NGO: World Bank

  • Rencana Mobil Baru Anggota DPR Timor Leste Batal Gara-gara Unjuk Rasa

    Rencana Mobil Baru Anggota DPR Timor Leste Batal Gara-gara Unjuk Rasa

    Jakarta

    Rencana pengadaan mobil dinas baru bagi anggota parlemen di Timor Leste dikecam oleh warganya. Protes terhadap anggota DPR di sana tak dapat dihindari hingga memunculkan aksi protes ke jalan diwarnai dengan kericuhan.

    Aksi protes oleh warga Timor Leste mulai berlangsung pada Senin (15/9) waktu setempat. Masyarakat di sana mendorong beberapa partai politik mengumumkan bahwa mereka akan meminta parlemen untuk membatalkan rencana pembelian mobil baru tersebut.

    Aksi menuntut pembatalan mobil dinas itu berlanjut di hari berikutnya. Laporan jurnalis AFP, seperti dilansir AFP, Selasa (16/9/2025), menyebutkan bahwa lebih dari 2.000 orang berkumpul di dekat gedung Parlemen Nasional pada Selasa (16/9) waktu setempat. Sebagian besar demonstran merupakan mahasiswa yang berasal dari beberapa universitas di ibu kota Dili.

    Unjuk rasa itu memprotes rencana pengadaan mobil bagi masing-masing dari total 65 anggota parlemen Timor Leste.

    Aksi protes yang awalnya berlangsung damai ini berubah menjadi diwarnai tindak kekerasan, ketika polisi menembakkan gas air mata setelah beberapa demonstran melemparkan batu ke arah para personel kepolisian tersebut.

    Para demonstran telah berjanji untuk melanjutkan aksi protes mereka hingga rencana pembelian tersebut resmi dibatalkan. Publik Timor Leste ingin anggaran untuk fasilitas mobil anggota dewan tak berlanjut.

    “Kami menginginkan keputusan pembelian mobil dibatalkan. Keputusan ini harus diambil oleh ketua Parlemen Nasional,” ujar aktivis setempat, Domingos de Andrade, saat berbicara kepada wartawan pada Selasa (16/9).

    “Mereka harus menghentikan kebiasaan buruk membeli mobil,” tegasnya.

    Dalam aksinya, para demonstran membawa spanduk yang berisi tulisan mendesak otoritas Timor Leste untuk “menghentikan pencuri, menghentikan koruptor”. Unjuk rasa ini juga diwarnai aksi pembakaran ban dan kendaraan pemerintah di dekat gedung parlemen.

    Timor Leste yang merupakan negara termuda di Asia Tenggara ini terus bergulat dengan tingginya kesenjangan, malnutrisi, dan tingginya pengangguran, dengan perekonomian yang sangat bergantung pada minyak.

    Parlemen Batalkan Pembelian SUV

    Foto: AFP/VALENTINO DARIELL DE SOUSA

    Parlemen Timor Leste menyerah pada tekanan publik dan membatalkan rencana pembelian SUV sebagai mobil dinas baru untuk para anggota parlemen di negara tersebut. Hal ini menindaklanjuti protes yang terjadi berhari-hari hingga timbulnya kerusuhan.

    Kontroversi ini bermula dari pos anggaran sebesar US$ 4,2 juta, yang telah disetujui tahun lalu, untuk membeli SUV Toyota Prado bagi masing-masing dari 65 anggota parlemen negara tersebut.

    Tender pembelian mobil dinas tersebut, menurut dokumen resmi parlemen, dijadwalkan selesai pada September ini. Rencana itu menuai kemarahan publik yang meluas di negara yang, menurut Bank Dunia, lebih dari 40 persen penduduknya hidup dalam kemiskinan.

    Demonstran Tak Puas dengan Pembatalan

    Foto: VALENTINO DARIELL DE SOUSA/AFP

    Sikap parlemen Timor Leste yang membatalkan pembelian SUV sebagai mobil dinas baru bagi anggota parlemen tak memuaskan hati masyarakat di sana. Para demonstran yang skeptis kembali turun ke jalanan dalam aksi protes terbaru pada Rabu (17/9) waktu setempat.

    Unjuk rasa yang dipimpin oleh mahasiswa itu dihadiri oleh ribuan orang di ibu kota Dili pada pekan ini, dengan para demonstran dan polisi terlibat bentrok selama dua hari berturut-turut. Aksi protes itu menentang pembelian mobil dinas baru bernilai jutaan dolar Amerika untuk semua 65 anggota parlemen Timor Leste.

    Pembatalan itu, seperti dilansir AFP, Rabu (17/9/2025), tidak membuat para demonstran puas, dengan laporan jurnalis AFP menyebut sekitar 2.000 demonstran kembali berkumpul di dekat gedung parlemen di Dili untuk unjuk rasa hari ketiga pada Rabu (17/9) waktu setempat.

    “Rumornya mobil-mobil itu sudah dalam perjalanan,” kata salah satu demonstran, Trinito Gaio (42) saat berbicara kepada AFP.

    “Jadi inilah mengapa semua mahasiswa ini dan saya sendiri berada di sini pada hari ini — untuk memastikan uang pajak saya tidak mengalir ke… arah yang salah,” ujarnya.

    Para anggota parlemen dengan suara bulat lantas mengadopsi resolusi untuk “membatalkan proses pengadaan kendaraan baru yang tercantum dalam anggaran tahun 2025”. Pernyataan parlemen Timor Leste menambahkan bahwa Sekretariat Jenderal Parlemen sekarang harus “mengadopsi langkah-langkah administratif dan keuangan yang bertujuan untuk pemeliharaan dan penggunaan yang efisien” atas kendaraan-kendaraan yang sudah digunakan oleh para anggota parlemen.

    Halaman 2 dari 3

    (dwr/dwr)

  • Didemo Rakyat, Timor Leste Batalkan Mobil Dinas Baru Anggota Parlemen

    Didemo Rakyat, Timor Leste Batalkan Mobil Dinas Baru Anggota Parlemen

    Dili

    Parlemen Timor Leste menyerah pada tekanan publik dan membatalkan rencana pembelian SUV sebagai mobil dinas baru untuk para anggota parlemen di negara tersebut. Namun para demonstran yang skeptis kembali turun ke jalanan dalam aksi protes terbaru pada Rabu (17/9) waktu setempat.

    Unjuk rasa yang dipimpin oleh mahasiswa itu dihadiri oleh ribuan orang di ibu kota Dili pada pekan ini, dengan para demonstran dan polisi terlibat bentrok selama dua hari berturut-turut. Aksi protes itu menentang pembelian mobil dinas baru bernilai jutaan dolar Amerika untuk semua 65 anggota parlemen Timor Leste.

    Pembatalan itu, seperti dilansir AFP, Rabu (17/9/2025), tidak membuat para demonstran puas, dengan laporan jurnalis AFP menyebut sekitar 2.000 demonstran kembali berkumpul di dekat gedung parlemen di Dili untuk unjuk rasa hari ketiga pada Rabu (17/9) waktu setempat.

    “Rumornya mobil-mobil itu sudah dalam perjalanan,” kata salah satu demonstran, Trinito Gaio (42) saat berbicara kepada AFP.

    “Jadi inilah mengapa semua mahasiswa ini dan saya sendiri berada di sini pada hari ini — untuk memastikan uang pajak saya tidak mengalir ke… arah yang salah,” ujarnya.

    Kontroversi ini bermula dari pos anggaran sebesar US$ 4,2 juta, yang telah disetujui tahun lalu, untuk membeli SUV Toyota Prado bagi masing-masing dari 65 anggota parlemen negara tersebut.

    Tender pembelian mobil dinas tersebut, menurut dokumen resmi parlemen, dijadwalkan selesai pada September ini. Rencana itu menuai kemarahan publik yang meluas di negara yang, menurut Bank Dunia, lebih dari 40 persen penduduknya hidup dalam kemiskinan.

    Menghadapi protes yang semakin meningkat, parlemen Timor Leste mengambil langkah terbaru pada Selasa (16/9) waktu setempat. Para anggota parlemen dengan suara bulat mengadopsi resolusi untuk “membatalkan proses pengadaan kendaraan baru yang tercantum dalam anggaran tahun 2025”.

    Pernyataan parlemen Timor Leste menambahkan bahwa Sekretariat Jenderal Parlemen sekarang harus “mengadopsi langkah-langkah administratif dan keuangan yang bertujuan untuk pemeliharaan dan penggunaan yang efisien” atas kendaraan-kendaraan yang sudah digunakan oleh para anggota parlemen.

    Dalam unjuk rasa pada Senin (15/9) dan Selasa (16/9) waktu setempat, para demonstran melemparkan batu ke arah polisi, yang kemudian dibalas dengan tembakan gas air mata. Presiden Jose Ramos-Horta mengatakan kepada wartawan bahwa “tidak akan ada toleransi” terhadap tindak kekerasan selama unjuk rasa.

    Timor Leste yang merupakan negara termuda di Asia Tenggara ini terus bergulat dengan tingginya kesenjangan, malnutrisi, dan tingginya pengangguran, dengan perekonomian mereka yang sangat bergantung pada minyak.

    Lihat juga Video: Pramono Larang ASN Jakarta Mudik Pakai Mobil Dinas, Ada Sanksi

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Chaos! Demo Tetangga RI Rusuh Gara-Gara DPR Mau Beli Mobil Dinas Baru

    Chaos! Demo Tetangga RI Rusuh Gara-Gara DPR Mau Beli Mobil Dinas Baru

    Jakarta, CNBC Indonesia – Polisi Timor-Leste menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi protes ribuan mahasiswa yang menentang rencana pembelian mobil dinas baru bagi anggota DPR di sana. Rencana tersebut memicu kemarahan publik di salah satu negara termiskin Asia Tenggara.

    Aksi unjuk rasa yang berlangsung Senin (15/9/2025) itu diikuti lebih dari 1.000 orang, sebagian besar mahasiswa, di depan gedung Parlemen Nasional di Dili. Massa menolak rencana pengadaan mobil Toyota Prado untuk 65 anggota parlemen yang telah disetujui dalam anggaran 2025.

    “Kami meminta anggota parlemen untuk membatalkan keputusan pembelian Prado demi perbaikan diri. Jika tidak, kami akan tetap berdiri di sini,” tegas Leonito Carvalho, mahasiswa Universidade da Paz di Dili, seperti dikutip AFP.

    Awalnya aksi berlangsung damai, namun kericuhan pecah ketika sejumlah demonstran melemparkan batu ke arah gedung parlemen dan merusak beberapa kendaraan. Polisi kemudian menembakkan gas air mata, yang menyebabkan sedikitnya empat orang luka-luka dan harus dilarikan ke fasilitas kesehatan terdekat.

    “Koordinator protes akan dipanggil untuk dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan yang ditimbulkan,” kata pejabat Kepolisian Nasional, Justino Menezes.

    Sejumlah partai politik yang sebelumnya menyetujui anggaran kini berbalik arah. Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor, Partai Demokrat, dan Memperkaya Persatuan Nasional Putra-Putra Timor dalam pernyataan bersama menyebut rencana pembelian mobil tersebut “tidak mencerminkan kepentingan publik.”

    Menurut Bank Dunia, lebih dari 40% penduduk Timor-Leste hidup di bawah garis kemiskinan. Negara bekas jajahan Portugis yang meraih kemerdekaan pada 2002 itu masih bergulat dengan pengangguran, kekurangan gizi, dan ketergantungan besar pada pendapatan migas dengan minim diversifikasi ekonomi.

    (tfa/tfa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Jaga Neraca Negara di Tiga Era

    Jaga Neraca Negara di Tiga Era

    Di era SBY, Sri Mulyani bagai lentera yang menata arah fiskal negeri hingga menjaga keseimbangan di tengah badai krisis. Namanya bersinar hingga panggung dunia, ketika ia dipercaya duduk di kursi tinggi Bank Dunia.

    Kembali jadi menteri di masa Jokowi, sinarnya tetap menyala, namanya dielu-elukan di mata global meski diselimuti bayang kritik dalam negeri. Dan belum setahun di bawah Prabowo, Sri Mulyani menyudahi pengabdiannya menjaga neraca negara.

  • Ini Nepo Baby-Nepo Kids yang Jadi Sebab Demo Chaos Nepal, Siapa Saja?

    Ini Nepo Baby-Nepo Kids yang Jadi Sebab Demo Chaos Nepal, Siapa Saja?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Nepal dilanda kekacauan (chaos). Demonstrasi terjadi sejak Senin dan membuat pemerintahan tumbang, dengan pengunduran diri Khadga Prasad Sharma Oli, yang sudah empat kali menjabat sebagai Perdana Menteri (PM).

    Pembakaran dilakukan massa setelah pemberitaan 19 orang tewas akibat tindakan regresif aparat. Bukan hanya gedung parlemen, rumah para pejabat, juga tak luput dari amukan massa.

    Dalam sebuah video, mengutip laman India NTDV, terlihat bagaimana menteri keuangan dipersekusi di jalanan, hingga ditelanjangi. Menteri Luar Negeri Nepal juga menjadi korban pemukulan.

    Foto: Asap mengepul dari Mahkamah Agung Nepal setelah dibakar oleh orang-orang selama protes terhadap pembunuhan 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, selama jam malam di Kathmandu, Nepal, 9 September 2025. (REUTERS/Navesh Chitrakar)

    Sebenarnya, protes massa yang diinisiasi Generasi Z (Gen Z) itu, berawal dari kekecewaan massa akan penutupan 26 aplikasi media sosial (medsos) di negara itu. Ini diartikan warga sebagai bentuk “pengekangan akan demokrasi”.

    Namun kekecewaan karena elite yang korup, minimnya pekerjaan di dalam negeri serta nepotisme keluarga pejabat makin membakar demonstrasi. Dari semua penyebab demo, sebenarnya nepotisme di kalangan keluarga pejabat paling menarik sorotan.

    Istilah “nepo baby” atau “nepo kids” menjadi viral di Nepal, merujuk anak-anak petinggi negara yang mendapatkan keistimewaan. Kebencian warga makin tinggi akibat mudahnya mereka mendapat pekerjaan di dalam negeri- menempati posisi tinggi, atau masuk ke parlemen- sementara warga Nepal biasa, sangat sulit mendapatkan pekerjaan hanya untuk mencari roti, makanan utama negeri itu.

    Tingkah laku suka memamerkan kekayaan juga menjadi masalah lain. Flexing di medsos yang dilakukan para nepo baby dan nepo kids yang masih berusia muda, membuat kecemburuan sosial Generasi Z Nepal lain meningkat.

    Lalu siapa mereka?

    Merujuk laman India, News 18, ada beberapa nepo baby dan nepo kids, yang menjadi sasaran kemarahan. Rata-rata mereka adalah “pewaris politik”.

    Pertama adalah Shrinkhala Khatiwada (29). Ia adalah putri mantan menteri kesehatan Birodh Khatiwada, yang rumah keluarganya dibakar setelah perjalanan mewahnya menjadi viral.

    Foto: Shrinkhala Khatiwada. (Instagram/shrinkhala_)

    Kedua Shivana Shrestha. Ia adalah menantu mantan PM Nepal Sher Bahadur Deuba.

    “Ia dituduh bersama suaminya memamerkan kekayaan “senilai crore (miliaran)”,” tulis laman itu.

    Foto: Shivana Shrestha. (Facebook/Shivana Shrestha)

    Ada pula Smita Dahal, cucu mantan PM Nepal Pushpa Kamal Dahal “Prachanda”. Ia dikritik karena memamerkan tas tangan mahal.

    Foto: Smita Dahal. (Tangkapan Layar Tiktok/@pratapdasnt)

    Lalu Saugat Thapa, putra Menteri Hukum Nepal Bindu Kumar Thapa. Ia dicap secara daring sebagai simbol kemewahan.

    Foto: Saugat Thapa. (Facebook/Saugat Thapa)

    “Para pengunjuk rasa mengatakan bahwa sementara masyarakat umum hidup dalam kemiskinan, anak-anak nepo ini mengenakan pakaian senilai jutaan dolar,” muat laman itu lagi memuat kecaman warga.

    Perlu diketahui, ekonomi Nepal di setengah tahun 2025 diketahui tumbuh dengan PDB 4,9%. Namun 83% warga bekerja di sektor informal.

    Negara itu juga bergantung pda remitansi, pengiriman uang dari tenaga kerja di luar negeri ke dalam, dengan posisi terbesar ke-4 dunia berdasar data World Bank (Bank Dunia). Penutupan media sosial membuat warga sulit menghubungi sanak keluarga di luar negeri.

     

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Mahfud MD Jawab Teori Konspirasi Soal Riza Chalid Diduga Jadi Dalang Demo Besar Agustus

    Mahfud MD Jawab Teori Konspirasi Soal Riza Chalid Diduga Jadi Dalang Demo Besar Agustus

    GELORA.CO – Demo besar-besaran yang terjadi pada akhir Agustus 2025 menimbulkan berbagai spekulasi di publik.

    Salah satu isu yang ramai dibicarakan adalah dugaan bahwa pengusaha minyak, Riza Chalid, menjadi dalang di balik kerusuhan tersebut.

    Namun, Mahfud MD menegaskan bahwa demonstrasi yang terjadi tidak sepenuhnya bisa disebut sebagai rekayasa atau konspirasi tunggal.

    Dalam perbincangan bersama YouTuber Leon Hartono, Mahfud menyebut aksi yang pecah di berbagai kota muncul secara organik.

    Ia menegaskan bahwa tuntutan yang disuarakan mahasiswa dan buruh sebenarnya sudah lama disampaikan kepada pemerintah, namun tidak pernah mendapat respons serius.

    “Peristiwa akhir Agustus lalu itu aksinya organik, muncul dari masyarakat secara murni, tetapi kemudian ditumpangi secara politik,” jelas Mahfud.

    Meski begitu, ia tidak menampik adanya pihak-pihak yang mencoba menunggangi situasi untuk kepentingan pribadi, termasuk spekulasi soal Riza Chalid.

    “Kalau Riza Chalid mungkin menumpang, bukan menjadi musuh di balik selimut. Bisa saja dia lalu ikut bikin ramai. Itu yang saya katakan ini bukan dalang, gak ada dalangnya. Ini organik,” tambahnya.

    Menurut Mahfud, penumpang dalam aksi demonstrasi biasanya memiliki motif tertentu, mulai dari kepentingan politik hingga upaya memperlambat proses hukum yang tengah dihadapi.

    Ia mencontohkan, jika benar Riza Chalid terlibat, maka kemungkinan besar tujuannya agar kasusnya tertunda atau mendapat celah penyelesaian berbeda.

    Lebih lanjut, Mahfud juga mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo Subianto dalam meredam kerusuhan. Ia menilai strategi “quick win” yang ditempuh pemerintah berhasil menenangkan situasi.

    “Dua jempol untuk Pak Prabowo dalam cara menyelesaikan huruhara yang kemarin itu, karena quick win-nya sudah tepat,” kata Mahfud.

    Meski demikian, Mahfud mengingatkan pentingnya penegakan hukum yang konsisten agar negara tidak terjebak dalam siklus krisis kepercayaan.

    “Kalau mau selamat, negara ini hukumnya harus ditegakkan. Bank Dunia sudah lama menegaskan, aset terbesar suatu negara untuk maju adalah hukum,” tegasnya.

    Dengan pernyataan ini, Mahfud MD ingin menekankan bahwa meski ada pihak yang mungkin menunggangi demo, gerakan awal masyarakat lahir dari keresahan nyata. Isu Riza Chalid sebagai dalang, menurutnya, masih sebatas analisis yang sulit dibuktikan secara hukum.***

  • 3 Faktor Penyebab Demo Chaos Nepal yang Buat Pemerintahan Kolaps

    3 Faktor Penyebab Demo Chaos Nepal yang Buat Pemerintahan Kolaps

    Jakarta, CNBC Indonesia– Demonstrasi berujung aksi kekerasan dan anarkisme pecah di Nepal. Sejak Senin, negeri itu dilanda kekacauan, yang membuat pemerintahan kolaps.

    Pada awalnya, pemuda Nepal yang sangat melek digital, harus menerima kenyataan pahit bagaimana pemerintah yang dikuasai Partai Komunis mencoba mengekang akses ke 26 aplikasi media sosial, termasuk Facebook dan X. Keputusan yang dibuat pemerintah sejak Kamis pekan lalu itu, menjadi trigger awal kemarahan warga, yang didominasi Generasi Z.

    Belum lagi banyaknya pengangguran dan terbatasnya kesempatan kerja. Ketidakstabilan politik, korupsi dan lambatnya pembangunan ekonomi negeri Himalaya itu jadi soal lain.

    Sayangnya di tengah situasi sulit, pejabat dan keluarganya tak bisa berempati. Flexing kekayaan baik di muka umum atau media sosial menjadi masalah lain yang memicu warga semakin marah.

    Berikut penjelasan lengkap faktor penyebab demo chaos di Nepal membuat pemerintahannya kini runtuh, dirangkum CNBC Indonesia Kamis (11/9/2025).

    Kesulitan Ekonomi

    Sebenarnya Nepal adalah negara yang sakit secara ekonomi. Ini terlihat dari beberapa indikator.

    World Bank (Bank Dunia) mengatakan bahwa 82% tenaga kerja Nepal ternyata berada di sektor informal.
    Data ini mengejutkan sebagai sebuah negara, di mana data pekerja informal tersebut jauh lebih tinggi daripada rata-rata global dan regional.

    Sulitnya pekerjaan ini pun menjadi jawaban mengapa remitansi sangat penting bagi perekonomian Nepal, setara dengan sepertiga PDB negara itu tahun lalu dan merupakan tingkat tertinggi keempat di dunia. Remitansi sendiri adalah transfer uang yang dilakukan pekerja asing ke penerima di negara asalnya.

    Media sosial, yang coba dikekang pemerintah, adalah alat utama untuk tetap berhubungan dengan kerabat di luar negeri itu. Sehingga kekhawatiran berlebih muncul saat pemerintah memberlakukan kebijakan yang kontra media sosial.

    “Ketergantungan Nepal pada remitansi… telah menjadi pusat pertumbuhan negara tetapi belum menghasilkan lapangan kerja berkualitas di dalam negeri, yang memperkuat siklus hilangnya kesempatan dan berlanjutnya kepergian banyak warga Nepal ke luar negeri untuk mencari pekerjaan,” kata Bank Dunia dalam laporan negara terbarunya.

    Sebenarnya merujuk data paruh pertama 2025, perekonomian Nepal cenderung membaik. PDB riil tumbuh 4,9% dari 4,3% di periode yang sama 2024.

    Dua sektor menjadi pendorong utama. Yakni pertanian dan perindustrian.

    Namun, perlu diketahui Nepal menggelompokkan kaum mudanya pada mereka yang berusia 16-40 tahun. Mereka mencapai 43% dari populasi atau 12 juta orang.

    “Dengan sekitar 500.000 kaum muda memasuki dunia kerja setiap tahun di Nepal, urgensi untuk menciptakan lapangan kerja yang mengangkat keluarga keluar dari kemiskinan dan mendorong pembangunan berkelanjutan menjadi semakin penting,” kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Selatan, Johannes Zutt.

    Foto: REUTERS/Stringer
    Sejumlah pendemo di Nepal berhasil merampas senjata laras panjang milik aparat kepolisian dan militer saat demonstrasi yang berujung kerciuhan. (REUTERS/Bikram Rai)

    Foto: Seorang tentara Nepal berjaga-jaga saat tim tentara mencoba memadamkan api di gedung Parlemen, menyusul tewasnya 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, di Kathmandu, Nepal, 10 September 2025. (REUTERS/Adnan Abidi)

    Korupsi

    Mengutip AFP, korupsi juga jadi hal lain yang membuat demonstrasi besar-besaran. Kelompok hak asasi manusia (HAM) Transparency International menempatkan Nepal di peringkat 107 dari 180 negara.

    Ini dibuktikan dengan vitalnya video yang yang membandingkan perjuangan rakyat biasa Nepal dengan anak-anak politisi yang memamerkan barang-barang mewah dan liburan mahal telah menjadi viral di TikTok. Salah seorang warga bernama Puja Manni (23), yang pernah bekerja di luar negeri mengatakan ekses elit penguasa telah “terungkap melalui media sosial”.

    Ini pun juga menjadi hal lain yang memicu ketidakpuasan anak muda pada para pemimpin yang telah berkuasa puluhan tahun. Perlu diketahui, negara ini menjadi republik federal pada tahun 2008 setelah perang saudara selama satu dekade dan kesepakatan damai yang membawa kaum Maois ke dalam pemerintahan dan menghapuskan monarki.

    Sejak saat itu, pergantian perdana menteri (PM) yang menua menjadi budaya tawar-menawar antar elit. Ini telah memicu persepsi publik bahwa pemerintah tidak peka pada warga.

    Foto: Asap mengepul setelah demonstran membakar gerbang utama Parlemen, selama protes terhadap pembunuhan 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, selama jam malam di Kathmandu, Nepal, 9 September 2025. (REUTERS/Adnan Abidi)

    Ketakutan akan Hilangnya Hak

    Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nepal memperingatkan bahwa larangan media sosial merusak semangat pemerintahan demokratis. Hal ini setidaknya dikatakan Santosh Sigdel, dari Digital Rights Nepal.

    “Ini jalan yang licin,” ujarnya memberi kiasan.

    Sementara Kathmandu Post mengatakan larangan tersebut menyentuh “saraf yang sensitif” terutama di “kalangan pemuda yang marah”.

    “Mereka menggunakan platform ini untuk melampiaskan rasa frustrasi yang terpendam, terhubung dengan teman, dan tetap terhubung dengan dunia,” tulis surat kabar tersebut, yang kantornya dibakar massa pada hari Selasa.

    “Mereka sudah gelisah, muak dengan sistem kesehatan dan pendidikan negara yang menyedihkan, serta korupsi dan nepotisme yang merajalela, sedemikian rupa sehingga banyak dari mereka tidak melihat masa depan di negara ini.”

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 8
                    
                        Peran Wakil Presiden yang Mengecil, Menteri yang Membesar
                        Nasional

    8 Peran Wakil Presiden yang Mengecil, Menteri yang Membesar Nasional

    Peran Wakil Presiden yang Mengecil, Menteri yang Membesar
    Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com – Instagram: @ikhsan_tualeka
    DI PANGGUNG
    global, nama Indonesia digaungkan oleh seorang menteri. Sementara di panggung lokal, wakil presidennya membagi gula dan kopi ke warga ronda.
    Konstitusi mungkin tidak berubah, tapi praktik kekuasaan jelas sedang diputarbalikkan, potret yang anomali.
    Menjadi pemandangan politik yang cukup ironis dalam pemerintahan hari ini. Publik seperti atau seolah menyaksikan “wakil presiden yang tertukar”.
    Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang sebenarnya hanya Menteri Koordinator, justru tampil di forum internasional strategis: Forum Urbanisasi BRICS ke-4 di Brasil, akhir Juni lalu.
    Ia berpidato tentang kota berkelanjutan, perumahan layak, hingga adaptasi perubahan iklim—isu global yang biasanya jadi panggung presiden atau wakil presiden.
    Kehadirannya di forum sebesar itu tentu menimbulkan tafsir politik: mengapa AHY yang tampil, bukan Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden Republik Indonesia saat ini?
    Sebaliknya, Gibran justru tampak sibuk dengan agenda-agenda yang relatif kecil. Awal September lalu, ia berkeliling Jakarta, meninjau pos ronda, membagi senter, kopi, dan gula kepada warga yang berjaga atau ronda malam.
    Memang, secara simbolik kegiatan itu bisa dibaca sebagai upaya mendekatkan diri dengan rakyat. Namun, dalam hierarki kenegaraan, seorang wakil presiden mengurusi pos ronda jelas menimbulkan pertanyaan serius pada khalayak.
    Kontras ini tidak berhenti di situ. Presiden Prabowo Subianto bahkan secara terbuka memuji AHY di panggung internasional.
    Dalam sambutan penutupan International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta, Prabowo menyebut AHY sebagai sosok yang mampu menerjemahkan arahannya dengan baik dalam pembangunan infrastruktur.
    Ia menilai AHY tanggap, tidak perlu banyak instruksi, dan berhasil membawa Indonesia berbicara dengan bahasa visi besar di hadapan dunia atau mimbar internasional.
    Bahkan, Prabowo menekankan pentingnya memilih “tim terbaik”, dan di hadapan ribuan peserta dari puluhan negara, ia menilai AHY berhasil memainkan peran itu.
    Pujian seperti ini jarang sekali dilontarkan presiden kepada menterinya, termasuk untuk wapres Gibran—dan ketika itu terjadi, publik tentu membaca ada makna atau pesan politik di baliknya.
    AHY sendiri turut menegaskan pembangunan infrastruktur di bawah kepemimpinan Prabowo kini berorientasi pada keberlanjutan, keadilan, dan kemakmuran jangka panjang.
    Ia bicara lantang dan fasih soal kolaborasi global, menyebut dukungan World Bank, ADB, dan IFC sebagai bukti dunia menghormati Indonesia.
    Sekali lagi, peran ini biasanya dimainkan atau domain presiden atau wakil presiden.
    Fakta lain memperkuat kesan itu. Akhir Agustus lalu, ketika Presiden Prabowo harus memilih siapa yang mewakilinya dalam misi diplomatik ke China, pilihannya jatuh pada AHY, bukan Gibran.
    Keputusan ini kembali memicu spekulasi atau pertanyaan publik: mengapa wakil presiden justru tidak dipercaya atau diberikan kesempatan menjalankan agenda strategis luar negeri?
    Di saat AHY menjalankan misi kenegaraan di Beijing, Gibran malah menerima perwakilan pengemudi ojek online di Istana Wapres.
    Agenda ini tentu penting dalam perspektif sosial, apalagi ia berjanji mengawal kasus kematian Affan Kurniawan, driver ojol yang tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob saat unjuk rasa.
    Namun, dibanding diplomasi internasional, pertemuan semacam itu membuat publik makin melihat jurang perbedaan antara panggung politik yang dimiliki AHY dan Gibran.
    Sepulang dari Beijing, AHY langsung melaporkan hasil kunjungannya kepada Presiden Prabowo di Istana. Sementara Gibran tetap tenggelam dalam agenda-agenda domestik yang relatif kecil.
    Kontras peran ini melahirkan persepsi publik yang sulit ditepis. Seolah AHY yang sesungguhnya menjalankan fungsi kenegaraan tingkat tinggi, sementara Gibran sekadar mengisi ruang kosong dengan aktivitas seremonial.
    Tentu pemerintah bisa berkilah. AHY hadir di Brasil dan Beijing dalam kapasitasnya sebagai Menko yang membidangi infrastruktur dan tata kota.
    Sedangkan Gibran meninjau pos ronda atau bertemu driver ojol sebagai bagian dari fungsi menjaga stabilitas sosial yang lagi riskan.
    Namun, publik tidak membaca politik sebatas administrasi atau prosedural. Yang mereka tangkap adalah simbol, kesan, dan persepsi.
    Dan bila ditelisik kesan yang muncul hari ini amat kuat dan jelas: panggung besar diberikan kepada AHY, sementara Gibran lebih sering tampil dalam peran-peran kecil.
    Ini ironis, mengingat Gibran menempati jabatan politik tertinggi kedua atau boleh disebut orang nomor dua di republik ini.
    Posisi yang dalam sejarah selalu diasosiasikan dengan kapasitas kenegaraan—dari Mohammad Hatta, Adam Malik, hingga Jusuf Kalla. Kini, jabatan itu justru dipersepsikan “dikecilkan” hanya menjadi simbol seremonial, tanpa membawa narasi.
    Konteks politik juga memperburuk keadaan. Gibran sejak awal dipandang sarat kontroversi—mulai dari revisi mendadak aturan usia calon, tudingan nepotisme, hingga gugatan soal legitimasi.
    Maka, ketika ia tampak “dipinggirkan” dari agenda strategis, kecurigaan publik kian menguat bahwa ia memang tidak disiapkan untuk benar-benar menjalankan fungsi kenegaraan sesuai kapasitas.
    Sementara AHY, yang secara politik merupakan representasi Partai Demokrat dan bagian dari konsolidasi pemerintahan, justru diberi ruang yang luas dan lebar di panggung internasional.
    Dalam jangka panjang, ini bisa memperkuat citra AHY sebagai figur kenegaraan berkelas global, sekaligus menempatkan Gibran sekadar sebagai wakil presiden yang tidak menjalankan peran substansial, nir proporsional.
    Pertanyaan kemudian adalah, apakah ini terjadi secara kebetulan? Ataukah memang merupakan strategi politik yang sengaja dirancang?
    Apapun jawabannya, publik berhak bertanya: apakah konstitusi yang menempatkan wakil presiden sebagai posisi penting dalam negara benar-benar dijalankan, ataukah kita sedang menyaksikan praktik politik yang hanya menjadikan jabatan wakil presiden sekadar pelengkap dinasti?
    Pada akhirnya, politik adalah soal persepsi. Dan persepsi yang kini menguat adalah kita sedang menyaksikan anomali: seorang menteri tampil layaknya wakil presiden, sementara wakil presiden sendiri sibuk mengurus pos ronda.
    Pertanyaan selanjutnya: sampai kapan demokrasi kita akan membiarkan ironi ini? Apakah bangsa sebesar Indonesia rela mengerdilkan jabatan wakil presiden hanya menjadi pajangan politik?
    Atau akankah publik harus menuntut agar jabatan itu dikembalikan ke marwah aslinya: posisi terhormat yang benar-benar menjalankan mandat konstitusi, bukan sekadar simbol dinasti?
    Apa jadinya bila jabatan wakil presiden—kursi politik tertinggi kedua di republik ini—lebih sibuk mengurusi senter dan kopi di pos ronda, ketimbang berbicara di forum dunia?
    Sementara seorang menteri justru tampil gagah di forum internasional yang bergengsi. Jika ini bukan ironi politik, lalu apa namanya?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Update Terkini Chaos Nepal: Pemerintahan Kolaps, Militer Kuasai Negeri

    Update Terkini Chaos Nepal: Pemerintahan Kolaps, Militer Kuasai Negeri

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tentara Nepal dikerahkan untuk berpatroli di jalan-jalan ibu kota Kathmandu pada Rabu (10/9/2025) dalam upaya memulihkan ketertiban setelah gelombang protes besar-besaran yang berujung pada pembakaran gedung parlemen serta pengunduran diri perdana menteri.

    Kerusuhan ini disebut sebagai yang terburuk dalam dua dekade terakhir di negara Himalaya tersebut.

    Dengan pengeras suara, tentara mengumumkan pemberlakuan jam malam sementara kendaraan lapis baja melintas di antara bangkai mobil dan gedung-gedung yang hangus terbakar. Kepala Staf Angkatan Darat Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, menyerukan para demonstran agar “menghentikan aksi protes dan terlibat dalam dialog.”

    Adapun kerusuhan berawal pada Senin di Kathmandu sebagai bentuk kemarahan atas kebijakan pemerintah yang melarang penggunaan media sosial dan kasus dugaan korupsi. Gelombang protes yang dipimpin generasi muda dan menamakan diri gerakan “Gen Z” itu kemudian berubah menjadi ledakan kemarahan nasional, dengan sejumlah gedung pemerintah dibakar menyusul penindakan aparat yang menewaskan sedikitnya 19 orang.

    Militer memperingatkan bahwa “vandalisme, penjarahan, pembakaran, atau serangan terhadap individu dan properti atas nama protes akan diperlakukan sebagai tindak pidana yang bisa dihukum.”

    Bandara internasional Kathmandu diperkirakan kembali beroperasi pada Rabu setelah lumpuh akibat kerusuhan. Asap masih mengepul dari gedung-gedung pemerintah, rumah politikus, hingga pusat perbelanjaan yang jadi sasaran massa.

    Di dinding parlemen yang menghitam akibat kebakaran, tampak coretan pesan perpisahan kasar kepada pemerintah yang tumbang, bertuliskan mereka telah memilih “lawan yang salah,” ditandatangani dengan nama “Gen Z.”

    Kerusuhan juga menyasar rumah mantan perdana menteri empat periode sekaligus pemimpin Partai Komunis, KP Sharma Oli (73), yang diserang dan dibakar massa pada Selasa. Oli kemudian mengundurkan diri untuk memberi jalan “menuju solusi politik”, meski hingga kini keberadaannya tidak diketahui.

    “Ini akibat dari perbuatan buruk para pemimpin kita,” kata Dev Kumar Khatiwada (60), pensiunan polisi, saat berbincang dengan rekan-rekannya di sebuah warung teh, sebagaimana dikutip AFP.

    Namun, ia menambahkan bahwa pembakaran gedung-gedung besar tidak bisa dibenarkan. “Vandalisme bukanlah jalan keluar yang tepat dari masalah ini.”

    Mengutip Newsweek, pembakaran yang dilakukan massa juga berujung kematian istri Oli. Jhala Nath Khanal tewas setelah terbakar hidup-hidup ketika rumahnya dibakar warga yang marah pada Selasa.

    Reaksi Internasional

    Kelompok think tank International Crisis Group menyebut krisis ini sebagai “titik balik besar dalam pengalaman demokrasi Nepal yang penuh ketidakpastian.”

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan agar semua pihak menahan diri demi mencegah eskalasi lebih jauh. “Perlu ada pengendalian diri untuk menghindari peningkatan kekerasan,” ujar juru bicara Stephane Dujarric dalam pernyataannya.

    Namun arah politik Nepal pascakerusuhan masih samar. “Para demonstran, pemimpin yang mereka percayai, dan militer harus duduk bersama untuk membuka jalan menuju pemerintahan sementara,” kata pengacara konstitusi Dipendra Jha kepada AFP.

    Analis Crisis Group, Ashish Pradhan, juga menegaskan perlunya “pengaturan transisi yang harus segera digagas dan melibatkan tokoh-tokoh yang masih dipercaya masyarakat, khususnya kaum muda.”

    Meski demikian, dengan cepatnya pergerakan massa yang didorong generasi muda, belum jelas siapa sosok yang dapat menjadi figur pemersatu.

    Krisis Generasi Muda

    Lebih dari 20% warga Nepal berusia 15-24 tahun saat ini menganggur, menurut data Bank Dunia. Produk domestik bruto (PDB) per kapita hanya sebesar US$1.447, menambah alasan frustrasi kaum muda yang merasa terpinggirkan.

    Sebelum kerusuhan, pemerintah sempat memblokir akses ke 26 platform media sosial, termasuk Facebook, YouTube, dan X. Namun setelah pencabutan larangan tersebut, video di TikTok-yang tidak sempat diblokir-justru menjadi wadah penyebaran pesan perlawanan.

    Banyak video viral menyoroti kesenjangan antara kehidupan rakyat biasa dengan anak-anak pejabat yang memamerkan barang mewah serta liburan mahal.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tentang Menkeu Purbaya

    Tentang Menkeu Purbaya

    Jakarta

    Indonesia mengalami dua kali ‘gempa politik’ beberapa waktu terakhir. Pertama, karena demo yang meluas yang berlanjut dengan kerusuhan, pembakaran dan korban jiwa. Kedua, mini reshuffle yang tak terduga. Bahkan lebih cepat satu bulan dari prediksi banyak orang.

    Perihal kedua ini, yang kemudian menjadi magnet perhatian luas. Mengapa? Karena portofolio Kementerian Keuangan yang diemban oleh salah satu ‘wanita terkuat’ dunia mengalami pergantian. Ya, Sri Mulyani harus exit dari Kabinet Prabowo.

    Tentu saja, pergantian itu menggemparkan dunia persilatan. Efek domino terjadi. Bursa langsung anjlok terjerembab. Terlebih lagi, sosok yang menggantikannya yakni Purbaya Yudhi Sadewa, dipandang tak sepopuler Sri Mulyani dan dinilai ‘kurang diterima pasar’.

    Namun demikian, Prabowo Subianto sebagai Presiden telah menggunakan hak istimewa prerogatifnya. Dan itu harus dihormati. Ia sudah mempercayakan jabatan menantang — untuk tidak mengatakannya sebagai kursi panas kepada Sang Purbaya.

    Sayangnya, saat mikroskop dan lampu sorot serta serbuan pertanyaan wartawan membombardirnya, menkeu baru ini mulai sedikit blunder. Mungkin agak demam panggung. Maklum saja. Jangan-jangan, ia juga masih syok harus menempati posisi sehebat dan seruwet itu.

    Jawabannya terlalu apa adanya, santai, ceplas-ceplos. Keterampilan diplomasi dan public speaking-nya lemah. Malah sebagian netizen menilai sang Purbaya nir-empati. Namanya juga tafsir bebas netizen.

    Baiklah, kita kembali ke laptop. Tugas Purbaya memang berat. Apalagi ia menggantikan sosok yang bagi sebagian kalangan dipandang memiliki reputasi sedahsyat itu. Meskipun bagi kalangan lain, ia dijului ‘ratu utang’. Sebuah tuduhan yang menyengat dan pasti membuat emosi orang yang dituduh.

    Apapun ucapan, gestur, tindakan dan kebijakan menkeu baru maka pasti akan dibandingkan dengan menkeu lama. Sri Mulyani akan selalu jadi patokan.

    Jika melihat rekam jejak Purbaya. Latar belakang pendidikan rekam jejak dan pas-pos yang pernah didudukinya maka sesungguhnya memenuhi standar minimal. Hanya saja, ia tak punya rekam jejak atau pernah menjabat di IMF atau World Bank seperti Mbak Ani. Jadi memang tak bisa dibandingkan secara apple to apple.

    Jika skill dan kompetensi sudah memadai maka sesungguhnya ia mempunyai modal dasar yang memadai. Oleh karenanya, yang diperlukan segera olehnya adalah menjadi pembelajar yang cepat (quick-learner). Belajar tentang apa? Yakni tentang tupoksi kementerian sebesar keuangan.

    Ia harus memilah mana isu yang urgent untuk segera dibahas dan diselesaikan. Dan mana isu yang very important, tapi sesungguhnya tidak mendesak dibahas dan diselesaikan. Panggil semua eselon 1 di Kemenkeu, minta mereka untuk mem-brief secara cepat dan lengkap. Terutama menyangkut isu-isu utama dan prioritas.

    Selain itu, yang juga tidak kalah penting adalah ia harus memiliki kerendahhatian belajar cepat tentang diplomasi atau public speaking. Karena ucapan dan tindakannya bagai mantra. Tidak boleh lagi ada kesalahan. Minor saja tak boleh, apalagi major mistakes.

    Yang pasti, kita semua memang harus memberi waktu dan ruang terlebih dahulu kepadanya untuk bekerja. Terlalu dini, jika ia disuruh mundur. Terlalu awal untuk menilai dia gagal atau berhasil. Waktu dan ruang kita berikan agar ia bisa memperbaiki diri. Agar ia bisa unjuk dan mendemonstrasikan kemampuannya. Siapa tahu berhasil baik, bukan?

    Namun, jika ia tak mau melakukan self correction atau memperbaiki diri . Ditambah melakukan kesalahan fatal yang terus berulang. Maka, apa boleh buat. Presiden harus mencarikan posisi yang lebih cocok untuknya. Maaf saja, tapi bukan di Kementerian Keuangan. Wallahu’alam.

    Nur Iswan

    YouTuber & Senior Advisor INDOPOL

    (ang/ang)