Organisasi: APINDO

  • Dampak PPN 12% Bikin Cemas, Begini Ramalan Ekonomi RI 2025

    Dampak PPN 12% Bikin Cemas, Begini Ramalan Ekonomi RI 2025

    Jakarta

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025. Ketua Umum APINDO Shinta W. Kamdani mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun depan diprediksi pada kisaran 4,9% hingga 5,2%.

    “Prediksi kami di tahun depan 4,9%-5,2% cenderung 5 ke atas, jadi di angka 5,1% 5,2%,” kata dia dalam konferensi pers, di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Pertumbuhan tersebut dipengaruhi berbagai faktor, baik dari global maupun dalam negeri. Faktor global yaitu lesunya perdagangan hingga terpilihnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    “Hal ini didasarkan pada tekanan eksternal yang masih terjadi seperti tensi geopolitik, fragmentasi perdagangan global, berakhirnya era boom commodity (windfall) dari komoditas CPO dan batubara, inflasi global yang mulai terkendali tetapi belum kembali pada posisi normal, hingga dinamika di Amerika Serikat pasca terpilihnya Presiden Donald Trump,” terang Shinta.

    Faktor dalam negeri, yaitu penurunan konsumsi masyarakat akibat PPN naik jadi 12%.

    “Di sisi lain, di level domestik isu utama yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tahun depan adalah pelemahan kelas menengah yang selama ini menjadi penopang konsumsi dalam negeri, tekanan kenaikan PPN pada barang-barang tertentu, dan potensi layoff akibat kenaikan UMP yang tidak diimbangi dengan produktivitas masyarakat,” ucapnya.

    Penurunan daya beli, menurut Shinta, juga menjadi pemicu 9,5 juta orang kelas menengah turun kasta. Padahal, kelas menengah Indonesia berperan penting dalam mendongkrak konsumsi nasional.

    Sementara, laju konsumsi tahun depan diprediksi turun karena tidak ada lagi penopang seperti tahun 2024 dengan adanya pemilihan umum (pemilu).

    “Selain itu, tidak adanya booster pertumbuhan seperti pelaksanaan Pemilu dengan timeline yang berulang seperti tahun ini, dapat menjadi tantangan bagi pertumbuhan ekonomi tahun depan jika hanya mengandalkan faktor pertumbuhan musiman,”terangnya.

    APINDO juga memproyeksikan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal tahun, didorong oleh sejumlah faktor seperti kenaikan UMP, implementasi PPN sebesar 12%, serta peningkatan permintaan musiman pada kuartal I yang terkait dengan momentum Ramadhan dan Lebaran.

    Kemudian, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US$ tahun 2025 diprediksi berada di kisaran Rp 15.800-16.350. Nilai tukar rupiah diproyeksikan masih akan tertekan pada paruh pertama 2025 karena kecenderungan penguatan Dollar AS dan akan menguat pada paruh kedua setelah pasar mampu mengantisipasi kebijakan Presiden Doland Trump.

    (shc/hns)

  • Pengusaha Sentil Pemerintah soal PPN 12%: Semua Bakal Kena!

    Pengusaha Sentil Pemerintah soal PPN 12%: Semua Bakal Kena!

    Jakarta

    Pengusaha buka suara merespons kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) jadi 12%. Sebelumnya, menurut Pemerintah, kenaikan PPN menjadi 12% hanya berlaku untuk barang dan jasa kategori mewah.

    Namun, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani, menilai pada intinya semua barang dan jasa kena PPN 12%, sedangkan barang mewah atau premium hanya penamaan saja.

    “Secara menyeluruh memang kena 12%, tapi ada beberapa bahan pokok sembako itu yang tidak terkena. Jadi sebenarnya dasarnya semua barangnya akan terkena 12%. Bahwa penamaan itu sebagai barang mewah atau bahan premium itu bisa saja tapi hampir semua itu terkena 12%,” kata dia ditemui di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Shinta menilai PPN menjadi 12% akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat kelas menengah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk kelas menengah dan menuju kelas menengah di Indonesia pada tahun 2024 sebanyak 66,35% dari total penduduk Indonesia.

    Nilai konsumsi pengeluaran dari kedua kelompok tersebut mencakup 81,49% dari total konsumsi masyarakat. Menurutnya persentase itu akan menurun dengan tekanan PPN 12%.

    “Kondisi ini tentu akan diperparah dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025, yang diperkirakan akan menambah tekanan pada daya beli masyarakat,” pungkasnya.

    (ada/hns)

  • Mau Diselamatkan Prabowo, Sritex Tetap Pailit!

    Mau Diselamatkan Prabowo, Sritex Tetap Pailit!

    Jakarta

    Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. Perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg itu diputus pada Senin (21/10/2024) lalu.

    Sritex pun mengajukan kasasi atas putusan pailit yang dinyatakan oleh PN Niaga Semarang tersebut. Upaya itu dinilai sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada para kreditur, pelanggan, karyawan dan pemasok yang sudah bersama dengan mereka selama lebih dari setengah abad.

    “Kami menghormati putusan hukum tersebut dan merespons cepat dengan melakukan konsolidasi internal dan konsolidasi dengan para stakeholder terkait. Hari ini, kami telah mendaftarkan kasasi untuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik dan memastikan terpenuhinya kepentingan para stakeholder,” tulis Sritex dalam keterangan resminya, Jumat (25/10).

    Selama 58 tahun, Sritex telah menjadi bagian dari industri tekstil Indonesia. Sebagai perusahaan tekstil terbesar di Asia tenggara, Sritex telah berkontribusi bagi Solo Raya, Jawa Tengah dan Indonesia.

    Berdasarkan keterangannya, ada sekitar 14.112 karyawan Sritex yang terdampak langsung, 50.000 karyawan dalam Grup Sritex, hingga tak terhitung usaha kecil dan menengah lain yang keberlangsungan usahanya tergantung pada aktivitas bisnis Sritex.

    Untuk itu, perusahaan berjuang melawan putusan pailit tersebut. Sritex pun meminta dukungan dari pemerintah dan stakeholder lain agar perusahaan dapat terus beroperasi.

    “Sritex membutuhkan dukungan dari pemerintah dan stakeholder lain agar dapat terus berkontribusi bagi kemajuan industri tekstil Indonesia di masa depan,” terang Sritex.

    Presiden Prabowo Subianto mengamini permintaan tersebut untuk menyelamatkan Sritex agar tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Beberapa kementerian teknis terkait ditugaskan untuk melakukan kajian mendalam dalam rangka penyelamatan Sritex.

    “Presiden Prabowo sudah memerintahkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri Tenaga Kerja untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema untuk menyelamatkan Sritex,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Jumat (25/10).

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan atau biasa disapa Noel pun turun gunung dengan berkunjung ke pabrik Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (15/11). Kunjungannya menyusul isu Sritex melakukan PHK dan merumahkan 2.500 pekerja.

    Berdasarkan hasil kunjungannya, Noel mengatakan perusahaan tidak melakukan PHK. Ia menegaskan pemerintah akan selalu berada di garis depan dalam memperjuangkan hak dan nasib para pekerja Sritex.

    “Saya tegaskan, kami akan selalu ada di garis depan untuk memperjuangkan nasib para pekerja Sritex,” ucap Noel dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/11).

    Noel menjelaskan para pekerja Sritex tidak di-PHK, tetapi dirumahkan karena perusahaan tidak berproduksi akibat kurangnya bahan baku. Sedangkan PHK sendiri menurutnya adalah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan.

    Apabila Sritex terpaksa harus mengambil keputusan PHK, Noel memastikan seluruh proses PHK dapat berjalan sesuai dengan aturan ketenagakerjaan, serta menjamin hak-hak pekerja tetap terlindungi.

    “Kami sangat memahami bahwa kabar mengenai PHK ini membawa dampak besar bagi para pekerja Sritex dan keluarganya. Oleh karena itu, kami pastikan agar hak-hak pekerja terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku,” kata dia.

    Namun, nasib berkata lain. Mahkamah Agung (MA) pun baru saja mengeluarkan putusan kasasi yang diajukan Sritex. Hasilnya, kasasi tersebut ditolak dan Sritex tetap dinyatakan pailit.

    “Amar Putusan: Tolak,” dikutip dari halaman Kepaniteraan MA, Kamis (19/12) kemarin.

    Sementara, Noel mengaku mumet soal masalah Sritex. Sayangnya ia enggan membeberkannya lebih lanjut.

    “Mumet juga gua soal Sritex. Ada deh, ntar juga lama-lama tahu,” tutur Noel kepada wartawan di Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat.

    Noel juga enggan berkomentar banyak soal Sritex yang dikabarkan mendapat pembiayaan revitalisasi mesin dengan skema subsidi bunga sebesar 5%.

    “Udah ada dari Apindo. Lama-lama kan mereka beradaptasi dalam situasi. Karena kan ada beberapa komponen yang mereka menerima,” pungkasnya.

    Lihat Video: Jurus Pemerintah Selamatkan PT. Sritex

    (acd/acd)

  • Hidup Makin Susah, Pengusaha Makin Cemas Rupiah Melemah-PPN Naik

    Hidup Makin Susah, Pengusaha Makin Cemas Rupiah Melemah-PPN Naik

    Jakarta, CNBC Indonesia – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memperingatkan agar Indonesia waspada menyusul munculnya gejala Stagnasi Sekuler. Disebutkan, gejala itu terlihat pada pada pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2024 yang hanya mampu tumbuh 4,95% secara tahunan (year on yeara/ yoy).

    Meski, APINDO melihat ada harapan dari pelaksanaan Pilkada serentak yang digelar pada 27 November 2024 lalu. Serta, dampak dari momen Natal 2024 dan Tahun Baru 2025. APINDO memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2024 dapat ditutup di level 5% secara tahunan.

    Hal itu terungkap dalam dalam konferensi pers Outloook Ekonomi dan Bisnis APINDO 2025 di Jakarta, Kamis (19/12/2024). Dalam catatan APINDO, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tangguh di saat berbagai negara dialporkan justru mengalami pelemahan bahkan hingga krisis pada kondisi perekonomian domestik mereka.

    “Kondisi perekonomian Indonesia tahun ini cukup tangguh di tengah ketidakpastian ekonomi global. Dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5% diproyeksikan dapat dipertahankan
    sepanjang tahun 2024,” kata Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani dalam konferensi pers tersebut, dikutip Jumat (20/12/2024).

    Hanya saja, imbuh dia, APINDO memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 nanti belum akan melompat jauh. Dan diprediksi bakal stagnan, tumbuh di kisaran 4,90-5,20% secara tahunan.

    “Prediksi ini dibuat berdasarkan berbagai indikator. Seperti kondisi lingkungan strategis global yang belum stabil, inflasi global yang belum sepenuhnya terkendali, berlanjutnya penurunan kelas menengah akibat tekanan kenaikan PPN pada barang-barang
    tertentu, potensi layoff (PHK) akibat kenaikan UMP (upah minimum provinsi) yang tidak diimbangi dengan produktivitas, hingga berakhirnya era boom commodity (windfall) dari komoditas CPO dan batubara,” sebut Shinta.

    Tak hanya itu, APINDO pun menyoroti seriusnya pelemahan daya beli masyarakat. Indikatornya adalah deflasi yang terjadi berturut-turut sejak Mei hingga September 2024. Besarnya penurunan jumlah penduduk kelas menengah yang semakin besar, dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024.

    “Kelas menengah Indonesia berperan penting dalam mendongkrak konsumsi nasional. Hal ini akan diperparah dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025,” cetusnya.

    Sebagai informasi, mengutip Corporate Finance Institute, Stagnasi Sekuler merujuk pada kondisi rendahnya pertumbuhan ekonomi, atau tidak ada pertumbuhan sama sekali. Kondisi di mana perekonomian stagnan dalam jangka waktu panjang.

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah mengalami pelemahan di hadapan dolar AS. Seharian pada Kamis, 19 Desember 2024, nilai tukar rupiah berfluktuasi hingga sentuh level Rp16.130/US$ dan terjauh di posisi Rp16,300/US$.

    Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan (19/12/2024), rupiah anjlok hingga 1,24% ke level Rp16.285/US$. Pelemahan lebih dari 1% ini adalah yang terdalam sejak 7 Oktober 2024 yakni sebelumnya sebesar 1,26%. Pada awal perdagangan, data Refinitiv menunjukkan rupiah dibuka melemah 0,28% di angka Rp16.130/US$.

    Pelemahan rupiah tidak terlepas dari sentimen global yang didominasi kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) dan lonjakan indeks dolar AS (DXY). Pada perdagangan sebelumnya, DXY melesat 1% ke posisi 108,03, tertinggi sejak November 2022, akibat ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga AS yang lebih konservatif.

    The Fed dalam pernyataan terbarunya menyebutkan bahwa pemangkasan suku bunga acuan (Fed Funds Rate) pada 2025 kemungkinan hanya akan terjadi dua kali, lebih rendah dari proyeksi September yang mencapai 100 basis poin (bps).

    Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, yang menegaskan perlunya kehati-hatian dalam penyesuaian kebijakan moneter. Ekspektasi ini memicu penguatan dolar AS dan memberi tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

    Dalam pandangan outlooknya, APINDO pun memproyeksikan, nilai tukar rupiah masih akan tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

    “Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD tahun 2025 diprediksi berada di kisaran 15.800-16.350 per dollar USD,” kata Shinta.

    “Nilai tukar Rupiah diproyeksikan masih akan tertekan pada paruh pertama 2025 karena kecenderungan penguatan Dolar AS dan akan menguat pada paruh kedua setelah pasar mampu mengantisipasi kebijakan Presiden Trump,” tambahnya.

    Hal senada disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Benny Soetrisno. Dia juga memprediksi pelemahan rupiah masih akan berlangsung sampai awal tahun 2025 nanti.

    “Ini (pelemahan rupiah) bagian dari game moneter. GPEI mendorong ekspor komoditas industri yang berbahan baku lokal semakin banyak,” ujarnya lewat pesan singkat kepada CNBC Indonesia.

    Industri lokal yang menggunakan bahan baku impor dan bukan eksportir akan menjadi sektor paling terkena efek buruk pelemahan rupiah.

    “Kalau bahan baku impor dan barang jadi dijual di dalam negeri, ya rugi besar,” kata Benny.

    Sementara itu, Shinta menuturkan, kebijakan devisa hasil ekspor (DHE), local currency transaction (LCT), SRBI, dan SVBI belum dapat menjaga nilai tukar rupiah yang diakibatkan karena Indonesia adalah negara small open economy terutama pada produk minyak, pangan, digital services, dan TIK yang perlu menjadi perhatian khusus.

    “Volatilitas nilai tukar Rupiah sangat tinggi sepanjang 2024, sempat terdepresiasi hingga level 16.450 pada Juni 2024 (terburuk sejak pandemi tahun 2020) dan kembali menguat hingga level 15.300 pada kuartal III, namun pada akhir kuartal IV kembali turun ke hingga level 16.000 dan tren pelemahan ini diprediksi akan berlanjut hingga awal tahun depan,” sebut Shinta.

    Berdasarkan hasil konsensus pasar di Amerika Serikat dan dengan track record kepemimpinan Donald Trump di periode sebelumnya maka diproyeksikan The Fed akan menurunkan Fed Fund Rate sebanyak 3 kali di tahun 2025 dengan penurunan di kisaran 0,25% 0,5%.

    “Maka dari itu, APINDO menilai bahwa sebagai respon atas kebijakan tersebut maka Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga paling banyak 2 kali di kisaran 0,25% 0,50% menjadi berada dalam kisaran 5,25% -5,75% di tahun 2025 nanti,” kata Shinta.

    Di sisi lain, tren “China De-risking” membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk menarik investasi dan memperluas ekspor dengan menjadi alternatif dalam Global Value Chain (GVC).

    Konflik dagang AS-China menciptakan tren diversifikasi GVC di mana perusahaan global berupaya untuk mendiversifikasi suplai barang dan jasa dari satu perusahaan atau negara saja untuk menghindari risiko rantai pasok (China De-risking).

    “Produk yang mengalami peralihan perdagangan terbesar antara lain semikonduktor, produk elektronik, dan produk-produk terkait alat telekomunikasi Diversifikasi produksi oleh negara-negara maju menciptakan ruang bagi Indonesia untuk memaksimalkan potensi di sektor manufaktur mineral kritis, dan energi hijau,” ujarnya.

    Jakarta, CNBC Indonesia – APINDO mencatat, biaya ekonomi tinggi masih menjadi tantangan struktural yang menghambat daya saing Indonesia. Yang berasal dari tingginya biaya logistik, energi, tenaga kerja, dan pinjaman, menjadikan Indonesia salah satu negara dengan biaya berusaha tertinggi di ASEAN-5.

    Indonesia, jauh di bawah Singapura dan Malaysia dalam hal ketidakefisienan akibat biaya logistik. Di mana Indonesia mencapai 23,5% dari PDB, jauh lebih tidak efisien dibandingkan Malaysia (12,5%) dan Singapura (8%).

    “Meski dilaporkan turun menjadi 14,29% dari PDB pada 2023, Indeks Kinerja Logistik (LPI) menunjukkan penurunan dalam aspek ketepatan waktu dan efisiensi pengiriman internasional,” sebut Shinta.

    “Survei APINDO menunjukkan, 61,26% pelaku usaha kesulitan mengakses pinjaman, sementara 43,05% menilai suku bunga terlalu tinggi. Di sisi lain, sekitar 64,28% perusahaan menyatakan reformasi regulasi belum menjamin kemudahan dan kepastian usaha,” paparnya.

    Sementara, sambungnya, saat ini juga terjadi dominasi sektor informal dan rendahnya produktivitas. Hal ini berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi, di mana jumlah sektor informal mencapai 59,17% pada 2024, meningkat dari 55,88% pada 2019.

    “Kondisi ini menggarisbawahi ketidakefisienan struktural yang menghambat daya saing Indonesia dan harus menjadi perhatian pemerintah jika ingin mendorong laju pertumbuhan ekonomi ke depan,” tukasnya.

    Dengan sejumlah peluang dan tantangan yang dimiliki Indonesia saat ini, Shinta mengungkapkan Apindo merumuskan agenda strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, diantaranya, hilirisasi komoditas di sektor-sektor strategis, penguatan UMKM secara konsisten dan terarah dengan pendekatan pentahelix, penguatan ekosistem ekonomi digital, optimalisasi sektor hijau, dan pencapaian swasembada pangan.

    “Jadi, kita selalu mengatakan kunci utama adalah bagaimana Indonesia bisa memperbaiki high cost economy yang ada. Supaya kita bisa lebih kompetitif,” tegas Shinta.

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi tahun 2025 bisa mencapai 5,2%. Target ini, menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, bisa tercapai dengan terjaganya komponen utama pertumbuhan ekonomi, yakni dari sisi konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor.

    “Dengan berbekal basis yang kuat di 2025 dengan beberapa fondasi dan angka-angka tadi, mestinya apa yang menjadi harapan Bapak Presiden akan ada pertumbuhan 8% entah di 2028 maupun di 2029, mestinya cukup realistis kita kejar bersama-sama,” kata Susiwijono dalam Program Evening Up CNBC Indonesia, dikutip Selasa (10/12/2024).

    Lalu bagaimana menurut pengusaha?

    APINDO memperkirakan, situasi perekonomian Indonesia tahun 2025 belum banyak perubahan. Lompatan yang diinginkan pemerintahan Presiden Prabowo sulit untuk terealisasi.

    “Apindo memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 belum akan mengalami lompatan jauh, dan akan tetap stagnan berada dalam rentang 4,90% hingga 5,20% (yoy),” kata Shinta.

    Shinta menjelaskan penyebabnya adalah situasi dunia yang masih gelap. Ini dipengaruhi oleh tensi geopolitik, fragmentasi perdagangan global dan berakhirnya era boom commodity (windfall) dari komoditas CPO dan batubara.

    “Inflasi global yang mulai terkendali tetapi belum kembali pada posisi normal, hingga dinamika di Amerika Serikat pasca terpilihnya Presiden Donald Trump,” ujarnya.

    Dalam negeri, kata Shinta pengaruh utamanya adalah pelemahan kelas menengah yang selama ini menjadi penopang konsumsi dalam negeri, tekanan kenaikan PPN pada barang-barang tertentu, dan potensi layoff akibat kenaikan UMP yang tidak diimbangi dengan produktivitas masyarakat. Pada 2024, jumlah penduduk kelas menengah hanya mencakup 47,8 juta orang, menyusut hingga 9,5 juta orang hanya dalam 5 tahun terakhir.

    “Selain itu, tidak adanya booster pertumbuhan seperti pelaksanaan Pemilu dengan timeline yang berulang seperti tahun ini, dapat menjadi tantangan bagi pertumbuhan ekonomi tahun depan jika hanya mengandalkan faktor pertumbuhan musiman,” jelas Shinta.

    Ekonomi 2025 masih andalkan konsumsi domestik, diikuti dengan realisasi investasi, dan ekspor komoditas dengan dukungan hilirisasi yang semakin masif. Secara sektoral, porsi terbesar masih dipegang oleh industri pengolahan, pertanian, perdagangan, pertambangan, dan konstruksi.

    “Masing-masing sektor tersebut diproyeksikan akan menguasai lebih dari 10% porsi distribusi dalam PDB tahun depan,” kata Shinta.

    “Tahun 2025 akan menjadi sangat krusial bagi perekonomian Indonesia, di mana berbagai tantangan dan peluang akan menentukan arah pertumbuhan di masa mendatang. Untuk
    memastikan Indonesia dapat mencapai pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, sejumlah agenda strategis harus dijalankan dengan terarah,” ucapnya.

    APINDO menekankan kondisi di mana Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam meningkatkan daya beli masyarakat menjelang tahun 2025.

    Shinta memaparkan, berbagai indikator mengindikasikan pelemahan daya beli masyarakat yang memengaruhi perekonomian nasional, yang saat ini masih ditopang oleh konsumsi masyarakat.

    Dia mengutip data BPS menunjukkan Indonesia mengalami deflasi selama 5 bulan berturut-turut dari Mei hingga September 2024. Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari Bank Indonesia pada Oktober 2024 di angka 121,1 atau mencapai titik 3 terendah sejak Januari 2023. Dan diikuti oleh Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang juga terendah sejak Januari 2023, yaitu turun ke 109,9.

    “Tren penurunan inflasi inti selama periode Mei-September 2024 juga mengindikasikan melemahnya permintaan domestik,” sebutnya.

    “Tantangan ke depan menjadi semakin berat dengan besarnya penurunan jumlah penduduk kelas menengah dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024, dengan proporsi terhadap total populasi turun dari 21,45% menjadi 17,13%,” ujar Shinta.

    4 Rekomendasi APINDO

    Untuk itu, APINDO merekomendasikan beberapa kebijakan kepada pemerintah untuk mendorong perekonomian di tengah tingginya ketidakpastian global alias gelap.

    Pertama, menurut Shinta adalah kebijakan fiskal dan moneter yang pro-stability, pro-growth, dan pro-poor untuk menjaga sisi demand. Dengan meningkatkan penerimaan dan menciptakan belanja yang berkualitas.

    “Relaksasi kebijakan suku bunga dimana skema rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM) yang mendukung sektor manufaktur dapat juga mendorong modal sosial melalui peningkatan kualitas SDM,” sebutnya.

    Kedua, meningkatkan efisiensi biaya usaha universal yang berfokus pada pemangkasan biaya melalui reformasi birokrasi dan kepastian hukum, menekan cost of finance dengan suku bunga yang kompetitif, serta pengendalian biaya energi, logistik, dan tenaga kerja.

    “Penguatan National Logistics Ecosystems (NLE) terutama pada jalur laut dan udara diperlukan untuk menciptakan biaya distribusi yang kompetitif,” katanya.

    “Dengan menciptakan ekosistem biaya usaha yang lebih efisien, daya saing Indonesia di akan semakin kuat, sekaligus membuka ruang bagi investasi strategis yang mendukung pertumbuhan jangka panjang,” tukas Shinta.

    Ketiga, meningkatkan investasi untuk penciptaan lapangan kerja yang berkualitas, ditujukan pada sektor strategis seperti padat karya. Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan mendorong pertumbuhan sektor formal.

    “Pemerintah harus memastikan percepatan investasi dengan mengeliminasi hambatan birokrasi, penyederhanaan perizinan, dan kepastian hukum. Dengan demikian, investasi yang berkualitas akan menjadi motor utama dalam membuka lapangan kerja dan mengurangi pengangguran,” terang Shinta

    Keempat, peningkatan produktivitas dan kualitas SDM. Shinta menegaskan pemerintah harus melakukan akselerasi dengan memastikan link and match antara sistem pendidikan dan kebutuhan industri agar tenaga kerja memiliki keterampilan yang relevan dan siap bersaing di era perkembangan teknologi.

    “Reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi yang berorientasi pada reskilling dan upskilling harus menjadi prioritas, dengan penekanan pada penguasaan teknologi dan literasi digital. SDM yang unggul dan adaptif menjadi kunci keberhasilan Indonesia dalam menghadapi transformasi ekonomi global,” pungkas Shinta.

  • RI Dilirik Investor Asing, Prabowo Mesti Lakukan Hal-Hal Ini

    RI Dilirik Investor Asing, Prabowo Mesti Lakukan Hal-Hal Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan investor asing yang memasuki kawasan industri di Indonesia menuntut adanya digitalisasi dan komitmen terhadap keberlanjutan alias sustainability, terutama terkait pusat data atau data center.

    Wakil Ketua Umum Apindo Sanny Iskandar menyebut bahwa investor global kini lebih memilih adanya penguatan digitalisasi dan keberlanjutan.

    “Terkait dengan tuntutan dari investor, khususnya global multinasional companies yang memasuki ke kawasan-kawasan industri Indonesia, ini dua tuntutan, dua tren global saat ini yang terkait dengan digitalisasi dan sustainability sangat luar biasa sekali,” kata Sanny dalam konferensi pers Outlook Ekonomi 2025 di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/204).

    Bahkan, Sanny menyebut pusat data sangat menuntut adanya dua hal ini di Indonesia.

    “Dan sekarang ini banyak sekali memang industri-industri pusat data [data central] yang masuk sangat menuntut hal tersebut [digitalisasi dan sustainabilty],” ungkapnya.

    Untuk itu, Apindo meminta agar pemerintah mendukung dan memperkuat digitalisasi serta keberlanjutan di Tanah Air untuk menarik investor asing.

    “Tentunya dukungan pemerintah sangat dibutuhkan di dalam electric power supply, supply dari air bakunya dan segala macam,” jelasnya.

    Sementara itu, Ketua Umum Apindo 2023—2028 Shinta Widjaja Kamdani mengatakan bahwa sektor hijau memiliki potensi besar untuk mendorong transformasi ekonomi Indonesia. Sayangnya, sektor hijau masih menghadapi tantangan investasi yang rendah.

    Shinta menuturkan, investasi energi baru terbarukan (EBT) hanya mencapai US$1,5 miliar pada 2023, atau turun 9,3% dibanding tahun sebelumnya.

    Padahal, ungkap dia, transformasi hijau dapat meningkatkan PDB hingga Rp638 triliun pada 2030 dan diproyeksikan menciptakan 1,7 juta pekerjaan di sektor hijau pada 2045.

    Di samping itu, dia juga menyebut isu keberlanjutan seperti pengembangan pasar karbon menjadi krusial untuk mendukung transisi net zero dengan menciptakan sumber pendanaan baru.

    Dalam hal optimalisasi, Shinta menjelaskan perlu dukungan strategis dari pemerintah, mulai dari kompensasi biaya awal melalui insentif fiskal, kerja sama dengan lembaga keuangan untuk menyesuaikan tingkat suku bunga bagi proyek hijau, dan peningkatan alokasi dana pengembangan riset dan teknologi.

    Selain itu, juga diperlukan pengembangan regulasi dan standar yang konsisten. Serta, penegakan hukum yang tegas untuk menciptakan kepastian hukum dalam mendorong implementasi ekonomi hijau yang berkelanjutan.

    Menurut Shinta, dukungan ini bakal mempercepat transisi ekonomi hijau sekaligus memastikan manfaatnya bagi perekonomian nasional.

  • Naik 5 Persen, UMK Kabupaten Mojokerto 2025 Jadi Segini

    Naik 5 Persen, UMK Kabupaten Mojokerto 2025 Jadi Segini

    Mojokerto (beritajatim.com) – Upah Minimum Kabupaten (UMK) Mojokerto 2025 mengalami kenaikan 5 persen atau sebesar Rp231.239. Sehingga UMK Mojokerto tahun 2025 mendatang menjadi Rp4.856.026 dari sebelumnya Rp4.624.787.

    Pengumuman penetapan UMK kabupaten/kota se-Jatim tahun 2025 itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur Nomor Nomor 100.3.3.1/776/KPTS/013/2024, tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Timur tahun 2025 yang terbit pada Rabu, 18 Desember 2024.

    Berdasarkan SK gubernur tersebut, dari 38 kabupaten/kota di Jatim, nilai UMK Kabupaten Mojokerto 2025 berada di posisi ke lima tertinggi. Posisi pertama yakni Kota Surabaya senilai Rp4.961.753, Kabupaten Gresik Rp4.874.133, Kabupaten Sidoarjo Rp4.870.511 dan Kabupaten Pasuruan Rp4.866.890.

    Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Mojokerto, M Taufiqurrohman mengatakan, sebelumnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto merekomendasikan UMK Tahun 2025 ke Gubernur Jawa Timur naik 6,5 persen, sebesar Rp4.925.398,34 atau naik Rp300.611,17.

    “Usulan kemarin 6,5 persen, setelah ditetapkan lebih rendah jadi Rp4.856.026,00 untuk UMK 2025 dan sesuai keputusan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Ketika ketentuan UMK itu tidak diberlakukan itu bukan ranahnya Disnaker,” ungkapnya, Kamis (19/12/2024).

    Dalam surat keputusan tersebut juga dijelaskan bagi pengusaha tidak mematuhi ketentuan akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sesuai Undang-undang Nomor 13 Pasal 176, jika ada perusahaan yang tidak menjalankan UMK tersebut, sanksi akan diberikan oleh Pengawas.

    “Ketika ketentuan UMK itu tidak diberlakukan itu bukan ranahnya Disnaker namun ranahnya Pengawas berdasarkan UU Nomor 13 Pasal 176. Disnaker tetap memonitoring pelaksanaan di lapangan, terkait tindaklanjuti dilakukan oleh pengawas,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Pemkab Mojokerto telah merekomendasikan UMK Tahun 2025 ke Gubernur Jawa Timur sebesar Rp4.925.398,34 atau naik Rp300.611,17 dari UMK 2024 sebesar Rp4.624.787,17. Rekomendasi tertuang dalam surat Nomor : 565/7477/416-107/2024 dengan mempertimbangkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker).

    Yakni Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum. Usulan tersebut mendapat perbedaan pendapat dari berbagai pihak. Unsur serikat pekerja mendukung kenaikan 6,5 persen berpegangan pada Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 tentang penetapan upah minimum Tahun 2025.

    Yakni sebesar Rp 4.925.398,34 atau naik Rp300.611,17 dari UMK 2024 sebesar Rp4.624.787,17. Sementara unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berpegangan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

    Apindo berpendapat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 168/PUU-XXI/ 2023 tidak ada putusan menyatakan mencabut/membatalkan peraturan pemerintah tersebut dan unsur akademisi atau pakar berpendapat inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah dapat berakibat naiknya biaya operasional dan sustainability dunia usaha.

    Yakni sebesar Rp4.648.604,82. Sehingga kenaikannya hanya sebesar Rp23.817,65 atau 0,5 persen. Pemda Mojokerto tetap menampung aspirasi unsur Apindo yang meminta kenaikan hanya di angka 0,5 persen. [tin/ian]

  • Imbas PPN 12%, Sejumlah Hotel Bakal Gulung Tikar – Page 3

    Imbas PPN 12%, Sejumlah Hotel Bakal Gulung Tikar – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, menyebut harga hotel akan meningkat imbas kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Bahkan, beberapa kategori hotel atau restoran diprediksi bisa bangkrut.

    Dia menerangkan, beban PPN 12 persen itu secara langsung akan menjadi tanggungan konsumen. Pasalnya, setiap pasokan yang digunakan oleh hotel dan restoran turut terkena PPN. Alhasil, angka kenaikannya bisa lebih tinggi.

    “Soal hotel itu kan suplainya macam-macam ya, yang suplai ke hotel dan restoran itu, dan itu pasti kena PPN semua,” kata Sutrisno, ditemui di Kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Dia mengatakan, kenaikan harga itu turut berpengaruh pada tingkat okupansi hotel. Dengan harga yang tinggi, maka permintaan dari masyarakat akan turun.

    Belum lagi, hotel dihadapkan dengan pemangkasan anggaran perjalanan dinas 50 persen. Artinya, kegiatan dinas instansi di hotel akan berkurang.

    “Jadi implikasinya apa? Kalau kemudian PPN naik itu kan pasti dibebankan kepada harga. Kalau harga naik, permintaan akan turun. Sementara dari sisi permintaan sekarang ini, adanya pembatasan 50% perjalanan dinas itu dihilangkan, itu saja sudah sangat memukul, ditambah lagi dengan harga naik,” terangnya.

    Dengan kenaikan harga tadi, biaya yang ditanggung konsumen juga meningkat. Dari sisi pengusaha, hal tersebut akan membebani operasional.

    “Semakin tidak ada orang yang kemudian menginap atau mengunjungi objek pariwisata. Itu implikasi dari PPN itu, belum lagi nanti kerumitan dari sisi administrasinya,” ucapnya.

     

  • Kurs Rupiah Anjlok, Apindo Wanti-Wanti Risiko PHK hingga Inflasi

    Kurs Rupiah Anjlok, Apindo Wanti-Wanti Risiko PHK hingga Inflasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia alias Apindo meyakini anjloknya kurs rupiah beberapa waktu belakangan bisa mengakibatkan PHK hingga semakin tingginya inflasi.

    Ketua Komite Kebijakan Ekonomi Apindo Aviliani meyakini industri yang sangat berdampak atas pelemahan nilai rupiah adalah yang bergantung pada impor. Dengan pelemahanan rupiah, biaya impor semakin mahal.

    Akibatnya, industri tersebut semakin tidak bisa kompetitif. Dampak terburuknya, perusahaan melakukan efisiensi.

    “Nah efisiensi ini yang biasanya akibatnya ke PHK, lalu ke berbagi hal yang supaya mereka bisa survive [bertahan]. Kalau enggak survive, akhirnya mereka kan naikin harga barang. Jadi inflasi juga bisa terjadi karena pelemahan rupiah,” ungkap Aviliani dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Lebih lanjut, dia menilai ketergantungan Indonesia terhadap portofolio di pasar keuangan menjadi penyebab utama anjloknya kurs rupiah beberapa waktu belakangan.

    Aviliani meyakini nilai tukar rupiah masih sangat tergantung dengan portofolio seperti saham, obligasi, dan sejenisnya.

    “Sehingga ketika ada yield [imbal hasil] yang menarik di AS [Amerika Serikat] atau insentif yang menarik di AS, rupiah cenderung melemah,” ujarnya.

    Oleh sebab itu, dia menyarankan agar pemegang kepentingan memaksimalkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk menstabilkan kurs rupiah. Menurutnya, selama ini nilai DHE cenderung rendah dibandingkan impor.

    Aviliani menekankan pentingnya dukungan pemerintah ke sektor bisnis yang berbasis ekspor. Terutama, sambungnya, dukungan dari wilayah hulu.

    “Kita ini seringkali melupakan hulu. Artinya ada industri tapi [bergantung] impor,” jelasnya.

  • Usulan Upah Minimum Sektoral Dinilai Terlalu Tinggi, Pengusaha Cemas – Page 3

    Usulan Upah Minimum Sektoral Dinilai Terlalu Tinggi, Pengusaha Cemas – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Diterbitkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025 sebesar 6,5% menimbulkan masalah baru. Pasalnya, beleid tersebut juga menitahkan para Gubernur untuk menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMS) di wilayahnya tanpa acuan yang jelas.

    Pemberlakuan Upah Minimum Sektoral sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXII/2024 yang membatalkan penghapusan UMS dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Oleh karenanya, MK meminta Pemerintah untuk kembali memberlakukan UMS sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

    Setelah putusan ini, Gubernur wajib menentukan UMS untuk sektor industri tertentu di wilayah Provinsi atau sampai ke wilayah Kabupaten/Kota. Sektor industri yang dikenakan Upah Minimum disebutkan memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda dari sektor lain, memiliki tuntutan pekerjaan yang lebih berat, atau memerlukan spesialisasi khusus.

    Adapun sektor tertentu itu direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan Provinsi kepada Gubernur untuk penetapan UMP, dan dewan Pengupahan Kabupaten/Kota kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota untuk penetapan UMS Kabupaten/Kota.

    Permasalahan timbul karena Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 tidak mencantumkan petunjuk teknis penetapan UMS. Begitu juga aturan pengupahan sebelumnya, Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, belum mengatur mengenai UMS.

    Padahal Menaker Yassierli mewajibkan UMP dan upah minimum sektoral Provinsi 2025 ditetapkan dengan Keputusan Gubernur serta diundangkan maksimal 11 Desember 2024. Lalu untuk UMK dan upah minimum sektoral Kabupaten/Kota 2025 diundangkan lewat Keputusan Gubernur maksimal 18 Desember 2024 sehingga ketetapan upah minimum secara keseluruhan yang diatur dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 mulai berlaku pada 1 Januari 2025

    Tanpa adanya petunjuk teknis atau panduan dari Pemerintah Pusat bagi Pemerintah Daerah dalam menetapkan UMS, Ketua Apindo Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam menuturkan, banyak pihak yang akhirnya menyampaikan usulan-usulan yang tidak masuk akal ke Dewan Pengupahan Daerah. Diskusi UMS menurutnya hanya mengacu pada putusan MK tanpa ada regulasi tambahan.

    “Setelah upah minimum diumumkan, Dewan Pengupahan Daerah melakukan diskusi untuk upah sektoral. Kita melakukan zoom meeting dengan seluruh Dewan Pengupahan Daerah di Indonesia. Kami mendapat laporan, mereka waktu melakukan diskusi pengupahan itu banyak dapat tekanan supaya mereka menyetujui dan banyak juga diskusi-diskusi tentang upah sektoral yang ngaco,” kata Bob Azam di Jakarta, Selasa (17/12/2024) lalu.

     

  • Pengakuan Apindo: UU Cipta Kerja Persulit Usaha

    Pengakuan Apindo: UU Cipta Kerja Persulit Usaha

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha mengungkapkan bahwa UU Cipta Kerja ternyata tidak mempermudah iklim berusaha di Indonesia, malah sebaliknya.

    Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sanny Iskandar mengungkap penerbitan perizinan usaha semakin runyam usai terbitnya UU Cipta Kerja.

    “Dengan UU Cipta Kerja, akhirnya [aturan] turunan-turunannya itu tidak semakin mempermudah namun mempersulit,” ujar Sanny dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Dia merincikan ada tiga perizinan dasar yang sangat menghambat. Pertama, perizinan yang terkait tata ruang.

    Menurutnya, pengesahan terkait rencana tata ruang wilayah di daerah sangat lambat. Padahal, sambungnya, pelaku usaha tidak bisa bergerak kalau tidak ada pengesahan ihwal rencana tata ruang wilayah.

    Kedua, perizinan bangunan yang kini harus ada sertifikat alih fungsi lahan sehingga prosesnya menjadi sangat panjang.

    Ketiga, soal perizinan lingkungan, Sanny mengklaim bahwa ribuan permohonan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) bertumpuk di Kementerian Lingkungan.

    “Padahal tiga hal yang tadi saya sebutkan, tata ruang, perizinan bangunan, dan masalah lingkungan, itu berkaitan erat dengan industri manufaktur kita,” ungkapnya.

    Sanny meyakini target pertumbuhan ekonomi 8% seperti yang ditargetkan Presiden Prabowo Subianto bergantung kepada pertumbuhan industri manufaktur. Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah segera membenahi aturan perizinan usaha.