Organisasi: APINDO

  • Kesehatan vs Ekonomi, Pengusaha Senang Purbaya Batalkan Cukai Minuman Manis

    Kesehatan vs Ekonomi, Pengusaha Senang Purbaya Batalkan Cukai Minuman Manis

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha menyambut baik keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang batal menerapkan cukai minuman manis dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan atau 2026. 

    Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo ) Adhi Lukman mengapresiasi keputusan Purbaya, karena menyadari hal tersebut akan berdampak terhadap ekonomi. 

    Meski demikian, Adhi tetap mendukung langkah pemerintah dalam mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak. Namun, dirinya meyakini bahwa cukai MBDK bukan solusi dari mengurangi penyakit tidak menular (PTM). 

    “Kami sangat sepakat bahwa MBDK itu bukan cara untuk mengurangi PTM tersebut,” tuturnya dalam Konferensi Pers Apindo Economic Outlook 2026, Senin (8/12/2025).

    Dari sisi dunia usaha, Adhi menegaskan dukungannya untuk terus melakukan upaya pengurangan PTM, baik dari sisi formulasi produk hingga edukasi kepada konsumen. Namun, Adhi tidak memerinci terkait upaya edukasi apa yang dilakukan untuk menjaga kesehatan konsumen yang terdampak minuman manis.

    Dilansir dari situs resmi Kemenkeu, cukai bertujuan untuk mengendalikan konsumsi masyarakat, khususnya terhadap barang-barang yang bisa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. 

    Sebelumnya, Purbaya mengungkapkan bahwa pihaknya belum akan menerapkan cukai MBDK, meski sudah masuk dalam asumsi penerimaan APBN tahun depan. 

    Hal tersebut dirinya sampaikan dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR, Senin (8/12/2025). Purbaya mengaku cukai MBDK belum akan dijalankan lantaran kondisi ekonomi belum membaik. 

    “Kami mulai memikirkannya ketika ekonomi sudah lebih baik dari sekarang. Saya pikir ketika ekonomi sudah tumbuh 6% lebih saya akan datang ke sini diskusikan cukai apa yang pantas diterapkan. Kalau sekarang ekonomi masyarakat belum cukup kuat,” tuturnya di hadapan anggota Komisi XI DPR.

    Adapun untuk menambal kurangnya penerimaan dari cukai MBDK, Purbaya akan mengenakan bea keluar untuk ekspor emas dan batu bara. Keduanya direncanakan mulai berlaku 2026. 

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menerangkan, pihaknya memasukkan target penerimaan total Rp23 triliun dari setoran tarif ekspor emas dan batu bara. 

    “[Bea keluar emas] Rp3 triliun setahun, batu bara Rp20 triliun. Yang emas sudah [masuk target APBN], yang batu bara belum karena tarifnya masih didiskusikan,” ungkapnya.

  • Apindo Terus Pantau Dampak Ekonomi Banjir Sumatera

    Apindo Terus Pantau Dampak Ekonomi Banjir Sumatera

    Jakarta, Beritasatu.com — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera telah menimbulkan kerugian signifikan bagi dunia usaha, terutama pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), perdagangan lokal, agribisnis, hingga industri pengolahan. Namun, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional masih terus dipantau karena proses penanganan bencana masih berlangsung.

    Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan dunia usaha saat ini masih memfokuskan perhatian pada upaya cepat membantu para korban di wilayah terdampak. Evaluasi dampak bencana terhadap kinerja ekonomi 2026 belum dapat dilakukan secara menyeluruh.

    “Terus terang kami belum bisa mengevaluasi sejauh mana itu akan berdampak ke 2026. Tapi kalau kami lihat sekarang ini kita masih dalam tahapan penanggulangan,” ujar Shinta dalam konferensi pers di kantor Pusat Apindo, Jakarta, Senin (8/12/2025).

    Berdasarkan pemetaan sementara, sektor yang paling terdampak berada di lapisan bawah perekonomian, yakni UMKM dan perdagangan lokal. Banyak pelaku usaha kecil kehilangan stok, aset, hingga pasar akibat kerusakan fisik dan terhentinya aktivitas ekonomi masyarakat.

    “Dari pemetaan yang sementara kami terima, itu sektor yang paling berdampak adalah justru yang tentunya UMKM-UMKM dan perdagangan lokal ya,” jelas Shinta.

    Dampak bencana juga merambat ke sektor manufaktur dan industri pengolahan, terutama yang bergantung pada pasokan bahan baku dari wilayah Sumatra. Selain terganggunya permintaan, gangguan utilitas seperti listrik dan air turut memperberat operasional industri.

    “Terganggunya juga permintaan manufaktur dan industri pengolahan terutama yang bergantung pada suplai bahan baku dari Sumatera. Jadi ini juga satu sektor yang harus jadi perhatian kita,” ucap Shinta.

    Selain itu, sektor agribisnis ikut terpukul akibat kerusakan lahan pertanian. Dampak lanjutan juga dirasakan sektor transportasi dan logistik menyusul terputusnya akses jalan dan jembatan di sejumlah daerah terdampak. Kondisi ini memicu gangguan pasokan dan meningkatkan biaya logistik secara agregat.

    “Transportasi dan logistik karena terputusnya akses jalan, jembatan dan lain-lain. Kondisi ini juga menciptakan supply shock ya, menekan output regional dan meningkatkan biaya logistik juga secara agregat,” kata Shinta.

    Meski demikian, Shinta menilai dampak bencana terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan kemungkinan tidak terlalu besar, meskipun tetap perlu diwaspadai.

    “Kalau kita melihat dampak konsumsi dari daerah yang bersangkutan mungkin tidak terlalu besar kalau untuk keseluruhan ekonomi Indonesia. Jadi kalau saya lihat mungkin kalaupun ada dampak mungkin enggak akan, so far sih kelihatannya nggak akan sampai,” ujarnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Apindo Sanny Iskandar menambahkan bencana yang terjadi tidak semata-mata disebabkan oleh curah hujan tinggi, tetapi juga dipengaruhi oleh masih lemahnya kepedulian terhadap aspek lingkungan, sehingga memperbesar risiko dan dampak kerusakan yang terjadi di berbagai daerah.

    “Situasi kondisi bencana-bencana alam yang terjadi itu karena salah satu penyebabnya mungkin terlepas curah hujan yang tinggi dan segala macam. Namun karena kurang atau tidak ada kepedulian juga yang terkait dengan masalah-masalah ramah lingkungan tadi,” ujar Sanny.

  • Apindo Prediksi Ekonomi RI Kuartal IV 2025 hanya 5,3 Persen

    Apindo Prediksi Ekonomi RI Kuartal IV 2025 hanya 5,3 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2025 hanya berada dalam kisaran 5,1 persen hingga 5,3 persen. Proyeksi ini lebih rendah dari target pemerintah yang memproyeksikan pertumbuhan mencapai 5,6 persen pada akhir tahun.

    “Pertumbuhan kuartal keempat diperkirakan itu akan mencapai 5,1 sampai 5,3 persen. Jadi mungkin kita tidak seoptimistis pemerintah sampai 5,6 persen,” ujar Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, dalam konferensi pers di kantor DPN Apindo, Jakarta, Senin (8/12/2025).

    Meski berada di bawah target pemerintah, Apindo menilai masih ada peluang penguatan ekonomi pada kuartal IV 2025 berkat momentum musiman akhir tahun, seperti Natal dan tahun baru yang biasanya mendorong konsumsi dan aktivitas perdagangan nasional.

    Shinta menambahkan, percepatan belanja pemerintah dan penempatan dana saldo anggaran lebih (SAL) dan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) ke perbankan nasional sebesar Rp 276 triliun juga memberi dorongan tambahan bagi ekonomi pada akhir tahun.

    Secara keseluruhan, Shinta menilai perekonomian Indonesia sepanjang 2025 masih terjaga dengan pola pertumbuhan stabil. Ekonomi nasional tumbuh 4,78 persen pada kuartal I, meningkat menjadi 5,12 persen pada kuartal II, dan berada di 5,04 persen pada kuartal III.

    Untuk sepanjang 2025, Apindo memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional berada pada kisaran 5 persen hingga 5,2 persen secara tahunan (yoy). 

  • Apindo Minta Insentif Fiskal Fokus ke Padat Karya & UMKM yang Tertekan Sepanjang 2025

    Apindo Minta Insentif Fiskal Fokus ke Padat Karya & UMKM yang Tertekan Sepanjang 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar insentif fiskal untuk dunia usaha difokuskan kepada dua sektor yang dinilai tengah menanggung tekanan berat sepanjang 2025. 

    Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan, insentif fiskal dan stimulus pemerintah berperan sebagai shock absorber dalam siklus bisnis, yang berfungsi membantu meredam friksi ketika pelaku usaha menghadapi tekanan eksternal.

    Insentif berupa tax holiday maupun tax allowance, terang Shinta, pada dasarnya memberikan ruang bernapas yang lebih besar bagi pelaku usaha dalam mengurangi beban pajak di fase awal hingga masa ekspansi industri. Dia meminta ke depan agar tahun depan insentif-insentif itu bisa dialokasikan ke sejumlah sektor seperti padat karya dan UMKM yang menanggung tekanan berat sepanjang tahun ini. 

    “Sepanjang 2025, sebagian besar sektor riil melemah, terutama industri padat karya. Hal yang sama juga dialami UMKM yang daya ungkit untuk berekspansinya terbatas. Padahal, keduanya merupakan sumber penyerapan tenaga kerja terbesar,” terang Shinta kepada Bisnis, Minggu (7/12/2025). 

    Selain fokus kepada dua sektor itu, insentif diminta untuk diarahkan menyasar ke struktur beban industri. Shinta menyampaikan, transformasi ekonomi membutuhkan fondasi efisiensi biaya berusaha dari hulu hingga hilir, atau universal business efficiency. 

    Perempuan yang juga Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu menuturkan, tantangan utama hari ini yang membatasi pemulihan dunia usaha adalah tingginya cost of doing business. 

    “Mulai dari suku bunga pinjaman, harga energi, hingga biaya logistik. Jika beban struktural ini tidak diturunkan, insentif yang diberikan akan berdampak kurang optimal,” jelasnya. 

    Di luar itu, Shinta turut mewanti-wanti bahwa insentif hanya akan berdampak apabila diterapkan secara konsisten, tepat sasaran, dan mudah diakses. Pemberian insentif dari kantong APBN juga harus sejalan dengan perbaikan kondisi kepastian berusaha, kepastian regulasi, proses perizinan yang semakin efisien, serta penegakan hukum yang konsisten. 

    “Dalam era kompetisi global yang semakin ketat, selective incentives yang dirancang dengan tepat adalah alat penting untuk menarik investasi yang berkualitas dan berkelanjutan,” ujar CEO Sintesa Group itu. 

    Dikutip dari Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, nilai belanja perpajakan selama 2021 sampai dengan proyeksi 2025 dan yang dianggarkan 2026 terus meningkat. Bermula dari Rp293 triliun pada 2021, nilainya terus meningkat ke Rp400,1 triliun pada 2024.

    Nilainya melonjak 32,5% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada 2025 yang diproyeksikan mencapai Rp530,3 triliun. Kemudian, pada 2026, belanja perpajakan dicanangkan sebesar Rp563,6 triliun. 

    Pada 2025 dan 2026, belanja perpajakan terbesar masih untuk jenis pajak konsumsi yakni pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pajak penjualan barang mewah (PPnBM), serta pajak penghasilan (PPh) masing-masing Rp343,3 triliun (2025) dan Rp371,9 triliun (2026). Nilainya juga meningkat pada APBN 2026 yakni masing-masing Rp150,3 triliun dan Rp160,1 triliun. 

    Berdasarkan tujuannya, belanja perpajakan untuk meningkatkan investasi dan mendukung dunia bisnis sama-sama meningkat. Untuk meningkatkan investasi, pemerintah menggelontorkan insentif pajak Rp84,3 triliun pada 2025 dan meningkat ke Rp84,7 triliun. 

    Sementara itu, untuk mendukung dunia bisnis, belanja perpajakan yang dianggarkan sebesar Rp56,9 triliun pada 2025 dan meningkat ke Rp58,1 triliun. 

    Pada Media Gathering yang diselenggarakan November 2025 lalu, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto menyebut pihaknya akan melakukan kajian independen untuk mengevaluasi insentif perpajakan yang ada. Dia menyebut evaluasi diharapkan bisa melihat apabila insentif yang sudah diberikan telah mendorong pertumbuhan penerimaan pajak. 

    Evaluasi itu rencananya melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maupun instansi penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    “Apakah memang ada proses secara ekonomi, business process-nya yang memang kami harus ubah policy-nya atau ada kecurigaan, misalnya ada kecurigaan penyelenggaraan pajaknya, atau penyelewengan bea keluarnya, bea masuknya, sehingga belum optimal,” ujarnya di Kanwil DJP Bali, Selasa (25/11/2025).

  • Fakta-Fakta Kenaikan UMP 2026: Bocoran Formula hingga Penolakan Buruh

    Fakta-Fakta Kenaikan UMP 2026: Bocoran Formula hingga Penolakan Buruh

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan buruh hingga pengusaha tengah harap-harap cemas menantikan penetapan kenaikan upah minimum atau UMP 2026 yang akan diumumkan pemerintah dalam waktu dekat ini.

    Belum diketahui pasti berapa besaran kenaikan upah minimum pada 2026. Namun, kalangan buruh telah menyatakan penolakan terhadap formula yang disebut-sebut bakal digunakan pemerintah untuk merumuskan kenaikan UMP 2026.

    Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyatakan pihaknya menolak keras formula kenaikan UMP dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) soal Pengupahan. Pasalnya, Said Iqbal menilai RPP Pengupahan tersebut cacat secara proses dan keliru secara substansi, serta akan memiskinkan buruh Indonesia.

    Dengan aturan formula yang tertuang dalam RPP soal Pengupahan, Said memberikan bocoran bahwa kenaikan UMP 2026 kemungkinan hanya sebesar 4,3%. Angka tersebut di bahwa tuntutan buruh yang mengusulkan kenaikan terendah 6%. Bahkan, dengan formula tersebut beebrapa daerah industri terancam tidak mengalami kenaikan upah.

    Dalam laporannya, poin utama penolakan buruh tertuju pada dua hal krusial dalam RPP tersebut. Pertama, penggunaan kembali konsep “konsumsi rata-rata buruh” yang disurvei BPS, yang dinilai akan membuat upah di daerah-daerah industri besar seperti Bekasi, Karawang, Tangerang, hingga Surabaya, tidak mengalami kenaikan sama sekali atau kenaikan 0%.

    Kedua, penolakan tegas terhadap penggunaan formula alpha dengan rentang 0,3 hingga 0,8 sebagai penentu kenaikan upah minimum. Formula tersebut menetapkan kenaikan upah berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan alpha.

    “Dengan rata-rata upah minimum nasional sekitar Rp3.090.000, kenaikan 4,3% hanya menambah kurang lebih Rp120.000 per bulan, atau kurang dari 12 dolar AS. Kenaikan upah satu bulan tidak setara harga satu kebab satu kali makan di Jenewa. Ini keterlaluan,” kata Said dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/12/2025).

    Demo Buruh Besar-Besaran

    Lebih lanjut, Said Iqbal menegaskan bahwa kalangan buruh akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran mulai 7 Desember 2025. Aksi demo ini dilakukan sehari menjelang pengumuman kenaikan UMP 2026 yang disebut akan dilaksanakan oleh pemerintah pada 8 Desember 2026.

    “KSPI, Partai Buruh, dan 72 organisasi dalam Koalisi Serikat Pekerja menyatakan siap melakukan aksi besar jika pemerintah tetap memaksakan RPP Pengupahan dan menetapkan kenaikan upah sebesar 4,3% pada 8 Desember 2025,” ujarnya.

    Dia menuturkan, aksi demonstrasi akan dimulai sehari sebelumnya, pada 7 Desember 2025, dan berlanjut setelah pengumuman.

    Bahkan dia menekankan bakal menggerakkan setidaknya 5 juta buruh dalam aksi demonstrasi penolakan RPP Pengupahan tersebut.

    “Bahkan mogok nasional dengan melibatkan lima juta buruh akan dipertimbangkan bila pemerintah tetap bersikeras. Bila perlu, mogok nasional lima juta buruh stop produksi,” ujarnya.

    Sebagai solusi, KSPI dan Partai Buruh mengusulkan empat alternatif kebijakan upah minimum 2026. Alternatif pertama adalah menetapkan kenaikan upah minimum secara tunggal sebesar 6,5%, sebagaimana ditetapkan Presiden Prabowo tahun lalu.

    Alternatif kedua adalah menetapkan kenaikan dengan rentang 6% sampai 7%, yang dinilai masih mempertimbangkan keberatan pengusaha. Alternatif ketiga menggunakan rentang yang lebih sempit, yakni 6,5% hingga 6,8%, mengikuti arah pemikiran Presiden yang ingin mengejar pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga daya beli. 

    “Sementara itu, alternatif keempat diterapkan apabila pemerintah tetap ingin menggunakan formula alpha, dalam hal ini KSPI menegaskan bahwa nilai alpha yang wajar adalah antara 0,7 hingga 0,9, bukan 0,3 hingga 0,8 seperti rancangan pemerintah,” pungkasnya.

    Respons Pengusaha

    Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memastikan bahwa kajian besaran UMP 2026 tak hanya memperhatikan kemampuan dunia usaha, melainkan juga aspek kesejahteraan pekerja.

    Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie menyampaikan bahwa pihaknya bersama asosiasi industri tengah menyiapkan usulan yang selaras dengan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,5% pada 2026.

    “Kita ketahui bahwa untuk UMP ini sesuatu yang bersifat competitiveness buat para pengusaha, tapi kami juga sadar bahwa aspek dari sisi pekerja harus diperhatikan baik-baik,” kata Anindya di sela acara Rapimnas Kadin Indonesia 2025, Selasa (2/12/2025).

    Dia melanjutkan bahwa komunikasi terus dijalin agar keberlanjutan usaha dan pekerja dapat tercapai, serta mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Komunikasi yang sudah ada ujungnya kita pikirkan bagaimana bisa tumbuh kompetitif, tapi juga memikirkan tentunya saudara-saudara kita yang membutuhkan pekerjaan,” pungkas Anindya.

    Sebelumnya, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan bahwa baik bagi pelaku usaha maupun pekerja, kenaikan upah minimum harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah, yang mencakup pertumbuhan ekonomi, inflasi, hingga kebutuhan hidup layak (KHL).

    “Formula itu sudah menyangkut masalah tadi, masalah ekonomi, produktivitas, KHL, dan lain-lain. Jadi tidak bisa disamaratakan bahwa ini [UMP harus naik] 7%, 8%, enggak bisa,” kata Shinta saat ditemui usai media briefing di Kantor DPN Apindo, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).

    Menurutnya, Apindo tidak mengajukan persentase kenaikan UMP 2026 secara spesifik, melainkan memberikan masukan untuk indeks tertentu alias alfa yang digunakan dalam formula.

    Shinta menjelaskan bahwa alfa yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian daerah akan menjadi catatan bagi Dewan Pengupahan daerah setempat untuk menentukan besaran kenaikan UMP yang ideal.

    Selain itu, dia memandang bahwa kepastian formula kenaikan UMP akan menambah peluang bahwa investor akan menanamkan modal di Indonesia, karena perusahaan akan dapat memperhitungkan biaya tenaga kerja dengan lebih terukur.

    “Jadi ini yang saya rasa perlu ketegasan, kita perlu konsistensi. Supaya investor itu bisa masuk ke Indonesia, dia tahu seperti apa nantinya biaya tenaga kerja di Indonesia,” ujar Shinta.

    Formula Baru Kenaikan UMP

    Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan telah menyelesaikan survei kebutuhan hidup layak (KHL) minimal di setiap provinsi, yang akan menjadi basis perhitungan Upah Minimum Regional/Provinsi (UMR/UMP) dari masing-masing daerah.

    Menaker Yassierli mengatakan bahwa dengan basis KHL di masing-masing daerah akan membuat kenaikan upah minimum di masing-masing daerah juga berbeda, bahkan di satu provinsi pun bisa terjadi perbedaan antardaerah.

    “Bisa jadi ada yang lebih tinggi dari tahun lalu tetapi bisa juga ada yang lebih rendah,” kata Yassierli dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (2/12/2025).

    Yassierli menjelaskan bahwa rumusan penyesuaian upah itu akan diumumkan dalam waktu dekat. “Tunggu saja,” ujarnya singkat.

    Sementara itu, Menaker juga mengajak semua serikat pekerja/buruh untuk berkolaborasi meningkatkan kesejahteraan para pekerja. Dia mengingatkan bahwa ada 150 juta angkatan kerja di Indonesia, dan 60% di antaranya bekerja di sektor informal.

    “Kita perlu berkolaborasi agar semua angkatan kerja mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak,” kata Yassierli.

    Pemerintah, lanjut Menaker, menyediakan balai-balai kerja yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan skill pekerja agar tetap bisa bersaing mengikuti perkembangan teknologi.

    Sebelumnya, Menaker Yassierli menyebutkan pengumuman besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 ditargetkan sebelum 31 Desember 2025 agar dapat diterapkan mulai Januari 2026.

    “Kita berharap dari patokan jadwal, tentu sebelum 31 Desember 2025, jadi untuk diterapkan Januari,” kata Yassierli Jakarta, Rabu (26/11).

    Dia menjelaskan bahwa pemerintah tengah menyusun Peraturan Pemerintah (PP) baru terkait formula pengupahan menggantikan ketentuan sebelumnya, agar lebih adaptif terhadap kondisi tiap daerah.

    Menurut Yassierli, penyusunan regulasi dilakukan melalui dialog sosial dengan pemangku kepentingan agar tercapai keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pelaku usaha.

    Sementara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 menjadi komponen utama dalam formula penentuan UMP tahun 2026.

    Data pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2025 digunakan mengingat keputusan UMP harus ditetapkan sebelum 31 Desember 2025.

  • Mencari Solusi Persoalan Thrifting: Opsi Kuota Impor hingga Jual Produk Lokal

    Mencari Solusi Persoalan Thrifting: Opsi Kuota Impor hingga Jual Produk Lokal

    Bisnis.com, JAKARTA – Polemik perdagangan pakaian bekas impor atau thrifting kembali mencuat setelah Menteri UMKM Maman Abdurrahman melakukan inspeksi mendadak ke Pasar Senen, Jakarta Pusat, Minggu (30/11/2025).

    Kehadiran Maman disambut antusias oleh para pedagang yang berharap pemerintah tidak mematikan usaha mereka.

    Saat berkeliling di lantai 2 Blok III, sejumlah pedagang menyampaikan keluhan langsung. Mereka meneriakkan aspirasi agar aktivitas thrifting tidak ditutup pemerintah.

    “Thrifting jangan dihapus, Pak,” seru beberapa pedagang yang menghampiri Maman.

    Sejumlah lainnya bahkan mengangkat poster dari kardus dengan tulisan bahwa pedagang thrifting juga membayar pajak.

    Menurut para pedagang, kegiatan thrifting merupakan satu-satunya sumber nafkah yang mereka andalkan. Hal ini juga disampaikan dalam dialog singkat dengan Maman.

    Usai peninjauan, Maman menegaskan bahwa pemerintah memahami dilema yang dihadapi para pedagang. Di satu sisi, impor pakaian bekas secara tegas dilarang oleh undang-undang. Namun, di sisi lain, aktivitas ekonomi yang melibatkan ribuan pedagang tak bisa serta-merta dihentikan.

    “Kita akan mencari jalan tengah, solusi terbaik apa untuk menyelesaikan situasi ini,” ujar Maman.

    Opsi Kuota Thrifting

    Dalam kesempatan yang sama, Maman mengungkap bahwa pemerintah tengah mengkaji opsi penerapan kuota impor pakaian bekas sebagai salah satu solusi. Menurutnya, ide tersebut muncul dari aspirasi pedagang setempat.

    “Memang ada aspirasi dari teman-teman asosiasi, kenapa enggak dibuka kuota [impor pakaian bekas], ataupun disiapkan aturan lainnya. Ini aspirasi, ya,” ujar Maman.

    Namun, opsi tersebut masih perlu dikaji secara lintas kementerian karena persoalan thrifting tidak hanya terkait UMKM, tetapi juga menyangkut regulasi perdagangan, perpajakan, dan pengawasan barang impor.

    Maman menegaskan bahwa pemerintah perlu berhati-hati karena keputusan apa pun akan berdampak luas pada ekosistem UMKM maupun pasar dalam negeri.

    “Nanti kita akan cari formulasi terbaik. Formulasi yang bisa mengakomodasi semua kepentingan ini,” katanya.

    Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa larangan impor pakaian bekas tetap berlaku, terlepas dari kesiapan pedagang untuk membayar pajak. Baginya, pajak tidak mengubah status hukum barang impor bekas.

    “Kalau membayar pajak jadi legal [thrifting]? Ya kan enggak ada hubungannya, kan memang aturannya dilarang,” tegas Budi.

    Mendag menjelaskan bahwa pengecualian impor hanya berlaku untuk barang modal tidak baru seperti mesin industri, bukan untuk pakaian bekas. Karena itu, legalisasi melalui skema pajak dianggap tidak sesuai dengan kerangka regulasi yang ada.

    Dari sisi penegakan hukum, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan bahwa pemerintah akan memperketat pengawasan terhadap masuknya barang ilegal melalui pelabuhan.

    “Kalau dulu bisa lepas, ke depan enggak bisa lepas lagi,” ujarnya menegaskan komitmen untuk mengurangi penyelundupan.

    Dorongan Beralih ke Produk Lokal dan Akses Pembiayaan

    Sebagai bagian dari solusi jangka panjang, pemerintah mendorong pedagang thrifting untuk beralih ke produk lokal UMKM, yang dinilai lebih berkelanjutan dan sesuai regulasi.

    Untuk mendukung transisi tersebut, para pedagang akan difasilitasi melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan berbagai program peningkatan kapasitas.

    “Bisa dong [eks pedagang thrifting dapat KUR], sangat bisa. Justru arahnya kita kan ke sana,” kata Maman dalam konferensi pers sebelumnya.

    Ia menjelaskan bahwa pemerintah saat ini fokus melakukan “sterilisasi pasar” dari barang ilegal, agar produk lokal mendapat ruang yang lebih adil untuk berkembang. Menurut Maman, selama barang ilegal masih membanjiri pasar, pedagang lokal sulit bersaing.

    “Ini mau kita bersihin dulu, kita sapu dulu. Sudah bersih? Ayo produk-produk lokal kita harus jadi tuan di lapangannya sendiri,” tutur Maman.

    Suara Pengusaha

    Pengusaha menilai langkah pemerintah menertibkan impor pakaian bekas (thrifting) membuat persaingan yang lebih sehat bagi industri tekstil, garmen, hingga UMKM dalam negeri.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menilai kebijakan pemerintah menekan impor pakaian bekas ilegal sekaligus mendorong substitusi produk lokal sebagai langkah strategis untuk memperkuat pondasi industri dalam negeri.

    Apalagi, Shinta menyebut, selama bertahun-tahun industri formal menghadapi tekanan dari pakaian bekas impor yang masuk tanpa standar, tidak melalui jalur legal, dan dijual jauh di bawah harga produksi lokal.

    “Secara prinsip, kebijakan ini dapat menciptakan level playing field yang lebih adil bagi pelaku industri lokal,” kata Shinta kepada Bisnis, Selasa (18/11/2025).

    Shinta menilai kebijakan ini juga berpotensi memperluas ruang pasar bagi UMKM dan merek lokal. 

    Hal ini sejalan dengan langkah pemerintah yang tengah mengonsolidasikan sekitar 1.300 merek lokal melalui Kementerian UMKM, yang diharapkan mendorong pertumbuhan industri fesyen domestik dan rantai pasok yang lebih sehat.

    Namun, Shinta menyampaikan, pakaian bekas impor selama ini mengisi ceruk harga ultra-murah yang sulit ditandingi produk baru, termasuk UMKM lokal.

    “Ketika pasokan di segmen ini ditekan, sementara substitusi produk lokal masih berada pada level harga yang lebih tinggi, maka konsumen berpendapatan rendah akan menghadapi kenaikan biaya untuk memenuhi kebutuhan berpakaian,” tuturnya.

    Menurutnya, pengetatan impor bisa meningkatkan biaya bagi konsumen berpendapatan rendah, sehingga kebijakan perlu diposisikan sebagai re-desain pasar untuk memastikan produk lokal tetap terjangkau, berkualitas, dan tersedia merata.

  • Pengusaha Sambut Arah Kebijakan Moneter BI 2026: Pro Stabilitas dan Pertumbuhan

    Pengusaha Sambut Arah Kebijakan Moneter BI 2026: Pro Stabilitas dan Pertumbuhan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha menyambut baik arah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) 2026. Kerangka kebijakan yang pro stabilitas dan pro pertumbuhan ini dipandang akan menjadi peta jalan yang menjanjikan kepastian investasi dan keberlanjutan ekspansi bisnis di tengah tantangan global.

    Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sarman Simanjorang menjelaskan Arah kebijakan moneter tersebut bakal mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.

    “Kami menyambut baik dan mengapresiasi tinggi arah kebijakan moneter yang telah ditetapkan Bank Indonesia untuk tahun 2026,” ujar Sarman Simanjorang saat dihubungi Bisnis pada Jumat (28/11/2025).

    Menurut Sarman, tantangan ekonomi global yang masih dibayangi ketidakpastian memang menuntut kebijakan moneter yang fleksibel, tetapi tetap fokus. 

    Terlebih, tambah Sarman, elemen stabilitas menjadi fondasi utama yang membuat pengusaha optimistis. Pengendalian inflasi yang terukur dan stabilisasi nilai tukar rupiah dinilai esensial dalam menjaga daya saing produk domestik.

    Lebih lanjut, Sarman berharap implementasi kebijakan tersebut ke depannya tidak hanya berfokus pada instrumen suku bunga, tetapi juga pada optimalisasi instrumen makroprudensial untuk memastikan likuiditas yang cukup di perbankan.

    “Kami berharap kebijakan moneter BI juga mampu mendorong perbankan untuk lebih aktif menyalurkan kredit produktif. Sinyal pro pertumbuhan yang diberikan BI harus diterjemahkan menjadi ekspansi kredit yang terjangkau bagi sektor riil, khususnya UMKM dan industri padat karya,” imbuhnya.

    Senada, Sekretaris Jenderal BPP Hipmi, Anggawira, menyatakan bahwa kerangka kebijakan yang disampaikan Gubernur BI dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) merupakan strategi yang tepat di tengah dinamika global yang masih dipenuhi ketidakpastian.

    Rencana BI untuk mencermati ruang penurunan BI-Rate dan mendorong ekspansi likuiditas yang lebih pro market merupakan inisiatif yang dinantikan oleh para pelaku usaha.

    “Rencana BI Rate yang berpotensi turun dan dorongan likuiditas yang akomodatif menjadi angin segar bagi sektor riil. Bagi pelaku usaha, khususnya pengusaha muda, ini diharapkan dapat menurunkan biaya dana (cost of fund), memperbaiki arus kas, serta memperluas akses pembiayaan produktif,” ujar Anggawira.

    Angga memberikan catatan soal penyaluran pembiayaan produktif yang perlu diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki multiplier effect tinggi, seperti sektor padat karya, manufaktur, dan UMKM. 

    “Pelonggaran likuiditas perlu benar-benar mendorong kredit produktif, tidak boleh sekadar berputar di sektor keuangan. Efektivitas transmisi ini adalah kunci agar stimulus moneter sampai ke lapangan,” tambahnya.

    Sejalan dengan kebijakan moneter yang lebih suportif, Hipmi memproyeksikan iklim investasi pada 2026 memiliki peluang membaik. Suku bunga yang lebih kompetitif diyakini akan meningkatkan minat ekspansi dunia usaha dan menarik investasi baru di berbagai sektor, mulai dari hilirisasi sumber daya alam, energi, hingga ekonomi digital.

    Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan arah kebijakan moneter 2026 akan tetap pro terhadap keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan. Hal itu disampaikan oleh Perry pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2025, Jakarta, Jumat (28/11/2025). 

    “Pada tahun 2026 dengan masih tingginya ketidakpastian global, kebijakan moneter tetap pada keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan, pro stability and growth,” terangnya pada seluruh peserta acara.

    Perry menjelaskan, empat bauran kebijakan BI lainnya tahun depan akan diarahkan untuk pro pertumbuhan alias pro growth. Pada materi yang disampaikan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai kisaran 4,9% sampai dengan 5,7% pada 2026 dan 5,1% sampai dengan 5,9% pada 2027.

    Untuk mendukung arah kebijakan moneter mendatang, Perry menyebut sejumlah langkah yang akan diambil. Di antaranya adalah pengendalian inflasi, mencermati penurunan suku bunga acuan, stabilisasi nilai tukar rupiah dari gejolak global melalui intervensi NDF di pasar luar negeri, hingga intervensi spot di NDF dan pembelian SBN di pasar sekunder dalam negeri.

  • Perusahaan Ramai-Ramai Relokasi Pabrik ke Jateng, Menaker Buka Suara

    Perusahaan Ramai-Ramai Relokasi Pabrik ke Jateng, Menaker Buka Suara

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menanggapi fenomena perusahaan alas kaki dan garmen banyak yang melakukan relokasi pabrik ke kawasan Jawa Tengah (Jateng).

    Dia menjelaskan bahwa keputusan perusahaan untuk melakukan relokasi pabrik terdiri dari banyak faktor, tak terkecuali terkait dengan upah minimum.

    “Banyak faktor, ya. Bisa jadi pertimbangan yang disampaikan [upah minimum] itu salah satunya,” kata Yassierli kepada wartawan di Kantor Kemnaker, dikutip pada Kamis (27/11/2025).

    Menurutnya, keberlangsungan pabrik industri padat karya bergantung kepada sejumlah struktur biaya, mulai dari biaya tenaga kerja hingga biaya operasional lainnya.

    “Ketersediaan material, kemudian terkait biaya transportasi, kemudian dia gudangnya di mana. Itu kan banyak faktor,” pungkas Yassierli.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sanny Iskandar menjelaskan bahwa relokasi pabrik banyak terjadi di wilayah Jawa Barat, tepatnya koridor industri seperti Bekasi menuju kawasan lain seperti Batang, Jawa Tengah.

    “Jadi ini banyak dipengaruhi selain tadi masalah tinggi rendahnya upah dan khususnya berhubungan dengan produktivitas manusianya,” kata Sanny dalam temu media di kantor DPN Apindo, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).

    Selain itu, dia menyebut bahwa kawasan Jawa Tengah, dalam hal ini tenaga kerja setempat, relatif lebih menjamin adanya stabilitas sosial dan politik. Apabila loyalitas karyawan tinggi, Sanny menilai produktivitas perusahaan dapat meningkat.

    Dia lantas menggarisbawahi faktor dukungan dari pemerintah daerah setempat. Menurutnya, pengurusan perizinan dan kebutuhan industri di Jawa Tengah yang lebih mudah turut menjadi daya tawar relokasi pabrik.

    Dari kacamata buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) melihat bahwa relokasi ini cenderung dilakukan oleh perusahaan yang mengerjakan produk jenama internasional dan berorientasi ekspor.

    Presiden KSPN Ristadi memaparkan bahwa kawasan Jawa Tengah dipilih perusahaan tersebut mengingat upah minimum yang relatif rendah pada kisaran Rp2 juta, kecuali di kawasan pusat seperti Semarang Raya.

    “Pasti pengusaha ini akan mencari upah atau labor cost-nya yang lebih kompetitif, lebih rendah. Dari dulu memang begitu,” kata Ristadi kepada Bisnis, Jumat (21/11/2025).

  • Investor Ramai-Ramai Relokasi Pabrik, Cek Daftar UMK Jateng 2025

    Investor Ramai-Ramai Relokasi Pabrik, Cek Daftar UMK Jateng 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah perusahaan menjadikan Provinsi Jawa Tengah sebagai tujuan relokasi pabrik dalam beberapa waktu terakhir. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jateng yang lebih murah menjadi salah satu faktor pendorong fenomena tersebut.

    Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sanny Iskandar menjelaskan bahwa relokasi pabrik banyak terjadi di wilayah Jawa Barat, tepatnya koridor industri seperti Bekasi menuju kawasan lain seperti Batang, Jawa Tengah.

    “Jadi ini banyak dipengaruhi selain tadi masalah tinggi rendahnya upah dan khususnya berhubungan dengan produktivitas manusianya,” kata Sanny dalam temu media di kantor DPN Apindo, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).

    Selain itu, dia menyebut bahwa kawasan Jawa Tengah, dalam hal ini tenaga kerja setempat, relatif lebih menjamin adanya stabilitas sosial dan politik. Apabila loyalitas karyawan tinggi, Sanny menilai produktivitas perusahaan dapat meningkat.

    Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) melihat bahwa relokasi ini cenderung dilakukan oleh perusahaan yang mengerjakan produk jenama internasional dan berorientasi ekspor.

    Presiden KSPN Ristadi memaparkan bahwakawasan Jawa Tengah dipilih perusahaan tersebut mengingat upah minimum yang relatif rendah pada kisaran Rp2 juta, kecuali di kawasan pusat seperti Semarang Raya.

    “Pasti pengusaha ini akan mencari upah atau labor cost-nya yang lebih kompetitif, lebih rendah. Dari dulu memang begitu,” kata Ristadi kepada Bisnis, Jumat (21/11/2025).

    Adapun, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah berancang-ancang mengumumkan UMK pada 15 Desember 2025, didahului oleh pengumuman upah minimum provinsi (UMP) sepekan sebelumnya.

    Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng Ahmad Aziz menyampaikan bahwa pihaknya tengah menunggu kebijakan resmi pemerintah, kendati draf peraturan pemerintah (PP) baru tentang pengupahan telah mencantumkan tanggal tersebut.

    “Di dalam rancangan RPP, penetapan UMP maupun UMSP itu pada 8 Desember 2025, sementara untuk UMK dan upah minimum sektoral kabupaten/kota [UMSK] pada 15 Desember 2025,” kata Aziz dikutip dari laman Pemprov Jateng, Jumat (21/11/2025).

    Berikut daftar UMK Jateng 2025:

    Kota Semarang: Rp3.454.827
    Kabupaten Demak: Rp2.940.716
    Kabupaten Kendal: Rp2.783.455
    Kabupaten Semarang: Rp2.750.136
    Kabupaten Kudus: Rp2.680.485
    Kabupaten Cilacap: Rp2.640.248
    Kabupaten Jepara: Rp2.610.224
    Kota Pekalongan: Rp2.545.138
    Kabupaten Batang: Rp2.534.383
    Kota Salatiga: Rp2.533.583
    Kabupaten Pekalongan: Rp2.486.653
    Kabupaten Magelang: Rp2.467.488
    Kabupaten Karanganyar: Rp2.437.110
    Kota Surakarta (Solo): Rp2.416.560
    Kabupaten Boyolali: Rp2.396.598
    Kabupaten Klaten: Rp2.389.820
    Kota Tegal: Rp2.376.683
    Kabupaten Sukoharjo: Rp2.359.488
    Kabupaten Banyumas: Rp2.338.410
    Kabupaten Purbalingga: Rp2.338.283
    Kabupaten Tegal: Rp2.333.586
    Kabupaten Pati: Rp2.332.350
    Kabupaten Wonosobo: Rp2.299.521
    Kabupaten Pemalang: Rp2.296.140
    Kota Magelang: Rp2.281.230
    Kabupaten Purworejo: Rp2.265.937
    Kabupaten Kebumen: Rp2.259.873
    Kabupaten Grobogan: Rp2.254.090
    Kabupaten Temanggung: Rp2.246.850
    Kabupaten Brebes: Rp2.239.801
    Kabupaten Blora: Rp2.238.430
    Kabupaten Rembang: Rp2.236.168
    Kabupaten Sragen: Rp2.182.200
    Kabupaten Wonogiri: Rp2.180.587
    Kabupaten Banjarnegara: Rp2.170.475

  • Beda Suara Apindo-Buruh soal Kenaikan UMP 2026, Prabowo Pilih Siapa?

    Beda Suara Apindo-Buruh soal Kenaikan UMP 2026, Prabowo Pilih Siapa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha dan buruh masing-masing menyodorkan opsi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2026. Keduanya menawarkan beragam skema yang dapat menjadi pertimbangan Presiden Prabowo Subianto.

    Presiden Konfederasi Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Muhammad Rusdi menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023 tentang Pengupahan selama ini hanya menghasilkan kenaikan upah yang kecil akibat indeks tertentu alias alfa yang juga rendah, yakni 0,1 hingga 0,3.

    “Keputusan untuk tidak lagi menggunakan PP No. 51/2023 merupakan langkah progresif menuju sistem pengupahan yang lebih adil, inklusif, dan responsif terhadap kebutuhan riil pekerja,” kata Rusdi dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (25/11/2025).

    Menurutnya, pemerintah mesti menyusun formula kenaikan UMP dengan mengacu kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 168/PUU-XXI/2023, yang mengamanatkan kebijakan pengupahan harus menjunjung tinggi prinsip keadilan, perlindungan terhadap pekerja, serta pemenuhan kebutuhan hidup layak. Aspek menyodorka tiga opsi terkait hal itu.

    Opsi pertama yang diajukan Aspek Indonesia adalah kenaikan UMP 2026 tak boleh berada di bawah 6,5% sebagaimana keputusan pemerintah pada tahun sebelumnya. 

    Rusdi menilai bahwa kenaikan di bawah angka tersebut hanya akan semakin menekan daya beli dan memperlambat pemulihan ekonomi rumah tangga pekerja.

    Kedua, pihaknya juga menolak pendekatan satu angka upah minimum karena setiap daerah memiliki karakteristik tingkat inflasi, biaya hidup, dan laju pertumbuhan ekonomi yang beragam.

    Aspek Indonesia pun mengusulkan formula UMP 2026 yang mempertimbangkan indeks tertentu berada pada kisaran 0,8, serta angka pertumbuhan ekonomi yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi tingkat daerah. Harapannya, penyesuaian upah lebih kontekstual dan relevan dengan kondisi setempat.

    Terakhir, Rusdi mendorong pemerintah untuk memberikan diskresi khusus bagi daerah-daerah dengan upah minimum rendah agar mendapatkan kenaikan yang lebih besar dibandingkan daerah yang sudah memiliki upah tinggi. 

    “Penetapan upah minimum 2026 harus lebih baik dari tahun sebelumnya dan tidak boleh kembali pada pola satu angka yang tidak adil bagi pekerja,” ujar Rusdi.

    Pengusaha

    Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Darwoto menyampaikan penetapan indeks tertentu alias alfa yang digunakan dalam formula UMP 2026 harus dilakukan secara bijaksana.

    Perhitungan kenaikan upah minimum dengan menggunakan indeks tertentu ini dilalukan untuk mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 168/PUU-XXI/2023.

    “Agar kebijakan upah minimum dapat selaras dengan kondisi ekonomi daerah, tingkat produktivitas, serta kapasitas usaha di masing-masing sektor,” kata Darwoto.

    Dia menggarisbawahi bahwa besaran alfa mesti diterapkan secara proporsional dan tidak hanya mengukur kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Dia menilai investasi atau modal, teknologi, hingga produktivitas faktor total harus diperhitungkan dalam menentukan alfa.

    Dengan demikian, Apindo menilai alfa tidak dapat disamaratakan di seluruh daerah. Perhitungan besaran alfa disebutnya dapat mempertimbangkan kondisi rasio upah minimum terhadap kebutuhan layak. 

    “Dunia usaha juga meyakini bahwa pemerintah akan mempertimbangkan aspek-aspek tersebut secara arif dan bijaksana, sehingga dapat menciptakan keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha,” lanjut Darwoto.

    Dia lantas menyinggung perihal penetapan upah minimum sektoral. Menurutnya, dunia usaha mengusulkan agar nilai alfa ditetapkan dengan mempertimbangkan sektor mana yang tumbuh dan yang tidak.

    Selain itu, Apindo menilai indikator ekonomi dan produktivitas perlu dimasukkan sebagai variabel utama dalam penetapan nilai alfa. 

    Hal ini dipandang sejalan dengan putusan MK yang menegaskan perlunya keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha, dengan mengintegrasikan indikator ekonomi ke dalam formula pengupahan.

    “Kalau ini [kebijakan upah minimum] bisa berjalan untuk jangka panjang, makanya akan terjadi satu kepastian di dalam regulasi ataupun kebijakan upah minimum di negara kita,” ujar Darwoto.

    Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan pemerintah saat ini sedang mengupayakan beleid baru berupa peraturan pemerintah tentang pengupahan.

    Dia menyebut bahwa pemerintah tidak terikat batas pengumuman upah minimum pada aturan sebelumnya yang seharusnya jatuh pada Jumat (21/11/2025) lalu.

    “Kalau ini berupa PP, artinya kita tidak terikat tanggal. Tidak ada terikat di situ,” kata Yassierli dalam konferensi pers di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).

    Menurutnya, ketentuan PP yang baru akan sesuai dengan Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023 yang mengamanatkan indeks tertentu dalam perhitungan kenaikan upah minimum ditentukan oleh dewan pengupahan masing-masing daerah.