Organisasi: APINDO

  • PHK Marak di Cimahi, Pengusaha Minta Kemudahan Perizinan dari Pemerintah

    PHK Marak di Cimahi, Pengusaha Minta Kemudahan Perizinan dari Pemerintah

    JABAR EKSPRES – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus melanda industri di Kota Cimahi. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) angkat bicara terkait kondisi ini, terutama di sektor tekstil yang semakin terpuruk akibat berkurangnya pesanan dan maraknya produk impor.

    Sekretaris APINDO Kota Cimahi, Christina Sri Manunggal, mengungkapkan bahwa kondisi industri tekstil saat ini jauh lebih sulit dibandingkan masa pandemi Covid-19.

    Salah satu perusahaan yang terdampak adalah PT Mbangun Praja Industri (Bapintri), yang terpaksa merumahkan 267 karyawannya setelah mengalami kerugian hingga berhenti produksi.

    “Saat ini kondisi perusahaan di Cimahi, terutama tekstil, sangat berat. Kalau awal tahun seperti ini biasanya sudah banyak order, tapi sekarang sedikit,” ujar Christina, Jumat (28/2/25).

    Christina menjelaskan, industri tekstil di Cimahi sejatinya sudah terdampak sejak pandemi Covid-19. Namun, setelah pandemi berlalu, bukannya membaik, sektor ini justru semakin terpuruk akibat efek jangka panjang yang ditimbulkan.

    BACA JUGA: BPJS Ketenagakerjaan Berikan 60% Upah pada Pekerja Terdampak PHK, Ini Syaratnya!

    “Waktu Covid-19 itu kan kita terpaksa berhenti, nah kalau ini mungkin ada rentetan dari dampak Covid-19 waktu itu, jadi panjang, efek krisisnya berkepanjangan. Mungkin (kondisi sekarang) lebih berat daripada saat Covid-19 dulu,” ungkapnya.

    Selain itu, lonjakan harga bahan baku serta maraknya produk impor memperburuk kondisi industri tekstil di Cimahi.

    “Karena bahan baku mahal, terus persaingan juga ketat dengan banyaknya impor dari luar. Jadi industri kita cukup berat,” tuturnya.

    Christina juga mengaku belum bisa memastikan penyebab utama melemahnya industri, apakah karena faktor ekonomi global atau hal lainnya. Namun yang pasti, permintaan terhadap produk tekstil terus menurun.

    “Gak tahu, mungkin ini kelesuan ekonomi dunia atau bagaimana, saya kurang ngerti, tapi order berkurang,” tambahnya.

    BACA JUGA: Diterpa PHK Jelang Ramadan, Ratusan Buruh PT Bapintri Berjuang Demi Hak Pesangon

    Untuk bertahan di tengah situasi ini, para pengusaha terpaksa melakukan efisiensi di berbagai aspek, termasuk dalam perekrutan tenaga kerja.

    “Untuk bisa bertahan di tengah kelesuan ini, kita melakukan efisiensi segala hal, baik dari pengeluaran maupun produksi,” kata Christina.

  • Coretax Masih Bermasalah, DPD: Penerimaan Negara Terancam Meleset – Page 3

    Coretax Masih Bermasalah, DPD: Penerimaan Negara Terancam Meleset – Page 3

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, sistem Coretax sebetulnya sangat bagus untuk diterapkan.

    Hanya saja, sistem administrasi pajak tersebut kerap mengalami kendala teknis pada masa implementasi awal. Sehingga turut mempengaruhi operasional perusahaan.

    “Cuma prosesnya kemarin itu agak cepat ya, jadi banyak pelaku enggak siap dan juga banyak yang enggak bisa mengeluarkan faktur. Sehingga mempengaruhi dari segi operasional perusahaan,” kata Shinta di Four Seasons Hotel, Jakarta, Senin (10/5/2025).

    Menurut dia, kelompok pengusaha terus berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar bisa menjalankan skema pelaporan pajak ini. Shinta pun berharap berbagai kendala yang dialami Coretax tidak sampai mempengaruhi jumlah penerimaan negara dari pajak.

    “Semoga tidak. Saya cuma bisa jawab semoga tidak,” ujar dia.

    Ungkapan senada juga sempat disampaikan Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar. Ia menilai, meskipun DJP telah memulai penerapan sistem Coretax dengan baik, tapi ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Terutama dalam hal sosialisasi dan persiapan yang matang.

    “Jadi, saya rasa DJP memulai ini sudah cukup baik, namun persiapan dan sosialisasinya ini harus lebih ditekankan lah,” kata Sanny saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu.

    Menurut dia, meskipun sistem ini menawarkan banyak potensi untuk memperbaiki sistem perpajakan dan memperluas basis wajib pajak, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab terkait dengan penerbitan faktur dan prosedur perpajakan lainnya.

  • Mendag: Pemerintah optimistis ekonomi dan perdagangan terus tumbuh

    Mendag: Pemerintah optimistis ekonomi dan perdagangan terus tumbuh

    Di tengah tantangan perdagangan yang semakin kompleks dan multidimensi, Neraca Perdagangan Indonesia masih melanjutkan tren positif surplus bulanan

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan bahwa pemerintah optimistis perekonomian dan perdagangan Indonesia akan terus tumbuh.

    Menurut Budi Santoso, di tengah berbagai tantangan perdagangan global, Indonesia berhasil mempertahankan surplus neraca perdagangan selama 56 bulan berturut-turut. Menurut dia, hal ini akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    “Di tengah tantangan perdagangan yang semakin kompleks dan multidimensi, Neraca Perdagangan Indonesia masih terus melanjutkan tren positif surplus bulanan yang terjadi sejak Mei 2020 atau selama 56 bulan berturut-turut,” kata Budi dalam keterangan di Jakarta, Senin.

    Dalam Forum CEO Gathering Apindo 2025 di Jakarta pada Senin, Budi mengajak para pelaku usaha untuk mendukung program Kemendag, yakni pengamanan pasar dalam negeri, perluasan ekspor dan peningkatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ekspor.

    Pada program pengamanan pasar dalam negeri, Mendag menyampaikan salah satu hal yang didorong Kemendag adalah menetapkan kebijakan ekspor dan impor untuk melindungi pasar dalam negeri.

    Kebijakan ekspor dan impor dilaksanakan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif di dalam negeri sekaligus menarik investor asing.

    Kebijakan ini juga berperan mendorong peningkatan daya saing produk dalam negeri dan perlindungan bagi industri dalam negeri.

    Terkait dengan perluasan pasar ekspor, kata Budi, arah kebijakannya adalah untuk membuka akses pasar dan mengurangi hambatan perdagangan melalui penyelesaian perundingan perdagangan.

    Hingga saat ini, telah ada 19 perjanjian perdagangan
    yang terimplementasi, 10 yang telah ditandatangani atau diratifikasi, 16 dalam proses perundingan, dan enam lainnya di luar skema perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA dan Comprehensive Economic Partnership Agreement/CEPA) sedang diproses.

    Sementara untuk peningkatan UMKM ekspor, Kemendag telah melaksanakan berbagai inisiatif untuk mengembangkan produk dan memperluas ekspor Indonesia.

    “Kemendag juga telah melaksanakan berbagai kegiatan untuk memfasilitasi UMKM BISA Ekspor, salah satunya, melalui business matching. Pada Januari 2025, tercatat telah ada 72 business matching berupa pitching dengan perwakilan perdagangan RI di luar negeri, dengan transaksi mencapai 5,22 juta dolar AS,” kata Budi.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Penerbitan Faktur Lewat Coretax dan e-Faktur, Ditjen Pajak Sinkronisasi Data Setiap Hari

    Penerbitan Faktur Lewat Coretax dan e-Faktur, Ditjen Pajak Sinkronisasi Data Setiap Hari

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak alias Ditjen Pajak melakukan sinkronisasi data setiap hari usai penerbitan faktur pajak bisa menggunakan beberapa saluran yaitu Coretax dan e-Faktur Desktop.

    Direktur P2Humas Ditjen Pajak Dwi Astuti menegaskan sinkronisasi faktur pajak di Coretax dan e-Faktur Desktop perlu dilakukan agar menghindari inkonsistensi data.

    “Agar faktur pajak tersebut bisa segera digunakan sebagai Pajak Keluaran [bagi penjual] ataupun Pajak Masukan [bagi pembeli] sehari setelah penerbitan faktur,” jelas Dwi Astuti kepada Bisnis, Rabu (12/2/2025).

    Dia menjelaskan selain di Coretax dan e-Faktur Desktop, wajib pajak juga bisa menerbitkan faktur pajak melalui saluran pihak ketiga yaitu Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang ditunjuk Direktorat Jenderal Pajak.

    “Faktur pajak yang diterbitkan melalui masing-masing saluran tersebut akan terkompilasi pada menu eFaktur Pajak di Coretax DJP serta dapat digunakan untuk pembuatan SPT Masa PPN,” jelasnya.

    Oleh sebab itu, dia memastikan ada sejumlah saluran penerbitan faktur pajak namun tidak akan merepotkan wajib pajak seperti keluhan kalangan pengusaha.

    Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama misalnya, yang meminta agar Ditjen Pajak bisa memastikan bahwa data dalam Coretax (sistem baru) dan DJP Online (sistem lama) tersinkronisasi.

    “Sehingga nanti yang dikerjakan melalui DJP Online juga bisa terekam di Coretax, sehingga ke depan tidak perlu dikerjakan berulang,” jelas Siddhi kepada Bisnis, Selasa (11/2/2025).

    Senada, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) Rinto Setiyawan menilai penggunaan dua sistem administrasi perpajakan berpotensi menimbulkan perbedaan data dan sinkronisasi.

    Rinto menjelaskan, penggunaan dua sistem dapat menyebabkan inkonsistensi data apabila tidak ada mekanisme sinkronisasi yang efektif sehingga berpotensi menimbulkan masalah dalam audit atau pemeriksaan pajak di masa depan.

    “Kalau lawan transaksi pakai e-Faktur, kemudian kita pakai Coretax, maka datanya masih perlu disinkronkan karena perbedaan nomor faktur. Begitu juga sebaliknya,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (11/2/2025).

    Sebagai informasi, sebelumnya Komisi XI DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo untuk membahas permasalahan implementasi Coretax.

    Pada rapat tersebut, Komisi XI DPR khawatir penerimaan negara terganggunya akibat permasalahan implementasi Coretax yang masih kerap ditemukan usai diluncurkan pada 1 Januari 2025.

    Oleh sebab itu, Komisi XI meminta Ditjen Pajak untuk memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama sebagai antisipasi agar setoran pajak tidak terganggu.

    Bahkan, Dewan sempat meminta agar pengimplementasian Coretax ditunda. Kendati demikian, terjadi perdebatan.

    Pada akhirnya disepakati jalan tengah yaitu Coretax tetap berjalan namun Direktorat Jenderal Pajak menerapkan sistem perpajakan yang lama seperti DJP Online hingga e-Faktur Desktop.

  • Lapor Pajak Pakai Coretax dan e-Faktur, Pengusaha Khawatirkan Administrasi Tak Sinkron

    Lapor Pajak Pakai Coretax dan e-Faktur, Pengusaha Khawatirkan Administrasi Tak Sinkron

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha berharap keputusan Direktorat Jenderal Pajak untuk menggunakan dua sistem administrasi perpajakan tidak membuat wajib pajak repot dengan melapor dua kali.

    Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama meminta agar Direktorat Jenderal Pajak bisa memastikan bahwa data dalam Coretax (sistem baru) dan DJP Online (sistem lama) tersinkronisasi.

    “Sehingga nanti yang dikerjakan melalui DJP Online juga bisa terekam di Coretax, sehingga ke depan tidak perlu dikerjakan berulang,” jelas Siddhi kepada Bisnis, Selasa (11/2/2025).

    Di samping itu, dia mengapresiasi keputusan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengaktifkan kembali sistem administrasi perpajakan yang lama. Menurut Apindo, sambungnya, pengaktifan kembali sistem administrasi perpajakan lama merupakan solusi yang bijak

    “Walaupun sudah ada peningkatan layanan Coretax, tapi berbagai kendala memang masih sering terjadi sehingga penggunaan Coretax belum maksimal,” ujar Siddhi.

    Sebagai informasi, sebelumnya Komisi XI DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo untuk membahas permasalahan implementasi Coretax.

    Pada rapat tersebut, Komisi XI DPR khawatir penerimaan negara terganggunya akibat permasalahan implementasi Coretax yang masih kerap ditemukan usai diluncurkan pada 1 Januari 2025.

    Oleh sebab itu, Komisi XI meminta Ditjen Pajak untuk memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama sebagai antisipasi agar setoran pajak tidak terganggu.

    Bahkan, Dewan sempat meminta agar pengimplementasian Coretax ditunda. Kendati demikian, terjadi perdebatan.

    Pada akhirnya disepakati jalan tengah yaitu Coretax tetap berjalan namun Direktorat Jenderal Pajak menerapkan sistem perpajakan yang lama seperti DJP Online hingga e-Faktur Desktop.

  • Penerbitan Izin Usaha Memakan Waktu Lama, Kementerian BKPM akan Lakukan Evaluasi

    Penerbitan Izin Usaha Memakan Waktu Lama, Kementerian BKPM akan Lakukan Evaluasi

    JABAR EKSPRES – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyampaikan bahwa proses perizinan di Indonesia memakan waktu lama, bahkan hingga berbulan-bulan.

    Dalam hal ini, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan tengah menggodok untuk penerapan sistem penerbitan izin usaha menggunakan skema fiktif positif.

    Riyatno selaku Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menjelaskan skema fiktif postif yaitu penerbitan izin secara otomatis jika tenggat waktu yang ditentukan dalam proses perizinan sudah melewati batas.

    BACA JUGA: Menteri Investasi atau BKPM Segera Terbitkan Izin Usaha Tambang Batu Bara untuk PBNU

    “Kami sudah memetakan fiktif positif itu apa saja, mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama ya, akan diluncurkan oleh Pak Menteri,” kata dia.

    Riyatno mengatakan pihaknya sudah membahas secara internal mengenai penerapan skema izin usaha tersebut dengan membagi dua macam perizinan.

    “Untuk perizinan berusaha itu ada sekitar 900an izin. Dan ini dibagi menjadi dua, ada yang hak akses, dan ada integrasi. Jadi ini akan dilakukan secara bertahap nantinya,” katanya.

    Sementara itu, Shinta Kamdani Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan jika Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menerapkan skema tersebut dalam proses perizinan, hal ini akan menjadi suatu hal penting dalam kemajuan iklim usaha.

    BACA JUGA: Tetap Perhatikan Hak Warga Terdampak, BKPM Kebut Proyek Pembangunan Rempang Eco City

    “Saya rasa dengan cara ini, kami semakin yakin, dan perlu diberikan kepastian. Apabila proses perizinan dalam beberapa hari belum terbit, maka itu secara otomatis akan terbit,” katanya.

    Adapun merujuk pada laporan kesiapan bisnis (business ready) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, Indonesia rata-data memiliki nilai 63 poin atau masuk ke dalam kategori level secondary.

    Menurut Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani dari laporan itu terdapat bahwa proses perizinan masuknya suatu bisnis (business all entry) ke Tanah Air yakni rata-rata 65 hari, sementara biasanya di negara maju, proses tersebut hanya memakan waktu 1 hingga 3 hari.

  • Regulasi Fiktif Positif, Rezim Baru Permudah Izin Investasi dalam OSS

    Regulasi Fiktif Positif, Rezim Baru Permudah Izin Investasi dalam OSS

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan mempersiapkan regulasi keputusan fiktif positif guna mempermudah proses perizinan usaha dan investasi.

    Regulasi fiktif positif adalah konsep yang menyatakan bahwa permohonan dianggap dikabulkan jika pejabat berwenang tidak memberikan keputusan dalam batas waktu yang ditentukan. Konsep ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

    Riyatno, Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi menuturkan regulasi untuk model perizinan fiktif positif merupakan salah satu upaya pemerintah mengembangkan sistem online single submission (OSS). Riyatno menuturkan, model fiktif positif disiapkan guna mempercepat proses perizinan investasi dan pembukaan bisnis.

    Riyatno menjelaskan, dengan mekanisme fiktif positif, verifikasi pemenuhan persyaratan perizinan usaha atau investasi oleh kementerian ataupun lembaga (K/L) terkait akan disetujui secara otomatis oleh sistem apabila tak kunjung ditindaklanjuti oleh instansi yang bersangkutan hingga melebihi batas waktu Standard Operating Procedure (SOP).

    Dia menjelaskan, rencana model perizinan fiktif positif ini sudah kerap disampaikan oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani dalam sejumlah kesempatan. Dia menuturkan, rancangan regulasi ini juga telah dipersiapkan oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait lainnya.

    Adapun, dia menargetkan regulasi fiktif positif tersebut dapat dirampungkan dalam waktu dekat. Dia tidak menutup kemungkinan kebijakan tersebut dapat dikeluarkan pada tahun ini.

    “Kami sudah memetakan apa saja yang diperlukan, mudah-mudahan dalam waktu dekat diluncurkan oleh Pak Menteri. Insya Allah (diluncurkan 2025),” kata Riyatno dalam Konferensi Pers World Bank New Insight On The Business Environment In Indonesia: Exploring The World Bank’s Business Ready Report di Jakarta pada Senin (10/2/2025).

    Ditemui pada agenda yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan penggunaan mekanisme fiktif positif akan menjadi langkah besar bagi Pemerintah Indonesia dalam upaya percepatan proses perizinan bisnis.

    Shinta menyebut, saat ini proses pengurusan izin tersebut dapat memakan waktu berbulan-bulan hingga bahkan tidak ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga terkait. Dia menuturkan, mekanisme fiktif positif ini dapat meningkatkan kepastian dalam berbisnis ataupun berinvestasi di Indonesia.

    “Kita perlu memberikan kepastian dalam memproses perizinan. Jadi menurut saya itu (mekanisme fiktif positif) akan sangat membantu,” kata Shinta.

    Di sisi lain, dia juga mengingatkan implementasi mekanisme tersebut perlu diawasi bersama agar dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan tersebut menjadi vital mengingat proses perizinan untuk investasi atau berbisnis melibatkan banyak kementerian/lembaga. Shinta mencontohkan, implementasi regulasi perizinan saat ini masih belum berjalan secara maksimal.

    Sementara itu, dalam Laporan Business Ready 2024 yang dikeluarkan oleh Bank Dunia (World Bank), Director Global Indicators Group, World Bank, Norman Loayza mengatakan, Indonesia perlu meningkatkan dukungannya untuk menciptakan iklim bisnis dan investasi yang optimal.

    Dia mencontohkan, salah satu segmen yang perlu ditingkatkan adalah proses perizinan usaha. Dalam topik penilaian laporan tersebut, business entry, proses untuk mengurus izin sebuah perusahaan asing masuk ke Indonesia membutuhkan waktu 65 hari.

    “Sementara itu, pengurusan perizinan yang sama pada negara-negara dengan perekonomian yang efisien hanya membutuhkan 3 hari,” jelas Loayza.

    Pada topik lain, financial services, baru 34% pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada pemasok secara digital. Sementara itu, pada negara-negara dengan kinerja ekonomi yang optimal, porsi pembayaran itu mencapai lebih dari 99%.

    Dari sisi ketenagakerjaan (labor), baru 8% perusahaan yang menawarkan pelatihan formal kepada para karyawan penuh waktunya. Pada negara-negara dengan kinerja ekonomi yang optimal, jumlah itu mencapai 66%.

  • Ditjen Pajak Pastikan Implementasi Coretax DJP Tak Ditunda – Page 3

    Ditjen Pajak Pastikan Implementasi Coretax DJP Tak Ditunda – Page 3

    Penerapan sistem Coretax per 1 Januari 2025 untuk penerimaan negara menghadapi keluhan sulitnya menerbitkan faktur pajak. Terlebih faktur pajak wajib disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, sistem Coretax sebetulnya sangat bagus untuk diterapkan. 

    Hanya saja, sistem administrasi pajak tersebut kerap mengalami kendala teknis pada masa implementasi awal. Sehingga turut mempengaruhi operasional perusahaan. 

    “Cuma prosesnya kemarin itu agak cepat ya, jadi banyak pelaku enggak siap dan juga banyak yang enggak bisa mengeluarkan faktur. Sehingga mempengaruhi dari segi operasional perusahaan,” kata Shinta di Four Seasons Hotel, Jakarta, Senin (10/5/2025).

    Menurut dia, kelompok pengusaha terus berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar bisa menjalankan skema pelaporan pajak ini. Shinta pun berharap berbagai kendala yang dialami Coretax tidak sampai mempengaruhi jumlah penerimaan negara dari pajak. 

    “Semoga tidak. Saya cuma bisa jawab semoga tidak,” ujar dia. 

     

  • Video: Target Ekonomi Prabowo 8% Tak Mudah, RI Masih Banyak “Masalah”

    Video: Target Ekonomi Prabowo 8% Tak Mudah, RI Masih Banyak “Masalah”

    Jakarta, CNBC Indonesia- Di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada dikisaran 5%, Pemerintahan Prabowo menargetkan PDB RI bisa dikerek hingga mencapai angka 8%.

    Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Ajib Hamdani menyebutkan target pertumbuhan yang ambisius dari Presiden Prabowo.

    Diperlukan upaya mengatasi berbagai persoalan ekonomi yang menghambat pertumbuhan, hal ini terkait ruang fiskal yang sempit yang dalam 3 tahun ini menghadapi utang jatuh tempo hingga Rp 800 Triliun sehingga dukungan APBN ke perekonomian menjadi berkurang.

    Selain itu RI membutuhkan tambahan investasi hingga Rp 13.000 sepanjang 2025-2029 sebagai penopang ekonomi RI. Namun demikian, di tengah berbagai tantangan ini APINDO melihat potensi RI tumbuh 6-7% dan target 8% menjadi narasi optimisme.

    Sementara Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter FIB UI, Telisa Aulia Falianty mengungkapkan pentingnya pemerintah mencari sumber pertumbuhan ekonomi yang baru di tengah berbagai tantangan global yang menghantui.

    Dalam mencapai target ekonomi 8% juga dibutuhkan inovasi dan peningkatan produktivitas untuk mendukung program ekonomi yang sudah ada. Hal ini salah satunya bisa dilakukan dengan mendorong ekonomi hijau dan ekonomi biru yang berpotensi mengerek ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

    Seperti apa upaya yang dibutuhkan pemerintah Prabowo mencapai target ekonomi 8%? Selengkapnya simak dialog Shinta Zahara dan Bramudya Prabowo dengan Equity Analyst CNBC Indonesia Research, Tasya Natalia Pangestika dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Rabu, 05/02/2025)

  • Pengamat: Pemberantasan Truk ODOL Sulit Dilakukan karena Ditolak 3 Institusi

    Pengamat: Pemberantasan Truk ODOL Sulit Dilakukan karena Ditolak 3 Institusi

    Jakarta

    Truk kelebihan muatan dan dimensi alias truk ODOL sulit diberantas di Indonesia. Padahal truk ODOL terbukti sering menjadi penyebab kecelakaan di jalan raya. Pengamat transportasi mengatakan truk ODOL sulit dihilangkan lantaran mendapat penolakan dari tiga institusi.

    Truk ODOL menjadi biang kerok rusaknya jalan raya dan juga jadi penyebab sejumlah kecelakaan fatal. Terbaru, kecelakaan truk yang terjadi di area gerbang tol (GT) Ciawi baru-baru ini juga diduga terjadi karena truk yang mengalami kelebihan muatan dan kelebihan dimensi.

    “Tadi kami berdiskusi dengan Korlantas yang sedang mengerjakan olah TKP, dan salah satu penyebab utama (kecelakaan GT Ciawi) adalah truk ODOL (Over Dimension dan Over Load) yang gagal berfungsi dengan baik,” kata Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo dalam keterangannya seperti dikutip dari detikFinance.

    Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) Pusat, Djoko Setijowarno, mengatakan, sulit memberantas keberadaan truk ODOL di Indonesia. Soalnya, transportasi logistik melibatkan banyak institusi, yang di sana ada kepentingan yang berbeda-beda.

    “Ada 12 Kementerian dan Lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan angkutan logistik (Kementerian Koordinator Ekonomi, Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kepolisian RI, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, dan juga Bappenas,” kata Djoko dalam keterangan resminya.

    Djoko menjelaskan, inisiatif untuk memberantas truk ODOL sebenarnya sudah datang dari 2017 lalu, di mana saat itu Kementerian Perhubungan meluncurkan program Zero ODOL untuk menghentikan praktik pengangkutan barang melebihi kapasitas dan dimensi kendaraan.

    Truk ODOL harus diberantas karena menyebabkan kerusakan infrastruktur jalan, meningkatkan risiko kecelakaan, mengganggu kelancaran lalu lintas, dan yang parah serta berujung fatal adalah meningkatkan risiko kerusakan pada truk seperti pecah ban dan rem blong, sehingga berujung kecelakaan. Meski sangat mendesak untuk diberantas, menurut Djoko pemberantasan truk ODOL mendapatkan penolakan dari sejumlah instansi. Alasannya, karena bisa mempengaruhi ekonomi nasional.

    “Sejak 2017, Ditjenhubdat Kemenhub mulai membenahi persoalan truk ODOL. Akan tetapi selalu gagal, karena penolakan Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) serta tidak didukung Kementerian Perdagangan lantaran kekhawatiran inflasi naik. Tapi tidak ada upaya dari ketiga institusi tersebut untuk mengusulkan program membenahi masalah ODOL, selain menolak dan menakut-nakuti dengan isu inflasi,” bilang Djoko.

    Kata Djoko, KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) telah memberikan beberapa rekomendasi peningkatan keselamatan kepada Kementerian Perhubungan sebagai regulator di bidang keselamatan transportasi, di mana salah satunya adalah pemberantasan truk ODOL.

    Rekomendasi pertama adalah, meningkatkan pembinaan (perencanaan, pengaturan, pengendalian, pengawasan) dan penindakan terhadap kegiatan angkutan orang dan juga angkutan barang yang tidak memiliki izin resmi serta mendelegasikan sebagian kewenangan pembinaan dan penindakan di daerah terhadap kegiatan angkutan orang dan angkutan barang yang tidak memiliki izin resmi.

    Kedua, peningkatan pembinaan dan penindakan terhadap setiap pemilik kendaraan wajib uji berkala yang tidak melaksanakan uji berkala. Lalu ketiga, menyempurnakan dan menyusun aturan turunan dari Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor yang mengatur tentang Pedoman dan Tata Cara Pengujian Berkala.

    Keempat adalah, menginisiasi pembentukan Forum Khusus Pemberantasan ODOL yang melibatkan seluruh lembaga/kementerian yang terkait di bidang keselamatan jalan, infrastruktur jalan, keamanan, hukum, perindustrian, sosial, perdagangan, politik dan perekonomian.

    (lua/lth)