Organisasi: APINDO

  • Semua Kena, Premium-Mewah Hanya Penamaan

    Semua Kena, Premium-Mewah Hanya Penamaan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersuara soal kengototan pemerintah menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 nanti.

    Komentar salah satunya mereka berikan terhadap pemberlakuan PPN. 

    Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta Selatan, Kamis (19/12) mengatakan bahwa pemerintah memang mengatakan PPN tidak berlaku untuk semua, tapi untuk barang premium.

    Tapi katanya, sejatinya semua produk dan jasa dikenakan PPN 12 persen mulai 2025. 

    “Sebenarnya itu bukan bahan premium, secara menyeluruh memang kena 12 persen tapi ada beberapa bahan pokok sembako yang tidak terkena. Jadi sebenarnya dasarnya semua barang akan terkena (PPN) 12 persen,” ujar Shinta.

    “Bahwa penamaan itu sebagai barang mewah atau bahan premium itu bisa saja, tapi hampir semua itu terkena 12 persen. Hampir semua jenis barang dan jasa-jasa, kecuali bahan pokok dan sembako,” imbuhnya lebih lanjut.

    Shinta mengatakan kengototan itu berpotensi akan membuat semuanya menjadi berat. Pemerintah katanya, memang menggelontorkan sejumlah insentif untuk mengantisipasi dampak itu. 

    Tapi, insentif tidak akan berdampak banyak. Insentif juga katanya, tidak dinikmati dunia usaha. Salah satunya insentif pembebasan pajak penghasilan (PPh) bagi pekerja sektor padat karya bergaji di bawah Rp10 juta.

    Ia menilai kebijakan itu tidak memberikan keuntungan bagi pelaku usaha.

    “(Stimulus) PPh 21 itu bagus, cuma ini diberikannya memang untuk pekerja. Jadi yang kena manfaat itu adalah pekerja yang gajinya di bawah Rp10 juta. Jadi ini tidak membantu pelaku usahanya, industri padat karya itu enggak kebantu,” ujarnya. 

    Shinta meminta pemerintah seharusnya juga membebaskan PPh Badan bagi pelaku usaha agar industri padat karya ikut terbantu dari tekanan kenaikan PPN 12 persen.

    “Dan kita enggak minta untuk semua sektor. Tapi paling enggak industri padat karya ini bisa terbantu kalau PPh Badannya ini dibantu,” imbuhnya.

    Selain pembebasan PPh bagi pekerja bergaji Rp4,8 juta hingga Rp10 juta, Shinta juga menilai stimulus diskon 50 persen iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama enam bulan untuk sektor padat karya juga minim manfaatnya bagi pelaku usaha.

    “Ini 50 persen, tapi yang dilakukan pemerintah sekarang adalah pemberian stimulus untuk hanya kecelakaan kerja. Jadi sangat kecil sekali gitu, lain banget dengan konsep BPJS Ketenagakerjaan. Jadi ini cuma salah satu bagian daripada kecelakaan kerja, ini terlalu kecil dan hampir tidak terasa,” tutur Shinta.

    Lebih lanjut, Shinta meyakini tekanan inflasi akan meningkat di awal 2025 didorong oleh sejumlah faktor, termasuk implementasi kenaikan PPN menjadi 12 persen. Namun, Apindo memproyeksikan inflasi di 2025 tetap terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia (BI).

    “Tekanan inflasi dipercayakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP (upah minimum provinsi), implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman di kuartal I, terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran,” tuturnya.

    (del/agt)

  • UMP Naik 6,5%, Pengusaha Waspada Ancaman PHK

    UMP Naik 6,5%, Pengusaha Waspada Ancaman PHK

    Jakarta

    Pengusaha menilai Indonesia tengah mengalami tantangan signifikan dalam peningkatan daya beli masyarakat. Selain dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan naik menjadi 12%, inkonsistensi soal kebijakan ketenagakerjaan juga dinilai berpotensi mengancam stabilitas investasi dan lapangan kerja di Tanah Air, salah satunya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) lantaran naiknya upah minimum provinsi (UMP) per 2025 sebesar 6,5%.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menilai bahwa dengan pergantian regulasi ketenagakerjaan dan kebijakan pengupahan yang kurang transparan, seperti penetapan UMP 2025 yang dinaikkan sebesar 6,5% tanpa kejelasan dasar perhitungannya, juga menjadi salah satu faktornya.

    “Inkonsistensi kebijakan dari ketenagakerjaan ini mungkin jadi sesuatu yang harus jadi perhatian. Mulai dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sampai dengan keputusan Presiden mengenai kenaikan UMP, dan Peraturan Menteri (Permen) 16, saya rasa perlu menjadi perhatian. Saat ini kondisi di lapangan juga kurang kondusif,” terang Shinta saat acara Outlook Ekonomi Apindo, Kamis (19/12/2024).

    Shinta bilang, salah satu sektor yang paling terdampak adalah industri padat karya. Dirinya menilai, saat ini kondisi industri padat karya sudah kurang baik, terutama di bidang tekstil dan garmen yang bahkan juga sudah mulai melakukan banyak PHK.

    “Yang sekarang banyak sekali terkena adalah industri padat karya, terutama karena kita lihat juga kondisinya sudah kurang baik, terutama tekstil/garmen yang juga sudah mulai melakukan banyak sekali PHK. Dengan adanya kenaikan UMP, sebenarnya bukan soal UMP saja, tetapi juga ada upah sektoral yang kemudian ditentukan oleh daerah masing-masing. Ini yang menimbulkan banyak sekali gejolak,” beber Shinta.

    Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 31 Oktober 2024, mengabulkan sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang berujung pada penghapusan klaster Ketenagakerjaan dan mewajibkan pemerintah merumuskan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru dalam dua tahun ke depan.

    Perubahan ini menandai pergantian keempat regulasi ketenagakerjaan dalam sepuluh tahun terakhir, menciptakan ketidakpastian yang merugikan dunia usaha dan menghambat penciptaan lapangan kerja baru.

    Lihat Video: Prabowo Umumkan Upah Minimum 2025 Naik 6,5%

    (eds/eds)

  • Pengusaha Proyeksi Dolar AS Makin Perkasa di 2025

    Pengusaha Proyeksi Dolar AS Makin Perkasa di 2025

    Jakarta

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) was-was terhadap pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Untuk diketahui, hari ini saja nilai tukar dolar AS menguat terhadap rupiah di level Rp 16.200-an.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengakui, pelaku usaha mengantisipasi pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Namun kondisi ini memang tidak bisa dikendalikan oleh pelaku usaha, apa lagi faktornya ada dari global.

    “Memang kita harus antisipasi terutama dengan kita lihat faktor di AS atas terpilihnya Donald Trump ini ber-impact kepada Indonesia. Tentu kita pelaku usaha harus prudent dalam menjaga, apapun itu, kita exporting, importing, ada mekanisme untuk menjaga,” kata dia dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Menurut Shinta, Bank Indonesia (BI) telah melakukan langkah yang tepat dengan menahan suku bunga di level 6%. Hal ini tentunya menurut dia harus diimbangi dengan langkah antisipasi pelaku usaha terhadap kemungkinan pelemahan rupiah ke depan.

    “Kami mengerti, balancing tidak mudah, tetapi kami pelaku usaha mengantisipasinya karena bisa terjadi tahun depan, dan itu satu hal yang tidak mudah,” lanjutnya.

    Untuk tahun depan, menurutnya rupiah masih akan tertekan. Apindo memprediksi rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun 2025 berada di kisaran Rp 15.800-16.350.

    “Rupiah diproyeksikan masih akan tertekan pada paruh pertama 2025 karena kecenderungan penguatan dolar AS dan akan menguat pada paruh kedua setelah pasar mampu mengantisipasi kebijakan Presiden Trump,” terangnya.

    Lihat juga Video: Dolar AS Tembus Rp 16.400, Ekonom: Jangan Panik

    (ada/eds)

  • Biaya Berusaha di RI Masih Tinggi, Bikin Ekonomi Susah Naik

    Biaya Berusaha di RI Masih Tinggi, Bikin Ekonomi Susah Naik

    Jakarta

    Tingginya biaya dalam sektor ekonomi masih menjadi tantangan struktural yang menghambat daya saing Tanah Air. Pihak pengusaha menilai, biaya yang tinggi seperti dari sektor logistik, energi, tenaga kerja, dan pinjaman menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan biaya berusaha tertinggi di ASEAN-5 (yang terdiri dari negara Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina).

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengatakan bahwa biaya logistik mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini menunjukkan Indonesia jauh lebih tidak efisien dibandingkan dengan Malaysia dengan persentase 12,5% dan Singapura dengan persentase 8%.

    “Kalau kita lihat itu yang namanya labor cost, logistic cost, energy cost ini Indonesia termasuk salah satu yang paling tinggi di ASEAN, dan di sini biaya logistik ini walaupun kita melihat upaya pemerintah untuk mau menurunkan, tetapi dalam kenyataannya di lapangan ini masih tidak kompetitif dan sangat tinggi,” terang Shinta dalam acara Outlook Ekonomi & Bisnis Apindo 2025 di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Di sisi lain, survei Apindo mencatat ada sebanyak 61,26% pelaku usaha yang kesulitan mengakses pinjaman, dan data menunjukkan ada sebanyak 43,05% perusahaan menilai bahwa suku bunga pinjaman terlalu tinggi. Selain itu, sekitar 64,28% perusahaan menyatakan reformasi regulasi belum menjamin kemudahan dan kepastian usaha.

    “Kemudian ditambah biaya-biaya seperti perizinan, regulasi, dan lain-lain yang juga menambah cost of doing business. Jadi, kita selalu mengatakan kunci utama adalah bagaimana Indonesia bisa memperbaiki high cost economy yang ada. Supaya kita bisa lebih kompetitif,” tambah Shinta.

    Shinta mengelaborasi lebih lanjut terkait dengan agenda strategis yang dirasa perlu untuk dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yakni mulai dari hilirisasi komoditas di sektor strategis; penguatan UMKM secara konsisten dan terarah dengan pendekatan pentahelix; penguatan ekosistem ekonomi digital; optimalisasi sektor hijau; pencapaian swasembada pangan; penyederhanaan perizinan, peningkatan transparansi, dan konsistensi kebijakan dalam mendukung iklim investasi; dan optimalisasi online single submission risk based approach (OSS-RBA).

    Tonton Video: Apakah PPN 12% Akan Berpengaruh Besar Pada Ekonomi Indonesia?

    (eds/eds)

  • Tidak Ada Lompatan Besar, Apindo Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI Tahun Depan di Angka 5,2 Persen – Halaman all

    Tidak Ada Lompatan Besar, Apindo Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI Tahun Depan di Angka 5,2 Persen – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan akan berada di kisaran 4,9 persen hingga 5,2 persen.

    “Kita memprediksi tahun 2025 tidak akan ada lompatan yang terlalu tinggi. Jadi prediksi kami di tahun depan itu pertumbuhannya itu antara 4,9 sampai 5,2 [persen]. Jadi mungkin cenderung lebih 5 ke atas lah,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam konferensi pers di kantor Apindo, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Shinta mengungkap ada beberapa faktor yang mempengaruhi prediksi Apindo. Pertama, faktor eksternal yang masih dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik global.

    Ia menyebut ada fragmentasi perdagangan internasional, berakhirnya era booming komoditas seperti CPO dan batu bara, serta inflasi global yang mulai terkendali namun belum kembali pada posisi normal.

    “Soal dinamika yang terjadi di Amerika Serikat dengan terpilihnya Presiden Trump juga ada pengaruhnya ke Indonesia,” ujar Shinta.

    Dari sisi domestik, Shinta menyebutkan bahwa pelemahan kelas menengah menjadi faktor yang sangat mempengaruhi.

    Saat ini kondisinya adalah kelas menengah merupakan motor penggerak konsumsi dalam negeri.

    Selain itu, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Lalu, potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menurut Shinta menjadi tantangan utama yang harus menjadi perhatian.

    “Kami di sini menggarisbawahi pentingnya penciptaan lapangan pekerjaan. PHK yang terus bertambah ini pasti akan semakin mengkhawatirkan kondisi lapangan pekerjaan di Indonesia,” ucap Shinta.

    Apindo juga memprediksi bahwa tahun 2025 tidak akan ada “booster” ekonomi dari penyelenggaraan pemilu seperti yang terjadi pada tahun ini.

    Untuk sektor-sektor yang diprediksi akan tumbuh pada tahun 2025, Apindo mengidentifikasi beberapa industri seperti pengolahan, pertanian, perdagangan, pertambangan, dan konstruksi.

    Namun, beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami penurunan ialah akomodasi makan dan minuman, administrasi pemerintahan, jasa perusahaan, transportasi dan pergudangan, serta jasa lainnya.

    Salah satu penyebab penurunan ini adalah pemotongan anggaran biaya dinas pemerintahan sebesar 50 persen, yang akan berdampak pada industri Meeting, Incentive, Conferences, and Exhibition (MICE). 

  • Pengusaha Wanti-wanti Inflasi Melonjak Gegara PPN 12%

    Pengusaha Wanti-wanti Inflasi Melonjak Gegara PPN 12%

    Jakarta

    Pengusaha memprediksi tingkat inflasi akan meningkat pada awal 2025 akibat implementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Untuk diketahui implementasi PPN menjadi 12% akan berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Penetapan itu merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selain PPN menjadi 12%, kenaikan UMP juga disebut akan berpengaruh kepada tingkat inflasi.

    “Tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong sejumlah faktor, kenaikan UMP, implementasi PPN 12%, serta permintaan musiman di kuartal I (2025) pada momentum Ramadan dan Lebaran” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani, dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Kamis (19/12/2024).

    Penetapan PPN 12% juga diperkirakan akan menurunkan daya beli masyarakat. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk kelas menengah dan menuju kelas menengah di Indonesia pada tahun 2024 sebanyak 66,35% dari total penduduk Indonesia.

    Nilai konsumsi pengeluaran dari kedua kelompok tersebut mencakup 81,49% dari total konsumsi masyarakat. Shinta menyebut, PPN 12% akan menurunkan jumlah konsumsi masyarakat pada 2025.

    “Tantangan ini menuntut perhatian serius dari pemerintah untuk merumuskan strategi efektif dalam memulihkan dan meningkatkan daya beli masyarakat di tahun 2025,” terangnya.

    Di sisi lain, sebelumnya Bank Indonesia menilai efek kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% terhadap barang mewah tidak akan memberikan dampak besar pada laju inflasi maupun Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun PPN 12% akan mulai berlaku per 1 Januari 2025.

    Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aida Suwandi Budiman mengatakan, hal ini perlu diidentifikasi lebih lanjut dari barang-barang apa saja yang akan kena PPN 12%. Barang-barang tersebut antara lain barang premium.

    Tahapan selanjutnya, perlu dilihat bobot dari kategori barang kena PPN di Indeks Harga Konsumen (IHK). Apabila menggunakan Survei Biaya Hidup (SBH) 2022, didapatkan jumlahnya 52,7%.

    “Kemudian baru kita hitung bagaimana dampaknya kepada inflasi. Ini kita harus pakai asumsi yang digunakan oleh Bank Indonesia itu kemarin rata-rata historisnya,” kata Aida, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI, di Kompleks BI, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).

    (ada/eds)

  • Pengusaha Prediksi Ekonomi RI 2025 Mentok di Level 5%

    Pengusaha Prediksi Ekonomi RI 2025 Mentok di Level 5%

    Jakarta

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan tidak akan mengalami lompatan yang terlalu tinggi. Ketua Apindo Shinta W Kamdani menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 ada di kisaran 4,9% sampai 5,2%.

    “Prediksi kami di tahun depan 4,9%-5,2% cenderung 5 ke atas, jadi di angka 5,1% 5,2%,” kata dia dalam konferensi pers, di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Pertumbuhan yang stagnan itu dipengaruhi berbagai faktor, baik dari global maupun dalam negeri. Untuk faktor dari global, Shinta menyebut, perekonomian Indonesia akan dipengaruhi dengan penurunannya perdagangan global hingga terpilihnya Presiden AS Donald Trump.

    Kedua, untuk faktor dalam negeri, pertumbuhan perekonomian Indonesia akan dipengaruhi dengan penurunan konsumsi masyarakat akibat tekanan PPN naik jadi 12%.

    Penurunan daya beli masyarakat ini juga telah menurunkan jumlah kelas menengah. Apindo menyebut, jumlah kelas menengah menyusut 9,5 juta orang dalam 5 tahun terakhir.

    Padahal, menurut Shinta, kelas menengah Indonesia berperan penting dalam mendongkrak konsumsi nasional. Konsumsi masyarakat tahun depan diprediksi menurun karena tidak ada lagi penopang seperti tahun 2024 dengan adanya pemilihan umum (pemilu).

    “Kita lihat tahun ini kan ada booster pemilu, itu cukup menambah konsumsi, tapi di tahun depan ini kan tidak ada. Jadi ini juga akan menjadi satu pertimbangan,” terangnya.

    Selain itu, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) disebut akan menyebabkan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengusaha ingin pemerintah memberikan perhatian lebih kepada tenaga kerja untuk mendukung penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak.

    “Jadi kami mungkin di sini menggaris bawahi pentingnya penciptaan lapangan pekerjaan dan di sini lah kenapa buat kami dengan adanya PHK yang terus bertambah ini pasti akan semakin mengkhawatirkan kondisi lapangan pekerjaan di Indonesia,” terangnya.

    Lihat Video: Potensi Pertumbuhan Ekonomi Awal Era Prabowo-Gibran

    (ada/eds)

  • Disnaker Kota Tangerang umumkan upah 2025 naik berlaku 1 Januari

    Disnaker Kota Tangerang umumkan upah 2025 naik berlaku 1 Januari

    Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang Ujang Hendra Gunawan. ANTARA/HO-Pemkot Tangerang

    Disnaker Kota Tangerang umumkan upah 2025 naik berlaku 1 Januari
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Selasa, 17 Desember 2024 – 14:53 WIB

    Elshinta.com – Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang Banten telah mengumumkan upah minimum kota (UMK) 2025 naik 6,5 persen menjadi Rp5.069.708 dan berlaku mulai 1 Januari 2025. Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang Ujang Hendra Gunawan di Tangerang, Selasa mengatakan kebijakan ini berlaku efektif tahun depan dan wajib ditaati seluruh perusahaan di wilayah Kota Tangerang.

    “UMK ini berlaku bagi pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun,” kata Ujang.

    Untuk pekerja yang telah lebih dari satu tahun, pengupahan akan mengacu pada struktur dan skala upah yang ditetapkan oleh masing-masing perusahaan. Skema ini bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada pekerja yang lebih berpengalaman sekaligus mendorong produktivitas.

    Upah minimun sektoral kabupaten/kota (UMSK) 2025 untuk sektoral 1 ditambah tujuh persen dari UMK 2025 sehingga menjadi Rp5.424.587,95 dan UMSK 2025 sektoral 2 ditambah 4 persen menjadi Rp5.272.496,69. Kemudian UMSK 2025 sektoral 3 ditambah 3 persen menjadi Rp5.221.799,61 dan UMSK sektoral 4 ditambah 2 persen menjadi Rp5.171.102,53. “Sedangkan untuk Sektoral 5 sesuai kesepakatan Bipartit,” katanya.

    Ia menuturkan kesepakatan kenaikan UMK tahun 2025 berdasarkan rapat pleno dewan pengupahan yang diikuti serikat buruh, pengusaha Apindo dan Kadin, akademisi serta jajaran Pemkot Tangerang. “Kita juga libatkan buruh,” katanya.

    Bagi perusahaan yang melanggar akan dikenai sanksi sesuai aturan yang berlaku. Dengan demikian, semua pihak dapat menjalankan peran masing-masing untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis.

    “Kita harap semua perusahaan bisa mengikuti aturan yang berlaku,” katanya.

    Sumber : Antara

  • Pajak PPh 21 Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp 10 Juta Ditanggung Pemerintah

    Pajak PPh 21 Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp 10 Juta Ditanggung Pemerintah

    JAKARTA – Bagi masyarakat yang memiliki penghasilan gaji sampai dengan 10 juta per bulan, pemerintah akan membebaskan pajak penghasilan ( PPh 21 ) untuk para pekerja di sektor padat karya.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Presiden Prabowo subianto sudah memerintahkan agar sektor padat karya ini menjadi perhatian penting.

    BACA JUGA: BPR Kencana Kota Cimahi Dilikuidasi, LPS Siapkan Dana Simpanan Nasabah

    ‘’Hal ini karena sektor padat karya sedang mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir,’’ ujar Sri Mulyaa dalam keterangan ujarnya, dikutip selasa, (17/12/2024).

    Menurutnya,  pemerintah akan memberikan keringanan insentif untuk pajak penghasilan ( PPh 21 ) bagi para pekerja yang bergerak di indutri padat karya.

    “Jadi gajinya capai 10 juta maka PPh pasal 21-nya ditanggung pemerintah sampai 10 juta per bulan,” ujarnya.

    BACA JUGA: Diduga Minta Imbalan, Kabid Penegakan Perda Satpol PP Kota Cimahi jadi Tersangka!

    Sri Mulyani menuturkan, industri padat karya yang dimaksud adalah usaha yang melibatkan para pekerja sdalam jumlah banyak, seperti pada industri tekstil, sepatu sampai dengan furniture.

    Selain itu, untuk mendukung industri padat karya berkembang dan kembali bangkit pemerintah juga memberikan subsidi bunga sebesar 5 persen untuk pembiayaan pengadaan mesin industri.

    Pemerintah juga akan memberikan bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen untuk industri padat karya selama 6 bulan.

    BACA JUGA: Pedagang Pasar Gedebage Ngamuk, Ancam Buang Sampah ke Kantor Perumda Pasar dan DLHK Kota Bandung

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indo (Apindo) mengaku telah bertemu dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar insentif pajak penghasilan (PPh) 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) kembali diberikan oleh pemerintah.

    Hal ini diusulkan karena saat ini tingkat daya beli masyarakat juga sedang turun dan pemberian insentif ini pernah dilakukan ketika Pandemi Covid-19.

    BACA JUGA: Proyek Galian Kabel BUMD Kota Bandung PT Bandung Infra Investama Dikerjakan Serampangan!

    Akan tetapi, pemberian insentif tersebut tidak diperpanjang dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3 Tahun 2022.

    Sementara itu, Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto menuturkan, pengajuan insentif PPh 21 DTP sudah diajukan ke kementerian keuangan.

    Pihaknya juga mengajukan DTP PPh 21 kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan usulan tersebut akan dipertimbangkan.

  • Regulasi UMP Kerap Berubah-Ubah, Pengusaha Takut Investor Kabur

    Regulasi UMP Kerap Berubah-Ubah, Pengusaha Takut Investor Kabur

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kalangan pelaku usaha mengkhawatirkan sering berubah-ubahnya regulasi dalam hal upah minimum. Hal ini, menurut pengusaha, bisa membuat investor menjadi enggan berinvestasi di Indonesia. Tidak konsistennya kebijakan pemerintah ini tergambar dalam UU Cipta Kerja. 

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyebut setelah digugurkannya beberapa pasal ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, muncul kekhawatiran di kalangan pelaku usaha dan calon investor terkait kepastian kebijakan, terutama mengenai upah minimum.

    “Perlu dipahami juga, isu pengupahan ini akan berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja di sektor padat karya, seperti perusahaan garmen dan sepatu, sudah menyusun anggaran kerja tahun depan berdasarkan aturan lama. Ketika perubahan mendadak terkait pengupahan, maka dapat mengganggu operasional mereka, bahkan berisiko pada penyerapan tenaga kerja,” kata dia dalam keterangannya, Senin (16/12/2024).

    Bagi perusahaan yang berniat untuk berinvestasi maka akan menahan ekspansinya, alhasil penyerapan tenaga kerja bakal semakin tertekan. Pasalnya tercatat dalam beberapa tahun terakhir sudah ada 4x perubahan regulasi upah minimum, dengan terbaru yakni Presiden Prabowo Subianto menetapkan kenaikan upah minimum sebesar 6,5%.

    “Kebijakan ini juga perlu ditanggapi secara bijak oleh pemerintah, sehingga memberikan iklim usaha yang efisien, berdaya saing, dan dapat diprediksi oleh pelaku usaha,” ujar Shinta.

    Selain itu iklim usaha juga perlu didukung oleh reformasi struktural sebagai langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi dan prediktabilitas iklim usaha serta investasi di Indonesia. Hal ini menjadi semakin relevan mengingat tantangan ekonomi yang dihadapi saat ini, termasuk ketidakpastian kebijakan yang memengaruhi daya saing Indonesia di kawasan.

    Salah satu perhatian utama adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang masih tinggi, menandakan bahwa efisiensi investasi di Indonesia belum optimal. Asal tahu saja, angka ICOR Indonesia per 2023 masih berada di angka 6,33%, jauh lebih tinggi dibandingkan ICOR negara-negara ASEAN yang berada di kisaran 4-5%.

    ICOR merupakan parameter ekonomi makro yang menggambarkan rasio investasi kapital atau modal terhadap hasil yang diperoleh (output), dengan menggunakan investasi tersebut.

    “Kami percaya pemerintah sudah memahami aspek-aspek yang perlu diperbaiki melalui reformasi struktural. Namun, implementasi langkah-langkah tersebut harus dipercepat untuk memastikan Indonesia tetap kompetitif,” kata Shinta.

    (fys/haa)