NGO: WHO

  • Balita Muntah Cacing Terjadi Lagi di RI, Eks Pejabat WHO Soroti Hal Ini

    Balita Muntah Cacing Terjadi Lagi di RI, Eks Pejabat WHO Soroti Hal Ini

    Jakarta

    Viral balita 1 tahun 8 bulan di Seluma, Bengkulu, dilaporkan cacingan. Cacing tersebut bahkan sudah keluar dari bagian mulut dan hidungnya, saat dirawat di rumah sakit.

    Balita bernama Khaira ini teridentifikasi mengeluarkan cacing gelang dan kini harus menjalani perawatan intensif. Larva cacing juga ditemukan berada di bagian paru Khaira. Kasus Khaira mengingatkan sejumlah orang pada insiden kematian balita di Sukabumi yang meninggal pasca ditemukan sekitar 1 kilogram cacing pada tubuhnya.

    Menurut Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama, kasus kecacingan semacam ini seharusnya sudah bisa diberantas di usia kemerdekaan Indonesia ke-80.

    Munculnya laporan kecacingan juga disebutnya tak hanya menggambarkan persoalan satu maupun dua kasus, tetapi menunjukkan potensi banyaknya kejadian serupa di sejumlah wilayah.

    “Perlu penanganan yang menyeluruh dari hulu sampai hilir, yang didasari dengan analisa mendalam tentang kenapa kasus kecacingan kok masih bermunculan di 80 tahun kemerdekaan bangsa kita ini,” tutur Prof Tjandra dalam keterangan tertulis, Rabu (17/9/2025).

    Prof Tjandra merinci sedikitnya tiga masalah yang terjadi di balik kecacingan pada anak Indonesia.

    “Kecacingan ini adalah tergolong penyakit tropik terabaikan, jadi kita yang abai. Kedua bahwa kasusnya juga berhubungan dengan kekurangan gizi pada anak Indonesia, artinya masalah gizi memang ada di tengah anak-anak sekitar kita,” beber dia.

    Selanjutnya, persoalan pelayanan rumah sakit dalam melakukan operasi atau pembedahan untuk cacing di perut. Artinya, menurut dia, diperlukan penguatan kemampuan pelayanan kesehatan rumah sakit untuk masalah kesehatan seperti kecacingan.

    “Berita media menyebutkan bahwa kasus pada anak di Bengkulu ini adalah karena cacing gelang, atau nama latinnya Ascaris lumbricoides. Disampaikan lima hal tentang cacing ini, sebagaimana tercantum dalam laman CDC Amerika Serikat.”

    Cacing gelang berukuran cukup besar. Pada cacing betina dewasa antara 20 hingga 35 cm, sementara cacing jantan dewasa antara 15 hingga 30 cm. Hal ini dinilai menyedihkan lantaran cacing dengan ukuran tersebut berada pada usia anak yang masih balita Indonesia.

    Sementara seekor cacing betina dapat menghasilkan sekitar 200 ribu telur per hari, yang dikeluarkan bersama feses.

    “Tentu kasihan sekali kalau anak-anak harus ada ratusan ribu telur cacing dalam tubuhnya.”

    “Kemudian menjadi larva dan lalu dalam tubuh si anak maka larva itu melalui sirkulasi sistemik dapat masuk ke paru-paru. Larva matang lebih lanjut di paru-paru sampai 10 hingga 14 hari,” sorotnya menyoal komplikasi yang bisa terjadi.

    (naf/kna)

  • Kelompok sensitif pakai masker, kualitas udara Jakarta tak sehat 

    Kelompok sensitif pakai masker, kualitas udara Jakarta tak sehat 

    Jakarta (ANTARA) – Kualitas udara Kota Jakarta pada Selasa ini tercatat tidak sehat bagi kelompok sensitif sehingga mereka disarankan mengenakan masker saat berada di luar rumah, demikian menurut laman IQAir dengan pembaruan pada pukul 05.00 WIB.

    IQAir mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 132 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 48 mikrogram per meter kubik atau 9,6 lebih tinggi nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    PM 2,5 merupakan partikel berukuran lebih lebih kecil 2,5 mikron (mikrometer) yang ditemukan di udara termasuk debu, asap dan jelaga. Paparan partikel ini dalam jangka panjang dikaitkan dengan kematian dini, terutama pada orang yang memiliki penyakit jantung atau paru-paru kronis.

    Rekomendasi kesehatan terkait kualitas udara saat ini selain mengenakan masker, juga menghindari beraktivitas di luar ruangan, menutup jendela demi menghindari udara luar yang kotor, dan menyalakan penyaring udara.

    Adapun kualitas udara Jakarta tercatat berada pada urutan kedua terburuk di Indonesia, setelah Tangerang Selatan; Banten dengan poin 179.

    Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mencatat penurunan kualitas udara di Jakarta tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas di dalam wilayah saja, tetapi juga oleh kondisi meteorologi dan kontribusi dari daerah-daerah aglomerasi di sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur.

    Berdasarkan inventarisasi emisi yang telah dilakukan, diketahui sektor transportasi dan industri masih menjadi dua sumber utama pencemar udara di Jakarta.

    Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta saat ini fokus pada pengendalian emisi dari dua sektor tersebut melalui sejumlah langkah antara lain memasyarakatkan penggunaan transportasi umum massal dan mewajibkan uji emisi kendaraan bermotor disertai penegakan hukum terutama untuk kendaraan berat.

    Upaya lainnya yakni pengawasan ketat terhadap industri seperti melakukan pengukuran emisi menerus pada industri yang berpotensi melakukan pencemaran.

    Selain itu, upaya penghijauan, pengendalian pembakaran sampah, serta penjajakan penerapan Kawasan Rendah Emisi Terpadu (KRE-T) juga terus digalakkan untuk memperbaiki kualitas udara secara berkelanjutan.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Top 8 Daily & Weekly Sources of Super Credits in Helldivers 2

    Top 8 Daily & Weekly Sources of Super Credits in Helldivers 2

    Super Credits are one of the most sought-after resources in Helldivers 2. They unlock cosmetics, armor, and weapons that let you personalize your soldier and fine-tune your loadout. While you can buy them directly, most players prefer to squeeze every bit of Super Credits from daily and weekly gameplay. Knowing the right sources saves time, keeps your grind efficient, and ensures you never miss out on free rewards.

    Below are the top 8 daily and weekly ways to gather Super Credits like a pro.

    1. Daily Missions
    Daily missions are the main way to get Super Credits in a steady flow. They reset every 24 hours, so each day you have new tasks ready when you log in. These jobs are usually simple, like finishing a few missions, using some stratagems, or clearing runs on certain difficulty levels. If you want faster progress, you can also buy Helldivers 2 Super Credits, but doing daily tasks keeps your balance growing over time.

    The payouts may seem small at first glance—usually just a handful of Super Credits—but over time they add up. Think of them as your passive income: even on days when you don’t have hours to play, completing the daily set keeps your resource flow alive.

    Pro Tip: Log in early after the reset and knock out dailies before diving into longer sessions. This way you never forget them and can treat the extra Super Credits as a bonus to your normal farming.

    2. Weekly Major Orders
    Major Orders are where the real chunk of Super Credits comes from. These weekly objectives are shared across the entire Helldivers community, often requiring coordinated progress like liberating a specific planet type, defeating a set number of enemies, or completing a mission class under strict conditions.

    Unlike dailies, Major Orders reward you once per week—but the payout is usually significant. Because the whole community contributes, progress is typically rapid during peak hours. Joining in early ensures you’re not left scrambling to finish before the timer expires.

    Pro Tip: Pair your personal farming with the current Major Order whenever possible. For example, if the order is to eliminate a certain enemy faction, focus your mission selection there. You’ll progress your own farming goals while stacking up community rewards.

    3. Primary Mission Objectives
    Completing main mission objectives is one of the most consistent ways to earn Super Credits through regular play. Whether it’s activating launch pads, destroying bug hives, or recovering vital data, these goals are at the core of every run.

    Super Credit rewards aren’t guaranteed here, but they often appear as part of the end-of-mission payout. The key factor is consistency. Squads that regularly finish objectives cleanly, without wipes or missed steps, earn more rewards over time than groups that rush high-level missions and fail.

    Pro Tip: Treat objectives as your top priority. Don’t get sidetracked by endless farming or optional side fights until your main tasks are secured. A clean extraction after completing primaries almost always feels more rewarding than a failed high-difficulty gamble.

    4. Secondary & Bonus Objectives
    Secondary objectives often get overlooked, but they can quietly build up your Super Credit stash over time. These tasks include capturing outposts, destroying secondary targets, or securing optional intel caches scattered around the map. While they don’t always pay out directly in large amounts, the combination of bonus XP, requisition slips, and occasional Super Credit drops makes them worth your time.

    The key here is efficiency. If your squad is well-coordinated, you can split roles: one or two players focus on completing the main objective while the rest clear secondary targets. This ensures you don’t waste mission time while still sweeping up the extra rewards.

    Pro Tip: Always check the map for bonus objective markers before extraction. A quick detour often means a chance at extra Super Credits, and it’s far less risky when the main objective is already complete.

    5. Liberation Progress Rewards
    Helldivers isn’t just about isolated missions—it’s about contributing to the bigger war effort. Every planet under liberation has progress milestones, and contributing to those fights can net you rewards when thresholds are reached. Sometimes those milestone payouts include Super Credits, especially during key stages of the campaign.

    The best part? Even if your contribution is small—just a few missions here and there—you still qualify for the rewards once the community hits the milestone. Think of it as passive income for being part of the larger fight.

    Pro Tip: Focus on hotspots where progress bars are close to hitting a milestone. Dropping into a planet that’s 85–90% liberated almost guarantees you’ll see milestone rewards kick in while you’re still actively playing.

    6. Warbond Progression
    Warbonds are like a season pass in Helldivers 2. Most players use them to get new weapons, armor, and skins, but they also give Super Credits along the way. When you finish missions and earn medals, you move up in Warbond levels, and sometimes these levels give extra Super Credits as a reward. You can also buy Helldivers 2 medals if you want to speed up this progress and unlock rewards faster.

    This means that grinding for medals indirectly boosts your Super Credit income. Even if you’re only aiming for that shiny new armor set, you’ll pick up bonus Credits along the way.

    Pro Tip: Don’t let unused medals pile up. Always invest them into Warbond progression, even if you’re not chasing a specific item. Those hidden Super Credit rewards are easy to miss if you stall out.

    7. Treasure Chests in Missions
    Scattered across the battlefield are hidden loot chests, often tucked away in corners of the map or behind enemy lines. These aren’t just for requisition slips or samples—they can also contain Super Credits. While the amount isn’t massive, the thrill of cracking open a chest mid-mission and finding Credits inside makes them one of the most satisfying ways to earn extras.

    The catch is time management. Hunting down every chest can delay your main objectives and put your squad at risk, especially on higher difficulties. The best approach is to assign one player as a “scout” who checks side paths and structures while the rest of the team pushes objectives.

    Pro Tip: Keep an eye out for map structures like bunkers, depots, and storage crates. These spots have a higher chance of spawning loot chests, and memorizing their common placements can speed up your searches in future runs.

    8. Weekly Login & Rotation Bonuses
    Not all rewards come from active gameplay. Sometimes, simply logging in during certain weeks or events grants free Super Credits. These can appear as part of rotation bonuses, limited-time events, or patch-based giveaways when developers run community challenges. They may not always be consistent, but when they’re available, they’re essentially free money for just showing up.

    Players who log in regularly are less likely to miss these time-limited drops. Even if you don’t have time to run missions, hopping into the game briefly ensures you grab the bonus before it disappears.

    Pro Tip: Keep an eye on official patch notes and in-game announcements. Events tied to new seasons or community goals often sneak in limited Super Credit login rewards, and missing them means leaving free currency on the table.

    The trick to farming Super Credits isn’t grinding the hardest missions nonstop—it’s building consistent habits. Knock out dailies when you log in, keep track of weekly Major Orders, and sweep up side opportunities like chests or bonus tasks. Stack these small gains, and you’ll steadily grow your Super Credit reserves without burning out.

  • Video: Penjelasan BPOM soal Taiwan Larang Indomie Soto Banjar

    Video: Penjelasan BPOM soal Taiwan Larang Indomie Soto Banjar

    JakartaKepada Badan POM (BPOM) RI, Taruna Ikrar, memberikan penjelasan terkait temuan kandungan etilen oksida pada produk Indomie Rasa Soto Banjar Limau Kulit yang tak sesuai standar Taiwan. Ikrar mengatakan standar pemakaian kandungan tersebut pada makanan menurut WHO tidak boleh melebihi 0,1 mg/kg, sedangkan otoritas Taiwan disebut menerapkan aturan zero.

    Ia juga mengatakan bahwa produsen belum memiliki agen khusus untuk mengedarkan produk tersebut di Taiwan.

    Tonton video lainnya di sini ya!

    (/)

    indomie soto banjar taiwan bpom indomie

  • Waduh! Ilmuwan Australia Temukan Virus Baru dari Kelelawar, Bisa Picu Wabah?

    Waduh! Ilmuwan Australia Temukan Virus Baru dari Kelelawar, Bisa Picu Wabah?

    Jakarta

    Ilmuwan dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), badan sains nasional Australia, berhasil mengidentifikasi virus baru pada kelelawar terbang. Penemuan ini diyakini dapat memperkuat kesiapan Australia dalam menghadapi penyakit menular yang berpotensi muncul di masa depan.

    Virus baru yang dinamakan Salt Gully virus ditemukan dalam sampel urine kelelawar di Queensland. Para peneliti CSIRO berhasil mengisolasi dan menumbuhkan virus tersebut di laboratorium berkeamanan tinggi milik CSIRO, Australian Centre for Disease Preparedness (ACDP).

    Salt Gully virus termasuk dalam keluarga virus yang sama dengan Hendra virus, penyebab infeksi fatal pada kuda dan manusia di Australia, serta Nipah virus yang dikenal memicu wabah pada manusia di berbagai wilayah Asia.

    Menurut Jennifer Barr, ilmuwan eksperimental di CSIRO’s ACDP, henipavirus telah diakui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai patogen prioritas untuk penelitian. Penemuan ini menambah pemahaman penting terkait kelompok virus berbahaya tersebut.

    “Meskipun virus Salt Gully masih baru dalam dunia sains, tidak ada alasan bagi masyarakat untuk khawatir,” kata Ibu Barr, dikutip dari laman resmi CSIRO.

    “Kami telah mendeteksi virus Salt Gully pada sampel kelelawar sejak tahun 2011, yang menunjukkan virus ini telah beredar di alam selama lebih dari satu dekade tanpa bukti yang menunjukkan virus ini menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia,” kata Ibu Barr.

    Bisa Memicu Wabah?

    Penemuan ini juga menjadi landasan bagi penelitian lebih lanjut untuk membandingkan Salt Gully virus dengan Hendra dan Nipah, termasuk potensi kemampuannya menimbulkan penyakit.

    “Temuan awal menunjukkan Salt Gully virus tidak bergantung pada reseptor sel yang sama dengan Hendra atau Nipah, sehingga proses infeksinya kemungkinan berbeda. Karena itu, kita belum bisa memprediksi apakah virus ini dapat memicu wabah penyakit pada manusia atau hewan di masa depan,” jelas Jennifer Barr.

    Dengan memahami lebih jauh virus-virus ini, peneliti dapat lebih siap menghadapi potensi wabah.

    “Sekarang setelah virus ini berhasil diidentifikasi, kami bisa mengembangkan tes diagnostik. Artinya, jika terjadi penularan dari kelelawar dan muncul wabah, kita sudah memiliki alat untuk mendeteksinya lebih cepat, sehingga langkah pencegahan bisa segera dilakukan,” tambah Barr.

    Vaksin Hendra yang sudah ada untuk kuda tetap efektif melawan penyakit akibat Hendra, dan penemuan Salt Gully virus tidak mengurangi perlindungan tersebut. Dengan demikian, risiko kesehatan dari kelelawar bagi saat ini tidak berubah.

    ACDP (Australian Centre for Disease Preparedness) menjadi bagian penting dalam kesiapan Australia menghadapi wabah penyakit. Fasilitasnya yang sangat aman secara mikrobiologi maupun fisik memungkinkan tim peneliti bekerja dengan penyakit hewan dan zoonosis tanpa risiko penyebaran keluar.

    Penelitian ini, yang dipublikasikan dalam edisi September Emerging Infectious Diseases, menandai langkah penting dalam memahami virus yang berasal dari satwa liar dan berpotensi mengancam kesehatan hewan ternak maupun manusia.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Kepala BPOM Sebut 1 dari 10 Produk Kesehatan di RI Palsu atau Ilegal

    Kepala BPOM Sebut 1 dari 10 Produk Kesehatan di RI Palsu atau Ilegal

    Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) mengatakan bahwa peredaran produk kesehatan palsu atau ilegal di Tanah Air angkanya masih mengkhawatirkan. Setidaknya, 1 dari 10 produk seperti obat, kosmetik, hingga bahan pangan termasuk tidak berizin.

    “Berdasarkan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), satu dari sepuluh produk kesehatan yang beredar di negara berkembang, kita (Indonesia) masih negara berkembang sekarang, itu produknya palsu atau bermutu rendah,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar di Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).

    “Jadi kalau ada hampir satu jutaan produk yang punya nomor izin edar di negeri ini, karena kita diindikasikan negara berkembang, 10 persennya adalah kalau bukan palsu, ya ilegal, juga kualitasnya rendah, kan banyak sekali,” sambungnya.

    Ikrar menambahkan, bahwa pada tahun lalu saja, BPOM dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah men-take down atau menurunkan sebanyak 309 ribu tautan yang tidak memenuhi syarat di e-commerce.

    “Jadi kalau satu produk saja satu tautan, itu kira-kira dipakai oleh berapa ratus orang? Ini 309 ribu tautan,” tegasnya.

    Dampak dari maraknya produk kesehatan ilegal atau tidak berizin tersebut, BPOM setiap tahunnya menguak ratusan perkara.

    “Untuk perkara pada tahun 2022, itu ada 262 perkara. Pada tahun 2023, itu 263 perkara, tahun 2024 282 perkara. Dan tahun ini saja sudah ratusan perkara,” kata Ikrar.

    “Maknanya apa? Kejahatan tidak semakin turun, kejahatan semakin meningkat tiap tahunnya. Apakah BPOM atau lembaga terkait tidak bekerja? Bukan kami tidak bekerja, tapi kami membuktikan bahwa kami kerja keras, sehingga perkara itu kami tangkap,” sambungnya.

    Ikrar menegaskan bahwa ke depannya, BPOM RI di bawah kepemimpinannya tidak akan bekerja seperti ‘pemadam kebakaran’, yakni menunggu adanya kasus atau masalah baru ditindak.

    “Ini dampaknya besar sekali, bukan hanya kesehatan, keselamatan jiwa, tapi dampaknya adalah termasuk ekonomi nasional kita,” tutupnya.

    (dpy/kna)

  • Indonesia Vs Obesitas, ‘Double Burden’ di Tengah Masalah Gizi Anak

    Indonesia Vs Obesitas, ‘Double Burden’ di Tengah Masalah Gizi Anak

    Jakarta

    Obesitas pada anak kini jadi sorotan serius dunia. Laporan terbaru UNICEF menyebutkan sedikitnya satu dari sepuluh anak di dunia mengalami obesitas. Kondisi ini tak hanya dipicu minimnya edukasi gizi di keluarga, tetapi juga gempuran makanan dengan pemrosesan ultra atau Ultra Processed Food (UPF) yang semakin mudah diakses dan kerap lebih murah dibanding buah serta sayur.

    Fenomena ini nyata terjadi di Indonesia. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan, Indonesia menghadapi situasi yang disebut double burden. Artinya, anak-anak tak hanya berisiko mengalami kekurangan gizi hingga stunting, tetapi juga obesitas. Bahkan, di kota besar, prevalensi obesitas anak tercatat lebih tinggi.

    “Kita (Indonesia) menghadapi double burden, disatu sisi kita kekurangan gizi yang menyebabkan terjadinya stunting, di sisi lain, anak-anak itu ternyata obesitas,” tuturnya saat ditemui di ASEAN Car Free Day, di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (24/9/2025).

    Definisi Obesitas pada Anak

    Obesitas pada anak bukan sekadar masalah badan gemuk, melainkan kondisi saat lemak tubuh menumpuk secara berlebihan sehingga bisa mengganggu kesehatan. Cara menentukannya pun berbeda dengan orang dewasa. Jika pada orang dewasa cukup dengan menggunakan angka Indeks Massa Tubuh (IMT), pada anak lebih spesifik ukurannya, yaitu dengan menggunakan grafik pertumbuhan yang disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin.

    Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anak usia 5-19 tahun dikategorikan obesitas bila nilai IMT-nya berada di atas persentil 97 dibanding anak seusianya. Singkatnya, jika berat badan dan tinggi badan seorang anak jauh melampaui sebagian besar teman sebayanya, ada kemungkinan ia sudah masuk kategori obesitas.

    Wamenkes Dante Saksono Harbuwono bicara soal obesitas pada anak. Foto: detikhealth/Nafilah Sri Sagita

    Belajar dari Negara Lain

    Beberapa negara telah berhasil menurunkan angka obesitas anak melalui kebijakan yang tegas. Meksiko misalnya, sejak 2014 memberlakukan pajak 10 persen untuk minuman manis. Jurnal BMC Public Health, mencatat bahwa kebijakan ini menurunkan konsumsi minuman berpemanis hingga 7,6 persen hanya dalam dua tahun.

    Inggris memiliki kebijakan Universal Infant Free School Meal yaitu makan siang gratis untuk anak usia empat sampai tujuh tahun di sekolah dasar sejak tahun 2014. Menu yang disajikan di sekolah mengandung gizi seimbang dan membatasi asupan kalori yang tinggi. Inggris juga menerapkan kebijakan lain di tahun 2018 yaitu Soft Drinks Industry Levy. Alih-alih hanya mengurangi konsumsi, kebijakan ini mendorong produsen untuk reformulasi produk minuman agar kadar gulanya lebih rendah. Hasilnya kadar gula pada minuman ringan berkurang rata-rata 29 persen hanya dalam tiga tahun.

    Chile mengambil langkah lebih progresif dengan mewajibkan label peringatan hitam di depan kemasan untuk produk tinggi gula, garam, dan lemak. Studi ilmiah yang terangkum pada Jurnal Nutrients 2025 menunjukkan kebijakan ini efektif menurunkan konsumsi minuman berpemanis pada anak sebesar 23,7 persen dalam 18 bulan pertama, ditambah lagi larangan iklan junk food di jam tayang anak yang semakin membatasi paparan.

    Singapura juga menjadi contoh menarik dengan program “Healthier Choice Symbol” yang memberi tanda khusus pada produk lebih sehat dan memberi Nutri-grade Label untuk minuman manis. Pemerintah Negeri Singa bahkan melarang semua iklan minuman berpemanis sejak tahun 2020. Pemerintah Singapura juga aktif dalam memberikan edukasi ke sekolah tentang gaya hidup sehat. Keterlibatan komunitas, sekolah, orang tua pada program yang dijalankan pemerintah Singapura menjadi salah satu faktor penting tercapainya tujuan program. Menurut laporan Ministry of Health (MoH) Singapura tahun 2022, kebijakan ini berhasil menahan laju peningkatan obesitas anak.

    Korea Selatan juga menunjukkan langkah strategis. Negara ini melarang iklan junk food di jam tayang anak sejak tahun 2010 dan memperkenalkan konsep Green Food Zones, yaitu area 200 meter di sekitar sekolah, di mana penjualan makanan tinggi gula, garam, dan lemak dilarang.

    Jepang menempuh jalur berbeda melalui pendidikan gizi nasional atau Shokuiku sejak 2005. Setiap sekolah dasar dan menengah wajib menyediakan menu sehat untuk makan siang yang mengikuti standar gizi nasional.

    Upaya Indonesia Mengatasi Obesitas Anak

    Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam. Sejumlah program telah digulirkan, meskipun fokus besar pemerintah masih tertuju pada stunting. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) mengajak masyarakat untuk lebih aktif bergerak, rutin mengkonsumsi buah dan sayur, serta melakukan pemeriksaan kesehatan. Di sekolah, Program Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) menjadi wadah integrasi edukasi gizi, olahraga, dan pemeriksaan kesehatan anak. Selain itu, pedoman gizi seimbang merupakan program edukasi gizi di sekolah, posyandu, dan fasilitas kesehatan melalui konsep “Isi Piringku” diperkenalkan sebagai pengganti 4 Sehat 5 Sempurna.

    KEMENKES juga meresmikan “Kantin Sehat” sekolah agar anak-anak tidak terbiasa mengkonsumsi jajanan tinggi gula, garam, dan lemak. Lebih jauh, Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2021-2025 bahkan secara eksplisit memasukkan target penurunan prevalensi obesitas anak yang berfokus pada perbaikan pola konsumsi, peningkatan aktivitas fisik, dan pembatasan pemasaran pangan tidak sehat untuk anak.

    Namun, data riset terbaru menunjukkan prevalensi obesitas anak di Indonesia belum mengalami penurunan signifikan, sehingga implementasi kebijakan ini dinilai belum sekuat negara lain.

    Apa yang Bisa Dipelajari dari Negara Lain?

    Pengalaman negara lain menunjukkan bahwa kombinasi regulasi tegas dan edukasi gizi sejak dini adalah kunci. Indonesia bisa mencontoh Meksiko dan Inggris yang berhasil menekan konsumsi gula dengan pajak minuman berpemanis.
    Dante menyinggung rencana penerapan regulasi sugar tax pada makanan dan minuman manis di Indonesia sedang dibahas dan segera diproses.

    “Nanti kita sedang membuat regulasi, untuk melakukan sugar tax pada makanan. Sugar tax pada makanan ini akan memberlakukan pajak kepada sejumlah tertentu gula yang ada. Tapi masih dalam pembahasan, masih dalam proses, nanti akan kita wujudkan kalo sudah diselesaikan,” pungkasnya.

    Pengalaman negara juga Chile membuktikan bahwa label gizi yang jelas di depan kemasan sangat membantu orang tua dalam memilih makanan yang lebih sehat. Di Indonesia, saat ini label gula, garam, lemak (GGL) berada di belakang kemasan, kecil, dan sulit dipahami. Agar lebih sederhana dan tegas, diperlukan adanya front of pack label. Front of pack label adalah informasi sederhana dari nutrisi makanan yang ada di depan kemasan.

    Dari Korea Selatan, Indonesia bisa belajar pentingnya pembatasan iklan dan penjualan junk food di sekitar sekolah. Sementara Jepang memberi teladan lewat program makan siang sekolah yang konsisten menanamkan kebiasaan makan sehat sejak kecil. Saat ini Indonesia sudah ada program Kantin Sehat dan Makan Bergizi Gratis (MBG), hanya tinggal meningkatkan monitoring pelaksanaannya lebih baik lagi.

    Singapura memperlihatkan bagaimana kampanye nasional yang terintegrasi, melibatkan sekolah, industri, hingga masyarakat, mampu mengubah perilaku konsumsi secara bertahap. Jika Indonesia mampu menggabungkan regulasi ketat dengan edukasi dan pengawasan di sekolah, peluang menekan angka obesitas anak akan jauh lebih besar.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video Wamenkes: Anak Gemuk Belum Berarti Sehat”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • Gaduh Lagi Cemaran Pestisida, Mi Instan Indonesia Sebenarnya Aman Nggak Sih?

    Gaduh Lagi Cemaran Pestisida, Mi Instan Indonesia Sebenarnya Aman Nggak Sih?

    Jakarta

    Kasus dugaan cemaran etilen oksida (EtO) kembali mencuat dan lagi-lagi menyeret mi instan produksi Indonesia. Otoritas keamanan pangan Taiwan melaporkan adanya residu EtO pada Indomie varian Soto Banjar Limau Kuit, yang melebihi ambang batas aman versi regulasi setempat.

    Sebagai langkah cepat pemerintah Taiwan, produk Indomie dengan varian Soto Banjar Limau Kuit ditarik dari peredaran dan masyarakat diimbau tidak mengonsumsinya.

    Laporan resmi Food and Drug Administration (FDA) Taiwan menyebut satu batch Indomie Soto Banjar Limau Kuit dengan tanggal kedaluwarsa 19 Maret 2026 mengandung EtO di atas standar atau batas aman yang ditolerir. Produk yang terdeteksi mengandung residu pestisida itu dinilai tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan Taiwan.

    Menindaklanjuti laporan tersebut, Centre for Food Safety (CFS) Taiwan menarik seluruh stok Indomie Soto Banjar Limau Kuit dari pasaran, mengimbau masyarakat membuang produk dan berhenti mengonsumsinya, hingga melakukan investigasi terkait kemungkinan distribusi produk ke Hong Kong dan pasar internasional.

    Mereka juga memantau penjualan daring serta pergerakan lintas negara untuk memastikan konsumen tidak lagi mendapatkan akses pembelian Indomie varian Soto Banjar Limau Kuit.

    “Pembelian produk melalui platform daring atau perjalanan internasional tidak dapat dikecualikan. Konsumen harus membuang produk dan tidak mengonsumsinya,” tulis pernyataan CFS pada 9 September 2025.

    BPOM RI Buka Suara

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) langsung merespons laporan Taiwan tersebut. Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menegaskan bahwa produk yang ada di Taiwan bukan berasal dari eksportir resmi.

    “Produk tersebut bukan merupakan ekspor secara resmi dari produsen ke Taiwan,” tulis BPOM RI dalam keterangan resminya, Jumat (12/9/2025.

    “Ekspor produk diduga dilakukan oleh trader dan bukan importir resmi dari produsen serta diekspor tanpa sepengetahuan produsen,” lanjut pernyataan tersebut.

    BPOM menegaskan bahwa saat ini, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (Indofood) telah melakukan penelusuran bahan baku yang digunakan serta penyebab terjadinya temuan.

    “Hasil penelusuran akan dilaporkan segera kepada BPOM,” kata BPOM.

    Indomie Varian Sama di RI Aman Dikonsumsi

    BPOM sadar bahwa temuan ini membuat konsumen dalam negeri menjadi panik. BPOM menegaskan bahwa mi instan varian yang sama di dalam negeri aman untuk dikonsumsi.

    “Berdasarkan hasil penelusuran pada data registrasi BPOM, produk dengan varian tersebut telah memiliki izin edar BPOM sehingga dapat beredar di Indonesia dan tetap dapat dikonsumsi,” kata BPOM.

    Apa Itu Etilen Oksida?

    Etilen oksida adalah zat kimia berbentuk gas tak berwarna dengan bau manis. Dalam industri pangan, EtO digunakan untuk fumigasi, sterilisasi, dan pengawetan. Namun, menurut Cancer.gov, paparan jangka panjang EtO dapat menimbulkan efek kesehatan serius. Zat ini dikategorikan karsinogenik, dengan risiko:

    Kanker darah seperti limfoma dan leukemia,Kanker lambung dan kanker payudara,Gangguan reproduksi dan efek genotoksik pada sel.

    Meski beberapa negara masih memperbolehkan penggunaan EtO dalam batas tertentu, standar ambang batas berbeda-beda antar negara, sehingga sering menimbulkan perbedaan kebijakan ekspor-impor.

    Untuk diketahui, Taiwan menerapkan kadar EtO total harus tidak terdeteksi dalam produk pangan. Standar ini berbeda dengan standar beberapa negara lain termasuk Amerika, Uni Eropa, dan Indonesia yang memisahkan batasan syarat untuk EtO dengan 2-kloroetanol (2-CE) sebagai analitnya dan bukan sebagai batasan EtO total.

    Sampai saat ini, Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu EtO.

    Bukan Kasus Pertama

    Kasus cemaran EtO pada produk Indomie bukan yang pertama. Pernah terjadi pada Indomie varian lain. Namun saat itu, BPOM RI memastikan produk Indomie Rasa Ayam Spesial Aman dikonsumsi karena residu etilen oksida masih berada di bawah ambang batas maksimal 85 ppm. Ini mengacu pada regulasi Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 soal Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.

    “Dengan demikian, kadar yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah batas maksimal residu di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada. Oleh karena itu, di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi, karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar,” kata pihak BPOM.

    Pada 2022, produk Mie Sedaap juga pernah mengalami kasus yang sama. Tiga negara termasuk Hong Kong, Singapura, hingga Malaysia meminta warganya untuk lebih hati-hati dalam konsumsi beberapa varian Mie Sedaap.

    Pihak Mie Sedaap saat itu juga sudah membantah adanya kandungan etilen oksida atau pestisida yang kemungkinan dipakai sebagai bahan pengawet.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Langkah BPOM Usai Taiwan Larang Produk Indomie Soto Banjar”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Beda Aturan RI Vs Taiwan, Sisi Lain Gaduh Residu Pestisida dalam Mi Instan

    Beda Aturan RI Vs Taiwan, Sisi Lain Gaduh Residu Pestisida dalam Mi Instan

    Jakarta

    Baru-baru ini, produk mi instan asal Indonesia kembali jadi sorotan internasional. Food and Drug Administration (FDA) Taiwan menemukan adanya kandungan etilen oksida (EtO) dalam varian Indomie Mi Instan Rasa Soto Banjar Limau Kuit. Akibat temuan ini, produk tersebut dinyatakan tidak memenuhi standar keamanan pangan di Taiwan dan dilarang beredar.

    Lalu, apa sebenarnya etilen oksida? Seberapa berbahaya bila terkandung dalam makanan, dan kenapa kasus ini viral?

    Apa Itu Etilen Oksida?

    Etilen oksida (EtO) adalah senyawa kimia berbentuk gas yang sangat reaktif. EtO adalah gas beracun yang tidak berwarna, memiliki bau seperti eter, reaktif dan mudah terbakar, serta memiliki rumus kimia C2H4O. Di dunia industri, EtO digunakan untuk mensterilkan alat medis, membasmi mikroorganisme, hingga menjadi bahan baku kimia lain.

    Pada berbagai studi, EtO ditemukan sebagai senyawa genotoksik dan mutagenik. EtO mampu menembus bahan berpori dan membunuh bakteri, jamur, maupun virus tanpa perlu suhu tinggi. Itulah sebabnya gas ini banyak dipilih untuk sterilisasi produk yang sensitif terhadap panas.

    Indomie rasa soto banjar limau kuit. Foto: Aida Adha Siregar/detikHealth

    Fungsi Penggunaan Etilen Oksida pada Makanan

    Dalam industri pangan, etilen oksida digunakan sebagai agen fumigasi. Tujuannya adalah membunuh mikroorganisme yang bisa menurunkan mutu produk, terutama pada rempah-rempah, herba, dan bumbu kering.

    Jika bumbu hanya dipanaskan, risiko kerusakan aroma dan cita rasa sangat tinggi. Oleh karena itu, beberapa produsen memilih sterilisasi dengan EtO agar bumbu tetap wangi dan tidak berubah warna.

    Namun, permasalahannya, EtO bisa meninggalkan residu berbahaya jika proses aerasi (penghilangan gas sisa) tidak dilakukan sempurna. EtO akan bereaksi dengan ion klorida yang terkandung dalam pangan membentuk 2-kloroetanol (2-CE).

    Bagaimana EtO Bisa Ada di Mi Instan?

    Berdasarkan laporan FDA Taiwan, residu EtO sebesar 0,1 mg/kg ditemukan pada bumbu penyedap mi instan, bukan pada mie-nya. Artinya, kemungkinan besar proses sterilisasi menggunakan EtO dilakukan pada rempah atau bumbu untuk mencegah kontaminasi bakteri.

    Dalam kondisi ideal, sisa EtO akan hilang setelah bumbu didiamkan beberapa waktu atau saat dimasak. Tetapi bila EtO yang ditemukan adalah analitnya yaitu 2-kloroetanol (2-CE) maka menghilangkan kadar 2-CE harus dilakukan pada suhu 430-496 derajat celcius. Hal ini terdapat pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 229 Tahun 2022.

    Bahaya EtO bagi Kesehatan

    Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC), etilen oksida dikategorikan sebagai karsinogen bagi manusia (kelompok 1). Paparan jangka panjang dapat meningkatkan risiko:

    Kanker (leukemia, limfoma, dan kanker payudara)Kerusakan DNA dan mutasi genetikGangguan sistem saraf

    Selain itu, EtO juga bisa berubah menjadi senyawa lain ketika terpapar pada makanan bernama 2-chloroethanol (2-CE), yang sama-sama bersifat toksik. Karena sifatnya ini, banyak negara menerapkan kebijakan nol toleransi terhadap EtO dalam makanan.

    Perbedaan Standar Taiwan vs Indonesia

    Setiap negara punya regulasi yang berbeda. Taiwan melarang total residu EtO pada produk pangan, sedangkan Indonesia (BPOM) memisahkan syarat antara EtO dan 2-CE. Batas maksimal residu EtO dan 2-CE diatur yaitu 0,01 mg/kg dan 85 ppm (85 mg/kg).

    Inilah sebabnya, produk yang dianggap aman di Indonesia bisa saja ditolak di luar negeri. Perbedaan regulasi sering menimbulkan kontroversi ketika produk ekspor diuji dengan standar yang lebih ketat.

    Kenapa Kasus Ini Jadi Viral?

    Mi instan adalah makanan favorit masyarakat Indonesia, bahkan populer di seluruh dunia. Ketika ada isu keamanan pangan, wajar publik jadi heboh.

    Selain itu, kasus ini juga menyoroti:

    Kredibilitas produk lokal di pasar globalKesenjangan standar keamanan antarnegaraTingginya kepercayaan masyarakat terhadap mi instan

    Tidak heran, kabar tentang EtO pada mi instan asal Indonesia langsung viral karena menyangkut produk yang sehari-hari dikonsumsi banyak orang.

    Di Indonesia sendiri, isu ini menimbulkan kecemasan masyarakat terhadap keamanan mi instan yang beredar di pasaran. Banyak konsumen khawatir, apakah produk yang mereka beli di toko juga mengandung EtO, meski BPOM sudah menyatakan produk yang beredar di dalam negeri aman.

    Apa yang Bisa Dilakukan Konsumen?

    Sebagai konsumen, ada beberapa langkah bijak yang bisa dilakukan:

    Pantau informasi resmi dari BPOM terkait keamanan pangan.Batasi konsumsi mi instan, bukan hanya karena isu EtO, tapi juga karena tinggi garam, lemak, dan kalori.Lengkapi pola makan dengan sayur, buah, dan protein segar supaya kebutuhan gizi tetap seimbang.

    Kesimpulan

    Kasus Indomie Soto Banjar Limau Kuit yang ditolak di Taiwan membuka mata kita bahwa perbedaan standar keamanan pangan antarnegara bisa menimbulkan polemik. Hal ini dikarenakan Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu EtO. Etilen oksida memang bermanfaat untuk sterilisasi, tapi keberadaannya dalam makanan berisiko bagi kesehatan bila dikonsumsi terus-menerus.

    Isu ini harus menjadi pengingat pentingnya transparansi industri pangan, pengawasan ketat dari regulator, serta kesadaran konsumen untuk lebih selektif dalam memilih makanan.

    Catatan redaksi:

    Dalam keterangan resminya, BPOM RI menyampaikan penjelasan produsen bahwa produk mi instan yang bermasalah di Taiwan bukan merupakan ekspor resmi. Diduga, ekspor dilakukan oleh trader dan tanpa sepengetahuan produsen.

    Berdasarkan penelusuran data registrasi, BPOM RI juga menegaskan produk tersebut memiliki izin edar sehingga dapat diedarkan di Indonesia. BPOM juga memastikan produk tersebut tetap dapat dikonsumsi.

    Halaman 2 dari 5

    Simak Video “Video Langkah BPOM Usai Taiwan Larang Produk Indomie Soto Banjar”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • BPOM: Indomie Mengandung Pestisida di Taiwan Bukan Ekspor Resmi, Diduga Ulah Trader!

    BPOM: Indomie Mengandung Pestisida di Taiwan Bukan Ekspor Resmi, Diduga Ulah Trader!

    Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan RI buka suara terkait produk mi instan Indomie rasa Soto Banjar Limau Kuit ditemukan mengandung etilen oksida di Taiwan. Menurut BPOM, produk tersebut tidak diekspor secara resmi.

    “BPOM telah menerima laporan dan penjelasan produsen bahwa produk yang ditemukan tidak memenuhi ketentuan di Taiwan. Produk tersebut bukan merupakan ekspor secara resmi dari produsen ke Taiwan,” tulis BPOM RI dalam keterangan resminya, Jumat (12/9/2025).

    “Ekspor produk diduga dilakukan oleh trader dan bukan importir resmi dari produsen serta diekspor tanpa sepengetahuan produsen,” lanjut pernyataan tersebut.

    BPOM menegaskan bahwa saat ini, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (Indofood) telah melakukan penelusuran bahan baku yang digunakan serta penyebab terjadinya temuan.

    “Hasil penelusuran akan dilaporkan segera kepada BPOM,” kata BPOM.

    Untuk diketahui, Taiwan menerapkan kadar EtO total harus tidak terdeteksi dalam produk pangan. Standar ini berbeda dengan standar beberapa negara lain termasuk Amerika, Uni Eropa, dan Indonesia yang memisahkan batasan syarat untuk EtO dengan 2-kloroetanol (2-CE) sebagai analitnya dan bukan sebagai batasan EtO total.

    Sampai saat ini, Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu EtO.

    “BPOM akan terus berkoordinasi dengan otoritas kompeten di Taiwan serta pihak lain yang terkait untuk menindaklanjuti dan memantau perkembangan hal ini,” tutur BPOM.

    Produk Aman di Indonesia

    BPOM sadar bahwa temuan ini membuat konsumen dalam negeri menjadi panik. BPOM menegaskan bahwa mi instan varian yang sama di dalam negeri aman untuk dikonsumsi.

    “Berdasarkan hasil penelusuran pada data registrasi BPOM, produk dengan varian tersebut telah memiliki izin edar BPOM sehingga dapat beredar di Indonesia dan tetap dapat dikonsumsi,” kata BPOM.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)