NGO: WHO

  • Dampak Dahsyat Gempa Buat Junta Myanmar Umumkan Gencatan Senjata

    Dampak Dahsyat Gempa Buat Junta Myanmar Umumkan Gencatan Senjata

    Jakarta

    Dampak gempa dahsyat berkekuatan magnitudo (M) 7,7 yang mengguncang Myanmar belum usai. Kini, Junta militer Myanmar mengumumkan gencatan senjata sementara karena jumlah korban tewas akibat gempa bumi dahsyat tersebut terus meningkat.

    Dilansir AFP, Kamis (3/4/2025), sebuah pernyataan dari juru bicara junta militer mengatakan ada 3.085 korban tewas yang telah dikonfirmasi. Selain itu, ada 341 orang yang masih hilang dan 4.715 orang terluka.

    Namun, junta belum menjelaskan detail di mana jumlah korban terbanyak. Junta militer sendiri telah mengumumkan gencatan senjata sementara dengan kelompok antimiliter untuk mempercepat bantuan terhadap korban gempa.

    Junta militer Myanmar telah mengumumkan gencatan senjata sementara imbas bencana yang terjadi. Pengumuman gencatan senjata dilakukan saat korban yang sudah putus asa memohon lebih banyak bantuan.

    Masih dilansir AFP, Kamis (3/4/2025), gempa bumi dangkal dengan magnitudo (M) 7,7 yang terjadi Jumat (28/3) telah meratakan bangunan hampir di seluruh Myanmar. Kerusakan akibat gempa telah menewaskan hampir 3.000 orang dan membuat ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal.

    Pemerintah militer mengatakan akan memberlakukan gencatan senjata mulai Rabu (2/4) hingga 22 April untuk mempermudah upaya bantuan pascagempa. Pengumuman itu disampaikan setelah kelompok bersenjata yang terlibat dalam perang saudara berdarah selama 4 tahun di Myanmar memberikan janji serupa.

    Kelompok hak asasi manusia dan beberapa pemerintah asing sebelumnya mengecam junta militer karena terus melakukan serangan udara bahkan ketika negara itu bergulat dengan dampak gempa. Junta militer mengatakan gencatan senjata itu ‘bertujuan untuk mempercepat upaya bantuan dan rekonstruksi, serta menjaga perdamaian dan stabilitas’.

    Ini adalah perjalanan luar negeri yang langka bagi pemimpin Myanmar. Situasi ini juga menunjukkan perubahan kebijakan regional yang selama ini tidak mengundang para pemimpin junta ke acara-acara besar setelah kudeta 2021.

    Situasi di Myanmar sendiri semakin parah. Ratusan orang yang putus asa berebut untuk mendapatkan bantuan makanan di Sagaing, kota yang paling dekat dengan episentrum gempa bumi, dengan beberapa orang berlarian di tengah jalan.

    Relawan tampak membagikan air, beras, minyak goreng, dan perlengkapan dasar lainnya kepada penduduk yang meminta bantuan. Warga mengaku khawatir tak mendapat makanan.

    “Saya belum pernah mengantre untuk mendapatkan makanan seperti ini sebelumnya. Saya tidak bisa mengungkapkan betapa khawatirnya saya. Saya tidak tahu harus berkata apa,” kata seorang warga, Cho Cho Mar (35) sambil menggendong bayinya dan menggenggam bungkus kopi instan serta obat nyamuk.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga rumah di Sagaing telah runtuh. Sementara, penduduk setempat mengeluhkan kurangnya bantuan selama 5 hari usai gempa.

    Aye Thi Kar (63), seorang kepala sekolah untuk biarawati, mengatakan persediaan makanan menipis. Tetapi, dia mengatakan tempat berteduh merupakan prioritas yang lebih besar bersama dengan kelambu untuk mengusir nyamuk di tengah teriknya panas tropis.

    Banyak orang telah tidur di jalanan sejak gempa terjadi karena tidak dapat kembali ke bangunan yang rusak atau takut akan gempa susulan.

    “Saat ini kami membutuhkan atap dan dinding untuk mendapatkan tempat berteduh yang layak untuk malam ini. Kami juga membutuhkan kelambu dan selimut untuk tidur, karena kami tidak ingin tidur langsung di tanah,” ujarnya.

    Fasilitas perawatan kesehatan yang rusak akibat gempa dan kapasitasnya terbatas juga terus kewalahan menampung banyaknya pasien. Sementara, persediaan makanan, air, dan obat-obatan terus menipis.

    Harapan untuk menemukan lebih banyak korban selamat juga semakin memudar, tetapi ada saat-saat gembira pada Rabu (2/4) ketika dua orang berhasil diselamatkan dari reruntuhan sebuah hotel di ibu kota Naypyidaw.

    (wnv/wnv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • WHO Ungkap Kebutuhan Mendesak untuk Korban Gempa di Myanmar serta Tantangan Operasi Penyelamatan – Halaman all

    WHO Ungkap Kebutuhan Mendesak untuk Korban Gempa di Myanmar serta Tantangan Operasi Penyelamatan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Organisasi Kesehatan Internasional atau WHO mengungkapkan kondisi terkini pasca gempa berkekuatan dahsyat yang terjadi di Myanmar Tengah, Jumat (28/3) lalu.

    Dalam laporan yang dirilis pada awal April ini disampaikan bahwa data kerusakan, kerugian, jumlah korban meninggal maupun terluka, belum memadai.

    Namun berdasarkan, Dewan Administrasi Negara (SAC) melaporkan ada 2.056 orang meninggal dan 3.900 orang terluka per 31 Maret 2025.

    Sementara pada sisi fasilitas perawatan kesehatan dan tenaga kesehatan sangatlah terbatas.

    Banyak tim yang kurang terampil dalam memberikan layanan kesehatan.

    Padahal korban luka-luka mengalami peningkatan, di mana transfusi darah tidak bisa dilakukan karena kurangnya stok.

    Juga kantong mayat dan alat pelindung diri untuk tim penyelamat sangat dibutuhkan.

    Cuaca panas 35 hingga 40 derajat celcius pada siang hari berisiko memperburuk situasi kritis secara keseluruhan.

    Pada saat yang sama, area bertekanan rendah yang potensial diperkirakan akan terbentuk di Teluk Benggala minggu ini, yang dapat menyebabkan hujan lebat di banyak bagian negara tersebut.

    Hal ini dapat semakin menantang operasi penyelamatan dan bantuan karena kurangnya tempat penampungan sementara.

    Bangunan tua yang runtuh menimbulkan risiko paparan asbes yang tinggi.

    Ada kekhawatiran bahwa bendungan dapat runtuh di area yang terkena dampak, yang berpotensi menyebabkan banjir di beberapa komunitas hilir dan memperburuk tantangan. 

    WHO terus mengoordinasikan Sekretariat Tim Medis Darurat (EMT) melalui jaringan globalnya seperti Republik Rakyat Tiongkok, Belarus, Prancis, India, Rusia, Thailand, dan Turki.

    Rapat Mitra Kesehatan Operasional ad hoc telah dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2025 untuk mengoordinasikan respons gempa bumi.

    Rapat tersebut difokuskan pada pelaksanaan penilaian kebutuhan cepat, peninjauan pasokan yang tersedia untuk mitra kesehatan, persiapan untuk potensi wabah penyakit, dan penguatan sistem pengawasan untuk deteksi dini dan respons.

    WHO telah meluncurkan permohonan mendesak untuk bantuan sebesar US$ 8 juta untuk respons gempa bumi di Myanmar.
     

  • Kualitas udara Jakarta hari ini berada pada kategori sedang

    Kualitas udara Jakarta hari ini berada pada kategori sedang

    Suasana Monas berlatar belakang gedung bertingkat yang terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, Kamis (6/3/2025). ANTARA FOTO/Fathul Habib Sholeh/nym.

    Kualitas udara Jakarta hari ini berada pada kategori sedang
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Kamis, 03 April 2025 – 06:47 WIB

    Elshinta.com – Kualitas udara Kota Jakarta tercatat kategori sedang pada Kamis atau H+2 Lebaran 2025 dan kelompok sensitif disarankan mengurangi aktivitas luar ruang, demikian dinyatakan dalam laman IQAir yang diperbaharui pada pukul 05.00 WIB. IQAir mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 69 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 19 mikrogram per meter kubik atau 3,8 kali lebih tinggi nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Adapun PM 2,5 merupakan partikel berukuran lebih lebih kecil 2,5 mikron (mikrometer) yang ditemukan di udara termasuk debu, asap dan jelaga. Paparan partikel ini dalam jangka panjang dikaitkan dengan kematian dini, terutama pada orang yang memiliki penyakit jantung atau paru-paru kronis.

    Rekomendasi kesehatan mengingat kualitas udara saat ini, yakni menghindari beraktivitas di luar ruangan bagi kelompok sensitif, mengenakan masker saat berada di luar bagi kelompok sensitif, menutup jendela demi menghindari udara luar yang kotor, dan kelompok sensitif sebaiknya menyalakan pembersih udara.

    Jakarta berada di peringkat lima teratas kota dengan kualitas udara terburuk se-Indonesia. Peringkat pertama hingga empat berturut-turut yakni Depok, Jawa Barat dengan poin 142, Tangerang Selatan, Banten (102), Bandung, Jawa Barat (71), dan Surabaya, Jawa Timur (71).

    Sumber : Antara

  • Angka Kesuburan China Makin Anjlok, Rerata Wanita Baru Punya Anak Jelang Usia 30

    Angka Kesuburan China Makin Anjlok, Rerata Wanita Baru Punya Anak Jelang Usia 30

    Jakarta

    Total fertility rate (TFR) atau angka kesuburan di China makin anjlok, dengan kini berada di 0,9 pada 2025, jauh dari angka ideal 2,1. Bila dibandingkan dengan banyak negara maju lain, usia mereka yang memiliki anak juga dilaporkan semakin meningkat.

    Rata-rata berada di usia 28 tahun. Bahkan di Shanghai peningkatannya tercatat signifikan, dari semula 30 tahun pada akhir 2019, kini menjadi 32 tahun di periode 2024.

    Berada sedikit di atas rata-rata AS, dengan 27 tahun, sementara berbeda jauh dengan India di 21 tahun, negara yang kini menyalip China sebagai penduduk terbanyak di dunia.

    Mirisnya, tingkat infertilitas secara keseluruhan di China juga dilaporkan meningkat 1 sampai 2 persen pada 2020, ketimbang di era 70-an. Artinya, makin banyak mereka yang mengalami masalah kesuburan setelah menikah atau setelah memiliki anak pertama.

    Dikutip dari CNA, wilayah di China yang secara tradisional dipengaruhi oleh Konfusianisme memiliki tingkat fertilitas terendah di dunia, sebagian karena penekanan berlebihan pada pendidikan yang memicu merosotnya keinginan pernikahan dan melahirkan anak.

    Akibatnya, wilayah tersebut memiliki proporsi orang yang tidak menikah secara keseluruhan lebih tinggi, dan data historis menunjukkan hampir tidak mungkin untuk meningkatkan angka kesuburan mereka bahkan hingga 1,5 jika usia rata-rata ibu saat melahirkan pertama kali melebihi 28 tahun.

    Sebelumnya, Biro Statistik Nasional China mencatat penyusutan populasi pertama dalam 60 tahun, berkurang hingga 850.000 orang menjadi 1,412 miliar pada 2022.

    Ancaman Aging Population

    Di samping pengurangan populasi jangka panjang China, penuaan dini merupakan masalah yang lebih mengkhawatirkan bagi perekonomian. Populasi usia kerja China, yang berusia 16 hingga 64 tahun, mulai menurun pada pertengahan 2010-an, dari 988 juta pada 2016 menjadi 946 juta pada 2022. Porsi segmen ini terhadap total populasi turun dari puncaknya sebesar 73 persen pada 2011 menjadi 67 persen pada 2022.

    Sementara itu, jumlah orang yang berusia 65 tahun ke atas mencapai 210 juta pada 2022, meningkat 40 persen dari 2016.

    Penurunan populasi usia kerja yang terus berlanjut menandakan China tidak dapat lagi bergantung pada sektor padat karya dan ekspor terkait untuk pertumbuhan.

    Dikutip dari WHO, China menjadi salah satu negara dengan aging population tercepat di dunia. Populasi orang berusia di atas 60 tahun di China diproyeksikan mencapai 28 persen pada 2040, karena harapan hidup yang lebih panjang dan tingkat kesuburan yang menurun, di tengah jumlah usia produktif yang terus berkurang.

    (naf/kna)

  • WHO: Rumah Sakit Kewalahan Tangani Korban Gempa Myanmar, 12,9 Juta Orang Perlu Layanan Kesehatan – Halaman all

    WHO: Rumah Sakit Kewalahan Tangani Korban Gempa Myanmar, 12,9 Juta Orang Perlu Layanan Kesehatan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyediakan sekitar 3 ton pasokan medis ke rumah sakit di Nay Pyi Taw dan Mandalay yang paling parah terkena dampak gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,7 SR dan 6,4 SR yang mengguncang Myanmar bagian tengah pada hari Jumat (29/3/2025).

    Bantuan itu berupa peralatan trauma dan tenda serbaguna, 1000 tempat tidur.

    RS Nay Pyi Taw dan RS Umum Mandalay merupakan dua rumah sakit utama yang merawat para korban luka di daerah tersebut.

    Saat ini operasi penyelamatan masih berlangsung.

    Bago, Magway, Mandalay, Nay Pyi Taw, Shan Selatan dan Timur, serta Sagaing termasuk di antara daerah yang paling parah terkena dampak.

    RS Kewalahan

    Rumah sakit kewalahan menangani ribuan korban luka yang membutuhkan perawatan medis.

    Kebutuhan akan perawatan trauma dan bedah, pasokan transfusi darah, anestesi, obat-obatan esensial, pengelolaan korban massal, air bersih dan sanitasi, kesehatan mental, dan dukungan psikososial masih sangat terbatas.

    WHO sedang mempersiapkan pengiriman kedua yang terdiri dari Peralatan Kesehatan Darurat untuk merawat 10.000 orang selama tiga bulan.

    WHO memberikan dukungan operasional kepada tim tanggap cepat yang ditempatkan di rumah sakit di daerah yang terkena dampak.

    Persiapan sedang dilakukan bagi WHO dan mitra untuk meluncurkan penilaian kebutuhan cepat guna lebih memahami kebutuhan dan kesenjangan di daerah yang terkena dampak untuk tanggapan yang disesuaikan.

    Jumlah kematian, cedera dan kerusakan pada fasilitas kesehatan belum sepenuhnya terdata dan ditangani. 

    Korban paling banyak kemungkinan ada di daerah perkotaan Mandalay, Sagaing dan Nay Pyi Taw di mana gempa bumi menyebabkan kerusakan besar pada bangunan dan struktur.

    Situasi di Myanmar kian mengkhawatirkan mengingat permintaan yang besar terhadap layanan kesehatan.

    Sebelum gempa bumi ini, 12,9 juta orang diperkirakan membutuhkan intervensi kesehatan kemanusiaan di Myanmar pada tahun 2025.

  • Junta Militer Myanmar Umumkan Gencatan Senjata Sementara Akibat Gempa

    Junta Militer Myanmar Umumkan Gencatan Senjata Sementara Akibat Gempa

    Naypyidaw

    Junta militer Myanmar mengumumkan gencatan senjata sementara karena jumlah korban tewas akibat gempa bumi dahsyat meningkat. Pengumuman gencatan senjata dilakukan saat korban yang sudah putus asa memohon lebih banyak bantuan.

    Dilansir AFP, Kamis (3/4/2025), gempa bumi dangkal dengan magnitudo (M) 7,7 yang terjadi Jumat (28/3) telah meratakan bangunan hampir di seluruh Myanmar. Kerusakan akibat gempa telah menewaskan hampir 3.000 orang dan membuat ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal.

    Pemerintah militer mengatakan akan memberlakukan gencatan senjata mulai Rabu (2/4) hingga 22 April untuk mempermudah upaya bantuan pascagempa. Pengumuman itu disampaikan setelah kelompok bersenjata yang terlibat dalam perang saudara berdarah selama 4 tahun di Myanmar memberikan janji serupa.

    Kelompok hak asasi manusia dan beberapa pemerintah asing sebelumnya mengecam junta militer karena terus melakukan serangan udara bahkan ketika negara itu bergulat dengan dampak gempa. Junta militer mengatakan gencatan senjata itu ‘bertujuan untuk mempercepat upaya bantuan dan rekonstruksi, serta menjaga perdamaian dan stabilitas’.

    Namun, mereka memperingatkan para penentangnya yang merupakan kelompok bersenjata pro-demokrasi dan etnis minoritas bahwa serangan bersenjata, tindakan sabotase atau pengumpulan, pengorganisasian, serta perluasan wilayah yang akan merusak perdamaian bakal ditanggapi oleh militer. Junta juga mengatakan Min Aung Hlaing akan melakukan perjalanan ke Bangkok untuk menghadiri pertemuan puncak negara-negara Asia Selatan ditambah Myanmar dan Thailand di mana ia akan membahas tanggapan terhadap gempa.

    Ini adalah perjalanan luar negeri yang langka bagi pemimpin Myanmar. Situasi ini juga menunjukkan perubahan kebijakan regional yang selama ini tidak mengundang para pemimpin junta ke acara-acara besar setelah kudeta 2021.

    Situasi di Myanmar sendiri semakin parah. Ratusan orang yang putus asa berebut untuk mendapatkan bantuan makanan di Sagaing, kota yang paling dekat dengan episentrum gempa bumi, dengan beberapa orang berlarian di tengah jalan.

    “Saya belum pernah mengantre untuk mendapatkan makanan seperti ini sebelumnya. Saya tidak bisa mengungkapkan betapa khawatirnya saya. Saya tidak tahu harus berkata apa,” kata seorang warga, Cho Cho Mar (35) sambil menggendong bayinya dan menggenggam bungkus kopi instan serta obat nyamuk.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga rumah di Sagaing telah runtuh. Sementara, penduduk setempat mengeluhkan kurangnya bantuan selama 5 hari usai gempa.

    Aye Thi Kar (63), seorang kepala sekolah untuk biarawati, mengatakan persediaan makanan menipis. Tetapi, dia mengatakan tempat berteduh merupakan prioritas yang lebih besar bersama dengan kelambu untuk mengusir nyamuk di tengah teriknya panas tropis.

    Banyak orang telah tidur di jalanan sejak gempa terjadi karena tidak dapat kembali ke bangunan yang rusak atau takut akan gempa susulan.

    “Saat ini kami membutuhkan atap dan dinding untuk mendapatkan tempat berteduh yang layak untuk malam ini. Kami juga membutuhkan kelambu dan selimut untuk tidur, karena kami tidak ingin tidur langsung di tanah,” ujarnya.

    Fasilitas perawatan kesehatan yang rusak akibat gempa dan kapasitasnya terbatas juga terus kewalahan menampung banyaknya pasien. Sementara, persediaan makanan, air, dan obat-obatan terus menipis.

    Harapan untuk menemukan lebih banyak korban selamat juga semakin memudar, tetapi ada saat-saat gembira pada Rabu (2/4) ketika dua orang berhasil diselamatkan dari reruntuhan sebuah hotel di ibu kota Naypyidaw. Junta mengatakan jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 2.886 dengan lebih dari 4.600 orang terluka dan 373 orang masih hilang.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Militer Myanmar Tembaki Konvoi Palang Merah China yang Bawa Bantuan Korban Gempa

    Militer Myanmar Tembaki Konvoi Palang Merah China yang Bawa Bantuan Korban Gempa

    Jakarta

    Militer Myanmar menembaki konvoi Palang Merah China yang membawa bantuan ke daerah yang dilanda gempa, pada Selasa (1/4) malam.

    Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA) mengatakan pasukan militer Myanmar menembaki konvoi sembilan kendaraan menggunakan senapan mesin berat saat melewati Kotapraja Naung Cho di Negara Bagian Shan dalam perjalanan menuju Kota Mandalay.

    Lokasi serangan saat ini berada di bawah kendali TNLA, kelompok bersenjata etnis yang beroperasi di wilayah tersebut.

    TNLA mengatakan konvoi telah memberi tahu junta militer tentang rute dan rencana pengiriman bantuan tersebut.

    Junta militer Myanmar membenarkan serangan tersebut. Insiden itu terjadi sekitar pukul 21:30 malam, menurut pernyataan juru bicara junta, Mayor Jenderal Zaw Min Tun.

    Tidak ada yang terluka, klaim junta.

    Hingga Rabu (02/04), jumlah korban tewas akibat gempa bumi mencapai 2.719 orang, kata Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing.

    Min Aung Hlaing menambahkan bahwa jumlah korban tewas dapat mencapai lebih dari 3.000 orang.

    Militer Myanmar terus lancarkan serangan, abaikan gencatan senjata

    Aliansi Tiga Persaudaraan yang terdiri dari tiga kelompok pemberontak bersenjata utama di Myanmar Tentara Arakan, Tentara Aliansi Demokrasi Nasional Myanmar, dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA)telah mengumumkan gencatan senjata sepihak selama sebulan.

    Mereka telah menyatakan bahwa tidak akan ada serangan di daerah-daerah yang sedang dilanda pertempuran, dalam upaya memfasilitasi operasi penyelamatan dan pengiriman bantuan ke daerah-daerah yang dilanda gempa bumi dahsyat pada 28 Maret 2025 lalu.

    Akan tetapi, Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing, menolak gencatan senjata dari kelompok pemberontak.

    Min Aung Hlaing menuduh kelompok-kelompok yang bersekutu dengan pemerintah bayangan dapat mengeksploitasi gencatan senjata.

    “Beberapa kelompok etnis bersenjata mungkin tidak terlibat aktif dalam pertempuran saat ini, tetapi mereka berkumpul dan berlatih untuk mempersiapkan serangan.

    “Karena ini adalah bentuk agresi, militer akan melanjutkan operasi pertahanan yang diperlukan,” kata Min Aung Hlaing dalam acara penggalangan dana di ibu kota Naypyidaw pada Selasa (01/04).

    EPAPagoda Maha Myat Muni di Mandalay ambruk akibat gempa yang mengguncang Myanmar dan negara-negara di sekitarnya, pada Jumat (28/03).

    Menurut laporan media lokal, militer telah melanjutkan serangannya di berbagai wilayah dalam beberapa hari terakhir, termasuk menembaki desa-desa yang dilanda gempa.

    BBC Burma mengonfirmasi bahwa sebanyak tujuh orang tewas dalam serangan udara di Naungcho di Negara Bagian Shan. Serangan ini terjadi sekitar pukul 15:30 waktu setempat, kurang dari tiga jam setelah gempa terjadi.

    Kelompok pemberontak pro-demokrasi yang berjuang untuk menyingkirkan militer dari kekuasaan telah melaporkan serangan udara di Kota Chang-U di wilayah Sagaing tengah, pusat gempa. Ada juga laporan serangan udara di wilayah dekat perbatasan Thailand.

    Baca juga:

    Sejumlah lembaga bantuan mengatakan makanan, air, obat-obatan, dan tempat tinggal sangat terbatas di Myanmar. Mereka mendesak masyarakat internasional untuk meningkatkan upaya bantuan sebelum musim hujan tiba bulan depan.

    PBB menuduh junta menjadikan pasokan bantuan sebagai alat perang.

    Junta militer, menurut PBB, memblokir bantuan kemanusiaan untuk korban gempa di pos-pos pemeriksaan di wilayah yang dikuasai kelompok pemberontak yang dapat mencakup hingga tiga perempat wilayah Myanmar.

    Pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews, mendesak junta untuk menghentikan serangan.

    “Masalahnya masih ada operasi militer yang sedang berlangsung saat ini… Serangan oleh junta militer,” katanya kepada BBC.

    “Saya menyerukan kepada junta untuk berhenti, menghentikan semua operasi militernya. Ini benar-benar keterlaluan dan tidak dapat diterima.”

    Tim SAR dari Indonesia dan berbagai negara berdatangan

    Upaya pencarian korban gempa di Myanmar terus dilancarkan dengan bantuan tim SAR dari berbagai negara.

    Di Jakarta, sebanyak 73 personel Indonesia Search and Rescue (INASAR) diberangkatkan menuju lokasi terdampak gempa di Myanmar, Selasa (01/04).

    Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, mengatakan situasi di Myanmar mungkin lebih sulit ketimbang penugasan Basarnas ke Turki dan Suriah pada 2023 lalu.

    “Mungkin situasi di sana lebih sulit karena diinformasikan komunikasi belum berjalan bagus, beberapa daerah listrik masih padam. Tentunya yang mendukung tim INASAR di sana sangat terbatas,” ujarnya saat melepas para personel INASAR dari Lapangan Udara Halim Perdanakusuma.

    Bantuan yang dikirimkan Indonesia mencakup tim penyelamatan, tenaga medis, serta logistik yang dikirimkan menggunakan dua pesawat Hercules dan satu pesawat Boeing 747.

    Ratusan orang diyakini masih terperangkap di Myanmar dan Thailand.

    Gempa tersebut juga telah menewaskan lebih dari 2.700 orang dan meratakan sebagian besar Mandalay kota terbesar kedua di Myanmar yang dihuni sekitar 1,5 juta orang dan berjarak 60 kilometer dari pusat gempa di barat laut Kota Sagaing.

    Selain itu, gempa itu juga menyebabkan 3.900 orang luka-luka dan 270 orang hilang.

    ReutersSeorang anggota tim SAR berupaya mencari korban di antara reruntuhan bangunan di Mandalay, Myanmar, 31 Maret 2025.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merilis permohonan mendesak agar dunia internasional mengucurkan bantuan sebesar US$8 juta (Rp132,4 miliar) guna menanggulangi gempa bumi di Myanmar. Seorang juru bicara WHO melaporkan banyak rumah sakit hancur dan kewalahan di negara tersebut.

    Sejumlah negara merespons permintaan bantuan di Myanmar.

    Indonesia, menurut Menteri Luar Negeri Sugiono, mengirimkan bantuan berupa Tim Urban Search and Rescue (USAR), Tim Emergency Medical Team (EMT) dan logistik peralatan senilai US$1 juta.

    Adapun sebanyak 608 personel TNI yang tergabung dalam Satgas Bantuan Kemanusiaan untuk Myanmar akan dilepas oleh Presiden Prabowo Subianto di Lanud Halim Perdana Kusuma, pada Kamis (03/04).

    Negara lainnya mencakup:

    China menyediakan bantuan kemanusiaan senilai 100 juta yuan (Rp229 miliar) serta mengirim tim SAR beranggotakan 82 orangTim beranggotakan 51 orang tiba di Myanmar dari Hong Kong pada Minggu (30/03).India mengirim pesawat yang membawa tim SAR dan perlengkapan daruratKementerian Luar Negeri Malaysia mengatakan akan mengirim tim beranggotakan 50 orang untuk mendukung operasi bantuan bencanaFilipina, Vietnam, Irlandia, Korea Selatan, Rusia, Selandia Baru, dan AS juga mengirim tim penyelamatMenteri Luar Negeri UK, David Lammy, menjanjikan bantuan sebesar Pound 10 juta untuk membantu “mereka yang paling membutuhkan”

    Kekurangan peralatan yang parah, jaringan komunikasi yang tidak merata, serta jalan dan jembatan yang rusak telah menghambat pencarian korban selamat.

    Sejumlah penduduk setempat di beberapa daerah mengatakan kepada BBC bahwa mereka harus menggali reruntuhan untuk mencari korban selamat dengan tangan kosong.

    Junta militer Myanmar yang merebut kekuasaan pada 2021 tidak lagi menguasai sebagian besar negara setelah perang saudara selama empat tahun melawan kelompok pemberontak.

    Meskipun junta telah mengajukan permohonan bantuan internasional, mereka terus melakukan serangan udara dan serangan drone terhadap kelompok-kelompok bersenjata.

    BBC

    Upaya penyelamatan telah berlangsung sejak Jumat (28/03) dan bantuan internasional telah mulai masuk ke Myanmar.

    Kerusakan pada jalan raya utama penghubung Yangon, Ibu Kota Naypyidaw, dan Mandalay telah menyebabkan gangguan transportasi yang parah, kata badan kemanusiaan PBB, OCHA.

    EPAJalan raya di Ibu Kota Naypyidaw rusak akibat gempa, pada Jumat (28/03).

    Ada pula kekurangan pasokan medis termasuk peralatan P3K, kantong darah, anestesi, obat-obatan penting, dan tenda untuk petugas kesehatan, kata badan tersebut.

    Pada Sabtu (29/3), tim penyelamat di Kota Sintkai di Distrik Kyaukse, Mandalay, mengeluarkan sejumlah orang yang terjebak di reruntuhan sekolah swasta. Enam orang, lima perempuan dan satu laki-laki meninggal dunia saat tim penyelamat tiba. Di antara para korban adalah siswa, guru, dan staf sekolah.

    Kurangnya peralatan sangat memperlambat upaya penyelamatan, kata seorang pekerja kepada BBC Burma. “Kami hanya mengandalkan peralatan yang kami miliki. Kami telah berusaha selama berjam-jam untuk mengeluarkan seorang perempuan yang terjebak di bawah reruntuhan sekolah.”

    Pekerja lain di Mandalay mengatakan kepada wartawan BBC di Yangon bahwa komunikasi hampir tidak mungkin dilakukan.

    “Hal utama adalah kami tidak memiliki jaringan internet, kami tidak memiliki jaringan telepon, jadi sangat sulit untuk saling terhubung. Tim penyelamat telah tiba. Namun kami tidak tahu ke mana mereka akan pergi, karena jaringan telepon terputus.”

    ReutersSebuah blok rumah susun di Mandalay ambruk akibat gempa.

    Seorang warga Mandalay mengatakan orang-orang berusaha sebaik mungkin dalam situasi yang kacau ini.

    “Tidak ada koordinasi dalam upaya penyelamatan, tidak ada yang memimpin mereka, atau memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan. Penduduk setempat harus berjuang sendiri. Jika mereka menemukan mayat di reruntuhan, mereka bahkan tidak tahu ke mana harus mengirim mayat; rumah sakit kewalahan dan tidak mampu mengatasinya,” kata warga tersebut.

    Junta militer memperkirakan jumlah bangunan yang rusak di wilayah Mandalay, yang merupakan episentrum gempa, mencapai lebih dari 1.500 unit.

    Pemadaman listrik telah memperburuk situasi, dan menurut para pejabat Myanmar, pemulihan listrik bisa memakan waktu berhari-hari.

    Bandara Mandalay tidak berfungsi karena landasan pacu rusak akibat gempa.

    Dewan militer mengatakan bahwa mereka telah berupaya untuk melanjutkan operasi dan rumah sakit sementara, kamp bantuan medis, dan tempat penampungan telah didirikan di sana.

    AFPSeorang korban gempa dibawa ke rumah sakit di Naypyidaw, pada Jumat (28/03).

    Di mana gempa terjadi?

    Pusat gempa terletak 16 kilometer di barat laut Kota Sagaing di Myanmar, merujuk data Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat (USGS).

    Lokasi itu berada dekat dengan kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay, yang berpenduduk sekitar 1,5 juta orang. Lokasi ini berjarak sekitar 100 kilometer di utara ibu kota Naypyidaw.

    BBC

    Gempa pertama terjadi 28 Maret lalu, sekitar pukul 12:50 waktu setempat, menurut data USGS. Gempa susulan terjadi 12 menit kemudian, dengan kekuatan magnitudo 6,4.

    Pusat gempa kedua ini berada 18 kilometer di selatan kota Sagaing, Myanmar.

    Merujuk pemodelan yang dilakukan USGS, gempa tersebut diperkirakan menewaskan ribuan orang. Perkiraan yang sama dibuat Pager, sistem otomatis dari Badan Geologi Amerika Serikat.

    Dampak gempa di Thailand

    Dampak gempa ini terasa hingga ke negara-negara tetangga, seperti China dan Thailand.

    Di Bangkok, Thailand, video yang beredar di media sosial menunjukkan air menyembur keluar dari kolam renang di atap gedung dan mengucur ke jalan-jalan di bawahnya.

    Sejauh ini terdapat 20 orang meninggal dunia di Bangkok akibat gempa. Terdapat pula 30 yang terluka dan 78 orang yang hilang di kota itu, menurut Pemerintah Kota Bangkok.

    ReutersSeorang pekerja menggendong salah satu rekannya di Bangkok, Thailand, setelah gempa bumi dahsyat melanda Myanmar, 28 Maret 2025.

    Gempa juga menyebabkan sebuah gedung pemerintah yang sedang dalam proses pembangunan di dekat Taman Chatuchak di Bangkok runtuh.

    Dalam sebuah unggahan di Facebook, disebutkan bahwa ada sekitar 320 pekerja di lokasi tersebut pada saat insiden terjadi.

    Diyakini masih ada 75 pekerja bangunan yang terperangkap di antara reruntuhan.

    Tim penyelamat tengah berupaya memindahkan bagian yang runtuh dengan alat berat. Mereka menyatakan akan terus berusaha “untuk menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa”.

    Reuters Tim penyelamat berada di sekitar gedung runtuh di Bangkok pada 28 Maret 2025, setelah gempa bumi mengguncang Myanmar dan Thailand. ReutersPetugas penyelamat mencari korban selamat dari bangunan yang runtuh setelah gempa bumi di Bangkok, Thailand, 28 Maret 2025.

    Bui Thu, jurnalis BBC yang tinggal di Bangkok, menuturkan kepada BBC World Service bahwa ia sedang memasak di rumah ketika gempa pertama terjadi.

    “Saya sangat gugup, saya sangat panik,” katanya.

    “Saya tidak tahu apa penyebabnya karena, saya rasa, sudah satu dekade sejak Bangkok mengalami gempa yang sangat kuat seperti ini.”

    “Di apartemen saya, saya hanya melihat retakan di dinding dan air memercik dari kolam renang dan orang-orang berteriak.”

    Setelah gempa susulan, ia bersama banyak orang lainnya berlari ke jalan.

    “Kami hanya mencoba memahami apa yang sedang terjadi,” katanya.

    “Bangunan-bangunan di Bangkok tidak dirancang untuk menahan gempa, jadi saya pikir itulah sebabnya saya pikir akan ada kerusakan besar.”

    BBC

    Gempa bumi relatif lebih sering terjadi di Myanmar dibandingkan dengan Thailand.

    Antara tahun 1930 dan 1956, terjadi enam gempa bumi dahsyat dengan magnitudo 7,0 di dekat Sesar Sagaing, yang membentang di bagian tengah negara tersebut, menurut laporan kantor berita AFP yang mengutip USGS.

    ‘Korban berlimpah’ di rumah sakit Myanmar

    Seorang pejabat Myanmar mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa sebuah rumah sakit besar di ibu kota Naypyidaw telah menjadi “daerah dengan korban berlimpah” setelah gempa.

    Jalan-jalan di sekitarnya rusak akibat gempa dan rute menuju RS itu macet total.

    Di RS dengan 1.000 tempat tidur itu, korban luka dirawat di jalanan di luar, infus tergantung di brankar mereka.

    Beberapa orang tampak menggeliat kesakitan, sementara yang lain terbaring diam sementara kerabat berusaha menghibur mereka.

    AFPSituasi di rumah sakit Naypyidaw setelah gempa mengguncang, pada Jumat (28/03).

    Dewan militer Myanmar juga menyatakan RS yang dikelola pemerintah di Mandalay, Sagaing, dan Naypyidaw penuh dengan pasien yang terluka akibat gempa bumi dan pemerintah meminta masyarakat untuk menyumbangkan darah bagi para pasien.

    Seorang pengembang properti terkenal mengatakan bahwa banyak propertinya yang retak, sangat banyak bangunan runtuh, dan situasinya benar-benar buruk di Mandalay.

    BBC AFPGempa bumi magnitudo 7,7 menyebabkan jalan di Kota Naypyidaw, Myanmar, mengalami kerusakan.

    Dewan militer Myanmar menyatakan bahwa Sagaing, Mandalay, Magway, Bago, Negara Bagian Shan Timur, dan Naypyidaw berada dalam situasi darurat.

    Mereka kini memprioritaskan penyelidikan kerusakan dan upaya penyelamatan di area-area tersebut.

    Mengapa sulit mendapat informasi dari Myanmar?

    Informasi terkini langsung dari Myanmar sulit diperoleh, utamanya karena Myanmar diperintah oleh junta militer sejak kudeta pada 2021.

    Pemerintahan yang ada mengendalikan hampir semua radio, televisi, media cetak, dan media daring setempat. Penggunaan internet juga dibatasi.

    Jalur komunikasi juga tampaknya terputus karena BBC tidak dapat menghubungi lembaga bantuan di lapangan.

    Artikel ini akan diperbarui secara berkala

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pascagempa Dahsyat, WHO Tanggapi Kerusakan Fasilitas Kesehatan di Myanmar

    Pascagempa Dahsyat, WHO Tanggapi Kerusakan Fasilitas Kesehatan di Myanmar

    JAKARTA – Gempa besar yang mengguncang Myanmar bagian tengah beberapa waktu lalu meninggalkan dampak luar biasa, tak hanya menelan ribuan korban jiwa, tetapi juga menghancurkan fasilitas-fasilitas kesehatan yang sudah terpuruk. Setelah bencana alam tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan situasi kritis yang dihadapi oleh sistem kesehatan negara tersebut.

    Gempa berkekuatan 7,7 dan 6,4 skala Richter yang terjadi pada dua hari berturut-turut telah menelan lebih dari 2.148 nyawa dan menyebabkan lebih dari 3.892 orang terluka. Sebagai respon cepat, WHO segera meluncurkan upaya darurat untuk membantu masyarakat yang terdampak bencana. WHO mengirimkan berbagai bantuan medis ke daerah-daerah yang paling terdampak, seperti Nay Pyi Taw, Mandalay, dan daerah-daerah di sekitarnya.

    Namun, situasi yang dihadapi oleh fasilitas kesehatan di Myanmar jauh dari kata normal. Sebagian besar rumah sakit yang sudah berjuang untuk bertahan sebelum gempa kini menghadapi kesulitan lebih besar, dengan banyak fasilitas yang rusak parah akibat gempa.

    “Rakyat Myanmar sedang menanggung penderitaan yang tak terbayangkan. Gempa ini hanya memperburuk penderitaan komunitas yang sudah berjuang melawan pengungsian, sistem kesehatan yang rapuh, dan akses terbatas ke layanan dasar,” ujar Dr. Thushara Fernando, Perwakilan WHO untuk Myanmar dalam pernyataannya, dikutip VOI dari laman WHO pada Rabu, 2 Maret.

    Pasca gempa, WHO mencatat bahwa tiga rumah sakit telah hancur total dan 22 lainnya mengalami kerusakan parah. Ini semakin memperburuk situasi karena akses ke layanan kesehatan menjadi sangat terbatas, terutama di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau karena rusaknya jalan dan jembatan. Keadaan ini mempersulit upaya penanganan medis terhadap ribuan korban luka, yang membutuhkan perawatan trauma intensif dan mendesak.

    Meskipun banyak fasilitas kesehatan yang rusak, WHO terus bergerak cepat untuk memberikan bantuan. Rumah sakit dalam keadaan darurat sudah menerima perlengkapan medis penting dari WHO, termasuk peralatan medis, perlengkapan bedah, dan tenda serbaguna yang digunakan untuk memperluas kapasitas ruang perawatan.

    Meskipun bantuan telah sampai, kebutuhan yang ada masih sangat besar. Ada kekurangan dalam hal anestesi, perlengkapan transfusi darah, serta dukungan untuk kesehatan mental yang sangat dibutuhkan oleh korban dan petugas medis.

    Selain itu, layanan sanitasi dan kebersihan yang terhambat meningkatkan risiko wabah penyakit, terutama kolera dan diare akut yang sudah mulai muncul di beberapa wilayah terdampak. WHO juga melaporkan air bersih dan akses ke fasilitas sanitasi sangat terbatas di banyak daerah yang terdampak gempa.

    “Layanan air bersih, sanitasi, dan kebersihan terganggu dapat meningkatkan ancaman penyakit, terutama kolera dan diare akut, yang sudah ada di beberapa wilayah yang terdampak,” ujar WHO dalam laporan terbarunya.

    Menurut WHO, situasi ini adalah krisis berlapis. Sebelum gempa, masyarakat di Myanmar sudah berjuang melawan dampak konflik yang berkepanjangan serta pandemi Covid-19 yang menghantam negara tersebut. Dengan sistem kesehatan yang sudah rapuh, bencana alam ini memperburuk kondisi Myanmar.

    “Kami bertindak dengan urgensi untuk memberikan dukungan yang mereka butuhkan sekarang, mengingat sistem kesehatan sudah lemah dan infrastruktur yang runtuh,” imbuh Dr. Fernando.

    WHO telah mengklasifikasikan keadaan ini sebagai darurat Kelas 3, yang berarti merupakan respons darurat tertinggi. Dalam situasi ini, WHO memobilisasi dukungan dari seluruh dunia untuk menangani masalah yang ada, termasuk mengirimkan lebih banyak peralatan medis, mendirikan rumah sakit lapangan, serta mempersiapkan Tim Medis Darurat Global (EMT) yang dapat langsung dikerahkan ke lapangan.

    Meskipun tantangan yang ada sangat besar, WHO berkomitmen untuk terus memberikan dukungan kepada rakyat Myanmar. Selama 30 hari ke depan, prioritas WHO akan mencakup penanganan trauma dan bedah melalui tim medis mobile, memperkuat pengawasan penyakit untuk mencegah wabah, memulihkan perawatan kesehatan untuk ibu dan anak, serta penyakit kronis.

    “Ini adalah perlombaan melawan waktu, bukan hanya untuk menyelamatkan nyawa hari ini, tetapi untuk melindungi sistem kesehatan yang sudah rapuh agar tidak runtuh lagi keesokan harinya.” tegas Dr. Fernando.

    WHO berjanji akan terus bekerja keras, baik dalam menghadapi krisis ini maupun dalam memastikan pemulihan dan ketahanan masyarakat Myanmar ke depan.

  • Kehabisan Kantong Mayat, Update Korban Gempa Myanmar Capai 2.719, Konflik Junta Menambah Parah – Halaman all

    Kehabisan Kantong Mayat, Update Korban Gempa Myanmar Capai 2.719, Konflik Junta Menambah Parah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Jumlah korban tewas akibat gempa bumi di Myanmar telah meningkat menjadi lebih dari 2.700.

    Sementara ratusan lainnya masih hilang.

    Pemerintah militer negara itu mengonfirmasi pada hari Senin (31/3/2025).

    Jenderal Senior Min Aung Hlaing, kepala pemerintahan militer Myanmar (Junta), mengatakan pada hari Selasa bahwa 2.719 orang telah dipastikan tewas, 4.521 orang terluka, dan 441 orang masih hilang, dikutip dari ITV.

    Jumlah kematian dan cedera sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi daripada angka resmi, karena para ahli memperingatkan peluang menemukan korban selamat berkurang secara signifikan setelah 72 jam.

    Gempa bumi hari Jumat dengan episentrum dekat Mandalay – kota terbesar kedua di Myanmar – diikuti oleh sejumlah gempa susulan, termasuk satu gempa berkekuatan 6,4 skala Richter .

    Kerusakan luas telah dilaporkan setelah gempa bumi menyebabkan jembatan dan bangunan runtuh, termasuk di Bangkok, di mana pihak berwenang berusaha membebaskan puluhan orang yang diyakini terjebak di bawah reruntuhan gedung tinggi yang sedang dibangun.

    Sementara itu, bantuan asing dan tim penyelamat internasional dari Rusia, Tiongkok, dan India mulai berdatangan di Myanmar yang dilanda perang setelah junta militer mengeluarkan permohonan bantuan yang langka.

    Kantong Mayat Habis

    Elaine Pearson, Direktur Asia di Human Rights Watch, mengatakan kepada ITV News pada hari Selasa bahwa kota Sagaing telah kehabisan kantong mayat.

    Hal ini menyebabkan polusi bau mayat membusuk.

    “Sagaing, misalnya, Anda tahu, orang-orang masih terjebak di reruntuhan,” katanya.

    “Sepertinya mereka kehabisan kantong mayat, jadi bau busuk mayat membusuk tercium di udara.

    “Mayat-mayat menumpuk untuk dikremasi.”

    Ia menekankan betapa pentingnya bagi organisasi internasional untuk bekerja sama dengan kelompok masyarakat sipil setempat guna mencegah bantuan disalahgunakan atau dikorupsi, seperti yang terjadi di masa lalu, khususnya dengan militer.

    Sejak gempa bumi terjadi, banyak orang tidur di luar, baik karena rumah mereka hancur atau karena khawatir gempa susulan yang berkelanjutan dapat menghancurkan mereka.

    Pearson juga menegaskan betapa rumitnya upaya penyelamatan karena perang saudara yang sedang berlangsung, yang memengaruhi sebagian besar negara, termasuk daerah yang terkena dampak gempa.

    Hal ini semakin diperparah dengan serangan udara Junta yang terus-menerus terhadap wilayah yang dikuasai Pemerintah Persatuan Nasional bayangan Myanmar.

    Pearson mengatakan hal ini menyoroti perasaan Junta terhadap rakyatnya.

    Pada tahun 2021, militer merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi, yang memicu apa yang kemudian berubah menjadi perlawanan bersenjata yang signifikan.

    Pasukan pemerintah telah kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah Myanmar, dan banyak tempat berbahaya atau tidak mungkin dijangkau oleh kelompok bantuan.

    Lebih dari tiga juta orang mengungsi akibat pertempuran dan hampir 20 juta orang membutuhkan bantuan, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan bahwa lebih dari 10.000 bangunan secara keseluruhan diketahui runtuh atau rusak parah di Myanmar tengah dan barat laut.

    Gempa bumi tersebut juga mengguncang negara tetangga Thailand dan menewaskan sedikitnya 21 orang, banyak di antaranya berada di lokasi konstruksi di Bangkok di mana sebagian bangunan tinggi yang dibangun runtuh.

    Sebanyak 34 orang lainnya dilaporkan terluka dan 78 orang hilang, terutama di lokasi konstruksi dekat pasar Chatuchak yang populer.

    Uni Eropa, Inggris, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan dan negara-negara lain telah mengumumkan bantuan jutaan dolar, baik secara langsung maupun melalui mitra lokal dan organisasi internasional.

    Presiden AS Donald Trump mengatakan Washington akan membantu, tetapi sejauh ini belum ada bantuan yang diketahui untuk Myanmar.

    Sejumlah kecil personel militer Amerika dikirim untuk membantu di Bangkok.

  • WHO Buka Suara soal Kondisi Fasilitas Kesehatan di Myanmar Pasca Gempa

    WHO Buka Suara soal Kondisi Fasilitas Kesehatan di Myanmar Pasca Gempa

    Jakarta

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengirim 3 ton pasokan medis ke rumah sakit di Nay Pyi Taw dan Mandalay yang paling parah terkena dampak gempa bumi di Myanmar setelah dua gempa bumi kuat berkekuatan 7,7 SR dan 6,4 SR mengguncang negara itu pada Jumat (28/3).

    Pasokan medis yang terdiri dari peralatan trauma dan tenda serbaguna telah mencapai rumah sakit dengan 1.000 tempat tidur di Nay Pyi Taw dan segera mencapai Rumah Sakit Umum Mandalay, dua rumah sakit utama yang merawat korban luka di daerah tersebut.

    “Rumah sakit kewalahan menampung ribuan korban luka yang membutuhkan perawatan medis. Ada kebutuhan besar untuk perawatan trauma dan bedah, pasokan transfusi darah, anestesi, obat-obatan penting, pengelolaan korban massal, air bersih dan sanitasi, kesehatan mental dan dukungan psikososial, dan lain-lain,” tulis WHO dikutip dari keterangan resminya, Selasa (1/4/2025).

    WHO juga mempersiapkan pengiriman kedua yang terdiri dari Peralatan Kesehatan Darurat Antar-Lembaga dengan setiap peralatan berisi persediaan untuk merawat 10.000 orang selama tiga bulan. Pihaknya juga memberikan dukungan operasional kepada tim tanggap cepat yang ditempatkan di rumah sakit di daerah yang terkena dampak.

    Skala kematian, cedera, dan kerusakan fasilitas kesehatan di Myanmar disebut belum sepenuhnya dipahami. Korban kemungkinan paling banyak berada di daerah perkotaan Mandalay, Sagaing, dan Nay Pyi Taw, tempat gempa bumi menyebabkan kerusakan besar pada bangunan dan struktur.

    Menurut laporan awal, di Nay Pyi Taw beberapa fasilitas kesehatan publik dan swasta termasuk poliklinik besar telah rusak. Informasi dari Sagaing terbatas karena listrik dan komunikasi sebagian besar terganggu.

    Situasi di Myanmar mengkhawatirkan mengingat besarnya permintaan terhadap layanan kesehatan yang sudah rapuh di daerah yang dilanda konflik. Sebelum gempa bumi ini, 12,9 juta orang diperkirakan membutuhkan intervensi kesehatan kemanusiaan di Myanmar pada tahun 2025.

    (kna/kna)