NGO: World Bank

  • IMF-Bank Dunia Sepakati Langkah-Langkah Jaga Stabilitas Hadapi Tarif Trump

    IMF-Bank Dunia Sepakati Langkah-Langkah Jaga Stabilitas Hadapi Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Pertemuan musim semi alias spring meetings IMF-Bank Dunia menyepakati Global Policy Agenda yang mencakup langkah yang diperlukan menghadapi tingginya ketidakpastian global, termasuk efek tarif Trump.  

    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang memimpin delegasi Indonesia pada pertemuan tersebut menyampaikan bahwa hasil kesepakatan mencakup langkah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi

    Sebagaimana diketahui ekonomi global dan regional diprediksi terkoreksi akibat kebijakan tarif tinggi Trump. 

    “Rekomendasi dari IMF, yakni pertama, menyelesaikan ketegangan perdagangan secepat mungkin melalui kesepakatan antar negara utama, penurunan hambatan dagang, serta menciptakan sistem yang stabil dan adil agar manfaat perdagangan tersebar secara merata,” ujar Perry dalam keterangan resmi, dikutip pada Minggu (27/4/2025). 

    Kedua, menjaga stabilitas dengan memperkuat kondisi fiskal dan moneter, termasuk meningkatkan efisiensi belanja, memastikan independensi bank sentral, dan memperkuat pengawasan sektor keuangan. 

    Ketiga, mendorong pertumbuhan jangka panjang melalui reformasi struktural dan integrasi ekonomi serta keuangan yang lebih dalam.

    Adapun dalam pertemuan yang berlangsung selama 22 April hingga 26 April 2025 di Washington D.C. tersebut, Indonesia turut menyuarakan langkah penting dalam menghadapi tantangan global.

    Indonesia menyampaikan perlunya peran aktif organisasi internasional, terutama IMF, untuk secara tegas menyuarakan pentingnya kebijakan perdagangan internasional yang terbuka untuk mendorong pertumbuhan.

    Gubernur BI Perry Warjiyo juga menegaskan dalam forum tersebut bahwa negara Asean berkomitmen untuk menjalankan sistem perdagangan multilateral yang terbuka, inklusif, dan rule-based—bertolak belakang dengan sistem perdagangan yang berorientasi hubungan bilateral sebagaimana diinginkan Trump.

    Selain itu, Bank Indonesia turut menyambut baik upaya IMF dalam meningkatkan pengawasan yang didasarkan pada Integrated Policy Framework (IPF), dengan tetap mempertimbangkan kondisi spesifik masing-masing negara. 

    Perry turut memamerkan pengalaman Indonesia dalam menerapkan IPF. Bauran kebijakan terbukti bermanfaat dalam mendorong stabilitas dan kinerja ekonomi, serta melindungi dari meningkatnya guncangan kebijakan global yang tidak terduga. 

    “BI juga menantikan langkah konkret IMF dalam memperkuat jaring pengaman keuangan global, antara lain melalui penguatan kerja sama dengan Chiang Mai Initiative Multilateralisation [CMIM], serta kemajuan nyata dalam reformasi kuota guna memperkuat kapasitas keuangan IMF sebagai lembaga berbasis kuota,” tuturnya. 

  • RI & AS Mulai Nego Tarif, Sri Mulyani Kasih Jaminan Ini ke Menkeu China

    RI & AS Mulai Nego Tarif, Sri Mulyani Kasih Jaminan Ini ke Menkeu China

    Jakarta

    Negosiasi tarif antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat (AS) dimulai. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menjelaskan negosiasi tarif impor tersebut kepada Menteri Keuangan China, Lan Fo’an.

    Pertemuan keduanya berlangsung di sela-sela rangkaian IMF-World Bank Spring Meeting di Washington DC, Amerika Serikat. Pada kesempatan itu Sri Mulyani menegaskan komitmen Indonesia mempererat hubungan dengan China.

    “Mengenai dampak negosiasi Amerika terhadap pertemuan kita dengan China. Kami melakukan bilateral di sideline dengan Menteri Keuangan China tadi malam. Kita juga menyampaikan untuk terus mempererat hubungan. Beliau mengundang saya untuk pergi ke Beijing,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK secara virtual, dikutip Sabtu (26/4/2025).

    Sri Mulyani menyatakan, AS juga tetap ingin meningkatkan hubungan dengan Indonesia. Saat ini Indonesia sendiri berada dalam posisi netral di tengah eskalasi yang terjadi, sehingga cukup dihormati dan diperhitungkan.

    Ia menilai hal tersebut menjadi daya tawar yang baik bagi Indonesia sehingga harus tetap dijaga. Sebagai informasi, Sri Mulyani bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sudah pergi ke AS untuk melakukan negosiasi terkait tarif resiprokal.

    “Jadi dalam hal ini Indonesia baik di dalam ASEAN sebagai negara terbesar, hubungannya dengan Amerika Serikat, hubungannya dengan China, pihak-pihak yang sekarang mungkin mengalami eskalasi tensi, kita tetap dalam posisi yang cukup netral dan dihormati dan diperhitungkan. Ini merupakan daya tawar yang baik yang harus kita jaga,” terang Sri Mulyani.

    Ditambah lagi jika perekonomian terjaga dengan baik maka hal itu akan memberikan tambahan daya tawar bagi Indonesia. Hal itu menjadi modal penting di tengah situasi dunia yang dinamis.

    “Tentu kalau perekonomian kita dengan kinerja yang relatif baik terjaga, itu juga memberikan respek dan daya tawar yang baik dalam kita menghadapi situasi dunia yang begitu dinamis,” tutur Sri Mulyani.

    (ily/hns)

  • Strategi Jitu Indonesia Hadapi Tarif Resiprokal AS

    Strategi Jitu Indonesia Hadapi Tarif Resiprokal AS

    Jakarta: Indonesia tak tinggal diam menghadapi kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS). 
     
    Di tengah tekanan global, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa langkah-langkah yang disiapkan pemerintah tak hanya mampu meredam gejolak, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi Tanah Air.
     
    “Saya sampaikan optimisme bahwa langkah-langkah yang telah disiapkan tidak hanya mampu meredam guncangan yang terjadi, tetapi juga membuka banyak kesempatan untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” kata Sri Mulyani dalam sesi wawancara di sela agenda IMF-World Bank Spring Meetings 2025, dikutip dari akun Instagram @smindrawati di Jakarta, Sabtu, 26 April 2025.
    Dialog dan negosiasi kunci hadapi kebijakan AS

    Dalam menghadapi tarif baru dari AS, Indonesia memilih jalur dialogis. Pemerintah berupaya memahami sudut pandang AS, sekaligus menawarkan berbagai opsi yang bisa membantu memangkas defisit neraca perdagangan Negeri Paman Sam terhadap Indonesia.

    Tak hanya fokus pada tarif, pemerintah juga bergerak untuk memperlancar jalur perdagangan. Upaya deregulasi dan reformasi administrasi menjadi bagian penting dalam strategi ini.
     

    Diversifikasi tujuan ekspor
    Seiring berjalannya proses negosiasi dengan AS, Indonesia juga aktif menjajaki diversifikasi negara tujuan ekspor. Tujuannya, agar ekonomi nasional tidak bergantung pada satu pasar saja.
     
    “Oleh karenanya, diskusi dengan berbagai mitra seperti ASEAN Plus Three dan Uni Eropa terus dijalin dengan baik demi tujuan bersama, menciptakan kerja sama yang saling menguntungkan,” ujar Bendahara Negara itu.
     
    Langkah ini diharapkan memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan global, sekaligus membuka pasar baru untuk produk-produk dalam negeri.
     
    Sebagai informasi, Indonesia saat ini dikenakan tarif resiprokal sebesar 32 persen oleh AS. Meski begitu, pemerintah Indonesia merespons dengan cepat dan aktif lewat diplomasi dan negosiasi dagang.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • RI Mulai Nego Tarif dengan AS, Menkeu China Undang Sri Mulyani ke Beijing

    RI Mulai Nego Tarif dengan AS, Menkeu China Undang Sri Mulyani ke Beijing

    Jakarta

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan negosiasi perdagangan antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) saat bertemu dengan Menteri Keuangan China, Lan Fo’an.

    Pertemuan tersebut berlangsung di sela-sela rangkaian IMF-World Bank Spring Meeting di Washington DC, Amerika Serikat.

    Bendahara Negara ini menyatakan Indonesia berkomitmen untuk mempererat hubungan kedua negara. Sri Mulyani juga diundang Lan Fo’an untuk menyambangi ke Ibu Kota China, Beijing.

    “Mengenai dampak negosiasi Amerika terhadap pertemuan kita dengan China. Kami melakukan bilateral di sideline dengan Menteri Keuangan China tadi malam. Kita juga menyampaikan untuk terus mempererat hubungan. Beliau mengundang saya untuk pergi ke Beijing,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK secara virtual, dikutip Sabtu (26/4/2025).

    Sri Mulyani juga menyatakan AS juga tetap ingin meningkatkan hubungan dengan Indonesia. Saat ini Indonesia sendiri berada dalam posisi netral di tengah eskalasi yang terjadi sehingga cukup dihormati dan diperhitungkan.

    Ia menilai hal tersebut menjadi daya tawar yang baik bagi Indonesia sehingga harus tetap dijaga. Sebagai informasi, Sri Mulyani bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sudah pergi ke AS untuk melakukan negosiasi terkait tarif resiprokal.

    “Jadi dalam hal ini Indonesia baik di dalam ASEAN sebagai negara terbesar, hubungannya dengan Amerika Serikat, hubungannya dengan China, pihak-pihak yang sekarang mungkin mengalami eskalasi tensi, kita tetap dalam posisi yang cukup netral dan dihormati dan diperhitungkan. Ini merupakan daya tawar yang baik yang harus kita jaga,” terang Sri Mulyani.

    Ditambah lagi jika perekonomian terjaga dengan baik maka hal itu akan memberikan tambahan daya tawar bagi Indonesia. Hal itu menjadi modal penting di tengah situasi dunia yang dinamis.

    “Tentu kalau perekonomian kita dengan kinerja yang relatif baik terjaga, itu juga memberikan respek dan daya tawar yang baik dalam kita menghadapi situasi dunia yang begitu dinamis,” tutur Sri Mulyani.

    (ily/hns)

  • Bank Dunia Proyeksi Rasio Utang Pemerintah Tembus 40,1% pada 2025

    Bank Dunia Proyeksi Rasio Utang Pemerintah Tembus 40,1% pada 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Dunia atau World Bank memproyeksikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto/PDB akan meningkat ke level 40,1% pada akhir 2025, lebih rendah dari proyeksi Fitch Ratings yang sebesar 40,4%. 

    Rasio tersebut lebih tinggi 0,4% dari posisi akhir 2024 dengan rasio yang mencapai 39,7% terhadap PDB. 

    Bank Dunia dalam laporan terbarunya, Macro Poverty Outlook (MPO) for East Asia and Pacific edisi April 2025, melihat rasio utang pemerintah akan stabil dan menuju kisaran 41% pada 2027 mendatang. 

    “Utang akan stabil di kisaran 41% dari PDB, dengan biaya pinjaman yang lebih tinggi yang mendorong pembayaran bunga menjadi 19% dari total pendapatan,” tulis Bank Dunia, dikutip pada Sabtu (26/4/2025). 

    Lembaga internasional tersebut melihat ketidakpastian atas kebijakan perdagangan global dan penurunan harga komoditas akan berdampak pada kondisi perdagangan Indonesia dan kepercayaan investor.

    Sebagaimana diketahui, Indonesia mengandalkan para investor untuk menarik utang baru  salah satunya melalui obligasi berupa Surat Berharga Negara (SBN).

    Dalam laporannya tersebut pula, Bank Dunia memproyeksikan pengeluaran untuk mengakomodasi program-program prioritas baru, meningkatkan defisit fiskal menjadi 2,7% terhadap PDB. 

    Pengeluaran akan bergeser lebih jauh ke arah belanja sosial, termasuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

    Sementara itu, ketidakpastian kebijakan perdagangan, melemahnya harga komoditas, dan ketidakpastian kebijakan dalam negeri dapat menjadi tantangan bagi pertumbuhan.

    Adapun, belum ada informasi mengenai posisi utang pemerintah terkini, mengingat Kementerian Keuangan belum menggelar konferensi pers APBN Kita edisi April 2025 maupun mempublikasikan buku APBN Kita sejak Januari 2025. 

    Dalam data terakhir yang sempat dipublikasikan namun kemudian dihapus tercatat posisi utang pemerintah pada akhir Januari 2025 mencapai Rp8.909,14 triliun, atau naik Rp108,05 triliun dari posisinya di akhir 2024.

    Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto menyampaikan meski mencatatkan kenaikan outstanding utang pemerintah pusat, namun secara rasio utang terhadap PDB masih terjaga di bawah 40%. 

    “Rasio utang masih relatif tetap. Desember 2024 sebesar 39,7%, Januari 2025 sebesar 39,6%,” ujarnya, Senin (10/3/2025). 

    Suminto menjelaskan bahwa outstanding utang tersebut menggunakan asumsi PDB Januari 2025 yang senilai Rp22.499 triliun.

    Sementara itu, penarikan utang terus meningkat seiring dengan kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

    Hingga akhir Maret 2025, pemerintah telah menarik utang baru senilai Rp270,4 triliun.  Angka tersebut jauh lebih tinggi dari realisasi akhir Maret 2024 yang hanya senilai Rp105,6 triliun atau meningkat Rp164,8 triliun. 

    Mengingat jatah penarikan utang baru pemerintah melalui penerbitan SBN senilai Rp642,6 triliun pada tahun ini. Per akhir Maret 2025, tersisa Rp360 triliun. 

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penarikan utang yang dilakukan cukup besar pada awal tahun atau frontloading tersebut termasuk prefunding menjadi langkah antisipasi efek kebijakan Presiden AS Donald Trump.  

    “Memang menjadi kenaikan karena kita melakukan frontloading mengantisipasi bahwa Pak Trump akan membuat banyak disruption,” ujarnya dalam Sarasehan Ekonomi bersama Presiden RI, Selasa (8/4/2025). 

  • BI Suarakan 3 Hal Penting Cara Hadapi Gejolak Tarif Trump

    BI Suarakan 3 Hal Penting Cara Hadapi Gejolak Tarif Trump

    Jakarta

    Mewakili konstituensi Southeast Asia Voting Group (SEAVG) dalam rangkaian Pertemuan Musim Semi International Monetary Fund (IMF) dan World Bank, Bank Indonesia mendorong pentingnya peran organisasi internasional di tengah ketidakpastian ekonomi global imbas kebijakan tarif Presiden Donald Trump.

    Untuk diketahui, pertemuan ini berlangsung di Washington DC, Amerika Serikat, pada 22-26 April 2025. Dalam hal ini Gubernur BI Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memimpin delegasi RI pada pertemuan tersebut.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan, dalam kesempatan itu Perry Warjiyo sempat menyampaikan tiga hal penting yang perlu dilakukan dalam menghadapi tantangan global.

    Pertama, BI menegaskan perlunya peran aktif organisasi internasional terutama IMF untuk menyuarakan pentingnya kebijakan perdagangan internasional yang terbuka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi global.

    “Sebagai lembaga yang mewakili suara kolektif dari 191 negara anggota, IMF memiliki peran strategis dalam menyampaikan sikap yang tegas, terutama dalam merespons tantangan bersama yang dapat mengancam stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan global,” jelas Ramdan dalam keterangan resmi BI, Sabtu (26/4/2025).

    Kedua, menurutnya BI juga menyampaikan bagaimana ASEAN berkomitmen terhadap sistem perdagangan multilateral yang terbuka, inklusif, dan rule-based.

    “BI menyambut baik guidance IMF dalam mendorong intraregional trade, diversifikasi pasar ekspor, integrasi pasar modal, dan reformasi struktural untuk mendorong permintaan domestik,” jelas BI.

    Ketiga, Ramdan mengatakan BI juga menyambut baik upaya IMF dalam meningkatkan surveilans yang didasarkan pada Integrated Policy Framework (IPF), dengan tetap mempertimbangkan kondisi spesifik masing-masing negara.

    “BI menyampaikan bahwa pengalaman Indonesia dalam menerapkan IPF/bauran kebijakan terbukti bermanfaat dalam mendorong stabilitas dan kinerja ekonomi, serta melindungi dari meningkatnya guncangan kebijakan global yang tidak terduga,” terangnya.

    Oleh karenanya, BI turut menantikan langkah konkret IMF dalam memperkuat jaring pengaman keuangan global, antara lain melalui penguatan kerja sama dengan Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM), serta kemajuan nyata dalam reformasi kuota guna memperkuat kapasitas keuangan IMF sebagai lembaga berbasis kuota.

    “Dalam merespons kondisi ekonomi global tersebut, pada pertemuan G20, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20, sepakat untuk terus memperkuat kerja sama dan koordinasi mengatasi tantangan global,” papar Ramdan.

    Di luar itu, dalam pertemuan IMF para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral menyepakati Global Policy Agenda (Agenda Kebijakan Global) yang mencakup langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan di tengah tingginya ketidakpastian global.

    Dalam menghadapi ketidakpastian tersebut, IMF merekomendasikan tiga kebijakan utama. Pertama menyelesaikan ketegangan perdagangan secepat mungkin melalui kesepakatan antar negara utama, penurunan hambatan dagang, serta menciptakan sistem yang stabil dan adil agar manfaat perdagangan tersebar secara merata.

    Kedua, menjaga stabilitas dengan memperkuat kondisi fiskal dan moneter, termasuk meningkatkan efisiensi belanja, memastikan independensi bank sentral, dan memperkuat pengawasan sektor keuangan. Ketiga, mendorong pertumbuhan jangka panjang melalui reformasi struktural dan integrasi ekonomi serta keuangan yang lebih dalam.

    (igo/eds)

  • RI & AS Mulai Nego Tarif, Sri Mulyani Kasih Jaminan Ini ke Menkeu China

    Sri Mulyani Ungkap Perjuangan Lunakkan Trump Lewat Negosiasi

    Jakarta

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka-bukaan soal negosiasi tarif impor yang dilakukan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Hal itu disampaikan Sri Mulyani di sela agenda Spring Meetings Bank Dunia dan IMF di Washington DC, AS.

    Sebelumya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mematok tarif impor balasan kepada negara-negara yang terlalu banyak menikmati surplus perdagangan dengan AS. Salah satunya Indonesia, yang dipatok tarif impor tinggi sebesar 32%.

    Sri Mulyani menjelaskan pemerintah Indonesia melakukan pendekatan dialogis untuk memahami sudut pandang AS. Pemerintah juga menawarkan opsi-opsi untuk memangkas defisit neraca perdagangan AS terhadap Indonesia.

    “Hal pertama yang ditanyakan adalah perkembangan negosiasi tarif perdagangan dengan AS. Saya sampaikan bahwa Indonesia melakukan pendekatan dialogis untuk memahami sudut pandang Pemerintah Amerika Serikat sekaligus menawarkan opsi-opsi yang bertujuan untuk memangkas defisit neraca perdagangan Amerika terhadap Indonesia,” terang Sri Mulyani dikutip dari Instagram @smindrawati, Sabtu (26/4/2025).

    Bendahara Negara ini juga menjelaskan upaya Indonesia dalam mengurangi hambatan perdagangan, baik yang terkait tarif maupun non-tarif. Sal dengan melakukan deregulasi dan reformasi administrasi.

    Di sisi lain, pemerintah Indonesia melihat situasi ini sebagai peluang untuk melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor. Oleh karenanya, diskusi dengan berbagai mitra seperti ASEAN Plus Three dan Uni Eropa terus dijalin dengan baik demi menciptakan kerja sama yang saling menguntungkan.

    “Pemerintah Indonesia melihat situasi ini sebagai peluang untuk melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor. Oleh karenanya, diskusi dengan berbagai mitra seperti ASEAN Plus Three dan Uni Eropa terus dijalin dengan baik demi tujuan bersama – menciptakan kerja sama yang saling menguntungkan,” ujar Sri Mulyani.

    Sri Mulyani juga menyampaikan optimisme terhadap upaya yang telah dilakukan Indonesia untuk meredam guncangan yang kini terjadi. Selain itu, dia menyatakan akan banyak kesempatan yang terbuka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

    “Di penghujung sesi wawancara, saya menyampaikan optimisme bahwa langkah-langkah yang telah disiapkan tidak hanya mampu meredam guncangan yang terjadi, tetapi juga membuka banyak kesempatan untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” tutur Sri Mulyani.

    (ily/hns)

  • Hadapi Tantangan Global, BI Tegaskan Pentingnya Penguatan Peran Organisasi Internasional – Page 3

    Hadapi Tantangan Global, BI Tegaskan Pentingnya Penguatan Peran Organisasi Internasional – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) tekankan pentingnya penguatan peran organisasi internasional dalam menghadapi tantangan global di tengah tantangan global yang semakin tinggi didorong oleh perubahan kebijakan perdagangan.

    Hal ini mengemuka dalam rangkaian Pertemuan Musim Semi International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB), termasuk di dalamnya Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20, yang diselenggarakan pada 22-26 April 2025 di Washington D.C., Amerika Serikat. Gubernur BI, Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, memimpin delegasi Republik Indonesia pada pertemuan tersebut. 

    Pada forum tersebut, mewakili negara kawasan IMFC, Gubernur BI menyuarakan pentingnya tiga hal dalam menghadapi tantangan global. Pertama, menegaskan perlunya peran aktif organisasi internasional, terutama IMF, untuk secara tegas menyuarakan pentingnya kebijakan perdagangan internasional yang terbuka untuk mendorong pertumbuhan.

    “Sebagai lembaga yang mewakili suara kolektif dari 191 negara anggota, IMF memiliki peran strategis dalam menyampaikan sikap yang tegas, terutama dalam merespons tantangan bersama yang dapat mengancam stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan global,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan resmi, Sabtu (26/4/2025).

    Kedua, sebagaimana disuarakan pada Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN ke-12 pada 10 April 2025 di Kuala Lumpur, BI menyampaikan ASEAN berkomitmen terhadap sistem perdagangan multilateral yang terbuka, inklusif, dan rule-based.

    BI menyambut baik guidance IMF dalam mendorong intraregional trade, diversifikasi pasar ekspor, integrasi pasar modal, dan reformasi struktural untuk mendorong permintaan domestik.

    Ketiga, BI menyambut baik upaya IMF dalam meningkatkan surveilans yang didasarkan pada Integrated Policy Framework (IPF), dengan tetap mempertimbangkan kondisi spesifik masing-masing negara.

    BI menyampaikan pengalaman Indonesia dalam menerapkan IPF/bauran kebijakan terbukti bermanfaat dalam mendorong stabilitas dan kinerja ekonomi, serta melindungi dari meningkatnya guncangan kebijakan global yang tidak terduga.

    BI juga menantikan langkah konkret IMF dalam memperkuat jaring pengaman keuangan global, antara lain melalui penguatan kerja sama dengan Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM), serta kemajuan nyata dalam reformasi kuota guna memperkuat kapasitas keuangan IMF sebagai lembaga berbasis kuota.

     

  • Wakil Ketua BKSAP Ravindra Wakili Parlemen Asia-Pasifik di Forum Bank Dunia dan IMF – Halaman all

    Wakil Ketua BKSAP Ravindra Wakili Parlemen Asia-Pasifik di Forum Bank Dunia dan IMF – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) Ravindra Airlangga mewakili parlemen Asia-Pasifik saat Spring Meeting World Bank Group dan International Monetary Fund (IMF) di International Financial Corporation (IFC) World Bank di Pennsylvania, Rabu (23/4/2025).

    Ravindra dipercaya menjadi moderator diskusi yang mengangkat tema Delivering Result for Future Generations.

    Sesi diskusi itu menghadirkan Lead Economist Bank Dunia Dr Elena Ianchovichina dan Senior Social Protection Specialist Bank Dunia Christabel Dadzie. Ravindra menuturkan, diskusi berlangsung partisipatif dan banyak memberi pengetahuan baru sesuai dengan kepakaran kedua narasumber.

    Politikus muda Partai Golkar ini mengatakan, Elena Ianchovicina merupakan pakar bidang pembangunan dan ekonomi internasional. Ia ahli dalam kebijakan perdagangan, pertumbuhan ekonomi, investasi asing, ketahanan pangan, hingga ketimpangan. 

    “Beliau memiliki posisi unik untuk membantu memahami fondasi markoekonomi dari kemajuan antargenerasi,” tutur Ravindra kepada wartawan, Jumat (25/4/2025).

    Di sisi lain, Christabel Dadzie berpengalaman memimpin berbagai proyek perlindungan sosial terutama di negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Keahliannya yakni program-program pertumbuhan ekonomi, kesetaraan gender, serta jaring pengaman sosial yang inklusif. 

    “Karya beliau memberikan panduan praktis untuk membangun sistem yang melindungi dan memberdayakan komunitas rentan,” ujar Ravindra.

    Ravindra menambahkan, apa yang disampaikan kedua narasumber dan tukar pikiran peserta diskusi dari 200 negara yang hadir menjadi wawasan baru bagi seluruh pihak.

    Menurutnya, diskusi ini menjadi seruan tegas bagi parlemen di seluruh dunia untuk bertindak tidak hanya dalam siklus elektoral saja, melainkan juga dalam rentang waktu antargenerasi. 

    “Kita harus memprioritaskan reformasi dan investasi yang memperluas kesempatan, membangun ketahanan, serta menumbuhkan kepercayaan pada institusi, bukan hanya untuk pemilih kita hari ini, tetapi juga bagi mereka yang akan mewarisi hasil dari keputusan kita di parlemen,” tegas Ravindra.

    Diketahui, Forum Parlemen Global menjadi agenda unggulan selama Spring Meetings Grup Bank Dunia dan IMF.

    Agenda ini dihadiri 200 anggota legislatif dari berbagai belahan dunia untuk berdialog dengan pimpinan senior di Bank Dunia, IMF, serta para pakar pembangunan global. 

    Spring Meetings juga menjadi ajang tahunan pertemuan menteri keuangan, gubernur bank sentral, pakar pembangunan, eksekutif sektor swasta, anggota parlemen, perwakilan masyarakat sipil, serta akademisi untuk membahas isu ekonoimi dan pembangunan global. Hasil dari pertemuan ini diharapkan menjadi solusi dari berbagai tantangan pembangunan global.(Wahyu Aji)

     

  • AS Ingin Reformasi Bank Dunia & IMF, Ini Bocorannya

    AS Ingin Reformasi Bank Dunia & IMF, Ini Bocorannya

    Jakarta

    Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Scott Bessent menyampaikan usulan perombakan besar-besaran terhadap Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan juga Bank Dunia (World Bank).

    Namun, Bessent menegaskan AS tetap berkomitmen untuk mempertahankan peran kepemimpinannya di lembaga-lembaga tersebut.

    Dilansir dari New York Times, Jumat (25/4/2025), komentar tersebut diungkapkan Bessent dalam pidatonya di sela-sela pertemuan musim semi IMF dan World Bank. Komentar ini juga muncul pada saat para pembuat kebijakan khawatir AS akan menarik diri sepenuhnya dari dua lembaga tersebut.

    Amerika Serikat seperti diketahui telah mengubah sistem perdagangan global dalam beberapa bulan terakhir, dan pandangan pemerintahan AS tentang perubahan iklim, pembangunan internasional, dan ekuitas ekonomi sering kali bertentangan dengan pandangan negara-negara lain yang menjadi pemegang saham di IMF maupun World Bank.

    Pada hari Selasa, IMF juga menurunkan prospek pertumbuhannya secara global dan di Amerika Serikat sebagai akibat dari tarif tinggi yang ditetapkan Presiden Donald Trump.

    Laporan ini nampaknya dilihat AS sebagai langkah yang kurang mengesankan, apalagi mengingat Negeri Paman Sam merupakan salah satu ‘pemegang saham’ besar di sana.

    Seperti diketahui, kebijakan tarif impor itu memicu ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China, dua negara dengan kapasitas ekonomi terbesar di dunia, mengancam akan membebani produksi tahun ini dan tahun depan.

    Bessent sendiri membela tindakan perdagangan pemerintahan Trump dan meminta China untuk mengekang praktik ekonomi yang menurutnya mengganggu stabilitas perdagangan internasional. Dia mencatat Amerika Serikat terlibat dalam pembicaraan perdagangan dengan puluhan negara dan menyatakan optimisme bahwa negosiasi ini akan membantu menyeimbangkan kembali ekonomi dunia dan membuat sistem perdagangan global lebih adil.

    (hal/hns)