NGO: WHO

  • Bantuan Dipangkas, Pengungsi Myanmar di Thailand Dihantui Ancaman Kelaparan

    Bantuan Dipangkas, Pengungsi Myanmar di Thailand Dihantui Ancaman Kelaparan

    Jakarta

    Pemotongan dana bantuan luar negeri, lonjakan permintaan, serta inflasi yang tak terkendali telah memaksa lembaga-lembaga amal di Thailand untuk memangkas bantuan pangan secara drastis bagi puluhan ribu pengungsi yang melarikan diri dari kekerasan dan perang saudara di Myanmar.

    Kurangnya bantuan dana ini mengancam berkurangnya jumlah pasokan makanan, yang berujung pada kondisi makin jarang pula mereka bisa makan.

    Pemotongan bantuan dana tersebut diperkirakan akan mempengaruhi lebih dari 80% dari lebih 100.000 pengungsi yang kini tinggal di sembilan kamp sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar.

    Sebagian besar di antaranya telah berada di sana sejak tahun 1980-an, demikian menurut laporan The Border Consortium, sebuah aliansi lembaga amal yang menyuplai sebagian besar dukungan pangan ke kamp-kamp tersebut.

    Para pengungsi tidak bisa bekerja, Mengapa? Mereka terhalang oleh larangan untuk bekerja di luar kamp yang diberlakukan oleh pemerintah Thailand. Padahal kesempatan untuk mencari nafkah di dalam kamp juga peluangnya kecil.

    Untuk menghindari kelaparan, sebagian besar pengungsi sangat bergantung pada bantuan.

    Kesenjangan dana yang memaksa pemangkasan bantuan

    Direktur Eksekutif konsorsium tersebut, Leon de Riedmatten, menjelaskan, “Permintaan kami pada Agustus lalu adalah sebesar $20 juta, namun kami hanya menerima $15 juta, yang hanya cukup untuk bertahan hingga Juli 2025.”

    Inflasi yang merajalela, fluktuasi nilai tukar, serta lonjakan jumlah pengungsi turut memperburuk keadaan.

    De Riedmatten melanjutkan: “Ada beberapa faktor yang telah meningkatkan pengeluaran kami, dan kini… apa yang kami miliki tidak akan cukup untuk terus memberikan bantuan pangan pada skala yang sama kepada para pengungsi di kamp-kamp tersebut.”

    Apakah pemangkasan ini akan berlanjut setelah Juli 2025? Jawabannya sangat bergantung pada keputusan para donor yang masih belum memberi kepastian.

    Ketidakpastian pangan yang kian melebar

    Setelah terdaftar dalam program bantuan pangan, pengungsi menerima kartu digital yang diberi saldo setiap bulan berdasarkan kebutuhan mereka yang dievaluasi secara berkala.

    Namun, The Border Consortium menegaskan bahwa rumah tangga yang sangat bergantung pada kartu ini untuk membeli sebagian besar kebutuhan pangan mereka akan tetap mendapatkan top-up pada level yang sama seperti sebelumnya.

    Yang paling menanggung beban pemotongan anggaran adalah 83% pengungsi di rumah tangga standar, yang dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan mereka sendiri, sering kali dengan bantuan dari kebun kecil, pekerjaan sederhana di dalam kamp, atau sumbangan dari kerabat di luar negeri. Bagi sebagian dari mereka, pemotongan anggaran akan terasa sangat besar.

    Seorang pengungsi di kamp terbesar, Mae Le, bukan nama sebenarnya dan yang enggan disebutkan namanya karena khawatir ditindak otoritas Thailand, mengungkapkan bahwa pemangkasan ini akan memaksa mereka untuk makan lebih sedikit.

    “Mungkin kami hanya akan makan dua kali sehari, mungkin satu kali sehari, atau bahkan harus mengurangi porsi makan kami,” ujarnya, sambil menambahkan, “Apa pun yang kami terima, kami harus menerima kenyataan ini.”

    Anak-anak kurang gizi

    Pada saat yang bersamaan, hasil survei terbaru mengenai gizi anak-anak di kamp-kamp pengungsi menunjukkan bahwa malnutrisi semakin meningkat.

    Malnutrisi akut meningkat menjadi 3,4% sejak 2019, setelah bertahan stabil pada angka sekitar 2% selama bertahun-tahun.

    Sementara itu, malnutrisi kronis yang sebelumnya menurun secara bertahap hingga 2022, kini melonjak menjadi 25,7% pada tahun lalu, dari 21,5% pada tahun sebelumnya.

    Direktur Program Thailand untuk The Border Consortium, Tim Moore, menegaskan bahwa meskipun tingkat malnutrisi akut masih berada di bawah ambang batas yang dianggap mengkhawatirkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kenaikan malnutrisi kronis sangat terkait dengan meningkatnya jumlah pengungsi yang datang dari Myanmar, di mana perang saudara telah menenggelamkan jutaan orang dalam kemiskinan.

    Moore menyatakan bahwa meski pemangkasan bantuan pangan telah dilaksanakan, kamp-kamp tersebut masih memiliki beberapa langkah perlindungan untuk mendeteksi dan mengobati malnutrisi.

    Larangan bekerja bagi pengungsi: beban yang makin berat

    De Riedmatten juga mengungkapkan bahwa konsorsium tengah mencari cara untuk menanggulangi pemangkasan ini secepat mungkin.

    Dengan banyak negara donor yang kini lebih fokus memenuhi kebutuhan domestik mereka daripada memberikan bantuan luar negeri, mereka berharap dapat meyakinkan pemerintah Thailand untuk memberikan izin kepada pengungsi untuk bekerja di luar kamp agar mereka bisa memenuhi lebih banyak kebutuhan mereka sendiri.

    Selama bertahun-tahun, para pembela hak pengungsi telah mendorong gagasan ini, namun belum ada hasil nyata.

    Bahkan, setelah seorang anggota parlemen oposisi mengusulkan hal yang sama pada Januari lalu, Wakil Perdana Menteri Phumtham Wechayachai menolaknya, dengan alasan bahwa hal itu akan membebani warga negara Thailand.

    Namun, De Riedmatten tetap berharap bahwa Kementerian Dalam Negeri Thailand yang harus mengimplementasikan kebijakan ini, mulai membuka ruang untuk mempertimbangkan proposal tersebut.

    “Tapi kita belum sampai pada titik itu, saya sungguh berharap kita bisa menemukan cara untuk menyelesaikan masalah ini sebelum sampai pada situasi yang benar-benar tak terpecahkan,” pungkas De Riedmatten penuh harap.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningih

    Editor: Hendra Pasuhuk

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Fahira Idris Gaungkan Pentingnya Budaya Donor Darah di Jakarta
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        26 April 2025

    Fahira Idris Gaungkan Pentingnya Budaya Donor Darah di Jakarta Megapolitan 26 April 2025

    Fahira Idris Gaungkan Pentingnya Budaya Donor Darah di Jakarta
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Anggota DPD RI dapil DKI Jakarta
    Fahira Idris
    terus menggaungkan pentingnya budaya
    donor darah
    di tengah masyarakat. 
    Lewat kegiatan bakti sosial dan donor darah yang digelar di Aula Kantor Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (26/4/2025), ia mengajak warga untuk rutin berdonor setiap dua bulan sekali.
    Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program keliling ke 44 kecamatan dan 267 kelurahan di Jakarta yang Fahira jalankan bersama organisasi masyarakat (ormas) Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar).
    “Kami tidak hanya menyerap aspirasi warga, tetapi juga berusaha menciptakan gerakan sosial yang nyata dan berkelanjutan, terutama melalui donor darah,” ujarnya melalui siaran pers, Sabtu (26/4/2025).
    Fahira mengucapkan terima kasih kepada warga yang antusias mendonorkan darah, PMI Provinsi DKI Jakarta, camat Tanjung Priok, serta Bang Japar yang telah mendukung kegiatan tersebut.
    “Semoga kami diberi kemudahan untuk terus menggelar donor darah di seluruh kecamatan dan kelurahan di Jakarta,” tambahnya.
    Menurut Fahira, donor darah memiliki empat urgensi utama yang harus dipahami masyarakat.
    Pertama
    , dari sisi kemanusiaan, donor darah merupakan bentuk solidaritas tertinggi. Aksi sederhana ini mampu melampaui sekat sosial, ekonomi, hingga agama, sekaligus menyelamatkan banyak nyawa.

    Donor darah
    adalah tindakan kecil yang berdampak besar. Dengan populasi yang padat, Jakarta memiliki kebutuhan darah yang sangat tinggi,” ujar Fahira. 
    Ia mengungkapkan, ketersediaan darah sering menjadi faktor penentu keselamatan pasien. Oleh karena itu, donor darah harus dipandang sebagai panggilan kemanusiaan.
    Kedua
    , donor darah berperan penting dalam menjaga ketahanan sistem kesehatan. 
    “Jakarta, sebagai pusat rujukan nasional, membutuhkan stok darah yang stabil untuk mendukung berbagai tindakan medis,” imbuh Fahira. 
    Menurut WHO, kebutuhan darah ideal di sebuah negara adalah 2 persen dari total populasi. Untuk Jakarta, setidaknya dibutuhkan 200.000 kantong darah per tahun.

    Ketiga
    , dari perspektif mitigasi bencana, donor darah menjadi bagian penting dari strategi siaga dan tanggap darurat,” tutur Fahira. 
    Sebagai negara rawan bencana, lanjut dia, Indonesia harus selalu siap menghadapi kemungkinan krisis. 
    Dalam setiap bencana alam, seperti gempa bumi, banjir besar, atau kebakaran, kebutuhan darah biasanya melonjak drastis karena banyak korban memerlukan penanganan segera. 
    “Donor darah yang dilakukan secara terjadwal akan memastikan stok darah tetap tersedia, bahkan dalam situasi darurat,” ucap Fahira.
    Keempat
    , sebut dia, donor darah memberikan manfaat kesehatan bagi pendonornya. 
    Selain memberi dampak positif bagi penerima, donor darah juga membawa keuntungan bagi kesehatan pendonor. 
    “Berbagai penelitian menunjukkan bahwa donor darah secara rutin dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, serta memperlancar peredaran darah,” jelas Fahira.
    Selain itu, lanjut dia, donor darah juga membantu mendeteksi dini kondisi kesehatan melalui pemeriksaan standar sebelum donor, seperti kadar hemoglobin, tekanan darah, dan pemeriksaan infeksi menular.
    “Donor darah harus didukung oleh sistem yang terstruktur dan terjadwal. Upaya untuk menjadikan donor darah sebagai budaya perlu terus diperkuat,” ujar Fahira. 
    Menurutnya, inisiatif seperti menjadikan donor darah bagian dari peringatan hari besar nasional, ulang tahun institusi, atau
    program CSR
    perusahaan merupakan langkah efektif untuk memperluas jangkauan dan membangun kesadaran kolektif.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pilah-pilih Informasi, Jangan Sebar Hoaks soal Imunisasi, Bisa Ancam Kesehatan Anak Indonesia – Halaman all

    Pilah-pilih Informasi, Jangan Sebar Hoaks soal Imunisasi, Bisa Ancam Kesehatan Anak Indonesia – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Di era gempuran info di media sosial, orang tua perlu memilah informasi terkait imunisasi dan vaksinasi.

    Hoaks telah terbukti menurunkan cakupan imunisasi secara nasional yang mengakibatkan kesehatan anak Indonesia terancam.

    Selama bertahun-tahun hoaks terkait imunisasi dan vaksinasi terus beredar.

    Misalnya anggapan imunisasi membuat anak yang sehat menjadi sakit, vaksin mengandung babi atau bahan berbahaya hingga vaksin dianggap haram.

    Informasi yang menyesatkan itu sering kali disebarkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

    Dampak Nyata Hoaks

    Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) mengatakan, di era media sosial seperti ini informasi sangat mudah disebarluaskan melalui pesan WhatsApp dan postingan di media sosial.

    Sayangnya, banyak masyarakat mudah percaya pada pesan-pesan berantai itu sehingga meningkatkan keraguan dan keresahan masyarakat terkait imunisasi.

    “Misalkan vaksin itu ada babinya atau juga pertanyaan bahwa proses vaksin itu apakah suci atau tidak. Apakah imunisasi wajib dalam Islam, apakah ada hadisnya,” ujar dia dalam webinar yang digelar Kementerian Kesehatan pada Rabu (9/4).

    Pernyataan yang misinformasi itu mengakibatkan, penolakan imunisasi di beberapa daerah, lalu muncul Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit lama seperti difteri, campak dan polio.

    “Hal ini yang membuat cakupan imunisasi secara nasional menurun. Ini menjadi tantangan tenaga kesehatan untuk memberikan penjelasan dengan penuh empati kepada masyarakat yang menolak vaksin,” ujar dr Piprim.

    Bagi dr Piprim, imunisasi bukan hanya soal medis, tetapi juga soal kemaslahatan.

    Seorang bayi sedang menerima imunisasi polio di Puskesmas Nagaswidak, Palembang, Kamis (27/7/2023). Imunisasi pada bayi dan anak memiliki manfaat yang sangat besar. Imunisasi merupakan suatu upaya dari pemerintah yang bertujuan untuk mencegah meningkatnya angka kesakitan pada penyakit tertentu yang beresiko pada bayi dan membentuk kekebalan tubuh agar tidak mudah terinfeksi virus penyebab penyakit. Kementerian Kesehatan memperkenalkan jenis antigen baru yang ditambahkan dalam program imunisasi nasional yang saat ini sedang dilaksanakan oleh pemerintah.Keempat jenis vaksin tersebut adalah vaksin Pneumokokus Konyugasi (PCV) untuk mencegah pneumonia (radang paru), vaksin Human Papiloma Virus (HPV) untuk mencegah kanker leher rahim, vaksin Rotavirus (RV) untuk mencegah diare berat, dan vaksin Inactivated Poliovirus Vaccine (IPV) dosis kedua untuk memperkuat perlindungan dari polio.ehingga Imunisasi pada anak diharapkan dapat menciptakan ekosistem kesehatan Indonesia menuju kelas dunia. TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO (TRIBUN SUMSEL/TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO)

    Dalam catatan IDAI, hoaks berupa vaksin mengandung racun dan berbahaya membuat banyak keluarga di awal tahun 2000 menolak imunisasi, kemudian pada 2005 terjadi KLB polio.

    Saat itu, wabah polio menyerang 305 orang di 47 kabupaten/kota di 10 provinsi. 

    Untuk diketahui, polio merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus polio dan menyerang sistem saraf. 

    Dalam beberapa kasus, infeksi ini dapat menyebabkan kelumpuhan hingga kematian dalam waktu singkat.

    Polio dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang usia. 

    Hingga saat ini belum ditemukan obat untuk penyakit ini. Vaksinasi merupakan cara paling efektif untuk mencegah penularannya.

    Imunisasi adalah Hak Setiap Anak

    Agar anak tumbuh dan berkembang mencapai potensinya, seorang anak memerlukan asuh, asih, dan asah serta tak kalah penting adalah imunisasi.

    Ada banyak penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin seperti tuberkulosis, kanker hati, polio, campak, rubella, tetanus, difteri hingga pertusis.

    GENERASI EMAS DAN SEHAT INDONESIA. Di era gempuran informasi di media sosial, orang tua perlu memilah informasi terkait imunisasi dan vaksinasi. Hoaks telah terbukti menurunkan cakupan imunisasi secara nasional yang mengakibatkan kesehatan anak Indonesia terancam.

    “Imunisasi penting untuk melindungi dari penyakit berbahaya. Imunisasi itu hak setiap anak. Semua pasti mendambakan anak yang tumbuh dan kembangnya optimal,” kata Ketua Pokja Imunisasi Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Hartono Gunardi di Jakarta pada Jumat (21/3).

    Karena itu, Prof Hartono mengatakan, sebagai upaya mewujudkan generasi emas Indonesia, kebutuhan dasar anak Indonesia harus dipenuhi.

    Ia menekankan, meski seorang anak dibesarkan dalam lingkungan bersih dan tampak sehat. Imunisasi tetap diperlukan.

    “Vaksin itu aman dan efektif sebagai perlindungan jangka panjang. Ini adalah investasi bagi generasi masa depan,” ujar dia.

    Mari Melawan Hoaks

    Mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO tahun 2023, sebanyak 14,5 juta anak di dunia masih belum mendapatkan imunisasi dasar (zero dose).

    Di atas kertas Indonesia mengalami kemajuan, dimana tahun 2023 hanya ada sekitar 662 ribu anak yang belum menerima vaksinasi.

    Namun di sisi lain, Indonesia masih menjadi negara dengan jumlah zero dose tertinggi keenam di dunia.

    Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan, dr. Prima Yosephine, menyadari salah satu penyebab banyaknya anak Indonesia belum mendapatkan imunisasi adalah informasi yang tidak benar dan menyesatkan.

    “Info itu pada awalnya akan menimbulkan keraguan, ketakutan hingga penolakan terhadap imunisasi,” ujarnya.

    Ia meyakini, perlu kolaborasi bersama untuk menghadapi kondisi ini.

    Media misalkan memiliki peran krusial dalam meluruskan persepsi masyarakat dan menangkal hoaks terkait imunisasi.

    Selain itu juga komunitas digital seperti influencer hingga tokoh agama.

    Direktur Global Health strategies Indonesia, Ganendra Awang Kristandya, menekankan kekuatan media sosial harus diarahkan untuk menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia .

    Hoaks kesehatan menyebar sangat cepat.

    “Semua pihak termasuk influencer, tokoh agama harus lebih banyak bersuara tentang fakta imunisasi. Seperti  imunisasi sebagai hak dasar anak,” tegasnya dalam kegiatan yang digelar Kemenkes pada Senin (21/4).

    Di kesempatan berbeda, Team Leader for Risk Resilience and Governance a.i. United Nations Development Programme (UNDP), Siprianus Bate Soro menegaskan, berita hoaks menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap imunisasi.

    “Kami mengajak semua, media untuk bersama-sama menyajikan informasi yang benar dan akurat untuk melawan disinformasi sebagai upaya meningkatkan cakupan imunisasi,” jelas dia.

     

  • WHO Perkirakan Ada 1,1 Juta Kasus Malaria di RI, Tapi Baru Terdeteksi Setengahnya

    WHO Perkirakan Ada 1,1 Juta Kasus Malaria di RI, Tapi Baru Terdeteksi Setengahnya

    Jakarta

    Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), Ina Agustina Isturini, mengatakan temuan malaria di Indonesia masih jauh dari perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Pada tahun 2024, jumlah kasus yang ditemukan hanya setengah atau sekitar 543.965 dari perkiraan WHO yang mencapai 1,1 juta kasus. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, mencapai 404.272 kasus.

    “Meskipun ini sudah semakin tinggi (temuan kasus), ini masih di bawah perkiraan WHO, mereka itu memperkirakan sekitar 1,1 juta kasus di Indonesia dan kita baru menemukan 54 persen,” kata dr Ina dalam konferensi pers daring, Jumat (25/4/2025).

    dr Ina menuturkan pada tahun 2024, jumlah tes malaria yang dilakukan mencapai 4 juta. Namun, karena dianggap masih kurang, Kemenkes berencana untuk meningkatkan jumlah tes tersebut dua kali lipat menjadi 8 juta pada tahun ini.

    Harapannya, temuan kasus malaria pada tahun 2025 dapat dilakukan dengan lebih maksimal. Pihaknya memperkirakan akan ada lebih dari 900 ribu kasus malaria pada tahun ini.

    “Kita sudah melakukan 4 juta tes masih kurang, maka kita tahun ini menargetkan 8 juta tes. Supaya kita bisa menemukan kasus sebanyak-banyaknya yang hampir tahun ini diperkirakan hampir 950 ribu ya, tepatnya 947 ribu. Jadi diharapkan dengan banyaknya tes ini bisa meningkatkan temuan kasus,” tandasnya.

    (avk/suc)

  • BPOM Percepat Izin Edar Obat, dari 120 Hari Jadi 90 Hari – Halaman all

    BPOM Percepat Izin Edar Obat, dari 120 Hari Jadi 90 Hari – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) mempercepat proses registrasi obat hingga mendapatkan izin edar. 

    Upaya ini dilakukan dengan bekerja sama melalui mekanisme joint assessment bersama organisasi atau regulator negara lain.

    Seperti ASEAN melalui ASEAN Joint Assessment (AJA), WHO, dan The European Medicines Agency (EMA).

    Mekanisme dilakukan melalui skema reliance bilateral dan regional, diharapkan dapat memfasilitasi pengambilan keputusan regulatori dengan lebih cepat.

    Namun tetap mengedepankan aspek keamanan, efikasi, dan mutu produk yang memenuhi standar internasional.

    “Melalui skema reliance, BPOM mampu memangkas waktu evaluasi registrasi obat dari 120 hari kerja menjadi hanya 90 hari kerja,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar pada keterangannya, Jumat (25/4/2025). 

    Menurut Taruna Ikrar, salah satu langkah besar menerapkan sistem reliance yang merujuk pada hasil evaluasi dari negara-negara dengan sistem pengawasan tepercaya. 

    “Mekanisme ini telah terbukti menyederhanakan proses evaluasi pra-pasar, mengurangi birokrasi, serta mempercepat waktu dan mengefisiensikan sumber daya,” lanjutnya.

    Lebih lanjut, Taruna Ikrar menegaskan pentingnya percepatan akses terhadap obat-obatan guna mendukung peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, khususnya di kawasan Asia dan Indonesia.

    Taruna Ikrar kemudian mencontohkan beberapa produk obat dan vaksin yang telah memperoleh izin edar BPOM melalui skema reliance dari metode joint assessment dengan dukungan dari WHO, EMA, dan ASEAN. 

    Beberapa di antaranya, yaitu Vaksin Dengvaxia, Qdenga (vaksin dengue), Perjeta (untuk kanker payudara), serta obat malaria dan autoimun.

    Dengan terobosan sistem reliance tersebut, Indonesia melalui BPOM mempercepat akses terhadap obat-obatan.

    Termasuk obat-obat inovatif yang baru dikembangkan dan dibutuhkan sebagai alternatif terapi bagi masyarakat Indonesia, seperti advanced therapy medicinal products/ATMP. 

    “Kami berupaya terus percepat akses terhadap obat-obatan inovatif dan memperkuat kapasitas nasional untuk mengatasi tantangan kesehatan masyarakat,” pungkasnya. 

  • Demi Masyarakat Sehat, Pelabelan Komposisi Gula, Garam dan Lemak di Depan Kemasan Harus Ada

    Demi Masyarakat Sehat, Pelabelan Komposisi Gula, Garam dan Lemak di Depan Kemasan Harus Ada

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM – Ketua Umum Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, Ari Subagyo menginginkan Hari Konsumen Nasional yang diperingati pada 20 April lalu sebagai momentum kehadiran negara dalam melindungi konsumen.

    Satu di antaranya melalui penerapan label pangan yang informatif dan mudah dipahami terkait komposisi Gula, Garam, dan Lemak (GGL) melalui Front-of-Package Labelling (FOPL) atau pelabelan di bagian depan kemasan. 

    Ari berpendapat, FOPL merupakan bentuk penyampaian informasi pelabelan gizi sederhana di bagian depan yang lebih mudah diakses konsumen dan dilengkapi dengan tabel informasi gizi di bagian belakang kemasan. 

    “WHO dalam rekomendasinya di tahun 2019 mendorong penerapan FOPL secara wajib dengan model profil gizi yang sederhana, jelas dan tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat,” kata Ari, Jumat (25/4/2025).

    Ari menjelaskan, penerapan FOPL sangat relevan dalam mendukung upaya pemerintah menekan angka Penyakit Tidak Menular (PTM), khususnya obesitas, sebagaimana ditargetkan dalam RPJMN
    2025–2029. 

    “Ketentuan mengenai pengendalian GGL juga telah diatur dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024,” ujarnya.

    Ari menjelaskan, beleid yang mengatur hal itu juga ada pada Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 yang telah mengatur kewajiban pencantuman kandungan gula. 

    Terkuak pengakuan pelaku pembunuh pria yang jasadnya dibuang dalam karung di saluran air di Jalan Daan Mogot, Tangerang. Pelaku yang diketahui bernama Nana alias Ragil tega menghilangkan nyawa korban karena dua alasan.

    Namun, implementasinya belum efektif karena minimnya pemahaman masyarakat terhadap informasi gizi yang ada.

    “Sebagai bentuk pemenuhan hak atas kesehatan, pemerintah perlu lebih tegas dalam menerapkan sistem FOPL. 

    Melalui pelabelan yang sederhana dan mudah dipahami, konsumen dapat menghindari produk tinggi GGL, sekaligus memiliki kendali dalam menentukan pilihan gizi yang lebih sehat,” tuturnya.

    Menurutnya, melalui implementasi peraturan dengan baik maka akan berdampak langsung dalam menurunkan angka PTM dan mengurangi beban pembiayaan kesehatan di masa depan.

    Untuk itu, lanjut Ari, dalam peringatan Hari Konsumen Nasional Tahun 2025, FAKTA Indonesia mendesak kehadiran nyata pemerintah dalam pengendalian konsumsi produk tinggi GGL melalui kebijakan label kemasan yang tegas, mudah dipahami, dan berpihak pada konsumen. 

    “Perlindungan ini sangat penting untuk memastikan kesehatan masyarakat menuju Generasi Emas 2045,” kata Ari Subagyo.

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Melawan Disinformasi dan Misinformasi Imunisasi Mulai dari Orang Tersayang

    Melawan Disinformasi dan Misinformasi Imunisasi Mulai dari Orang Tersayang

    Jakarta

    Hidup sebagai orang tua, akan selalu tentang belajar dan tanggung jawab, ini berlangsung seumur hidup. Terkadang, orang tua tidak tahu, apakah keputusan yang mereka ambil demi sang buah hati tepat atau tidak. Tetapi, pada satu momen, mereka yakin bahwa itulah satu keputusan terbaik.

    Inilah yang saat ini dirasakan oleh pasangan muda, Nabila (27) dan Raditya (28). Di usia pernikahan yang baru seumur jagung, yakni kurang dari dua tahun, keduanya sudah dikaruniai satu malaikat kecil bernama Namira, yang kini berusia genap enam bulan.

    Pertama kali menjadi orang tua, keduanya menyadari bahwa hidup mereka kini akan selalu tentang belajar apapun, termasuk soal imunisasi anak. Masa depan Namira soal imunisasi kesehatan ada di ujung lidah mereka. Keputusan apapun yang diambil, itulah yang didapat oleh Namira.

    Nabila merupakan sosok yang menyadari betul betapa pentingnya imunisasi pada anak. Namun, sang suami, memiliki pandangan yang agak berbeda. Raditya, tidak sepenuhnya menganggap bahwa imunisasi ini sepenting itu, sehingga bisa saja dilewati.

    “Aku sebenarnya bukan sepenuhnya tidak setuju (imunisasi). Antara perlu atau tidaknya divaksinasi itu jadi pertanyaan gitu loh, ini perlu nggak sebenarnya? Kayaknya nggak perlu deh sampai vaksinasi, karena virus ini pun bakal hinggap ke anak atau orang, tinggal gimana cara tubuhnya melawan kan?” kata Raditya saat dihubungi detikcom, Jumat (25/4/2025).

    “Imunisasi ini kan kayak dimasukkan bakteri atau virus (yang dilemahkan) kan? Nggak setujunya saya, kenapa kok perlu dipantik dulu gitu loh?” lanjut dia.

    Merasa ragu soal imunisasi

    Tapi, Raditya menyadari bahwa ia merupakan nakhoda di sebuah kapal kecil bernama keluarga. Di satu sisi, sang istri ingin sekali anaknya mendapatkan imunisasi lengkap, namun di sisi lain, dirinya masih bertanya-tanya apakah suntikan demi suntikan itu perlu untuk anaknya?

    Umur Namira saat itu kurang dari satu minggu. Bidan yang membantu proses kelahiran sudah menjelaskan pada Raditya tentang jenis-jenis vaksin untuk imunisasinya, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), hingga keuntungan jika sang anak diimunisasi.

    Nabila juga melakukan hal yang sama. Dirinya tahu betul bagaimana sifat suaminya. Dia tidak ingin memaksa, karena bagaimanapun, selain menjadi ibu yang hebat, Nabila juga ingin menjadi istri yang baik.

    Perlahan dia juga menjelaskan kepada Raditya tentang apa-apa soal imunisasi. Dirinya tahu bahwa suaminya itu hanya butuh informasi yang lebih lengkap.

    “Itu sudah direkomendasikan oleh bidannya Namira. Kalau memang itu rekomendasi, aku juga nggak mungkin mendebat ke bidan. Daripada nanti ribet, aku adu argumen, ya sudah imunisasi saja,” kata Raditya.

    Takut KIPI

    Pasca-imunisasi, ketakutan Raditya saat itu bertambah, yakni terkait dengan KIPI. Sebagai seorang ayah, dirinya tidak ingin sang buah hati mengalami kejadian yang buruk.

    Seperti yang diketahui, KIPI dibagi menjadi dua, yakni ringan dan berat. KIPI ringan biasanya cenderung sembuh sendiri karena meliputi demam, nyeri otot, bengkak di area suntikan, dan sakit kepala. Sedangkan KIPI berat menimbulkan risiko serius pada kesehatan, seperti kejang, syok, hingga penurunan trombosit. Kondisi ini memerlukan penanganan medis segera.

    “Alhamdulillah saat itu Namira nggak kenapa-kenapa. Paling hanya agak hangat saja badannya,” katanya.

    Dari pengalaman tersebut, kini Namira sudah mendapatkan beberapa kali suntikan vaksin, seperti imunisasi BCG 1 dan 2, DPT 1 dan 2 (Difteri, Pertusis, Tetanus), Polio 1 dan 2, PCV 1 (Pneumococcal Conjugate Vaccine), dan Rotavir 1.

    Nabila dan Raditya berkomitmen untuk terus menjaga kesehatan sang anak. Terkait imunisasi lanjutan, keduanya sepakat untuk terus melakukan yang terbaik bagi Namira.

    Di sisi lain, mereka juga menyadari bahwa di lingkungan mereka masih ada orang tua yang ‘termakan’ oleh disinformasi terkait imunisasi.

    “Saya sih minta ke Kemenkes (Kementerian Kesehatan) ya kayak terus sosialisasi nunjukin bahwa ini loh real data antara anak yang diimunisasi dan yang nggak, imunnya bertambah sampai berapa persen, jadi masyarakat dapat datanya gitu,” kata Raditya.

    “Kami perlu gitu bukti konkret lah bahwa imunisasi ini bener nggak sih imunnya bakal bertambah atau terbentuk gitu. Soalnya ada kasus saudara saya sendiri, dia punya anak, udah imunisasi lewat satu tahun, harusnya kan udah selesai, tapi itu dia tetap kena penyakitnya,” sambungnya.

    Pertarungan melawan narasi disinformasi

    Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan dr Prima Yosephine, menyebut bahwa salah satu tantangan terbesar dalam mengejar cakupan imunisasi bukan lagi soal distribusi vaksin atau akses fasilitas, melainkan pertarungan narasi.

    “Salah satu isu penting yang menjadi penyebab banyaknya anak Indonesia belum mendapatkan imunisasi adalah beredarnya informasi palsu atau tidak benar tentang imunisasi. Informasi yang tidak benar dan menyesatkan ini pada awalnya akan menimbulkan keraguan, ketakutan, dan pada akhirnya akan menimbulkan penolakan terhadap imunisasi,” ujar dr Prima, dikutip detikcom dari YouTube Kemenkes ‘Meningkatkan Minat Masyarakat untuk Melengkapi Imunisasi Anak’ Jumat, (25/4/2025).

    Berdasarkan data WHO tahun 2023, sebanyak 14,5 juta anak di dunia belum mendapatkan imunisasi dasar atau zero dose. Indonesia memang menunjukkan kemajuan signifikan dari 1,1 juta anak belum diimunisasi pada 2021 menjadi 662 ribu anak pada 2023.

    Namun, Indonesia masih menjadi negara dengan jumlah zero dose tertinggi keenam di dunia.

    “Imunisasi masih menjadi salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang terbukti sangat efektif dan efisien hingga saat ini. Melalui imunisasi, jutaan anak telah terselamatkan dari bahaya kesakitan, kecacatan, bahkan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,” kata dr Prima.

    “Imunisasi bukan sekadar memberikan perlindungan bagi individu, tapi lebih dari itu, dia menciptakan kekebalan bagi komunitas. Anak yang telah diimunisasi kini menjadi perisai bagi mereka yang tidak dapat diberikan imunisasi karena kondisi kesehatan tertentu,” tutup dr Prima.

    (dpy/kna)

  • Penyakit yang Bisa Dicegah dengan Vaksin Kian Merebak

    Penyakit yang Bisa Dicegah dengan Vaksin Kian Merebak

    Jakarta

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), badan PBB yang mengurusi masalah anak-anak (UNICEF), dan aliansi vaksin Gavi mengeluarkan peringatan bahwa dunia kini menghadapi peningkatan jumlah wabah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, seperti campak, meningitis, dan demam kunir atau demam kuning.

    Pernyataan bersama ini dikeluarkan pada awal Pekan Imunisasi Dunia yang berlangsung dari tanggal 24 hingga 30 April 2025.

    “Vaksin telah menyelamatkan lebih dari 150 juta nyawa dalam lima dekade terakhir. Namun, pemotongan dana untuk kesehatan global kini mengancam pencapaian yang telah diperjuangkan dengan susah payah ini,” ungkap Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam sebuah pernyataan.

    Campak yang kembali jadi ancaman

    Pernyataan tersebut juga menyoroti kembalinya campak yang berbahaya, dengan kasus yang meningkat 20% dalam setahun, mencapai 10,3 juta pada tahun 2023. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut pada tahun 2024 dan 2025.

    Selama tahun lalu, 138 negara melaporkan kasus campak, dengan 61 di antaranya melaporkan wabah. Ini merupakan angka tertinggi yang tercatat sejak 2019.

    “Krisis pendanaan global secara serius membatasi kemampuan kami untuk memvaksinasi lebih dari 15 juta anak rentan di negara-negara yang rapuh dan terdampak konflik dari penyakit campak,” tambah Kepala UNICEF, Catherine Russell.

    Meningitis dan demam kuning: Ancaman yang semakin besar

    Pada tiga bulan pertama tahun 2025, lebih dari 5.500 kasus meningitis dan sekitar 300 kematian dilaporkan di 22 negara Afrika. Pada tahun 2024, tercatat 26.000 kasus dan hampir 1.400 kematian di 24 negara.

    Apakah anak-anak cukup mendapatkan vaksinasi?

    Terdapat pula kenaikan jumlah anak yang terlewat dari dosis vaksin rutin mereka, meskipun upaya pemulihan dilakukan setelah pandemi. Sekitar 14,5 juta anak tidak menerima satu pun dosis vaksin rutin mereka pada tahun 2023.

    Gavi menyerukan dana sebesar USD9 miliar menjelang konferensi tingkat tinggi pada tanggal 25 Juni nanti, “untuk melindungi 500 juta anak, menyelamatkan setidaknya 8 juta nyawa antara tahun 2026 hingga 2030.”

    Seruan ini datang di tengah pemotongan besar-besaran dana vaksin, misinformasi, serta krisis kemanusiaan lainnya seperti perang di Gaza.

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah secara drastis mengurangi dana bantuan kemanusiaan kepada berbagai lembaga sejak menjabat lagi jadi presiden.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris.

    Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih

    Editor: Hendra Pasuhuk

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Bunuh Hampir 2.000 Warga Gaza Sejak Langgar Gencatan Senjata Maret Lalu

    Israel Bunuh Hampir 2.000 Warga Gaza Sejak Langgar Gencatan Senjata Maret Lalu

    PIKIRAN RAKYAT – Pasukan Israel Penjajah telah membunuh hampir 2.000 warga Palestina di Gaza sejak mereka melanggar kesepakatan gencatan senjata pada Maret 2025. Sebagian besar di antara korban adalah perempuan dan anak-anak.

    Sejak genosida di Gaza dimulai 18 bulan lalu, total korban tewas warga Palestina telah mencapai lebih dari 61.700 orang.

    Selain itu, sebanyak 117.248 orang dilaporkan mengalami luka-luka akibat serangan Israel yang terus berlangsung.

    Serangan terbaru terjadi sejak Kamis pagi, 23 April 2025 waktu setempat, dengan lebih dari 60 korban jiwa dilaporkan dalam waktu singkat. Serangan udara dini hari Israel menyebabkan jumlah korban terus bertambah.

    Menurut laporan dari Layanan Pertahanan Sipil Palestina dan tim medis, 12 orang dari satu keluarga di Jabalia, wilayah utara Gaza, termasuk dalam daftar korban tewas akibat serangan tersebut.

    Kondisi kemanusiaan di Gaza juga semakin memburuk. Direktur Medis Rumah Sakit Martir Al-Aqsa, Khalil al-Daqran, memperingatkan bahwa Gaza telah memasuki tahap kelima kelaparan, tingkat paling kritis menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akibat blokade Israel yang masih berlangsung, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Wafa.

    Kementerian Kesehatan Gaza menyampaikan bahwa dari total 38 rumah sakit di Jalur Gaza, hanya satu yang masih berfungsi.

    Rumah sakit anak Mohammed al-Durra yang terletak di sebelah timur Kota Gaza menjadi fasilitas medis terbaru yang tidak lagi beroperasi akibat kerusakan dan kekurangan sumber daya.

    ‘Krisis Kemanusiaan Terburuk’

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menggambarkan situasi di Gaza, Palestina saat ini sebagai krisis kemanusiaan terburuk. Bayangkan saja, Israel terus melakukan serangan udara sekaligus memblokade bantuan internasional hampir dua bulan terakhir.

    Saat ini warga Gaza menghadapi situasi sulit lantaran kekurangan makanan, obat-obatan dan kebutuhan dasar lainnya. Padahal, dunia internasional telah mendesak Israel untuk menghentikan blokade juga serangan.

    Pada Kamis, 24 April 2025 dini hari Israel kembali melakukan serangan udara yang menewaskan sedikitnya 13 orang yang mayoritas anak-anak dan perempuan. Sejak serangan Oktober 2023 hingga saat ini, hampir 52.000 warga Palestina meninggal dunia dan lebih dari 117.000 lainnya luka-luka.

    “Jalur Gaza tengah menyaksikan eskalasi militer yang nyata dan krisis kemanusiaan yang meningkat,” lapor Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera dari Deir el-Balah di Gaza bagian tengah. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Chord Gitar dan Lirik Lagu One Last Time – Ariana Grande

    Chord Gitar dan Lirik Lagu One Last Time – Ariana Grande

    Chord Gitar dan Lirik Lagu One Last Time – Ariana Grande

    TRIBUNJATENG.COM – Lagu “One Last Time” merupakan singel dalam album Ariana yang bertajuk “My Everything”.

    “One Last Time” dirlis pada tahun 2015 dan diciptakan oleh David Guetta.

    Lagu ini menceritakan tentang seorang wanita yang melakukan perselingkuhan dari pasangannya.

    Kemudan ia meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat, dan wanita tersebut berharap ada kesempatan untuk bersama lagi walaupun untuk terakhir kalinya.

    Berikut chord gitar dan lirik lagu “One Last Time” yang dipopulerkan oleh Ariana Grande:

     [Intro]

     G C Em C Am C Em C Em C Em Am D

     [Verse 1]

    G

    I was a liar      

    C

    I gave into the fire  

    Em

    I know I should’ve fought it      

    Am                     D

     At least I’m being honest  

    G

    Feel like a failure           C ‘Cause I know that I failed you        

    Em

    I should’ve done you better          

     Am                     

    D ‘Cause you don’t want a liar (come on)

    [Pre-Chorus]    

            G                                   Em

    And I know, and I know, and I know                          

     C                                         Am          G

    She gives you everything but, boy, I couldn’t give it to you            

    G                                   Em

    And I know, and I know, and I know                          

    C

    That you got everything      

    Am                               G

    But I got nothing here without you

    [Chorus]      

      G         Em

    So one last time              

      C                       Am              D

    I need to be the one who takes you home

    G              Em

    One more time                  

    C               Am       D

    I promise after that, I’ll let you go  

    G                  Em                  C                D

    Baby, I don’t care if you got her in your heart  

    G             Em                     C             D

    All I really care is you wake up in my arms

    G            Em

    One last time              

     C                        Am           D

    I need to be the one who takes you home

     [Verse 2]

     G

    I don’t deserve it    

    C

    I know I don’t deserve it        

    Em

    But stay with me a minute      

    Am                  D

    I swear I’ll make it worth it

    G

    Can’t you forgive me?    

    C

    At least just temporarily      

    Em

    I know that this is my fault      

    Am                       D

    I should’ve been more  careful (come on)

    [Pre-Chorus]          

     G                                   Em

    And I know, and I know, and I know                            

    C                                         Am          G

    She gives you everything but, boy, I couldn’t give it to you            

    G                                   Em

    And I know, and I know, and I know                          

    C

    That you got everything    

     Am                    G                        D

    But I got nothing here without you, baby

    [Chorus]        

    G         Em

    So one last time                

    C                       Am              D

     I need to be the one who takes you home

    G               Em

    One more time                  

    C               Am       D

     I promise after that, I’ll let you go

      G                 Em                   C               D

    Baby, I don’t care if you got her in your heart  

    G              Em                   C               D

    All I really care is you wake up in my arms

    G            Em

     One last time              

    C                          Am         D

    I need to be the one who takes you home

    [Bridge]    

     G                       Em

    I know I shouldn’t fight it      

    G                      C

    At least I’m being honest      

     Em                    Am

    But stay with me a minute      

    C                         D

    I swear I’ll make it worth it          

    C                            Am        G

    Cause I don’t want to be without you

    [Chorus]      

    G           Em

    So one last time                

    C                       Am              D

    I need to be the one who takes you home

    G              Em

    One more time                  

    C               Am       D

     I promise after that, I’ll let you go  

    G                 Em                   C                D

    Baby, I don’t care if you got her in your heart  

    G              Em                    C             D

    All I really care is you wake up in my arms

    G            Em

    One last time                

    C                        Am           D

    I need to be the one who takes you home

    G            Em

    One last time                

    C                        Am           D

    I need to be the one who takes you home