Dari hasil pemeriksaan, empat mahasiswa berinisial MZ (alias F), MH (alias R), MAG (alias A), dan AF (alias F) ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga aktif dalam pembuatan dan penyimpanan bom molotov. Sementara itu, 18 mahasiswa lainnya dinyatakan tidak terlibat.
“Dari hasil penyelidikan, 18 mahasiswa hanya kebetulan berada di sekitar sekretariat FKIP, khususnya Prodi Sejarah, saat penangkapan berlangsung. Karena tidak ditemukan keterlibatan, mereka akan dipulangkan ke pihak kampus,” jelas Hendri.
Polisi menduga kelompok tersebut memiliki pembagian peran. Ada yang meracik bom, memotong kain untuk sumbu, hingga mengantar bahan baku menggunakan sepeda motor. Bom molotov itu kemudian disimpan di sekitar gedung FKIP untuk mengelabui aparat.
Polisi kini juga memburu dua orang luar kampus yang diduga sebagai pemasok bahan baku, yakni Mr. X dan Mr. Y. Selain bom molotov, aparat menemukan styrofoam bertuliskan “PKI” di lokasi kejadian. Namun, Hendri menegaskan temuan itu masih ditelusuri lebih lanjut.
“Kami berharap temuan ini bukan cerminan ideologi adik-adik mahasiswa. Masih perlu penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan asal-usul simbol tersebut,” ujarnya.
Menjelang aksi unjuk rasa, hampir 1.000 personel gabungan dari Polresta Samarinda, TNI, Satpol PP, Dishub, Damkar, Dinkes, hingga relawan dikerahkan untuk menjaga keamanan. Kapolresta menegaskan, kebebasan berpendapat adalah hak warga, tetapi harus dilakukan secara damai dan sesuai aturan.
“Kami ingin menunjukkan bahwa aksi penyampaian pendapat di Samarinda dapat berjalan tertib dan berpendidikan. Polisi siap memberikan pengamanan yang humanis agar suara masyarakat tersampaikan tanpa aksi anarkis,” ucapnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5334276/original/077388700_1756711148-Konferensi_Pers_Bom_Molotov.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)