NGO: WHO

  • COVID-19 Varian XEC Ngegas di Thailand, Ini Anjuran Kemlu RI

    COVID-19 Varian XEC Ngegas di Thailand, Ini Anjuran Kemlu RI

    Jakarta – Kementerian Kesehatan RI belum lama ini mengeluarkan Surat Edaran tentang Kewaspadaan Terhadap Peningkatan Kasus COVID-19. Sejak minggu ke-12 tahun 2025 hingga saat ini, kasus COVID-19 menunjukkan peningkatan di beberapa negara di Asia seperti Hong Kong, Malaysia, Singapura, hingga Thailand.

    Di Thailand misalnya, tercatat 65.007 kasus baru COVID-19 selama periode 18 hingga 24 Mei Berdasarkan data Center for COVID-19 Situation Administration Thailand (CCSA). Sementara itu, jumlah kumulatif periode 1 Januari hingga 24 Mei 2025 mencapai 204.965 ribu kasus, dengan 51 kematian.

    CCSA menyatakan, 3.544 pasien masih dirawat di rumah sakit, dan 61.463 pasien menjalani pemulihan di rumah.

    Adapun varian COVID-19 yang tersebar di beberapa negara Asia meliputi XEC dan JN.1 di Thailand, LF.7 dan NB.1.8 di Singapura, JN.1 di Hongkong, dan XEC di Malaysia.

    Terkait kondisi tersebut, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyampaikan imbauan.

    “Dengan adanya peningkatan kasus COVID-19 di Asia, kami mengimbau Anda yang berencana bepergian ke luar negeri, khususnya kawasan Asia, untuk meningkatkan kewaspadaan dini dengan memantau perkembangan kasus COVID-19 melalui kanal resmi pemerintah setempat atau WHO,” demikian kata Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu), dikutip dari laman resminya, Minggu (1/6/2025).

    Tak hanya itu, Kemlu RI juga mengimbau masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan sebagai berikut.

    Menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS).Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun atau menggunakan hand sanitizer.Menggunakan masker bagi yang sakit atau jika berada di kerumunan.Segera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala infeksi saluran pernapasan dan ada riwayat kontak dengan faktor risiko.

    (suc/up)

  • Kasus COVID-19 di Dunia Tembus 91 Ribu dalam Sebulan, Thailand Paling ‘Ngegas’

    Kasus COVID-19 di Dunia Tembus 91 Ribu dalam Sebulan, Thailand Paling ‘Ngegas’

    Foto Health

    Suci Risanti Rahmadania – detikHealth

    Minggu, 01 Jun 2025 15:01 WIB

    Jakarta – Data yang diinput WHO melaporkan, pada periode 28 hari yang berakhir di 11 Mei 2025, kasus COVID-19 di dunia naik 55.984 dari total keseluruhan 91.583 kasus.

  • WHO Peringkatkan Kasus Covid Naik di Asia Tenggara

    WHO Peringkatkan Kasus Covid Naik di Asia Tenggara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Virus Covid-19 mulai kembali mengintai sektor kesehatan dunia. Sejak pertengahan Februari 2025, virus SARS-CoV-2 global telah meningkat, dengan tingkat kepositifan tes mencapai 11%. Angka tertinggi sejak Juli 2024.

    Peningkatan ini terjadi di negara-negara di kawasan Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Sejak awal 2025, tren varian SARS-CoV-2 global sedikit bergeser. WHO menyarankan semua negara anggotanya untuk terus menerapkan pendekatan terpadu berbasis risiko dalam mengelola Covid-19.

    Berdasarkan data SARS-CoV-2 yang dilaporkan ke Global Influenza Surveillance and Response System (GISRS) dari lokasi surveilans sentinel. Pada 11 Mei 2025, tingkat kepositifan tes adalah 11% di 73 negara, wilayah, dan teritori yang melapor.

    Jumlah tersebut sama dengan puncak yang diamati pada Juli 2024 atau 12% dari 99 negara dan menandai peningkatan dari 2% yang dilaporkan oleh 110 negara pada pertengahan Februari 2025.

    “Peningkatan tingkat kepositifan tes terutama didorong oleh negara-negara di Wilayah Mediterania Timur, Wilayah Asia Tenggara, dan Wilayah Pasifik Barat,” tulis WHO mengutip website resminya, Minggu (1/6).

    Negara-negara di Wilayah Afrika, Wilayah Eropa, dan Wilayah Amerika saat ini melaporkan tingkat aktivitas SARS-CoV-2 yang rendah dengan persen kepositifan dari situs pengawasan virologi sentinel atau sistematis yang berkisar antara 2% hingga 3%.

    Sebagai bagian dari program pengendalian COVID-19 yang komprehensif, vaksinasi tetap menjadi intervensi utama untuk mencegah penyakit parah dan kematian akibat COVID-19, terutama di antara kelompok-kelompok yang berisiko.

    WHO meminta, upaya pencegahan COVID-19 semakin ditanamkan dalam sistem pengawasan dan respons yang lebih luas. Berbagai negara telah bergerak untuk mengoperasikan platform pengawasan penyakit pernapasan terintegrasi – seperti eGISRS dan Coronavirus Network (CoViNet) – yang mencakup pengawasan sentinel, karakterisasi virologi, dan pemantauan air limbah, yang memungkinkan pendeteksian varian SARS-CoV-2 yang bersirkulasi dan memberikan wawasan tentang tren yang lebih luas pada penyakit pernapasan akibat virus.

    Jalur klinis yang dikembangkan selama fase akut pandemi COVID-19 sedang disempurnakan dan dipertahankan, mendukung akses ke diagnosis, pengobatan, dan perawatan untuk individu dengan COVID-19 dan kondisi pasca-COVID-19 (COVID panjang).

    Upaya vaksinasi tetap menjadi landasan perlindungan bagi kelompok berisiko tinggi, dengan vaksin terbaru yang ditawarkan melalui strategi imunisasi rutin atau yang ditargetkan, sering kali bersamaan dengan vaksin untuk influenza musiman dan respiratory syncytial virus (RSV).

    Di luar sektor kesehatan, tekanan sosial dan ekonomi yang lebih luas, seperti inflasi, ketidakstabilan politik, dan krisis kemanusiaan, semakin memperumit upaya untuk mempertahankan manajemen ancaman penyakit COVID-19 dalam skala besar.

    WHO dan para mitranya terus mendukung negara-negara dalam menghadapi kenyataan ini dengan mendorong integrasi yang peka terhadap konteks, penentuan prioritas, dan investasi jangka panjang dalam sistem manajemen ancaman penyakit pernapasan.

     

    (mkh/mkh)

  • Covid-19 Kembali Mengganas di Asia Tenggara, Bagaimana dengan Indonesia?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Juni 2025

    Covid-19 Kembali Mengganas di Asia Tenggara, Bagaimana dengan Indonesia? Nasional 1 Juni 2025

    Covid-19 Kembali Mengganas di Asia Tenggara, Bagaimana dengan Indonesia?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kasus penyebaran
    Covid-19
    di negara-negara Asia Tenggara kembali menjadi sorotan setelah terus mengalami peningkatan sejak awal Mei 2025.
    Pada pertengahan Mei 2025,
    Malaysia
    sempat mengeluarkan peringatan waspada karena peningkatan kasus tersebut.
    Peringatan ini dikeluarkan Menteri Kesehatan Malaysia, Dzulkefly Ahmad, merespons tingginya penularan Covid-19 di Singapura dan Thailand.
    “Malaysia mencatat rata-rata sekitar 600 kasus per minggu, jauh di bawah ambang batas kewaspadaan nasional,” tulisnya di media sosial X, Sabtu (17/5/2025).
    Ia juga menegaskan, tidak ada laporan kematian akibat Covid-19 di Malaysia sepanjang 2025 sejauh ini.
    Situasi berbeda terlihat di negara tetangga. Thailand melaporkan lebih dari 16.600 kasus baru dan enam kematian dalam periode 4-10 Mei.
    Sementara itu, Singapura mengalami lonjakan kasus menjadi 14.200 selama 27 April-3 Mei, naik dari 11.100 kasus pada pekan sebelumnya. Tercatat ada 133 pasien yang dirawat di rumah sakit.
    Sejak awal tahun ini hingga 10 Mei, Malaysia mencatat total 11.727 kasus Covid-19. Angka tertinggi tercatat pada awal tahun, kemudian menurun dan stabil dalam beberapa minggu terakhir.
    Pemerintah “Negeri Jiran” pun mengimbau masyarakat untuk tetap waspada, segera mencari bantuan medis jika mengalami gejala, serta melindungi kelompok rentan.
    Indonesia baru bicara soal peningkatan kasus Covid-19 ini sepekan setelah Malaysia.
    Pada 23 Mei 2025,
    Kementerian Kesehatan
    (Kemenkes) RI mengeluarkan surat edaran imbauan waspada penyebaran Covid-19 dengan dasar tren kasus yang meningkat di negara-negara tetangga.
    “Surat edaran ini bertujuan dalam rangka meningkatkan kewaspadaan Covid-19 maupun penyakit potensial kejadian luar biasa atau wabah lainnya,” bunyi surat edaran yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan, Murti Utami.
    Dalam surat ini juga dijelaskan, varian Covid-19 dominan yang menyebar di Thailand adalah XEC dan JN.1, di Singapura LF.7 dan NB.1.8 (turunan JN.1), di Hongkong JN.1, dan di Malaysia adalah XEC (turunan J.1).
    Dalam surat tersebut, Kemenkes mengeklaim transmisi penularan Covid-19 dan angka kematian masih rendah.
    “Dari 28 kasus pada minggu ke-19 menjadi 3 kasus pada minggu ke-20 (positivity rate 0,59%) dengan varian dominan yang beredar adalah MB.1.1,” tulis Kemenkes.
    Edaran ini juga memberikan arahan kepada seluruh fasilitas kesehatan untuk mewaspadai penularan Covid-19 yang semakin merebak tersebut.
    Dalam edarannya, Kemenkes menyampaikan arahan antara lain kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bidang Kekarantinaan Kesehatan, RS, Puskesmas, dan fasilitas pelayanan kesehatan, untuk meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan kesehatan.
    Berikut daftar arahan Kemenkes kepada fasilitas layanan kesehatan:
    1. Memantau perkembangan situasi dan informasi global terkait kejadian Covid-19 melalui kanal resmi pemerintah dan WHO.
    2. Meningkatkan pelaporan ILI/SARI/Pneumonia/
    COVID-19
    melalui pelaporan rutin Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) melalui link https://skdr.surveilans.org dan/atau surveilans sentinel ILI-SARI.
    3. Jika terjadi peningkatan kasus potensial KLB, segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke dalam laporan Surveilans Berbasis Kejadian/Event Based Surveillance (EBS) di aplikasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) atau Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC) di nomor Telp./WhatsApp 0877-7759-1097.
    4. Melaporkan hasil pemeriksaan spesimen Covid-19 melalui aplikasi All Record Tc-19 (https://allrecord-tc19.kemkes.go.id).
    5. Memperkuat kewaspadaan standar dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan.
    6. Meningkatkan kemampuan pelayanan rujukan pada rumah sakit jejaring pengampuan pelayanan penyakit infeksi emerging.
    7. Meningkatkan promosi kesehatan kewaspadaan Covid-19 di masyarakat.
    8. Memastikan pelaksanaan deteksi dan respons kasus sesuai dengan ketentuan.
    9. Tetap menjaga kesehatan bagi seluruh tenaga medis dan tenaga kesehatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Didominasi Varian MB.1.1, Begini Situasi COVID-19 di Indonesia

    Didominasi Varian MB.1.1, Begini Situasi COVID-19 di Indonesia

    Jakarta

    Menyikapi peningkatan kasus COVID-19 di kawasan Asia, Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan edaran tentang kewaspadaan. Surat ini juga mengungkap varian baru yang mendominasi peningkatan kasus di sejumlah negara.

    Di Thailand misalnya, ada dua varian yang dominan yakni XEC dan JN.1. Di Singapura, varian yang mendominasi adalah LF.7 dan NB.1.8 yang keduanya merupakan turunan JN.1.

    Varian XEC juga mendominasi peningkatan kasus COVID-19 di Hong Kong dan Malaysia. Sementara itu, kasus COVID-19 di Indonesia didominasi varian MB.1.1.

    “Dengan varian dominan yang beredar adalah MB.1.1,” tulis Plt Dirjen Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, Murti Utami, dalam edaran tentang kewaspadaan COVID-19 tertanggal 23 Mei 2025 tersebut.

    Disebutkan juga, peningkatan kasus COVID-19 di kawasan Asia terjadi sejak minggu ke-12 tahun 2025 dan saat ini masih berlangsung. Namun di Indonesia, kasus konfirmasi mingguan saat ini sudah turun dari 28 kasus pada minggu ke-19 menjadi 3 kasus pada minggu ke-20.

    Tentang varian MB.1.1

    Laman Nextrain.org mencatat, MB.1.1 merupakan nama lain atau Unaliased Pango Lineage untuk BA.2.86.1.1.49.1.1.1 dengan nama clade 24A yang masih berkerabat dengan varian Omicron. Tidak banyak informasi tersedia tentang varian ini.

    Namun yang pasti, dashboard pencatatan organisasi kesehatan dunia (WHO) tidak mencantumkan varian ini secara spesifik ke dalam daftar Variants of Interest (VOIs) per 2 Desember 2024 maupun Variants Under Monitoring (VUMs) yang diperbarui pada 23 Mei 2025.

    Di daftar VOIs, hanya ada varian JN.1, sementara daftar VUMs mencakup varian berikut:

    KP.3KP.3.1.1LB.1XECLP.8.1NB.1.8.1

    NEXT: Anjuran pakai masker dan hand sanitizer

    Edaran Kemenkes RI tentang kewaspadaan COVID-19 memberi arahan kepada sejumlah pihak. Di antaranya kepada dinas kesehatan seluruh Indonesia, yang diminta meningkatkan kewaspadaan dan promosi kesehatan.

    Kepada masyarakat, dinas kesehatan diharapkan memberi imbauan untuk:

    Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabut (CTPS) atau menggunakan hand sanitizerMenggunakan masker bagi masyarakat yang sakit atau jika berada di kerumunanSegera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala infeksi saluran pernapasan dan ada riwayat kontak dengan faktor risiko.

    Sementara itu, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bidang Kekarantinaan Kesehatan diminta memberi imbauan kepada pelaku perjalan sebagai berikut:

    Menggunakan masker jika sedang sakit seperti batuk, pilek, atau demam.Menerapkan pola hidup bersih seperti selalu mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, serta menerapkan etika batuk/bersin untuk menghindari penularan kepada orang lain; danJika mengalami sakit selama perjalanan agar menyampaikan kepada awak atau personel alat angkut maupun kepada petugas kesehatan di pelabuhan/bandar udara/PLBN setempat.

    Simak Video “Video Varian Covid-19 yang Mendominasi Indonesia Saat Ini “
    [Gambas:Video 20detik]

  • Kemenkes Sebut MB.1.1 Varian Dominan COVID-19 di Indonesia, XEC di Thailand-Malaysia

    Kemenkes Sebut MB.1.1 Varian Dominan COVID-19 di Indonesia, XEC di Thailand-Malaysia

    Jakarta – Surat edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI juga mengungkap beberapa varian COVID-19 yang dominan saat ini. Di tiap negara, varian yang mendominasi berbeda-beda.

    Di Thailand, ada dua varian yang mendominasi kasus COVID-19 yakni XEC dan JN.1. Sementara itu, LF.7 dan NB.1.8 dominan di Singapura, keduanya merupakan turunan JN.1.

    Varian yang mendominasi COVID-19 di Hongkong dan Malaysia dilaporkan adalah XEC, sama seperti di Thailand. Varian ini juga masih berkerabat dengan varian JN.1.

    Di beberapa wilayah Asia tersebut, Kemenkes RI melaporkan, tercatat ada peningkatan kasus pada minggu ke-12 2025 hingga saat ini. Sementara itu, Indonesia mengalami penurunan kasus konfirmasi mingguan dari 28 kasus pada minggu ke-19 menjadi 3 kasus pada minggu ke-20 dengan positivity rate 0,59 persen.

    “Dengan varian dominan yang beredar adalah MB.1.1,” tulis Plt Dirjen Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, Murti Utami, dalam edaran tentang kewaspadaan COVID-19 tertanggal 23 Mei 2025 tersebut.

    Apa itu varian MB.1.1?

    Belum banyak informasi tersedia tentang varian MB.1.1, varian yang disebut dominan saat ini di Indonesia. Nextrain.org mencatat, MB.1.1 adalah nama lain atau Unaliased Pango Lineage untuk BA.2.86.1.1.49.1.1.1 dengan nama clade 24A yang masih berkerabat dengan varian Omicron.

    Dikutip dari dashboard pencatatan WHO, varian ini tidak secara spesifik tercantum dalam daftar Variants of Interest (VOIs) per 2 Desember 2024. Hanya ada varian JN.1 di daftar ini, dengan pengecualian sublineage yang tercantum pada Variants Under Monitoring (VUMs).

    Daftar varian yang masuk VUMs pada 23 Mei 2025 adalah:

    KP.3KP.3.1.1LB.1XECLP.8.1NB.1.8.1

    (up/up)

  • Kasus Covid-19 Naik, Warga Diminta Waspada!

    Kasus Covid-19 Naik, Warga Diminta Waspada!

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan imbauan kewaspadaan menyusul kenaikan kasus Covid-19 di sejumlah negara Asia, seperti Thailand, Hong Kong, Malaysia, dan Singapura.

    Lonjakan ini mendorong pemerintah untuk memperketat pengawasan dini serta promosi perilaku hidup bersih dan sehat.

    Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes, Murti Utami menyatakan, peningkatan kasus telah terpantau sejak minggu ke-12 tahun 2025 di kawasan Asia, meskipun tingkat penularan dan kematiannya masih tergolong rendah.

    “Varian dominan di Thailand adalah XEC dan JN.1, di Singapura LF.7 dan NB.1.8, di Hong Kong JN.1, dan di Malaysia XEC, yang merupakan turunan dari JN.1,” ujar Murti dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari Antara, Sabtu (31/5/2025).

    Sementara itu, situasi Covid-19 di Indonesia tercatat masih terkendali. Pada minggu ke-20, jumlah kasus mingguan menurun menjadi tiga kasus, dari 28 kasus pada minggu sebelumnya, dengan positivity rate sebesar 0,59 persen. Varian MB.1.1 dilaporkan menjadi varian dominan di dalam negeri.

    Untuk mengantisipasi potensi penyebaran, Kemenkes mengeluarkan sejumlah langkah yang perlu diikuti oleh fasilitas kesehatan dan pemangku kepentingan, antara lain:

    Memantau perkembangan kasus global melalui kanal resmi pemerintah dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).Meningkatkan kewaspadaan dini terhadap tren kasus ILI, SARI, pneumonia, dan Covid-19 melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR).Menggiatkan promosi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), seperti mencuci tangan dengan sabun atau memakai hand sanitizer.Memakai masker bagi masyarakat yang sedang sakit atau berada di kerumunan.Segera ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala infeksi saluran pernapasan dan memiliki riwayat kontak dengan risiko.

    “Penting untuk melakukan deteksi dini dan respons yang sesuai ketentuan guna mencegah penyebaran wabah lebih lanjut,” ujar Murti.

    Kemenkes juga menegaskan bahwa meskipun kasus Covid-19 di Indonesia relatif rendah, kewaspadaan tetap diperlukan mengingat situasi global yang terus berubah.

  • WHO Dukung RI Terapkan Aturan Kemasan Rokok Polos

    WHO Dukung RI Terapkan Aturan Kemasan Rokok Polos

    Bisnis.com, JAKARTA — World Health Organization (WHO) mengapresiasi pemerintah Indonesia dalam menekan penggunaan tembakau, khususnya pada kalangan muda.

    Adapun, langkah pemerintah membatasi penggunaan tembakau itu ditandai dengan pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

    Aturan-aturan utama dalam PP ini meliputi peningkatan batas usia minimum untuk membeli tembakau, rokok elektronik, dan produk nikotin lainnya menjadi 21 tahun. Lalu, larangan penjualan rokok ecer per batang, syarat peringatan kesehatan bergambar mencakup 50% kemasan, larangan penggunaan perisa dan zat aditif, serta larangan iklan tembakau pada media sosial. 

    Perwakilan WHO untuk Indonesia Paranietharan menilai langkah-langkah ini menjadi tonggak penting dalam melindungi penduduk Indonesia, khususnya generasi muda, dari bahaya mematikan produk tembakau dan nikotin.

    “Langkah-langkah ini menunjukkan kemauan politik yang kuat dan kesadaran yang jelas bahwa melindungi kesehatan kalangan muda saat ini penting untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045,” katanya melalui keterangan resmi dikutip Jumat (30/5/2025).

    Menurut Paranietharan, kebutuhan akan tindakan tegas yang berbasis bukti sangatlah nyata. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa 30,8% orang berusia 15 tahun atau lebih menggunakan tembakau, dengan angka penggunaan pada laki-laki sebanyak 57,9% dan pada perempuan 3,3%. 

    Selain rokok konvensional, meningkatnya rokok elektronik dan produk nikotin lain menjadi ancaman baru yang terus berkembang. Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, prevalensi penggunaan rokok meningkat sebanyak sepuluh kali lipat dari 0,3% pada tahun 2011 menjadi 3,0% pada 2021.

    Paranietharan mengatakan, kekhawatiran khususnya muncul dari tingginya angka penggunaan rokok elektronik di kalangan muda. Data GATS 2021 menunjukkan bahwa 7,5% orang usia 15–24 tahun menggunakan rokok elektrik, lebih tinggi dibandingkan 3,1% pada kelompok usia 25–44 tahun.

    Lebih mengejutkan lagi, Global School-Based Health Survey 2023 mencatat 12,4% siswa usia 13–17 tahun saat ini menggunakan rokok elektronik.

    Merespons tren-tren ini, WHO menyerukan kepada Indonesia untuk melanjutkan momentum dan menerapkan kemasan standar untuk semua produk tembakau dan nikotin. Kemasan standar atau disebut juga kemasan polos tidak mencantumkan logo merek, warna, maupun unsur promosi pada kemasan produk, melainkan hanya menyebutkan merek dalam bentuk huruf standar disertai peringatan kesehatan berukuran besar. 

    Paranietharan berpendapat, bukti menunjukkan bahwa intervensi ini dapat mengurangi daya tarik produk tembakau dan nikotin, terutama bagi anak muda. Lalu, menghilangkan fungsi kemasan sebagai alat pemasaran, mencegah desain yang memberi kesan keliru tentang keamanan produk, serta meningkatkan visibilitas dan dampak dari peringatan kesehatan.

    Paranietharan lagi-lagi mengatakan bahwa kemasan standar adalah upaya yang telah terbukti mampu menangkal kemampuan industri tembakau memasarkan produk berbahaya menjadi seolah-olah aman atau menarik. 

    “Kebijakan ini akan meredam pengaruh industri, melindungi generasi berikutnya dari jeratan pembentukan citra yang menyesatkan, dan menyelamatkan banyak nyawa. Indonesia telah menyiapkan landasan hukumnya, sekarang dibutuhkan aksi nyata,” katanya.

    Secara global, 25 negara telah mengadopsi dan menerapkan kebijakan kemasan standar dan empat negara lainnya sedang dalam tahap implementasi. Di antara negara-negara G20, Arab Saudi, Australia, Inggris, Kanada, Prancis, dan Türkiye telah memberlakukan kebijakan ini.

    Di kawasan Asean, Laos, Myanmar, Singapura, dan Thailand juga telah mengadopsi kemasan standar dan tengah berada di berbagai tahap pelaksanaan, menunjukkan bahwa langkah ini layak dan efektif dalam konteks regional.

    Di sisi lain, Paranietharan menuturkan, industri tembakau terus menentang kemasan standar dengan klaim yang tidak berdasar, seperti memicu perdagangan ilegal, merugikan pelaku usaha kecil, dan melanggar hukum perdagangan. Namun, argumen-argumen ini tidak dapat dibuktikan. 

    Menurutnya, data langsung dari negara-negara yang telah menerapkannya, terutama Australia, menunjukkan penurunan angka merokok, peningkatan upaya berhenti merokok, dan hasil kesehatan masyarakat yang membaik.

    Secara hukum, Indonesia berada pada posisi yang kuat untuk melangkah lebih jauh. Pasal 435 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 memberikan dasar hukum yang solid untuk mengadopsi kemasan standar. 

  • Health Belief Model Jadi Kunci Ubah Mindset Sehat ala Ray Basrowi

    Health Belief Model Jadi Kunci Ubah Mindset Sehat ala Ray Basrowi

    Jakarta – Gaya hidup sehat di Indonesia dinilai masih dilakukan setengah hati dan hanya berorientasi jangka pendek. Kurangnya kesadaran, dukungan lingkungan, dan pemahaman yang keliru membuat penyakit katastropik terus meningkat.

    Dalam peluncuran buku ‘Sehat Setengah Hati’ karya dr. Ray Wagiu Basrowi, Menteri Kesehatan RI Periode 2014-2019 Nila Moeloek dan jurnalis Rory Asyari turut hadir membahas perilaku kesehatan masyarakat Indonesia lewat pendekatan Health Belief Model. Menurut Ray, pendekatan masyarakat terhadap kesehatan penting dibahas karena masih sangat berorientasi jangka pendek.

    “Health belief model atau pemaknaan kesehatannya (orang Indonesia) itu homogen. Masih lihat jangka pendek, manfaatnya, barriernya, cue selection-nya, atau berperilaku sehatnya masih berpikir jangka pendek,” ujar Ray dalam acara peluncuran bukunya di Gramedia Grand Indonesia, Rabu (28/5/2025).

    Ia menekankan bahwa cara berpikir jangka pendek ini bertentangan dengan konsep global health, yang seharusnya menitikberatkan pada efek jangka panjang. Salah satu dampak nyata dari pola pikir jangka pendek ini adalah tingginya prevalensi penyakit katastropik seperti stunting.

    “96% orang Indonesia bilang ‘saya tau stunting, saya tau itu ga bagus’. Tapi, pas ditanyain stunting penyebabnya apa, sedikit sekali yang bilang bahwa ini karena aspek parenting, malah bilang keturunan. Padahal stunting itu masih bisa dicegah,” katanya.

    Ray menambahkan bahwa buku ini ia tulis sebagai bentuk keprihatinan sekaligus ajakan kolektif untuk memaknai kesehatan dengan lebih serius.

    Senada dengan Ray, Nila Moeloek juga menyoroti bahwa upaya preventif belum menjadi kesadaran kolektif masyarakat, meskipun berbagai program kesehatan sudah dijalankan pemerintah.

    “Kesadaran kita soal kesehatan rendah sekali. Pemerintah sudah bikin program GERMAS, vaksinasi, imunisasi, cek kesehatan gratis, tapi tetap saja penyakit katastropik seperti jantung dan gagal ginjal tinggi sekali,” ujar Nila.

    Nila menambahkan, meski BPJS menanggung biaya pengobatan, tetapi beban finansialnya sangat besar.

    “Operasi nggak kerasa karena dibius, tapi pulangnya fee-nya mahal. BPJS triliunan habis buat penyakit katastropik. Padahal kalau dijaga sejak awal, bisa dihindari,” tegasnya.

    Jurnalis Rory Asyari pun bercerita soal perjalanannya meninggalkan kebiasaan buruk seperti merokok dan minum alkohol.

    “Dulu saya nggak peduli. Rokok ya rokok aja, walau udah nge-gym dan makan sehat. Tapi lama-lama mikir, kenapa saya cuma entertain lidah, tapi nggak mikirin jantung dan paru-paru?” katanya.

    Menurut Rory, perubahan gaya hidup itu sulit dilakukan sendirian. Oleh sebab itu, konsep Health Belief Model harus diterapkan di komunitas.

    “Makanya di WHO, konsep Health Belief Model itu diterapkan di komunitas. Circle itu penting. Kalau lingkungan kita toxic, ya susah berubah,” ujarnya.

    Ia menekankan bahwa perubahan gaya hidup bukan semata soal kemauan pribadi, tapi perlu dukungan komunitas seperti keluarga, teman, hingga RT/RW. Pasalnya, orang-orang seringkali gagal olahraga rutin bukan karena tidak mau, tetapi karena circle.

    Salah satu tantangan besar yang disorot dalam buku ini adalah miskonsepsi bahwa makanan sehat itu mahal. Rory turut membantah anggapan tersebut. Baginya, pilihan gaya hidup sehat sebenarnya tersedia dan terjangkau, tapi kalah oleh kebiasaan konsumtif masyarakat yang tidak sehat.

    “Telur ceplok pakai sedikit minyak, bayam, jagung rebus, itu sehat dan murah. Tapi banyak yang lebih pilih beli kopi susu 22 ribu, rokok, healing. Padahal, katanya makan sehat itu mahal,” kata Rory.

    Ia menambahkan, kebiasaan jajan gorengan secara berlebihan juga jadi salah satu tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia.

    “Kompas bilang 1 dari 6 orang makan lebih dari dua porsi gorengan sehari. Itu belum termasuk pengawet dan perisa buatan. Padahal semua penyakit serius berawal dari lidah,” tambahnya.

    Buku Sehat Setengah Hati menjadi cermin bahwa gaya hidup sehat bukan sekadar wacana atau teori, melainkan butuh kesadaran kolektif, kemauan pribadi, dan lingkungan yang suportif agar benar-benar terlaksana.

    (akn/ega)

  • WHO puji langkah Indonesia batasi penggunaan tembakau

    WHO puji langkah Indonesia batasi penggunaan tembakau

    Ilustrasi – Sejumlah mahasiswa dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Indramayu bersama WITT (Wanita Indonesia Tanta Tembakau) melakukan aksi peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Sport Centre Indramayu, Jawa Barat, Jumat (31/5/2024). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/Koz/mes/pri

    WHO puji langkah Indonesia batasi penggunaan tembakau
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 30 Mei 2025 – 13:37 WIB

    Elshinta.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memuji Pemerintah Indonesia atas pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang membatasi penggunaan tembakau, khususnya pada kalangan muda.

    Hal tersebut dikemukakan Perwakilan WHO untuk Indonesia Dr N. Paranietharan menjelang peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada 31 Mei.

    “Peraturan baru Indonesia menjadi terobosan besar dalam upaya melindungi generasi-generasi mendatang dari bahaya terkait tembakau,” kata Paranietharan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (30/5).

    Ia mengatakan, peraturan tersebut menunjukkan komitmen politik yang kuat dan kesadaran yang jelas bahwa melindungi kesehatan kalangan muda saat ini penting untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.

    Peraturan Pemerintah (PP) 28 Tahun 2024 sebagai peraturan pelaksana UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terbit sejak 26 Juli 2024.

    Peraturan ini meliputi peningkatan batas usia minimum untuk membeli tembakau, rokok elektronik, dan produk nikotin lainnya menjadi 21 tahun, larangan penjualan rokok ecer per batang, syarat peringatan kesehatan bergambar mencakup 50 persen kemasan, larangan penggunaan perisa dan zat aditif, dan larangan iklan tembakau pada media sosial.

    Dalam keterangan tersebut disampaikan bahwa Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan 30,8 persen orang berusia 15 tahun atau lebih menggunakan tembakau, dengan angka penggunaan pada laki-laki sebanyak 57,9 persen dan pada perempuan 3,3 persen.

    Selain rokok konvensional, kata Paranietharan, meningkatnya rokok elektronik dan produk nikotin lain menjadi ancaman baru yang terus berkembang.

    Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, prevalensi penggunaan rokok meningkat sepuluh kali lipat dari 0,3 persen pada tahun 2011 menjadi 3,0 persen pada 2021.

    Selain itu, terdapat 7,5 persen masyarakat usia 15–24 tahun menggunakan rokok elektronik, lebih tinggi dibandingkan 3,1 persen pada kelompok usia 25–44 tahun.

    Data lainnya dari Global School-Based Health Survey 2023 mencatat 12,4 persen siswa usia 13–17 tahun saat ini menggunakan rokok elektronik.

    Sumber : Antara