Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024 tentang Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital Termasuk Kripto serta Derivatif Keuangan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Aturan ini ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 31 Desember 2024 di Jakarta. Secara umum, PP Nomor 49 Tahun 2024 menitikberatkan pada pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk kripto serta derivatif keuangan, beralih ke OJK dan BI.
Peralihan tersebut melibatkan dua aspek utama. Pertama, aset keuangan digital, termasuk aset kripto yang pengaturannya berada dalam kewenangan OJK sebagaimana diatur dalam undang-undang yang berfokus pada pengembangan dan penguatan sektor keuangan.
Kedua, derivatif keuangan, yaitu instrumen yang nilainya berasal dari aset dasar (underlying). Instrumen ini mencakup efek yang diperdagangkan di pasar modal.
Selanjutnya, PP tersebut juga mengatur tentang pengalihan pengawasan dan pengaturan dari Bappebti ke Bank Indonesia terkait derivatif keuangan, yang mencakup underlying, termasuk instrumen yang ada di pasar uang dan pasar valuta asing.
Fase transisi pengawasan kripto dari Bappebti ke OJK
OJK sebelumnya telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (POJK 27/2024).
Disebutkan bahwa dalam menghadapi transisi tugas dan fungsi pengawasan aset kripto dari Bappebti, OJK menyusun strategi menjadi tiga fase transisi. Fase pertama adalah soft landing yang berlangsung pada awal masa peralihan. Kemudian, fase kedua adalah fase penguatan, dan fase ketiga yang merupakan fase pengembangan.
POJK 27/2024 tersebut untuk memastikan bahwa Penyelenggara Aset Keuangan Digital melakukan perdagangan aset keuangan secara teratur, wajar, transparan, dan efisien. Selain itu, memastikan penerapan tata kelola, manajemen risiko, integritas pasar, keamanan sistem informasi dan siber, pencegahan pencucian uang, dengan tetap memperhatikan pelindungan konsumen.
POJK ini juga menetapkan kewajiban untuk memperoleh status izin bagi Penyelenggara Aset Keuangan Digital serta penyampaian pelaporan berkala dan insidental.
Dengan kata lain, semua kegiatan penawaran dan perdagangan aset keuangan digital, termasuk aset kripto dan infrastruktur pendukung aktivitas tersebut harus memenuhi persyaratan yang diatur oleh OJK.
Dalam keterangan resminya, OJK mengimbau konsumen dan calon konsumen aset keuangan digital termasuk aset kripto untuk memiliki pemahaman yang baik terkait risiko aset keuangan digital sebagai pertimbangan dalam melakukan transaksi aset keuangan digital.
Selain itu, dibutuhkan juga peran aktif Penyelenggara Perdagangan Aset Keuangan Digital dalam meningkatkan literasi konsumen.
Urgensi PP Nomor 49 Tahun 2024
Urgensi peraturan ini berkaitan erat dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
UU P2SK menetapkan langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah, regulator, dan pemangku kepentingan di sektor keuangan untuk memperkuat peran intermediasi sektor keuangan, meningkatkan ketahanan sistem keuangan nasional, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Peralihan tugas pengaturan dan pengawasan dari Bappebti kepada OJK dan/atau Bank Indonesia bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi sektor keuangan.
Di samping itu, pengawasan yang beralih ke OJK juga bertujuan untuk mengembangkan instrumen di sektor keuangan, memperkuat mitigasi risiko, meningkatkan perlindungan konsumen di sektor keuangan, serta memperkuat wewenang, tanggung jawab, tugas, dan fungsi regulator sektor keuangan.