Organisasi: ASEAN

  • PMI Manufaktur Kontraksi, Alarm Industri Sedang Tidak Baik dan Perlu Regulasi yang Berpihak – Halaman all

    PMI Manufaktur Kontraksi, Alarm Industri Sedang Tidak Baik dan Perlu Regulasi yang Berpihak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kondisi ekonomi global yang memanas akibat perang dagang Amerika Serikat dan China membuat performa manufaktur dalam negeri ikut terimbas.

    Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2025 yang berada di level kontraksi dengan 46,7 poin, menurut laporan S&P Global.

    Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, survei PMI manufaktur merupakan survei persepsi terhadap pelaku industri yang menunjukkan tingkat keyakinan, seperti optimis atau pesimis, pelaku industri manufaktur menjalankan usahanya saat ini.

    “Artinya dari hasil survei tersebut, ada tekanan psikologis pada persepsi pelaku usaha menghadapi perang tarif global dan banjir produk impor pada pasar domestik,” ucap Febri dalam keterangan resmi, Jumat (2/5/2025).

    Guna meningkatkan optimisme industri, pelaku usaha membutuhkan regulasi yang jelas sehingga bisa mendorong produktivitas manufaktur.

    Selain itu, saat ini pelaku industri manufaktur di Indonesia masih menunggu kepastian dari hasil negosiasi perwakilan Pemerintah Indonesia yang telah menemui pihak pemerintah Amerika Serikat.

    “Dengan adanya kepastian hukum melalui kebijakan dari pemerintah, pelaku industri akan dapat percaya diri untuk menjalankan usahanya sehingga tidak dalam kondisi wait and see seperti saat ini,” terang Febri.

    Ia menilai, pelaku industri dalam negeri bukan hanya saja khawatir karena adanya pemberlakuan tarif resiprokal oleh Presiden Trump, tetapi mereka lebih khawatir terhadap serangan produk-produk dari sejumlah negara yang terdampak tarif Trump tersebut.

    “Karena bisa jadi Indonesia sebagai pasar alternatif, sehingga kita akan mendapat limpahan atau muntahan barang-barang impor itu,” ujar Jubir Kemenperin.

    Febri menyatakan, sudah banyak pelaku industri atau asosiasi telah melaporkan berbagai keluhannya ke Kementerian Perindustrian atas kondisi ketidakpastian saat ini.

    “Mereka menunggu kebijakan-kebijakan strategis dari pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada industri dalam negeri untuk bisa berdaya saing di pasar domestik atau menjadi tuan rumah di negara sendiri,” ungkapnya.

    Sebab, dari sisi struktur produksi, sekitar 20 persen produk industri nasional dialokasikan untuk pasar ekspor, sementara 80 persen lainnya diserap oleh pasar domestik yang mencakup belanja pemerintah, swasta, dan rumah tangga. Ini menunjukkan bahwa pentingnya pasar domestik harus dilindungi untuk kepentingan industri dalam negeri, yang sekaligus sebagai wujud nyata bentuk sikap nasionalisme.

    “Kami memiliki komitmen kuat dan kosisten untuk ikut menciptakan suasana optimisme bagi pelaku usaha di Indonesia, namun perlunya dukungan penuh dari stakeholders terkait terutama dari K/L lain penentu kebijakan yang menentukan nasib industri, untuk dapat segera menerbitkan kebijakan- kebijakan yang pro-investasi dan juga pro terhadap perlindungan industri dalam negeri. Jangan sampai permintaan pasar domestik yang sudah turun saat ini malah diisi oleh barang-barang impor,” ujarnya.

    Febri menambahkan, penurunan PMI manufaktur Indonesia paling dalam dibandingkan negara-negara peers. Di ASEAN misalnya, PMI manufaktur Filipina masih berada di fase ekspansif, karena kebijakan tarif Trump tidak terlalu memberatkan bagi mereka dibandingkan negara-negara lain. Selain itu, kebijakan perlindungan pasar dalam negeri di Filipina cukup afirmatif.

    Berdasarkan laporan S&P Global, PMI manufaktur yang mengalami kontraksi pada April 2025, antara lain Thailand (49,5), Malaysia (48,6), Jepang (48,5), Jerman (48,0), Taiwan (47,8), Korea Selatan (47,5), Myanmar (45,4), dan Inggris (44,0). Meskipun PMI manufaktur China berada di fase ekspansi (50,4), tetapi mengalami perlambatan dibanding bulan sebelumnya.

    Usamah Bhatti selaku Ekonom S&P Global Market Intelligence mengatakan, sektor industri manufaktur di Indonesia mencatatkan kondisi kesehatan yang kurang baik memasuki triwulan kedua tahun 2025. “Ini kontraksi pertama dalam lima bulan di tengah penurunan tajam pada penjualan dan output. Selain itu, penurunan tajam sejak Agustus 2021,” ungkapnya.

    Menanggapi keadaan tersebut, S&P Global melaporkan, sejumlah perusahaan mengurangi pembelian dan tenaga kerja serta mengurangi jumlah stok input dan barang jadi. “Perkiraan jangka pendek masih suram karena perusahaan mengalihkan kapasitas untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan akibat tidak ada penjualan, tampaknya kondisi ini akan berlanjut beberapa bulan mendatang,” imbuhnya.

  • Di Tengah Isu Geopolitik dan Perang Dagang, INSA Beberkan Tantangan Industri Pelayaran Nasional – Halaman all

    Di Tengah Isu Geopolitik dan Perang Dagang, INSA Beberkan Tantangan Industri Pelayaran Nasional – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di tengah gejolak dan ketidakpastian global, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) menekankan pentingnya asas cabotage demi menjaga kedaulatan negara dan meningkatkan daya saing pelayaran nasional.

    Hal ini disampaikan Ketua Umum DPP INSA, Carmelita Hartoto saat menjadi narasumber di acara Media Gathering Road to The 1st Indonesia Maritime Week (IMW), di Kaum Restaurant, Jakarta, Rabu (30/4/2025).

    Indonesia Maritime Week (IMW) 2025 merupakan konfrensi maritim terbesar dan paling bergengsi di Indonesia, yang menyediakan platform strategis menujukkan dan memajukan industri maritim nasional di panggung global.

    Konferensi ini merupakan inisiatif Kementerian Perhubungan yang mengikutsertakan PT Pertamina International Shipping (PIS), PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dan INSA dalam penyelenggaraannya.

    IMW 2025 yang digelar di Jakarta pada 26-28 Mei mendatang akan mempertemukan para pemimpin industri maritim terkemuka, tokoh bisnis berpengaruh, para pemilik barang, pembuat kebijakan, dan inovator level regional dan global.

    “Melalui IMW kita ingin menempatkan Indonesia sebagai salah satu pemain strategis dalam kancah maritim global yang berdaya saing, sekaligus menjawab tantangan di sektor pelayaran nasional,” kata Carmelita.

    Carmelita menuturkan, pelayaran nasional saat ini telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri karena telah mampu melayani seluruh angkutan di seluruh pulau Indonesia. Iklim usaha di industri pelayaran nasional juga relatif tetap kondusif, meski terjadi gejolak geopolitik global.

    Hanya saja, kata Carmelita, pelaku usaha pelayaran nasional perlu bersikap antisipatif jika gejolak ekonomi global berlangsung dalam waktu yang lama dan berisiko menyebabkan situasi krisis ekonomi, seperti pada masa Covid-19.

    Untuk saat ini, gejolak situasi global yang seperti penerapan kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat, serta fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika telah memberikan tantangan bagi pelayaran nasional. 
    Menurut Carmelita, fluktuasi nilai tukar Rupiah berpotensi akan menambah beban biaya perawatan kapal karena komponen kapal lebih banyak impor, selain itu beban utang usaha pelaku dalam mata uang asing juga akan lebih besar.

    Sebagaimana diketahui nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika telah menyentuh di rentang Rp16,700-Rp16,800. Untuk itu, pelaku usaha pelayaran nasional akan terus mencermati fluktuasi nilai tukar tersebut.
     
    “Tapi di tengah tantangan yang ada, patut disyukuri iklim usaha pelayaran nasional di domestik masih kondusif sejauh ini. Kondisi ini tentu perlu terus dijaga, salah satunya dengan tetap konsisten mempertahankan asas cabotage yang mana ini berarti juga menjaga kedaulatan negara.”

    Carmelita menegaskan tentang penting asas cabotage. Dia meminta seluruh lembaga dan kementerian Indonesia agar terus menjaga dan memperkuat asas cabotage sebagai bagian dari upaya menjaga kedaulatan negara. Menyadari pentingnya asas cabotage, sambung Carmelita, beberapa negara maju seperti Amerika dan Jepang juga konsisten menerapkan asas cabotage untuk menjaga kedaulatan mereka.

    Carmelita yang juga Ketua Federation of ASEAN Shipowners’ Association (FASA) dan Asian Shipowners’ Association (ASA) menuturkan, selain mencermati situasi saat ini, pelaku usaha juga terus berupaya mendorong daya saing pelayaran nasional. Peningkatan daya saing dibutuhkan agar pelayaran merah putih mampu berkompetisi di kancah regional dan global, demi mengikis dominasi kapal asing pada angkutan ekspor impor Indonesia.

    Carmelita mengungkapkan, sudah ada beberapa perusahaan pelayaran merah putih yang telah berlayar di laut internasional namun jumlahnya masih terlalu sedikit, karena kebanyakan pelayaran nasional masih berlayar di domestik karena belum memiliki market cargo internasional.

    Peningkatan daya saing pelayaran nasional, kata Carmelita, juga tidak bisa dilakukan INSA sendiri, tapi membutuhkan peran serta seluruh pihak. Misalnya, dukungan pendanaan dari perbankan dan lembaga pendanaan untuk memberikan bunga yang kompetitif dan tenur pinjaman yang panjang untuk pengadaan kapal.

    Selain itu, dibutuhkan dukungan penerapan perpajakan pada sektor pelayaran yang lebih bersahabat dan penguatan SDM pelayaran yang kompeten. Terkait dengan kru, Carmelita mendorong seluruh kru- kru kapal berkewargneraan Indonesia meningkatkan kompetensi diri yang bisa menyaingi kru asal Filipina dan India, mengingat kru-kru Indonesia saat ini tengah dilirik oleh pasar kerja pelayaran global.

    “Sejumlah tantangan untuk peningkatan daya saing pelayaran nasional merupakan suatu hal yang butuh dukungan seluruh pihak, maka kita perlu duduk bersama, baik industri, regulator, lembaga pendidikan pelaut dan lainnya untuk menjawabnya di acara IMW 2025 nanti.”

  • Stabilitas ASEAN tak terganggu dengan dinamika geopolitik global

    Stabilitas ASEAN tak terganggu dengan dinamika geopolitik global

    Dokumentasi – Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono. (ANTARA/HO-MPR)

    MPR: Stabilitas ASEAN tak terganggu dengan dinamika geopolitik global
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Jumat, 02 Mei 2025 – 12:31 WIB

    Elshinta.com – Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono menekankan bahwa stabilitas ASEAN tidak terganggu dengan dinamika geopolitik global yang terjadi saat ini dengan menjunjung nilai-nilai dasar netralitas dan persatuan.

    “Komitmen ASEAN terhadap multilateralisme dan penyelesaian konflik secara damai telah berkontribusi pada stabilitas di Asia Tenggara. Dengan tetap netral dan bersatu, kami memastikan bahwa geopolitik global tidak mengganggu stabilitas Asia Tenggara,”  kata Ibas, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Hal tersebut disampaikannya ketika menjadi Guest Lecture dengan Topik “Navigating a Changing World: ASEAN’s Path to Stability and Prosperity” di Auditorium Faculty of Business & Economics Universiti Malaya, beberapa waktu lalu. Menurut dia, kondisi geopolitik saat ini mengalami perubahan besar dan mempengaruhi semua masyarakat dunia. Misalnya, konflik Rusia-Ukraina yang mempengaruhi kenaikan harga minyak dan pangan.

    Selain itu, dia menyoroti soal ketegangan Amerika Serikat dan China sebagai elemen dunia multipolar yang memaksa banyak negara berkembang berada dalam tekanan untuk memilih pihak atau blok tertentu.

    “Sekarang dengan beberapa negara adikuasa, bukan hanya satu atau dua. Karena persaingan ini, negara seperti Malaysia, Indonesia, terkadang merasa tertekan untuk memilih satu pihak,” ucapnya.

    Namun, dia menekankan dengan prinsip netralitas dan persatuan yang menjadi nilai dasar maka ASEAN secara konsisten menolak tekanan untuk berpihak dalam konflik adikuasa.

    “Jawaban ASEAN pada dasarnya adalah tidak. Tidak, terima kasih. Kami tidak ingin memihak di antara negara-negara besar. Keamanan kami berasal dari persatuan dan netralitas. Kami mengingat nilai-nilai dasar ASEAN, yaitu netralitas, persatuan, dan saling menghormati,” tuturnya.

    Dia menyebut ketika negara-negara adikuasa dunia bersaing maka tujuan ASEAN adalah untuk tetap stabil dan damai, serta menjaga keamanan kesejahteraan kawasan.

    “Kami ingin berteman dengan semua orang dan tidak bermusuhan dengan siapa pun. Di Indonesia, kami sering mengatakan sejuta teman dan nol musuh, ‘a million friends and zero enemies’. Artinya, kami lebih memilih dialog dan kerja sama daripada konflik,” katanya.

    Dia pun menekankan bahwa ASEAN berkomitmen untuk tetap netral dan menjalin hubungan baik dengan semua negara.

    “ASEAN paling kuat jika berdiri bersama. Persatuan adalah jalan kita menuju keamanan, kemajuan dan kesejahteraan. Kami ingin ASEAN menjadi platform untuk kerja sama, bukan arena persaingan negara-negara besar,” paparnya.

    Sebab, menurut dia, kekuatan ASEAN terletak pada kemampuannya untuk bersatu dan bertindak sebagai jembatan antarkekuatan global yang mendorong dialog serta kerja sama demi menjaga stabilitas dan kemakmuran bersama.

    “Ketika negara-negara ASEAN berbicara dengan satu suara, kita bisa menjadi pemain di meja, bukan hanya pion dalam permainan orang lain,” kata dia.

    Sumber : Antara

  • MPR: Stabilitas ASEAN tak terganggu dengan dinamika geopolitik global

    MPR: Stabilitas ASEAN tak terganggu dengan dinamika geopolitik global

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono menekankan bahwa stabilitas ASEAN tidak terganggu dengan dinamika geopolitik global yang terjadi saat ini dengan menjunjung nilai-nilai dasar netralitas dan persatuan.

    “Komitmen ASEAN terhadap multilateralisme dan penyelesaian konflik secara damai telah berkontribusi pada stabilitas di Asia Tenggara. Dengan tetap netral dan bersatu, kami memastikan bahwa geopolitik global tidak mengganggu stabilitas Asia Tenggara,” kata Ibas, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Hal tersebut disampaikannya ketika menjadi Guest Lecture dengan Topik “Navigating a Changing World: ASEAN’s Path to Stability and Prosperity” di Auditorium Faculty of Business & Economics Universiti Malaya, beberapa waktu lalu.

    Menurut dia, kondisi geopolitik saat ini mengalami perubahan besar dan mempengaruhi semua masyarakat dunia. Misalnya, konflik Rusia-Ukraina yang mempengaruhi kenaikan harga minyak dan pangan.

    Selain itu, dia menyoroti soal ketegangan Amerika Serikat dan China sebagai elemen dunia multipolar yang memaksa banyak negara berkembang berada dalam tekanan untuk memilih pihak atau blok tertentu.

    “Sekarang dengan beberapa negara adikuasa, bukan hanya satu atau dua. Karena persaingan ini, negara seperti Malaysia, Indonesia, terkadang merasa tertekan untuk memilih satu pihak,” ucapnya.

    Namun, dia menekankan dengan prinsip netralitas dan persatuan yang menjadi nilai dasar maka ASEAN secara konsisten menolak tekanan untuk berpihak dalam konflik adikuasa.

    “Jawaban ASEAN pada dasarnya adalah tidak. Tidak, terima kasih. Kami tidak ingin memihak di antara negara-negara besar. Keamanan kami berasal dari persatuan dan netralitas. Kami mengingat nilai-nilai dasar ASEAN, yaitu netralitas, persatuan, dan saling menghormati,” tuturnya.

    Dia menyebut ketika negara-negara adikuasa dunia bersaing maka tujuan ASEAN adalah untuk tetap stabil dan damai, serta menjaga keamanan kesejahteraan kawasan.

    “Kami ingin berteman dengan semua orang dan tidak bermusuhan dengan siapa pun. Di Indonesia, kami sering mengatakan sejuta teman dan nol musuh, ‘a million friends and zero enemies’. Artinya, kami lebih memilih dialog dan kerja sama daripada konflik,” katanya.

    Dia pun menekankan bahwa ASEAN berkomitmen untuk tetap netral dan menjalin hubungan baik dengan semua negara.

    “ASEAN paling kuat jika berdiri bersama. Persatuan adalah jalan kita menuju keamanan, kemajuan dan kesejahteraan. Kami ingin ASEAN menjadi platform untuk kerja sama, bukan arena persaingan negara-negara besar,” paparnya.

    Sebab, menurut dia, kekuatan ASEAN terletak pada kemampuannya untuk bersatu dan bertindak sebagai jembatan antarkekuatan global yang mendorong dialog serta kerja sama demi menjaga stabilitas dan kemakmuran bersama.

    “Ketika negara-negara ASEAN berbicara dengan satu suara, kita bisa menjadi pemain di meja, bukan hanya pion dalam permainan orang lain,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

  • ‘Serangan Pesona’ China Akan Ubah Peta Asia Tenggara? Gimana Posisi RI?

    ‘Serangan Pesona’ China Akan Ubah Peta Asia Tenggara? Gimana Posisi RI?

    Jakarta

    Saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pertama kali menerapkan tarif impor terhadap China pada 2017, negara-negara Asia Tenggara diuntungkan. Saat itu, banyak perusahaan manufaktur berpindah ke Vietnam, Kamboja, dan negara-negara tetangga lainnya.

    Strategi yang dikenal sebagai China Plus One ini bertujuan mengurangi ketergantungan pada China sambil mendukung visi Washington menjauhkan diri dari ekonomi China.

    Namun, kebijakan tarif Trump edisi kedua justru berbalik arah.

    Vietnam dan Kamboja dikenakan tarif tinggi, masing-masing sebesar 46% dan 49%. Sementara Indonesia dikenakan 32%, dan Malaysia 24%.

    Meskipun ada penundaan penerapan selama 90 hari, negara-negara yang sebelumnya menanggapi seruan AS untuk diversifikasi sekarang malah dicap “pengelak tarif”.

    China memanfaatkan momen ini dengan melakukan “serangan pesona” yang terencana. Dalam kunjungan regionalnya, Presiden China Xi Jinping mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk “bersama-sama melawan proteksionisme.”

    Xi juga menjanjikan peningkatan impor Indonesia dan membangun citra China sebagai “pembela globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas” di tengah ketidakpastian global.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Chong menambahkan bahwa kini kawasan ini makin dekat dengan China. Di sisi lain, sikap Trump secara signifikan merusak kredibilitas AS. Imbasnya, reputasi Xi Jinping meningkat “tanpa perlu bersusah payah”.

    “Yang menjadi pertanyaan adalah: apakah China dapat diandalkan? Negara-negara Asia Tenggara membutuhkan investasi dan pasar dari China.”

    “Walaupun Xi Jinping sudah menjanjikan banyak hal, apakah China benar-benar mampu memenuhinya? Apalagi mengingat tantangan domestik dan perlambatan ekonomi yang dihadapi negara itu.”

    Ketergantungan ekonomi timbal balik

    Dengan populasi sebesar 680 juta penduduk dan memiliki status sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia, posisi ASEAN begitu vital dalam rantai pasokan global.

    Kawasan ini memproduksi semikonduktor untuk Intel, ponsel pintar untuk Samsung, dan sepatu olahraga untuk Nike.

    Sejak perang dagang AS-China yang pertama, ASEAN menarik investasi manufaktur global yang masif.

    Seorang pengendara sepeda motor melintas di depan sebuah toko bertuliskan ‘Made in Vietnam’ di jalanan Hanoi, Vietnam, pada 3 April 2025. (EPA)

    “Dalam banyak hal, China adalah pesaing sekaligus mitra ekonomi bagi negara-negara Asia Tenggara,” ujar Susannah Patton, direktur Program Asia Tenggara di Lowy Institute, Australia.

    Antara 2018 hingga 2022, perusahaan-perusahaan AS menyumbang 25% dari investasi manufaktur di ASEAN, jauh melampaui Jepang (11%) dan Uni Eropa (10%).

    Pangsa pasar China tumbuh dengan cepat tetapi masih di sekitar 8%.

    Di sisi lain, para pakar percaya angka sebenarnya lebih tinggi karena investasi yang disalurkan melalui Hong Kong dan entitas luar negeri.

    Presiden AS Trump mengumumkan tarif baru pada Hari Pembebasan AS di Washington pada tanggal 2 April 2025. (EPA)

    Aturan tarif baru AS mengancam strategi China Plus One sehingga negara-negara ASEAN berupaya meningkatkan investasi dari China.

    Akan tetapi, tantangan ekonomi yang dihadapi China berpotensi menghambat ekspektasi ini.

    Kesulitan yang dialami perusahaan-perusahaan tenaga surya China telah mengurangi penanaman investasi luar negeri (outbound investment) ke ASEAN pada 2024 silam, dan masalah serupa mulai muncul di sektor otomotif dan konsumen.

    Beijing bahkan mungkin akan semakin membatasi investasi asing untuk melindungi lapangan kerja di sektor manufaktur dalam negeri.

    China saat ini tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lemah dan peningkatan angka pengangguran.

    Langkah diplomasi China untuk menunjukkan niat Baik

    Selain masalah ekonomi, ketegangan geopolitik tetap menjadi isu laten yang terus membayangi.

    “China dan negara-negara ASEAN adalah tetangga,. Dengan kata lain: saling bergantung, tetapi ada juga banyak gesekan,” jelas Profesor Ian Chong.

    Sengketa wilayah masih menjadi faktor krusial, terutama di Laut China Selatan. Seperti diketahui, klaim tegas China tumpang tindih dengan klaim Vietnam, Filipina, dan Malaysia.

    Di sisi lain, mobilisasi komunitas etnis Tionghoa di negara-negara ASEAN oleh Beijing juga menimbulkan sensitivitas.

    Bagi negara-negara mayoritas Muslim seperti Indonesia dan Malaysia, perlakuan China terhadap Muslim Uighur di Xinjiang menjadi poin pertikaian lainnya.

    ReutersPresiden Vietnam Luong Cuong dan Presiden China Xi Jinping bertemu di Istana Kepresidenan di Hanoi, Vietnam pada tanggal 15 April 2025.

    Risiko meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan dan Laut China Selatan juga menjadi kekhawatiran negara-negara Asia Tenggara.

    Kedua perairan itu merupakan jalur perdagangan penting bagi Asia Tenggara. Konflik apa pun di wilayah ini dapat mengganggu rantai pasokan global dan berdampak parah pada ekonomi ASEAN.

    “Negara-negara Asia Tenggara ingin berelasi dengan China tetapi tetap berhati-hati,” kata Chong.

    “Mereka sangat menyadari risiko yang dapat ditimbulkan tindakan militer Beijing terhadap stabilitas dan kemakmuran mereka.”

    China menyadari dinamika regional ini.

    Dalam kunjungannya ke Vietnam, Xi menekankan perjuangan bersama melawan kolonialisme. Tetapi dia menghindari topik sensitif seperti Perang Sino-Vietnam 1979 atau sengketa yang sedang berlangsung di Laut China Selatan.

    “Dibandingkan dengan pendekatan garis keras China terhadap Filipina, pendekatannya terhadap Vietnam relatif lebih akomodatif,” kata Carlyle Thayer, Profesor Emeritus di University of New South Wales, Australia.

    Baca juga:

    Di Kamboja, keseimbangan yang rumit lainnya terlihat jelas.

    Diskusi tentang ekspansi Pangkalan Angkatan Laut Ream Kamboja yang kontroversial dan didanai oleh China diminimalisir selama kunjungan Xi.

    Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengadakan upacara peresmian pangkalan tersebut sebelum kedatangan Xi. Dia menekankan bahwa fasilitas itu tetap berada di bawah kendali Kamboja.

    “Langkah yang disengaja ini menyoroti keinginan China untuk mempertahankan niat baik di kawasan,” kata Thayer.

    “Keputusan untuk mengadakan peresmian sebelum kunjungan Xi patut dicatat. Ini meredakan kekhawatiran internasional seraya melindungi kepentingan Vietnam.”

    Pergeseran keseimbangan regional

    Meski terus mendekati negara-negara tetangganya, China dengan tegas menyatakan “secara kukuh menentang pihak mana pun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China.

    Jika ini terjadi, China tidak akan pernah menerimanya dan akan dengan tegas mengambil tindakan balasan.”

    Sementara Trump mengatakan bahwa lebih dari 70 negara telah menghubungi AS untuk memulai negosiasi sejak tarif diumumkan.

    Dengan kata lain, ini adalah situasi yang menantang bagi banyak negara di Asia Tenggara.

    ReutersOrang-orang berjalan melewati gerbang pabrik Samsung Electro-Mechanics, setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif 46 persen pada Vietnam, di provinsi Thai Nguyen, Vietnam, 9 April 2025.

    “Vietnam tidak dapat mencegah pemerintahan Trump yang merusak hukum internasional, perdagangan bebas, multilateralisme, dan globalisasi,” kata Carl Thayer dari University of New South Wales.

    “Vietnam juga tidak dapat mengubah geografinya.”

    Profesor Thayer mengatakan bahwa Vietnam juga harus mencari pasar baru di Timur Tengah dan MERCOSURblok ekonomi regional di Amerika Selatan.

    Adapun Malaysia relatif “menang” karena tingkat tarif relatif lebih rendah yaitu 24%. Situasi ini membuat Malaysia diminati bisnis-bisnis yang ingin berpindah dari negara-negara dengan tarif lebih tinggi.

    Media sosial China ramai dengan diskusi tentang relokasi pabrik ke Malaysia. Populasi etnis Tionghoa yang besar di negara itu dinilai mempermudah transisi bisnis.

    Menjaga keseimbangan

    Vietnam mempraktikkan apa yang mereka sebut sebagai “diplomasi bambu.”

    Istilah ini pertama kali dicetuskan mantan pemimpin Nguyen Phu Trong pada 2016 untuk menggambarkan pendekatan Vietnam dalam menyikapi politik kekuatan-kekuatan besar dunia.

    Layaknya bambu, Vietnam tetap teguh pada kepentingan intinya, tetapi lentur ketika menghadapi tekanan dari dua kekuatan utama: China dan AS.

    Pendekatan ini mencerminkan prinsip “non-blok” ASEAN yang sudah menjadi dasar diplomasi kawasan ini sejak Perang Dingin.

    Saham-saham Vietnam anjlok di tengah kekhawatiran atas tarif AS, Hanoi pada 8 April 2025. (EPA)

    “Vietnam secara umum berhasil dalam aksi menjaga keseimbangan ini. ‘Diplomasi bambu’ mereka menjadi maskot strategi kehati-hatian Asia,” jelas Alexander L. Vuving, profesor di Daniel K. Inouye Asia-Pacific Center for Security Studies.

    “Namun, tali yang harus mereka pijak kini terasa semakin tipis untuk dilalui.”

    Lebih lanjut, Profesor Vuving menilai Vietnam sadar bahwa akan tiba saatnya dimana mereka harus berpihak di tengah persaingan kekuatan besar.

    “Namun, karena ini adalah hal terakhir yang ingin dilakukan Vietnam, mereka tidak pernah benar-benar mempersiapkan diri. Sekarang, saat itu telah tiba, dan mereka kaget.”

    EPAPara pekerja mengemasi sepatu dan tas di pabrik sepatu dan tas wanita Patris di Bogor, Indonesia, 14 April 2025. Alas kaki merupakan komoditas ekspor terbesar ketiga Indonesia ke Amerika Serikat.

    Indonesia pun menghadapi tantangan serupa meski sampai sekarang masih mempertahankan sikap netral.

    Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyatakan bahwa Indonesia akan terus berjuang untuk mandiri dan berkembang, terlepas dari tantangan pasar global.

    “Kita tidak akan pernah mengemis,” tegasnya.

    Akan tetapi, ketergantungan ekonomi Indonesia yang terus meningkat ke China memperumit situasinya.

    “Sepertinya tidak mungkin [bagi Indonesia untuk tetap netral]. Pada 2024, impor Indonesia dari China melonjak 33% dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkap Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

    “Ini berarti, apa pun yang terjadi nanti, Indonesia akan semakin bergantung pada China dan makin dekat dengan BRICS.’”

    Melangkah melampaui pilihan biner AS-China

    Profesor Thayer menyimpulkan bahwa ada empat strategi umum untuk menghadapi situasi AS-China ini: penyeimbangan, mengikuti arus, “berjalan di atas tali”, dan netralitas.

    Negara-negara dapat beralih di antara berbagai strategi ini sesuai dengan kepentingan masing-masing

    Dia mencontohkan Filipina sebagai contoh paling menonjol di Asia Tenggara dalam strategi penyeimbangan kekuatan; negara itu bersekutu dengan AS pada 1951 untuk melindungi diri dari China yang komunis.

    Strategi “mengikuti arus” adalah ketika negara yang lebih lemah memilih untuk berpihak pada negara yang lebih kuat untuk menghindari konflik atau dengan harapan mendapatkan dukungan.

    Dengan kedekatan hubungan mereka dengan China, baik Myanmar, Kamboja, maupun Laos, adalah contoh-contoh tipikal di Asia Tenggara.

    Malaysia dan Vietnam adalah dua contoh paling menonjol di Asia Tenggara yang telah berhasil menerapkan strategi “hedging”, yaitu ketika negara kecil menjalin hubungan dengan berbagai kekuatan secara bersamaan untuk menyeimbangkan pengaruh rival-rival yang lebih besar.

    Sementara negara-negara seperti India dan Indonesia telah mengikuti prinsip non-blok.

    Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Konferensi Investasi ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, 8 April 2025. (Reuters)

    ASEAN berusaha untuk menampilkan front persatuan dalam menghadapi tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump.

    Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang memimpin ASEAN tahun ini, mengatakan bahwa negaranya akan “memimpin upaya untuk menampilkan front regional yang bersatu” dan memastikan “suara kolektif ASEAN didengar dengan jelas dan tegas di panggung internasional.”

    Dr. Peng Nian, Direktur Pusat Penelitian Studi Asia di Hong Kong, melihat munculnya strategi yang lebih bernuansa.

    “Negara-negara Asia Tenggara semakin melihat melampaui pilihan biner AS-China. Mereka mendiversifikasi kemitraan ekonomi ke arah Eropa dan pasar-pasar lain untuk mengurangi ketergantungan pada salah satu negara adidaya.”

    Lihat juga Video ‘Kala Astronaut Shenzhou-20 China Tiba di Stasiun Luar Angkasa’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jepang Minta Indonesia Cabut Larangan Ekspor Susu dan Pastikan Espor Daging Sapi Stabil – Halaman all

    Jepang Minta Indonesia Cabut Larangan Ekspor Susu dan Pastikan Espor Daging Sapi Stabil – Halaman all

    Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

    TRIBUNNEWS.COM, TOKYO –  Pemerintah Jepang melalui Menteri Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (MAFF), Eto Taku kemarin (29/4/2025) meminta pemerintah Indonesia untuk mencabut larangan ekspor susu sesegera mungkin dan memastikan ekspor daging sapi yang stabil.

    “Kita meminta kepada Indonesia agar mencabut larangan ekspor susu dan memastikan ekspor daging sapi yang stabil,” ungkap sumber Tribunnews.com dari MAFF Rabu (30/4/2025).

    Pada tahun 2024, Amerika Serikat akan memiliki nilai ekspor terbesar produk pertanian, kehutanan, dan perikanan serta produk makanan dari Jepang, dan di tengah ketidakpastian tentang dampak “tarif timbal balik”, ada kebutuhan untuk mendiversifikasi tujuan ekspor.

    Pemerintah Jepang menilai Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sebagai pasar penting di mana ekspor diperkirakan akan berkembang di masa depan.

    “Menteri Eto juga menyinggung negosiasi tarif dengan AS, dengan mengatakan, bahwa pada saat-saat seperti inilah bersatu dengan negara-negara ASEAN efektif untuk negara masing-masing.”

    Sementara itu Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi seusai menerima kunjungan bilateral Menteri Eto Taku di Kantor NFA, Jakarta, Selasa (29/4/2025) mengungkapkan, “Kita diskusinya itu lebih ke sharing tentang bagaimana me-manage pangan di Indonesia juga di Jepang, tapi kondisinya kurang lebih sama. Misalnya petani usianya tua. Beliau juga menyampaikan petani Jepang di sana rata-rata usianya di atas 60 tahun,” ungkap Arief.

    Sementara, kondisi petani Indonesia jika menilik hasil Sensus Pertanian Tahun 2023 Badan Pusat Statistik (BPS) didominasi petani berusia 43-58 tahun sebanyak 42,28 persen. Kemudian 27,12 persen petani berusia 59-77 persen dan 26,10 persen petani milenial yang berusia 27-42 tahun. Lalu sebanyak 2,30 persen merupakan petani Gen Z dan 2,19 Gen Pre-Boomer.

    “Jadi kondisinya dengan kita mirip. Kita juga sepakat bahwa pendapatan petani menjadi salah satu yang harus dicapai untuk swasembada pangan. Ini karena akan berbanding lurus dengan peningkatan produksi di Indonesia,” sebut Arief.

    “Dengan itu,  Presiden Prabowo Subianto sangat concern menjaga kesejahteraan petani Indonesia. Minister Eto juga jelaskan bahwa Jepang berupaya hingga memberikan subsidi ke petani untuk menarik minat generasi mudanya menjadi petani,” lanjutnya.

    Salah satu indikator kesejahteraan petani yang dipakai di Indonesia adalah pergerakan Nilai Tukar Petani (NTP). 

    BPS mencatat NTP dan NTP Tanaman Pangan (NTPP) pada Maret 2025 yang merupakan puncak panen raya padi memiliki indeks tertinggi jika dibandingkan terhadap puncak panen raya dalam 3 tahun terakhir.

    NTP Maret 2025 adalah 123,72. Sementara NTPP Maret 2025 berada di 108,95. Di puncak panen raya tahun ini juga tercatat indeks harga yang diterima petani padi lebih tinggi dibandingkan puncak panen raya 2023 dan 2024, yakni di 137,94.

    Sementara pada puncak panen raya tahun 2024 yang jatuh pada April, NTP berada di 116,79 dan NTPP 105,54 dengan indeks harga yang diterima petani padi ada di 128,59. Di puncak panen raya tahun 2023 yang terjadi di bulan Maret, NTP di 110,85 dan NTPP 103,83 dengan indeks harga diterima petani padi berada di 121,55.

    “Citra petani yang sejahtera itu yang harus dibentuk. Minister Eto tadi sampaikan demikian dan kita di Indonesia saat ini sedang membangun citra baik itu dengan komando Bapak Presiden Prabowo,” terang Arief.

    “Apalagi data BPS menunjukkan indeks harga diterima petani padi di tahun ini sangat terjaga dan tidak anjlok signifikan, padahal sedang puncak panen raya. Ini torehan yang positif dan membuktikan kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo benar-benar sangat menjaga kepentingan sedulur petani Indonesia,” tutup Arief.

    Dalam pertemuan, terkait ketahanan pangan, Minister Eto Taku menyampaikan Jepang baru saja menyempurnakan regulasinya untuk mencapai swasembada pangan. Berbagai program subsidi pun dikucurkan ke masyarakat Negeri Sakura.

    “Baik Indonesia maupun Jepang memiliki isu dan tantangan yang cukup banyak. Namun demikian, isu dan tantangan yang sama juga kita miliki. Misalnya bagaimana mengatasi masalah pendapatan para petani,” urainya.

    “Saat ini rata-rata usia petani di Jepang adalah 68 tahun. Jadi salah satu tantangan yang harus dilakukan adalah bagaimana menarik minat generasi muda. Kami memiliki program subsidi sebesar 8 Juta Yen untuk 5 tahun. Selain itu, (ada juga) pendanaan tanpa bunga dan tanpa batas waktu,” sambungnya.

    “Jepang sendiri juga baru saja menyempurnakan kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan pangan, produksi, aset pertanian, dan sebagainya. Pertama dalam 25 tahun terakhir. Berdasarkan itu, kami akan menambah anggaran untuk mengintensifkan upaya-upaya yang diperlukan dalam rangka memperkuat ketahanan dan swasembada pangan,” tambahnya.

    Diskusi beras dan bahan pertanian Jepang juga dilakukan kelompok Pencinta Jepang gratis bergabung. Tuliskan nama alamat dan nomor whatsapp ke email tkyjepang@gmail.com

  • Indonesia Maritime Week 2025 Segera Digelar, Dorong Investasi di Sektor Perkapalan

    Indonesia Maritime Week 2025 Segera Digelar, Dorong Investasi di Sektor Perkapalan

    Bisnis.com, JAKARTA – Pameran maritim terbesar di Tanah Air, Indonesia Maritime Week 2025 akan digelar di Jakarta pada 26-28 Mei 2025. 

    Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Capt. Antoni Arif Priadi mengatakan, pameran Indonesia Maritime Week 2025 diharapkan dapat menjadi peluang baru untuk mendorong investasi di sektor perkapalan di Indonesia.

    Selain itu, lanjutnya, pameran perdana Indonesia Maritime Week 2025 juga bertujuan untuk mempromosikan Indonesia sebagai negara anggota International Maritime Organization (IMO), organisasi maritim dunia di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    “Kita juga ingin menarik investasi asing dari luar negeri yang berkaitan dengan shipping. Sehingga itu akan membuat shipping kita semakin kuat,” ujar Antoni saat  Konferensi Pers Indonesia Maritime Week 2025 di Jakarta, Rabu (30/4/2025).

    Lebih lanjut Antoni mengatakan, setelah nanti pameran pertama ini sukses diselenggarakan, ke depannya Indonesia Maritime Week akan terus digelar di lokasi yang berbeda dengan tema-tema yang juga berbeda. Acara ini bertujuan untuk mengumpulkan para pelaku usaha di bidang perkapalan.

    “Kalau kita belum bisa berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan asing, kapal asing dan sebagainya, problemnya adalah mungkin kita perlu alih teknologi, perlu alih manajemen, kita perlu investasi,” katanya.

    Adapun, pameran ini menjadi platform strategis untuk memamerkan dan memajukan industri maritim nasional di panggung global. 

    Dengan kontribusi sektor maritim Indonesia sebesar 7% terhadap PDB nasional dan memiliki potensi besar untuk mendorong industri maritim Asean maju, acara ini memperkuat ambisi Indonesia untuk menjadi pusat maritim global terkemuka.

    Pada saat yang sama, Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto menambahkan, pameran ini tidak hanya menguntungkan Indonesia dalam mengekspos industri maritim, tetapi juga mendukung kepentingan dari negara lain untuk mempelajari terkait regulasi yang ada di Indonesia.

    “Sehingga kalau mereka [perusahaan kapal asing] ingin bekerja sama dengan perusahaan lokal, mereka sudah cukup mempelajari regulasi yang ada di Indonesia,” ujar Carmelita.

    Sebagai tambahan informasi, Indonesia Maritime Week 2025 akan digelar pada 26-28 Mei 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC) yang memiliki luas sekitar 30.000 meter persegi.

    Pameran itu akan mempertemukan para pemimpin industri maritim terkemuka, tokoh bisnis berpengaruh, pembuat kebijakan, dan inovator dari seluruh Asia. 

  • Kementerian HAM Soroti Segudang Pelanggaran di Balik Gurihnya Bisnis Sawit

    Kementerian HAM Soroti Segudang Pelanggaran di Balik Gurihnya Bisnis Sawit

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menyoroti sederet pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada usaha sawit.

    Direktur Penguatan Kapasitas HAM Masyarakat, Komunitas, dan Pelaku Usaha Kementerian HAM Giyanto mengatakan, isu pelanggaran HAM pada bisnis perkebunan sawit adalah adanya isu perdagangan orang.

    Berdasarkan penelitian OPPUK-Medan (2019), terdapat dugaan praktik modern trafficking alias perdagangan manusia dalam rekrutmen buruh harian lepas.

    “Bentuk pelanggaran terkait dengan bagaimana rekrutmen orang, dokumen, identitas, isu-isu lahan, perbudakan, perdagangan orang,” kata Giyanto dalam Diskusi Publik bertajuk Peluang Standarisasi Keberlanjutan Industri Kelapa Sawit di Asean: Strategi Bisnis dan HAM Menghadapi Perang Dagang di Arya Duta Menteng, Jakarta, Rabu (30/4/2025).

    Isu lainnya adalah adanya rekrutmen tanpa dokumen identitas lengkap, dugaan pemalsuan identitas, informasi perusahaan yang tujuan tidak jelas bagi calon pekerja hingga indikasi terhadap praktik perbudakan modern sejak 1990-an hingga kini.

    Selain itu, juga terdapat potensi pelanggaran HAM pada usaha sawit terhadap hak anak. Berdasarkan hasil penelitian Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) pada 2016, ditemukan isu anak di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.

    Di sana, Yayasan PKPA melaporkan adanya dampak buruk dari perkebunan sawit yang tidak hanya terkait isu pekerja anak, melainkan juga melanggar hak-hak anak lainnya, baik anak-anak di perkebunan maupun anak-anak lingkar kebun

    Giyanto menuturkan, isu utama dari dampak perkebunan sawit terhadap anak adalah hilangnya tempat bermain anak, terbatasnya sumber air bersih hingga kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan, pekerja anak.

    Kemudian, lingkungan yang tidak aman, anak ditinggalkan orang tua menjadi TKI/TKW karena hilangnya akses pekerjaan di desa, serta banyak orang tua yang bekerja di perkebunan.

    Di sisi lain, dia menyebut Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan tingkat produksi lebih dari 30 juta ton pada 2015. Dengan tingkat produksi yang tinggi, maka industri minyak sawit adalah salah satu produk pertanian andalan di sebagian besar wilayah Indonesia, utamanya di Sumatra dan Kalimantan.

    Hingga 2019, sebaran perkebunan kelapa sawit telah mencapai 26 provinsi, termasuk provinsi-provinsi di pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua.

    Tercatat, total luas perkebunan sawit indonesia menurut keputusan menteri pertanian No.833/KPTS/SR.020/M/12/2019, mencapai 16.381.959 hektare.

    Adapun, daerah terluas perkebunan sawit berada di provinsi Riau, Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, Jambi, Aceh, dan Bengkulu.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Elsam Wahyudi Djafar mengatakan, industri kelapa sawit sebagai bagian dari perkebunan adalah prioritas penting di dalam implementasi strategi nasional bisnis dan HAM.

    Namun, Wahyudi menyebut isu perang dagang yang melibatkan berbagai negara adidaya ekonomi, seperti China, Uni Eropa, dan Amerika Serikat (AS) akan memberikan pengaruh besar terhadap penerapan standar keberlanjutan kelapa sawit ke depan.

    ”Bagaimana Uni Eropa terus memproduksi berbagai regulasi untuk memastikan perlindungan terhadap kebebasan dasar warga negara Eropa melalui berbagai instrumen,” ujar Wahyudi.

    Salah satunya, sambung dia, yang berkaitan dengan larangan deforestasi alias kebijakan yang melarang masuknya produk ke pasar Uni Eropa jika terbukti berkontribusi terhadap deforestasi, maupun yang terkait dengan regulasi yang mewajibkan perusahaan untuk memastikan seluruh rantai pasok tidak melanggar HAM (human rights due diligence).

    Untuk itu, menurutnya, pemerintah perlu memastikan pengembangan standarisasi sawit yang sesuai dengan kepentingan nasional, termasuk bagaimana Indonesia bisa berkomitmen secara baik terhadap berbagai prinsip dan standar bisnis dan HAM di dalam pengembangan standar keberlanjutan.

    “Sehingga kita bisa menjangkau pasar yang juga lebih luas tanpa mengorbankan perlindungan dari petani, masyarakat lokal, masyarakat adat untuk tetap bisa kemudian haknya juga dipenuhi dan dilindungi,” tandasnya.

  • Bos Bea Cukai Respons Kritik Pemerintah AS, Sebut Kurang Update

    Bos Bea Cukai Respons Kritik Pemerintah AS, Sebut Kurang Update

    Jakarta

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani buka suara terkait keluhan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) terhadap instansinya yang dianggap menghambat perdagangan AS dan Indonesia.

    Askolani mengatakan pihaknya memang mendapat sejumlah komentar dari USTR khususnya di bidang kepabeanan. Meski demikian, hal-hal yang dikeluhkan tersebut dinilai sudah tidak relevan.

    “Kami melihat yang disampaikan menjadi concern USTR itu banyak yang tidak update,” kata Askolani dalam konferensi pers APBN KiTa di kantornya, Jakarta, Rabu (30/4/2025).

    Askolani mencontohkan misalnya mengenai nilai pabean yang kini sudah tidak lagi menggunakan tarif satu titik, melainkan menggunakan rentang harga atau range.

    “Mengenai nilai pabean hanya satu, padahal kita sudah beberapa tahun ini tidak menggunakan tarif satu titik, kita menggunakan range. Maka nilai pabean itu berbasis pada bukti dokumen yang valid, jadi tidak ada pengenaan satu nilai pabean,” jelas Askolani.

    Selain itu, pemerintah juga setiap tahun menyampaikan kebijakan pabean ke World Trade Organization (WTO). Secara berkala pemerintah memang tidak memperbarui kebijakan kepada USTR, tetapi pemerintah bertemu dan bertukar pendapat dengan US-Asean Business Council (US-ABC) yang mewakili para pengusaha di AS.

    “US-ABC tidak juga menanyakan yang tadi menjadi catatan dari USTR yang sudah kami perbarui kondisinya,” jelasnya.

    Selain US-ABC, pemerintah juga rutin berdiskusi dengan US Chamber untuk memperbarui kebijakan di Indonesia sehingga tidak mengganggu perdagangan.

    Terkait dampak tarif resiprokal, Askolani belum mau bicara karena masih menunggu hasil negosiasi yang telah dilakukan pemerintah Indonesia ke AS.

    “Kita masih nunggu dulu hasil nego dan tentunya pemerintah sudah menyiapkan opsi-opsi kebijakan yang akan diambil dan nanti apapun keputusan tentunya baru bisa kita hitung bagaimana implikasinya,” sebut Askolani.

    Sebelumnya, USTR mengatakan pejabat Bea Cukai Indonesia sering mengandalkan jadwal harga referensi daripada menggunakan nilai transaksi sebagai metode penilaian utama. Padahal nilai transaksi seharusnya menjadi metode utama, sebagaimana disyaratkan oleh Perjanjian Penilaian Bea Cukai (CVA) WTO.

    Tidak hanya itu, USTR menyebut para eksportir AS juga melaporkan penentuan nilai bea masuk yang kerap kali berbeda-beda di berbagai wilayah. Hal ini terjadi meski untuk produk yang sama.

    USTR mengatakan, AS telah menyampaikan kekhawatirannya tentang tindakan ini ke Komite Fasilitasi Perdagangan WTO sejak Juni 2023. Selain itu, USTR juga menyoroti tentang ketentuan imbalan atau ‘bonus’ petugas bea cukai Indonesia hingga 50% dari nilai barang yang disita atau dari jumlah bea yang terutang.

    Padahal, berdasarkan Perjanjian Fasilitasi Perdagangan WTO, Indonesia harus menghindari pemberian insentif serupa. Menurutnya, sistem ini berpotensi menimbulkan praktik korupsi hingga beban biaya administrasi tinggi.

    “Indonesia adalah salah satu dari sedikit mitra dagang utama AS yang masih memiliki sistem insentif tersebut. Sistem tersebut menjadi perhatian karena potensi korupsi dan tambahan biaya, ketidakpastian, serta kurangnya transparansi,” terang USTR.

    (aid/rrd)

  • Strategi Indonesia Jaga Kerja Sama dengan China Di Tengah Gempuran Tarif Trump

    Strategi Indonesia Jaga Kerja Sama dengan China Di Tengah Gempuran Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia berkomitmen untuk terus menjalankan prinsip bebas-aktif dalam menjalin kerja sama dengan berbagai negara, termasuk China, di tengah tingginya ketidakpastian global akibat kebijakan tarif impor yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Fungsional Madya Direktorat Asia Timur Kementerian Luar Negeri Dino R. Kusnadi menuturkan baik Indonesia dan China telah sama-sama berkomitmen untuk meningkatkan kerja sama strategis pada berbagai bidang. 

    Dia mengatakan, hal tersebut telah tertuang dalam nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) Comprehensive Strategic Dialogue (CSD) yang telah ditandatangani Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, serta Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, pada 21 April 2025 lalu.

    “Comprehensive Strategic Dialogue ini dibutuhkan agar Kita juga dapat memenuhi tujuan-tujuan domestik sesuai dengan Asta Cita,” jelas Dino dalam diskusi Celios bertajuk Continuity & Change: China–Indonesia Relations at 75 di Jakarta pada Rabu (30/4/2025).

    Dino memaparkan, nota tersebut bukan hanya berisi soal mekanisme kerja sama. Dia mengatakan, komitmen itu juga memperluas basis kerja sama yang didasarkan pada lima pilar, yaitu politik, keamanan, ekonomi, maritim, dan pertukaran antar masyarakat.

    Dia menuturkan, dalam merealisasikan kerja sama pada lima pilar tersebut, Indonesia akan terus menjaga hubungan dengan China sesuai dengan prinsip bebas aktifnya. Hal tersebut juga semakin penting mengingat kondisi global yang sedang tidak menentu akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS).

    Dino melanjutkan, Indonesia akan melanjutkan keterlibatan kemitraan strategis yang komprehensif dan melaksanakan kerja sama bilateral yang konkret dengan China.

    Adapun, beberapa posisi dan kepentingan Indonesia yang berupaya dikerjasamakan dengan China salah satunya melalui peningkatan kerja sama ekonomi strategis. Dia memaparkan, Indonesia menginginkan dukungan China yang berkelanjutan untuk hilirisasi pembangunan infrastruktur dan industrialisasi

    Selain itu, Indonesia akan berupaya mendorong kemitraan untuk mendukung kemandirian RI dalam sektor ketahanan pangan, energi, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Kemudian, adanya penguatan kerja sama perdagangan menuju perdagangan yang seimbang dan berkelanjutan.

    “Selanjutnya, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, R&D, dan kerja sama kesehatan,” katanya.

    Pada bidang politik dan keamanan, Indonesia berniat untuk berkolaborasi dengan China terkait dukungan untuk isu Papua, pencalonan ke organisasi internasional, isu Palestina, sentralitas ASEAN, serta stabilitas dan perdamaian di kawasan.