NGO: WHO

  • Derita Bayi-bayi di Gaza Tak Kunjung Usai, Kini Terancam kena Meningitis

    Derita Bayi-bayi di Gaza Tak Kunjung Usai, Kini Terancam kena Meningitis

    Jakarta

    Di bangsal rumah sakit Nasser di Gaza selatan, seorang wanita sedang menghibur cucunya yang berusia 16 bulan yang menangis, salah satu dari mereka yang terkena dampak dari apa yang menurut para pekerja bantuan adalah lonjakan kasus meningitis di antara anak-anak di wilayah Palestina.

    “Suhu tubuh Sham tiba-tiba naik dan dia menjadi kaku,” kata sang nenek, Umm Yasmin kepada Reuters. “Kami tidak dapat menemukan mobil untuk membawanya … Dia hampir meninggal.”

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan badan amal medis Médecins Sans Frontières memperingatkan bahwa kondisi di Gaza telah meningkatkan risiko penyebaran meningitis, meskipun mereka tidak memiliki data perbandingan yang jelas untuk mengukur tingkat keparahan wabah.

    Biasanya, ada peningkatan musiman dalam kasus meningitis virus di Gaza antara Juni dan Agustus, tetapi WHO sedang menyelidiki peran faktor-faktor tambahan seperti sanitasi yang buruk, akses terbatas ke layanan kesehatan, dan terganggunya vaksinasi rutin.

    Rumah sakit-rumah sakit yang masih beroperasi kewalahan, dengan tempat tidur penuh dan kekurangan antibiotik penting yang parah.

    “Tidak ada ruang di rumah sakit,” kata Dr Mohammed Abu Mughaisib, wakil koordinator medis MSF di Gaza. “Tidak ada ruang untuk mengisolasi.”

    Menurut WHO, meningitis bakteri yang dapat menular melalui udara dan mengancam jiwa dapat menyebar di tenda-tenda yang penuh sesak. Meningitis virus, meskipun tidak terlalu serius, sering menyebar melalui jalur fekal-oral, yang berarti dapat dengan mudah menyebar di tempat penampungan dengan sanitasi yang buruk.

    Di rumah sakit Nasser di Khan Younis, Dr Ahmad al-Farra, kepala Departemen Pediatri dan Maternitas, melaporkan hampir 40 kasus meningitis virus dan bakteri yang baru dirawat dalam seminggu terakhir.

    Di Kota Gaza di utara, Departemen Pediatri di Rumah Sakit Anak Rantisi telah mencatat ratusan kasus dalam beberapa minggu terakhir, menurut laporan yang diterbitkan oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan.

    Abu Mughaisib mengatakan kurangnya tes laboratorium dan kultur darah yang dapat membantu mengidentifikasi bakteri penyebab infeksi menghambat diagnosis.

    Para dokter memperingatkan bahwa kekurangan vitamin dan melemahnya kekebalan tubuh akibat terbatasnya akses terhadap sayuran segar dan protein, meningkatkan kerentanan anak-anak.

    (kna/kna)

  • Indonesia dan 10 Negara Dengan Angka Kematian Ibu Tertinggi di Dunia

    Indonesia dan 10 Negara Dengan Angka Kematian Ibu Tertinggi di Dunia

    Jakarta

    Kematian ibu masih menjadi masalah serius di Indonesia. Menurut data Maternal Perinatal Death Notification (MPDN), angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2023 mencapai 4.129 kasus. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya di angka 4.005 kasus.

    Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), maternal mortality rate (MMR) AKI Indonesia tahun 2023 berada di angka 140 per 100 ribu kelahiran hidup. Jumlah tersebut lebih rendah bila dibanding tahun-tahun sebelumnya dengan 184 per 100 ribu kelahiran hidup pada 2020, 226 per 100 ribu kelahiran hidup pada 2021, dan 148 per 100 ribu kelahiran hidup pada 2022.

    Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Long Form SP2020, berikut ini 10 provinsi dengan maternal mortality rate (MMR) AKI tertinggi di Indonesia per 100 ribu kelahiran hidup:

    Papua – 565Papua Barat – 343Nusa Tenggara Timur – 316Sulawesi Barat – 274Sulawesi Tengah – 264Gorontalo – 266Sulawesi Tengah – 264Maluku – 261Nusa Tenggara Barat – 257Maluku Utara – 255Penyebab Angka Kematian Ibu RI Tinggi

    Ada banyak faktor yang membuat angka kematian ibu di Indonesia tergolong tinggi. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menuturkan salah satu penyebabnya adalah hipertensi saat kehamilan atau preeklampsia.

    “Penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah hipertensi dalam kehamilan, biasa kami sebut dengan preeklamsia dan perdarahan yang sebenarnya ini bisa dicegah,” kata Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, dr Lovely Daisy, MKM.

    Bahaya Preeklampsia dan Perdarahan saat Melahirkan

    Preeklampsia merupakan tekanan darah tinggi yang terjadi pada ibu hamil. Bila kondisi ini tidak ditangani dengan baik, dapat memicu kerusakan organ hingga fatalitas bagi ibu dan bayi yang dikandung.

    Ada banyak faktor yang memicu masalah preeklampsia. Salah satunya dipicu pembuluh darah baru yang berfungsi untuk memasok oksigen dan nutrisi ke plasenta, tidak dapat berkembang atau berfungsi dengan baik.

    Beberapa gejala yang dapat muncul seperti sakit kepala parah, proteinuria, gangguan penglihatan, sesak napas, nyeri perut bagian atas, hingga mual dan muntah.

    Perdarahan saat bersalin juga menjadi penyebab kematian ibu. Kondisi ini biasanya dialami ibu satu hari sampai satu minggu pasca bersalin.

    Ini dapat terjadi karena kontraksi rahim saat melahirkan tidak cukup kuat untuk menekan pembuluh darah di tempat melekatnya plasenta dan menghentikan perdarahan. Ini menjadi penyebab 80 persen kasus perdarahan saat melahirkan.

    Ada Faktor Lain?

    Menurut Kemenkes, ada sejumlah faktor yang meningkatkan risiko kematian ibu. Beberapa di antaranya adalah 48,9 persen ibu hamil dengan anemia, 12,7 persen persen dengan hipertensi, 17,3 persen kurang energi kronik (KEK), dan 28 persen dengan risiko komplikasi.

    Spesialis kandungan Dr dr Ivan Rizal Sini, SpOG menjelaskan kematian ibu tidak hanya berkaitan dengan persalinan. Ini bisa juga disebabkan oleh faktor medis lainnya seperti penyakit jantung.

    Menurut dr Ivan, masalah medis seperti ini sebenarnya bisa dicegah sebelum dan saat kehamilan.

    “Misalnya karena hipertensi, penyebab karena perdarahan, penyebab karena kondisi penyakit lain penyakit jantung, diabetes, dan itu sebenarnya merupakan suatu assessment yang bisa dilakukan dengan cara dini pada saat kehamilan,” tuturnya dalam sebuah wawancara.

    Negara dengan Angka Kematian Ibu Tertinggi

    Berdasarkan data WHO tahun 2023, berikut ini 10 negara dengan angka kematian ibu tertinggi di dunia per 100 ribu kelahiran hidup:

    Nigeria – 993Chad – 784Republik Afrika Tengah – 692Sudan Selatan – 692Liberia – 628Somalia – 563Afghanistan – 521Benin – 518Guinea-Bissau – 505Guinea – 494

    (avk/tgm)

  • Deretan Virus yang Pernah Mewabah di Indonesia Selama 10 Tahun Terakhir

    Deretan Virus yang Pernah Mewabah di Indonesia Selama 10 Tahun Terakhir

    Jakarta

    Dalam satu dekade terakhir, Indonesia telah menghadapi berbagai wabah virus yang berdampak signifikan terhadap kesehatan masyarakat. Beberapa di antaranya menimbulkan kepanikan global, seperti COVID-19, sementara yang lain silih berganti dalam skala lokal.

    Menyadari wabah ini penting untuk meningkatkan kewaspadaan diri. Berikut sejumlah virus yang pernah mewabah di Indonesia selama 10 tahun terakhir.

    Deretan Virus Yang Pernah Mewabah di Indonesia Selama 10 Tahun Terakhir

    Ada banyak virus yang pernah mewabah di Indonesia selama 10 tahun terakhir. Berikut tujuh di antaranya:

    1. SARS COV-2

    SARS-COV-2 merupakan virus penyakit COVID-19. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada bulan Desember tahun 2019 di Wuhan, Tiongkok.

    Dikutip dari laman Live Science, studi tahun 2021 menunjukkan, SARS-COV-2 kemungkinan berasal dari kelelawar, berpindah melalui hewan perantara dan menginfeksi manusia. Virus ini bisa menimbulkan risiko yang lebih tinggi bagi orang dengan kondisi kesehatan bawaan, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan obesitas.

    Dikutip dari buku Tanya Jawab Seputar Virus Corona, beberapa gejala dari COVID-19 adalah demam, batuk kering, sesak napas, nyeri tenggorokan, pegal-pegal atau merasa kelelahan. Di Indonesia, tercatat 6.811.780 kasus COVID 19 di Indonesia hingga tahun 2023. Angka kematiannya mencapai 161.865 orang.

    2. Avian Influenza

    Avian influenza menyebabkan penyakit flu burung. Meski penyakit ini umumnya menginfeksi burung, beberapa strain dari virus mampu menginfeksi manusia dan menyebabkan gejala yang serius hingga fatal.

    Flu burung pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 2003. Berdasarkan data dari WHO dari tahun 2003-2023, terdapat 458 kematian akibat flu burung pada manusia. Sebanyak 168 di antaranya terjadi di Indonesia.

    3. Dengue

    Dengue merupakan virus utama yang menyebabkan penyakit demam berdarah lewat nyamuk Aedes aegypti. Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, tahun 2024 tercatat sebagai puncak kasus DBD di Indonesia dengan lebih dari 1.400 kematian.

    Gejala utama penyakit DBD meliputi demam mendadak yang tinggi, mencapai suhu hingga 39 derajat celcius. Demam berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, kemudian turun dengan cepat. Adapun gejala lainnya mencapai nyeri kepala, menggigil, lemas, nyeri di belakang mata, otot, dan tulang, ruam kulit kemerahan, kesulitan menelan makanan, mual, muntah, hingga timbul bintik-bintik merah pada kulit.

    4. Chikungunya

    Seperti namanya, virus chikungunya merupakan penyebab dari penyakit chikungunya yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

    Dikutip dari laman Universitas Airlangga, sepanjang tahun 2019, terdapat 5.042 kasus chikungunya yang ditemukan tersebar di 20 provinsi di Indonesia. Sementara itu, diberitakan oleh detikcom, di awal tahun 2025, terdapat 17 warga Kota Kediri dan 37 warga Tasikmalaya yang terkena penyakit ini. Gejala akut penyakit chikungunya meliputi demam dan nyeri sendi.

    5. Virus Hepatitis A

    Virus hepatitis A adalah virus hepatitis paling umum yang bekembang menjadi masalah kesehaan di seluruh duna. Pada tahun 2019, Kementerian Kesehatan melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa di Pacitan dengan 1.326 kasus dan Depok 306 kasus.

    Tingkat infeksi hepatitis A berkaitan erat dengan akses makanan atau air minum yang tidak aman, sanitasi yang tidak memadai, hingga faktor sosial ekonomi, seperti kepadatan penduduk. Gejala Hepatitis A biasanya meliputi pusing, mata dan kulit menjadi kuning, mual dan muntah, sakit tenggorokan, diare, dan tidak nafsu makan.

    6. Rabies

    Kasus rabies pada manusia didapatkan melalui gigitan anjing dan hewan liar lainnya yang bertindak sebagai reservoir virus di berbagai dunia. Pada bulan April tahun 2023, Kementerian Kesehatan mengumumkan ada 31.113 kasus rabies dan 11 kematian dengan 95% disebabkan oleh gigitan anjing. Kejadian luar biasa (KLB) rabies terjadi di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

    Dilaporkan bahwa dari tahun 2021-2023, kasus gigitan hewan rabies mencapai lebih dari 80.000 kasus dengan rata-rata kematian mencapai 68 orang. Adapun gejala dari rabies yaitu, demam, badan lemas, sakit kepala hebat, insomnia, kesemutan, hingga sakit tenggorokan.

    7. Morbili

    Virus morbili adalah penyebab dari penyakit campak. Berdasarkan data WHO pada tahun 2015, Indonesia termasuk 10 terbesar di dunia dengan kasus campak. Kasus di Indonesia mengalami peningkatan akibat penurunan cakupan imunisasi pada masa pandemi.

    Dikutip dari jurnal Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko Penyakit Campak pada Balita di Puskesmas Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, terdapat 8.819 kasus probable campak pada tahun 2019, naik dari tahun 2018. Jawa Tengah memiliki kasus probable campak tertinggi dengan 1.562 kasus, diikuti oleh Jakarta dengan 1.374 kasus, dan Aceh 972 kasus.

    Sementara, menurut data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), di tahun 2022 angka kasus campak meningkat hingga 3.342. Beberapa gejala dari campak di antaranya demam mencapai 40 derajat celcius, batuk kering, mata merah, pilek, ruam, dan bintik koplik.

    (elk/tgm)

  • KTT BRICS, Prabowo Nyatakan Komitmen Hadapi Perubahan Iklim dan Krisis Kesehatan Global

    KTT BRICS, Prabowo Nyatakan Komitmen Hadapi Perubahan Iklim dan Krisis Kesehatan Global

    KTT BRICS, Prabowo Nyatakan Komitmen Hadapi Perubahan Iklim dan Krisis Kesehatan Global
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Presiden
    Prabowo Subianto
    menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen untuk menghadapi atau memerangi
    perubahan iklim
    dan krisis kesehatan global karena dampak dari perubahan iklim sangat dirasakan oleh seluruh negara, termasuk Indonesia.
    Hal ini disampaikan Prabowo pada hari kedua rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 di Rio de Janeiro, Brasil, Senin (7/7/2025) dalam sesi pertemuan bersama para pemimpin dan delegasi yang mengangkat tema “Environment, COP 30, and Global Health” yang menyoroti tantangan lingkungan serta isu kesehatan global.
    “Tadi Pak Presiden menyampaikan bahwa dampak-dampak dari perubahan iklim sangat dirasakan oleh Indonesia. Dan menyampaikan komitmen Indonesia untuk memerangi
    climate change
    dan utamanya proses upaya kita untuk melakukan energi bersih,” ucap Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir, dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden, Selasa (8/7/2025).
    Menurut Tata, sapaan akrab Arrmanatha, sejumlah negara pada sesi tersebut turut menyampaikan komitmennya untuk menangani permasalahan perubahan iklim.
    Komitmen itu mencakup  juga penguatan kolaborasi dan agenda iklim menjelang Conference of The Parties atau COP30 yang akan diselenggarakan di Brasil.
    “Ada beberapa yang menyampaikan komitmen negara mereka untuk menangani climate change, dan mempersiapkan COP 30 yang akan dilaksanakan di Belem, Brasil,” lanjutnya.
    Selain isu iklim dan lingkungan, Tata mengungkap Presiden Prabowo turut memberikan perhatian terhadap isu kesehatan global.
    Menurut dia, Indonesia menyatakan dukungan terhadap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam menangani isu kesehatan global.
    “Tadi Bapak Presiden menyampaikan komitmennya untuk meneruskan, membantu WHO terkait
    global health
    ,” kata Tata.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo hadiri pleno akhir BRICS, diapit Rusia dan Afrika Selatan

    Prabowo hadiri pleno akhir BRICS, diapit Rusia dan Afrika Selatan

    Rio De Janeiro, Brasil (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri sesi rapat pleno hari terakhir penyelenggaraan KTT BRICS 2025 dengan tema pembahasan Lingkungan Hidup, COP30, dan Kesehatan Global, Senin.

    Hadir di Museum Seni Modern Rio De Janeiro, Presiden Prabowo diapit pada posisi duduk di antara Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.

    Dalam rapat yang dipimpin langsung Presiden Luiz Inácio Lula da Silva, juga hadir Perdana Menteri India Narendra Modi yang duduk di samping Presiden Lula.

    Selain negara anggota BRICS, sejumlah negara mitra strategis juga turut hadir dalam rapat pleno, antara lain Bolivia, Kuba, Malaysia, Vietnam, Uganda, Kazakhstan, dan Uzbekistan.

    Selain itu, tampak pula kehadiran delegasi dari Nigeria, Belarus, Ethiopia, Thailand, Chili, Uruguay, Meksiko, Turki, Uni Afrika, Kolombia, Kenya, dan Palestina.

    Rapat pleno juga diikuti oleh perwakilan dari sejumlah organisasi internasional dan lembaga keuangan global, seperti Sekretaris Jenderal PBB, New Development Bank (NDB), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), serta Development Bank of Latin America and the Caribbean (CAF).

    Dalam KTT BRICS kali ini, Presiden Prabowo menyatakan komitmen Indonesia terhadap perdamaian dunia melalui penguatan multilateralisme dan penegakan hukum internasional.

    Menko Perekonomian Airlangga mengatakan bahwa Kepala Negara menolak segala bentuk perang serta mengecam praktik standar ganda dalam hubungan internasional.

    Indonesia juga mendorong BRICS menjadi kekuatan yang mendorong reformasi tata kelola global yang lebih adil dan inklusif, khususnya untuk meningkatkan keterwakilan negara-negara berkembang dalam lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Pewarta: Andi Firdaus
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Perbedaan Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Perbedaan Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Jakarta

    Sebuah varian COVID-19 baru yang dijuluki varian Stratus kini menyebar luas di Inggris Raya. Beberapa ahli memperingatkan bahwa strain ini menunjukkan resistensi terhadap imunitas yang sudah ada.

    COVID-19 Stratus memiliki dua varian utama, yaitu XFG dan XFG.3. Menurut Badan Keamanan Kesehatan Inggris atau UK Health Security Agency (UKHSA), varian XFG.3 saat ini menyumbang proporsi kasus yang lebih besar dibandingkan varian individu lainnya. Secara gabungan, XFG dan XFG.3 saat ini menyumbang sekitar 30 persen dari total kasus COVID-19 di Inggris.

    “Adalah normal bagi virus untuk bermutasi dan berubah seiring waktu,” kata Dr Alex Allen, Konsultan Epidemiologi UKHSA kepada The Independent dikutip Senin (7/7/2025).

    Ia menambahkan bahwa UKHSA terus memantau semua strain COVID-19 yang beredar di Inggris. Meskipun banyak ahli memperingatkan tentang sifat infeksiusnya yang tinggi, Dr Allen mencatat bahwa berdasarkan informasi yang tersedia sejauh ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa varian XFG dan XFG.3 menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian sebelumnya, atau bahwa vaksin yang saat ini digunakan akan kurang efektif melawannya.

    Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), per 22 Juni, strain Stratus menyumbang 22,7 persen dari kasus COVID global. WHO telah menetapkan Stratus sebagai “varian yang dalam pengawasan” (variant under monitoring), namun menyatakan bahwa bukti yang ada saat ini menunjukkan risiko rendah terhadap kesehatan masyarakat global

    Beda Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Penyebaran varian baru ini terjadi di tengah masih beredarnya varian COVID lainnya di Inggris. Bulan lalu, varian Nimbus diketahui menyebabkan gejala sakit tenggorokan parah seperti tersayat pisau.

    Sementara itu COVID-19 varian stratus menimbulkan gejala suara serak. Meski demikian belum ada bukti varian ini menyebabkan gejala yang lebih parah.

    “Salah satu gejala varian Stratus yang paling kentara adalah suara serak, yang meliputi suara serak atau parau”, kata Dr Kaywaan Khan, Dokter Harley Street dan pendiri Hannah London Clinic, kepada Cosmopolitan UK.

    Lebih lanjut, pasien juga melaporkan batuk kering, sakit tenggorokan, dan gejala COVID-19 umum lainnya seperti demam, nyeri otot, dan kelelahan.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

    Habis Nimbus Terbit Stratus

    6 Konten

    Setelah Nimbus atau NB.1.8.1, variant baru COVID-19 muncul lagi dengan julukan Stratus yang mencakup varian XFG dan XFG.3. Disebut-sebut, salah satu gejala khasnya adalah suara serak dan parau.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Mohon Perhatiannya Bunda! Ini Sebab Tumpulnya Kemampuan Otak pada Anak

    Mohon Perhatiannya Bunda! Ini Sebab Tumpulnya Kemampuan Otak pada Anak

    Jakarta

    Tumpulnya kemampuan otak atau kecerdasan yang rendah pada anak bisa berdampak signifikan terhadap interaksi sosial, kinerja akademis, dan peluang masa depan mereka. Padahal, setiap orang tua tentunya memiliki impian untuk masa depan anak-anaknya.

    Sehingga, mengetahui penyebab rendahnya kemampuan otak begitu penting untuk membantu anak mencapai potensi mereka. Ketahui sejumlah penyebab tumpulnya kemampuan otak pada anak berikut ini.

    Penyebab Tumpulnya Kemampuan Otak pada Anak

    Kekurangan nutrisi, kurangnya stimulasi, hingga faktor prenatal dan perinatal memengaruhi kecerdasan anak. Begini penjelasannya.

    1. Kekurangan Nutrisi

    Nutrisi merupakan landasan bagi perkembangan kognitif. Kekurangan nutrisi penting bisa menyebabkan kecerdasan yang lebih rendah. Dikutip dari laman Harvard Health. Zat besi, protein, kolin, folat, yodium, vitamin A, seng, dan vitamin D diperlukan untuk perkembangan otak yang sehat.

    Zat besi dibutuhkan untuk pembentukan dan pengikatan neurotransmitter Dopamin yang diperlukan untuk fokus. Jika kekurangan zat besi, tubuh akan lebih sulit menjaga kadar dopamin tetap konsisten. Sementara itu, menurut World Health Organization (WHO), kekurangan yodium memengaruhi sekitar 2 miliar orang di seluruh dunia dengan penurunan IQ rata-rata sebesar 10-15 poin.

    2. Kurangnya Stimulasi

    Kualitas lingkungan rumah dan tingkat stimulasi kognitif yang diterima anak penting bagi perkembangan intelektualnya. Dikutip dari laman Word-X, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang merangsang intelektual, dengan akses ke buku, mainan edukatif, dan percakapan menarik, cenderung memiliki skor IQ yang lebih tinggi.

    Sebaliknya, pengabaian hingga kurangnya stimulasi bisa menghambat perkembangan kognitif.

    3. Racun Lingkungan

    Paparan racun lingkungan juga berkontribusi pada kecerdasan anak-anak. Paparan timbal, bahkan pada kadar rendah terbukti memiliki efek merugikan pada perkembangan kognitif anak.

    4. Kurang Tidur

    Menurut penelitian, kurang tidur di kalangan anak usia sekolah dasar menyebabkan perbedaan signifikan pada wilayah otak yang bertanggung jawab atas memori, kecerdasan, dan kesejahteraan. Dikutip dari laman Earth, kurang tidur juga dikaitkan dengan kesulitan dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.

    “Kami menemukan bahwa anak-anak yang kurang tidur, kurang dari sembilan jam per malam, pada awal penelitian memiliki lebih sedikit materi abu-abu atau volume yang lebih kecil di area otak tertentu yang bertanggung jawab atas perhatian, memori, dan pengendalian hambatan dibandingkan dengan mereka yang memiliki kebiasaan tidur yang sehat,” kata rekan penulis penelitian Dr. Ze Wang.

    “Perbedaan ini bertahan setelah dua tahun, sebuah temuan yang mengkhawatirkan yang menunjukkan bahaya jangka panjang bagi mereka yang tidak cukup tidur.” tambahnya.

    Dikutip dari laman Connection Academy, umumnya, anak dengan usia pra sekolah disarankan untuk tidur 10-13 jam, sedangkan anak sekolah dasar 9-12 jam, dan sekolah menengah pertama dan atas 8-10 jam.

    5. Faktor Prenatal dan Perinatal

    Faktor prenatal adalah faktor yang terjadi sebelum bayi lahir, sementara faktor perinatal adalah yang terjadi semasa kelahiran. Kondisi yang tidak menguntungkan selama dua periode ini bisa mengakibatkan rendahnya kecerdasan pada anak.

    Masalah kesehatan ibu, seperti malnutrisi, infeksi, paparan alkohol, obat-obatan, hingga polutan lingkungan bisa berdampak negatif pada perkembangan otak janin.

    6. Faktor Genetik

    Dikutip dari laman Genius DNA, sebuah studi telah menunjukkan bahwa DNA memainkan peran penting dalam menentukan kecerdasan seseorang. Penelitian yang mencari hubungan antara genetika dan kecerdasan menunjukkan bahwa genetika berdampak signifikan pada kemampuan kognitif, meski ada faktor lain yang terlibat.

    Tips Meningkatkan Kecerdasan Otak Anak

    Untuk meningkatkan kecerdasan otak anak, lakukan hal-hal berikut:

    1. Latih Otak Mereka

    Ajak anak dalam permainan yang mengasah otak. Berikan benda-benda seperti lego untuk mengasah kreativitas mereka. Dikutip dari laman Connection Academy, aktivitas lainnya seperti memecahkan teka-teki dan pencarian kata juga baik untuk melatih otak.

    2. Olahraga

    Olahraga tidak hanya akan memberikan manfaat fisik, tapi juga manfaat kognitif dan emosional. Latihan aerobik misalnya, bisa meningkatkan daya ingat dan kemampuan untuk belajar. Pastikan mereka memiliki banyak waktu untuk berolahraga.

    3. Beri Anak Pekerjaan Rumah

    Terkadang, pengalaman di luar kelas lah yang mengajarkan anak menjadi lebih pintar di sekolah. Sebuah studi yang menindaklanjuti data selama 25 tahun menunjukkan bahwa remaja yang mulai mengerjakan pekerjaan rumah pada usia 3 atau 4 tahun cenderung memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dan hubungan yang lebih baik.

    4. Ajak Anak Keluar Rumah

    Pergi keluar rumah dan bertamasya merupakan cara yang baik untuk memberikan pengalaman baru pada anak. Misalnya, lakukan pendakian alam, kunjungi museum, kebun binatang, atau akuarium akan menawarkan anak-anak pengalaman langsung yang mendukung pembelajaran.

    (elk/tgm)

  • Perbedaan Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Dokter Ungkap Gejala Unik COVID-19 ‘Stratus’, Picu Lonjakan Kasus di Inggris

    Jakarta

    Strain baru COVID-19 kini menyebar dengan cepat di Inggris dan menjadi varian dominan hanya dalam hitungan minggu. Para ahli menyebut strain ini memiliki kemampuan menghindari respons kekebalan tubuh. Varian tersebut secara resmi dikenal sebagai XFG dan dijuluki ‘Stratus’, serta diketahui memiliki salah satu gejala yang cukup khas.

    Pada bulan Mei, varian Stratus tercatat menyumbang 10 persen dari seluruh kasus COVID-19 di Inggris. Namun, pada pertengahan Juni, angkanya melonjak menjadi 40 persen. Saat ini, terdapat dua subvarian Stratus yang beredar, yaitu XFG dan XFG.3.

    Sebelumnya, para ahli melaporkan varian ‘Nimbus’ atau NB.1.8.1 tengah menyebar luas di berbagai wilayah, menyebabkan gejala seperti sakit tenggorokan yang tajam seperti tertusuk silet, disertai gejala COVID-19 lainnya. Namun kini, Stratus telah menggantikan Nimbus sebagai varian dominan, dengan gejala uniknya sendiri.

    Gejala Tak Biasa COVID-19 Stratus

    Dokter umum di Harley Street sekaligus Pendiri Hannah London Clinic, dr Kaywaan Khan mengatakan Stratus memiliki mutasi spesifik pada protein spike (lonjakan) yang memungkinkannya menghindari antibodi dari infeksi sebelumnya maupun vaksinasi, tidak seperti varian lainnya.

    dr Khan menegaskan Stratus tidak tampak lebih berat atau lebih parah dibandingkan varian sebelumnya. Namun, ada satu gejala yang dinilai cukup khas.

    “Salah satu gejala paling mencolok dari varian Stratus adalah suara serak atau parau,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa secara umum, gejala Stratus tergolong ringan hingga sedang.

    Ia juga menyarankan, apabila seseorang mendapatkan hasil tes positif, sebaiknya tetap tinggal di rumah dan menjalani isolasi, karena Stratus merupakan varian yang sangat mudah menular.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Stratus sebagai variant under monitoring (VUM) dan terus memantau penyebaran strain tersebut. Stratus menyumbang 22 persen dari semua kasus di seluruh dunia.

    (suc/kna)

  • Selevel dengan Nimbus, COVID-19 Varian Stratus Juga Masuk Daftar ‘Pantauan’ WHO

    Selevel dengan Nimbus, COVID-19 Varian Stratus Juga Masuk Daftar ‘Pantauan’ WHO

    Jakarta

    Muncul COVID-19 varian baru ‘stratus’ atau XFG. Varian ini memicu lonjakan kasus di Inggris, bahkan menjadi strain yang paling dominan di negara tersebut. XFG telah ditetapkan sebagai variant under monitoring (VUM) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena proporsinya yang terus meningkat secara global.

    Meski begitu, WHO menegaskan risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat yang ditimbulkan oleh XFG dievaluasi rendah pada tingkat global. Vaksin COVID-19 yang saat ini telah disetujui diperkirakan masih efektif melindungi dari gejala dan penyakit berat akibat varian ini.

    Adapun XFG adalah varian SARS-CoV-2 rekombinan dari subvarian LF.7 dan LP.8.1.2, dengan sampel pertama dikumpulkan pada 27 Januari 2025.

    Pada bulan Mei, varian Stratus tercatat menyumbang 10 persen dari seluruh kasus COVID-19 di Inggris. Namun, pada pertengahan Juni, angkanya melonjak menjadi 40 persen. Saat ini, terdapat dua subvarian Stratus yang beredar, yaitu XFG dan XFG.3. Meski begitu, hanya varian XFG yang masuk ke dalam daftar VUM.

    XFG Masuk Daftar Variant Under Monitoring

    Dikutip dari laporan WHO, XFG merupakan salah satu dari tujuh varian SARS-CoV-2 yang saat ini berstatus sebagai Variant Under Monitoring (VUM). Varian ini resmi ditetapkan sebagai VUM pada 25 Juni 2025.

    Istilah VUM digunakan untuk memberi sinyal kepada otoritas kesehatan masyarakat bahwa suatu varian SARS-CoV-2 berpotensi memerlukan perhatian dan pemantauan lebih lanjut.

    Tujuan utama penetapan status VUM adalah untuk menilai apakah varian tersebut, beserta varian yang terkait dengannya, menimbulkan risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat global dibandingkan varian lain yang sedang beredar.

    Selain XFG, beberapa varian COVID-19 lainnya yang juga saat ini masuk ke dalam daftar VUM antara lain:

    KP.3 merebak di 86 negaraKP.3.1.1 merebak di 91 negaraLB.1 merebak di 99 negaraXEC merebak di 78 negaraLP.8.1 merebak di 60 negaraNB.18.1 atau variant nimbus merebak di 37 negaraXFG merebak di 38 negara

    Sementara itu, hanya terdapat satu varian COVID-19 yang saat ini masuk dalam kategori Variant of Interest (VOI), yaitu JN.1. Varian ini diketahui telah menyebar di 144 negara.

    VOI adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan varian SARS-CoV-2 yang memiliki perubahan genetik yang berpotensi memengaruhi perilaku virus atau dampaknya terhadap kesehatan manusia.

    Hal ini dapat mencakup, misalnya, kemampuan varian untuk menyebar lebih cepat, menyebabkan gejala yang lebih berat, atau memengaruhi efektivitas deteksi, pengobatan, maupun respons imun.

    Varian yang diklasifikasikan sebagai VOI juga biasanya menunjukkan peningkatan kemampuan penularan dibandingkan varian lain yang sedang beredar, sehingga berpotensi menimbulkan risiko tambahan bagi kesehatan masyarakat secara global.

    Sebelumnya, para ahli melaporkan varian ‘Nimbus’ atau NB.1.8.1 tengah menyebar luas di berbagai wilayah, menyebabkan gejala seperti sakit tenggorokan yang tajam seperti tertusuk silet, disertai gejala COVID-19 lainnya. Namun kini, Stratus telah menggantikan Nimbus sebagai varian dominan, dengan gejala uniknya sendiri.

    Gejala Tak Biasa COVID-19 Stratus

    Dokter umum di Harley Street sekaligus Pendiri Hannah London Clinic, dr Kaywaan Khan mengatakan Stratus memiliki mutasi spesifik pada protein spike (lonjakan) yang memungkinkannya menghindari antibodi dari infeksi sebelumnya maupun vaksinasi, tidak seperti varian lainnya.

    dr Khan menegaskan Stratus tidak tampak lebih berat atau lebih parah dibandingkan varian sebelumnya. Namun, ada satu gejala yang dinilai cukup khas.

    “Salah satu gejala paling mencolok dari varian Stratus adalah suara serak atau parau,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa secara umum, gejala Stratus tergolong ringan hingga sedang.

    Ia juga menyarankan, apabila seseorang mendapatkan hasil tes positif, sebaiknya tetap tinggal di rumah dan menjalani isolasi, karena Stratus merupakan varian yang sangat mudah menular.

  • Muncul Varian Baru COVID ‘Stratus’ di Inggris, Benarkah Lebih Menular dan Ganas?

    Muncul Varian Baru COVID ‘Stratus’ di Inggris, Benarkah Lebih Menular dan Ganas?

    Jakarta

    Varian baru COVID-19 yang merebak di Inggris belakangan tengah menjadi sorotan publik lantaran memicu gejala tak biasa dari varian lainnya.

    Strain baru yang disebut Stratus terdiri atas dua subvarian, yaitu XFG dan XFG.3, dengan XFG.3 dilaporkan menyumbang sekitar 30 persen dari total kasus. Berbeda dari varian sebelumnya, sejumlah ahli menyebut Stratus memiliki gejala khas berupa perubahan suara menjadi serak atau parau.

    Meski jumlah kasus baru cukup besar, para ahli belum menyatakan kekhawatiran berlebihan terhadap penyebarannya, karena mutasi dan perubahan merupakan proses alami yang terjadi pada virus.

    “Merupakan hal yang normal bagi virus untuk bermutasi dan berubah seiring waktu,” kata Dr Alex Allen, konsultan epidemiologi di UK Health Security Agency (UKHSA), seraya menambahkan pihaknya terus memantau semua jenis COVID di Inggris.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan XFG sebagai variant under monitoring (VUM) dan menyatakan risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat yang ditimbulkan oleh varian ini dinilai rendah pada tingkat global.

    Secara global, XFG diperkirakan memiliki pertumbuhan relatif tertinggi dibandingkan dengan varian lain yang beredar saat ini, termasuk ‘Nimbus’ atau NB.1.8.1 terkini.

    “Data saat ini tidak menunjukkan varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah atau kematian daripada varian lain yang beredar,” kata WHO, dikutip dari The Independent, Senin (7/7/2025).

    Meskipun bukti menunjukkan adanya peningkatan proporsi dari varian XFG, WHO belum mengamati tanda-tanda apa pun yang menunjukkan peningkatan keparahannya.

    “Meskipun ada peningkatan kasus dan rawat inap yang dilaporkan di beberapa negara [Kawasan Asia Tenggara], yang memiliki proporsi XFG tertinggi, tidak ada laporan yang menunjukkan bahwa tingkat keparahan penyakit terkait lebih tinggi dibandingkan dengan varian yang beredar lainnya, kata WHO.

    Senada, Dr Allen juga menyebut sejauh ini tidak ada bukti yang menunjukkan varian XFG dan XFG.3 menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada varian sebelumnya.

    (suc/kna)