NGO: YLBHI

  • Direktur Lokataru Jadi Tersangka Demo Berujung Rusuh, Amnesty International: Tuduhannya Pakai Pasal Karet

    Direktur Lokataru Jadi Tersangka Demo Berujung Rusuh, Amnesty International: Tuduhannya Pakai Pasal Karet

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menjadi tersangka terkait aksi massa yang berujung kerusuhan beberapa hari terakhir.

    Amnesty International Indonesia buka suara terkait kabar tersebut. Mereka menuntut polisi membebaskan Delpedro dan mengusut kematian 10 korban dalam aksi massa yang terjadi belakangan ini.

    Usman Hamid selaku Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia menyampaikan bahwa pihaknya menyesalkan penangkapan Delpedro oleh Polda Metro Jaya.

    Amnesty juga mendapat informasi bahwa beberapa nama lain seperti Khariq Anhar di Banten, Syahdan Husein di Bali, serta dua pendamping hukum dari YLBHI masing-masing di Manado dan Samarinda mengalami hal sama.

    “Bahkan terakhir, muncul gejala pengerahan pamswakarsa yang dapat mendorong konflik horizontal di masyarakat. Ini semua menunjukkan negara memilih pendekatan otoriter dan represif daripada demokratik dan persuasif. Tuduhan pun memakai pasal-pasal karet yang selama ini dikenal untuk membubuhkan kritik. Ini harus dihentikan. Bebaskanlah mereka,” pinta Usman.

    Usman juga mendesak agar aparat kepolisian mengusut tuntas tewasnya sejumlah korban dalam aksi massa di Jakarta dan daerah lainnya. Menurut dia, pengusutan kematian warga sipil yang berjatuhan saat aksi terjadi sangat penting.

    ”Negara seharusnya melakukan investigasi independen yang melibatkan tokoh-tokoh dan unsur masyarakat yang memiliki integritas dan keahlian. Komnas HAM harus segera melakukan penyelidikan pro justitia atas terbunuhnya sepuluh warga sipil selama aksi unjuk rasa,” sarannya.

  • LBH-YLBHI Ungkap Massa Aksi yang Ditangkap Aparat Keamanan Capai 3.337 Orang, 10 Meninggal

    LBH-YLBHI Ungkap Massa Aksi yang Ditangkap Aparat Keamanan Capai 3.337 Orang, 10 Meninggal

    Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat hingga 1 September 2025, sedikitnya 3.337 orang ditangkap, 1.042 mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit, serta 10 orang meninggal dunia akibat tindakan represif aparat kepolisian dan TNI terhadap massa aksi di berbagai daerah dalam menangani demonstrasi.

    “Hingga hari ini LBH-YLBHI mencatat setidaknya 3337 orang ditangkap, 1042 mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit, serta 10 Orang Meninggal,” tulis pernyataan resmi LBH-YLBHI, dikutip Selasa (2/9/2025).

    Organisasi ini menilai pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto telah menggunakan aparat untuk menyebarkan ketakutan terhadap warga negara sendiri. Penggunaan kekerasan, tuduhan kriminalisasi, penangkapan massal, penembakan gas air mata hingga ke dalam kampus, serta pengerahan tentara dalam patroli dinilai sebagai bentuk represi sistematis.

    Pasca instruksi Presiden Prabowo pada 31 Agustus 2025 agar aparat melakukan penindakan tegas terhadap massa, intensitas represi dilaporkan meningkat. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan disebut mengeluarkan perintah tembak terhadap massa yang masuk ke kantor polisi. 

    Di lapangan, LBH-YLBHI melaporkan penangkapan terjadi di sedikitnya 20 kota, termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Yogyakarta, Bali, Pontianak, dan Sorong. Aparat disebut tidak hanya menangkap massa aksi, tetapi juga warga sekitar lokasi. Selain itu, pengacara publik LBH di beberapa daerah mengalami intimidasi, penangkapan, hingga penganiayaan ketika mendampingi massa yang ditahan.

    YLBHI juga menyoroti adanya pembatasan akses informasi dengan pelarangan liputan media dan pemblokiran konten media sosial, yang dinilai mengganggu hak masyarakat atas informasi sekaligus aktivitas ekonomi.

    Atas berbagai peristiwa itu, LBH-YLBHI menyatakan delapan sikap, di antaranya mengutuk penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat, mengecam penangkapan sewenang-wenang, serta mendesak pemerintah menarik keterlibatan TNI dari penanganan keamanan sipil. LBH-YLBHI juga meminta Kapolri Listyo Sigit mundur dari jabatannya dan memulihkan hak korban kekerasan.

    Selain itu, YLBHI meminta lembaga negara pengawas seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman, dan KPAI melakukan penyelidikan independen terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat.

    “Mendesak Pemerintah untuk tidak abai terhadap berbagai tuntutan rakyat diantaranya terkait dengan penolakan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan rakyat dan kegagalan DPR RI menjalankan fungsinya,” tertulis dalam pernyataan resmi LBH-YLBHI.

  • Viral Netizen Asing Ramai Pesan Makanan Dukung Driver Ojol

    Viral Netizen Asing Ramai Pesan Makanan Dukung Driver Ojol

    Jakarta

    Media sosial Twitter/X diramaikan aksi warga negara asing yang memberikan dukungan terhadap pengemudi ojek online di Indonesia dengan mengirimkan makanan lewat aplikasi ride hailing. Gerakan sosial ini terjadi di tengah aksi demonstrasi yang memanas dalam sepekan terakhir.

    Gerakan ini diinisiasi oleh pengguna X @sighyam atau yang dikenal dengan nama Yammi. Dalam cuitannya pada tanggal 30 Agustus kemarin, Yammi memberi tahu orang dari luar Indonesia bisa memesan makanan lewat aplikasi Grab untuk mendukung pengemudi ojek online di tengah demonstrasi.

    Ia menjelaskan semua cara memesan makanan, mulai dari memilih lokasi pengantaran sampai memberikan contoh instruksi dalam bahasa Indonesia agar pengemudi membagikan makanan ke rekan-rekannya dan tidak perlu diantarkan ke lokasi.

    “Pilihan makanan dan minuman yang mudah dibagi-bagikan. Sebelum klik tombol pesan, kalian harus masukkan instruksi ini, “Tolong bagikan makanannya ke driver-driver di jalan”,” tulis Yammi dalam cuitannya, seperti dikutip detikINET, (1/9/2025).

    Menurut pantauan detikINET, cuitan Yammi saat ini sudah dilihat lebih dari 25 juta kali dan di-repost lebih dari 52.000 kali. Selain makanan dan minuman, Yammi juga mengatakan netizen dari luar negeri bisa mengirimkan bantuan perlengkapan medis seperti tabung oksigen, kain kasa, plester, dan lain-lain ke kantor YLBHI Jakarta.

    Ajakan Yammi langsung disambut oleh warganet di negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand yang memesan makanan untuk pengemudi di Jakarta, Bandung, dan kota-kota lainnya yang diwarnai aksi demonstrasi. Tidak hanya dari sekitar Asia Tenggara, dukungan juga datang dari warga Korea Selatan, Inggris, Kanada, dan Australia.

    Aksi ini juga diikuti oleh beberapa netizen Indonesia yang turut memesan makanan untuk mendukung pengemudi ojek online dari jauh.

    Cuitan Yammi juga dihujani ribuan balasan, yang sebagian besar datang dari netizen Indonesia untuk mengucapkan terima kasih. Sebagian besar netizen Indonesia merasa terharu karena melihat banyak warga asing yang mau membantu.

    “nangis baca rep nya, Thank you for being a good person😭🫶🏻,” kata seorang netizen di X.

    “Yang bikin heart warning tuh selain kaka2 baik dari luar negeri dan dalam negeri yg menyisihkan rezekinya, dari respon bapak2 ojolnya juga pada baik banget selalu menghargai pemberian oranglain dan selalu balik mendoakan 💞💞,” ucap pengguna X lainnya.

    “Thank so much temen temen for doing this. Nangis banget sumpah sampe dibantuin temen temen dari Malaysia 😭🫶❤️,” ujar netizen di X.

    “it’s so heartwarming ngeliat a lot of ppl helping para ojol driver. semoga rejeki kalian semakin lancar ya kakak yg sudah membantu!,” kata netizen lainnya.

    (vmp/vmp)

  • YLBHI minta polisi menahan diri saat hadapi massa unjuk rasa

    YLBHI minta polisi menahan diri saat hadapi massa unjuk rasa

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur meminta kepada aparat kepolisian maupun tentara untuk menahan diri saat menghadapi massa dari aksi unjuk rasa.

    Dia mengatakan bahwa pada Sabtu (30/8) malam hingga Minggu dini hari, situasi demonstrasi yang berujung kericuhan di beberapa titik di Jakarta cukup mencekam. Dia menduga tak sedikit yang menjadi korban dan mengalami kekerasan pada momen tersebut.

    “Yang terpenting adalah sebenarnya sekarang meminta kepada penguasa untuk memerintahkan kepada aparatnya untuk menahan diri, tentara, polisi, semuanya tahan diri,” kata Isnur saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu.

    Untuk itu, dia meminta kepada aparat kepolisian untuk tidak menunjukkan arogansi, kekejaman, dan tidak menunjukkan kekuatan senjata kepada massa demonstran.

    “Hadapilah rakyat dengan humanis ya,” kata dia.

    Hingga Minggu siang, pihaknya pun masih mendata jumlah korban atau orang-orang yang ditangkap karena aksi semalam yang mengalami kericuhan.

    “Kami sedang meminta tim baik itu paramedis, baik itu paralegal maupun kantor-kantor LBH, sedang mendata,” kata dia.

    Sebelumnya pada Jumat (31/8) hingga Minggu dini hari, aksi unjuk rasa yang berujung kericuhan terjadi di sekitar kompleks parlemen, Senayan, Semanggi, Kwitang, Senen, hingga Tanjung Priok. Selain itu, sejumlah rumah Anggota DPR pun dijarah, di antaranya rumah Ahmad Sahroni, Eko Patrio, hingga Uya Kuya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • YLBHI Kecam Brutalitas Aparat Polri saat Kawal Demo

    YLBHI Kecam Brutalitas Aparat Polri saat Kawal Demo

    Bisnis.com, JAKARTA — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menegaskan bahwa aksi demonstrasi untuk mengemukakan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional setiap warga negara termasuk mereka yang masih belum dewasa.  

    Tanpa memandang ras, suku, agama, hingga hati nurani keyakinan politik tertentu sekalipun. Hak tersebut telah dijamin oleh hukum nasional maupun internasional. Pasal 19 Konvensi Internasional atas hak Sipil tahun 1966 menegaskan bahwa setiap orang memiliki hak kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi.  

    “Landasan hukum ini seharusnya menjadi pegangan utama aparat kepolisian dalam mengamankan aksi. Bahkan penghalang-halangan hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum secara sah adalah bentuk kejahatan atau tindak pidana,” tulisnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Jumat (29/8/2025).  

    Selain itu, tindakan brutalitas Polri dalam pengamanan aksi telah melanggar Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 dalam hal kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat, DUHAM dan ICCPR. 

    Diatur dalam Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials, pasal 4 menegaskan bahwa aparat penegak hukum, dalam melaksanakan tugas mereka, harus, sejauh mungkin, menggunakan cara-cara non-kekerasan sebelum menggunakan kekerasan dan senjata api. Mereka dapat menggunakan kekerasan dan senjata api hanya jika cara-cara lain tetap tidak efektif atau tidak menjanjikan hasil yang diinginkan. 

    Pasalnya, brutalitas aparat dalam mengamankan aksi massa dalam merespons sejumlah kebijakan yang tidak memberikan keadilan bagi rakyat kembali terjadi.  

    YLBHI mencatat dari pemantauan langsung lapangan di 3 lokasi aksi, Jakarta, Pontianak dan Medan. Setidaknya, masa aksi ditangkap dalam aksi di Jakarta, 15 orang di Pontianak, dan 44 orang di Medan.  

    Di Jakarta, massa aksi mayoritas adalah anak di bawah umur. Mereka diburu, diculik, dikeroyok, dan dibawa ke kantor polisi dan dihalang-halangi untuk mendapatkan pendampingan hukum.  

    Di Medan massa aksi dipukul, diinjak pada bagian wajah, dan  dipaksa untuk membuka bajunya ketika dikumpulkan di kantor polisi. Massa aksi yang ditangkap juga dihalang-halangi untuk mendapatkan akses bantuan hukum.  

    Di Pontianak, Kalimantan Barat, 15 massa aksi (3 di antaranya anak di bawah umur) ditangkap secara paksa dengan kekerasan fisik dan dipaksa menjalani penggeledahan barang pribadi tanpa dasar hukum yang sah. Selain itu, banyak peserta aksi lainnya turut mengalami penganiayaan.  

    “Ketika rilis sikap ini ditulis, kami juga melihat aparat secara represif membubarkan massa aksi di depan Gedung DPR [Kamis 28/8/2025] dengan gas air mata dan water cannon, melakukan sweeping dan pencegahan para pelajar untuk bergabung dalam barisan,” lanjutnya. 

    Padahal, Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia mengamanatkan bahwa setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas atau dalam kehidupan sehari-hari wajib untuk menerapkan perlindungan dan penghargaan HAM. 

    Anggota Polri harus mematuhi ketentuan berperilaku, di antaranya tidak boleh menggunakan kekerasan kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan, dilarang menghasut, mentolerir tindak penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, dilarang melakukan penangkapan sewenang-wenang, dan penggunaan kekerasan dan/atau senjata api berlebihan. 

    Di dalam dokumentasi yang YLBHI dapatkan dari pendampingan sejumlah serta media massa dan media sosial yang beredar,  aparat kepolisian melakukan kekerasan untuk membubarkan aksi. 

    Misalnya di Jakarta, massa aksi pelajar yang terlibat dalam aksi didatangi sekolahnya oleh Polda, Polsek, dan Dinas Pendidikan untuk melarang mereka  terlibat dalam aksi dengan ancaman skorsing dan penjara jika bergabung dalam aksi.  

    Pola serupa juga ditemui dalam aksi besar Reformasi Dikorupsi pada 2019 silam. Cara-cara seperti ini lebih dekat dengan pola tindakan preman dengan dalih penegakan hukum karena bergerak seolah-olah tanpa akuntabilitas hukum dan ham sebagaimana ketentuan yang berlaku. 

    “Kami khawatir bahwa cara tersebut ke depannya hanya akan menjadi pola mengabaikan hak asasi manusia serta menginjak-injak undang-undang yang berlaku dan segala peraturan turunannya,” tulis YLBHI.  

    Untuk itu LBH-YLBHI menyatakan sikap:

    Mendukung segala bentuk kebebasan berpendapat dan berekspresi, termasuk demonstrasi warga dari berbagai macam latar belakang, suku, ras, agama, dan keyakinan politik sebagai hak konstitusional warga untuk melakukan kontrol dalam penyelenggaraan negara termasuk yang dilakukan oleh para pelajar
    Mengecam keras praktik brutalitas aparat kepolisian maupun penghalang-halangan pelaksanaan hak rakyat dalam menyampaikan pendapat di muka umum melalui berbagai  tindakan kekerasan, upaya paksa termasuk penggunaan kekuatan senjata yang berlebihan terhadap warga yang menggunakan haknya menyampaikan pendapat di muka umum dalam menyikapi aksi di berbagai daerah;
    Mendesak Presiden dan DPR RI untuk tidak terus membiarkan praktik brutalitas aparat Kepolisian dalam merespon demonstrasi warga dengan melakukan evaluasi menyeluruh dan penegakan hukum terhadap praktik kekerasan dan pelanggaran HAM oleh institusi kepolisian serta penyimpangan peran kepolisian sebagai alat kekuasaan dan pemodal
    Mendorong penguatan kontrol terhadap kewenangan kepolisian, transparansi dan akuntabilitas serta memperkuat check and balances dalam sistem penegakan hukum Pidana terpadu melalui revisi KUHAP
    Meminta Kapolri untuk mencopot Kapolda Sumut dan menindak tegas anggota Polri yang melakukan penyiksaan terhadap Massa Aksi.

  • YLBHI Hingga KontraS Desak Aparat Tak Represif Hadapi Pendemo 28 Agustus

    YLBHI Hingga KontraS Desak Aparat Tak Represif Hadapi Pendemo 28 Agustus

    JAKARTA – Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) yang terdiri dari YLBHI, KontraS, LBH Jakarta, dan LBH Pers mendesak aparat untuk tak menggunakan kekerasan dalam menghadapi aksi unjuk rasa yang kembali digelar di depan Gedung DPR RI pada hari ini.

    Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI Arif Maulana menuturkan, aksi massa ini harus dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia dan bentuk upaya aktif untuk ikut serta dalam berjalannya pemerintahan yang dianggap semakin mengkhawatirkan.

    “Kami mengimbau agar aparat keamanan untuk tidak bertindak represif dan menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat,” kata Arif dalam keterangannya, Kamis, 28 Agustus.

    Arif mengingatkan Polri untuk mentaati serta mengedepankan penggunaan kekuatan yang didasarkan pada prinsip kebutuhan dan proporsionalitas, serta mengedepankan langkah-langkah preventif sesuai dengan ketentuan dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

    “Penggunaan senjata pengurai massa oleh aparat dalam menjalankan tugas juga harus disesuaikan dengan situasi dan dilakukan sedemikian rupa untuk mengurangi risiko yang tidak diinginkan, sebagaimana diatur dalam United Nations Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials,” jelas Arif.

    Berkaca pada aksi unjuk rasa 25 Agustus lalu, setidaknya, sebanyak 370 orang ditangkap secara sewenang-wenang oleh anggota kepolisian dan diangkut paksa menuju Polda Metro Jaya.

    Arif mengaku pihaknya memantau dan menyaksikan massa aksi yang tengah ditahan di Polda Metro Jaya mengaku mengalami sejumlah tindakan kekerasan hingga menyebabkan sebagian tubuhnya penuh luka.

    Selain itu, proses hukum yang berjalan di Polda Metro Jaya yang diklaim sebagai “pengamanan” dan “pendataan” justru merupakan tindakan tidak berdasar hukum dan kami nilai hanya menjadi kamuflase dari praktik penangkapan sewenang wenang oleh aparat sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

    “Perlu kami tegaskan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur istilah pengamanan, melainkan upaya paksa berupa perampasan kemerdekaan seseorang yang diatur dalam kerangka penangkapan atau penahanan,” tegas dia.

    Sehingga, Arif mendesak, Polri untuk melakukan proses pemeriksaan secara etik dan proses pidana terhadap para anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran seperti tindakan brutal terhadap massa aksi hingga penghalang-halangan proses bantuan hukum dalam aksi 25 Agustus dan 28 Agustus.

    Sebagai informasi, Polisi akan berpatroli di titik-titik yang telah dipetakan untuk mencegah pelajar kembali ikut dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

    Dalam skema pengamanan, Polda Metro Jaya mengerahkan 4.531 personel terkait pengamanan aksi unjuk rasa kelompok buruh di depan Gedung DPR RI.

    Ribuan personel itu terdiri atas 2.174 personel Polda Metro Jaya, 1.725 personel Bawah Kendali Operasi (BKO) yang melibatkan unsur TNI AD, Marinir, Brimob Mabes, Den C, Kodim Jakarta, Kogas Sabhara, Satpol PP, dan Dishub, serta 632 personel Polres jajaran. 

  • Ketua Komisi III Pesimistis RKUHAP Disahkan Masa Sidang Ini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 Agustus 2025

    Ketua Komisi III Pesimistis RKUHAP Disahkan Masa Sidang Ini Nasional 21 Agustus 2025

    Ketua Komisi III Pesimistis RKUHAP Disahkan Masa Sidang Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman pesimistis Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) bisa disahkan pada masa sidang saat ini.
    Habiburokhman mengatakan, saat ini agenda DPR begitu padat sehingga tidak mungkin undang-undang terkait hukum acara itu bisa disahkan dalam waktu dekat.
    “Kalau saya sih kayak nggak mungkin masa sidang ini, pesimis di masa sidang ini, lihat jadwalnya begitu padat,” kata Habiburokhman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
    Habiburokhman mengatakan, selama masa sidang Komisi III bisa menggelar rapat hingga pukul 3 sore.
    Dalam rapat sebelumnya, pihaknya bahkan memutuskan menghentikan rapat saat penyusunan Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin).
    Sementara itu, Komisi III saat ini kembali menerima masukan masyarakat terkait RKUHAP.
    “Kalau misalnya Timus Timsin lagi ya Timus Timsin lagi, lalu rapat panja (panitia kerja) lagi menerima masukan tim lagi dari anggota, kayaknya enggak cukup kalau di masa sidang yang sekarang ini,” ujar Habiburokhman.
    Politikus Partai Gerindra itu menyebut, pembahasan RKUHAP bisa semakin lama jika semakin banyak pihak yang menolak.
    Komisi III, kata dia, mengundang semua pihak yang menolak RKUHAP, apapun organisasinya.
    Pihaknya merasa perlu mengetahui apa alasan pihak-pihak yang menolak RKUHAP.
    “Kan kita tahu KUHAP ’81 ini kan KUHAP yang paling zalim, undang-undang yang paling zalim sehingga memberikan keadilan kepada para pencari keadilan,” ujar Habiburokhman.
    “Mau kita ganti dengan KUHAP yang baru loh, kok enggak mau nih maksudnya seperti apa? Kita harus berkomunikasi,” tambahnya.
    Sebagai informasi, draf RKUHAP menuai banyak kritikan dari masyarakat.
    Di antaranya karena dikhawatirkan bisa membuat Polri menjadi lembaga super body.
    Selain itu, RKUHAP juga dikhawatirkan bisa melemahkan pemberantasan korupsi karena terdapat pasal yang mengabaikan asas lex specialis Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Menyikapi hal itu, Komisi III telah mengundang berbagai kelompok masyarakat yang menolak, termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
    Terbaru, Komisi III mengundang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Abraham Samad Tegaskan Podcast Soal Ijazah Jokowi Bersifat Edukasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        13 Agustus 2025

    Abraham Samad Tegaskan Podcast Soal Ijazah Jokowi Bersifat Edukasi Megapolitan 13 Agustus 2025

    Abraham Samad Tegaskan Podcast Soal Ijazah Jokowi Bersifat Edukasi
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menegaskan bahwa podcast di kanal YouTube miliknya yang membahas isu ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) bersifat edukatif, bukan untuk mencemarkan nama baik.
    Pernyataan itu ia sampaikan menanggapi pemanggilannya oleh Polda Metro Jaya sebagai terlapor dalam kasus tudingan ijazah palsu Jokowi.
    “Kalau apa yang selama ini saya lakukan lewat podcast dianggap sesuatu yang punya nilai pidana, sehingga saya dipanggil, maka ini adalah salah satu bentuk kriminalisasi terhadap pembungkaman kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi,” ujar Abraham di Mapolda Metro Jaya, Rabu (13/8/2025).
    Abraham khawatir, jika praktik ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi masa depan demokrasi di Indonesia.
    “Peristiwa ini bukan tentang saya, tapi tentang nasib dan masa depan demokrasi, terlebih lagi masa depan kebebasan berpendapat dan berekspresi,” tambahnya.
    Nama Abraham masuk dalam daftar 12 terlapor setelah Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya meningkatkan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan pada 10 Juli 2025.
    Kasus ini merupakan satu dari enam laporan polisi yang ditangani, termasuk laporan langsung dari Jokowi terkait dugaan pencemaran nama baik dan fitnah.
    Laporan Jokowi menjerat para terlapor dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP, serta sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
    Selain Abraham, daftar terlapor mencakup nama-nama publik seperti Eggi Sudjana, Rizal Fadillah, Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma, hingga Kurnia Tri Royani.
    Abraham hadir memenuhi panggilan penyidik dengan didampingi tim pengacara dari YLBHI, KontraS, LBH Pers, IM+57, dan LBH-AP Muhammadiyah.
    Beberapa tokoh dan aktivis juga ikut memberikan dukungan. Ia berharap penyidik bersikap objektif dalam menangani kasus ini.
    “Kalau misalnya saja aparat hukum membabi buta menangani kasus pidana ini, maka saya pasti akan melawannya sampai kapanpun,” tegasnya.
    Dari enam laporan yang tengah diproses, tiga laporan pelimpahan terkait penghasutan telah naik ke tahap penyidikan, sementara dua laporan lainnya dicabut oleh pelapor.
    Meski begitu, polisi masih akan menentukan kepastian hukum atas dua laporan tersebut.
    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary menjelaskan bahwa proses penyidikan akan berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku, termasuk memeriksa para pihak yang terlapor.
    Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan isu sensitif, figur publik dengan rekam jejak di bidang pemberantasan korupsi, dan menyentuh batasan kebebasan berpendapat di era digital.
    (Reporter: Baharudin Al Farisi | Editor: Fitria Chusna Farisa, Akhdi Martin Pratama)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Abraham Samad Tegaskan Podcast Soal Ijazah Jokowi Bersifat Edukasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        13 Agustus 2025

    Abraham Samad Tiba di Polda Metro, Penuhi Panggilan Pemeriksaan Kasus Ijazah Jokowi Megapolitan 13 Agustus 2025

    Abraham Samad Tiba di Polda Metro, Penuhi Panggilan Pemeriksaan Kasus Ijazah Jokowi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad memenuhi panggilan polisi sebagai terlapor kasus tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo, Rabu (13/8/2028).
    Pantauan
    Kompas.com
    , Abraham dan rombongan tiba di Gedung Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada pukul 10.32 WIB.
    Mereka berjalan dari arah lapangan atletik Polda Metro Jaya menuju Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum.
    Rombongan menyanyikan lagu “Maju Tak Gentar” yang dipimpin oleh salah seorang perempuan dengan membawa toa.
    Dalam rombongan tersebut, tampak beberapa poster bertuliskan “berjuang sampai titik darah terakhir” hingga “bila orang baik dikriminalisasi maka orang jahat akan memimpin”.
    Adapun Abraham mendatangi Polda Metro Jaya mengenakan kemeja hitam yang dibalut setelan jas abu-abu.
    Kedatangan Abraham didampingi oleh sejumlah tokoh seperti mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang hingga eks Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu.
    Ada juga sejumlah aktivis dari LBH Jakarta, YLBHI, Kontras, LBH Pers, IM+57 dan LBH-AP Muhammadiyah.
    Sejumlah polisi tampak berjaga saat Abraham hendak memasuki Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.
    Diketahui, Polda Metro Jaya meningkatkan status kasus tudingan ijazah palsu ke tahap penyidikan usai gelar perkara oleh penyidik Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum pada Kamis (10/7/2025).
    Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat ini tengah menangani enam laporan polisi, termasuk laporan yang dibuat oleh Jokowi. Laporan Jokowi itu terkait pencemaran nama baik dan atau fitnah.
    Sementara itu, lima laporan polisi lainnya adalah hasil pelimpahan perkara dari polres ke Polda Metro Jaya. Objek perkara dalam lima laporan tersebut adalah penghasutan.
    “Lima laporan terbagi dua. Yang tiga LP sudah ditemukan dugaan peristiwa pidana sehingga naik ke tahap penyidikan. Dan dua laporan lainnya sudah dicabut dan pelapor tidak memenuhi undangan klarifikasi,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary.
    Meski begitu, Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya tetap akan menentukan kepastian hukum terhadap dua laporan terkait kasus penghasutan.
    Dalam kronologi yang disampaikan Jokowi saat membuat laporan, terdapat lima nama. Mereka adalah Roy Suryo Notodiprojo, Rismon Hasiholan Sianipar, Eggi Sudjana, Tifauzia Tyassuma, dan Kurnia Tri Royani.
    Setelah naik status penyidikan, para terlapor dalam perkara ini adalah Eggi Sudjana, Rizal Fadillah, Kurnia Tri Royani, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifauzia Tyassuma, Abraham Samad, Mikhael Sinaga, Nurdian Susilo, dan Aldo Husein.
    Dalam kasus ini, Jokowi menjerat dengan Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP, serta Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1), dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Abraham Samad Diperiksa Polisi soal Kasus Ijazah Jokowi: Ini Kriminalisasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        13 Agustus 2025

    Abraham Samad Diperiksa Polisi soal Kasus Ijazah Jokowi: Ini Kriminalisasi Megapolitan 13 Agustus 2025

    Abraham Samad Diperiksa Polisi soal Kasus Ijazah Jokowi: Ini Kriminalisasi
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai, pemeriksaannya sebagai terlapor kasus tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo, merupakan upaya kriminalisasi. 
    Meski demikian, ia memastikan bakal menghadiri panggilan polisi untuk menjalani pemeriksaan pada Rabu (13/8/2025).
    “Saya duga ini adalah upaya untuk mengkriminalisasi saya dan membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi,” kata Abraham saat dikonfirmasi, Rabu.
    Adapun nama Abraham Samad muncul sebagai salah satu dari 12 terlapor usai Subdit Keamanan Negara Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya meningkatkan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan.
    “Adanya panggilan terhadap mantan ketua KPK Abraham Samad sebagai saksi untuk diambil keterangannya atas laporan dugaan pencemaran dan fitnah yang dilaporkan saudara Joko Widodo,” bunyi keterangan yang diterima
    Kompas.com
    dari kuasa hukum terlapor, Ahmad Khozinudin.
    Dalam undangan agenda konferensi pers tersebut, pemeriksaan Abraham Samad akan didampingi oleh sejumlah tokoh dan aktivis.
    Abraham juga akan didampingi oleh tim pengacara dari YLBHI, Kontras, LBH Pers, IM+57 dan LBH-AP Muhammadiyah.
    Diketahui, Polda Metro Jaya meningkatkan status kasus tudingan ijazah palsu ke tahap penyidikan usai gelar perkara oleh penyidik Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum pada Kamis (10/7/2025).
    Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat ini tengah menangani enam laporan polisi, termasuk laporan yang dibuat oleh Jokowi. Laporan Jokowi itu terkait pencemaran nama baik dan atau fitnah.
    Sementara itu, lima laporan polisi lainnya adalah hasil pelimpahan perkara dari polres ke Polda Metro Jaya.
    Objek perkara dalam lima laporan tersebut adalah penghasutan.
    “Lima laporan terbagi dua. Yang tiga LP sudah ditemukan dugaan peristiwa pidana sehingga naik ke tahap penyidikan. Dan dua laporan lainnya sudah dicabut dan pelapor tidak memenuhi undangan klarifikasi,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary.
    Meski begitu, Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya tetap akan menentukan kepastian hukum terhadap dua laporan terkait kasus penghasutan.
    Dalam kronologi yang disampaikan Jokowi saat membuat laporan, terdapat lima nama. Mereka adalah Roy Suryo Notodiprojo, Rismon Hasiholan Sianipar, Eggi Sudjana, Tifauzia Tyassuma, dan Kurnia Tri Royani.
    Setelah naik status penyidikan, para terlapor dalam perkara ini adalah Eggi Sudjana, Rizal Fadillah, Kurnia Tri Royani, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifauzia Tyassuma, Abraham Samad, Mikhael Sinaga, Nurdian Susilo, dan Aldo Husein.
    Dalam kasus ini, Jokowi menjerat dengan Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP, serta Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1), dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.