Jakarta, Beritasatu.com – Nvidia resmi menghapus China dari proyeksi pendapatan dan keuntungan perusahaannya, menyusul larangan ekspor chip ke negara tersebut oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).
Melansir Tech Crunch, Minggu (15/6/2025), keputusan ini diumumkan langsung oleh CEO Nvidia Jensen Huang. Ia menegaskan, pihaknya tidak berharap kebijakan tersebut akan dicabut oleh Presiden Donald Trump.
Dalam laporan keuangan kuartal I tahun fiskal 2026 yang berakhir pada 28 April, Nvidia mengungkapkan bahwa perusahaan mengeluarkan dana sekitar US$ 4,5 miliar (sekitar Rp 73 triliun) karena pembatasan lisensi penjualan cip AI seri H20 ke China.
Selain itu, Nvidia juga kehilangan potensi pendapatan sebesar US$ 2,5 miliar (sekitar Rp 40 triliun) dari cip yang telah dipesan tetapi tidak dapat dikirim.
Dengan total kerugian mencapai US$ 8 miliar atau sekitar Rp 130 triliun, Nvidia memproyeksikan beban berat pada kuartal I tahun fiskal 2026.
Sebelumnya, saat kebijakan pembatasan diumumkan pada April lalu, perusahaan hanya memperkirakan potensi kerugian sebesar US$ 5,5 miliar (sekitar Rp 89 triliun).
“Pasar AI di China adalah salah satu yang terbesar di dunia dan menjadi landasan penting kesuksesan global kami. Namun sekarang, pasar senilai US$ 50 miliar (sekitar Rp 813 triliun) itu telah tertutup bagi kami. Larangan ekspor cip H20 membuat kami tidak bisa lagi melayani pusat data di China,” ujar Huang.
Huang juga menyebutkan bahwa Nvidia kini tidak dapat lagi menyesuaikan cip agar sesuai dengan regulasi, sehingga tak bisa memenuhi kebutuhan pasar AI di negara tersebut. Meski begitu, Nvidia tetap mencari celah untuk tetap hadir di pasar China, meskipun peluangnya semakin kecil.
Cip H20 merupakan cip AI tercanggih terakhir yang masih bisa dipasarkan ke China sebelum kebijakan larangan diberlakukan secara penuh. Dengan hilangnya akses ke pasar strategis ini, Nvidia kehilangan salah satu pilar penting dalam bisnis data center global mereka.
