Liputan6.com, Jakarta – Teknologi deepfake berkembang pesat dan tidak selalu memiliki dampak negatif. Di dunia hiburan, deepfake digunakan untuk menghidupkan kembali aktor yang telah wafat dalam film, seperti yang dilakukan dalam Star Wars dengan karakter Grand Moff Tarkin.
Di sektor pendidikan, deepfake dapat digunakan untuk membuat rekonstruksi sejarah yang lebih interaktif dan mendalam. Namun, di sisi lain, deepfake juga dapat disalahgunakan untuk penyebaran hoaks, pemalsuan identitas, hingga manipulasi opini publik yang meresahkan.
Mengapa Deepfake Berbahaya?
Deepfake tidak hanya beredar di media sosial sebagai konten hiburan, tetapi juga mulai dimanfaatkan untuk tujuan negatif, seperti penipuan identitas, kampanye disinformasi politik, dan pemalsuan dokumen. Dalam beberapa kasus, video deepfake telah digunakan untuk menciptakan pernyataan palsu dari tokoh publik, memicu kebingungan di masyarakat, serta melemahkan kepercayaan terhadap informasi yang beredar.
Di Indonesia, Dewan Pers telah menyoroti pentingnya regulasi terkait deepfake dalam kode etik jurnalistik. Salah satu poin yang diatur adalah larangan penyebaran informasi yang telah dimanipulasi secara digital tanpa keterangan yang jelas. Ini menunjukkan bahwa keberadaan deepfake sudah diakui sebagai tantangan serius bagi dunia media dan komunikasi.
Blockchain sebagai Solusi Verifikasi dan Keamanan Data
Blockchain hadir sebagai solusi potensial dalam memastikan keaslian konten digital dengan menciptakan sistem verifikasi berbasis desentralisasi dan transparansi.
Teknologi ini memungkinkan autentikasi identitas digital dengan menggunakan verifiable credentials, sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa suatu pernyataan atau dokumen benar-benar berasal dari sumber terpercaya.
Selain itu, metadata asli dari konten digital, seperti waktu, lokasi, dan perangkat perekam, dapat disimpan dalam blockchain sehingga setiap manipulasi atau perubahan akibat deepfake dapat terdeteksi dengan mudah.
Keunggulan blockchain juga terletak pada sifatnya yang desentralisasi, yang membuat data tidak dapat dimanipulasi oleh satu pihak saja. Dalam konteks media dan jurnalisme, beberapa platform seperti Truepic dan Amber Authenticate telah mengembangkan sistem berbasis blockchain untuk memastikan keaslian berita dan konten visual.
Hal ini memungkinkan masyarakat membedakan informasi asli dari hoaks. Pemerintah juga dapat memanfaatkan blockchain untuk sertifikasi digital terhadap dokumen resmi guna mencegah penyebaran informasi palsu yang mengatasnamakan pejabat negara.
Tata Kelola Transparansi di Indonesia
Sejumlah pemerintah daerah telah mulai mengadopsi blockchain untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Kominfo Denpasar, Kominfo Bali, dan Kominfo Klungkung menggunakan blockchain untuk keterbukaan informasi publik, sedangkan Kominfo Jawa Barat dan Kominfo Sumedang menerapkannya dalam pengelolaan data kependudukan dan dokumen pemerintahan.
Kominfo Kota Bandung juga bekerja sama dengan Mandala Chain untuk mengembangkan sistem sertifikasi digital guna memastikan keabsahan informasi resmi.
Ke depan, sistem ini bisa dikombinasikan dengan teknologi forensik digital agar setiap manipulasi konten dapat terdeteksi secara otomatis, menjadikannya alat yang lebih efektif dalam menangkal deepfake.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3076934/original/074866300_1584260201-blockchain-3277336.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)