NGO: YLBHI

  • Peneliti Minta Pembuat UU Tak Khianati Putusan Presidential Threshold

    Peneliti Minta Pembuat UU Tak Khianati Putusan Presidential Threshold

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pengamat dan peneliti berharap pembuat undang-undang yakni pemerintah bersama DPR tak membuat tafsir dalam UU Pemilu yang menyimpang dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

    Sebelumnya MK mengabulkan permohonan empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta–Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna–menguji materi tentang presidential threshold, Pasal 222 UU Pemilu. Dalam putusannya, MK menyatakan pasal presidential threshold inkonstitusional, Kamis (2/1).

    “Belajar dari Aksi “Peringatan Darurat” RUU Pilkada, jangan sampai ada upaya untuk mendistorsi Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024 (yang menghapus ambang batas pencalonan presiden). Apalagi mencoba membuat tafsir yang menyimpangi Putusan MK,” ujar pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini dalam unggahan di akun X miliknya.

    “Rakyat sangat sensitif pada pembonsaian hak mereka. Maka itu, laksanakan Putusan MK ini dengan konsisten dan sebaik-baiknya,” imbuhnya dalam unggahan yang CNNIndonesia.com sudah mendapatkan izin dari Titi untuk dikutip.

    [Gambas:Twitter]

    Pun demikian disampaikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Dalam siaran persnya, YLBHI berpendapat putusan MK yang diketuk awal tahun ini menunjukkan harapan baru untuk perbaikan sistem demokrasi dan negara hukum. Menurut YLBHI putusan penghapusan ambang batas pencalonan presiden ini, mestinya dapat menjadi pintu masuk untuk memperbaiki sistem kepartaian maupun politik Indonesia menuju sistem demokrasi dan politik yang lebih partisipatif dan demokratis sesuai mandat konstitusi.

    “Saat ini yang perlu diwaspadai adalah perubahan berbagai undang-undang terkait politik dan kepemiluan. Kita masih ingat, bagaimana partai-partai politik di DPR secara serampangan menafsir Putusan MK seenaknya, seperti yang pernah terjadi pada Undang-Undang Pilkada yang lalu,” demikian siaran pers yang diterima Jumat (3/1).

    “Tidak hanya itu, selama satu dekade, DPR banyak mengesahkan Undang-Undang tanpa memperdulikan Partisipasi Bermakna, yang berdampak pada pengesahan Undang-Undang yang merugikan Rakyat, mengacaukan sistem negara hukum dan melanggar HAM. Untuk itu, YLBHI menyerukan untuk terus mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024,” imbuhnya.

    YLBHI pun mendesak DPR dan Pemerintah mematuhi putusan MK itu dengan segera merevisi regulasi terkait sistem politik yang sejalan dengan nafas dalam putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

    Mereka pun mengajak publik untuk mengawal agar tak ada penyimpangan dari putusan MK itu.

    “Menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawal Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024,” ujar mereka.

    (kid)

    [Gambas:Video CNN]

  • Presidential Threshold Dihapus, Bagaimana Kuantitas & Kualitas Capres?

    Presidential Threshold Dihapus, Bagaimana Kuantitas & Kualitas Capres?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pengamat dan peneliti berharap pembuat undang-undang yakni pemerintah bersama DPR memerhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

    Sebelumnya MK mengabulkan permohonan empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta–Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna–menguji materi tentang presidential threshold, Pasal 222 UU Pemilu. Dalam putusan 62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan pasal presidential threshold inkonstitusional, Kamis (2/1).

    Menurut pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, pembentuk undang-undang harus mengatur lebih lanjut di revisi UU pemiu agar partai politik tak asal-asalan mengusulkan paslon peserta pilpres. Salah satunya, kata dia, undang-undang itu harus menekankan kepada setiap partai politik untuk menerapkan sistem rekrutmen dan seleksi yang ketat buat menentukan calon yang diusung di pilpres.

    “Parpol harus memastikan bahwa calon yang diusung lahir dari proses rekrutmen yang demokratis. Misalnya calon diputuskan melalui pemilihan atau keputusan internal partai yang dilakukan secara inklusif dan demokratis. Apalagi sekadar diputuskan oleh elite-elite partai secara eksklusif. calon yang diusulkan bukan sebatas karena punya popularitas dan isi tas saja,” katanya kepada CNNIndonesia.com via aplikasi pesan, Jumat (3/1).

    “Hal itu bisa dilakukan apakah dengan model primary election atau pemilu pendirian di masing-masing partai yang harus diikuti oleh kader partai untuk bisa dicalonkan partai di pilpres,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, dia mengatakan syarat yang ada di undang-undang pemilu saat ini atau eksisting sudah cukup. Hal yang paling penting katanya adalah kemampuan kepemimpinan dan kematangan politik yang diuji melalui proses bersama partai politik tempatnya bernaung. 

    “Saya lebih setuju jika calon harus memenuhi persyaratan harus berstatus sebagai kader partai politik minimal 5 (lima) tahun sebelum dibukanya pendaftaran pasangan calon oleh KPU. Hal itu mencegah kutu loncat atau petualang politik yang sekadar aji mumpung, namun tanpa ditopang oleh pengalaman dan kapasitas politik yang memadai,” tuturnya merespons pertanyaan risiko membludaknya bakal calon peserta yang diajukan parpol untuk pilpres.

    Selain itu, dalam unggahannya di akun X, menurut Titi, jika mencermati Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024 dengan menyeluruh, MK juga menghendaki agar tidak ada “‘aksi borong partai’ untuk kepentingan dominasi pencalonan pilpres. Pasalnya, kata dia, semangat putusan MK ini adalah keragaman pilihan bagi pemilih.

    “Karena itu, pembentuk UU harus merumuskan formula agar keragaman pilihan itu bisa diwujudkan. Apakah misalnya dengan memberlakukan ambang batas maksimal pembentukan koalisi pencalonan oleh gabungan partai politik peserta pemilu atau formula lain lebih tepat,” ujarnya di unggahan yang CNNIndonesia.com telah diizinkan untuk mengutipnya.

    [Gambas:Twitter]

    Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai putusan MK yang diketuk awal 2025 ini menunjukkan harapan baru untuk perbaikan sistem demokrasi dan negara hukum. Menurut YLBHI, selama satu dekade terakhir, demokrasi dan negara hukum terus mengalami regresi dan pembusukan, putusan ini diharapkan mampu mengikis dominasi oligarki yang selama ini merusak sistem politik dan Pemilu Presiden serta membelenggu demokrasi hukum dan ekonomi.

    “Putusan ini tidak membongkar sepenuhnya problem politik yang tidak berpihak pada kewargaan dan demokrasi yang substantif. Meskipun demikian, putusan penghapusan ambang batas pencalonan presiden ini, mestinya dapat menjadi pintu masuk untuk memperbaiki sistem kepartaian maupun politik indonesia menuju sistem demokrasi dan politik yang lebih partisipatif dan demokratis sesuai mandat konstitusi,” demikian siaran pers YLBHI.

    YLBHI menyatakan sebelum putusan yang dimohonkan empat mahasiswa UIN Suka, sebelumnya, terdapat 36 permohonan yang diajukan ke MK terkait pasal presidential threshold. Namun, semuanya tak pernah dikabulkan MK dengan berbagai dalih termasuk kedudukan hukum (legal standing). YLBHI menduga ada cengkeraman oligarki dan politik penguasa yang tak menghendaki demokratisasi berjalan dengan baik. Walhasil, sambungnya, tidak memberikan Independensi kepada hakim MK dalam memeriksa dan mengadili permohonan penghapusan praktik presidential threshold.

    “Saat ini yang perlu diwaspadai adalah perubahan berbagai undang-undang terkait politik dan kepemiluan. kita masih ingat, bagaimana partai-partai politik di DPR secara serampangan menafsir Putusan MK seenaknya, seperti yang pernah terjadi pada Undang-Undang Pilkada yang lalu,” katanya.

    MK pun mendesak DPR dan pemerintah mematuhi putusan MK itu, dan segera merevisi regulasi terkait sistem politik yang sejalan dengan nafas dalam putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 ini untuk memperkuat perlindungan hak politik dan kedaulatan rakyat dalam demokrasi dan negara hukum Indonesia.

    YLBHI pun menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawal Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

    Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB, Indrajaya mengusulkan agar proses pendaftaran partai politik kini harus diperketat. Menurut dia, hal itu penting agar jumlah pasangan calon presiden tetap dibatasi.

    Menurut Indra, pembatasan juga bisa dilakukan misalnya dengan memberikan aturan lewat revisi Pemilu agar partai yang bisa mengusung calon presiden adalah partai yang lolos parlemen.

    “Bisa juga misalkan ada konvensi internal atau antar partai, dan pembatasan pilpres satu putaran atau dua putaran seperti di Pilkada DKI,” kata Indra, Jumat.

    Keputusan MK tentang penghapusan presidential threshold itu dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang putusan, Kamis (2/1).

    MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna.

    Dengan putusan itu, setiap partai politik memungkinkan untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

    Namun, untuk mencegah jumlah pasangan calon presiden yang terlalu banyak, MK merekomendasikan rekayasa konstitusional, salah satunya meminta agar partai bergabung dalam koalisi selama gabungan koalisi itu tak mendominasi.

    (kid/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • Rentetan Fenomena Kekerasan dan Penembakan Polisi 2024

    Rentetan Fenomena Kekerasan dan Penembakan Polisi 2024

    Jakarta, CNN Indonesia

    Deretan kasus kekerasan yang dilakukan oleh polisi menyisakan daftar panjang kejadian di sepanjang tahun 2024. Mulai dari kekerasan yang dilakukan terhadap keluarga sendiri hingga penyalahgunaan senjata yang berujung pada penembakan sesama anggota polisi bahkan warga sipil.

    Para anggota polisi yang terlibat dalam kasus tersebut berujung dijatuhi sanksi pemecatan atas pelanggaran kode etik sampai ditindak pidana.

    Maraknya fenomena ini pun mencuri perhatian publik mengingat lembaga kepolisian dianggap masyarakat sebagai pihak yang seharusnya bertugas melindungi masyarakat dan meringkus pelaku tindakan kriminal.

    Berikut sejumlah kasus kekerasan oleh anggota kepolisian yang terjadi sepanjang 2024.

    Pria di Ketapang Tewas Usai Ditangkap Polisi

    Seorang pria berinisial RP di Ketapang, Kalimantan Barat, dikembalikan kepada keluarga dalam keadaan meninggal dunia usai ditangkap oleh aparat kepolisian atas dugaan tindak kejahatan pada 24 Januari 2024.

    Menurut kesaksian keluarga, RP dikembalikan sehari setelah penangkapan dengan kondisi tubuh penuh luka memar serta terdapat bekas jahitan seperti luka tembakan peluru. Pihak keluarga menduga kuat bahwa korban tewas akibat tindak penganiayaan oleh oknum Kepolisian Satreskrim Polres Ketapang dan telah menuntut ke jalur hukum.

    Mahasiswa Kena Peluru Nyasar Polisi

    Selanjutnya, seorang mahasiswi STIE 66 Kendari, Sulawesi Tenggara, terkena peluru polisi yang salah sasaran pada 30 Januari 2024 lalu. Korban segera dilarikan ke rumah sakit lantaran menerima luka tembak di bahu.

    Anggota kepolisian saat itu diketahui sedang memburu bandar sabu di area SPBU daerah Baruga dekat Mako Brimob Polda Sulawesi Tenggara. Keluarga korban pun melaporkan peristiwa tersebut ke Propam Polda Sulawesi Tenggara.

    Polisi Tembak Wanita di Kendari

    Oknum anggota Sabhara Polres Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Bripda RAT menembak wanita berinisial IAM (20) usai menggelar pesta minuman keras pada 1 Februari 2024 dini hari.

    Berdasarkan keterangan pihak kepolisian, Bripda RAT awalnya datang ke Mapolda Sultra dalam rangka tugas kedinasan, kemudian menginap di rumah rekannya Brigadir Z di Kecamatan Poasai, Kendari.

    Korban IAM lalu datang mengunjungi Bripda RAT di rumah tersebut. Saat itu, pelaku menemukan senjata Brigadir Z dan memainkannya hingga meletus dan mengakibatkan korban terluka di dada sebelah kiri. Korban lalu dibawa ke Rumah Sakit Bahteramas untuk mendapatkan perawatan.

    Polisi Tembak Pria di Lampung

    Peristiwa penembakan oleh anggota Polda Lampung terhadap seorang pria bernama Romadon yang terjadi pada akhir Maret 2024 kembali mencuat usai pihak keluarga melaporkannya ke Divisi Propam Polri.

    Penembakan yang menewaskan pria asal Desa Batu Badak itu dilakukan di depan anak dan istrinya lantaran korban dituduh terlibat dalam pencurian sepeda motor.

    Kabid Humas Polda Lampung Kombes Umi Fadillah Astutik menyebut saat ini anggota yang diduga melanggar kode etik itu telah diperiksa oleh Bidpropam Polda Lampung dan akan ditindak tegas.

    Warga Sumatera Utara Tewas Usai Ditahan Polisi

    Irwan Hasibuan, seorang warga Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, meninggal dunia akibat sejumlah luka di tubuhnya pada 20 Mei lalu, setelah ditangkap polisi dua hari sebelumnya di Muara Sungai Cempedak.

    Keluarga korban dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara menduga korban tewas akibat dianiaya anggota polisi Polres Batubara yang menangkapnya.

    Polwan Bakar Suami di Mojokerto

    Briptu Fadhilatun Nikmah atau Dila, didakwa KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) lantaran membakar suaminya, Briptu Rian Dwi, karena kesal dengan kebiasaan judionlineyang melanggar perjanjian rumah tangga mereka.

    Pada 8 Juni 2024, Dila menyiramkan Pertalite ke tubuh Rian dan membakar tisu sebagai upaya gertakan. Namun, api justru menyambar tubuh korban, yang akhirnya meninggal keesokan harinya akibat luka bakar 96 persen.

    Atas tindak pidana ini, Dila didakwa Pasal 44 Ayat (3) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

    Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan

    Kasus kekerasan antar anggota kepolisian terjadi di Solok Selatan, dimana Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar menembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Riyanto Ulil Anshar pada Jumat (22/11) dini hari.

    Peristiwa ini diduga berkaitan dengan upaya pengusutan kasus tambang ilegal galian C oleh korban dengan melakukan aksi razia yang tidak disepakati pelaku.

    Kini, Dadang telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan dan dijerat pasal berlapis. Ia juga dipecat dari keanggotaan kepolisian melalui sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

    Penembakan Siswa SMK di Semarang

    Dua hari setelah kejadian di Solok Selatan, Gamma yang merupakan seorang siswa SMK tewas akibat ditembak anggota Polrestabes Semarang, Aipda Robig.

    Awalnya, Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar mengklaim bahwa penembakan Gamma terjadi saat Aipda Robig hendak membubarkan tawuran antar geng dan diserang oleh pelaku tawuran yang membawa senjata tajam.

    Namun, Kabid Propam Polda Jawa Tengah Kombes Aris Supriyono justru memberikan keterangan berbeda, yaitu penembakan terjadi saat Aipda Robig mengejar kendaraan terduga pelanggar lalu lintas, yang berujung pada insiden tersebut.

    Polisi Bunuh Ibu Kandung di Bogor

    Aipda Nikson Pangaribuan, anggota Polres Metro Bekasi, diduga menganiaya ibunya hingga tewas di Cileungsi, Bogor, pada Minggu (1/12) malam.

    Pria yang kerap disapa Ucok ini memukul ibunya menggunakan tabung gas setelah cekcok, kemudian melarikan diri. Sementara sang ibu sempat dibawa ke rumah sakit sebelum dinyatakan meninggal dunia.

    Berdasarkan pemeriksaan Propam, ditemukan riwayat gangguan kejiwaan pada pelaku. Ia pun diduga melanggar Pasal 8 huruf C Ayat 1 dan Pasal 13 huruf M Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022.

    Berdasarkan catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), ada sekitar 35 peristiwa penembakan oleh aparat kepolisian yang menewaskan 94 orang dalam kurun waktu 2019 sampai 2024. Sebanyak 80 persen dari kasus tersebut belum jelas kelanjutannya.

    Sektor kasus yang berujung pada insiden penembakan tersebut beragam, mulai dari konflik kemanusiaan berkepanjangan di Papua, kasus narkotika, oposisi politik atau kebijakan hingga agraria.

    Sementara itu, Amnesty International Indonesia telah mencatat kejadian 29 kasus pembunuhan di luar hukum dengan 31 korban jiwa, serta 116 kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi sepanjang tahun 2024. Selain itu, ditemukan pula puluhan tindak intimidasi, penangkapan sewenang-wenang, dan pelanggaran lainnya.

    Berlanjut ke halaman berikutnya…

    Menanggapi maraknya kasus kekerasan terutama penembakan yang dilakukan oknum polisi di Indonesia tahun ini, ahli kriminologi Universitas Indonesia Josias Simon berpendapat bahwa persoalan utama dalam isu kekerasan oleh anggota polisi terletak pada individu pelaku dan bagaimana cara institusi menanganinya.

    “Jangan karena satu kejahatan, instansinya dijadikan persoalan. Jadi pada orangnya. Nah kemudian sekarang jadi persoalan penanganan orangnya,” ujarnya.

    Manajemen penanganan kasus, menurut Simon, harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam hukum serta peraturan perundang-undangan, serta bersifat transparan agar masyarakat merasa terlindungi.

    “Selain penanganan kasus yang sesuai dengan prosedur yang ada, juga bagaimana manajemen penanganan yang baik, melalui pihak kepolisian sesuai dengan aturan yang berlaku. Dan tidak menimbulkan kesan bahwa masyarakat merasa kok penanganan oleh kepolisian ini tidak melindungi mereka, tidak mengayomi gitu,” tuturnya.

    Bagi Simon, ketidakpercayaan masyarakat terhadap penanganan kasus oleh kepolisian menjadi permasalahan serius yang harus segera ditangani. Ia menjelaskan bahwa pengawasan internal dan eksternal harus diperbaiki untuk mengembalikan kepercayaan publik pada lembaga penegak hukum itu.

    Ia juga menyarankan agar pengawasan eksternal lebih ditingkatkan melalui evaluasi sistem pelaporan, baik oleh legislatif maupun masyarakat. Hal ini supaya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian tak semakin berkurang.

    “Nah yang kedua, tadi kaitannya dengan pengawasan yang eksternal. Pihak legislatif, masyarakat. Kemudian katakan dibuka lah, pihak pelaporan gitu. Tapi pelaporannya ditindak lanjuti ya, kan ada ini ya, tempat pengaduan dan segala macam. Itu dievaluasi lagi, apakah ada yang lapor atau enggak sih?” ujarnya.

    Simon pun mengatakan bahwa pengawasan serta regulasi terhadap penggunaan senjata api oleh polisi harus diperketat.

    Menurutnya, pengadaan senjata api yang dibawa oleh seorang anggota polisi di luar kepentingan tugas menjadi salah satu pemicu penyalahgunaan senjata tersebut, sehingga terkadang penembakan justru terjadi bukan di situasi genting.

    “Itu memang sebaiknya ada ini ya, pengawasan yang tetap terkait dengan penggunaan senjata api. Karena itu masalah sepele, tapi memakai senjata api gitu. Apalagi dilakukan oleh seorang polisi dan bukan yang ditugaskan menangani persoalan pada saat itu,” kata Simon.

    Ia menegaskan bahwa senjata api seharusnya hanya boleh digunakan dalam kondisi tertentu, seperti saat menjalankan tugas berbahaya atau dalam operasi penangkapan.

    “Tidak sembarangan memakai senjata api dalam menangani persoalan-persoalan, bahkan juga mungkin tidak perlu memakai atau membawa senjata. Kecuali dalam hal-hal yang memang, tugas-tugas yang menghadapi bahaya, kemudian memang ditugaskan dalam penangkapan dan sebagainya,” tambahnya.

    Sementara itu, penggunaan senjata api telah diatur secara resmi dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 8 Tahun 2009, Perkapolri Nomor 18 Tahun 2015, dan Perpol Nomor 1 Tahun 2022.

    Tiap aturan tersebut menerangkan syarat perizinan kepemilikan serta penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian. Beberapa diantaranya mencakup kewajiban tes psikologis serta sertifikat khusus untuk memperoleh senjata api, juga tata cara penggunaan senjata api dalam tugas dan situasi yang mengancam nyawa manusia.

    Simon pun menyoroti adanya kelemahan dalam pengawasan internal kepolisian yang menurutnya kurang tegas dalam menangani kasus yang melibatkan anggotanya.

    “Kadang-kadang tidak sinkron gitu loh antara penanganan secara internal. Jadi harus ada ketegasan terkait dengan penanganan. Agak krusial ya terkait dengan manajemen penanganan kasus dalam internal pihak kepolisian,” jelasnya.

    Simon menambahkan, pihak kepolisian harus menghindari penanggulangan kasus yang kurang sigap lantaran kepercayaan sejumlah masyarakat terhadap kepolisian sudah goyah imbas menyebarnya istilah ‘no viral no justice’.

    Istilah tersebut mengacu pada beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini, dimana tindak lanjutnya baru dilakukan oleh pihak berwajib setelah korban atau orang lain yang terlibat memviralkan kasus tersebut di sosial media.

    Biasanya, para korban mengunggah kasus ini di sosial media karena merasa pelaporan yang dilakukannya ke pihak berwajib tak kunjung ditindak lanjuti.

    “Jangan no viral no justice ya. Itu udah ketidakpercayaan masyarakat yang memang sangat-sangat luas gitu,” imbuh Simon.

  • Sorotan Kompolnas dan YLBHI Atas Kasus Polisi Peras Penonton DWP, Sebut Para Pelaku Lakukan Pelanggaran

    Sorotan Kompolnas dan YLBHI Atas Kasus Polisi Peras Penonton DWP, Sebut Para Pelaku Lakukan Pelanggaran

    Sorotan Kompolnas dan YLBHI Atas Kasus Polisi Peras Penonton DWP, Sebut Para Pelaku Lakukan Pelanggaran
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Kepolisian Nasional (
    Kompolnas
    ) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (
    YLBHI
    ) sama-sama menyoroti kasus 18 oknum polisi diduga melakukan pemerasan terhadap warga negara asing (WNA) yang menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Minggu (15/12/2024).
    Kedua lembaga tersebut menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh ke-18 oknum polisi yang terdiri dari personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polres Metro Kemayoran itu merupakan sebuah pelanggaran serius jika memang terbukti benar.
    Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam menyampaikan, ada pelanggaran yang dilakukan oleh ke-18 oknum polisi.
    “Kami memberikan atensi terhadap kasus ini. Kalau ditanya ini ada pelanggaran atau tidak, ya pastinya ada pelanggaran,” kata Anam saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin (23/12/2024).
    Anam mengatakan, langkah Divisi Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri memeriksa 18 oknum polisi yang diduga terlibat dalam kasus tersebut sudah tepat.
    Namun, menurutnya polisi harus segera mengambil tindakan tegas atas apa yang diduga dilakukan para pelaku.
    “Kami mengapresiasi langkah yang diambil oleh Propam dan berharap memang ada tindakan tegas dan sanksi yang juga tegas terhadap para pelaku tersebut,” ujar dia.
    Di lain sisi, Anam meminta agar Propam Polri menjelaskan soal duduk perkara kasus ini ke publik agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.
    “Di samping sanksi yang tegas, juga penjelasan apa yang sebenarnya terjadi secara transparan,” tegas dia.
    Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, apa yang dilakukan 18 oknum polisi yang diduga memeras penonton DWP 2024 jelas sebuah pelanggaran dalam aturan internal di kepolisian maupun pidana.
    “Polisi melangggar aturan internalnya sendiri. Ada itu Peraturan Kapolri tentang penyidikan, tentang tindakan kepolisian, dan tentang implementasi prinsip dan standar dan hak asasi manusia,” kata Isnur di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, dilansir dari
    TribunJakarta.com
    .
    Isnur meminta para polisi yang diduga memeras penonton DWP tak hanya dikenakan sanksi etik, tapi juga pidana.
    “Dan itu adalah kejahatan, bukan hanya pelanggaran etik. Polisi yang terlibat itu harusnya ditangkap, dan diproses hukum pidana tidak hanya etik saja,” ujarnya.
    Isnur menilai, tindakan para polisi itu memang dari awal menjadikan penegakan hukum sebagai alat untuk memeras warga.
    “Itu artinya penyidikan dengan niat jahat. Jadi penegakan hukum digunakan untuk memeras warganya dengan dalih tes urine dan itu jelas melanggar,” paparnya.
    (Penulis: Baharudin Al Farisi, Elga Hikari Putra (TribunJakarta.com) | Editor: Fitria Chusna Farisa, Ferdinand Waskita Suryacahya (TribunJakarta.com))
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Yos Suprapto ‘Ancam’ Galeri Nasional Buntut Pemberedelan Pameran

    Yos Suprapto ‘Ancam’ Galeri Nasional Buntut Pemberedelan Pameran

    Jakarta, CNN Indonesia

    Seniman Yos Suprapto ‘mengancam’ Galeri Nasional Indonesia buntut dugaan pemberedelan pamerannya.

    Pameran lukisan karya Yos bertema Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan dibatalkan tiba-tiba. Ia mendesak pihak Galeri Nasional untuk memberi akses atas karya-karyanya.

    “Kalau seandainya masyarakat luas tidak bisa mengakses ke pameran saya dan tetap terkunci seperti ini, bahkan saya seorang senimannya saja tidak bisa masuk, lebih baik saya akan menggunakan pendekatan hukum untuk mendapatkan kunci membuka pintu itu,” kata Yos dalam Konferensi Pers di Gedung YLBHI, Jakarta, Sabtu (21/12).

    Meski, Yos belum memastikan kapan upaya tersebut diambil. Ia hanya menegaskan akan menempuh jalur hukum.

    Sang seniman mengklaim telah mencoba berdialog dengan sejumlah pihak yang terlibat dalam polemik ini. Kendati, Yos Suprapto tetap tak mendapatkan kejelasan nasib karya miliknya.

    “Kalau ini tetap tidak bisa diakses oleh masyarakat luas, tetap dikunci dengan alasan apapun juga, dan karya-karya saya tetap di dalam censorship, lebih baik tidak perlu harus ada pameran,” bebernya.

    “Saya akan membawa pulang karya-karya saya, menurunkan karya-karya saya dan saya bawa pulang, itu, ke Jogja,” tegas Yos.

    Lukisan karya Yos sejatinya sudah siap dipamerkan mulai 20 Desember 2024 hingga sebulan ke depan. Namun, pameran malah ditunda dengan dalih ada kendala teknis yang tidak bisa dihindari.

    Pihak Galeri Nasional mengaku paham ada kekecewaan yang berpotensi muncul. Lembaga budaya itu juga meminta maaf kepada semua pihak atas penundaan secara tiba-tiba.

    Walau, Galnas mengklaim ini diputuskan berdasarkan pertimbangan matang. Mereka juga berjanji akan menjalin komunikasi dengan Yos Suprapto untuk menemukan solusi terbaik.

    Di lain sisi, Suwarno Wisetrotomo selaku kurator pameran yang terlibat polemik ini juga bersuara. Ia menilai ada dua karya Yos yang menggambarkan opini pribadi terkait praktik kekuasaan, di mana tidak sesuai tema.

    “Saya sampaikan kepada seniman bahwa karya tersebut tidak sejalan dengan tema kuratorial dan berpotensi merusak fokus terhadap pesan yang sangat kuat dan bagus dari tema pameran,” kata Suwarno dalam keterangan tertulis.

    “Menurut pendapat saya, dua karya tersebut ‘terdengar’ seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora yang merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektifnya,” sambungnya.

    (skt/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • Seniman Yos Suprapto Bantah Lukisannya Sasar Makian ke Tokoh Tertentu

    Seniman Yos Suprapto Bantah Lukisannya Sasar Makian ke Tokoh Tertentu

    Bisnis.com, JAKARTA — Seniman Yos Suprapto membantah karya-karya lukisannya yang gagal dipamerkan di Galeri Nasional bertujuan untuk memaki-maki seseorang. 

    Menurut dia, karya lukisannya itu menyiratkan bahwa kekuasaan tidak bisa dipisahkan dari kedaulatan pangan. Begitupun dengan kedaulatan pangan yang tidak bisa dipisahkan dari kebijakan penguasa.

    Adapun, hal tersebut disampaikan langsung olehnya dalam konferensi pers di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu (21/12/2024).

    “Yang dikatakan bahwa saya maki-maki. Itu maki-makinya seperti apa? Nah lukisan yang saya gambarkan itu adalah memang menyatakan seperti penguasa, raja Jawa, yang kakinya bertumpu di atas punggung rakyat kecil,” ujarnya.

    Dilanjutkan Yos, dia beranggapan bahwa lukisan yang dibuatnya itu berupa fakta objektif yang dirinya rangkum untuk menggambarkan kondisi sosial dan budaya di Indonesia saat ini.

    “Apakah itu bukan simbol, menyindir, marah? Tidak. Itu adalah fakta objektif yang saya rangkum untuk menggambarkan kondisi sosial dan budaya di negara saat ini,” jelas Yos.

    Yos mengklaim hari ini dirinya adalah anggota masyarakat yang merupakan seniman dan saksi sejarah, sehingga dalam menyampaikan kesaksiannya itu bisa dia sampaikan dalam bentuk karya seni.

    “Saya bisa menyaksikan kesaksian saya tadi dalam bentuk karya seni. Jadi itu karya seni. Bukan ungkapan politik,” tutur dia.

    Dengan demikian, Yos memandang jika Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengatakan karyanya tersebut dianggap sebagai ungkapan politik, artinya dia tidak paham dengan bahasa seni atau bahasa budaya.

    “Kalau Fadli Zon mengatakan bahwa itu ungkapan politik yang tendensius, berarti dia tidak paham dengan bahasa seni atau bahasa budaya. Lebih baik dia tidak perlu harus jadi Menteri Kebudayaan,” terangnya.

    Yos turut mengemukakan bahwa sebenarnya Fadli Zon tidak pernah melihat karya lukisannya itu secara sendiri atau pribadi. 

    Kata Yos, Fadli Zon hanya menerima laporan saja, sehingga juga tidak pernah berdialog dengan dirinya.

    Pernyataan Menteri Kebudayaan soal pameran Yos Suprapto

    Sebelumnya, Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon menanggapi soal kontroversi pameran Yos Suprapto yang mulanya akan dibuka di Galeri Nasional pada 19 Desember kemarin.

    Fadli Zon mengemukakan biasanya dalam pameran itu selalu ada kurator dan kesepakatan tema tertentu. Namun, dia mengklaim mendapat kabar ada sejumlah lukisan yang dipasang sendiri oleh Yos.

    “Lukisan-lukisan itu tidak ada kaitannya dengan soal kedaulatan pangan, bahkan agak vulgar. Misalnya ada satu lukisan, ya saya juga menerima gambarnya, itu orang yang sedang telanjang, bersenggama, dan memakai topi yang punya ciri budaya tertentu, seperti topi raja Mataram, atau raja jawa dan sebagainya. Itu kan bisa menyinggung orang lain,” jelasnya di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, pada Jumat (20/12/2024).

    Menurut dia, ada kemungkinan juga kuratornya tidak sepakat karena hal yang dia jelaskan tadi. Atau, lanjut dia, mungkin juga ada motif-motif politik, sehingga kuratornya mengundurkan diri.

    “Nah itu saya kira kuratornya makanya tidak sepakat dengan itu. Dan juga mungkin ada motif-motif politik yang lain, akhirnya kuratornya mundur. Karena kuratornya mengundurkan diri, ya tidak mungkin ada pameran tanpa ada kurator. Jadi tentu nanti kita lihat,” tutupnya.

  • Yos Suprapto Pertimbangkan Jalur Hukum untuk Akses Karya di Galeri Nasional
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Desember 2024

    Yos Suprapto Pertimbangkan Jalur Hukum untuk Akses Karya di Galeri Nasional Megapolitan 21 Desember 2024

    Yos Suprapto Pertimbangkan Jalur Hukum untuk Akses Karya di Galeri Nasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Seniman
    Yos Suprapto
    berencana menempuh jalur hukum untuk mendapatkan akses ke ruang pameran di Galeri Nasional Indonesia, tempat karya-karyanya saat ini tersimpan.
    Ia mengaku tidak bisa masuk ke ruang pameran sejak Kamis (19/12/2024) malam.
    “Kalau seandainya masyarakat luas tidak bisa mengakses ke pameran saya, dan tetap terkunci seperti ini, bahkan saya seorang senimannya saja tidak bisa masuk,” kata Yos saat konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/12/2024).
    “Untuk itu lebih baik saya akan menggunakan pendekatan hukum untuk mendapatkan kunci membuka pintu itu,” lanjut dia.
    Sebelum menempuh langkah hukum, Yos menyatakan akan lebih dulu berdialog dengan pihak Galeri Nasional dan Museum Cagar Budaya untuk membahas kelanjutan pamerannya.
    Namun, jika karyanya tetap disensor, ia lebih memilih membatalkan pameran dan membawa pulang lukisannya ke Yogyakarta.
    “Kalau ini tetap tidak bisa diakses oleh masyarakat luas, dan tetap dikunci dengan alasan apa pun juga, dan karya-karya saya tetap di dalam
    censorship
    , lebih baik tidak perlu harus ada pameran,” ujarnya.
    Yos mengungkapkan kekecewaannya karena pameran yang seharusnya dibuka untuk publik sejak Kamis malam justru terkunci. Bahkan tamu undangan yang hadir tidak dapat menyaksikan karyanya.
    “Orang saya seorang senimannya saja, masuk ke dalam ruang di mana saya menaruh karya-karya saya, itu saya tidak bisa. Ini sejak tanggal 19 Desember malam hari, bukan tanggal 20 ya,” tegasnya.
    Ketua Tim Museum dan Galeri Indonesian Heritage Agency (IHA), Zamrud Setya Negara, menjelaskan bahwa pameran ditunda hingga Yos dan kurator pameran, Suwarno, dapat mencapai kesepakatan.
    “Menunda (pameran) dengan syarat silakan dibenahi dulu komunikasi dengan kurator,” kata Zamrud pada Jumat (20/12/2024).
    Zamrud menegaskan, setiap pameran di Galeri Nasional harus melibatkan kurator yang memiliki otoritas penuh dalam menentukan karya yang ditampilkan.
    Dalam kasus ini, terjadi perbedaan pendapat antara Yos dan Suwarno.
    “Kurator dalam proses kerja profesionalnya pasti punya ruang yang tidak bisa diintervensi. Namanya, profesionalisme,” ujarnya.
    Galeri Nasional menyatakan tidak memberikan arahan kepada Suwarno terkait lukisan mana saja yang layak dipamerkan, menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada kurator sesuai dengan profesionalisme mereka.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tanggapi Tuduhan Lukisan Vulgar, Yos Suprapto: Telanjang dalam Seni adalah Simbol Kejujuran
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Desember 2024

    Tanggapi Tuduhan Lukisan Vulgar, Yos Suprapto: Telanjang dalam Seni adalah Simbol Kejujuran Megapolitan 21 Desember 2024

    Tanggapi Tuduhan Lukisan Vulgar, Yos Suprapto: Telanjang dalam Seni adalah Simbol Kejujuran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Seniman
    Yos Suprapto
    menanggapi tuduhan terkait unsur vulgar pada lukisannya yang dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia. Ia menegaskan bahwa ketelanjangan dalam seni rupa adalah simbol kejujuran dan kepolosan, bukan kemesuman.
    “Di dalam bahasa seni rupa, telanjang itu adalah simbol dari kejujuran, simbol dari kepolosan. Karena, kita lahir itu polos, enggak pakai baju, enggak pakai apa-apa,” ujar Yos saat konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/12/2024).
    Menurut Yos, jika ada pihak yang menganggap ketelanjangan dalam karyanya vulgar, hal itu mencerminkan pola pikir yang sempit.
    “Nah, kalau itu dianggap sebuah kemesuman, berarti otak orang yang mengatakan bahwa itu mesum berpikirannya sebatas itu,” tambahnya.
    Yos juga menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menilai lukisannya tidak pantas, padahal Fadli disebut belum pernah melihat langsung karya tersebut.
    “Amat sangat disayangkan kalau seorang menteri mendapat laporan subjektif bahwa lukisan ini mesum, meskipun dia belum pernah melihat sendiri karyanya,” kata Yos.
    Dia kemudian menjelaskan makna dua lukisan yang menjadi sorotan. Pada karya berjudul “Konoha 1”, ia menggambarkan “Raja Jawa” duduk di atas bahu rakyat sebagai simbol beban pajak yang ditanggung oleh rakyat.
    “Penguasa itu enggak akan ada kalau tidak hidup di atas pajak rakyatnya. Itu simbol,” jelasnya.
    Sementara itu, pada karya “Konoha 2”, Yos menggambarkan manusia biru yang saling menjilat dengan objek telanjang sebagai simbol kepolosan.
    “Itu dikatakan kemesuman bagi mereka, padahal itu simbol kepolosan,” ujarnya.
    Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa tidak ada pembungkaman atau pemberedelan terhadap
    Pameran Tunggal Yos Suprapto
    bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan”.
    “Tidak ada pembungkaman, tidak ada beredel. Kita mendukung kebebasan ekspresi,” ujar Fadli saat ditemui media di Jakarta, Jumat (20/12/2024) malam.
    Fadli menjelaskan, penundaan pameran dilakukan karena ketidaksesuaian tema dengan beberapa lukisan yang dipamerkan.
    “Beberapa lukisan itu, menurut kurator, tidak tepat dengan tema. Ada motif politik, bahkan mungkin makian, dan ketelanjangan dengan atribut budaya tertentu yang tidak pantas,” katanya.
    Fadli juga menyoroti penggambaran obyek bertopi Raja Jawa atau Raja Mataram yang dianggap dapat memicu ketersinggungan SARA.
    Pameran yang dijadwalkan berlangsung hingga 19 Januari 2025 itu ditunda oleh pihak Galeri Nasional Indonesia sehari setelah pembukaannya pada 19 Desember 2024.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Yos Suprapto Bakal Tempuh Langkah Hukum Imbas Pameran Dibredel

    Yos Suprapto Bakal Tempuh Langkah Hukum Imbas Pameran Dibredel

    loading…

    Pelukis Yos Suprapto saat jumpa pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Sabtu (21/12/2024). FOTO/ACHMAD AL FIQRI

    JAKARTA – Seniman Yos Suprapto menyatakan akan menempuh jalur hukum atas dibredelnya pameran lukisan bertajuk Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan. Namun, ia bakal tetap mengedepankan dialog dengan pihak Galeri Nasional Indonesia.

    “Kalau seandainya masyarakat luas tidak bisa mengakses ke pameran saya, dan tetap terkunci seperti ini, bahkan saya seorang senimannya saja tidak bisa masuk, untuk itu lebih baik saya akan menggunakan pendekatan hukum untuk mendapatkan kunci membuka pintu itu,” terang Yos saat jumpa pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Sabtu (21/12/2024).

    Bahkan, Yos pun terbesit akan menghentikan pameran lukisannya. Ia berencana akan memboyong seluruh karya-karyanya pulang ke Yogyakarta.

    “Saya nyatakan saya akan menghentikan kegiatan pameran saya, dan saya akan membawa pulang karya-karya saya, menurunkan karya-karya saya dan saya bawa pulang, itu ke Yogyakarta,” terang Yos.

    Saat disinggung waktu melaporkan polisi, Yos tak menjawab. Ia hanya mengatakan bakal melakukan pendekatan hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut.

    “Dan ini tentunya tidak boleh sepihak, saya akan melakukan dialog yang beradab dengan jajaran Galnas maupun Museum Cagar Budaya, dalam hal ini harus ada dialog dua arah,” tuturnya.

    “Saya akan menanyakan, kalau ini tetap tidak bisa diakses oleh masyarakat luas, dan tetap dikunci dengan alasan apapun juga, dan karya-karya saya tetap di dalam censorship, lebih baik tidak perlu harus ada pameran,” tandasnya.

    Sekedar informasi, pameran tunggal karya Yos Suprapto bertajuk Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan di Galeri Nasional , Jakarta, batal dilaksanakan. Pengunjung yang hadir di pembukaan, Kamis (19/12/2024) malam, dilarang melihat pameran yang telah dipersiapkan sejak setahun terakhir. Pintu pameran dikunci.

    Menurut Yos, kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima di antara 30 lukisan diturunkan, tapi Yos menolak. Lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia.

    Yos menegaskan, jika lima lukisan tersebut diturunkan, maka ia memilih membatalkan pameran secara keseluruhan dan membawa pulang seluruh lukisan pulang ke Yogyakarta.

    “Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos dalam keterangan tertulis, Jumat (20/12/2024).

    (abd)

  • Hujan Kritik Penetapan PSN Terhadap PIK 2

    Hujan Kritik Penetapan PSN Terhadap PIK 2

    JAKARTA – Penetapan Pantai Indah Kapuk 2 sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) masih menghadirkan polemik.. Penetapan status PSN kepada PIK 2 sebuah perusahan properti konsorsium antara PT Agung Sedayu Group dan Salim Group yang dikomandoi konglomerat Sugianto Wijaya alias Aguan sepertinya akan terus disoal.

    Apalagi baru-baru ini Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid menyatakan akan mengkaji ulang penetapan status PSN kepada PIK 2 era presiden Jokowi, karena dinilai ada masalah ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi maupun RTRW Kota/Kabupaten kawasan tersebut. Bahkan PSN diduga tak memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). “ Total dari 1.700 ha, masih ada 1.500 masuk dalam Kawasan hutan lindung” ujarnya, kepada sejumlah wartawan, 28 November lalu.

    Namun menurut Dewi Kartika dari Konsorsium Pembaharuan Agraria, ia ragu dengan pernyataan Menteri Nusron Wahid yang akan mengkaji ulang PIK 2 karena tidak sesuai RTRW dan belum ada RDTR. “Kenapa demikian, track record Kementerian ATR biasanya gertak keras di awal, setelah itu senyap dan (ternyata) damai,” tulis Dewi kepada VOI, 14 Desember.

    Dengan melabeli status PSN, seluruh aturan di bawahnya langsung mengikuti terutama aturan tentang Perda Tata Ruang dan Perda Rencana Detail Tata Ruang. “Di situlah letak mengerikannya kebijakan dan praktik PSN selama ini, bisa main tabrak aturan agar cepat. Soal trabas aturan dan jatuh korban, menjadi urusan belakangan.” ujar Dewi.

    Menjadi pertanyaan mengapa PIK 2 bisa menjadi PSN tanpa pertimbangan kebijakan dan analisa yang matang, dan tidak ada transparansi publik dan consent masyarakat terdampak. Mengapa, proyek untuk kepentingan segelintir kelompok swasta, untuk perumahan elit superkaya bisa memperoleh status istimewa PSN?

    Bahwa PIK 2 yang luasnya 30.000 hektar seluruhnya, hanya 1.700 an hektar yang menjadi proyek PSN. Namun PSN dimana pun selalu berdampak secara sosial, dan akan merubah landscape agraria secara masif.

    Menurut Dewi, sangat layak proyek itu dikaji ulang, bahkan dibatalkan! Mengingat dari sisi makro, dampak ekonomi tidak meluas. Sementara dari sisi lingkungan hidup membahayakan, dan dari sisi peruntukkan tidak ada kemaslahatan masyarakat banyak.

    Sisi lain, istilah review dan kajian ulang ini sebenarnya soal menata-ulang hubungan politis pengembang dengan birokrat saja, karena urusan bagi-bagi kue ekonomi yang belum selesai. Oleh karena itu, kita berharap, ini tidak gertak kosong.

    Menurut Dewi, Menko Ekonomi juga harus bertanggung jawab. Bermain-main dengan label PSN melalui cara semacam ini adalah bentuk abused of power. Praktik PSN, seperti ini juga terjadi di banyak tempat, seperti proyek Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB), Bendungan Bener, Rempang, Waduk Nagekeo, Kawasan Industri Hijau di Bulungan dan PIK 2, dan lain lain. Yang menerabas aturan-aturan seperti (RTRW, RDTR, status hutan lindung, konflik agraria, dampak sosial dan lingkungan.

    Salah satu kritik terhadap penetapan PIK2 sebagai PSN adalah dampak negatifnya terhadap lingkungan. Kawasan PIK 2 yang berada di wilayah pesisir dianggap rawan terhadap kerusakan ekosistem mangrove dan habitat alami lainnya. Aktivitas pembangunan di wilayah ini berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem, termasuk rusaknya habitat berbagai jenis burung migran dan spesies laut yang bergantung pada ekosistem tersebut.

    Selain itu, reklamasi pantai yang menjadi bagian dari proyek ini juga dikritik karena berisiko meningkatkan abrasi di wilayah pesisir lain serta mengubah aliran air laut secara signifikan, yang dapat memengaruhi ekosistem pesisir secara lebih luas.

    Pembangunan PIK2 kata Dewi, dapat memperburuk potensi banjir di kawasan sekitarnya. Reklamasi pantai dan pengurukan lahan skala besar sering kali menyebabkan perubahan aliran air dan lanskap yang memperbesar risiko banjir kawasan sekitar.

    Lebih jauh, masyarakat lokal, terutama nelayan tradisional, menyuarakan kekhawatiran mereka. Kelompok yang dimotori Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN 2005-2010. Melihat Reklamasi dan pengembangan kawasan komersial ini dapat mengurangi akses mereka terhadap sumber daya laut yang menjadi mata pencaharian utama. Proyek ini dianggap lebih mengutamakan kepentingan investor dan pengembang besar dibandingkan kesejahteraan masyarakat lokal. Masalah lingkungan terkait PIK telah sejak lama mengemuka.

    Pada 1992 menurut Dewi, Emil Salim sebagai Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup pernah menerbitkan surat protes ke Pemerintah DKI Jakarta atas pengembangan PIK. Sebab Pemda tidak melakukan survei amdal terlebih dahulu. Pembangunan PIK dinilai menyebabkan kerusakan lingkungan yang memicu kekeringan dan banjir di Jakarta.

    Tembok Pembatas yang dibangun PIK2 berada di Jalan Pipa (Istimewa)

    Namun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di era Jokowi membiarkan ini. Seharusnya 1.600 hutan lindung itu dijaga fungsinya dan diproteksi dari konversi lahan dan deforestasi.

    Kritik lain yang mencuat adalah kurangnya transparansi dalam proses penetapan PIK2 sebagai PSN. Beberapa kelompok masyarakat menilai bahwa keputusan ini dibuat tanpa melibatkan partisipasi publik yang memadai. Proyek-proyek dengan skala besar seperti ini seharusnya melalui proses konsultasi yang terbuka untuk mendengar suara masyarakat yang terdampak secara langsung maupun tidak langsung.

    Selain itu, informasi terkait analisis dampak lingkungan (AMDAL) juga sering kali sulit diakses oleh publik. Padahal, dokumen ini menjadi dasar penting untuk mengevaluasi keberlanjutan dan dampak proyek terhadap lingkungan dan sosial.

    “Kita melihat seperti ada tukar guling kepentingan, ok kamu bantu saya di IKN dan saya akan berikan PSN. Jadi penuh dengan konflik interes. Ini penting untuk diperiksa karena mengarah ada dugaan dugaan mengarah pada korupsi” tutur Muhammad Isnur, ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, saat dihubungi VOI, 15 Desember.

    Dominasi Kepentingan Bisnis

    Banyak pihak menilai bahwa penetapan PIK2 sebagai PSN lebih mencerminkan keberpihakan pada kepentingan bisnis daripada kepentingan publik. PIK2, yang sebagian besar merupakan kawasan hunian mewah, pusat perbelanjaan, dan properti komersial lainnya, dinilai tidak sejalan dengan tujuan utama PSN yang seharusnya mendorong pembangunan infrastruktur untuk kebutuhan masyarakat luas. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang urgensi dan manfaat proyek ini bagi mayoritas rakyat Indonesia.

    Pembangunan PIK2 dinilai memperbesar kesenjangan sosial di masyarakat. Kawasan ini dirancang sebagai area eksklusif dengan fasilitas kelas atas yang tidak terjangkau bagian besar masyarakat. Sementara itu, masyarakat sekitar yang terdampak oleh pembangunan ini sering kali tidak mendapatkan manfaat langsung, baik dalam bentuk fasilitas, akses, maupun peluang ekonomi.

    Penetapan PIK2 sebagai Proyek Strategis Nasional adalah langkah yang kontroversial dan memicu kritik dari berbagai aspek, mulai dari lingkungan hingga sosial. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap proyek PSN tidak hanya mengutamakan keuntungan ekonomi semata, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya lingkungan, kesejahteraan masyarakat lokal, dan prinsip keadilan sosial. “Jadi alih alih proyek strategis, justru menciptakan konflik-konflik baru di masyarakat” tambah Isnur.

    Usaha VOI meminta konfirmasi terkait pernyataan Menteri BPN/ATR yang akan mengaji uang tentang status PSN, kepada Aguan belum mendapat respon. Telpon maupun chat kepada Sugianto alias Aguan tak berbalas.

    Ilustrasi dari PIK 2. (Ist)

    Dalih Rehabilitasi Hutan Lindung

    Namun Presiden Direktur Agung Sedayu Group, Letjen TNI (Mar) Nono Sampono yang juga anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI ini mengatakan persoalan PSN di PIK2 berawal dari keinginan pemerintah (Kementerian Kehutanan) ingin menjaga Kawasan hutan lindung. Sebab hutan yang semula luasnya 1600 hektar kini tersisa 19 hektar karena abrasi laut dan perubahan fungsi menjadi tambak-tambak bandeng. Karena pemerintah tak memiliki dana yang diperkirakan biaya mencapai 40 triliun. Maka diberikan penugasan kepada swasta .

    Penugasan kegiatan rehabilitas itu kepada PT Agung Sedayu Group, karena perusahaan ini sebelumnya telah menggarap PIK 1. PT Agung Sedayu juga telah ada Kerjasama dengan PUPR untuk pembangunan tol (Kamal – Rajeg) untuk mengatasi kepadatan lalu lintas di kawasan menuju Bandara Soetta yang perlu dipecah agar tak menumpuk dengan Lalu Lintas menuju Tanjung Priok.

    Menurut Nono mengaku, pemberian status PSN kepada PIK 2 untuk kepentingan itu, kepentingan mempertahankan kawasan hutan lindung itu. Untuk menghutankan Kembali Kawasan itu diperlukan pembebasan tanah dan pemberian kerohiman bagi yang telah memiliki surat tanah disekitar itu. “Ini barang halal yang harus diselamatkan untuk kepentingan negara, dalam hal ini Kementerian Kehutanan” kata Nono.

    Dalam rangka mengamankan kawasan itu Agung Sedayu mendapatkan konsesi tanah reklamasi selama 40 tahun yang rencananya akan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Pulau Zona A, akan dibangun taman ibadah nilainya 40 t termasuk pembangunan masjid senilai 2 T, Zona B akan dibangun Kebun Binatang yang luasnya lebih dari Teman Safari di Puncak disekitar akan dibangun Resort yang ramah lingkungan dibangun dari kayu, Zona C, Safari mangrove diselingi lapangan Golf dan olahraga berkuda, Zona, D untuk Sirkuit Internasional dan Formula 1 dan zona E akan dibangun Eco Tourism, yang akan membungkus kawasan hutan lindung di sekitar PIK 2, namun juga mendapatkan pemasukan juga.

    “Tujuan besarnya agar Jakarta memiliki lokasi pariwisata yang memadai, sehingga orang Jakarta tak harus pergi keluar negeri untuk rekreasi,”ujar Nono.

    Nono tak memungkiri, dalam tahap pembebasan lahan ada masalah masalah di bawah namun itu jumlahnya sedikit. PT ASG yang telah berkiprah selama 14 tahun itu, sudah dua kali mengalami penghentian. Dari jaman menko Rizal Ramli, jaman Menteri Susi Pudjiastuti dan Siti Nurbaya, Mereka melihat reklamasi dinilai bermasalah dihentikan. Kita ikuti. Kedua saat Pandemi Covid. “Untung kami memiliki proyek lain. Sehingga tenaga kerja tak terhenti,” jelasnya.