NGO: WHO

  • Perbedaan COVID-19 Varian ‘Nimbus’, Turunan Omicron yang Cepat Menyebar

    Perbedaan COVID-19 Varian ‘Nimbus’, Turunan Omicron yang Cepat Menyebar

    Jakarta

    Lonjakan kasus COVID-19 di beberapa negara Asia tengah menjadi sorotan belakangan ini. Pakar imunologi fakultas kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) Dr dr Agung Dwi Wahyu Widodo, MSi, SpMK mengimbau untuk tetap meningkatkan kewaspadaan, meski tren lonjakan kasus yang muncul tidak separah saat pandemi.

    Menurut dr Agung, adanya sedikit kenaikan kasus COVID-19 pasca pandemi adalah hal yang wajar. Hal yang harus diingat adalah virus ini belum benar-benar hilang. COVID-19 hanya mengalami mutasi dan menular lebih cepat, meski gejalanya masih ringan.

    Lebih lanjut dr Agung menjelaskan, kenaikan kasus COVID-19 di dunia saat ini dipicu oleh 3 faktor yakni munculnya varian baru, penurunan kekebalan populasi, serta perubahan perilaku masyarakat pasca pandemi.

    “Varian baru ini merupakan hasil mutasi Omicron, mulai dari JN.1 hingga NB.1.8.1. Varian NB.1.8.1 ini dikenal dengan nama Nimbus. Nimbus memiliki perbedaan struktur spike yang sangat signifikan dari varian Omicron sebelumnya,” ujar dr Agung dikutip dari laman resmi Unair, Selasa (10/6/2025).

    Ia menuturkan, mutasi seperti Omicron dan Nimbus mampu menghindari sistem kekebalan yang terbentuk tubuh, termasuk dari vaksin generasi awal. Hal ini yang membuat varian baru meningkatkan risiko penyebaran.

    Perubahan cuaca juga dinilai berkontribusi menurunkan daya tubuh. dr Agung menuturkan perubahan musim yang seharusnya panas berubah menjadi dingin dan hujan, merupakan kondisi yang ideal untuk penyebaran COVID-19.

    Situasi ini disebut mirip ketika virus SARS-CoV-2 ini pertama kali menyebar secara global.

    Minumnya pemeriksaan dan pelacakan membuat infeksi COVID-19 tidak terdeteksi. Banyak orang mungkin yang mengalami batuk atau pilek tidak mengetahui apakah terinfeksi COVID-19.

    “Perubahan musim ini memicu penurunan kekebalan tubuh masyarakat. Sementara itu, banyak orang merasa COVID-19 sudah tidak ada sehingga mereka mengabaikan protokol kesehatan. Padahal, tidak adanya pemeriksaan bukan berarti virus benar-benar hilang,” terangnya.

    NEXT: Persebaran Varian Nimbus

    Varian Nimbus pertama kali terdeteksi pada akhir Januari 2025 di wilayah Asia. Hingga 23 Mei 2025, WHO mencatat COVID-19 varian Nimbus sudah terdeteksi di sekitar 22 negara.

    Salah satunya seperti di Amerika Serikat, khususnya di negara bagian New York, California, Arizona, Ohio, Rhode Island, Washington, Virginia, dan Hawaii. Beberapa negara lain seperti Singapura, Thailand, Australia, Kanada, Hong Kong, dan Korea Selatan juga mendeteksi varian serupa.

    Beberapa pasien yang terpapar varian Nimbus mengalami gejala seperti demam, menggigil, batuk, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, kelelahan, sulit bernapas, dan diare.

  • Varian COVID-19 Nimbus ‘Ngegas’ di 22 Negara, Sudah Ada di Indonesia?

    Varian COVID-19 Nimbus ‘Ngegas’ di 22 Negara, Sudah Ada di Indonesia?

    Jakarta

    Varian COVID-19 baru ‘Nimbus’ tengah diawasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena kemunculannya telah menyebabkan peningkatan infeksi di beberapa wilayah di dunia. Sejauh ini ada sekitar 22 negara yang melaporkan varian COVID-19 ‘Nimbus’ di antaranya Singapura dan Thailand.

    Berbeda dari negara tetangga, Indonesia sejauh ini belum melaporkan adanya kasus COVID-19 varian Nimbus atau NB.1.8.1 itu. Kementerian Kesehatan RI mengatakan pihaknya baru bisa memastikan setelah dilakukan pengecekan dengan tes whole genome sequencing.

    “Sampai Minggu ke-23, Subvarian yang masih bersirkulasi di Indonesia adalah MB.1.1 dan KP.2.18, secara umum memiliki karakteristik yang sama dengan JN.1 (penilaian risiko rendah),” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman saat dihubungi detikcom, Selasa (10/6/2025).

    Varian ‘Nimbus’ masih merupakan turunan dari sub-varian Omicron, varian COVID-19 yang dikenal dengan gejala relatif ringan. Secara umum, gejala masih sama antara lain fatigue atau kelelahan, batuk ringan, demam, nyeri otot, dan hidung tersumbat.

    Varian COVID-19 ‘Nimbus’ memiliki mutasi yang dapat meningkatkan daya tularnya dan memungkinkannya lolos dari antibodi tertentu. Meskipun demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan dengan varian lain yang saat ini beredar.

    NEXT: Daftar Negara yang Melaporkan Varian COVID-19 Nimbus

    Berikut adalah beberapa negara yang sudah mendeteksi varian Nimbus:

    Singapura: 366 kasusThailand: 176 kasusAmerika Serikat: 148 kasusAustralia: 188 kasusKanada: 108 kasusSelandia Baru: 92 kasusHong Kong: 77 kasusTaiwan: 48 kasusKorea Selatan: 47 kasusInggris: 29 kasusPrancis: 29 kasus

  • 5 Penyakit yang Sudah Ada Sejak Zaman Kuno, Ada yang Masih Mewabah di Indonesia

    5 Penyakit yang Sudah Ada Sejak Zaman Kuno, Ada yang Masih Mewabah di Indonesia

    Jakarta

    Banyak penyakit telah dikenali dan didokumentasikan selama berabad-abad, termasuk beberapa yang masih menjadi ancaman hingga saat ini. Beberapa penyakit tertua yang diketahui meliputi rabies, kusta, trakoma, cacar, malaria, tuberkulosis, dan kolera.

    Beberapa penyakit, yang dulu tersebar luas dan mematikan, kini sebagian besar telah diberantas atau dikendalikan berkat kemajuan dalam kesehatan masyarakat dan vaksinasi, seperti cacar yang telah dinyatakan musnah. Namun, masih ada juga yang terus mewabah sampai saat ini.

    Berikut adalah lima penyakit dengan sejarah panjang yang masih kita lawan hingga kini:

    1. Malaria

    Ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, parasit malaria menjadi penyebab lebih dari 620 ribu kematian setiap tahun di seluruh dunia, sebagian besar pada anak-anak di bawah usia lima tahun. Selama bertahun-tahun, ilmuwan telah mencoba berbagai pengobatan malaria, mulai dari menambahkan minyak ke genangan air untuk mematikan larva nyamuk, menggunakan pestisida, vaksin, kelambu, hingga solusi berteknologi tinggi seperti laser.

    The Wall Street Journal melaporkan bahwa malaria bertanggung jawab atas setengah dari semua kematian manusia sejak Zaman Batu. Statistik tersebut memperpanjang asal usul penyakit ini hingga ke masa lampau, setelah pertama kali disebutkan secara pasti dalam “Nei Ching” (“Kanon Kedokteran”) Tiongkok, sekitar tahun 2700 SM.

    Di Indonesia sendiri, malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di wilayah Indonesia bagian timur seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, meskipun upaya eliminasi terus digalakkan.

    2. Tuberkulosis (TBC)

    Tuberkulosis dianggap sebagai salah satu penyakit tertua dalam sejarah manusia, dengan bukti keberadaannya yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Sisa-sisa kerangka kuno, mumi, dan catatan tertulis dari berbagai budaya, termasuk Mesir, India, dan Cina, menunjukkan tanda-tanda TBC.

    Misalnya, arkeolog telah menemukan kuman TB pada sisa-sisa seorang ibu dan anak di Atlit Yam, sebuah kota yang kini tenggelam di lepas pantai Israel, yang sudah ada sejak 9.000 tahun lalu. Selain itu, para peneliti telah menemukan bukti TB pada mumi dari Mesir kuno.

    Hingga saat ini, TBC masih menjadi penyakit yang mewabah di Indonesia, dengan perkiraan 1 juta kasus baru setiap tahun, menjadikannya salah satu beban kesehatan terbesar di tanah air.

    3. Rabies

    Rabies juga menjadi salah satu penyakit tertua yang masih mengancam banyak orang karena kemampuannya membajak otak inangnya. Rabies telah tercatat dalam sejarah sejak tahun 2300 SM.

    Meskipun kasus manusia jarang terjadi di negara-negara maju, penyakit ini masih menjadi ancaman serius di banyak negara berkembang. Kisah Jeanna Giese, seorang remaja dari Wisconsin yang pada tahun 2004 menjadi orang pertama yang diketahui selamat dari rabies tanpa vaksinasi (setelah digigit kelelawar), menjadi sorotan atas perkembangan medis yang luar biasa.

    Di Indonesia, rabies masih menjadi perhatian, terutama di beberapa provinsi yang belum bebas rabies, dengan kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) yang masih dilaporkan setiap tahun.

    NEXT: Trakoma dan Kusta

    4. Trakoma

    Trakoma adalah infeksi kronis pada kelopak mata atas yang akhirnya menyebabkan kelopak mata menyempit dan bulu mata mengarah ke kornea. Seiring berjalannya waktu, gesekan pada kelopak mata yang menyempit dan terutama bulu mata membuat pasien menjadi buta. Inilah yang terjadi pada tokoh-tokoh sejarah seperti Aetius, Paulus Aeginetus, Alexander, Trailaus, Horace, dan Cicero. Trakoma juga dijelaskan dalam karya Hipokrates dan papirus Ebers Mesir.

    Berkat upaya kesehatan masyarakat dan program eliminasi global, Indonesia telah dinyatakan bebas Trakoma sebagai masalah kesehatan masyarakat oleh WHO pada tahun 2023. Ini adalah pencapaian signifikan dalam upaya memberantas penyakit kuno ini.

    5. Kusta

    Bukti penyakit kusta telah ditemukan dalam teks-teks kuno dan sisa-sisa kerangka, yang berasal dari ribuan tahun yang lalu. Penyakit ini diyakini berasal dari India, tetapi prevalensinya tersebar luas di berbagai wilayah di dunia, termasuk Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika. Bukti kusta yang paling kuno berasal dari kerangka manusia berusia 4.000 tahun yang ditemukan di India pada tahun 2009, yang memiliki pola erosi mirip dengan penderita kusta di Eropa Abad Pertengahan.

    Tidak ada yang tahu bagaimana kusta muncul, atau mengapa di beberapa bagian dunia penyakit ini lebih menyebar dibanding di tempat lain.

    Meskipun jumlah kasus menurun drastis secara global, kusta masih ditemukan di Indonesia, dan upaya deteksi dini serta pengobatan masih terus dilakukan untuk mencapai eliminasi total penyakit ini sebagai masalah kesehatan masyarakat.

  • Sakit Tenggorokan Seperti Ini Jadi Gejala Khas COVID-19 Varian ‘Nimbus’

    Sakit Tenggorokan Seperti Ini Jadi Gejala Khas COVID-19 Varian ‘Nimbus’

    Jakarta

    COVID-19 varian NB.1.8.1 atau ‘Nimbus’ disorot pasca diduga menjadi pemicu lonjakan kasus di China, Singapura, hingga Hong Kong. Gejala COVID-19 varian ‘Nimbus’ relatif mirip seperti infeksi COVID-19 sebelumnya, tetapi khas pada keluhan di bagian leher.

    Salah satunya nyeri tenggorokan. Dokter mengibaratkan gejalanya seperti nyeri setelah terkena pecahan kaca. Ditandai dengan rasa sakit yang tajam dan menusuk saat menelan, sering kali berada di bagian belakang tenggorokan.

    Menurut Naveed Asif, dokter umum di The London General Practice, gejala lain yang terkait dengan COVID-19 varian ‘Nimbus’ tersebut termasuk kemerahan di bagian belakang mulut dan pembengkakan kelenjar leher, serta gejala COVID-19 umum seperti demam, nyeri otot, dan hidung tersumbat.

    “Namun, gejalanya dapat sangat bervariasi sehingga kewaspadaan adalah kuncinya,” kata Dr Asif kepada Manchester Evening News, dikutip Selasa (10/6/2025).

    Menurut layanan kesehatan Inggris NHS, gejala COVID-19 varian Nimbus, juga disertai keluhan:

    Sementara dr Zhong Nanshan, ahli epidemiologi terkemuka di China mengatakan kepada media pemerintah negara itu kerap melaporkan kasus nyeri tenggorokan seperti terkena pecahan kaca pada pasien yang membutuhkan perawatan pasca infeksi COVID-19.

    Banyak warga China juga memposting secara daring di platform media sosial Weibo, mengatakan gejalanya terasa menyakitkan dan membuat merasa benar-benar kehabisan tenaga.

    “Saat makan siang beberapa hari yang lalu, seorang kolega batuk sangat parah hingga saya pikir dia tersedak makanan,” jelas salah satu netizen China.

    Dia mengatakan itu adalah efek yang bertahan lama dari gelombang COVID-19 kali ini.

    “Saya terkena sakit tenggorokan seperti rasa setelah menggunakan pisau cukur, dan merasa benar-benar kehabisan tenaga. Sangat parah, bengkak, nyeri, dan saya hampir tidak bisa bicara,” keluh netizen lain.

    Varian ini juga menyebar di negara-negara tetangga lainnya termasuk India dan Thailand, dan di California, saat proporsi kasus yang disebabkan oleh varian tersebut telah meningkat dari dua persen menjadi 19 persen sejak April.

    Lebih dari selusin kasus juga telah dilaporkan di negara bagian Washington, di samping infeksi di Ohio, Rhode Island, dan Hawaii. Pelancong internasional yang terinfeksi varian tersebut dilaporkan tiba di Virginia dan Kota New York.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa analisis awal menunjukkan varian tersebut lebih menular, dan sekarang mungkin mencapai setengah dari semua kasus secara global.

    Namun, menurut mereka tidak ada bukti varian tersebut lebih mungkin menyebabkan penyakit parah atau kematian.

    (naf/kna)

  • WHO Perpanjang Status Darurat Global Mpox! Ini Alasannya

    WHO Perpanjang Status Darurat Global Mpox! Ini Alasannya

    Jakarta

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi memperpanjang status darurat kesehatan masyarakat atau public health emergency international concern (PHEIC) untuk wabah Mpox (semula dikenal sebagai cacar monyet), menyusul rekomendasi dari Komite Darurat Peraturan Kesehatan Internasional atau International Health Regulation (IHR 2005), dalam keputusan pertemuan keempat pada 5 Juni 2025.

    Pertemuan yang berlangsung selama lima jam ini menilai lonjakan kasus Mpox sepanjang 2024 dan awal 2025 yang menunjukkan transmisi berkelanjutan di berbagai wilayah dunia.

    Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyetujui rekomendasi komite terkait situasi mpox masih memenuhi kriteria darurat global, dan merilis serangkaian rekomendasi sementara yang direvisi untuk memperkuat respons negara-negara.negara pihak dalam beberapa hari mendatang,” kata Dr. Tedros.

    “Saya mengucapkan terima kasih kepada semua anggota dan penasihat Komite atas kontribusi mereka. Hasil lengkap pertemuan ini akan dibagikan kepada negara-negara,” terang dia dalam keterangan tertulis di situs resmi WHO, dikutip Selasa (10/6/2025).

    Rekomendasi ini ditujukan kepada negara-negara yang mengalami transmisi komunitas atau memiliki kasus mpox yang berkaitan dengan perjalanan. Mereka diminta mengimplementasikan langkah-langkah tambahan di samping pedoman tetap yang telah berlaku. Rekomendasi ini berada dalam kerangka Strategis WHO 2024-2027 untuk pencegahan dan pengendalian mpox.

    “Dengan keputusan ini, WHO menegaskan bahwa meskipun dunia telah membuat kemajuan dalam pengendalian mpox, tantangan global masih nyata. Status darurat yang diperpanjang ini diharapkan memperkuat kesiapsiagaan dan respons kolektif dalam menghadapi penyakit yang masih terus mengancam populasi rentan di berbagai belahan dunia,” lanjut WHO.

    Sebagai catatan, wabah global mpox klade II yang sedang berlangsung telah menyebabkan lebih dari 100.000 kasus di 122 negara, termasuk 115 negara tempat Mpox sebelumnya tidak dilaporkan. Wabah ini disebabkan oleh subklade IIb.

    Terdapat wabah mpox klade I di Afrika Tengah dan Timur. Klade I memiliki dua subklade, klade Ia dan klade Ib.
    Di Afrika Tengah, orang-orang tertular Mpox klade Ib melalui kontak dengan hewan liar yang terinfeksi, baik yang mati maupun hidup, penularan di rumah tangga, atau perawatan pasien, sebagian besar kasus telah dilaporkan pada anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun.

    Subklade Ib baru-baru ini diidentifikasi di Republik Demokratik Kongo timur dan telah menyebar melalui kontak seksual intim dan dewasa antara berbagai demografi, termasuk penyebaran heteroseksual dengan pekerja perdagangan seks. Sejauh ini, klade Ib memiliki tingkat kematian kasus yang lebih rendah daripada mpox klade Ia. Penyebaran lokal dan berkelanjutan dari orang ke orang dari mpox klade I telah terjadi di beberapa negara non-endemik melalui hubungan seksual, kontak rumah tangga sehari-hari, dan di lingkungan layanan kesehatan tanpa adanya alat pelindung diri.

    NEXT: Negara yang Masih Catat Kasus di Juni 2025

    Pada tanggal 2 Juni 2025, negara-negara Burundi, Republik Demokratik Kongo, Kenya, Malawi, Rwanda, Sudan Selatan, Tanzania, Uganda, dan Zambia mengalami penularan virus dari manusia ke manusia yang berkelanjutan, ada juga bukti penularan berkelanjutan di Republik Afrika Tengah dan Republik Kongo.

    Negara-negara yang melaporkan kasus mpox klade I terkait perjalanan sejak tanggal 1 Januari 2024, meliputi Angola, Australia, Belgia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Irlandia, Oman, Pakistan, Qatar, Afrika Selatan, Swedia, Swiss, Thailand, Uni Emirat Arab, Inggris Raya, Amerika Serikat, dan Zimbabwe.

    Simak Video “Mpox Mewabah di Kongo, WHO Pastikan Vaksin akan Tiba dalam Beberapa Hari”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi Terbitkan SE Waspada Covid-19, Eri: Jangan Panik

    Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi Terbitkan SE Waspada Covid-19, Eri: Jangan Panik

    Surabaya (beritajatim.com) – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 400.7.7.1 /11560/436.7.2/2025 tentang Peningkatan Kewaspadaan dan Pencegahan Penularan Covid-19 termasuk subvarian baru MB 1.1 di Kota Surabaya, Senin (9/6/2025).

    SE ini merupakan respons dari Surat Edaran resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor: SR.03.01/C/1422/2025 pada 23 Mei 2025 terkait peningkatan kasus Covid-19 secara global, khususnya di kawasan Asia.

    Dalam SE ini, Eri mengimbau seluruh pemangku wilayah, pimpinan institusi pemerintah dan swasta, serta warga Kota Surabaya untuk tetap waspada dan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan sesuai SE ini, sembari menegaskan bahwa warga tidak perlu panik.

    “Kita tidak perlu panik, tapi tetap harus waspada dan disiplin dalam menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),” kata Eri, Senin (9/6).

    Dalam SE tersebut warga juga diimbau untuk disiplin menjalankan protokol kesehatan, seperti rutin mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, menerapkan etika batuk, dan menggunakan masker saat sakit atau berada di keramaian seperti fasilitas pelayanan kesehatan, transportasi umum, atau area berventilasi terbatas.

    “Warga diimbau mengurangi mobilitas fisik yang tidak perlu dan melakukan isolasi mandiri jika bergejala, serta segera melakukan tes antigen/PCR sesuai indikasi klinis,” terang Eri.

    Selain itu, Eri meminta warga Kota Pahlawan yang mengalami gejala sakit seperti batuk, demam, pilek, atau sesak napas, segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat, terutama jika memiliki riwayat kontak dengan orang sakit atau baru bepergian dari luar negeri.

    Selanjutnya, warga juga diminta aktif melaporkan temuan kasus positif atau tempat kerumunan yang berpotensi menimbulkan penularan Covid-19 kepada lintas sektor terkait, mulai dari tingkat kecamatan, kelurahan dan perangkat wilayah setempat.

    Pemkot Surabaya dalam kewaspadaannya turut menggandeng tokoh masyarakat, serta Ketua RT/RW untuk berperan aktif mengedukasi warga agar tetap menjalankan protokol kesehatan secara disiplin.

    “Mengenai informasi kesehatan yang akurat mengenai gejala dan pencegahan Covid-19, masyarakat disarankan untuk mengakses informasi kesehatan melalui kanal media resmi WHO dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Eri juga mengimbau kepada seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) di Kota Surabaya untuk meningkatkan kewaspadaan dini dengan memantau tren kasus Influenza Like Ilness (ILI), Severe Acute Respiratory Infection (SARI), Pneumonia, atau Covid-19 melalui pelaporan rutin Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR).

    Apabila ditemukan peningkatan kasus yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), Fasyankes juga diminta untuk segera melaporkan ke Dinas Kesehatan dalam waktu kurang dari 24 jam.

    “Kami terus berkomitmen untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di Kota Surabaya,” tutupnya. [ram/ian]

  • 12 Virus Paling Mematikan Sepanjang Sejarah, Salah Satunya Penyebab COVID-19

    12 Virus Paling Mematikan Sepanjang Sejarah, Salah Satunya Penyebab COVID-19

    Jakarta

    Sepanjang sejarah umat manusia, virus telah menjadi ancaman tak terlihat yang merenggut banyak nyawa. Pada beberapa penyakit, vaksin dan obat virus mencegah penyebaran infeksi atau membantu orang yang terinfeksi untuk pulih.

    Terdapat beberapa virus yang menimbulkan ancaman yang lebih besar dengan tingkat kematian yang tinggi. Ketahui 12 virus yang paling mematikan, berdasarkan kemungkinan seseorang akan meninggal jika terinfeksi salah satunya hingga jumlah orang yang meninggal karena virus tersebut berikut ini.

    12 Virus Paling Mematikan Sepanjang Sejarah

    Ada begitu banyak virus mematikan sepanjang sejarah. Dikutip dari Live Science, dari virus Marburg, Ebola, hingga SARS-COV-2 berikut 12 virus paling mematikan sepanjang sejarah:

    1. Virus Marburg

    Menurut WHO virus Marburg pertama kali diidentifikasi oleh para ilmuwan pada tahun 1967, saat ada wabah kecil di antara pekerja laboratorium Jerman. Gejalanya mirip dengan Ebola karena kedua virus tersebut menyebabkan demam hemoragik, yaitu demam tinggi dan pendarahan di seluruh tubuh yang menyebabkan syok, kegagalan organ, dan kematian.

    Angka kematian kasus pada wabah pertama di tahun 1967 tersebut adalah 24 prrsen. Kemudian, meningkat menjadi 83 persen pada wabah tahun 1998-2000 di Republik Kongo, dan 100 persen pada wabah di tahun 2017 di Uganda.

    2. Virus Ebola

    Wabah ebola pertama kali diketahui bersamaan di Republik Sudan dan Republik Demokratik Kongo di tahun 1976. Ebola menyebar melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh lainatai jaringan dari orang atau hewan yang terinfeksi.

    Jenis virusnya bervariasi dalam tingkat kematiannya. Wabah Ebola terbesar yang pernah tercatat muncul di Afrika Barat di awal tahun 2014. Butuh waktu dua tahun untuk mengatasi virus tersebut. Menurut CDC, kala itu, wabah Ebola menginfeksi 28.652 orang dengan 11.325 korban jiwa.

    3. Rabies

    Infeksi dari virus rabies berkembang setelah gigitan atau cakaran dari mamalia yang terinfeksi. Setelah seseorang tergigit, mala mereka harus segera mendapat vaksin rabies atau perawatan antibodi demi mencegah penyakit berkembang.

    Jika tidak, maka virus akan merusak otak dan saraf. Setelah gejala muncul, kematian bisa terjadi. Menurut CDC, virus ini memiliki tingkat kematian hingga 99%. Dalam studi tahun 2019, sekitar 59.000 orang meninggal setiap tahun akibat virus ini.

    4. HIV

    Menurut dokter penyakit menular Amerika Dr. Amesh Adalja, infeksi HIV ( Human Immunodeficiency Virus) masih menjadi pembunuh terbesar. Diperkirakan, sebanyak 32 juta orang meninggal karena HIV sejak virus ini ditemukan pada awal tahun 1980-an.

    “Penyakit menular yang paling banyak memakan korban manusia saat ini adalah HIV,” kata Adalja.

    Meski demikian, obat antivirus memungkinkan orang hidup bertahun-tahun dengan HIV. Dalam kasus yang jarang terjadi, transplantasi sel punca menyembuhkan penyakit tersebut.

    5. Cacar

    Pada tahun 1980, Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) mendeklarasikan dunia bebas dari cacar. Namun, sebelum itu, manusia telah berjuang melawan cacar selama ribuan tahun degan versi cacar yang parah, yaitu Variola Mayor.

    Menurut WHO, penyakit yang menewaskan sekitar 30% persen orang yang terinfeksi ini meninggalkan bekas luka permanen dan seringkali kebutaan. Para sejarawan memperkirakan bahwa cacar yang dibawa penjelajah Eropa telah membunuh 90 persen penduduk asli Amerika. Menurut National Geographic, pada abad ke-20, cacar telah membunuh sebanyak 300 juta orang.

    6. Virus Hanta

    HPS (Hantavirus Pulmonary Syndrome) atau sindrom paru hantavirus pertama kali mendapat perhatian luas di AS pada tahun 1993. Ketika itu, ada seorang pria yang muda dan sehat bersama tunangannya tinggal di daerah Four Corners, AS. Mereka meninggal dalam beberapa hari karena mengalami sesak napas.

    Beberapa bulan kemudian, otoritas kesehatan mengisolasi hantavirus dari tikus rusa yang tinggal di salah satu orang yang terinfeksi. Lebih dari 833 orang di AS telah tertular HPS pada akhir tahun 2020, tahun terakhir data dilaporkan.

    Virus ini tidak menular dari satu orang ke orang lain. Namun, orang tertular virus ini melalui paparan kotoran tikus yang terinfeksi.

    7. Influenza

    Menurut CDC, influenza membunuh sebagian kecil orang yang terinfeksi, sekitar 1,8 dari 100.000 orang setiap tahun. Namun, sebab menginfeksi begitu banyak orang, penyakit ini menjadi salah satu pembunuh utama di seluruh dunia.

    Pandemi flu paling mematikan, yang kadang disebut flu Spanyol pertama kali ditemukan pada tahun 1918. Flu ini membuat 40 persen populasi dunia mengalaminya dan menewaskan sekitar 50 juta orang.

    8. Demam Berdarah Dengue

    Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue. Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk ini pertama kali muncul pada tahun 1950-an di Filipina dan Thailand.

    Sejak itu, penyakit ini menyebar ke seluruh wilayah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Demam berdarah menginfeksi 100 hingga 400 juta orang per tahun. Meski demam berdarah memiliki tingkat kematian yang lebih rendah dari beberapa virus lainnya, yaitu sekitar 1 persen, virus ini bisa menyebabkan penyakit mirip Ebola yang memiliki tingkat kematian 20 persen jika tidak diobati.

    9. Rotavirus

    Rotavirus adalah penyakit diare yang membunuh sekitar 200.000 anak setiap tahunnya, sebagian besar terjadi di Nigeria dan India. Virus ini bisa menyebar dengan cepat, melalui jalur fekal-oral (partikel kecil feses yang tertelan).

    WHO memperkirakan, di seluruh dunia terdapat lebih dari 25 juta kunjungan rawat jalan dan dua juta rawat inap setiap tahun akibat virus ini. Penyakit ini mematikan di daerah berkembang, di mana perawatan rehidrasi tidak tersedia secara luas.

    10. SARS-COV

    SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) merupakan virus yang menyebabkan sindrom pernapasan akut berat. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 2003 di Tiongkok.

    Kemungkinan, virus ini aawalnya muncul pada kelelawar dan kemudian berpindah ke mamalia nokturnal yang disebut musang, sebelum akhirnya menginfeksi manusia. Setelah memicu wabah di Tiongkok, SARS menyebar ke 26 negara di seluruh dunia dan menewaskan 774 orang selama beberapa bulan.

    Gejalanya berupa demam, menggigil, dan nyeri tubuh, dan sering berkembang menjadi pneumonia, yaitu kondisi parah di mana paru-paru menjadi meradang dan terisi nanas. SARS diperkirakan memiliki tingkat kematian sebesar 9,6 persen.

    11. SARS-COV-2

    COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh SARS-COV-2. Hingga bulan Oktober 2022, lebih dari 6,57 juta kematian orang di seluruh dunia dan terus bertambah karenanya.

    SARS-COV-2 termasuk dalam keluarga besar virus yang sama dengan SARS-COV. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada bulan Desember tahun 2019 di Wuhan, Tiongkok. Dalam sebuah studi tahun 2021 dikatakan, kemungkinan, virus ini berasal dari kelelawar, berpindah melalui hewan perantara dan menginfeksi manusia.

    Virus ini menimbulkan risiko lebih tinggi bagi orang yang memiliki kondisi kesehatan bawaan seperti, tekanan darah tinggi, diabetes, dan obesitas. Gejala umumnya mulai dari demam, batuk, kehilangan indra perasa atau penciuman, dan sesak napas.

    12. MERS-COV

    MERS (Middle East Respiratory Syndrome) memicu wabah di Arab Saudi pada tahun 2012 dan di Korea Selatan pada tahun 2015. Tingkat kematiannya tinggi, yaitu menewaskan sekitar 35 persen dari orang yang terdiagnosis. Hingga tahun 2021, MERS-COV menewaskan 858 orang.

    Penyakit ini menginfeksi unta sebelum menular ke manusia. Gejala yang dirasakan yaitu batuk, demam, dan sesak napas.

  • Label Pangan dan Ancaman Bom Waktu Kasus Diabetes-Obesitas di Indonesia

    Label Pangan dan Ancaman Bom Waktu Kasus Diabetes-Obesitas di Indonesia

    Jakarta

    Siasat pemerintah dalam menekan kasus penyakit tidak menular melalui label pangan tampaknya belum efektif. Terlebih, literasi masyarakat soal membaca informasi nilai gizi sebelum membeli produk, relatif rendah.

    Catatan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menunjukkan hanya 6,7 persen konsumen di Indonesia yang memperhatikan label pada produk pangan kemasan. Walhasil, pemerintah belakangan mengupayakan penerapan label baru pangan olahan maupun siap saji, salah satunya berkiblat pada regulasi Singapura, yakni NutriGrade.

    Wacana penerapan label pangan sehat seperti sistem Nutri-Grade dan warning label semakin relevan di tengah meningkatnya konsumsi pangan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL) di Indonesia. Mengacu survei kesehatan indonesia (SKI) 2023, prevalensi diabetes di Indonesia mencapai 11,7 persen pada usia lebih dari 15 tahun berdasarkan pemeriksaan gula darah, sementara yang terdiagnosis dokter hanya 1,7 persen. Artinya, banyak kasus tidak terdeteksi.

    Dengan 19,5 juta kasus, Indonesia kini menempati peringkat kelima dunia, setelah China, India, Pakistan, dan Amerika Serikat. Jika tidak ada intervensi, angka ini diprediksi mencapai 28,6 juta pada 2045.

    SKI 2023 juga mencatat kasus obesitas meningkat dua kali lipat dalam 1,5 dekade terakhir, dan rata-rata konsumsi natrium masyarakat Indonesia melebihi rekomendasi WHO. Ini memperkuat argumen bahwa sistem pelabelan pangan harus lebih tegas dan edukatif.

    Menurut pakar kebijakan kesehatan global Dicky Budiman, pelabelan semacam ini terbukti efektif di sejumlah negara, tetapi keberhasilannya di Indonesia akan sangat bergantung pada berbagai faktor pendukung.

    “Nutri-Grade di Singapura, yang juga telah mulai diterapkan di Taiwan dan sebagian besar wilayah di Tiongkok, memberikan dasar ilmiah yang kuat untuk membantu konsumen memilih pangan yang lebih sehat,” ujar Dicky saat dihubungi detikcom, Minggu (8/6/2025).

    Label ini mengklasifikasikan minuman, juga makanan berdasarkan kadar GGL, dengan sistem penilaian huruf A hingga D. Namun, Dicky menekankan bahwa efektivitasnya sangat bergantung pada tingkat literasi kesehatan masyarakat.

    “Tanpa pemahaman yang baik, label A-D bisa disalahartikan atau diabaikan. Makanya, edukasi publik itu krusial,” jelasnya. Ia juga menyoroti pentingnya posisi label yang jelas di bagian depan kemasan (front-of-pack) agar tidak disembunyikan dengan tulisan kecil di belakang.

    Dicky menekankan pentingnya standar penilaian nasional yang objektif dan independen, serta pengawasan ketat agar produsen tidak melakukan label washing atau manipulasi informasi nutrisi.

    Sebagai alternatif yang dianggap lebih efektif, ia mendorong penerapan ‘warning label’ atau label peringatan yang secara eksplisit menandai produk tinggi GGL.

    “Bukti dari Chili, Meksiko, dan sebagian Australia menunjukkan bahwa warning label lebih intuitif dan langsung dipahami, terutama oleh masyarakat dengan literasi rendah. Ini berdampak nyata dalam mengurangi konsumsi makanan tidak sehat,” kata Dicky, sembari menekankan tantangan terbesarnya adalah industri makanan.

    Kekhawatiran Resistensi Industri

    “Pasti ada resistensi. Mereka khawatir diberi stigma, dan penjualan bisa turun. Tapi kita bicara soal kesehatan publik, bukan sekadar kepentingan bisnis,” lanjut dia.

    Kekhawatiran resistensi industri semacam itu disebutnya bisa disiasati dalam bentuk insentif dari pemerintah. Khususnya, bagi mereka yang melakukan reformulasi produk.

    Dicky juga menekankan pentingnya harmonisasi regulasi pangan di tingkat regional, khususnya di ASEAN. “Kita tidak bisa jalan sendiri. Perlu kerja sama antarnegara agar tidak terjadi konflik dalam perdagangan lintas batas,” jelasnya.

    Dalam konteks wilayah perbatasan, Dicky yang pernah terlibat dalam program kesehatan lintas negara di Kaltim dan Papua menyebut banyak produk kemasan dari luar negeri masuk tanpa mengikuti standar label Indonesia. “Ini ancaman bagi perlindungan konsumen dan kedaulatan pangan. Pemerintah harus memperkuat pengawasan, khususnya di perbatasan.”

    Sebagai solusi, Dicky mendorong penerapan bertahap, dimulai dari produk dengan kandungan gula ekstrem, disertai kampanye edukasi dan insentif bagi produsen yang melakukan reformulasi produk. Ia juga mengingatkan bahwa pelabelan harus diiringi dengan intervensi struktural, seperti subsidi pangan sehat, distribusi makanan bergizi, dan pengendalian impor pangan ultra-proses.

    “Labelisasi pangan, baik itu Nutri-Grade maupun warning label, harus menjadi bagian dari kebijakan pangan nasional yang berorientasi pada kesehatan masyarakat,” pungkasnya.

    Logo Pilihan Lebih Sehat: Membingungkan Konsumen

    Pandangan senada juga disuarakan Nida Adzilah Auliani, Project Lead untuk Food Policy di Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI). Ia menyoroti strategi yang sudah diupayakan seperti logo ‘Pilihan Lebih Sehat’ yang saat ini digunakan di Indonesia justru kerap menyesatkan konsumen.

    “Label itu seolah memberi kesan bahwa produk aman dikonsumsi, padahal kenyataannya masih mengandung kadar gula yang cukup tinggi,” jelas Nida dalam konferensi pers belum lama ini. Ia mencontohkan susu cokelat kemasan ukuran 180 ml yang mengandung 11 gram gula.

    Padahal, batas aman gula dalam minuman menurut aturan hanya 6 gram per 100 ml. Artinya, satu botol kecil saja sudah menyumbang lebih dari 20 persen kebutuhan gula harian, menurut standar WHO.

    Nida menilai ambang batas yang digunakan dalam label tersebut terlalu longgar, tidak seketat profil gizi internasional, sehingga gagal memberikan informasi yang akurat dan mudah dicerna. “Masyarakat bisa saja mengira suatu produk itu sehat, padahal sebenarnya mengandung gula tambahan yang tinggi,” katanya.

    Pantauan detikcom pada sejumlah produk pangan berlogo ‘Pilihan Lebih Sehat’ memang demikian.

    Produk susu posisi kiri memiliki label ‘Pilihan Lebih Sehat’, sementara produk susu kedua di posisi kiri, tanpa label tersebut. Foto: Nafilah Sri Sagita/detikHealth

    Produk susu strawberry berlogo ‘Pilihan Lebih Sehat’ dengan yang tidak, nyaris identik dari segi kandungan kalori juga makronutrien. Terkecuali, kandungan gula yang satu gram sedikit lebih rendah ketimbang produk berlogo ‘Pilihan Lebih Sehat’.

    Bila dirinci lebih lanjut, dua produk susu cair 200 ml yang beredar di pasaran tersebut memiliki jumlah energi yang sama yaitu 150 kkal. Kandungan lemak total (4,5 g), lemak jenuh (2,5 g), dan protein (3 g) juga serupa. Namun, terdapat beberapa perbedaan penting.

    Produk pertama, mengandung 18 g gula, sedangkan produk pembanding mengandung 19 g. Produk 1 mengandung lebih banyak natrium (60 mg) dibandingkan produk 2 (50 mg). Dari sisi mikronutrien, Produk 1 lebih unggul karena mencantumkan kandungan vitamin D3, E, C, dan K, serta magnesium dan zinc yang lebih tinggi. Produk pembanding hanya menonjol pada kandungan vitamin B6 dan fosfor, serta mencantumkan tambahan kolin dan klorida.

    Logo ‘Pilihan Lebih Sehat’ sendiri diberikan oleh BPOM berdasarkan Peraturan No. 26 Tahun 2021, yang menyatakan minuman siap konsumsi setidaknya harus:

    Tidak mengandung pemanis buatanMemiliki gula tambahan tidak lebih dari 6 g per 100 ml.

    Berdasarkan label kemasan, produk 1 tidak mencantumkan pemanis buatan, dan meskipun tercantum 18 g gula per 200 ml (setara 9 g per 100 ml), angka tersebut kemungkinan mencakup gula alami (laktosa), bukan hanya gula tambahan. Hal ini berarti produk tersebut masih dapat memenuhi kriteria BPOM untuk mendapatkan logo ‘Pilihan Lebih Sehat’.

    NEXT: Siasat Pemerintah Label Pangan Baru

  • Kisah Zahra Amalina, dari Sering Diremehkan hingga Jadi CEO di Industri Kreatif
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Juni 2025

    Kisah Zahra Amalina, dari Sering Diremehkan hingga Jadi CEO di Industri Kreatif Regional 8 Juni 2025

    Kisah Zahra Amalina, dari Sering Diremehkan hingga Jadi CEO di Industri Kreatif
    Editor
    KOMPAS.com

    Zahra Amalina
    ,
    CEO
    Tetrajaya Plusindo dan Miss Indonesia Jawa Barat 2017, membagikan kisah inspiratifnya dalam membangun bisnis percetakan kreatif di tengah tantangan dan stereotip yang kerap ia hadapi sebagai perempuan muda.
    Dalam acara “Women Who Lead: Strategi Bangun Profit di Tengah Tantangan Bisnis” Zahra menyampaikan bahwa perjalanannya sebagai pengusaha tidak selalu mulus. Ia kerap dianggap sebelah mata dan dinilai hanya bermodal penampilan semata.
    “Sering banget dianggap kerja ala-ala, dikira cuma modal tampang doang. Padahal apa pun yang saya kerjakan, saya kuasai betul. Bukan cuma kerjaan, hobi pun saya seriusin, bahkan urusan rumah dan masak juga itu passion saya,” ujar Zahra dalam rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (8/6/2025).
    Zahra juga berbagi bagaimana ia menghadapi setiap ujian hidup dengan rasa syukur dan sikap positif, yang justru membentuk kepribadiannya menjadi lebih kuat.
    “Saya selalu bersyukur, Allah sayang banget sama saya. Setiap ada ujian, saya selalu bisa menyelesaikannya dan malah jadi pribadi yang lebih baik serta lebih dekat dengan impian saya. Maka pesan saya: Stay husnudzon, selalu berpikir positif kepada Allah,” tuturnya.
    Acara yang diselenggarakan oleh Sribu ini bertujuan menjadi ruang kolaboratif bagi para pelaku bisnis, terutama perempuan, untuk saling berbagi strategi dan bertumbuh di tengah dinamika ekonomi.
    “Kami ingin menciptakan ekosistem yang mendukung perempuan dalam dunia wirausaha agar terus berkembang,” ujar COO Sribu, Alexandro Wibowo.
    Diskusi panel yang berlangsung secara interaktif ini membahas berbagai strategi, mulai dari efisiensi bisnis hingga pemasaran digital. Salah satu peserta, Syntia Balina Dewi dari komunitas Inspire Mom, mengungkapkan antusiasmenya terhadap acara ini.
    “Hari ini saya senang banget bisa datang. Sangat inspiring, khususnya buat para wanita. Jangan segan untuk menciptakan ide-ide kreatif untuk bisnis,” kata Syntia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kenaikan Kasus COVID-19, Pakar UGM Imbau Masyarakat Tetap Waspada

    Kenaikan Kasus COVID-19, Pakar UGM Imbau Masyarakat Tetap Waspada

    Liputan6.com, Yogyakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan surat edaran kewaspadaan Covid-19 karena kasus penularan di Asia naik seperti Thailand, Hong Kong, Malaysia dan Singapura. Guru Besar FK-KMK Universitas Gadjah Mada sekaligus peneliti Mikrobiologi Klinik Tri Wibawa, mengatakan peningkatan kasus Covid-19 di Asia ini tidak dapat secara pasti akan diikuti peningkatan penularan di Indonesia.“Namun, belajar dari penularan di masa pandemi yang sangat cepat dan luas, akan lebih baik kalau kita bersiap,” katanya, Rabu 4 Juni 2025.

    Menurut Tri tingkat kecepatan penyebaran cukup rendah, sebab varian SARS-CoV-2 yang dominan menyebar di Thailand adalah XEC dan JN.1, lalu di Singapura LF.7 dan NB.1.8 (turunan JN.1), di Hongkong JN.1, dan di Malaysia adalah XEC (turunan JN.1). Sementara, varian yang dominan di Indonesia saat ini berbeda dengan yang ada di negara tetangga yakni MB 1.1.

    Tri menjelaskan varian ini, belum masuk pada daftar Variants of Interest (VOIs) maupun variants under monitoring (VUMs) yang dikeluarkan oleh WHO. Menurutnya belum banyak informasi spesifik tentang Variant MB1.1, namun, ia menduga manifestasi klinis yang muncul tidak banyak berbeda dengan varian omicron lain yang pernah beredar di Indonesia. “Gejala yang ditimbulkan pun sejauh ini serupa dengan varian-varian COVID-19 sebelumnya, termasuk demam, pusing, batuk, sakit tenggorokan, mual dan muntah, serta nyeri sendi,” imbuhnya.

    Tri mengatakan walau angka kasusnya cukup rendah dan gejalanya cenderung sama, namun masyarakat harus tetap waspada. Ia menganjurkan masyarakat mengantisipasinya dengan menjaga kebersihan dan pola hidup sehat seperti makan makanan bergizi serta istirahat yang cukup juga menggunakan masker jika merasakan gejala seperti flu. “Jika berada dalam kerumunan dan membatasi diri untuk tidak berada di kerumunan jika merasa tidak dalam kondisi kesehatan yang prima,” paparnya.

    Soal informasi kasus Covid-19 Tri meminta masyarakat agar memantau keadaan dari sumber informasi yang dapat dipercaya, termasuk dari pemerintah dan lembaga yang dapat dipercaya. “Kita harus yakin bahwa kita bersama telah memiliki pengalaman dan pengetahuan untuk dapat bertahan pada masa-masa sulit pandemi,” pesannya.