NGO: WHO

  • Pemprov DKI siagakan posko kesehatan di lokasi pengungsi banjir

    Pemprov DKI siagakan posko kesehatan di lokasi pengungsi banjir

    Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menyediakan layanan komprehensif bagi warga terdampak banjir melalui posko-posko kesehatan di berbagai lokasi pengungsian. Posko ini didirikan di rumah penduduk, halte, pos pengungsian, hingga tempat ibadah. ANTARA/Instagram/@dinkesdki

    Pemprov DKI siagakan posko kesehatan di lokasi pengungsi banjir
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Jumat, 31 Januari 2025 – 13:03 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiagakan posko kesehatan di berbagai lokasi pengungsian banjir Jakarta sebagai upaya antisipasi potensi masalah kesehatan pascabanjir pada warga terdampak. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Ani Ruspitawati dalam keterangannya di Jakarta, Jumat mengatakan posko ini didirikan di rumah penduduk, halte, pos pengungsian, hingga tempat ibadah untuk memudahkan warga mengakses layanan kesehatan.

    Dia menuturkan selain pemeriksaan kesehatan, Dinkes juga memberikan penyuluhan, konseling, dan sosialisasi terkait kesehatan. Ani lalu mengimbau warga untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), menjaga kebersihan, serta selalu waspada dengan potensi masalah kesehatan pascabanjir.

    Terkait masalah kesehatan saat banjir dan pascabanjir, dalam kesempatan terpisah Direktur Penyakit Menular World Health Organization (WHO) Kantor Regional Asia Tenggara 2018-2020 Prof.  Tjandra Yoga Aditama meminta warga mewaspadai potensi penyebaran  penyakit menular.

    Salah satunya diare yang sangat erat kaitannya dengan kebersihan individu. Pada saat banjir, sumber-sumber air minum masyarakat, khususnya dari sumur dangkal akan ikut tercemar sehingga berpotensi menimbulkan penyakit diare disertai penularan yang cepat. Karena itu, Tjandra mengingatkan warga membiasakan cuci tangan dengan sabun setiap akan makan atau minum serta sehabis buang air besar maupun kecil dan membiasakan merebus air minum hingga mendidih setiap hari.

    Warga juga harus menjaga kebersihan lingkungan, menghindari tumpukan sampah di sekitar tempat tinggal, serta tidak lupa menghubungi segera petugas kesehatan terdekat bila ada gejala-gejala diare. Selain diare, warga juga perlu mewaspadai penyakit leptospirosis yang ditularkan melalui kotoran dan  kencing tikus.

    “Seseorang yang mempunyai luka, kemudian bermain atau terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran atau kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, maka orang tersebut berpotensi terinfeksi dan bisa sakit,” jelas Tjandra.

    Agar tak terkena penyakit ini, dia mengingatkan warga agar tak bermain di genangan saat terjadi banjir, terutama jika mempunyai luka dan menggunakan pelindung misalnya sepatu, bila terpaksa harus ke daerah banjir. Tjandra menuturkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan penyakit kulit baik berupa infeksi, alergi atau bentuk lain juga perlu diwaspadai warga.

    “Kalau musim banjir maka masalah utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik.

    Kemudian, selain penyakit menular perlu juga diantisipasi memburuknya penyakit kronik yang mungkin memang sudah diderita. Hal ini terjadi karena penurunan daya tahan tubuh akibat musim hujan berkepanjangan terutama bila banjir terjadi sampai berhari-hari. Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menyebut masih terdapat 10 rukun tetangga (RT) yang tergenang banjir hingga Jumat pagi.

    Sebelumnya, BPBD DKI Jakarta banjir melanda 53 RT dan 23 ruas jalan yang diakibatkan hujan lebat pada Selasa (28/1).

    Sumber : Antara

  • Trump Setop Bantuan TBC-HIV, Eks Petinggi WHO Bicara Dampak bagi RI dan Antisipasinya

    Trump Setop Bantuan TBC-HIV, Eks Petinggi WHO Bicara Dampak bagi RI dan Antisipasinya

    Jakarta

    Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menilai pemerintah perlu merespons cepat penghentian pasokan obat-obatan tuberkulosis (TBC), HIV, dan Malaria dari Amerika Serikat (AS). Ia menyoroti pentingnya kemandirian produksi dalam negeri yang membantu memenuhi pasokan medis.

    Tentu, dalam hal ini, perlu ada ketersediaan anggaran tambahan.

    “Pemerintah tentu dapat memanfaatkan maksimal obat yang diproduksi dalam negeri, tentu yang mutunya sudah terjamin dan sebaiknya sudah melewati proses WHO PQ (“pre qualification”) pula,” beber Prof Tjandra dalam pesannya kepada wartawan, Jumat (31/1/2025).

    “Tentu juga pemerintah dapat dan harus menyediakan anggaran ekstra kini untuk membeli obat-obat ke tiga penyakit ini dari berbagai pabrik di berbagai negara, baik dari Asia maupun dari Eropa, kalau memang diperlukan,” lanjutnya,

    Pemerintah disebutnya juga perlu segera menganalisis berapa besar ketersediaan pasokan medis yang berkurang pasca titah Trump menyetop bantuan.

    Terutama yang selama ini didapat dari rekanan kerja sama United States Agency for International Development (USAID). Menurutnya, hasil analisis juga perlu diumumkan secara publik.

    “Agar tidak terjadi keresahan,” katanya.

    Begitu pula dengan dana yang selama ini didapat dari badan internasional lain misalnya Global Fund AIDS-TB-Malaria (GF ATM).

    “Yang bukan tidak mungkin obatnya bukan hanya dari Amerika Serikat. Atau mungkin juga ada masyarakat dan pasien kita yang terima obat dari negara lain di luar Amerika Serikat, atau pemerintah menjajaki hubungan kerjasama dengan negara di luar Amerika untuk mendapatkan obat-obat ini. Hasil kerjasama ini juga perlu diumumkan ke publik secara luas,” pungkas Prof Tjandra.

    (naf/naf)

  • DPRD DKI dorong PAM JAYA galakkan sosialisasi air siap minum

    DPRD DKI dorong PAM JAYA galakkan sosialisasi air siap minum

    Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.

    DPRD DKI dorong PAM JAYA galakkan sosialisasi air siap minum
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 31 Januari 2025 – 13:27 WIB

    Elshinta.com – DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong PAM JAYA menggalakkan sosialisasi kepada warga terkait dengan air siap minum tanpa perlu diproses. Edukasi yang informatif juga penting dilakukan sebagai langkah mewujudkan Jakarta sebagai kota global dan bisa sejajar dengan kota-kota maju di dunia.

    Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Dimaz Raditya mengatakan, banyak sisi positif dalam penerapan air siap minum yang dikelola PAM JAYA. Seperti mengurangi pembelian dan penggunaan air kemasan.

    “Kita mendorong PAM JAYA menyosialisasikan air yang di proses sudah standar WHO (World Health Organization) dan bisa diminum langsung tanpa proses terlebih dahulu. Sosialisasi agar masyarakat percaya,” kata Dimaz di Jakarta, Rabu (29/1/2025).

    Senada juga disampaikan Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta Brando Susanto yang menilai, sosialisasi dan informasi sangat diperlukan. Hal itu, sambung dia, supaya membangun kepercayaan warga terhadap air yang dikelola PAM JAYA sudah siap minum.

    “Kita klaim ini siap minum, bisa cek lab. Jadi tidak usah takut. Kepercayaan ini harus kita bangun,” ujar Brando.

    Disisi lain, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Nur Afni Sajim juga merespons terkait air siap minum yang menjadi salahh satu faktor utama dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota global. Karena bisa menekan dampak kerusakan lingkungan dari penggunaan air kemasan.

    “Kita juga harus mengikuti perkembangan negara-negara lain. Misalnya Singapura, dan lain-lain gitu. Karena kan kita bersaing,” tutur Nur Afni. 

    Sebelumnya, PAM JAYA berhasil mengalirkan air siap minum ke kawasan Perumahan Citra Garden Puri Semanan, Jakarta Barat, pada awal Desember 2024.

    Langkah tersebut, dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), guna memastikan kualitas air yang aman dan layak konsumsi bagi masyarakat.

    Sebanyak 720 pelanggan di Citra Garden Puri Semanan kini beralih menjadi pelanggan PAM JAYA, setelah pengelolaan air bersih sebelumnya diambil alih dari pengembang.

    Direktur Utama PAM JAYA, Arief Nasrudin menjelaskan, transformasi perusahaan telah meliputi peningkatan kualitas air dari sekadar air bersih menjadi air siap minum. 

    “Air yang kami hasilkan dari Instalasi Pengolahan Air (IPA) sudah berkualitas siap minum. Namun, untuk memastikan kualitasnya tetap terjaga, perlu dilakukan peremajaan pipa distribusi,” ujar Arief beberapa waktu lalu. 

    Sumber : Radio Elshinta

  • Pasokan Obat HIV, Malaria dan TBC Dihentikan Trump, Pakar: Tantangan Penting Pemerintahan Prabowo – Halaman all

    Pasokan Obat HIV, Malaria dan TBC Dihentikan Trump, Pakar: Tantangan Penting Pemerintahan Prabowo – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA –Penghentian sementara bantuan program HIV, Malaria dan TBC termasuk untuk obat ke negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump memiliki dampak serius.

    Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut, kebijakan tiba-tiba Trump itu menjadi tantangan penting yang perlu ditangani serius di 100 hari kerja pemerintahan Presiden Prabowo.

    “Masalah penghentian obat untuk HIV, TB dan Malaria dari Amerika Serikat yang terjadi pada masa 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo tentu jadi salah satu tantangan kesehatan penting,” kata dia kepada Tribunnews.com, Jumat (31/1/2025).

    Ia berharap, pemerintah berupaya maksimal agar masyarakat dan pasien di tanah air yang memerlukan obat-obat ini tidak putus pengobatan di tengah jalan.

    Pengobatan yang tidak tuntas berakibat buruk bagi kesehatan  dan juga berdampak pada penularan penyakit di masyarakat.

     “Ada upaya konkret segera yang akan dan sudah dilakukan untuk menyelamatkan mereka yang membutuhkan berbagai obat amat penting ini,” harap Direktur Pascasarjana Universitas YARSI ini.

    Guru besar UI ini menjabarkan tiga hal yang perlu diantisipasi pemerintah dalam menghadapi situasi ini.

    Pertama tentu perlu segera diidentifikasi berapa besar obat-obatan untuk ketiga penyakit itu yang datang dari bantuan langsung pemerintah Amerika Serikat yang kini digunakan di Indonesia.

    “Indonesia perlu tahu pasti seberapa besar masyarakat dan pasien yang menerima obat mereka dari kontraktor dan rekanan USAID ini. Kalau sudah ada jumlah dan proporsinya yang jelas maka sebaiknya diumumkan ke publik, agar tidak terjadi keresahan,” ungkap Prof Tjandra.

    Kedua, pemerintah perlu menjajaki hubungan kerja sama dengan negara di luar Amerika untuk mendapatkan obat-obat ini.

    Ketiga, pemerintah tentu dapat memanfaatkan maksimal obat yang diproduksi dalam negeri dengan mutu yang sudah terjamin dan sebaiknya sudah melewati proses WHO PQ (pre qualification).

    “Pemerintah dapat dan harus menyediakan anggaran ekstra kini untuk membeli obat-obat tiga penyakit ini dari berbagai pabrik di berbagai negara, baik dari Asia maupun dari Eropa, kalau memang diperlukan,” sebut dia.

     

     

  • Bagaimana Kebijakan Trump Pengaruhi Penanggulangan HIV di Indonesia?

    Bagaimana Kebijakan Trump Pengaruhi Penanggulangan HIV di Indonesia?

    Jakarta

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencemaskan dampak penangguhan bantuan dana Amerika Serikat bagi ketersediaan obat HIV di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Apa dampaknya bagi penanggulangan HIV di Indonesia?

    Dilansir Reuters, berbagai mitra kerja dan penerima hibah Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) di seluruh dunia mendapatkan memo untuk segera menghentikan aktivitas mereka pada Selasa (27/01).

    Ini adalah bagian dari sikap Presiden AS Donald Trump yang membekukan hibah, pinjaman, dan bantuan keuangan luar negeri selama tiga bulan ke depan.

    Trump juga mengisyaratkan akan menarik AS keluar dari WHO.

    AS adalah penyumbang terbesar WHO yaitu sekitar seperlima dari anggaran tahunannya sebesar US$6,8 miliar.

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan keluarnya AS dari WHO tidak akan berdampak banyak bagi Indonesia.

    Namun, organisasi-organisasi nonpemerintah di lapangan mengatakan dampak dari kebijakan AS sudah terasa.

    Pada Rabu (28/01), WHO menghimbau pemerintah AS untuk melakukan “pengecualian” untuk program-program yang menyediakan obat-obatan antiretroviral atau ARV.

    WHO khususnya mengamati program Rencana Darurat Presiden AS untuk Penanggulangan AIDS (PEPFAR) di 50 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

    Obat ARV harus diminum orang yang hidup dengan HIV setiap harinya untuk menekan perkembangan virus.

    Data WHO per akhir 2023 menyatakan 39,9 juta orang dengan HIV di dunia yang membutuhkan obat.

    Berbeda dengan beberapa negara di Afrika, misalnya, Indonesia tidak termasuk ke dalam daftar negara yang bergantung kepada bantuan AS untuk persediaan obat ARV.

    Meskipun demikian, direktur eksekutif dari LSM Indonesia AIDS Coalition (IAC), Aditya Wardhana memperingatkan komponen-komponen program HIV di Indonesia, terkecuali persediaan obat HIV, mayoritas donor asing termasuk AS.

    Baca juga:

    Aditya juga memperingatkan nuansa kebijakan Trump tetap akan mempengaruhi penanggulangan HIV di Indonesia, misalnya kebijakan soal gender.

    “Dalam pidato inagurasi Trump, dia secara eksplisit mengatakan kebijakan AS hanya mengakui dua gender: laki-laki dan perempuan. Di Indonesia, program penanggulangan HIV berhubungan erat dengan teman-teman transgender. Prevalensi HIV di Indonesia di transgender cukup tinggi,” ujar Aditya.

    Berdasarkan wawancara dengan pegiat, LSM, dan pengamat kesehatan, BBC News Indonesia berupaya merangkum bagaimana kebijakan Trump mempengaruhi penanggulangan HIV di Indonesia.

    Dari mana saja sumber dana untuk program HIV di Indonesia?

    Getty ImagesData terakhir pada tahun 2020 memperlihatkan sebanyak 40,8% dari program-program HIV di Indonesia berasal dari Global Fund.

    Laporan tahunan Kementerian Kesehatan menunjukkan proporsi terbesar untuk penanganan HIV di Indonesia berasal dari Global Fund.

    Data terakhir pada 2020 memperlihatkan sebanyak 40,8% dari program-program HIV di Indonesia berasal dari Global Fund.

    Global Fund adalah organisasi internasional yang berfokus pada pengentasan AIDS, tuberkulosis, dan malaria di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

    AS adalah donor terbesar untuk Global Fund yang mencakup sekitar sepertiga dari total pendanaan.

    Untuk periode 2023-2025, AS telah mengumumkan komitmen hingga US$ 6 miliar untuk organisasi itu.

    Data 2020 memperlihatkan proporsi dana dari PEPFAR-USAID untuk program HIV di Indonesia mencapai 4,8%.

    Jumlah ini menjadikan PEPFAR-USAID, yang merupakan bentuk bantuan bilateral AS, sebagai donor asing kedua terbesar setelah Global Fund.

    Dari dalam negeri, APBN mencakup 37,2% dari pengeluaran program HIV pada tahun 2020, diikuti BPJS sebesar 11,2% sementara sisanya dana daerah.

    Untuk tahun 2024, anggaran kesehatan dalam APBN diproyeksikan sebesar Rp 186,4 triliun atau sebesar 5,6% dari APBN. Jumlah ini meningkat 8,1% atau Rp 13,9 triliun dibandingkan anggaran tahun 2023.

    Aditya Wardhana dari IAC mengestimasi skenario kebutuhan program-program penanggulangan HIV di seluruh Indonesia setiap tahunnya adalah sekitar Rp 4,8 triliun.

    “Idealnya Rp 4,8 triliun. Angkanya tidak besar sebetulnya,” ujar Aditya yang mendorong agar Indonesia berdikari dalam pendanaan program HIV.

    Apa imbas dari sikap Trump terhadap pengobatan HIV di Indonesia?

    Getty ImagesPresiden terpilih AS Donald Trump untuk sementara menghentikan bantuan luar negeri, termasuk untuk program-program terkait HIV.

    Daniel Marguari, yang mengetuai Yayasan Spiritia, LSM di Indonesia yang berfokus pada edukasi masyarakat, menyebut obat-obatan HIV di Indonesia didanai APBN.

    “Penyediaan obat HIV itu ditanggung APBN, termasuk biaya tes HIV itu juga ditanggung oleh biaya pemerintah,” ujar Daniel ketika dihubungi BBC News Indonesia pada Rabu (29/01).

    Di sisi lain, Daniel mengungkapkan USAID mendanai beberapa organisasi di Indonesia yang berfokus pada program-program pendukung HIV lainnya.

    Organisasi-organisasi ini, menurut Daniel, saat ini mengalami penghentian sementara menyusul kebijakan Trump yang menangguhkan bantuan luar negeri.

    Baca juga:

    Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition (IAC) Aditya Wardhana mengatakan program penanggulangan HIV selama ini tetap bergantung kepada LSM-LSM sekalipun persediaan obat-obatnya ditanggung APBN.

    Ini termasuk LSM-LSM yang mendapat pendanaan PEPFAR-USAID dan melakukan pendampingan kepada penyintas HIV.

    “[Pemerintah] tidak tahu susahnya mendorong teman-teman komunitas untuk melakukan tes [HIV] dan melakukan pengobatan di pelayanan kesehatan,” ujar Aditya kepada kepada BBC News Indonesia pada Rabu (29/1).

    “Pemerintah Indonesia keenakan karena sudah sekian belas tahun LSM-LSM ini dikasih terus dananya dari bantuan luar negeri.

    “[Pemerintah seolah berkata]: ‘Sudahlah, kalian [LSM-LSM] minta saja terus dana bantuan luar negeri. Yang penting obatnya sudah kita sediakan.”

    Aditya Wardhana dari IAC mengatakan anggaran untuk program HIV tahun diperkirakan sekitar Rp 400 miliar, itu pun masih bergantung pada donor.

    Padahal, menurut dia, skenario IAC untuk kebutuhan program-program HIV di seluruh Indonesia setiap tahunnya adalah sekitar Rp 4,8 triliun.

    “Idealnya Rp 4,8 triliun. Angkanya tidak besar sebetulnya,” ujar Aditya.

    Data Kementerian Kesehatan memperkirakan ada 503.261 orang yang hidup dengan HIV di Indonesia per akhir tahun 2024 . Dari jumlah itu, diperkirakan hanya 351.378 orang yang mengetahui status mereka.

    Ini berarti masih ada sekitar 30,18% orang yang hidup dengan HIV tetapi tidak mengetahuinya.

    Data Kementerian Kesehatan juga menyebut per 2024, hanya 217.482 orang yang sudah menjalani pengobatan.

    Ini menunjukkan bahwa ada lebih dari setengah orang yang hidup dengan HIV belum mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan.

    Salah satu LSM di Indonesia yang mendapat pendanaan dari USAID adalah Jaringan Indonesia Positif, organisasi nirlaba yang berfokus pada dukungan dan advokasi untuk orang dengan HIV di Indonesia.

    BBC News Indonesia sudah menghubungi Jaringan Indonesia Positif untuk artikel ini, tetapi tidak mendapatkan tanggapan.

    Aditya dari IAC menyebut organisasi-organisasi yang didanai USAID otomatis tidak melakukan aktivitas setelah mendapat memo itu.

    “Kita juga tidak tahu apakah pemberhentian sementara ini juga berpengaruh ke pembayaran gaji. Proyek PEPFAR ini juga mendanai petugas lapangan yang cukup banyak. Di Jakarta, ada ratusan mungkin,” ujarnya.

    Apa dampaknya bagi pengentasan HIV di Indonesia apabila kebijakan Trump terus berlangsung?

    Aditya dari Indonesia AIDS Coalition memperingatkan komponen-komponen program HIV di Indonesia, terkecuali persediaan obat HIV, mayoritas berasal dari Global Fund.

    “Global Fund memang bukan dibiayai pemerintah AS semata, tetapi sepertiganya uangnya berasal dari PEPFAR tadi,” ujar Aditya.

    Menurut Aditya, apabila penghentian bantuan luar negeri AS berlanjut, maka ini otomatis mempengaruhi Global Fund. Dia mengingatkan periode pendanaan Global Fund saat ini adalah 2023-2025.

    Artinya, siklus pembiayaan organisasi itu akan berakhir pada akhir tahun ini.

    “Sederhananya, ada dampak tidak langsung dari jeda ini,” ujar Aditya.

    Terpisah, Daniel dari Spiritia mengatakan sejauh ini dirinya tidak mendengar adanya penundaan dana bantuan AS untuk Global Fund.

    Program-program yang dikelola Spiritia, ujar Daniel, didanai Global Fund sehingga masih dapat berlangsung sampai saat ini.

    Baca juga:

    Meskipun demikian, Daniel tidak menutup kemungkinan bahwa Presiden Trump suatu saat akan mengurangi pendanaan kepada Global Fund.

    “Mungkin saja itu terjadi, sampai hari ini saya belum dengar, dan semoga tidak terjadi,” ujarnya.

    Ditanya soal kekhawatiran, Daniel mengaku tidak mau berasumsi.

    “Tetapi dengan melihat kurang dari sebulan kepemimpinan beliau sudah mengambil keputusan-keputusan yang mengejutkan, menurut saya risiko akan mendapatkan kejutan-kejutan yang lain tentu terbuka,” ujarnya.

    Daniel menyebut salah satu program yang disokong Global Fund di Indonesia adalah program Pre-Exposure Prophylaxis atau PrEP, yakni pemberian obat ARV bagi orang yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV agar tercegah dari virus.

    Apa yang mesti dilakukan pemerintah Indonesia?

    Kepala Riset dan Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Olivia Herlinda, mengatakan penahanan dana yang dilakukan Presiden Trump menunjukkan “besarnya ketergantungan pendanaan kesehatan global, termasuk HIV, terhadap AS”.

    “Perubahan kebijakan luar negeri AS akan sangat bergantung dengan kepemimpinan yang sangat dinamis berganti,” ujar Olivia kepada BBC News Indonesia.

    Olivia mengatakan pemerintah Indonesia harus mulai berinvestasi lebih banyak dan mengalokasikan sumber daya domestik untuk menurunkan ketergantungan hibah untuk program kesehatan.

    Senada, Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, menekankan pemerintah Indonesia perlu mengedepankan komitmen anggaran kesehatan untuk semua warga negara Indonesia terlepas dari bantuan negara lain termasuk Amerika Serikat.

    “Pemerintah kita sendiri tentu yang paling bertanggung jawab untuk kesehatan rakyat kita” ujarnya.

    Untuk tahun 2024, anggaran kesehatan dalam APBN diproyeksikan sebesar Rp 186,4 triliun atau sebesar 5,6% dari APBN.

    Jumlah ini meningkat 8,1% atau Rp 13,9 triliun dibandingkan anggaran tahun 2023.

    Getty ImagesMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Indonesia tidak terlalu terkena dampak dari keluarnya AS dari WHO.

    Aditya Wardhana dari IAC mendesak agar Indonesia dapat lebih mandiri dalam pendanaan program HIV. Menurut Aditya, anggaran program HIV saat ini adalah sekitar Rp 400 miliar.

    “HIV ini, kan, penyakit negara dunia ketiga. Harusnya kalau memang pemerintahan ingin dipandang setara sebagai negara maju, kita berdikari dalam pendanaan,” ujarnya.

    Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) Albert Wirya menilai bantuan luar negeri, termasuk dari AS, masih signifikan untuk program-program HIV di Indonesia.

    “Pemberhentian sementara [hibah AS] bisa menjadi wake up call bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kemandiriannya dalam program-program HIV di Indonesia,” ujarnya.

    BBC News Indonesia sudah menghubungi pihak Kementerian Kesehatan dan USAID untuk kebutuhan artikel ini, tetapi hingga berita diturunkan yang bersangkutan belum memberikan respons.

    Dilansir kantor berita Antara pada 22 Januari, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat dikutip mengatakan Indonesia tidak terlalu terkena dampak apabila AS keluar dari WHO.

    “Kita enggak terlalu banyak dapat dari WHO,” ujar Menkes Budi.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Minta CDC Segera Hentikan Komunikasi dan Kerja Sama dengan WHO

    Trump Minta CDC Segera Hentikan Komunikasi dan Kerja Sama dengan WHO

    Jakarta

    Staf di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) telah diperintahkan untuk berhenti berkomunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Arahan tersebut dibuat sesuai dengan perintah eksekutif Presiden Donald Trump pada 20 Januari yang menarik AS dari WHO, menurut memo yang dikirim Minggu malam dari Wakil Direktur Kesehatan Global CDC Dr. John Nkengasong kepada pimpinan senior lembaga tersebut, yang salinannya diperoleh oleh CNN. Memo ini pertama kali dilaporkan oleh Associated Press.

    “Segera berlaku semua staf CDC yang terlibat dengan WHO melalui kelompok kerja teknis, pusat koordinasi, dewan penasihat, perjanjian kerja sama, atau cara lain – secara langsung atau virtual – harus menghentikan aktivitas mereka dan menunggu arahan lebih lanjut,” kata memo tersebut.

    AS adalah salah satu penyandang dana terbesar WHO, dan hukum federal mengharuskan pemberitahuan satu tahun sebelum dukungan AS untuk organisasi tersebut dapat ditarik.

    Perintah Trump mengklaim bahwa pemberitahuan penarikan yang sah diberikan selama masa jabatan pertamanya, pada tahun 2020, sehingga penarikan dapat segera terjadi.

    Gedung Putih, CDC, WHO, dan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS tidak menanggapi permintaan komentar.

    “Langkah ini gegabah, pada dasarnya memerintahkan CDC untuk tidak bekerja sama dengan WHO untuk memadamkan api akan membuat warga Amerika jauh lebih rentan,” kata Dr. Lawrence Gostin, pakar kesehatan global di Universitas Georgetown yang mengelola pusat koordinasi WHO untuk hukum kesehatan nasional dan global, kepada CNN.

    Dengan merebaknya virus Marburg yang mematikan dan flu burung H5N1 yang menyebar pada hewan di seluruh dunia, katanya, kurangnya koordinasi internasional mengenai kesehatan masyarakat bisa menjadi berbahaya.

    Gostin mengatakan ia juga diberi tahu bahwa Trump telah memanggil kembali semua staf CDC yang diperbantukan ke kantor WHO di negara lain, sebuah langkah yang dijabarkan dalam perintah Trump pada 20 Januari.

    CDC memiliki staf di jaringan kantor internasional di lebih dari 60 negara. Kantor-kantor ini dapat membantu memberikan peringatan dini ketika ada wabah penyakit menular yang mengkhawatirkan.

    (kna/naf)

  • Donald Trump Setop Pasokan Obat TBC untuk Negara Miskin, Seserius Ini Dampaknya ke RI

    Donald Trump Setop Pasokan Obat TBC untuk Negara Miskin, Seserius Ini Dampaknya ke RI

    Jakarta

    Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump menyetop pasokan medis dan obat-obatan tuberkulosis (TBC), HIV (Human Immunodeficiency Virus), dan malaria di negara-negara miskin. Ini merupakan bagian dari langkah yang diambil Trump terkait pembekuan bantuan dan pendanaan AS yang diberlakukan pada 20 Januari 2025.

    Sebagai informasi, Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) selama ini membantu negara-negara miskin di seluruh dunia melalui berbagai program pembangunan, ekonomi, dan kemanusiaan.

    Menanggapi hal ini, Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia (STPI) dr Nurul Luntungan menyayangkan hal tersebut. Pasalnya, keputusan ini akan berdampak negatif pada perjuangan kemanusiaan untuk kesehatan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

    “Hal ini sangat disayangkan, keputusan yang sangat besar dampaknya pada kehidupan manusia dan memiliki dampak risiko penyebaran penyakit secara global,” ujar Nurul dalam keterangan yang diterima detikcom, Kamis (30/1/2024).

    “Kebijakan yang sepertinya merupakan keputusan politis untuk menunjukkan kekuasaan. Kalaupun mereka ingin melihat efisiensi, harusnya bisa dilakukan dengan melakukan langkah bertahap dengan upaya mitigasi risiko,” lanjutnya.

    Senada, Direktur Eksekutif STPI dr Henry Diatmo mengatakan bahwa langkah yang diambil Presiden Trump ini dapat memberikan dampak buruk penanggulangan TBC dunia.

    “PBB dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan tujuan ambisius untuk mengeliminasi TBC pada tahun 2030 sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Penghentian pendanaan dan akses obat-obatan yang vital untuk pengobatan TBC akan merusak strategi bahkan menggagalkan eliminasi global ini,” tutur dr Henry.

    “Jika kebijakan ini terus dilanjutkan, tidak hanya kita gagal mengakhiri pandemi TBC, tetapi juga akan menghambat pencapaian kemajuan dalam hal kesejahteraan global,” sambungnya.

    Indonesia saat ini menjadi negara dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia. Presiden Prabowo Subianto pun telah memasukkan TBC ke dalam isu prioritas.

    “Selama ini semua pihak terus berupaya bersama, namun dengan adanya narasi seperti yang disampaikan Donald Trump, ini menjadi langkah mundur. Ibaratnya tiba-tiba kita mendapatkan sabotase dalam upaya penanggulangan TBC,” kata dr Henry.

    STPI berharap bahwa ke depannya keputusan yang diambil haruslah benar-benar dipikirkan secara matang. Terlebih sebuah keputusan yang bersifat kemanusiaan dan menyangkut kesehatan masyarakat dunia.

    (dpy/naf)

  • Menimbang Nasib Kesehatan Warga AS saat Trump Tunjuk Antivax Jadi Menkes    
        Menimbang Nasib Kesehatan Warga AS saat Trump Tunjuk Antivax Jadi Menkes

    Menimbang Nasib Kesehatan Warga AS saat Trump Tunjuk Antivax Jadi Menkes Menimbang Nasib Kesehatan Warga AS saat Trump Tunjuk Antivax Jadi Menkes

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump menunjuk Robert F. Kennedy Jr untuk memimpin badan kesehatan AS sebagai Menteri Kesehatan. Hal ini menuai banyak respons ahli dan publik, salah satunya terkait kekhawatiran pandangan Kennedy selama ini. Ia dikenal sebagai antivaksin dan lekat dengan teori konspirasi.

    Kennedy berusaha membela rekam jejaknya di hadapan Komite Keuangan Senat, ia berjanji kepada anggota parlemen tidak menentang vaksin. Ia mengatakan akan mengatasi peningkatan pesat angka penyakit kronis.

    “Saya percaya bahwa vaksin memainkan peran penting dalam perawatan kesehatan. Semua anak saya divaksinasi,” kata Kennedy (70), yang menghadiri sidang tersebut bersama istrinya Cheryl Hines dan beberapa anaknya.

    “Kita memiliki beban penyakit kronis tertinggi di antara negara mana pun di dunia. Ini adalah ancaman.”

    Kennedy akan mengepalai Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, yang mengawasi lebih dari USD 3 triliun pengeluaran perawatan kesehatan, termasuk lembaga-lembaga seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan dan lembaga yang bertanggung jawab atas program asuransi kesehatan Medicare dan Medicaid yang mencakup puluhan juta warga Amerika.

    Pengacara lingkungan tersebut dipandang sebagai pilihan yang kontroversial di kedua kubu, terutama karena telah menimbulkan keraguan tentang keamanan dan kemanjuran vaksin. Selama pemeriksaan, para senator Demokrat mengangkat pernyataan-pernyataan masa lalu Kennedy yang kerap dilontarkan selama beberapa tahun terakhir, termasuk pernyataannya yang menekankan nihil vaksin aman dan efektif.

    Mereka mengutip pernyataan Kennedy lainnya, termasuk COVID-19 yang dituding sengaja dibuat untuk menargetkan dan menyerang orang Kaukasia serta orang kulit hitam. Sebelumnya, Kennedy juga meyakini penyakit Lyme adalah senjata biologis militer.

    “Kuitansi tersebut menunjukkan Kennedy telah menerima teori konspirasi, dukun (dan) penipu, terutama dalam hal keamanan dan kemanjuran vaksin,” kata Senator Demokrat Ron Wyden dalam pernyataan pembukaannya.

    “Ia telah menjadikan pekerjaan hidupnya untuk menabur keraguan dan mencegah orang tua memberikan vaksin penyelamat hidup kepada anak-anak mereka.”

    Senator Demokrat Michael Bennet menggambarkan Kennedy sebagai seseorang yang berbicara dengan keyakinan tetapi memiliki rekam jejak buruk dan pernyataan palsu.

    “Tidak masalah apa yang dikatakan di sini,” kata Bennet. “Itu tidak mencerminkan apa yang sebenarnya Anda yakini.”

    Sebagian besar dari hampir 12 senator Republik yang menanyai Kennedy pada hari Rabu tampaknya mendukung calon tersebut, dengan beberapa menyatakan penghargaan atas tujuannya untuk mengatasi obesitas, diabetes, dan penyakit lainnya.

    “Tidak bisakah kita bersatu sebagai satu bangsa dan melakukan ini?” kata Senator Republik Ron Johnson.

    Sekitar setengah anggota komite keuangan akan memberikan suara untuk menentukan apakah akan mengirim pilihan Trump ke Senat untuk konfirmasi. Seorang juru bicara komite mengatakan para senator memiliki waktu hingga pukul 5 sore waktu setempat, pada hari Rabu untuk mengajukan pertanyaan untuk dicatat, dan Kennedy harus menjawab semuanya sebelum pemungutan suara dapat dilakukan.

    Kennedy juga dijadwalkan tampil di depan panel Senat yang mengawasi kesehatan pada hari Kamis.

    Analis Jefferies Michael Yee memperkirakan Kennedy memiliki peluang nyaris setengahnya untuk maju ke senat penuh untuk pemungutan suara konfirmasi dan melihat rapat umum.

    Senat yang dikendalikan Partai Republik sejauh ini belum menolak satu pun calon Trump. Pilihannya yang kontroversial untuk menteri pertahanan, Pete Hegseth, menang tipis dalam pemungutan suara 51-50 setelah Wakil Presiden JD Vance dibutuhkan untuk memecahkan seri pada hari Jumat, meskipun ada kekhawatiran bahwa calon tersebut tidak memenuhi syarat untuk jabatan tersebut, dan tuduhan penyerangan seksual dan penyalahgunaan alkohol.

    Berbicara kepada wartawan di aula Senat di luar sidang, Senator Republik Thom Tillis mengatakan menurutnya Kennedy melakukan pekerjaan yang hebat dan bahwa ia kemungkinan akan lolos dari Komite Keuangan. Tillis adalah salah satu senator yang menjadi target kelompok oposisi untuk memberikan suara menentang Kennedy. Pada dua kesempatan terpisah, pengunjuk rasa mengganggu sidang Kennedy.

    Salah seorang berteriak, “Ia berbohong,”, sebelum akhirnya yang bersangkutan dikeluarkan dari ruangan. Sementara beberapa pendukung Kennedy mengenakan topi bertuliskan ‘Buat Amerika Sehat Kembali’, ‘TIDAK ADA VAKSIN, TAK MASALAH’,.

    Simak Video “Video Trump Pikir-pikir AS Jadi Anggota WHO Lagi”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Trump Hentikan Dana Program HIV, TBC & Malaria ke Negara-negara Miskin, Ini Dampaknya pada Indonesia – Halaman all

    Trump Hentikan Dana Program HIV, TBC & Malaria ke Negara-negara Miskin, Ini Dampaknya pada Indonesia – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Menteri kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, Indonesia turut terdampak atas kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump hentikan dana untuk program HIV, TBC maupun malaria ke negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah.

    Saat ini, Indonesia sedang berencana mencari dana hibah dari negara lain seperti Australia.

    “Itu memang Amerika freeze semua bantuan. Indonesia juga terasa. Indonesia beruntung bahwa sumber Hibah dari Indonesia sudah diversifikasi. 

    Bukan hanya dari Amerika Serikat. Tapi juga ada negara-negara lain juga,” ujar dia saat ditemui di RS Jantung Harapan Kita, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Menkes menuturkan, seperti penanganan TBC di Indonesia, bukan hanya menggunakan APBN saja tetapi juga menggunakan dana hibah dari CDC,  USAID, WHO dari Global Fund maupun GAVI.

    Karena itu pembekuan yang tiba-tiba tentu akan berdampak ke Indonesia.

    “Untuk menangani misalnya TBC di Indonesia. Pasti akan ada dampaknya, karena dana yang masuk akan kurang. Langsung lewat CDC atau USAID. Atau tidak langsung lewat WHO, lewat Global Fund. GAVI yang sebagian besar juga masih bergantung terhadap donor Amerika Serikat,” jelas mantan dirut Bank Mandiri ini.

    Gejala batuk terus-menerus bisa saja infeksi TBC. (Freepik)

    Kemenkes ujar dia, tengah menghitung keseluruhan dampak dari pembekuan dana oleh Presiden Trump ini dan berencana mencari sumber dana hibah dari negara lain.

    “Sekarang kami sedang hitung dampaknya berapa. Kami coba cari dari sumber pendanaan yang lain. Saya insyaallah minggu depan akan ke Australia. Untuk bisa melihat kesempatan apakah bisa ditambah,” harap Menkes.

    Sebelumnya, dalam laman resminya, WHO mengungkapkan kehawatiran mendalam atas penghentian sementara pendanaan program itu.

    Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan infeksi dan kematian baru serta melemahkan upaya untuk mencegah penularan di masyarakat dan negara.

    Jika pembekuan dana berlangsung lama maka berpotensi membawa dunia kembali ke tahun 1980-an dan 1990-an dimana jutaan orang meninggal karena HIV setiap tahun di seluruh dunia, termasuk banyak di Amerika Serikat.

    Bagi masyarakat global, hal ini dapat mengakibatkan kemunduran yang signifikan terhadap kemajuan program kesehatan masyarakat termasuk obat-obatan yang terjangkau dan pemberian layanan HIV di masyarakat.

    “Kami meminta Pemerintah Amerika Serikat untuk memberikan pengecualian tambahan guna memastikan penyediaan pengobatan dan perawatan HIV yang menyelamatkan nyawa,” tulis WHO.

  • Respons WHO usai AS Bekukan Pasokan Obat-obatan untuk Pengidap HIV

    Respons WHO usai AS Bekukan Pasokan Obat-obatan untuk Pengidap HIV

    Jakarta

    Pemerintahan Presiden Donald Trump telah memerintahkan penghentian selama tiga bulan hampir semua bantuan pembangunan luar negeri. Amerika Serikat adalah pemberi bantuan kemanusiaan terbesar di dunia dan pemimpin global dalam pencegahan dan pengobatan HIV melalui program Rencana Darurat Presiden untuk Penanggulangan AIDS, PEPFAR.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan kekhawatiran mendalam tentang implikasi dari penghentian sementara pendanaan program HIV di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Program-program ini menyediakan akses ke terapi HIV yang menyelamatkan nyawa bagi lebih dari 30 juta orang di seluruh dunia.

    Secara global, 39,9 juta orang hidup dengan HIV pada akhir tahun 2023.

    Penghentian sementara pendanaan program HIV menurut WHO dapat menempatkan orang yang hidup dengan HIV pada risiko penyakit dan kematian yang meningkat secara langsung dan melemahkan upaya untuk mencegah penularan di masyarakat dan negara. Tindakan tersebut, jika diperpanjang, dapat menyebabkan peningkatan infeksi dan kematian baru, membalikkan kemajuan selama beberapa dekade dan berpotensi membawa dunia kembali ke tahun 1980-an dan 1990-an ketika jutaan orang meninggal karena HIV setiap tahun di seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat.

    Bagi masyarakat global, hal ini dapat mengakibatkan kemunduran yang signifikan terhadap kemajuan dalam kemitraan dan investasi dalam kemajuan ilmiah yang telah menjadi landasan program kesehatan masyarakat yang baik, termasuk diagnostik yang inovatif, obat-obatan yang terjangkau, dan model pemberian layanan HIV di masyarakat.

    “Kami meminta Pemerintah Amerika Serikat untuk memberikan pengecualian tambahan guna memastikan penyediaan pengobatan dan perawatan HIV yang menyelamatkan nyawa,” kata WHO dalam pernyataannya dikutip Kamis (30/1/2025).

    Rencana Darurat Presiden Amerika Serikat untuk Penanggulangan AIDS atau The United States President’s Emergency Plan for AIDS Relief (PEPFAR) telah menjadi inisiatif utama tanggapan global terhadap HIV sejak didirikan lebih dari 20 tahun lalu. Penghentian pendanaan PEPFAR saat ini akan berdampak langsung pada jutaan jiwa yang bergantung pada pasokan pengobatan antiretroviral yang aman dan efektif.

    PEPFAR bekerja di lebih dari 50 negara di seluruh dunia. Selama dua dekade terakhir, pendanaan PEPFAR telah menyelamatkan lebih dari 26 juta jiwa. Saat ini, PEPFAR menyediakan pengobatan HIV untuk lebih dari 20 juta orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia, termasuk 566.000 anak di bawah usia 15 tahun.

    Selama setahun terakhir, PEPFAR dan mitra, termasuk WHO, telah menyusun rencana keberlanjutan dengan negara-negara untuk meningkatkan kepemilikan negara dan mengurangi dukungan donor hingga dan setelah tahun 2030. Penghentian program secara tiba-tiba dan berkepanjangan tidak memungkinkan transisi yang terkelola dan membahayakan nyawa jutaan orang.

    “WHO berkomitmen untuk mendukung PEPFAR dan mitra lainnya, serta pemerintah nasional, dalam mengelola proses perubahan secara efektif untuk meminimalkan dampak pada orang yang hidup dengan HIV,” tandasnya.

    (kna/naf)