terlihat sibuk mengemas barang-barang pesanan. Sementara itu, di sudut lain, Rina dengan teliti menyelesaikan jahitan tas di depan mesin jahitnya.

    Perjalanan bisnis Rina dimulai pada 2015, ketika ia sekadar iseng membuat dompet kecil dari kain perca untuk digunakan sendiri. 

    Keunikan motif jumputan menarik perhatian teman-temannya hingga akhirnya ia menerima pesanan. Dari satu pesanan ke pesanan lain, Rina pun memutuskan untuk serius menekuni bisnis ini. 

    “Awalnya hanya iseng, saya bahkan tidak pernah berpikir bisa sebesar ini. Tapi ketika melihat banyak yang suka, saya sadar, kain jumputan ini punya potensi luar biasa,” ujarnya ditemui, pada Sabtu (22/2/2025).

    Owner Lintang Kejora, Rina Sulistyaningsih menunjukkan produk kerajinan (TribunSolo.com/Chrysnha)

    Tantangan terbesar datang pada 2020 saat pandemi Covid-19 melanda. Pembatasan sosial membuat aktivitas offline terhenti, termasuk pameran dan pasar UMKM yang selama ini menjadi sumber pemasukan utama. 

    Namun, alih-alih menyerah, Rina memilih beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi digital untuk pemasaran. Dengan bimbingan dari Bank Mandiri, ia belajar menggunakan Instagram, marketplace, dan strategi digital marketing. 

    “Awalnya saya takut karena benar-benar tidak paham teknologi. Tapi pandemi memaksa saya untuk belajar,” katanya.

    Peran perbankan dalam mendukung UMKM seperti Lintang Kejora sangatlah signifikan. Bank Mandiri, misalnya, telah memberikan pelatihan digitalisasi, manajemen keuangan, hingga cara membuat katalog produk yang menarik bagi lebih dari 15.000 UMKM binaannya, termasuk 350 UMKM di Solo. 

    Program ini membantu pelaku usaha bertransformasi secara digital, mengurangi penggunaan sumber daya fisik, dan meningkatkan efisiensi operasional.

    Bank Mandiri juga menyediakan berbagai fasilitas keuangan, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan program kemitraan. 

    Selain itu, melalui aplikasi Livin’ Merchant by Mandiri, UMKM dapat mengakses layanan perbankan dengan lebih mudah, melakukan transaksi nontunai, dan mempercepat perputaran modal kerja. 

    Rina pun merasakan manfaat besar dari aplikasi ini. 

    “Dengan Livin’ Merchant, transaksi lebih cepat dan efisien. Saya jadi lebih fokus ke produksi tanpa harus repot dengan urusan pembayaran,” ujarnya.

    Dengan teknologi perbankan digital, Rina kini mengandalkan aplikasi Livin’ Mandiri untuk transaksi bisnisnya. 

    “Livin’ Mandiri sangat membantu, terutama saat ikut pameran. Semua transaksi bisa selesai hanya dengan satu aplikasi,” katanya.

    Ekonom dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Mulyanto, memberikan pandangan mengenai perkembangan digitalisasi UMKM di Kota Solo dewasa ini.

    Menurutnya, di era modernisasi, pelaku ekonomi termasuk pelaku UMKM mencari cara menyuguhkan dagangan murah, berkualitas dan produksi terjangkau.

    UMKM, lanjutnya, tertarik dengan tanpa adanya beban tambahan dan memperkecil biaya pengeluaran dengan menambah keuntungan.

    “Kemudian peminat UMKM akan lebih banyak mencari produk dengan harga murah, nah produk tersebut akan banyak yang laku. Untuk bisa menjual produk murah, UMKM produsen perlu menekan biaya yang bisa ditekan. Termasuk transaksi menggunakan kartu kredit, debit, hingga QRIS,” jelasnya.

    Bagi Mulyanto, perkembangan UMKM dewasa ini bisa dikatakan bagus berdampingan dengan merchant perbankan.

    Catatan darinya, pelaku UMKM perlu mencari kesempatan untuk menekan biaya pengeluaran demi angka harga jual yang murah dan diminati pembeli.

    “Harapannya dari situ nanti akan mendapat keuntungan yang lebih besar,” ujar dia. 

    Peran Bank Mandiri

    Rayakan perjalanan 26 tahun, Bank Mandiri level up dengan menghadirkan wajah baru aplikasi Livin’ by Mandiri yang lebih personal dan memanjakan nasabah. (Dok. Bank Mandiri)

    Menurut Direktur Jaringan dan Retail Banking Bank Mandiri, Aquarius Rudianto, digitalisasi memiliki peluang besar bagi pelaku UMKM dalam memperluas pasar. 

    Bank Indonesia bahkan memproyeksikan transaksi digital akan bertumbuh sekitar 7,2 persen pada 2024. 

    “Dengan adanya permintaan pasar, Bank Mandiri melihat kesempatan untuk berinovasi dengan melakukan digitalisasi terhadap sektor UMKM,” ujarnya dalam keterangan tertulis Bank Mandiri.

    Adapun berbagai program dilangsungkan dalam mendukung ekonomi ramah lingkungan dengan UMKM di antaranya.

    Salah satu programnya adalah Bank Mandiri memberikan pelatihan dan pendampingan kepada UMKM tentang edukasi terkait pengelolaan limbah dan cara mengurangi dampak lingkungan dalam kegiatan produksi.

    Bank Mandiri mendorong UMKM untuk bertransformasi secara digital. 

    Digitalisasi ini memungkinkan UMKM untuk mengurangi penggunaan sumber daya fisik (seperti kertas), memperbaiki efisiensi operasional serta mempermudah akses kepada pasar global yang lebih sadar akan isu berkelanjutan.

    Bank Mandiri memiliki program Urban Living yang merupakan sebuah gerakan yang mengajak masyarakat perkotaan untuk hidup lebih baik, lebih ramah lingkungan dan lebih peduli terhadap sesama dengan sasaran di kawasan Sub Urban agar menjadi masyarakat yang lebih sejahtera melalui pilar lingkungan, pilar pendidikan dan pilar ekonomi.

    Sementara untuk mendukung ekonomi rendah karbon, Bank Mandiri memanfaatkan digitalisasi, membantu UMKM untuk menjalankan usahanya secara lebih efisien.

    Digitalisasi dapat mengurangi penggunaan sumber daya fisik seperti kertas dan meningkatkan efisiensi operasional.

    Beberapa bentuk digitalisasi yang didorong oleh Bank Mandiri antara lain: Platform digital untuk transaksi dan manajemen keuangan. UMKM dapat mengelola keuangan mereka secara lebih efisien melalui aplikasi perbankan digital, yang mengurangi kebutuhan dan dokumen fisik serta transportasi.

    Lalu ada E-commerce, mendorong UMKM untuk memanfaatkan platform e-commerce guna mengakses pasar lebih luas tanpa harus meningkatkan jejak karbon dari logistic tradisional

    Kisah Lintang Kejora membuktikan bahwa ketekunan dan inovasi dapat mengubah sesuatu yang sederhana menjadi luar biasa. 

    Dari rumah kecil di Solo, Rina Sulistyaningsih membawa kain jumputan khas Indonesia ke panggung dunia, menginspirasi banyak pelaku UMKM lainnya bahwa produk lokal memiliki potensi besar untuk bersaing di pasar global dalam menghadapi tantangan, adaptasi dan inovasi menjadi kunci keberhasilan.

    (***)