NGO: WHO

  • Tim Dokkes Polri Diterjunkan ke Myanmar Bantu 1.100 Korban Gempa – Halaman all

    Tim Dokkes Polri Diterjunkan ke Myanmar Bantu 1.100 Korban Gempa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Polri mengirimkan tim medis sebagai bagian dari Task Force Crisis Center–Emergency Medical Team (TCK–EMT) Indonesia membantu korban gempa di Myanmar. 

    Tim yang terdiri dari personel Dokkes Polri ini telah memberikan pelayanan kesehatan kepada lebih dari 1.100 warga di wilayah Naypyitaw.

    Kapusdokkes Polri Irjen Pol. dr. Asep Hendradiana, menyatakan komitmennya untuk hadir tidak hanya dalam menjaga keamanan, tetapi juga dalam misi-misi kemanusiaan lintas negara.

    “Atas nama Kapolri dan seluruh jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia, saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada tim Dokkes Polri yang tergabung dalam TCK-EMT Indonesia atas dedikasi mereka dalam memberikan bantuan medis kepada korban gempa di Myanmar,” ujarnya dalam keterangan Sabtu (12/4/2025).

    Adapun pelayanan yang diberikan mencakup gawat darurat, rawat jalan, kesehatan anak, tindakan bedah minor, pelayanan kebidanan, farmasi, laboratorium dasar, hingga pemeriksaan X-ray.

    Hingga 10 April 2024, sebanyak 1.104 warga telah menerima pelayanan medis di lima tenda operasional yang disiapkan, termasuk IGD dan farmasi. Penyakit terbanyak yang ditangani antara lain hipertensi, myalgia, dan ISPA.

    Irjen Pol. Asep menekankan bahwa kehadiran Polri dalam operasi ini merupakan bentuk nyata solidaritas regional dan tanggung jawab global.

    “Kami percaya bahwa tugas kepolisian tidak hanya menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,” ucap Asep.

    “Keberhasilan tim TCK-EMT Indonesia dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada lebih dari 1.100 warga Myanmar membuktikan bahwa Polri siap berkontribusi dalam pemulihan pascabencana, baik di dalam maupun luar negeri,” imbuhnya.

    Ia menutup pernyataan dengan menegaskan komitmen Polri dalam mendukung aksi kemanusiaan ke depan. 

    Sebelumnya, ribuan orang terluka akibat gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,7 SR dan 6,4 SR yang mengguncang Myanmar bagian tengah pada hari Jumat (29/3/2025).

    Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyediakan sekitar 3 ton pasokan medis ke rumah sakit di Nay Pyi Taw dan Mandalay yang paling parah terkena dampak.

    Bantuan itu berupa peralatan trauma dan tenda serbaguna, 1000 tempat tidur.

    RS Nay Pyi Taw dan RS Umum Mandalay meruapakn dua rumah sakit utama yang merawat para korban luka di daerah tersebut.

    Saat ini operasi penyelamatan masih berlangsung.

    Bago, Magway, Mandalay, Nay Pyi Taw, Shan Selatan dan Timur, serta Sagaing termasuk di antara daerah yang paling parah terkena dampak.

    RS Kewalahan

    Rumah sakit kewalahan menangani ribuan korban luka yang membutuhkan perawatan medis.

    Kebutuhan akan perawatan trauma dan bedah, pasokan transfusi darah, anestesi, obat-obatan esensial, pengelolaan korban massal, air bersih dan sanitasi, kesehatan mental, dan dukungan psikososial masih sangat terbatas.

    WHO sedang mempersiapkan pengiriman kedua yang terdiri dari Peralatan Kesehatan Darurat untuk merawat 10.000 orang selama tiga bulan.

    WHO memberikan dukungan operasional kepada tim tanggap cepat yang ditempatkan di rumah sakit di daerah yang terkena dampak.

    Persiapan sedang dilakukan bagi WHO dan mitra untuk meluncurkan penilaian kebutuhan cepat guna lebih memahami kebutuhan dan kesenjangan di daerah yang terkena dampak untuk tanggapan yang disesuaikan.

    Jumlah kematian, cedera dan kerusakan pada fasilitas kesehatan belum sepenuhnya terdata dan ditangani. Korban paling banyak kemungkinan ada di daerah perkotaan Mandalay, Sagaing dan Nay Pyi Taw di mana gempa bumi menyebabkan kerusakan besar pada bangunan dan struktur.

    Situasi di Myanmar kian mengkhawatirkan mengingat permintaan yang besar terhadap layanan kesehatan.

    Sebelum gempa bumi ini, 12,9 juta orang diperkirakan membutuhkan intervensi kesehatan kemanusiaan di Myanmar pada tahun 2025. 

  • Prabowo usulkan penambahan anggota tetap Dewan Keamanan PBB

    Prabowo usulkan penambahan anggota tetap Dewan Keamanan PBB

    Presiden Prabowo Subianto saat berbicara di Forum Diplomasi Antalya 2025 bertempat di Gedung Nest Convention Center, Turki, Jumat (11/4/2025). (ANTARA/HO-Antalya Diplomacy Forum)

    Prabowo usulkan penambahan anggota tetap Dewan Keamanan PBB
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 12 April 2025 – 07:29 WIB

    Elshinta.com – Presiden Prabowo Subianto, dalam pidatonya di Forum Diplomasi Antalya 2025, mengusulkan agar Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menambah jumlah anggota tetap.

    Usulan tersebut disampaikan Presiden Prabowo pada Jumat (11/4) di Gedung Nest Convention Center, Turki.

    “Kita sudah memiliki format yang baik. Namun kini, ada tuntutan agar Dewan Keamanan PBB menambah jumlah anggota tetap, untuk mencerminkan realitas dunia saat ini,” katanya diikuti dalam jaringan (daring) Antalya Diplomacy Forum 2025 di Jakarta, Sabtu.

    Menurut Kepala Negara, struktur Dewan Keamanan saat ini sudah tidak lagi mencerminkan realitas geopolitik dunia.

    Presiden menilai, negara-negara besar seperti India, Brasil, dan lainnya memiliki populasi dan peran signifikan, namun belum mendapat tempat yang setara dalam struktur tertinggi PBB.

    Presiden menyebut, tidak perlu membentuk sistem baru secara keseluruhan, melainkan membangun dari lembaga yang sudah terbukti bekerja, sembari memperbaiki kekurangannya.

    “Bangunlah dari yang sudah terbukti baik. Atasi kekurangannya, tingkatkan kualitasnya,” katanya menambahkan.

    Dalam pidatonya, Presiden Prabowo juga memuji kinerja lembaga-lembaga internasional seperti WHO, UNICEF, dan FAO yang dinilai sukses dalam mengatasi tantangan global seperti kelaparan dan penyakit.

    Dewan Keamanan PBB adalah organ utama yang bertanggung jawab menjaga perdamaian dan ketertiban dunia.

    Saat ini, Dewan Keamanan terdiri atas lima negara anggota tetap (AS, Prancis, Inggris, Rusia, dan Tiongkok) dan 10 anggota tidak tetap yang dipilih secara bergilir setiap dua tahun oleh Majelis Umum PBB.

    Reformasi pertama keanggotaan dilakukan pada 1963, dengan menambah jumlah anggota tidak tetap atas enam menjadi 10. Namun, sejak saat itu, belum ada perubahan jumlah anggota tetap.

    Sumber : Antara

  • Pantauan Kualitas Udara dan Cuaca di Semarang Sabtu 12 April 2025, Kelompok Sensitif Pakai Masker

    Pantauan Kualitas Udara dan Cuaca di Semarang Sabtu 12 April 2025, Kelompok Sensitif Pakai Masker

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Kualitas udara di Kota Semarang pada Sabtu, 12 April 2025, berada dalam kategori sedang berdasarkan data real-time dari platform pemantauan udara IQAir.

    Berdasarkan informasi dari stasiun pemantauan RespoKare Mask di Karangturi, indeks kualitas udara (AQI) tercatat pada angka 90. 

    Angka ini menunjukkan bahwa kualitas udara masih dapat diterima untuk sebagian besar individu, namun kelompok sensitif seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan disarankan untuk membatasi aktivitas luar ruangan.

    Atau mengenakan masker saat bepergian.

    Konsentrasi partikel halus PM2.5 di Semarang saat ini mencapai 15,9 µg/m⊃3;, atau 3,2 kali lebih tinggi dari pedoman tahunan yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Sementara itu, data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat prakiraan cuaca hari ini menunjukkan potensi badai petir di beberapa wilayah dengan suhu maksimum mencapai 31°C dan kelembapan tinggi. 

    Kondisi ini dapat mempengaruhi pergerakan polutan di udara. (Rad)

  • Bicara di ADF Talk, Prabowo Usul Penambahan Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB

    Bicara di ADF Talk, Prabowo Usul Penambahan Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto, mengusulkan perlunya reformasi struktural di tubuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya pada Dewan Keamanan.

    Orang nomor satu di Indonesia itu menilai restrukturaliasi ini perlu agar lebih mencerminkan realitas geopolitik dan demografi dunia saat ini.

    Usulan tersebut disampaikan dalam sesi ADF Talk di Antalya Diplomacy Forum (ADF) 2025, yang berlangsung di Nest Convention Center, Antalya, pada Jumat (11/4) waktu setempat.

    Dia menegaskan komitmen Indonesia untuk terus mendorong terciptanya tatanan dunia yang lebih adil dan seimbang. Prabowo menilai bahwa dunia sebenarnya telah memiliki fondasi kelembagaan global yang kuat untuk mewujudkan tujuan tersebut.

    “Sebenarnya, kita sudah punya format yang bagus,” katanya saat menjawab pertanyaan dalam sesi diskusi.

    Presiden menyoroti peran berbagai lembaga internasional seperti WHO, UNICEF, dan FAO yang selama ini dinilai telah menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Dia menyebut lembaga-lembaga tersebut telah berjasa dalam mengatasi kelaparan serta menyelamatkan jutaan jiwa di seluruh dunia.

    Kendati demikian, Prabowo menggarisbawahi pentingnya memperkuat dan menyesuaikan struktur kelembagaan internasional, terutama Dewan Keamanan PBB, yang dinilai belum sepenuhnya merefleksikan kondisi global saat ini.

    “Kita punya negara-negara besar seperti India, Brasil, dan lainnya—yang mewakili sebagian besar populasi dunia—tapi merasa kurang terwakili dalam lembaga tertinggi PBB,” ujarnya.

    Sebagaimana diketahui, Dewan Keamanan PBB yang dibentuk pada tahun 1945 terdiri dari lima anggota tetap dengan hak veto, yaitu Amerika Serikat, Rusia, China, Perancis, dan Inggris.

    Struktur ini dinilai banyak pihak sudah tidak relevan dengan dinamika global masa kini. Sejumlah negara seperti India dan Brasil telah mengajukan diri untuk menjadi anggota tetap baru.

    “Kita sebenarnya sudah punya formatnya. Tapi sekarang, misalnya, ada tuntutan agar Dewan Keamanan PBB diperluas. Supaya lebih mencerminkan realitas dunia saat ini,” tambahnya.

    Prabowo menyayangkan jika format sistem global yang selama ini terbukti efektif justru mulai ditinggalkan oleh negara-negara anggota karena merasa tidak terwakili.

    “Saya katakan, kita tidak perlu membuat sistem baru dari nol. Tinggal kita perbaiki kekurangannya, dan bangun dari apa yang sudah dicapai,” pungkas Prabowo.

  • 6 Makanan yang Bisa Pangkas Risiko Kanker, Perbanyak Konsumsinya

    6 Makanan yang Bisa Pangkas Risiko Kanker, Perbanyak Konsumsinya

    Jakarta

    Kanker masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kanker menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia, dengan 9,7 juta kasus kematian.

    Dikutip dari Cleveland Clinic, kanker kelompok penyakit yang disebabkan oleh perubahan atau mutasi pada sel. Sel yang bermutasi tumbuh secara tidak terkendali, kemudian menyebar dan menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh lain.

    Pola makan yang tidak sehat dapat menjadi salah satu faktor pemicu kanker. Terlalu sering mengonsumsi makanan yang digoreng, dimasak hingga gosong, atau ultra proses telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker.

    Di sisi lain, terdapat pula sejumlah makanan yang dapat membantu mengurangi risiko kanker. Dikutip dari Healthline, berikut sederet makanan yang dapat membantu mencegah kanker.

    1. Brokoli

    Brokoli mengandung sulforafan, senyawa tanaman yang ditemukan pada sayuran silangan dan berpotensi memiliki sifat antikanker yang kuat.

    Sebuah penelitian tabung reaksi yang dilakukan pada 2010 menunjukkan sulforafan mengurangi ukuran dan jumlah sel kanker payudara hingga 75 persen.

    Studi lain yang dilakukan pada 2004 juga menemukan sulforafan dapat membunuh sel kanker prostat dan mengurangi volume tumor lebih dari 50 persen pada tikus.

    Konsumsi sayuran silangan, seperti brokoli, yang lebih banyak juga dikaitkan dengan risiko kanker kolorektal yang lebih rendah.

    2. Wortel

    Sejumlah studi menunjukkan konsumsi wortel dikaitkan dengan penurunan risiko kanker tertentu.

    Misalnya, studi pada 2015 menunjukkan wortel dapat mengurangi risiko kanker lambung hingga 26 persen.

    Studi lain juga menunjukkan konsumsi wortel yang lebih banyak dikaitkan dengan penurunan risiko kanker prostat hingga 18 persen.

    3. Polong-polongan

    Polong-polongan mengandung serat yang sangat tinggi. Penelitian telah menunjukkan asupan serat yang lebih tinggi dapat menurunkan risiko kanker kolorektal.

    Studi lain yang dilakukan pada 2002 juga menunjukkan konsumsi polong-polongan dapat menghambat perkembangan sel kanker kolorektal pada tikus. Hasil ini menunjukkan konsumsi polong-polongan dapat meningkatkan asupan serat dan membantu menurunkan risiko kanker.

    4. Buah Beri

    Buah beri-berian, seperti stroberi, blueberry, dan raspberry, mengandung antioksidan tinggi yang dikaitkan dengan risiko kanker yang lebih rendah.

    Sebuah studi kecil yang dilakukan pada 25 orang pengidap kanker kolorektal menemukan ekstrak bilberry dapat mengurangi pertumbuhan sel kanker hingga 7 persen.

    Penelitian lain menunjukkan bubuk raspberry yang dibekukan dapat membantu mengurangi jumlah penanda tertentu yang dikaitkan dengan perkembangan kanker oral.

    5. Kayu Manis

    Kayu manis berkat sejumlah manfaatnya untuk kesehatan, termasuk dalam mengurangi risiko kanker.

    Studi tabung dan hewan menunjukkan kayu manis dapat membantu menghalangi penyebaran sel kanker.

    Studi lain yang dilakukan pada 2010 juga menemukan ekstrak kayu manis dapat mengurangi penyebaran dan membunuh sel kanker.

    6. Kacang-kacangan

    Berbagai penelitian telah mengaitkan konsumsi kacang-kacangan dengan penurunan risiko kanker.

    Studi pada 2015 menemukan konsumsi kacang-kacangan yang lebih tinggi dikaitkan dengan penurunan risiko kematian akibat kanker.

    Studi lain pada tahun yang sama juga menunjukkan konsumsi kacang-kacangan secara teratur dapat membantu menurunkan risiko kanker kolorektal, pankreas, dan endometrium.

    (ath/kna)

  • Akhir dari Era Perdagangan Bebas?

    Akhir dari Era Perdagangan Bebas?

    Bisnis.com, JAKARTA – Perdagangan global yang dibangun di atas sistem berbasis aturan (rules-based system) yang dipelopori antara lain oleh Amerika Serikat sejak tahun 1947 (GATT-General Agreement on Tariffs and Trade) dan dilanjutkan dengan pembentukan organisasi perdagangan dunia WTO (World Trade Organization) tahun 1995 nampak bermasa depan suram.

    Pada tanggal 2 April 2025, dalam sebuah acara dramatis di Gedung Putih, Presiden Donald Trump mengumumkan tarif bea masuk baru untuk beberapa negara mitra dagang sebagai bagian dari upayanya untuk meningkatkan ekonomi Amerika dan melindungi industri dalam negeri. Sekaligus Trump juga mengumumkan tarif timbal balik untuk sejumlah 92 negara yang memiliki defisit perdagangan terbesar dengan AS, termasuk Indonesia.

    Tarif timbal balik ini akan diterapkan mulai tanggal 9 April 2025. Kebijakan ini seharusnya bukan suatu kejutan karena sejak menjabat di periode pertama, Presiden Trump telah menerapkan kebijakan tarifikasi sebagai bagian dari kebijakan “America First” untuk membuat Amerika hebat kembali. Namun, tetap saja skala dan cakupan tarif tersebut mengkonfirmasi bahwa dalam satu gebrakan hari pembebasan (“Liberation Day”), Washington telah membatasi laju arus perdagangan internasional secara signifikan.

    Apa Dasar Penetapan Tarif Timbal Balik AS?

    Trump nampaknya melakukan penilaian kebijakan perdagangan negara mitra–baik tarif, non-tarif, dan manipulasi mata uang yang dianggap menghambat ekspor AS–untuk menetapkan tarif timbal balik tersebut. Satu sumber mengungkapkan bahwa Washington mendasarkan diri kepada ‘bad math’ (matematika yang buruk) karena menggunakan rasio perbandingan antara defisit perdagangan AS dengan Tiongkok, sebagai contoh, dengan nilai ekspor negara dimaksud ke AS. Trump juga disebutkan telah bermurah hati memberikan diskon sebesar 50% kepada Tiongkok.

    Konkritnya, pada tahun 2024 defisit perdagangan AS dengan Tiongkok mencapai USD 295,4 miliar. Impor AS dari Tiongkok sendiri tercatat sebesar USD 438,9 miliar. Dari rasio dimaksud didapatkan angka 67%, yang kemudian didiskon 50% sehingga diperoleh tarif timbal balik sebesar 34%. Tarif ini merupakan tarif tambahan di atas tarif 20% yang sudah diberlakukan sebelumnya atas Tiongkok sehingga total tarif impor mencapai 54%. (https://www.foreignaffairs.com/united-states/age-tariffs-trump-global-economy).

    Lalu bagaimana dengan tarif 34% yang dikenakan terhadap Indonesia yang memiliki suplus sebesar USD 16,8 milyar pada tahun 2024 dengan AS? Dasar pengenaan ini perlu dimintakan klarifikasi ke pihak AS. Bagaimana pula nasib sejumlah 111 negara di mana AS mencatatkan posisi surplus pada neraca perdagangan bilateralnya? Negara-negara tersebut, di antaranya Australia dan Inggris, tetap dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen. Bagaimana pula halnya dengan perdagangan jasa–seperti pariwisata, pendidikan, asuransi dan keuangan, jasa komputer dan informasi dan jasa bisnis–di mana AS mengalami surplus dengan sebagian besar mitra dagangnya? Washington dengan mudahnya menafikan faktor perdagangan jasa ini.

    Langkah Strategis Indonesia

    Respons cepat Presiden Prabowo untuk mengirim delegasi tingkat tinggi ke Washington guna melakukan negosiasi patut diapresiasi. Meski neraca perdagangan bilateral Indonesia-AS tidak dapat diseimbangkan dalam waktu semalam, tetapi dalam engagement dimaksud kedua negara dapat menyepakati langkah awal untuk mencari solusi saling menguntungkan.

    Untuk keperluan tersebut Indonesia (pemerintah dan pelaku usaha) perlu mempersiapkan posisi trade-off yang spesifik dan terukur dengan memperhatikan kepentingan nasional dan skala prioritas pembangunan ekonomi di dalam negeri. Posisi trade-off dimaksud tentunya mempertimbangkan elemen penting surplus neraca perdagangan yang dinikmati Indonesia dan kebijakan Indonesia yang ditengarai oleh pihak AS sebagai hambatan non-tarif dalam dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers tahun 2025.

    Meskipun demikian perlu diantisipasi juga pelajaran dari kebijakan Trump periode pertama yaitu kesepakatan perjanjian sektoral pengecualian tarif impor besi baja dan alumunium sebesar 25% dan 10% antara AS dengan antara lain Australia, Brazil, Canada, Mexico, Korea Selatan, Uni Eropa, Jepang, dan Inggris. Perjanjian-perjanjian dimaksud dibatalkan secara sepihak oleh Trump pada tanggal 12 Maret 2025 lalu karena terbukti pengecualian itu menyebabkan impor dari negara-negara dimaksud meningkat dari 74% pada tahun 2018 menjadi 82% pada tahun 2024.

    Langkah strategis berikutnya adalah Indonesia perlu segera mengoptimalisasikan kerjasama kemitraan dagang dengan negara-negara partner FTA baik bilateral (Australia, Jepang, Korea, Chile, Uni Emirat Arab) maupun regional (ASEAN, ASEAN-China, ASEAN-Korea FTA, ASEAN-India, ASEAN-Australia-New Zealand, RCEP) untuk secara kolektif mengurangi dampak negatip tarif AS. Namun, perlu diwaspadai juga fenomena over capacity negara tertentu dan permintaan domestik maupun impor dunia yang lemah sehingga Indonesia tidak menjadi tempat pembuangan bagi ekspor negara lain, atau sebagai negara ‘fasilitas produksi sementara’ guna menghindari tarif AS (circumvention) apabila Indonesia nantinya mendapatkan pengecualian.

    Akhirnya, sangat disayangkan bahwa Amerika Serikat telah mencederai kepemimpinannya selama ini dalam perdagangan bebas dan sebaliknya memimpin kebangkitan proteksionisme yang justru akan lebih membebani konsumen dan bisnis Amerika sendiri karena tarif tinggi akan meningkatkan harga barang impor dan mendorong inflasi. Hari-hari ini, karena tekanan publik di dalam negeri dan lobby negara mitra dagang, kita akan menyaksikan Gedung Putih menyepakati perjanjian-perjanjian bilateral yang bersifat transaksional.

    Karena perlakuan tersebut tidak bersifat MFN (Most-Favored Nation) sesuai dengan prinsip dasar WTO maka seluruh aturan dan ketentuan perdagangan internasional berbasis WTO akan terancam. Sementara itu, apabila negara mitra menempuh jalur gugatan melalui WTO (seperti Tiongkok dan Kanada) dan Panel memutuskan bahwa AS bersalah, putusan Panel itu tetap sulit memiliki kekuatan hukum yang tetap karena AS tidak akan menerima hasil Panel begitu saja, sementara badan banding WTO diblokir oleh AS. Trump juga dengan mudah dapat memutuskan untuk meninggalkan WTO—sama seperti AS meninggalkan WHO dan Perjanjian Paris.

    Apapun keputusan yang akan diambil Pemerintah Trump, era perdagangan bebas yang ditandai dengan upaya mengurangi hambatan perdagangan dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi nampaknya sulit untuk dikembalikan ke jalur semula.

  • Ironi 1.000 Hari Pertama, Anak-Anak Pelosok dalam Labirin Stunting – Halaman all

    Ironi 1.000 Hari Pertama, Anak-Anak Pelosok dalam Labirin Stunting – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sri Juliati dan Facundo Chrysnha P

    TRIBUNNEWS.COM – Stunting masih menjadi isu nasional yang mengancam pemenuhan hak dasar bagi anak-anak.

    Hak anak juga termasuk dalam HAM dan pada dasarnya hak tersebut wajib untuk dipenuhi. 

    Mengutip data dari Bank Data Perlindungan Anak pada laman Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terangkum perbandingan jumlah kasus perlindungan anak pada 2023 dan 2024.

    Kasus terbagi dalam dua indikator, yakni Pemenuhan Hak Anak (PHA) dan Perlindungan Khusus Anak (PKA).

    Permasalahan stunting anak termasuk dalam klaster Pemenuhan Hak Anak, yang di dalamnya terdapat sejumlah penggolongan. Antara lain lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif hingga Kesehatan dasar dan kesejahteraan.

    Pada Data Perlindungan Anak 2023 jumlah kasus sebanyak 1.800 kasus terdiri dari Pemenuhan Hak Anak sebanyak 1.237 kasus atau 68,7 persen dan Perlindungan Khusus Anak sebanyak 563 atau 31,3 persen.

    Sementara Data Perlindungan Anak 2024 jumlah kasus sebanyak 2.057 kasus terbagi menjadi Pemenuhan Hak Anak sebanyak 1.378 kasus atau 67 persen dan Perlindungan Khusus Anak sebanyak 679 atau 33 persen.

    Data Perlindungan Anak 2023 dan 2024 sumber KPAI (Grafis:TRIBUNNEWS)

    Anak yang menderita stunting harus segera ditangani agar pemenuhan haknya dapat dilaksanakan secara optimal.

    Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

    Anak stunting ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dari standar pertumbuhan anak dibandingkan usia dan jenis kelaminnya. 

    Kondisi stunting membuat sebagian anak memiliki kesempatan lebih kecil untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. 

    Selama ini, orang memahami, anak yang mengalami stunting karena kekurangan gizi semata. 

    Padahal di balik kekurangan gizi itu, ada masalah yang lebih kompleks, mencakup permasalahan sosial dan budaya.

    Di Indonesia, angka prevalensi stunting anak balita sudah menunjukkan tren penurunan, meski masih jauh dari target penurunan sebesar 14 persen pada 2024. 

    Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting nasional sebesar 21,5 persen, turun sekitar 0,8 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya.

    Untuk itu, perlu langkah yang lebih serius lagi untuk mempercepat penurunan kasus stunting. Sebab menurunkan angka stunting bukanlah persoalan yang mudah.

    Kisah dan perjuangan dalam mengatasi stunting datang dari Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

    Desa Sokawera adalah desa yang berada di ujung utara Kabupaten Banyumas dengan ketinggian 1.099 mdpl sehingga menjadikannya sebagai desa tertinggi di Kecamatan Cilongok. 

    Desa Sokawera berbatasan langsung dengan wilayah kehutanan milik Perhutani di sebelah utara. 

    Sementara di sisi timur dan selatan, berbatasan langsung dengan Desa Sunyalangu dan Desa Singasari, Kecamatan Karanglewas. Batas desa di sebelah barat adalah Desa Gununglurah.

    Berdasarkan data per 31 Desember 2023, Desa Sokawera dihuni 8.957 jiwa dan tersebar di 64 RT. Mayoritas warganya berprofesi sebagai petani dan penderes kelapa.

    Di balik damai dan tenangnya daerah tersebut, masalah tingginya jumlah kasus anak stunting di Desa Sokawera mendesak untuk segera diatasi.

    Jumlah balita stunting per Desember 2023 mencapai 84 anak dari 388 balita. 

    Jumlah ini menjadikan Desa Sokawera sebagai salah satu desa ‘penyumbang’ angka stunting tertinggi di Banyumas yang kini berada di angka 20,9 persen berdasarkan SKI 2023.

    Kepala Desa Sokawera, Mukhayat menjelaskan, kasus balita stunting di desanya disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pola makan yang tidak baik dan kurangnya asupan protein hewani

    “Kondisi mereka terkait pola makan misalnya males makan. Kedua adalah protein yang kurang seperti protein hewani,” ucapnya pada 10 September 2023.

    Berangkat dari hal tersebut, sebuah lembaga filantropi yaitu Tanoto Foundation mendirikan pusat pengasuhan untuk pencegahan stunting di Lereng Gunung Slamet.

    Bekerjasama dengan pemerintah Desa Sokawera serta Pemkab Banyumas, Tanoto Foundation mendirikan Rumah Anak SIGAP.

    Hal ini sebagai bentuk komitmen dan dukungan kepada pemerintah setempat dalam program pencegahan stunting serta memajukan sumber daya manusia melalui peningkatan pola pengasuhan anak usia dini.

    Koordinator Rumah Anak SIGAP Sokawera, Ani mengatakan, sebenarnya ada tiga desa di Banyumas yang saat itu diasesmen oleh pihak Tanoto Foundation. 

    “Yang dipilih adalah Sokawera karena kasus stuntingnya paling tinggi,” kata dia, Selasa (19/11/2024).

    Selama setahun ini, Ani bersama empat fasilitator yang merupakan kader Posyandu Desa Sokawera mendampingi para orang tua dalam pengasuhan anak.

    Mereka menjalankan sejumlah program yang berfokus pada upaya pencegahan stunting. 

    Upaya ini dilakukan dengan strategi mengubah perilaku masyarakat dalam hal pola makan, pola asuh, serta pola hidup bersih dan sehat.

    “Jadi fokus kami adalah perubahan pola asuh pada penerima manfaat seperti ibu hamil, ibu dengan anak usia 0-3 tahun,” tutur Ani.

    Di Rumah Anak SIGAP Sokawera, para ibu akan mendapatkan ilmu tentang pencegahan stunting dari sejumlah narasumber berkompeten.

    Misalnya dengan materi pemberian ASI eksklusif, pemenuhan kebutuhan gizi sejak hamil, kehamilan yang sehat, mempersiapkan kelahiran, hingga menikmati proses mengasihi.

    “Meski materi atau informasi tersebut bersifat dasar, nyatanya banyak ibu yang belum mengetahui,” ujar dia.

    Materi lain yang berkaitan dengan pencegahan stunting juga diberikan kepada para ibu yang memiliki anak usia 0-6 bulan. 

    Yaitu pentingnya imunisasi dan vitamin A untuk anak usia dini; gizi seimbang untuk keluarga, dan Makanan Pendamping ASI (MPASI).

    “Ibu dengan anak usia 6-12 bulan, usia 12-24 bulan, dan usia 24-36 bulan mendapatkan materi yang berbeda, tetapi saling berkaitan dengan pencegahan stunting,” tambahnya.

    Bentuk dukungan lain yang diberikan Rumah Anak SIGAP Sokawera adalah rutin memantau tinggi dan berat badan anak secara berkala.

    “Jika ada anak yang berat badan dan tinggi badan tidak naik sebulan saja, kami sarankan untuk segera konsultasi dengan bidan atau dokter,” tambahnya.

    Keberadaan Rumah Anak SIGAP sebagai usaha percepatan penurunan stunting di Desa Sokawera mendapatkan apresiasi dari Kepala Bidang Kesehatan Masyarat Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, dr Novita Sabjan.

    Novita mengaku salut dengan langkah para pengurus Rumah Anak SIGAP Sokawera. Terlebih pendampingan yang diberikan berfokus pada anak-anak dengan masalah gizi.

    “Permasalahan gizi atau stunting erat kaitannya dengan pola asuh, sehingga intervensi ini lebih tepat karena akan ada investasi jangka panjang.”

    “Tidak hanya satu atau dua bulan, tapi implementasinya pun akan long lasting melalui sejumlah program yang dilakukan,” katanya.

    Novita pun berharap, intervensi semacam ini dapat diadopsi di banyak desa di Banyumas. 

    Hal senada juga disampaikan Kepala Bidang KKB Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Banyumas, Diah Pancasila Ningrum.

    Diah berharap, sejumlah program percepatan penurunan stunting yang dilakukan Rumah Anak SIGAP Sokawera terus berjalan dan berkelanjutan.

    “Saya berharap, program di Rumah Anak SIGAP Sokawera tidak berhenti serta bisa menjadi program yang berkelanjutan,” kata dia.

    Lebih lanjut Diah menjelaskan, program Rumah Anak SIGAP Sokawera pun melengkapi usaha lain yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyumas demi mempercepat penurunan angka stunting.

    Di antaranya pemberian makanan tambahan (PMT) yang dibagikan secara berkala, Orang Tua Asuh/Bapak dan Bunda Asuh Anak Stunting, serta Program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat).

    “Kami juga mendampingi para ibu hamil agar mereka tidak melahirkan anak stunting,” ucapnya.

    Kisah dari Pelosok NTT

    Bidan Dini (berkaus hijau) bersama sejumlah warga Desa Uzuzozo, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, NTT. Tujuh tahun menjadi bidan di sebuah desa terpencil di NTT, Dini sukses mengatasi masalah kesehatan ibu-anak, termasuk stunting. (Instagram/dwiaudn_)

    Kisah perjuangan mengatasi stunting juga dialami oleh Bidan Theresia Dwiaudina bertugas di Desa Uzuzozo, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Secara geografis, Desa Uzuzozo dikelilingi kawasan perbukitan, hutan, dan sejumlah sungai besar yang kerap meluap saat musim hujan datang.

    Jaraknya sekitar 2 jam dari pusat Kabupaten Ende. Sinyal pun hilang timbul di sini.

    Hanya ada satu fasilitas kesehatan yaitu pos kesehatan desa (poskesdes) dengan peralatan medis sederhana. 

    Itu pun lokasinya masih terbilang jauh dari 3 dusun dan 3 anak kampung yang ada di Desa Uzuzozo. Belum lagi medan ekstrem yang memisahkan.

    Menjadi satu-satunya tenaga kesehatan yang di desa terpencil itu, perempuan yang karib disapa Bidan Dini ini menghadapi sejumlah masalah besar terkait kesehatan ibu dan anak.

    Banyak anak di Desa Uzuzozo yang mengalami stunting atau tengkes.

    Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya pelayanan kesehatan dasar seperti imunisasi, kegiatan Posyandu, pemberian obat cacing, hingga pembagian vitamin A bagi anak-anak.

    “Yang remaja juga tidak mendapatkan tablet tambah darah,” kata Dini pada Tribunnews.com, Kamis (17/10/2024).

    Belum lagi, Dini harus ‘melawan’ sejumlah mitos kesehatan yang selama ini dipercaya oleh sejumlah masyarakat.

    Misalnya ada kepercayaan masyarakat yang sebaiknya tidak memberitahukan kabar kehamilan pada banyak orang. Cukup suami dan istri saja yang tahu.

    “Rasanya sulit sekali menemukan ibu hamil yang mau mengaku bahwa dirinya hamil,” tambah Dini.

    Saat bertugas di desa ini, Bidan Dini mulai melakukan sejumlah pendekatan. Terlebih pemerintah desa juga menargetkan agar kasus stunting dapat turun.

    Sejumlah pendekatan itu diselaraskan dengan kepercayaan di desa, tapi tetap sesuai prinsip kesehatan.

    Lewat kegiatan posyandu, ia mengajarkan para ibu tentang pola asuh yang baik dan nutrisi yang sehat untuk anak.

    Sebab, selama ini, tidak semua orang tua di Desa Uzuzozo tahu tentang jadwal dan cara pemberian makan.

    Dalam pengakuannya, Dini bahkan tak segan ribut saat mengetahui ada orang tua yang tidak memberikan makan bergizi pada sang anak.

    Usaha gigih Dini itu pun nyatanya membuahkan hasil. Jumlah anak stunting di Uzuzozo terus berkurang hingga 80 persen.

    “Dari 15 sekarang pada tahun 2019, sisa tiga,” katanya.

    Tak hanya itu, Dini melihat adanya perubahan gaya hidup dari masyarakat. Kini, sudah tidak ada lagi ibu hamil yang melahirkan di rumah atau orang tua yang menolak anaknya diimunisasi.

    Belum lagi, program pencegahan stunting yang dilaksanakan Dini juga menyasar kalangan remaja. Salah satunya melalui pemberian tablet tambah darah.

    Dini tak menampik adanya kerjasama lintas sektor yang dilakukan di tengah keberhasilannya dalam melakukan revolusi kesehatan pada warga Desa Uzuzozo.

    Bahkan sejumlah program seperti posyandu untuk balita dan lansia yang digelar setiap sebulan sekali juga tak lepas dari bantuan pihak desa.

    Dana Desa dianggarkan untuk menyiapkan makanan sehat yang bisa dikonsumsi secara gratis termasuk pendirian poskesdes dan penunjang peralatan medis.

    Kehadiran kader posyandu juga membantu Dini dalam melakukan pemantauan tentang kondisi kesehatan ibu dan anak, meski hasil evaluasi tetap ada di tangannya.

    Dini pun berharap agar lebih banyak lagi peran serta dari sejumlah pihak dalam pencegahan stunting, utamanya di desa-desa terpencil.

    “Jadi untuk kesejahteraan desa-desa ini bisa lebih diperhatikan lagi, entah dari pemerhati atau masyarakatnya. Apapun yang terjadi, keberhasilan sebuah negara dari komunitas-komunitas terkecil ini, apalagi sebuah desa,” kata dia.

    Stunting dan Masa Depan Anak

    Dokter spesialis anak asal Solo, Ardi Santoso, memberikan pengobatan gratis untuk pengungsi Rohingya di Aceh, 25-26 Desember 2023. Pengobatan itu dilakukan Ardi atas dasar panggilan kemanusiaan dengan merogoh kocek pribadi. (Tribunnews/ist)

    Di antara berbagai hak anak yang dilindungi oleh negara, hak atas kesehatan menjadi salah satu yang paling vital. 

    Anak-anak membutuhkan gizi yang cukup serta layanan kesehatan yang memadai agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. 

    Masalah kekurangan gizi kronis, yang saat ini lebih dikenal dengan istilah stunting, menjadi sorotan penting dunia, termasuk di Indonesia.

    Dalam konstitusi, perlindungan terhadap anak ditegaskan melalui Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 

    Namun, meskipun sudah dilindungi oleh berbagai undang-undang seperti UU Perlindungan Anak dan UU Kesehatan, angka stunting di Indonesia masih berada di atas ambang batas standar WHO, yaitu 20 persen.

    Kondisi ini menjadi cerminan bahwa stunting bukan hanya persoalan gizi semata, tetapi juga soal keseriusan semua pihak dalam menjamin masa depan generasi bangsa.

    Dokter spesialis anak dari RS Kasih Ibu Solo, dr. Ardi Santoso, Sp.A., M.Kes menjelaskan bahwa stunting adalah masalah yang serius dan berdampak luas. 

    “Stunting tidak hanya berdampak pada individu, tapi juga pada kualitas generasi masa depan dan produktivitas bangsa,” ujarnya Ketika diwawancarai pada Kamis (10/4/2025).

    Penyebab utama stunting, lanjutnya, adalah kekurangan gizi jangka panjang yang sering kali tidak disadari sejak dini. 

    Selain itu, infeksi berulang, pola asuh yang tidak optimal, sanitasi yang buruk, dan akses layanan kesehatan yang terbatas juga menjadi faktor pemicu.

    Dalam masa 1.000 hari pertama kehidupan—mulai dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun—segala hal yang berkaitan dengan nutrisi dan kesehatan ibu dan anak menjadi sangat krusial. 

    Nutrisi ibu hamil, pemberian ASI eksklusif, makanan pendamping ASI (MPASI) yang tepat, imunisasi lengkap, serta lingkungan bersih dan aman adalah penentu utama tumbuh kembang anak.

    Status gizi ibu saat hamil pun tidak kalah penting. 

    Bila ibu mengalami kekurangan gizi, pertumbuhan janin bisa terganggu, dan anak berisiko lahir dengan berat badan rendah, yang kemudian bisa berkembang menjadi stunting bila tidak mendapat penanganan segera.

    Masih banyak masyarakat yang menganggap anak pendek adalah hal wajar, mungkin karena faktor keturunan. 

    Padahal, menurut dr. Ardi, anggapan ini keliru. 

    “Banyak yang mengira anak pendek itu wajar karena faktor genetik. Padahal, bisa jadi itu stunting,” katanya.

    Dampak stunting tidak hanya terlihat dari segi fisik. 

    Dalam jangka pendek, anak menjadi lebih mudah sakit dan mengalami keterlambatan perkembangan. 

    Jangka panjangnya, kemampuan belajar bisa menurun, produktivitas saat dewasa rendah, dan anak lebih rentan mengidap penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes.

    Stunting juga memengaruhi perkembangan otak dan kecerdasan anak. 

    Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki IQ lebih rendah serta kesulitan bersosialisasi dan belajar.

    Orang tua memiliki peran besar dalam pencegahan stunting sejak dini. 

    Dimulai dari memberikan gizi seimbang pada masa kehamilan, menyusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama, hingga memberikan MPASI yang bergizi. 

    Selain itu, menjaga kebersihan lingkungan serta memantau tumbuh kembang anak secara rutin ke posyandu atau dokter juga sangat penting.

    Pemberian imunisasi juga tak kalah penting dalam pencegahan stunting karena dapat melindungi anak dari infeksi yang bisa memperburuk kondisi gizi. 

    Sementara ASI eksklusif memberikan nutrisi dan kekebalan alami terbaik bagi bayi.

    Untuk anak yang terlanjur mengalami stunting, meski sulit dibalikkan sepenuhnya, dr. Ardi menganggap intervensi gizi dan stimulasi dini masih bisa membantu memperbaiki beberapa aspek perkembangan, terutama bila dilakukan sebelum anak menginjak usia dua tahun.

    Tantangan di Pedesaan Masih Tinggi

    Landscape sekitar bangunan Rumah Anak SIGAP Sokawera Desa Sokawera, Cilongok, Banyumas, Selasa (19/11/2024). (Tribunnews.com/Chrysnha Pradipha)

    Tantangan pencegahan stunting di daerah pedesaan jauh lebih kompleks dibandingkan di perkotaan. 

    Kurangnya edukasi, keterbatasan akses layanan kesehatan, dan masih kuatnya mitos seputar makanan menjadi kendala utama.

    Namun bukan berarti tidak bisa diatasi. 

    Pendekatan berbasis komunitas dinilai efektif. 

    Penguatan peran posyandu, pelatihan kader kesehatan, dan pemberdayaan ibu-ibu muda dengan pendekatan budaya lokal terbukti mampu menurunkan angka stunting di beberapa wilayah.

    Peran kader posyandu, bidan desa, dan tokoh masyarakat sangat krusial. Mereka adalah ujung tombak edukasi dan pendampingan langsung kepada masyarakat. 

    “Kader dan bidan menjadi sumber informasi yang pertama kali dicari oleh ibu-ibu,” kata dr. Ardi.

    Dalam menangani stunting, peran tenaga kesehatan seperti dokter anak, bidan, perawat, hingga ahli gizi sangat dibutuhkan. Mereka bertugas memberikan diagnosis, edukasi, serta intervensi yang dibutuhkan oleh keluarga.

    Program pemerintah seperti posyandu dan Puskesmas sejauh ini dinilai sudah cukup efektif, apalagi bila didukung dengan pelatihan kader yang memadai dan keterlibatan masyarakat. 

    Namun, dr. Ardi menekankan bahwa “konsistensi dan keberlanjutan program menjadi kunci keberhasilan.”

    Tentu saja, tantangan tetap ada. 

    Di lapangan, para tenaga medis kerap menghadapi keterbatasan sumber daya, beban kerja tinggi, dan akses ke wilayah terpencil yang sulit dijangkau. 

    Belum lagi tantangan dalam mengubah pola pikir dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan anak.

    Stunting bukan hanya tanggung jawab keluarga, tapi juga negara. 

    Itulah sebabnya, penanganan stunting masuk dalam program prioritas nasional. 

    Menurut dr. Ardi, saat ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya maksimal, dan hasilnya terlihat dari angka stunting yang mulai menunjukkan penurunan.

    Meski begitu, upaya harus terus dilakukan. 

    “Edukasi dan jaminan kesehatan ibu-anak selama 1.000 HPK itu kuncinya,” jelasnya. 

    Pemerintah harus memastikan tidak hanya program berjalan, tapi juga benar-benar menyentuh masyarakat hingga ke lapisan bawah.

    Pesan dari dr. Ardi untuk para orang tua sederhana namun penting. 

    “Jangan menunggu anak terlihat kurus atau kecil. Cek tumbuh kembang secara rutin, berikan makanan bergizi, dan jangan ragu bertanya pada tenaga kesehatan.”

    Karena anak yang sehat, cerdas, dan tumbuh optimal bukan hanya dambaan keluarga, tapi juga aset penting bangsa. 

    (***)

  • Gempa Hari Ini Rabu 9 April 2025: Menggetarkan Indonesia Dua Kali – Page 3

    Gempa Hari Ini Rabu 9 April 2025: Menggetarkan Indonesia Dua Kali – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Lindu kembali menggetarkan Bumi Pertiwi pada hari ini, Rabu (9/4/2025). Hingga pukul 20.15 WIB, terjadi dua kali gempa hari ini di Indonesia.

    Berdasarkan laporan yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), lindu pertama menggetarkan dini hari tadi pukul 02:25:56 WIB di wilayah Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

    “Pusat gempa berada di laut 118 kilometer barat laut Tahuna, Kepulauan Sangihe,” papar BMKG seperti dikutip Liputan6.com dari laman resminya www.bmkg.go.id, Rabu (9/4/2025).

    Lindu di Indonesia itu memiliki kekuatan magnitudo 5 dengan kedalaman 10 kilometer. Episenter gempa berada pada koordinat titik 4,61 Lintang Utara (LU)-125,12 Bujur Timur (BT).

    Lindu dirasakan MMI (Modified Mercalli Intensity) III di Tahuna.

    Kemudian pada siang hari pukul 14:04:30 WIB, gempa bumi membuat wilayah Borong, Waingapu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Episenter lindu di Indonesia itu berada pada koordinat titik 9,09 Lintang Selatan (LS)-120,58 Bujur Timur (BT).

    Gempa dirasakan MMI (Modified Mercalli Intensity) II-III di Waingapu. Pusat lindu berada di laut 38 kilometer barat daya Borong. Gempa bumi di Indonesia tersebut berkekuatan magnitudo 3,8 dengan kedalaman 93 kilometer.

    Apa Itu Gempa Bumi?

    Untuk diketahui, gempa bumi adalah bencana alam yang bersifat merusak. Fenomena ini bisa terjadi setiap saat dan berlangsung dalam waktu singkat. Dan Indonesia termasuk wilayah rawan akan bencana gempa.

    Gempa bumi adalah bencana yang bisa menyebabkan kerugian nyawa dan materil.

    Menurut WHO, secara global gempa bumi menyebabkan 750 ribu kematian selama kurun 1998-2017. Lebih dari 125 juta orang terkena dampak gempa bumi selama periode ini.

    VIRAL VIDEO Penjarahan Bantuan Korban Gempa Mamuju dan Majene, Polda Sulbar: Masih Diselidiki

  • Jumlah Kematian Ibu Hamil Diperkirakan Bakal ‘Ngegas’, Ini Kemungkinan Pemicunya

    Jumlah Kematian Ibu Hamil Diperkirakan Bakal ‘Ngegas’, Ini Kemungkinan Pemicunya

    Jakarta

    Tren kematian ibu secara global menurun sebesar 40 persen dalam periode 2000 dan 2023, sebagian besar disebabkan oleh peningkatan akses ke layanan kesehatan esensial.

    Namun, laporan tersebut mengungkapkan laju peningkatan telah melambat secara signifikan sejak 2016, dan diperkirakan 260.000 wanita meninggal pada 2023 akibat komplikasi dari kehamilan atau persalinan. Kira-kira setara dengan satu kematian ibu setiap dua menit.

    Laporan tersebut muncul ketika pemotongan dana kemanusiaan dari Amerika Serikat yang berdampak parah pada perawatan kesehatan esensial di banyak bagian dunia, memaksa negara-negara untuk menghentikan layanan vital kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak.

    Pemotongan ini telah menyebabkan penutupan fasilitas dan hilangnya tenaga kesehatan, juga mengganggu rantai pasokan untuk persediaan dan obat-obatan yang menyelamatkan nyawa seperti perawatan untuk pendarahan, preeklamsia, dan malaria, semuanya merupakan penyebab utama kematian ibu.

    Tanpa tindakan yang cepat, ibu hamil di banyak negara akan menghadapi dampak buruk, khususnya mereka yang berada di lingkungan bencana saat angka kematian ibu sudah sangat tinggi.

    “Meskipun laporan ini menunjukkan secercah harapan, data tersebut juga menyoroti betapa berbahayanya kehamilan di sebagian besar dunia saat ini, terlepas dari kenyataan bahwa ada solusi untuk mencegah dan mengobati komplikasi yang menyebabkan sebagian besar kematian ibu,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    “Selain memastikan akses ke perawatan bersalin yang berkualitas, penting untuk memperkuat hak kesehatan dan reproduksi dasar perempuan dan anak perempuan – faktor-faktor yang mendukung prospek mereka untuk mendapatkan hasil yang sehat selama kehamilan dan setelahnya.”

    Laporan tersebut juga memberikan laporan global pertama tentang dampak pandemi COVID-19 terhadap kelangsungan hidup ibu. Pada 2021, diperkirakan 40.000 lebih perempuan meninggal karena kehamilan atau persalinan, meningkat menjadi 322.000 dari 282.000 pada tahun sebelumnya. Peningkatan ini tidak hanya terkait dengan komplikasi langsung yang disebabkan COVID-19 tetapi juga gangguan yang meluas pada layanan bersalin.

    Hal ini menyoroti pentingnya memastikan perawatan tersebut selama pandemi dan keadaan darurat lainnya, mengingat ibu hamil memerlukan akses yang andal ke layanan dan pemeriksaan rutin serta perawatan darurat 24 jam.

    “Ketika seorang ibu meninggal saat hamil atau melahirkan, nyawa bayinya juga terancam. Terlalu sering, keduanya hilang karena penyebab yang kita tahu cara mencegahnya,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell.

    “Pemotongan dana global untuk layanan kesehatan menempatkan lebih banyak ibu hamil pada risiko, terutama di lingkungan yang paling rapuh, dengan membatasi akses mereka ke perawatan penting selama kehamilan dan dukungan yang mereka butuhkan saat melahirkan. Dunia harus segera berinvestasi pada bidan, perawat, dan petugas kesehatan masyarakat untuk memastikan setiap ibu dan bayi memiliki kesempatan untuk bertahan hidup dan berkembang.”

    Laporan tersebut menyoroti ketimpangan yang terus-menerus terjadi antara wilayah dan negara, serta kemajuan yang tidak merata. Dengan angka kematian ibu yang menurun sekitar 40 persen pada 2000 dan 2023, Afrika sub-Sahara mencapai kemajuan yang signifikan, menjadi salah satu dari tiga kawasan PBB bersama Australia dan Selandia Baru, serta Asia Tengah dan Selatan, yang mengalami penurunan signifikan setelah 2015.

    Namun, menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi dan berbagai konflik, kawasan Afrika sub-Sahara masih menyumbang sekitar 70 persen dari beban kematian ibu global pada 2023.

    Hal ini menunjukkan kemajuan yang melambat, angka kematian ibu mengalami stagnasi di lima kawasan setelah 2015, yakni di Afrika Utara dan Asia Barat, Asia Timur dan Tenggara, Oseania (tidak termasuk Australia dan Selandia Baru), Eropa dan Amerika Utara, serta Amerika Latin dan Karibia.

    “Akses ke layanan kesehatan ibu yang berkualitas adalah hak, bukan hak istimewa, dan kita semua berbagi tanggung jawab mendesak untuk membangun sistem kesehatan yang memiliki sumber daya yang baik yang melindungi kehidupan setiap orang,” kata Russell.

    (naf/kna)

  • 8 Makanan ‘Biang Kerok’ Kolesterol Tinggi yang Jarang Disadari

    8 Makanan ‘Biang Kerok’ Kolesterol Tinggi yang Jarang Disadari

    Jakarta

    Banyak faktor yang dapat meningkatkan kolesterol, termasuk genetik, gaya hidup, dan pilihan makanan. Umumnya, hati atau liver memproduksi kolesterol yang digunakan untuk mensintesis hormon, memproduksi vitamin, dan membangun membran sel.

    Beberapa orang memproduksi terlalu banyak kolesterol atau mengonsumsi makanan yang meningkatkan kolesterol dalam darah, sehingga mengakibatkan tingginya kadar kolesterol dalam darah.

    Dikutip dari Eat This, Not That, kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL) atau kolesterol jahat yang tinggi dapat menyebabkan penumpukan plak di arteri. Akibatnya, dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.

    Makanan dapat sangat berdampak langsung pada kadar kolesterol. Makanan pemicu kolesterol, misalnya seperti makanan yang tinggi lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat dengan menghambat reseptor yang membuang kolesterol jahat dari darah.

    Dikutip dari beberapa sumber, berikut makanan pemicu kolesterol:

    1. Daging merah

    Makanan pemicu kolesterol yaitu daging merah, terutama yang banyak mengandung lemak. Daging unggas seperti ayam juga mengandung lemak jenuh, jadi pilihlah daging merah atau ayam yang memiliki sedikit atau bahkan tanpa lemak.

    2. Daging olahan

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklasifikasikan daging olahan, seperti bacon hingga sosis sebagai karsinogen. Dikutip dari CNBC Make It, daging olahan juga mengandung banyak natrium dan lemak jenuh.

    3. Makanan yang digoreng

    Dikutip dari Real Simple, minyak yang digunakan untuk menggoreng makanan sering kali dihidrogenasi. Proses hidrogenasi minyak tak jenuh untuk memadatkannya menghasilkan lemak trans.

    Makanan yang digoreng juga mengandung banyak lemak jenuh. Misalnya seperti kentang goreng ukuran sedang, mengandung 2,7 gram lemak jenuh.

    4. Makanan cepat saji (fast food)

    Ahli diet Alanna Cabrero mengungkapkan tidak ada yang tahu apakah restoran makanan cepat saji menggunakan minyak terhidrogenasi atau terhidrogenasi parsial untuk memasak makanan mereka.

    “Restoran bahkan dapat menggunakan kembali minyak yang mengubah lemak dalam minyak menjadi lemak trans,” tutur Cabrero.

    5. Makanan kemasan

    Makanan olahan kemasan yang beku, seperti pizza, nugget, atau popcorn kemasan dapat mengandung lemak jenuh, minyak terhidrogenasi, atau lemak trans.

    6. Makanan yang dipanggang atau kue kering

    Beragam makanan yang dipanggang, seperti kue kering, kue, atau muffin selain mengandung gula, bisa juga mengandung lemak jenuh.

    Kue coklat berukuran sedang mengandung 1,7 gram lemak jenuh dan croissant mini mengandung 5 gram lemak jenuh.

    7. Minuman manis

    Ahli nutrisi Lisa Andrews, MEd, RD, LD, menyarankan untuk menghentikan konsumsi minuman manis, seperti soda, jika ingin mengendalikan lipid.

    Dikutip dari Eat This, Not That, mengonsumsi minuman manis dalam jumlah yang berlebihan dapat dikaitkan dengan dislipidemia. Itu merupakan kondisi saat kadar kolesterol dan trigliserida yang tidak normal dalam darah.

    8. Mentega

    Mentega merupakan makanan yang tidak disarankan bagi orang dengan kolesterol tinggi. Itu merupakan makanan olahan susu berlemak tinggi dengan 7,3 gram lemak jenuh per sendok makan.

    Sebuah studi yang dipublikasi pada 2023 di Cureus menemukan bahwa saat buah alpukat dimasukkan ke dalam menu diet rendah lemak, hal itu dapat menurunkan kadar LDL.

    (sao/naf)