Jakarta, Beritasatu.com – Analis Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah berpotensi melemah akibat pernyataan bernada hawkish terkait inflasi serta kebijakan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) yang dikeluarkan oleh The Fed.
“Dolar AS menguat setelah pernyataan hawkish mengenai inflasi dan suku bunga yang disampaikan oleh dua pejabat The Fed, yaitu Neel Kashkari dan Alberto Musalem,” ujar Lukman dikutip dari Antara, Kamis (27/3/2025).
Diketahui, pada awal perdagangan Kamis (27/3/2025) pagi di Jakarta, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan sebesar 21 poin atau 0,13 persen ke level Rp 16.609 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp 16.588 per dolar AS.
Neel Kashkari menegaskan bahwa tidak ada urgensi bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga di tengah ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump.
Sementara itu, Alberto Musalem menyatakan bahwa dampak inflasi akibat penerapan tarif AS kemungkinan tidak bersifat sementara.
Ia menjelaskan bahwa meskipun pengaruh langsung tarif terhadap harga mungkin hanya bersifat sementara dan terbatas pada inflasi AS, dampak tidak langsungnya bisa bertahan lebih lama.
“Kebijakan baru Trump yang mengenakan tarif 25 persen pada sektor otomotif turut memberikan tekanan pada aset dan mata uang berisiko,” tambahnya.
Selain itu, rupiah juga diperkirakan melemah terhadap dolar AS yang menguat setelah laporan data penjualan barang tahan lama di AS mencatat hasil lebih baik dari perkiraan.
“Penjualan barang tahan lama di AS tercatat meningkat 0,9 persen, sementara ekspektasi sebelumnya justru memperkirakan penurunan sebesar 1 persen,” ujar Lukman.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, nilai tukar rupiah diproyeksikan berada di kisaran Rp 16.500 hingga Rp 16.600 per dolar AS.