NGO: World Bank

  • Mimpi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Setelah Empat Dekade

    Mimpi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Setelah Empat Dekade

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah kembali mendeklarasikan ambisi besar untuk membawa perekonomian nasional tumbuh 8% dalam lima tahun ke depan. Target pertumbuhan ekonomi yang pernah lekat dengan ekonomi Indonesia empat hingga lima dekade lalu. Meski demikian, sejumlah tantangan struktural yang mengemuka sejak awal reformasi masih membayangi.

    Sebagai pengingat, pertumbuhan tinggi ekonomi Indonesia terjadi pada era Presiden Soeharto. Rinciannya, ekonomi tertinggi sepanjang sejarah Indonesia terjadi pada 1968 yakni mencapai 10,9%. Pertumbuhan tinggi di atas 8% kembali terjadi pada 1973 (8,1%), 1977 (8,3%), 1980 (10%), dan 1995 (8,2%). Meski demikian, rezim ini menutup kejatuhannya dengan anjlok -13,1% pada 1998 saat terjadi penggulingan kekuasaan lewat demonstrasi massa. 

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025–2029 yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025, mengamanatkan jajaran di kementeriannya mendukung arah pertumbuhan ekonomi 8% ini melalui optimalisasi pendapatan negara, belanja negara, perluasan sumber dan inovasi pembiayaan, serta pengendalian inflasi untuk mengejar target pertumbuhan.

    Dalam rencana tersebut, indikator sasaran strategis pendapatan negara yang optimal antara lain rasio pendapatan negara terhadap PDB sebesar 12,36% pada 2025 dan naik ke kisaran 12,86% hingga 18% pada 2029.

    Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB juga ditargetkan meningkat. Pada 2025, targetnya sebesar 10,24% dan naik ke kisaran 11,52% hingga 15% pada 2029.

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan P. Roeslani menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan investasi sekitar Rp13.032 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029. “Kalau kita lihat, dalam 5 tahun ke depan, pertumbuhan investasi yang diharapkan kurang lebih adalah Rp13.032 triliun atau kurang lebih US$869 miliar,” ucap Rosan dalam Kompas 100 CEO Forum di Tangerang, Rabu (26/11/2025).

    Menurut Rosan, target investasi tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan sekitar 15,7% dibandingkan realisasi investasi 10 terakhir. Ia mengakui target itu menantang, tetapi upaya memperbaiki iklim investasi terus ditempuh, termasuk penyempurnaan sistem perizinan. Integrasi perizinan dari 18 kementerian kini berada dalam kewenangan Kementerian Investasi dan Hilirisasi.

    Rosan juga mencontohkan percepatan layanan perizinan berdasarkan ketentuan dalam PP No.28, yang memungkinkannya mengeluarkan izin apabila kementerian terkait tidak memberi respons dalam waktu yang ditentukan. “Dalam waktu 2 bulan, saya sudah mengeluarkan 151 perizinan,” katanya.

    Mimpi pertumbuhan ekonomi 8% juga pernah disinggung waktu era Presiden Joko Widodo dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Kala itu mantan bos Bank Dunia itu menyebut ekonomi Indonesia sebesar 7% hingga 8% hanya terjadi di era kepemimpinan Soeharto. Sejak itu, perekonomian sulit melampaui kisaran 7%.

    Pertumbuhan tertinggi pasca-Soeharto terjadi pada era Susilo Bambang Yudhoyono, yakni 6,3% pada 2007. Adapun pada era Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi rata-rata berada di sekitar 4,23%.

    “Dalam 50 tahun sejarah Indonesia, pertumbuhan tertinggi sebenarnya dicapai pada tahun 1990-an ketika kita mampu mencapai sekitar 8%. Itu sama persis dengan India saat ini,” ujarnya dalam The International Seminar and Growth Academy Asean di Aula Dhanapala Kemenkeu, Senin (23/9/2024).

    Meski ekonomi tumbuh solid, sejumlah catatan menunjukkan stabilitas ekonomi Orde Baru pada dekade 1970-an turut dipengaruhi booming minyak dan gas. Penerimaan migas mengalir deras ke kas negara, membuat pemerintah relatif leluasa menjalankan program pembiayaan. Akan tetapi, resesi global pada 1982 menjadi titik balik ketika harga minyak jatuh dan pendapatan negara tertekan. Ekonomi hanya tumbuh 2,2% pada tahun itu.

    Meski reformasi pajak dan pengembangan sektor nonmigas kemudian dilakukan, tekanan ekonomi kembali muncul menjelang akhir Orde Baru. Tensi politik meningkat pada 1996, inflasi naik menjadi 8,86%, defisit transaksi berjalan melebar, dan krisis finansial Asia 1997 memperparah kondisi ekonomi. Krisis tersebut menunjukkan kerentanan struktural perekonomian dan lemahnya tata kelola. Inflasi mencapai 77,6%, ekonomi terjun ke -13,7%, dan Soeharto akhirnya lengser setelah 32 tahun berkuasa.

    Reformasi 1998 membawa perubahan tata kelola politik, tetapi ekonomi masih belum kembali pada pertumbuhan tinggi seperti sebelum krisis. Pada 1998, ekonomi minus -13,13%, lalu berbalik tipis menjadi 0,79% pada 1999. Upaya pemulihan melalui penataan aset, penjualan BUMN, dan berbagai kebijakan fiskal membuat ekonomi tumbuh 3,64% pada 2001 dan 4,5% pada 2002.

    Pada 2003, pemerintahan Presiden Megawati menyampaikan optimisme bahwa pertumbuhan dapat mencapai 7% dalam tiga tahun namun tak pernah terealisasi. Menteri Keuangan Boediono, kala itu, menilai sasaran tersebut masih dalam jangkauan jika perbaikan iklim investasi dilakukan. Ia menekankan pentingnya kepastian hukum, keamanan, dan perlindungan hak usaha. Persoalan kelembagaan, aturan yang tumpang tindih, serta pungutan daerah menjadi tantangan.

    Hingga kini, data BPS menunjukkan ekonomi Indonesia belum pernah kembali menembus pertumbuhan tahunan di atas 7% setelah reformasi. Rekor pertumbuhan tertinggi tercatat pada 2007, yakni 6,35%. Pada era pemerintahan Joko Widodo, pertumbuhan tertinggi berada di kisaran 5%.

  • Tantangan Daya Beli Hari Ini dan Masa Depan

    Tantangan Daya Beli Hari Ini dan Masa Depan

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh sebesar 1,43% secara kuartalan (QoQ) dan 5,04% tahunan (YoY) pada kuartal III/2025.

    Pertumbuhan PDB ini melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 4,04% QoQ dan 5,12% YoY. Akibatnya, pertumbuhan PDB hingga kuartal III/2025 atau year-to-date (YtD) melambat menjadi 5,01% YoY dibandingkan sebesar 5,03% pada tahun sebelumnya. Daya beli rumah tangga atau publik yang melemah masih menjadi tantangan utama saat ini dan masa depan seiring dengan berkurangnya kontribusi konsumsi rumah tangga (RT) dalam 5 tahun terakhir.

    Meski masih memiliki kontribusi dominan, berkurangnya konsumsi RT terutama dipengaruhi oleh perlambatan kenaikan konsumsi makanan dan minuman selain restoran YtD menjadi 4,10% YoY dari 4,22% YoY pada 2024. Selain itu, pertumbuhan YtD konsumsi RT berupa transportasi dan komunikasi menjadi 6,35% YoY dari tahun sebelumnya sebesar 6,60% YoY.

    Padahal kedua komponen konsumsi RT tersebut berkontribusi signifikan masing-masing sebesar 36,29% dan 25,42% atau secara kumulatif mencapai 61,71% YtD dari total konsumsi RT.

    Tekanan atas konsumsi RT terutama dipengaruhi kenaikan inflasi menjadi 2,65% YoY per September 2025 dari sebesar 1,84% setahun sebelumnya. Berdasarkan data BPS, kenaikan harga emas perhiasan dan sembako seperti cabai merah, bawang merah, beras, dan daging ayam menjadi pemicu utama kenaikan inflasi tersebut. Hal ini berdampak pada peningkatan porsi konsumsi menjadi 75,13% dari total pengeluaran RT sehingga menyebabkan porsi tabungan menurun menjadi 13,65% per September 2025 berdasarkan data Bank Indonesia (BI).

    Pada tahun sebelumnya, porsi konsumsi lebih rendah sebesar 74,09% yang berdampak positif pada porsi tabungan yang lebih tinggi sebesar 15,27%. Meski demikian, porsi ini sebenarnya masih lebih rendah dari 20% sebagaimana disarankan oleh penasihat keuangan untuk tabungan dan investasi.

    Pelemahan daya beli tersebut memberikan efek lanjutan pada rasio kredit bermasalah (NPL) pembiayaan sektor rumah tangga yang secara kumulatif diperkirakan sebesar 2,53% per September 2025 dari sebesar 1,98% setahun sebelumnya berdasarkan data BI. Kredit KPR Rumah Tangga dan Kredit Multiguna yang berkontribusi dominan sebesar 42,74% dan 41,17% membukukan kenaikan NPL yang diperkirakan mencapai 3,28% dan 1,71%.

    Dibandingkan NPL tahun sebelumnya sebesar 2,52% dan 1,46%, kenaikan NPL ini berpotensi meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan (CKPN) kredit & pembiayaan yang diberikan untuk sektor rumah tangga sehingga dikhawatirkan berdampak pada kinerja profitabilitas dan permodalan perbankan. Selanjutnya, kondisi ekonomi yang terjadi hingga kuartal III/2025 juga mencerminkan persepsi atas keyakinan konsumen dan kondisi ekonomi saat ini.

    Survei BI menunjukkan bahwa indeks keyakinan konsumen turun 6,94% YoY menjadi 114,96 poin per September 2025. Penurunan indeks ini berkorelasi positif dengan indeks kondisi ekonomi saat ini yang melemah 9,83% YoY menjadi 102,71 poin. Peningkatan jumlah angkatan kerja menjadi 154 juta orang per Agustus 2025 dengan kenaikan sebesar 1,89 juta orang tetapi di saat yang sama terjadi penurunan tingkat partisipasi kerja menurut data BPS memperlemah keyakinan publik.

    Kondisi ini diperparah dengan laporan Bank Dunia yang menyebutkan bahwa satu dari tujuh anak muda di Indonesia menganggur dan banyak yang terjebak di sektor informal berproduktivitas rendah.

    Prospek pelemahan daya beli rumah tangga berpotensi terjadi dalam jangka pendek dan di tahun-tahun mendatang. Indeks ekspektasi konsumen yang menunjukkan tren penurunan dari bulan Februari dan kecenderungan berkurangannya indeks perkiraan penghasilan 6 bulan mendatang hingga kuartal III/2025 menjadi sinyal negatif atas kondisi ekonomi yang harus dicari solusinya secara berkelanjutan oleh Pemerintah.

    Selain itu, proyeksi kenaikan harga pangan dunia oleh Bank Dunia untuk minyak sawit, gandum, dan beras masing-masing menjadi US$1.062/mt, US$267/mt, dan US$409/mt pada 2027 akan menjadi ancaman serius bagi kenaikan inflasi ke depan. Melihat komoditas utama penyumbang inflasi hingga kuartal III/2025 adalah emas perhiasan, maka tata kelola pertambangan emas perlu dilakukan lebih baik karena Indonesia adalah salah satu produsen utama emas terbesar di dunia.

    Pertambangan emas berkelanjutan dengan melakukan eksplorasi dengan tujuan menambah sumber daya dan meningkatkan status dari sumber daya menjadi cadangan emas harus mengedepankan aspek Environmental, Social, and Governance (ESG). Penerapan Good Mining Practices perlu ditingkatkan seiring dengan prospek kenaikan permintaan emas dunia akibat kebijakan emas menjadi aset Tier 1 di bawah regulasi Basel III di Amerika Serikat sejak 1 Juli 2025.

    Dalam hal ini, emas diakui setara dengan aset paling likuid dan stabil yang dimiliki bank.

    Terakhir, program swasembada pangan harus ditingkatkan dengan tetap mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan dan dampak sosial. Hilangnya akses terhadap sumber daya alam tradisional yang dirasakan oleh masyarakat adat harus menjadi perhatian serius pemerintah di samping potensi kerusakan ekologis. Peningkatan produksi beras secara berkelanjutan sangat penting karena sejak bulan Juli komoditas ini menjadi salah satu penyumbang utama inflasi tahunan.

  • Pertumbuhan Melambat, Produktivitas Harus Melesat

    Pertumbuhan Melambat, Produktivitas Harus Melesat

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketika mesin pertumbuhan Asia Timur mulai kehilangan tenaga, pertanyaan besar muncul bagi Indonesia: apakah kita siap menciptakan pekerjaan yang bukan sekadar banyak, tetapi lebih produktif? Dunia tengah bergerak cepat.

    Ketika guncangan geopolitik, proteksionisme, dan disrupsi teknologi bersamaan mendera, Indonesia tak bisa lagi bertumpu pada strategi lama. Kita memasuki era ketika pertumbuhan ekonomi tidak lagi cukup diukur dari angka semata, tetapi sejauh mana pertumbuhan itu mampu mengangkat produktivitas tenaga kerja, memperkuat daya saing, dan membuka jalan bagi kesejahteraan yang berkelanjutan.

    Bank Dunia melalui East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2025 bertajuk “Jobs” memberikan pesan yang menggugah sekaligus mengingatkan. Kawasan Asia Timur dan Pasifik masih tumbuh lebih cepat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia, tetapi dorongan tenaganya mulai melemah.

    Pertumbuhan kawasan diperkirakan sekitar 4,8% pada 2025, sedangkan China sebagai ekonomi terbesar melambat ke 4,2% pada 2026. Indonesia sendiri masih bertahan di kisaran 5,0%, cukup stabil, tetapi belum menandakan akselerasi baru. Di balik angka-angka yang tampak tenang itu tersimpan persoalan mendasar: masa depan pekerjaan yang makin kompleks dan menuntut daya saing baru.

    Perlambatan ekonomi yang terjadi bukan semata bersifat siklus jangka pendek, melainkan masalah struktural dan berpotensi permanen. Proteksionisme perdagangan kembali meningkat setelah Amerika Serikat menerapkan tarif resiprokal terhadap produk baja, otomotif, dan logam dari Asia. Ketidakpastian kebijakan global membuat banyak pelaku usaha menunda ekspansi dan perekrutan tenaga kerja.

    Menurut simulasi Bank Dunia, setiap penurunan 1% pertumbuhan ekonomi negara-negara G7, dapat memangkas pertumbuhan Asia Timur dan Pasifik sekitar 0,6% pada tahun berikutnya. Dunia yang dahulu menjadi pasar ekspor utama kini berubah menjadi sumber guncangan baru yang harus dihadapi dengan cara yang lebih cerdas, terukur, dan kolaboratif.

    Ironisnya, di tengah tekanan eksternal tersebut, kondisi moneter global justru longgar. Bank sentral negara maju menurunkan suku bunga, mendorong arus modal masuk dan memperbaiki likuiditas korporasi. Namun, efeknya tidak sesederhana itu. Apresiasi mata uang terhadap dolar AS dapat menggerus daya saing ekspor. Apa yang tampak sebagai berkah likuiditas, berpotensi menjadi tantangan struktural baru. Bagi Indonesia, situasi ini menciptakan paradoks: likuiditas membaik, tetapi penciptaan pekerjaan dan produktivitas justru melambat.

    Akibatnya, Indonesia menghadapi risiko ganda. Di satu sisi, lapangan kerja memang tercipta, tetapi sebagian besar masih bersifat informal dengan pendapatan fluktuatif. Di sisi lain, pekerjaan produktif makin terbatas dan membutuhkan keterampilan tinggi yang tidak mudah diakses. Dunia kerja kita tengah mengalami dualisme: pekerjaan banyak, namun tidak cukup produktif; sedangkan pekerjaan produktif justru makin sulit diperoleh.

    Di sinilah pentingnya strategi nasional yang menempatkan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai prioritas utama. Pemerintahan Prabowo melalui program Asta Cita menegaskan agenda Revolusi Kesejahteraan Rakyat yang menjanjikan penyediaan pekerjaan layak dengan upah adil, serta Revolusi Pendidikan dan Pelatihan yang memperluas akses vokasi, politeknik, reskilling dan upskilling tenaga kerja.

    Agenda Transformasi Digital dan Ekonomi Hijau juga membuka peluang jutaan lapangan kerja baru di sektor energi terbarukan, pertanian modern, dan industri berbasis teknologi.

    Namun, kebijakan SDM saja belum cukup. Sumber pertumbuhan lapangan kerja baru kini bergeser. Di Malaysia dan Vietnam, perusahaan muda berusia 5 tahun atau kurang menciptakan hampir 80% pekerjaan baru. Di Indonesia, jumlah perusahaan baru belum tumbuh optimal karena masih dihadapkan pada tantangan perizinan dan pembiayaan yang perlu terus disederhanakan.

    Karena itu, sinergi antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta menjadi krusial. Peran BUMN yang kuat di sektor strategis perlu terus diimbangi dengan kemitraan yang lebih terbuka agar bisa menjadi katalis penciptaan kerja yang produktif dan berkelanjutan.

    Negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan China telah berhasil membentuk kelas menengah yang kini mencakup lebih dari 40% penduduknya. Yang merupakan hasil dari pergeseran pekerjaan dari pertanian ke manufaktur dan jasa modern. Di Indonesia, proporsinya masih jauh lebih rendah dan kelompok masyarakat yang rentan jatuh miskin masih lebih banyak daripada yang telah mapan.

    Artinya, tantangan kita bukan hanya menciptakan pekerjaan, tetapi memastikan pekerjaan itu layak, berpenghasilan stabil, dan memberikan peluang mobilitas sosial.

    Program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), pembiayaan mikro digital, dan jaringan BRILink telah terbukti memperkuat ekonomi rakyat. Ke depan, program inklusi keuangan ini perlu diperkuat dan diintegrasikan dengan strategi Asta Cita yang berorientasi pada kedaulatan pangan, industrialisasi berbasis nilai tambah, serta pemerataan ekonomi daerah agar hasilnya lebih berkelanjutan.

    Bank Dunia juga mengingatkan dua jebakan pembangunan yang harus dihindari: jebakan perdagangan dan kemandekan inovasi. Negara yang terlalu bergantung pada ekspor berteknologi rendah akan sulit naik kelas, sedangkan negara yang gagal berinovasi akan kehilangan daya saing.

    Indonesia harus menyeimbangkan keduanya: memperluas ekspor bernilai tambah sambil memperkuat riset, teknologi, dan pendidikan tinggi. Pengalaman China menunjukkan bahwa perluasan pendidikan tinggi sejak awal 2000-an mampu meningkatkan produktivitas, ekspor, dan inovasi industri secara signifikan. Pelajarannya jelas: pembangunan hanya akan berkelanjutan bila kapasitas manusia tumbuh seiring dengan kesempatan ekonominya.

    Pekerjaan bukan sekadar sumber pendapatan, melainkan wujud martabat dan kemandirian. Tantangan ke depan bukan hanya menciptakan banyak pekerjaan, tetapi memastikan pekerjaan itu produktif, adaptif, dan inklusif. Indonesia perlu memadukan tiga strategi utama: memperkuat kualitas SDM, membuka peluang ekonomi melalui deregulasi dan digitalisasi, serta membangun koordinasi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, lembaga pendidikan, dan sektor keuangan.

    Pertumbuhan ekonomi yang kuat tanpa fondasi keterampilan dan inovasi hanya akan melahirkan ketimpangan baru.

    Pada akhirnya, masa depan kerja di Indonesia ditentukan oleh kemampuan bangsa ini menyelaraskan kapasitas manusianya dengan peluang yang diciptakannya sendiri. Di situlah kedaulatan ekonomi yang sejati: bukan sekadar tumbuh, tetapi berdaya, berinovasi, dan bermartabat.

  • Nusron Lapor Anggaran ATR/BPN Sudah Terpakai Rp 4,79 Triliun

    Nusron Lapor Anggaran ATR/BPN Sudah Terpakai Rp 4,79 Triliun

    Jakarta

    Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melaporkan capaian realisasi anggaran 2025 hingga akhir kuartal III atau bulan September 2025. Dari total pagu Rp 6,97 triliun, telah terserap anggaran sebanyak Ro 4,79 triliun atau 75,01%.

    Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan, pihaknya sempat terkena blokir efisiensi anggaran sebesar Rp 578 miliar sehingga pagu efektifnya menjadi 6,39 triliun. Namun pada akhir kuartal III 2025 atau tepatnya di bulan September tersebut, blokir tersebut dibuka sehingga target bertambah dan realisasi baru di angka 75%.

    “Capaian anggaran 75% tersebut disebabkan ada beberapa hal. Pertama, pada September atau akhir kuartal ada pembukaan relaksasi efisiensi yang semula itu di blokir, tiba-tiba dibuka. Sehingga, mau tidak mau kita harus melakukan belanjaan lagi di sisa satu triwulan,” ujar Nusron, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).

    Selain itu, realisasi yang belum maksimal juga disebabkan karena adanya sedikit masalah pada kegiatan kontraktual yang bersumber pada pinjaman luar negeri (PLN) dari World Bank atau Bank Dunia. Nusron menjelaskan, hal ini lantaran aktivitas belanja hingga lelang harus mendapat persetujuan dari World Bank.

    “Nah kemudian kita ada satu kegiatan lelang, yaitu pembuatan RDTR yang kemudian diprotes oleh salah satu peserta dan pesertanya kemudian mengaku ke Bank Dunia, dan kemudian Bank Dunia melakukan review ulang. Sehingga, ini ada tersendat di sini,” ujarnya.

    Meski demikian, Nusron memastikan pihaknya akan memaksimalkan realisasi anggaran dan program Kementerian ATR/BPN tahun 2025. Ditargetkan hingga akhir tahun realisasi penyerapan anggaran mampu mencapai 98%.

    “Meskipun dalam kondisi target proyeksinya hanya 98%, tidak mungkin 100%, tapi kami berkomitmen target output dan outcome yang telah kami sepakati tetap akan sampai di angka 100%. Jadi meskipun ada proyeksinya 98%, outputnya adalah 100%,” kata Nusron.

    Lebih lanjut Nusron pun merincikan realisasi anggarannya Rp 4,79 triliun. Angka tersebut terdiri atas realisasi pagu dukungan manajemen sebesar Rp 4,03 triliun atau sekitar 81,78% dari pagu Rp 5,07 triliun.

    Lalu ada program pengelolaan dan pelayanan pertanahan dengan realisasi Rp 721,4 miliar atau 53,35% dari pagu total Rp 1,74 triliun. Kemudian ada penyelenggaraan penataan ruang dengan realisasi Rp 38,98 miliar atau 36,39% dari pagu Rp 151,4 miliar.

    (shc/eds)

  • Penetrasi Pasar Serang, Ciputra Tawarkan Proyek Hunian 4 Hektare

    Penetrasi Pasar Serang, Ciputra Tawarkan Proyek Hunian 4 Hektare

    Bisnis.com, JAKARTA—Ciputra Group memperkuat penetrasi pasar properti di wilayah Serang, Banten dengan rencana pengembangan proyek seluas 4 hektare.

    Georgius Pranayogi, Project Manager CitraLand Puri Serang, menuturkan pihaknya menawarkan hunian baru di Cluster Cremona, CitraLand Puri Serang. Lokasinya berada di Distrik Kayana dengan luas area 4 hektare.

    Cluster terbaru ini mengusung konsep hunian hijau dan berseni ala Kota Cremona di Italia. Proyek ini juga menjadi perumahan pertama di Serang yang mengantongi sertifikasi bangunan hijau Excellence in Design for Greater Efficiencies (EDGE).

    EDGE adalah sistem sertifikasi bangunan hijau internasional yang dikembangkan oleh International Finance Corporation (IFC), anggota Grup Bank Dunia. EDGE adalah perangkat lunak gratis dan standar bangunan hijau yang memungkinkan pengembang dan pemilik proyek untuk merancang bangunan yang lebih hemat energi, air, dan material.

    Dalam peluncuran proyek pada Jumat (21/11/2025), dari sekitar 63 unit rumah yang dipasarkan di Cluster Cremona di tahap 1 ini, sudah terjual 40%.

    “Penjualan tahun ini cukup menggembirakan, terutama karena banyak konsumen memanfaatkan insentif PPN DTP 2025. Kami siapkan banyak unit ready stock untuk mengakomodasi permintaan,” ujar Yogi dalam siaran pers, Minggu (23/11/2025).

    Selain management Ciputra Group, acara tersebut dihadiri pula oleh Andri Hermawan, Direktur PT Mitrarahaya Karyanugraha, sebagai project partner dan beberapa mitra perbankan CitraLand Puri Serang, di antaranya BCA, BNI, BRI, BSI, Bank Panin, dan Maybank.

    Cluster Cremona menawarkan empat tipe rumah. Cadenza LB 30/LT 60 (Rp600 jutaan) cocok untuk pembeli rumah pertama, Sonata LB 65/LT 60 (Rp900 jutaan) cocok bagi keluarga muda dan profesional, Andante LB 80/LT 72 (Rp1,3 miliar) membidik kaum profesional, dokter, dan pengusaha, serta Vivace LB 110/LT 96 buat kalangan eksekutif dan kelas atas (Rp2,2 miliar).

    Dia juga menjelaskan, harga tertinggi di perumahan CitraLand Puri Serang mencapai Rp4,5 miliar, sementara harga sewa rumah berkisar Rp25 – 60 juta per tahun, menunjukkan potensi capital gain dan rental yield yang menjanjikan.

    Yogi menuturkan, lebih dari 50% pembeli rumah di CitraLand Puri Serang memanfaatkan insentif PPN DTP 2025, yang diperpanjang melalui PMK No. 60/2025. Program ini memberikan diskon 11% untuk rumah hingga Rp2 miliar dan terbukti mempercepat transaksi.

    Terletak di Jl. Raya Lingkar Selatan, Ciracas, Serang, proyek ini hanya 45 menit dari Jakarta via Tol Serang Timur. Dengan tiga akses utama dan kedekatan ke pusat kota, stasiun, dan tol, kawasan ini ideal bagi profesional dan investor.

    CitraLand Puri berada di lokasi strategis, antara lain 5 menit pusat kota, 10 menit Tol Serang Timur, 10 menit Tol Serang Barat, dan 10 menit stasiun kereta.

    CitraLand Puri Serang dikembangkan sebagai kota mandiri seluas 65 hektare, terdiri dari dua distrik dan tiga akses gerbang. Kawasan ini mengintegrasikan hunian, area komersial, fasilitas publik, dan ruang terbuka hijau.

  • Ekonomi Indonesia 2025: Antara ‘Mimpi’ dan Realita

    Ekonomi Indonesia 2025: Antara ‘Mimpi’ dan Realita

    Jakarta

    Proyeksi ekonomi Indonesia 2025 kurang menggembirakan. Hal ini tercermin dalam perkiraan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) bahwa perekonomian Indonesia hanya bisa tumbuh 4,9% tahun 2025. Angka ini jauh dari “mimpi” pemerintah sebesar 6 – 8% hingga tahun 2029.

    Sementara, World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2025 dari International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 sekitar 4,9%. Proyeksi ini lebih tinggi 0,1% dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,8% tahun 2025.

    Selanjutnya, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 dalam rentang 4,6 – 5,4%. Di sisi lain, pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi secara nasional sekitar 5,2% tahun 2025 yang jauh lebih tinggi dari proyeksi World Bank (WB) sebesar 4,8%.

    Jika diamati pertumbuhan secara tahunan (year-on-year) per kuartal, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama hanya 4,87%, meningkat menjadi 5,12% pada kuartal kedua dan melambat menjadi 5,04% pada kuartal ketiga tahun 2025. Realisasi pertumbuhan kuartal ketiga lebih tinggi dibandingkan konsensus ekonom sebesar 5,0%.

    Pelambatan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga disebabkan oleh penurunan pertumbuhan investasi, yaitu dari 6,99% pada kuartal kedua menjadi hanya 5,04% pada kuartal ketiga tahun 2025. Hal ini, sejalan dengan besarnya proporsi investasi terhadap Gross Domestic Product (GDP) yang hanya 31,48%, sehingga dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) sebesar 6,245 maka pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 5,04%.

    Syarkawi Rauf Foto: detikcom/Reno Hastukrisnapati Widarto

    Jika besaran investasi sebagai proporsi terhadap GDP, paling tinggi sekitar 33,22% dengan angka ICOR sebesar 6,245, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal keempat 2025 diperkirakan maksimum hanya sekitar 5,32%.

    Secara tahunan, masih merujuk pada angka ICOR, yaitu rasio antara investasi per GDP terhadap pertumbuhan output. Dengan angka ICOR sebesar 6,245 dan%tase investasi terhadap GDP sekitar 31 – 32%, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2025 hanya akan berada pada rentang antara 4,96 – 5,12%.

    Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 masih jauh dari visi jangka panjang pemerintahan Prabowo sekitar 6 – 8%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 juga lebih rendah dari target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 5,2%.

    Stagnasi Ekonomi

    Stagnasi pertumbuhan ekonomi nasional di sekitar angka 5,0% disebabkan oleh tingginya inefisiensi perekonomian nasional. Hal ini tercermin pada angka ICOR tahun 2025 yang diperkirakan sebesar 6,245.

    Angka ICOR Indonesia masih jauh lebih tinggi dibandingkan Vietnam yang hanya 4,6%, Thailand 4,4%, Malaysia 4,5%, dan India 4,5%. Hal ini mencerminkan bahwa perekonomian Indonesia jauh lebih boros, yaitu membutuhkan lebih banyak barang modal atau investasi untuk menghasilkan satu unit tambahan output.

    Sebagai perbandingan, dalam kasus India, proporsi investasi terhadap GDP relatif sama dengan Indonesia, yaitu 31,2%. Namun, dengan angka ICOR yang lebih rendah, hanya 4,5, pertumbuhan ekonomi India jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia, yaitu sebesar 6,93%.

    Target pemerintah India hingga tahun 2030 adalah menurunkan angka ICOR menjadi hanya 2,7 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 10%. Dimana, kebutuhan investasi untuk mencapai pertumbuhan 10% hanya sekitar 27% dari GDP India.

    Hal ini kontras dengan Indonesia, dengan ICOR sebesar 6,245 maka untuk mencapai pertumbuhan 8,0% saja maka kebutuhan investasinya jauh lebih besar, yaitu sebesar 49,96% dari GDP. Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 6 – 8%?

    Langkah paling penting adalah mendorong efisiensi dan mengurangi kebocoran dalam perekonomian nasional, dengan menurunkan angka ICOR dari 6,245 saat ini menjadi hanya 5-6 dalam lima tahun ke depan.

    Strategi jangka pendek hingga panjang yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah mendorong inovasi teknologi melalui transformasi digital perekonomian nasional. Akses digital oleh seluruh propinsi dan kabupaten/kota harus mencapai 90%.

    Meningkatkan indeks kemudahan berbisnis. Hal ini dapat dilakukan dengan reformasi kelembagaan (institutional reform), khususnya yang berkaitan dengan rule of law yang inklusif, birokrasi yang efisien, tidak ada pungutan liar, transaction cost yang rendah dan lainnya.

    Langkah ini tidak hanya akan menurunkan angka ICOR tetapi sekaligus meningkatkan daya tarik investasi Indonesia. Harapannya, peringkat kemudahan dalam berbisnis di Indonesia semakin baik. Paling tidak mendekati peringkat kemudahan berbisnis India pada peringkat 27.

    Mengadopsi teknologi digital terbaru melalui penggunaan Artificial Inteligent (AI), machine learning (ML), big data, Internet of Thing (IoT) dan automation dalam perekonomian nasional. Adopsi teknologi digital terbaru akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi angka ICOR dari 6,245 menjadi sekitar 5 – 6 dalam lima tahun ke depan.

    Menetapkan national champion di sektor manufaktur sebagai fokus pengembangan. Sehingga sebagian besar sumber daya nasional diarahkan untuk meningkatkan efisiensi sektor manufaktur unggulan. Langkah serupa juga pernah dilalukan oleh Jepang dan Korea, dengan sektor manufaktur yang efisien memberikan daya saing di pasar ekspor.

    Muhammad Syarkawi Rauf
    Dosen FEB Unhas
    Ketua KPPU RI 2015-2018

    Halaman 2 dari 2

    (ara/ara)

  • Atasi Perubahan Iklim, Pertamina Perkuat Kolaborasi di COP30 Brazil

    Atasi Perubahan Iklim, Pertamina Perkuat Kolaborasi di COP30 Brazil

    Jakarta, CNBC Indonesia – Konferensi Internasional Perubahan Iklim Persatuan Bangsa-bangsa atau COP30 di Brasil menjadi momen penting bagi PT Pertamina (Persero) untuk memperkuat kolaborasi bersama mitra strategis global dalam mengatasi perubahan iklim.

    Pertamina sendiri saat ini telah memiliki berbagai langkah untuk mengurangi emisi, sejalan dukungan dari Pemerintah dan mitra global.

    Hal ini ditegaskan dalam Sesi Diskusi bertema “Financing Climate Action through Methane Management: Unlocking Global Partnerships for a Net-Zero Future” di Paviliun Indonesia pada COP30 di Belem, Brazil (14/11/2025).

    Sesi tersebut menghadirkan Deputi Bidang Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Kemenko Pangan, Nani Hendiarti, Direktur Global untuk Departemen Energi dan Ekstraktif Global Bank Dunia (World Bank), Demetrios Papathanasiou, Director for LNG and Methane Management Division JOGMEC, Masataka Yanita dan Senior Vice President HSSE PT Pertamina (Persero) Wenny Ipmawan.

    Deputi Bidang Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Kemenko Pangan, Nani Hendiarti mengapresiasi kolaborasi yang dijalankan Pertamina bersama World Bank dan JOGMEC (Japan Organization for Metals and Energy) untuk membangun masa depan yang berkelanjutan dan tangguh.

    Menurut Nani, salah satu upaya pengurangan emisi karbon paling strategis adalah melalui pengurangan metana. Metana adalah polutan iklim berumur pendek, namun dampaknya terhadap pemanasan global sangat besar.

    “Indonesia terus memperluas akses terhadap pendanaan, pasar karbon, dan mekanisme berbasis risiko untuk mengurangi risiko proyek terkait metana dan meningkatkan kelayakan pembiayaannya. Pada saat yang sama, pelaku korporasi seperti Pertamina mengambil peran kepemimpinan dalam penerapan Oil and Gas Methane Partnership (OGMP 2.0),” tandas Nani dikutip Minggu, (16/11/2025).

    Senada, Senior Vice President HSEE PT Pertamina (Persero) Wenny Ipmawan mengatakan sebagai perusahaan energi nasional, Pertamina berkomitmen mendukung target net zero emission Pemerintah pada tahun 2060, atau lebih cepat melalui dukungan mitra.

    Selain mendukung Global Methane Pledge yang diluncurkan pada COP26, di mana Indonesia termasuk di antara 159 negara yang bergabung, Pertamina juga berkomitmen dalam Oil and Gas Decarbonization Charter, untuk mencapai emisi hulu mendekati nol dan target intensitas metana 1-2% pada 2030.

    “Komitmen global ini menjadi fondasi. Tantangan utamanya adalah bagaimana menerjemahkannya menjadi aksi nyata. Pertamina memiliki peran sentral dalam menerjemahkan komitmen nasional ke praktik operasional,” ujar Wenny, pada diskusi tersebut.

    Menurut Wenny, Pertamina telah menjalankan aksi nyata melalui 10 fokus kebijakan keberlanjutannya salah satunya berupa pengurangan emisi metana.

    “Pertamina akan terus menjalankan kolaborasi dengan mitra global untuk mengakselerasi pengurangan emisi karbon dan transisi energi di Indonesia,” tandasnya.

    Pada diskusi tersebut, Direktur Global untuk Departemen Energi dan Ekstraktif Global Bank Dunia (World Bank), Demetrios Papathanasiou serta Director for LNG and Methane Management Division JOGMEC, Masataka Yanita, mengungkapkan dukungannya pada Indonesia dan Pertamina untuk upaya dekarbonisasi tersebut.

    Demetrious menyatakan Asia memegang peranan yang sangat penting dalam penggunaan energi global. Minyak dan Gas akan tetap menjadi bagian dari bauran energi dalam waktu dekat, sehingga sangat penting untuk menurunkan emisi karbon.

    Sementara itu, Director for LNG and Methane Management Division JOGMEC, Masataka Yanita mengakui telah memiliki kesepakatan studi bersama dengan Pertamina dan badan operasi bersama lainnya untuk melakukan pengukuran langsung di fasilitas hulu di Indonesia. Ini merupakan tahun kedua proyek tersebut dengan hasil yang signifikan.

    “Tahun lalu, kami melakukan pengukuran di area Matindok dan Donggi. Tahun ini, kami sedang melakukan pengukuran di tiga area tambahan. Kami juga berupaya menyelesaikan studi zero-flaring untuk lapangan tersebut serta mendukung upaya pencapaian OGMP Level 4/5 Pertamina,” imbuhnya.

    Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target net zero emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Perang Menggila, 30 Juta Warga Sudan Butuh Bantuan

    Perang Menggila, 30 Juta Warga Sudan Butuh Bantuan

    Jakarta

    Lebih dari separuh penduduk Sudan saat ini membutuhkan bantuan kemanusiaan di tengah pertempuran yang melanda negara Afrika timur laut itu.

    Sejak pecah pada April 2023, perang antara tentara Sudan dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF), telah menewaskan puluhan ribu orang. Perang tersebut juga telah membuat hampir 12 juta orang mengungsi, dan memicu salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

    “Kami melihat situasi di mana lebih dari 30 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Jumlah tersebut setara dengan separuh penduduk Sudan,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Pengungsi Denmark, Charlotte Slente, setelah kunjungan ke wilayah perbatasan di negara tetangga, Chad.

    “Penderitaan yang kami saksikan sungguh tak terbayangkan,” ujar kepala NGO tersebut, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (15/11/2025).

    Sudan memiliki populasi sekitar 50 juta jiwa pada tahun 2024, menurut Bank Dunia.

    Komentar pejabat NGO tersebut muncul setelah kunjungan ke daerah di Chad yang berbatasan dengan wilayah Darfur di Sudan bagian barat, yang belakangan ini dilanda pertempuran sengit.

    Kekerasan telah meningkat drastis dalam beberapa pekan terakhir. RSF menguasai kota penting El-Fasher — benteng terakhir tentara Sudan di Darfur — setelah pengepungan selama 18 bulan dan laporan kekejaman yang terus bertambah.

    “Ada pelanggaran yang melanggar semua hukum kemanusiaan internasional,” imbuh Slente.

    Slente mengatakan NGO tersebut telah melihat bukti pembantaian massal dan kekerasan seksual di Sudan.

    “Kami melihat penahanan, penculikan, pemindahan paksa, dan penyiksaan,” kata Slente.

    Ia menuduh komunitas internasional tidak berbuat cukup.

    Ia pun memperingatkan bahwa masih ada kota-kota lain yang masih dikepung dan tidak mendapatkan perhatian yang sama.

    Kota Babanusa, benteng terakhir tentara di negara bagian Kordofan Barat, telah dikepung selama beberapa bulan, begitu pula ibu kota negara bagian Kordofan Utara, El-Obeid, serta Kadugli dan Dilling di Kordofan Selatan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: UEA Dituding Menjadi Dalang Serangan Drone di Port Sudan”
    [Gambas:Video 20detik]
    (ita/ita)

  • Ketua DPD dan pakar global bahas transportasi perkotaan di forum UNEP Brasil

    Ketua DPD dan pakar global bahas transportasi perkotaan di forum UNEP Brasil

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Baktiar Najamudin bersama sejumlah pakar global membahas transportasi perkotaan dalam forum United Nations Environment Programme (UNEP) di Belem, Brasil pada Rabu (12/11).

    Hadir juga pembicara lainnya dalam diskusi panel tersebut, antara lain: Hala Omar, Manajer Keberlanjutan di Dar, Gabriel Feriancic, Manajer Negara (Country Manager) TYLin untuk Brasil, Marcel Martin, Manajer Umum ICCT untuk Brasil, Ricardo Assumpção, Kepala Keberlanjutan (Chief Sustainability Officer) dan Pimpinan Bidang Keberlanjutan untuk Amerika Latin, Gabriela Elizondo Azuela, Manajer Praktik di ESMAP, Bank Dunia, Luciane Ferreira Monteiro Machado, Wakil Direktur Pelaksana Bidang Persiapan Proyek serta Luke Upchurch, Direktur Pelaksana Komunikasi di C40 Cities.

    Dalam forum itu Sultan menyebutkan ketidakseimbangan komposisi kendaraan serta minimnya transportasi publik telah menyebabkan pemborosan bahan bakar 79,2 juta kiloliter per tahun dan memicu polusi udara 30,49 juta ton serta emisi gas rumah kaca 295,12 juta ton CO₂e setiap tahun.

    “Kondisi itu menjadi lonceng bahaya bagi kota-kota besar,” ujar Sultan, seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.

    Dia menyoroti kualitas udara Jakarta yang hampir seluruh parameter pencemarnya telah melampaui standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan standar nasional.

    Akibat polusi tersebut, warga Jakarta harus menanggung biaya kesehatan hingga Rp51,2 triliun per tahun, terutama untuk penyakit pernapasan seperti asma dan ISPA.

    Menurut Sultan, emisi sektor transportasi tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga memperburuk intensitas bencana global akibat fenomena El Niño dan La Niña, seperti banjir, longsor, badai, serta meningkatnya suhu ekstrem yang memicu urban heat island atau pulau panas perkotaan.

    Meski upaya pengendalian emisi telah berjalan sejak Protokol Kyoto hingga agenda pembangunan berkelanjutan, dirinya menilai tantangan urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dan industrialisasi membuat kebijakan reduksi karbon di kawasan perkotaan menjadi semakin mendesak.

    Ia juga menyoroti kebijakan mobilitas DKI Jakarta melalui strategi Avoid–Shift–Improve, termasuk pembatasan kendaraan pribadi, peralihan ke kendaraan listrik dan transportasi umum, serta penerapan kebijakan baru seperti tarif parkir progresif, jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing, dan pajak berbasis emisi.

    “Kebijakan itu telah memberi efek berantai dan mulai direplikasi kota-kota lain di Indonesia hingga Asia Pasifik,” tuturnya.

    Integrasi Bus Raya Terpadu (BRT), Lintas Rel Terpadu (LRT), Moda Raya Terpadu (MRT), elektrifikasi bus pengumpan, serta layanan first-last mile dinilai menjadi landasan sistem mobilitas rendah karbon.

    Di sisi lain, dia menekankan pembangunan fisik harus dibarengi perubahan gaya hidup masyarakat. Digitalisasi transportasi, termasuk ride-sharing (berbagi tumpangan) dan ride-hailing (jasa transportasi daring), disebut menjadi pendorong efisiensi dan inklusivitas mobilitas perkotaan.

    Dikatakan bahwa Indonesia telah memulai langkah konkret menuju pembangunan kota yang tangguh dan berkelanjutan. Transformasi tersebut tidak hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan perilaku menuju gerakan karbon nol bersih atau net-zero carbon.

    Sultan menutup pidatonya dengan menyerukan kolaborasi lintas negara dan lintas sektor.

    “Mari kita terus bergerak bersama membangun kota yang lebih tangguh bagi generasi mendatang,” ucap Sultan.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Airlangga Beberkan Pujian Bos IMF Buat Indonesia

    Airlangga Beberkan Pujian Bos IMF Buat Indonesia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ekonomi Indonesia dianggap menjadi titik cahaya terang dalam kegelapan oleh bos Bank Dunia. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai di atas 5% pada 2025.

    Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Ekonomi Airlangga Hartarto saat memberi sambutan di seremoni Hari Ritel Nasional 2025 pada Selasa (11/11/2025) di Balai Sudirman, Jakarta.

    “Outlook ekonomi kita juga naik, IMF bahkan Chris Talina, Managing Directornya, mengatakan di tengah ketidakpastian Indonesia adalah sebagai brightspot,” kata Airlangga.

    Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal tiga tumbuh 5,04%, di tengah ekonomi dunia yang tidak pasti dan bergejolak.

    Ia juga mengatakan bahwa ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara di ASEAN dan G20.

    “BPS telah merilis pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga sebesar 5,04% secara year on year. Capaian ini lebih baik dibandingkan sejumlah negara ASEAN ataupun G20, seperti Arab Saudi hampir sama dengan kita 5,0%, Tiongkok 4,8% tahunan atau year on year.”

    Menko Ekonomi pun menekankan agar momentum pertumbuhan ekonomi di atas 5% harus terus dijaga dengan program-program yang mampu mendongkrak daya beli masyarakat.

    “Momentum ini perlu kita jaga, hilirisasi industri terus dilanjutkan, program belanja nasional dan penguatan program perlinsos, dan sektor riil menjadi salah satu motor penting karena perannya langsung terhadap daya beli masyarakat,” ucap Airlangga.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]