Organisasi: APINDO

  • Apindo Ungkap Harapan Pengusaha ke Kepala Daerah Pemenang Pilkada 2024

    Apindo Ungkap Harapan Pengusaha ke Kepala Daerah Pemenang Pilkada 2024

    Bisnis.com, JAKARTA – Dunia usaha mengharapkan agar pemerintah baru fokus terhadap program-program pro pertumbuhan ekonomi, usai kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.

    Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani menyampaikan, kepala daerah baru perlu mengelaborasi program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan membuat target pertumbuhan yang akseleratif.

    “Harapan dunia usaha, pemerintah selanjutnya fokus dengan program-program yang pro dengan pertumbuhan,” kata Ajib kepada Bisnis, Rabu (27/11/2024).

    Adapun, pertumbuhan ekonomi di 2025 sementara dipatok mencapai 5,2%. Kendati begitu, Kepala Negara memiliki narasi pertumbuhan ekonomi sampai dengan 8% pada 2028-2029.

    Menurutnya, pertumbuhan ekonomi agregat 2024 menjadi kunci, mengingat ini akan menjadi pondasi pertumbuhan ekonomi di tahun selanjutnya.

    “Dunia usaha mempunyai harapan, tahun 2024 ini bisa mencapai lebih dari 5%,” ujarnya. 

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal meyakini, momen Pilkada tetap mendorong pertumbuhan ekonomi walaupun tidak signifikan.

    Dalam catatan Bisnis, dia melihat, dampak Pilkada yang lebih terbatas ketimbang ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang berlangsung pada awal tahun ini. 

    “Walaupun dilakukan serempak, tetapi secara agregat tidak melebihi dampak Pilpres,” ujarnya, Rabu (27/11/2024). 

    Faisal menilai hanya ekonomi di segelintir daerah yang terdampak signifikan dari ajang Pilkada tersebut. Sekalipun saat kampanye para calon kepala daerah membagikan bantuan sosial (bansos), efeknya terhadap dorongan pertumbuhan ekonomi tidak akan besar.

  • PPN Jadi 12% Kabarnya Mau Diundur, Ini Respons Pengusaha

    PPN Jadi 12% Kabarnya Mau Diundur, Ini Respons Pengusaha

    Jakarta

    Pengusaha masih menunggu stimulus yang akan diberikan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku mengapresiasi pemerintah lantaran mendengar imbauan dari masyarakat mengenai penundaan kenaikan PPN menjadi 12%.

    Ketua Apindo, Shinta Kamdani mengatakan, akan menyulitkan jika kenaikan PPN menjadi 12% dilakukan saat ini. Shinta mengaku ingin terlebih dahulu melihat seperti apa stimulus yang diberikan pemerintah, dan kepada siapa stimulus itu ditujukan.

    “Kami mau lihat dulu stimulusnya itu apa. Karena kami merasa sekarang ini dengan kondisi seperti ini akan mempersulit dengan penambahan PPN menjadi 12%, pajak 12%. Ini juga akan lebih menyulitkan terutama dalam sektor formal, karena yang membayar pajak itu sektor formal,” ucap Shinta dalam acara Klingking Fun, Jakarta, Rabu (27/11/2024).

    Imbauan soal menunda kenaikan PPN menjadi 12% tidak hanya dilontarkan dari pihak pengusaha, melainkan juga dari masyarakat bahkan juga dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Itu sebabnya, Shinta berharap pemerintah bisa mendengar dan mempertimbangkan penundaan kenaikan PPN menjadi 12%.

    “Saya rasa pemerintah pada saat ini dalam posisi untuk mau mendengar, mungkin masukan-masukan. Walaupun semua pihak juga sudah memberikan masukan, berkirim surat secara formal dan lain-lain. Tapi mungkin mau bertukar pikiran dan kita coba untuk saya rasa bersama-sama. Saya yakin pemerintah juga mengerti kok situasi yang kita hadapi,” beber Shinta.

    Shinta menyampaikan, menyoal kenaikan PPN ini bukanlah sesuatu hal yang baru. Ia bilang bahwa rencana kenaikan PPN menjadi 12% suadh direncanakan sesuai dengan aturan dan regulasi yang ada. “Tetapi kondisi ekonomi seperti ini ‘kan kita tidak tahu. Ini ‘kan terjadi. Oleh karena itu, saya rasa perlu menjadi perhatian dan saya yakin pemerintah akan bisa mempertimbangkan.”

    Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesian Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pembelakuan PPN menjadi 12% akan diundur. Hal itu dilakukan karena pemerintah tengah menggodok stimulus untuk masyarakat menengah ke bawah.

    Untuk diketahui PPN 12% rencananya akan berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan itu seusai amanah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Ya hampir pasti diundur, biar dulu jalan tadi yang ini. (Menunggu kebijakan stimulus?) Ya kira-kira begitulah,” kata Luhut ditemui di TPS 004, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).

    (acd/acd)

  • Pengusaha Catat 28 Pabrik di Jabar Relokasi ke Jateng, Puluhan Ribu Pekerja di-PHK

    Pengusaha Catat 28 Pabrik di Jabar Relokasi ke Jateng, Puluhan Ribu Pekerja di-PHK

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPP Apindo) Jawa Barat mengungkap, sebanyak 28 pabrik di Jawa Barat melakukan relokasi ke Jawa Tengah sepanjang 2019-2022. Pabrik-pabrik tersebut utamanya berasal dari sektor padat karya.

    Ketua DPP Apindo Jawa Barat Ning Wahyu Astutik menyampaikan, jumlah tersebut terus bertambah di mana pada 2023 sebanyak 5 pabrik turut melakukan relokasi yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

    “Banyak lho itu, 28 pabrik padat karya, itu gede banget. Bahkan di 2023 ada juga 5 pabrik yang melakukan relokasi juga,” kata Ning dalam diskusi bersama media di Jakarta, dikutip Rabu (27/11/2024).

    Imbas adanya relokasi tersebut, Apindo Jawa Barat mencatat sebanyak 91.450 pekerja mengalami PHK. Angka tersebut merupakan perhitungan sejak awal pandemi atau 2021 hingga Oktober 2023.

    Kendati begitu, jumlah tersebut diperkirakan lebih besar mengingat data yang ada berasal dari perusahaan-perusahaan anggota Apindo se-Jawa Barat.

    Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka di Jawa Barat mencapai 6,75% pada Agustus 2024. Persentase tersebut turun dibandingkan Agustus 2023 yang tercatat sebesar 7,44%.

    Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) sebelumnya memperkirakan jumlah pekerja yang terkena PHK kembali bertambah sebanyak 30.000 orang hingga akhir 2024.

    Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana menyampaikan, sejak awal 2024 hingga saat ini, sekitar 46.000 pekerja di industri ini di-PHK. Dengan demikian, sebanyak 70.000 pekerja di industri tekstil dan garmen dirumahkan sepanjang 2024.

    “Akhir Desember ini akan merangkak menjadi 70.000-an, dan this is quite challenging,” ungkap Danang saat ditemui di Wisma Bisnis Indonesia, Rabu (16/10/2024).

    Dia mengungkap, badai PHK yang tengah melanda industri tekstil dan garmen dipicu oleh banjir barang impor akibat lemahnya penegakan hukum, dalam hal ini Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Pemerintah dalam melakukan penegakan hukum dinilai setengah hati.

    Oleh karena itu, Danang tidak heran jika dalam 5 tahun mendatang industri pengolahan Tanah Air kian terpuruk apabila tidak ada penanganan serius dari pemerintah. 

    “…karena tidak berhasil membendung [impor barang jadi]. Regulasi-regulasi yang sebelumnya liar membuka importasi secara bebas di produk hilir, di produk finish product,” ujarnya.

  • Luhut Blak-blakan PPN 12% Awal 2025 Berpotensi Ditunda

    Luhut Blak-blakan PPN 12% Awal 2025 Berpotensi Ditunda

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengungkap potensi penundaan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% pada awal tahun depan seiring dengan penolakan dan pertimbangan pemerintah. 

    Ketua DEN Luhut B. Pandjaitan mengatakan pemerintah tengah menggodok stimulus bantuan sosial kepada rakyat, khususnya kelas menengah, sebelum tarif PPN 12% diterapkan. 

    “Ya hampir pasti diundur [kenaikan PPN jadi 12%], biar dulu jalan tadi yang ini [bantuan sosial],” kata Luhut kepada wartawan, Rabu (27/11/2024). 

    Luhut menegaskan, pemerintah harus memberikan insentif kepada masyarakat guna memulihkan daya beli konsumen dan ekonomi rakyat yang dinilai masih sulit. 

    Kendati demikian, hingga saat ini Luhut menyebutkan bahwa pemerintah masih menggodok perhitungan jumlah masyarakat yang berhak mendapatkan bansos tersebut. 

    “PPN 12 itu sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah, mungkin lagi dihitung dua bulan, tiga bulan,” ujarnya. 

    Lebih lanjut, Luhut menerangkan salah satu usulan bansos yang tengah digodok dapat berupa bantuan langsung tunai (BLT) untuk listrik yang sumber pendanaan nya dari APBN. 

    Untuk diketahui, sebelumnya Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan pelaku usaha mendesak pemerintah menunda implementasi kenaikan PPN tahun depan.

    “Kamis kami dipanggil Kemenkeu dan kami akan menegaskan kembali [penundaan PPN 12%]. Kamis besok,” kata Shinta di sela-sela diskusi media bersama Apindo, Selasa (26/11/2024).

    Shinta menyebut, Apindo sebelumnya telah meminta kepada pemerintah untuk menunda rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% di 2025. Permohonan tersebut bahkan sudah disampaikan ke Presiden Prabowo Subianto.

    Pelaku usaha menilai, kondisi ekonomi saat ini tidak memungkinkan untuk mengerek PPN 12%. Untuk itu, Apindo minta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana implementasi PPN 12% di 2025.

  • Perbandingan Upah Minimum dengan Upah Rata-rata di Indonesia Tak Sehat – Page 3

    Perbandingan Upah Minimum dengan Upah Rata-rata di Indonesia Tak Sehat – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Para pengusaha yang bergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan besaran upah minimum bukan menjadi persoalan. Namun, ada aspek upah rata-rata pekerja di Indonesia yang perlu jadi perhatian.

    Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azzam menerangkan hitungan ideal besaran upah minimum dan upah rata-rata. Mengacu pada ketentuan Organisasi Buruh Internasional (ILO), besaran upah minimum sekitar 40-60 persen dari upah rata-rata.

    “(Dalam) upah minimum itu ada indeks yang membandingkan antara upah minimum dengan upah rata-rata. Yang paling sehat standarnya ILO 0,4-0,6, artinya upah minimum itu 40-60 persen dari upah rata-rata,” ucap Bob dalam Media Briefing, di Jakarta, dikutip Rabu (27/11/2024).

    Namun, Indonesia memiliki nilai index 1,2. Angka itu menunjukkan besaran upah minimum lebih tinggi dibandingkan dengan upah rata-rata pekerja di Indonesia. Menurut Bob, persoalannya bukan soal penetapan upah minimum, tapi memperbaiki besaran upah rata-rata tadi.

    “Upah minimumnya di atas upah rata-ratanya di bawah. Jadi yang persoalannya yang mana bukan upah minimumnya, tapi upah rata-ratanya,” kata dia.

    “Ini yang kita harus bangun, upah rata-ratanya. Upah rata-rata itu ada upah sektor formal ada upah sektor informal. Ini yang harus diperbaiki,” sambungnya.

    Dia menegaskan, persoalan upah ini tak hanya mementingkan perusahaan tapi juga para pekerja dan pencari kerja.

    “Bahwa kita dari perusahaan berpikir tidak hanya untuk perusahaan tapi juga untuk pekerja dan pencari kerja,” ujarnya.

     

  • Apindo Segera Bertemu Kemenkeu Bahas Kenaikan PPN Menjadi 12%

    Apindo Segera Bertemu Kemenkeu Bahas Kenaikan PPN Menjadi 12%

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) akan bertemu dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membahas pajak pertambahan nilai (PPN) 12%. Pertemuan tersebut rencananya akan digelar pada Kamis (28/11/2024).

    Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan, pertemuan ini akan dimanfaatkan pelaku usaha untuk kembali mendesak pemerintah menunda implementasi kenaikan PPN tahun depan.

    “Kamis kami dipanggil Kemenkeu dan kami akan menegaskan kembali [penundaan PPN 12%]. Kamis besok,” kata Shinta di sela-sela diskusi media bersama Apindo, Selasa (26/11/2024).

    Shinta menyebut, Apindo sebelumnya telah meminta kepada pemerintah untuk menunda rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% di 2025. Permohonan tersebut bahkan sudah disampaikan ke Presiden Prabowo Subianto.

    Pelaku usaha menilai, kondisi ekonomi saat ini tidak memungkinkan untuk mengerek PPN 12%. Untuk itu, Apindo minta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana implementasi PPN 12% di 2025.

    “Kalau kita memaksakan yang terjadi adalah informal sektor akan tinggi terus, mereka nggak mungkin mengikuti, ini yang kena PPN itu cuma sektor formal,” tuturnya.

    Sejauh ini, Shinta menyebut bahwa pemerintah tengah melakukan evaluasi dan kajian lebih lanjut mengenai stimulus-stimulus yang dapat diberikan, menyusul adanya kenaikan PPN 12% sembari melihat kondisi ekonomi saat ini.

    “Kita mesti lihat stimulus apa yang mau diberikan dengan kondisi ini apakah itu bisa membantu. Jadi pemerintah sekarang juga lagi melakukan kajian lebih jauh,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal bahwa penerapan PPN 12% tahun depan tidak akan ditunda. Pasalnya, Undang-undang (UU) No.7/2021 telah mengamanatkan bahwa PPN harus naik sebesar 1%, dari 11% menjadi 12%, pada 1 Januari 2025.

    “Kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu (13/11/2024).

    Kendati begitu, Bendahara Negara memastikan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% tidak terjadi pada semua barang dan jasa. Kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi merupakan barang/jasa yang termasuk ke daftar PPN Dibebaskan.

  • Apindo Dorong Penetapan UMP Secara Bipartit

    Apindo Dorong Penetapan UMP Secara Bipartit

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendorong pemerintah agar penetapan upah minimum ditetapkan secara bipartit, yakni kesepakatan antara pekerja dan perusahaan. 

    Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam untuk menyikapi penetapan upah minimum 2025, yang hingga saat ini masih belum jelas aturannya.

    “Kita sebenarnya ingin mendorong upah bipartit karena yang paling tahu maju dan mundurnya perusahaan ya perusahaan itu dan serikat pekerjanya,” kata Bob dalam diskusi bersama media, Selasa (26/11/2024).

    Di sisi lain, Apindo sebelumnya telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) sebelumnya, Ida Fauziyah. 

    Dalam MoU tersebut, pemerintah dan Apindo sepakat untuk mendorong struktur skala upah agar sistem pengupahan semakin membaik ke depannya.

    Namun, seiring adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhir Oktober 2024, kesepakatan itu tidak dapat diimplementasikan. 

    Pelaku usaha mengaku kecewa terhadap pemerintah soal putusan MK yang menganulir sistem pengupahan. Kekecewaan itu bahkan telah disampaikan Apindo kepada Menaker Yassierli.

    “Kemarin kita sudah ketemu Pak Menaker dan kita mengungkapkan kekecewaan kami terhadap proses upah minimum,” ungkapnya.

    Menurut Bob, persoalan upah minimum sendiri telah berlangsung lebih dari 13 tahun dan Indonesia tak kunjung keluar dari pembahasan tersebut. Akibatnya, negara kerap melewatkan berbagai kesempatan yang justru dapat menghantarkan Indonesia menjadi negara maju.

    Misalnya, di awal tahun 90-an, perusahaan elektronik kala itu berminat untuk berinvestasi di Indonesia. Namun, rencana tersebut terpaksa batal lantaran adanya aksi mogok.

    Akibatnya, kata dia, investor di sektor ini akhirnya memiliki berinvestasi di Malaysia dibandingkan Indonesia. Belum lagi, aturan pengupahan yang kerap berubah-ubah dalam waktu dekat.

    Ilustrasi upahPerbesar

    “Dan sampai 13 tahun belum selesai. Kita sampaikan kepada Menteri, kita kecewa,” pungkasnya. 

    Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengamini bahwa dalam waktu dekat pemerintah akan segera merilis Peraturan Menteri (Permen) terkait dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025. 

    Hal ini disampaikannya kepada wartawan usai menghadap Presiden Prabowo Subianto untuk melaksanakan rapat terbatas (ratas) terkait dengan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (25/11/2024).

    “Saya punya target akhir bulan ini. Ya, paling lambat awal bulan depan ya, semoga akhir bulan ini peraturan menterinya bisa keluar,” ujarnya kepada wartawan. 

    Lebih lanjut, dia mengaku bahwa dalam diskusi alot bersama Kepala Negara yakni selama 2 jam itu, dirinya menyampaikan dengan progres instansi dalam penyusunan UMP.

    Yassierli mengaku secara penuh mendengarkan arahan dari orang nomor satu di Indonesia itu. Kendati demikian, terkait dengan hasil pembahasan dia menyebut belum bisa menyampaikannya kepada publik.

     “Kami masih harus merumuskan karena banyak pertimbangan yang harus kita perhatikan. Tentu UMP ini kan filosofisnya kita harus bisa menyeimbangkan, bagaimana meningkatkan penghasilan dari buruh dan tetap memperhatikan daya saing usaha,” ucapnya. 

    Dia mengami bahwa berdasarkan Pasal 29 PP Nomor 51 Tahun 2023, terkait dengan penetapan UMP, harus ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat pada 21 November tahun berjalan.

    Namun, dia melanjutkan saat ini ada kondisi berbeda dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga aturan tersebut belum bisa keluar di batas waktu yang ditentukan. 

    “Kami masih punya waktu sebenernya, kalau mengacu ke tanggal yang di PP kan sudah lewat ya, tadi saya sampaikan ini kondisinya memang berbeda dengan adanya putusan MK, Tunggu aja. Tentu tadi ya setelah kami mendengar arahan dari Presiden,” imbuhnya.

  • APINDO Ingin Kenaikan UMP 2025 Diselesaikan Secara Bipartit Acu PP 51

    APINDO Ingin Kenaikan UMP 2025 Diselesaikan Secara Bipartit Acu PP 51

    Jakarta, CNN Indonesia

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai formula penetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2025 yang paling adil adalah tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

    “Rumus yang ada saat ini, yang terakhir, PP 51, itu adalah perubahan yang keempat kalinya, amandemen yang keempat kalinya, yang menurut kita sudah cukup fair,” kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam dalam media briefing di Jakarta, Selasa (26/11).

    Kendati demikian, Bob mengatakan APINDO lebih mendorong pengaturan upah di atas upah minimum melalui negosiasi bipartit di masing-masing perusahaan.

    “Kita sebenarnya ingin mendorong upah bipartit yaitu upah yang diputuskan di masing-masing perusahaan karena yang paling tahu maju dan mundurnya perusahaan ya perusahaan itu dan serikat pekerjanya,” katanya.

    Bob mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli membahas soal UMP. Pengusaha katanya telah menyampaikan kekecewaan kepada Yassierli karena formuasi UMP yang berubah-ubah sehingga membuat investor enggan masuk ke Indonesia.

    Ia mencatat setidaknya sudah tiga kali Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara maju karena isu perburuhan selama 13 tahun terakhir.

    “Jadi tiga kali lost opportunity hanya karena masalah upah minimum dan sampai 13 tahun belum selesai. Kita sampaikan kepada Menteri Ketenagakerjaan kita kecewa,” katanya.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan perubahan formula UMP memang membuat investor asing enggan menanamkan modalnya ke Indonesia. Ia sendiri mengaku sudah mendengar langsung keluhan tersebut.

    “Ini menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Saya baru lawatan luar negeri di mana kita mempromosikan Indonesia selalu mengatakan open for business, tapi dengan kondisi seperti ini saya banyak dapat pertanyaan ini apa yang terjadi, kenapa banyak ketidakpastian, mengapa ada perubahan (UMP) lagi. Ini semua banyak pertanyaannya,” katanya.

    Shinta mengatakan pengusaha selama ini telah mengikuti aturan upah yang selama ini ditetapkan pemerintah. Padahal keinginan pengusaha katanya sebenarnya sudah tidak terpenuhi dengan aturan yang ada.

    “Di PP 36 yang diputuskan (formula UMP) adalah pertumbuhan ekonomi atau inflasi, mana yang lebih tinggi. Itu sudah diubah jadi PP 51 itu pertumbuhan ekonomi dan inflasi plus koefisien. Jadi kalau ditanya keinginan pelaku usaha apa, itu sudah lewat dari keinginan. Jadi sekarang kita udah enggak ngomongin keinginan,” katanya.

    (del/agt)

  • Sampaikan Pesan ke Menaker Soal Upah Minimum, Pengusaha: Kami Kecewa!

    Sampaikan Pesan ke Menaker Soal Upah Minimum, Pengusaha: Kami Kecewa!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kalangan pengusaha mengaku kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganulir Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) kluster Ketenagakerjaan. Kekecewaan itu disampaikan langsung kepada Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yasierli.

    “Kita sudah bertemu dan sampaikan kekecewaan ke Menteri Ketenagakerjaan tentang UMP yang sudah berlangsung 13 tahun, kita belum keluar dari perdebatan upah minimum tiap tahunnya,” kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bob Azam dalam Media Briefing APINDO, Selasa (26/11/2024).

    Perdebatan soal upah minimum sudah berlangsung selama 13 tahun atau sejak 2011 silam. Kala itu buruh melakukan unjuk rasa sampai menutup jalan tol.

    Bob menilai sebelum itu Indonesia menjadi tujuan pertama investasi, bahkan di atas China-India. Setelah lahirnya UUCK investor mulai tertarik masuk namun saat ini justru kembali menahan.

    “Begitu selesai UU Ciptaker terganjal lagi, saya pikir saya pikir pengusaha dan buruh dibelah, jadi saya liat ada tangan asing yang tidak senang ada kekuatan industri di negara selatan dan waktu 2010 kita diingatkan hati-hati ada campur tangan yang berusaha ngga jadi kekuatan industri, eh ternyata bener,” sebut Bob.

    Padahal seharusnya, kata Bob, Indonesia punya peluang untuk memperkuat industri dengan kepastian hukum. Sayangnya terjadi ketidakpastian dimana dalam beberapa tahun terakhir sudah terjadi 4x perubahan.

    Menurut Bob, Indonesia juga punya kesempatan lebih besar. “Di awal 90an elektronik mau masuk tapi digagalkan pemogokan, ini ketiga kali gagal, jadi elektronik larinya ke Malaysia termasuk data center karena upah minimum dan sampai 13 tahun belum selesai, kita sampaikan ke menaker, kita kecewa,” sebut Bob.

    (pgr/pgr)

  • Tax Amnesty Jilid III, Dari Siapa dan Untuk Siapa?

    Tax Amnesty Jilid III, Dari Siapa dan Untuk Siapa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak resmi masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025. Wacana pemberlakuan kembali program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid III pun terkuak.

    Alhasil, muncul berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat: siapa yang pertama kali mengusulkan RUU Tax Amnesty tersebut? Untuk siapa program tax amnesty jilid III itu? Demi kepentingan negara atau malah segelintir pihak?

    Usulan RUU Tax Amnesty sendiri pertama kali muncul dalam rapat kerja antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah dan DPD pada Senin (18/11/2024). Ketika itu, RUU Tax Amnesty ditulis sebagai usulan dari Baleg DPR.

    Dalam perkembangan, Komisi XI DPR—yang menangani perihal keuangan negara—bersurat kepada Baleg DPR untuk ‘mengambil alih’ usulan RUU Tax Amnesty.

    Meski demikian, Ketua Komisi XI DPR Misbakhun mengaku tidak tahu siapa yang pertama kali mengusulkan RUU Tax Amnesty tersebut. Dia menekankan, Komisi XI hanya mengambil alih usulan RUU Tax Amnesty dari Baleg.

    “Cek ke Baleg,” ujar Misbakhun di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).

    Sementara itu, Ketua Baleg DPR Bob Hasan mengaku bahwa RUU Tax Amnesty sudah ada dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional (Prolegnas), sebelum DPR periode 2024—2029.

    Oleh sebab itu, RUU Tax Amnesty hanya operan dari DPR periode sebelumnya yang belum sempat dibahas secara serius. Bob pun tidak tahu siapa yang pertama kali mengusulkan RUU Tax Amnesty tersebut.

    “Mau tanya dari mana, dari apa, segala macam, kami ini [Baleg periode 2024—2029] orang baru, sudah masuk dalam list waktu itu. Ya dulu-dulu kan [DPR periode sebelumnya] ada pembahasan mungkin, kan gitu,” ujar Bob kepada Bisnis, Jumat (22/11/2024).

    Di samping itu, politisi Partai Gerindra itu merasa tidak terlalu penting siapa yang pertama kali mengusulkan RUU Tax Amnesty tersebut. Entah pengusulnya pengusaha, pemerintah, maupun DPR, Bob meyakini yang terpenting adalah kebermanfaatan beleid tersebut untuk negara.

    Dia mengingatkan bahwa pemerintah baru Presiden Prabowo Subianto memerlukan dana yang tidak sedikit untuk mengeksekusi berbagai program unggulan seperti makan bergizi gratis hingga renovasi dan pembangunan sekolah-sekolah.

    Menurutnya, program tax amnesty bisa menjadi salah satu cara untuk meraih dana segar jumbo secara instan bagi pemerintah. Bagaimanapun, para konglomerat akan membayar uang tebusan atas pengungkapan atau deklarasi harta yang selama ini tidak dipajaki.

    “Intinya itu pemerintah butuh duit. Untuk ngolah-ngolah semua ini kan enggak mungkin dengan selalu pinjam-pinjam,” jelas Bob.

    Bisnisgrafik Tax Amnesty: Mengampuni ‘Pendosa’ Pajak. / Bisnis-M. Imron GhozaliPerbesar

    Tax Amnesty Jilid III, Untuk Apa?

    Sebagai informasi, dalam 10 tahun terakhir, pemerintah sebenarnya sudah pernah dua kali mengeluarkan kebijakan tax amnesty yaitu jilid I (periode 18 Juli 2016—31 Maret 2017) dan jilid II (1 Januari—30 Juni 2022) melalui Program Pengungkapan Sukarela atau PPS.

    Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Prianto Budi Saptono meyakini bahwa semua wacana tax amnesty jilid III tersebut tidak pernah hadir dari ruang hampa.

    Prianto mencontohkan sebelumnya pemerintah mengungkap fenomena penghindaran pajak di sektor perkebunan. Tidak hanya itu, pemerintah juga menyatakan akan berupaya mengejar pajak shadow economy seperti aktivitas ekonomi ilegal.

    Dia menilai bahwa ada dua cara penegakan hukum untuk mengejar pengemplang pajak (tax evader) dan pelaku penghindaran pajak (tax avoider) tersebut. Pertama, penegakan hukum administrasi hingga penegakan hukum pidana pajak. 

    Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu mengungkapkan bahwa cara pertama cenderung mendapatkan perlawanan dari terduga tax evader maupun tax avoider seperti lewat proses sengketa pajak hingga ke Pengadilan Pajak hingga Mahkamah Agung.

    “Cara pertama di atas tidak gampang dan belum tentu mendapatkan pajak sesuai ekspketasi pemerintah. Alih-alih banyak menang sengketa pajak, pemerintah justru hampir 60% mengalami kekalahan ketika ada sengketa [banding dan gugatan] di pengadilan pajak,” ujar Prianto kepada Bisnis, pekan lalu.

    Kedua, melalui tax amnesty. Dia berpendapat bahwa tax amnesty merupakan cara yang lebih sederhana dan cenderung tanpa ada proses perlawanan.

    Kebijakan tax amnesty, lanjutnya, cenderung digulirkan ketika pemerintah belum mampu mengatasi permasalah tax evasion dan tax avoidance. Oleh sebab itu, Prianto menilai tidak ada yang salah dengan wacana tax amnesty jilid III ketika negara butuh dana instan dari masyarakat.

    “Kebijakan tax amnesty di banyak negara pada kenyataannya juga berulang meskipun teorinya menyatakan bahwa seharusnya tax amnesty itu cukup sekali untuk satu generasi wajib pajak,” tutupnya.

    Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam acara sosialisasi Tax Amnesty di Medan, Sumatra Utara pada Kamis (21/7/2016). / dok. KemensetnegPerbesar

    Pendapat berbeda disampaikan oleh Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar. Menurutnya, tidak ada urgensinya penerapan Tax Amnesty Jilid III.

    Kebijakan tersebut, sambung Fajry, hanya akan mencederai rasa keadilan bagi wajib pajak yang telah patuh. Sejalan dengan itu, dia khawatir akan banyak Wajib Pajak yang semakin melakukan penghindaran pajak.

    “Buat apa untuk patuh, toh ada tax amnesty lagi?” kata Fajry kepada Bisnis, pekan lalu.

    Dia menilai Tax Amnesty Jilid III akan menjadi langkah mundur pemerintah. Apalagi, wacana pengampunan pajak untuk orang tajir itu bergulir ketima pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan.

    Oleh sebab itu, Fajry tidak heran apabila nantinya banyak penolakan dari berbagi kalangan masyarakat ihwal wacana Tax Amnesty Jilid III.

    “Terlebih, tax amnesty ini untuk siapa? Sebagian besar konglomerat sebenarnya sudah masuk ke Tax Amnesty Jilid I dan sebagian lagi melengkapinya kemarin,” jelasnya.

    Tanggapan Pengusaha soal Tax Amnesty Jilid III

    Kalangan pengusaha mengakui program pengampunan pajak atau tax amnesty tidak terlalu ideal, tetapi dibutuhkan untuk menambah penerimaan negara.

    Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai tax amnesty mempunyai sisi negatif yakni memberikan rasa ketidakadilan bagi wajib pajak yang telah patuh.

    Apalagi, tax amnesty sudah pernah pernah dilakukan selama dua kali yaitu pada 2016—2017 dan 2022. Akibatnya, masyarakat akan cenderung meremehkan kebijakan-kebijakan umum tentang perpajakan karena secara rutin pemerintah mengeluarkan program tax amnesty.

    “Inilah yang membuat kebijakan tax amnesty ini adalah program yang kurang ideal,” jelas Ajib dalam keterangannya, Rabu (20/11/2024).

    Di samping itu, lanjutnya, secara umum literasi perpajakan masih rendah. Akibatnya, budaya taat pajaknya juga rendah.

    Dia mengingatkan, pemerintah berencana memberlakukan kebijakan core tax system atau sistem inti administrasi perpajakan pada tahun depan. Ajib berpendapat, sistem tersebut membutuhkan prasyarat penting yaitu wajib pajak harus mempunyai pemahaman dan kepatuhan pajak yang lebih baik.

    “Hal ini yang membuat tax amnesty dibutuhkan oleh masyarakat,” katanya.

    Selain itu, sambungnya, secara praktis tax amnesty juga akan menambah pemasukan buat APBN. Dengan pengampunan pajak, harta yang dilaporkan oleh wajib pajak yang sebelumnya tidak dilaporkan akan muncul masuk ke Sistem Keuangan Indonesia sehingga ke depan menjadi aset yang lebih produktif untuk perekonomian nasional.

    Bahkan, menurut Ajib, tax amnesty bisa memberikan daya ungkit untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% karena penerima manfaatnya tidak akan ragu lagi membelanjakan uang yang telah dilaporkan.

    “Secara prinsip, fungsi pajak adalah untuk keuangan negara atau budgeteir dan juga fungsi mengatur ekonomi atau regulerend. Dalam konteks kebijakan tax amnesty ini, aspek budgeteir dan regulerend bisa didorong bersama dan memberikan manfaat,” tutupnya.