NGO: WHO

  • Mengenal La Moringa, Restoran Unik Hidangkan Makanan Berbahan Daun Kelor

    Mengenal La Moringa, Restoran Unik Hidangkan Makanan Berbahan Daun Kelor

    Liputan6.com, Bandung – Tumbuhan tidak hanya bermanfaat sebagai penyedia oksigen bagi manusia tetapi juga beberapa di antaranya mengandung manfaat baik untuk tubuh. Misalnya saja tanaman daun kelor atau dalam bahasa latin dikenal dengan nama Moringa Oleifera.

    Daun kelor merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang sangat mudah dikenali dari ukuran daunnya. Tanaman ini dikenal sangat kaya akan manfaat yang baik untuk kesehatan tubuh seseorang.

    Kemudian pohon kelor juga diketahui mudah bertumbuh pada tanah yang bahkan tidak selalu subur. Melansir dari Kemenkes sejak dahulu kelor sudah menjadi tanaman yang digunakan baik untuk pengobatan tradisional hingga keperluan lainnya.

    Selain itu, World Health Organization (WHO) telah mengakui dan menobatkan pohon kelor sebagai salah satu tanaman “Miracle Tree”. Julukan tersebut diberikan karena kandungannya yang memiliki segudang manfaat.

    Lebih dari 1.300 studi, artikel, hingga laporan telah menjelaskan manfaat kelor dan kemampuannya untuk tubuh manusia. Di antaranya mengandung banyak antioksidan yang baik untuk melawan radikal bebas dalam tubuh.

    Daun kelor juga mengandung nutrisi baik untuk tubuh karena mempunyai sumber vitamin dan mineral yang baik untuk tubuh. Kelor juga menyimpan kandungan nutrisi anti inflamasi yang membantu tubuh memberikan respon natural terhadap infeksi atau cedera tubuh.

    Saat ini, mengonsumsi daun kelor bisa dinikmati dengan banyak cara karena ada berbagai olahan nikmat yang bisa disantap. Salah satunya di Indonesia terdapat restoran unik yang membuat berbagai menu berbahan dasar kelor yang dikenal dengan nama La Moringa.

  • Berdampak Serius pada Kesehatan, Pemerintah Pantau Kadar Timbal pada Anak – Halaman all

    Berdampak Serius pada Kesehatan, Pemerintah Pantau Kadar Timbal pada Anak – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Paparan timbal berdampak serius pada kesehatan, terutama pada anak-anak, dengan risiko seperti anemia, gangguan sistem imun, menurunnya poin IQ serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak.

    Karena anak merupakan generasi penerus bangsa, upaya perlindungan terhadap anak-anak dari bahaya timbal perlu diinisiasi.

    Dengan dukungan berbagai pihak, Kementerian Kesehatan membangun sistem pengawasan timbal dalam darah anak di Indonesia dengan menyelenggarakan Surveilans Kadar Timbal Darah (SKTD) tahap pertama sebagai langkah awal.

    “Hal ini akan menjadi langkah awal yang penting menuju pencegahan paparan timbal yang efektif pada masa kanak-kanak bersamaan dengan pengurangan sumber timbal, penguatan sistem kesehatan, dan peningkatan kesadaran,” ujar Direktorat Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Anas Ma’ruf, MKM
    di Jakarta, Jumat (13/12).

    Pada 2019, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memperkirakan 8,2 juta anak Indonesia memiliki kadar timbal darah (KTD) di atas 5 mikrogram per desiliter (µg/dL), tingkat yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk intervensi kesehatan masyarakat.

    Sebelumnya juga ada sekitar 20 penelitian lokal di Indonesia terkait kadar timbal darah pada anak-anak yang menunjukkan pentingnya pemantauan paparan timbal pada anak-anak.

    Kegiatan Piloting SKTD tahap pertama yang dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan dan dijadwalkan berlangsung pada Januari – Juli 2025 akan mencakup pemeriksaan darah untuk mengetahui KTD pada anak, serta kegiatan kunjungan ke rumah untuk mengambil sampel berupa debu, tanah, air, dan barang sehari-hari untuk diukur kadar timbalnya.

    Direktur Yayasan Pure Earth Indonesia Budi Susilorini mengatakan penting bagi orang tua untuk tahu sejak dini apakah ada timbal dalam darah anak dan apa saja potensi sumbernya.

    Sehingga, orang tua bisa segera mengambil langkah untuk mencegah anak dari bahaya paparan timbal dan memastikan tumbuh kembangnya berjalan optimal.

    “Oleh karena itu, identifikasi sumber pencemar menjadi komponen penting dalam kegiatan ini dikarenakan dari hasil studi yang pernah dilakukan, termasuk di Indonesia, menunjukkan beragamnya sumber pencemar, bahkan dari produk yang kita gunakan sehari-hari. Sebagai mitra pembangunan, kami berpartisipasi aktif dalam proses penyiapan dan pelaksanaan SKTD, serta nantinya dalam perumusan tindak lanjut dari hasil SKTD ini,” tutur Budi.

    dr. Anas menambahkan, pihaknya sangat berharap hasil dari SKTD tahap pertama ini dapat menjadi alat dalam pemantauan kadar timbal darah anak secara nasional dan berkelanjutan, sehingga kebijakan dalam pengendalian paparan timbal dapat ditetapkan secara efektif dan upaya mengurangi paparan timbal bagi anak Indonesia bisa terus mengalami kemajuan.

  • Parasit Pemakan Daging Manusia Merajalela di Amerika Tengah

    Parasit Pemakan Daging Manusia Merajalela di Amerika Tengah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Parasit pemakan daging yang menyebar di Amerika Tengah menimbulkan kekhawatiran di benua Amerika, tak terkecuali Negeri Paman Sam.

    Cacing parasit dengan bahasa latin Cochliomyia hominivorax sebagian besar telah diberantas dari AS dan Amerika Tengah masing-masing pada tahun 1960-an dan 1980-an. Namun, parasit yang berpotensi fatal itu mulai muncul kembali, kata pejabat AS.

    Pejabat AS memperingatkan parasit pemakan daging yang masuk ke dalam kulit inangnya melalui luka terbuka muncul kembali di Amerika Tengah.

    Cacing ini terutama menginfeksi sapi dan ternak lainnya, tetapi juga diketahui menginfeksi manusia. Kondisi yang berpotensi fatal tanpa pengobatan yang diketahui pada manusia.

    Selama beberapa dekade, negara-negara di seluruh Amerika telah menginvestasikan miliaran dolar untuk mengendalikan parasit pemakan daging, yang berasal dari Amerika Selatan dan Karibia. Namun sejak 2023, kasus cacing ini telah meningkat dan menyebar ke utara.

    Antara tahun 1930-an dan 1950-an, screwworm atau yang dikenal cacing sekrup merupakan masalah utama bagi peternak di negara bagian selatan AS, dengan produsen merugi hingga $100 juta setiap tahun akibat serangan hama, menurut Departemen Pertanian AS (USDA).

    Pada pertengahan tahun 1960-an, parasit tersebut hampir berhasil diberantas berkat upaya sterilisasi untuk menghentikan lalat screwworm berkembang biak, dan zona penghalang screwworm didirikan di sepanjang perbatasan AS-Meksiko.

    Pada tahun 1986, parasit tersebut sebagian besar telah diberantas di Meksiko, tetapi terus beredar di negara-negara Amerika Selatan dan Karibia tempat screwworm endemik.

    Kini, setelah terdeteksi positif di Meksiko pada 22 November 2024, cacing parasit mungkin mulai muncul kembali, kata USDA dalam sebuah pernyataan pada 6 Desember.

    “Sejak 2006, Amerika Serikat dan Panama telah mempertahankan zona penghalang di Panama timur yang dimaksudkan untuk mencegah NWS [cacing parasit Dunia Baru] berpindah ke utara dari Amerika Selatan ke daerah bebas cacing parasit di Amerika Tengah dan Utara,” kata USDA dalam pernyataannya.

    “Namun, sejak 2023, jumlah kasus meningkat dan menyebar ke utara dari Panama ke Kosta Rika, Nikaragua, Honduras, Guatemala, dan sekarang Meksiko.”

    Wabah – yang sebagian besar menjangkiti ternak – sangat mencolok di Panama, dengan deteksi melonjak dari rata-rata 25 kasus per tahun sebelum 2023 menjadi 22.611 kasus positif pada 4 Desember, menurut Komisi Pemberantasan dan Pencegahan Cacing Paru Ternak Panama dan Amerika Serikat (COPEG).

    Kosta Rika juga mengalami peningkatan kasus pada manusia, dengan satu kematian yang dikonfirmasi awal tahun ini, menurut Kedutaan Besar AS di Kosta Rika.

    Parasit tersebut menyebar saat lalat screwworm betina dewasa bertelur di luka atau lubang terbuka hewan berdarah panas yang masih hidup. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), lalat ini dapat bertelur hingga 300 butir sekaligus, berpotensi bertelur ribuan butir selama rentang hidup mereka yang 10 hingga 30 hari.

    Bahkan luka seukuran gigitan kutu cukup besar untuk menarik lalat betina bertelur. Telur-telur ini kemudian menetas menjadi larva, yang menggali ke dalam luka dan memakan daging di sekitarnya dengan mulut mereka yang tajam dan bengkok, pada dasarnya memakan inangnya dari dalam ke luar. Luka menjadi lebih dalam dan libel besar saat lebih banyak larva seperti cacing menetas dari telur mereka.

    Infestasi ini sangat menyakitkan. Pasalnya, parasit ini membuat inangnya rentan terhadap infeksi sekunder.

    Miasis secara umum mengacu pada infestasi hewan vertebrata hidup dengan larva lalat, termasuk screwworm. Angka kematian sangat bervariasi di antara spesies yang berbeda, tetapi sebuah studi besar oleh Organisasi Kesehatan Dunia menemukan bahwa angka kematian berada di sekitar 3 persen untuk kasus manusia.

    Mereka yang tinggal di daerah pedesaan yang sering bekerja dengan ternak paling rentan terhadap infestasi, menurut CDC, meskipun siapa pun dengan luka atau bisul terbuka, termasuk dari operasi baru-baru ini, dapat terpengaruh.

    Tidak ada pengobatan yang disetujui untuk infestasi cacing sekrup selain membuang larva secara fisik dari jaringan yang terinfeksi, menurut CDC. Sebaliknya, badan tersebut mencatat bahwa cara terbaik untuk mencegah myiasis cacing sekrup adalah dengan menghindari paparan. Ini termasuk membersihkan dan menutupi luka terbuka, terutama saat bersentuhan dengan ternak dan hewan liar, dan menggunakan obat nyamuk yang terdaftar di Badan Perlindungan Lingkungan (EPA).

    Untuk mencegah penyebaran parasit ini ke AS, Layanan Inspeksi Kesehatan Hewan dan Tanaman (APHIS) USDA membatasi impor ternak, termasuk kuda, dari Meksiko ke AS, “menunggu informasi lebih lanjut dari otoritas veteriner Meksiko tentang ukuran dan cakupan infestasi.”

    USDA juga menyarankan pemilik hewan peliharaan untuk memeriksa luka yang mengeluarkan cairan atau membesar, serta tanda-tanda telur atau larva cacing sekrup di sekitar luka dan lubang terbuka.

    (fys/haa)

  • Makassar Jadi Kota Sehat Asia Tenggara, Danny Pomanto: Langkah Baru di Kancah Internasional
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        14 Desember 2024

    Makassar Jadi Kota Sehat Asia Tenggara, Danny Pomanto: Langkah Baru di Kancah Internasional Regional 14 Desember 2024

    Makassar Jadi Kota Sehat Asia Tenggara, Danny Pomanto: Langkah Baru di Kancah Internasional
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Wali Kota
    Makassar
    Mohammad Ramdhan Pomanto atau
    Danny Pomanto
    menyampaikan raihan penghargaan Kota Makassar dalam ajang South-East Asia Region (SEAR) Healthy City Network Award 2024 yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
    Penghargaan tersebut diumumkan secara resmi setelah diadakannya evaluasi mendalam oleh Laboratorium Regional Urban Governance for Health and Well-Being di Universitas Chulalongkorn, Thailand.
    “Makassar mendapatkan penghargaan akreditasi
    Kota Sehat Asia Tenggara
    ,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/12/2024).
    Penghargaan tersebut juga diperoleh beberapa kota di Asia Tenggara, di antaranya Kabupaten Wajo di Indonesia, Kota Pune di India, Kota Addu di Maladewa, Kota Dhulikhel di Nepal, dan Kota Badulla di Sri Lanka.
    “Menandai langkah baru untuk memantapkan peran Kota Makassar di level internasional,” ujar Danny.
    Selain itu, lanjut dia, Kota Makassar juga memperoleh pengakuan sebagai pelopor dalam bidang inovasi kesehatan.
    “Kota Makassar mendapatkan
    award
    3.000 dollar AS dan nantinya wali kota se-Asia Tenggara yang mendapat penghargaan akan berdiskusi virtual dengan Direktur WHO,” lanjutnya.
    Perlu diketahui, Danny juga konsisten dalam menjaga prestasi Kota Makassar sebagai Kota Sehat selama dua tahun berturut-turut, pada 2022 dan 2023. Penghargaan tersebut diberikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI).
    Kota Makassar juga telah menjadi laboratorium inovasi yang diakui dunia melalui program Lorong Wisata dan layanan kesehatan Home Care Dottorota yang melibatkan 94 armada kesehatan lengkap beserta dokter.
    “(Semoga) penghargaan tersebut menjadi motivasi untuk terus meningkatkan standar kehidupan masyarakat,” ujar Danny.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dokter Wanti-wanti Cemaran Timbel Bisa Menempel pada Mainan Anak, Ortu Perlu Waspada

    Dokter Wanti-wanti Cemaran Timbel Bisa Menempel pada Mainan Anak, Ortu Perlu Waspada

    Jakarta

    Dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Irene Yuniar, SpA(K), mengungkapkan anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap paparan timbel. Timbel atau timah hitam merupakan unsur logam berat yang biasanya digunakan untuk membuat pipa, keramik, baterai, hingga cat pewarna yang digunakan pada mainan anak.

    dr Irene menuturkan timbel bisa ditemukan di mana saja, termasuk pada mainan anak, makanan, hingga di lingkungan rumah yang kebersihannya tidak terjaga dengan baik atau memang berada di hotspot tempat paparan timbel tinggi, misalnya dekat pabrik tertentu.

    Selain itu, faktor yang membuat anak menjadi lebih rentan terpapar timbel hingga menimbulkan risiko keracunan adalah karena tubuhnya 4 hingga 5 kali lebih mudah menyerap timbel hingga kebiasaan anak memasukkan tangan atau benda ke dalam mulut.

    “Kita nggak bisa nahan anak-anak masukin tangannya ke mulut. Pasti sudah susah cuci tangan kalau nggak ada yang nyuruh, orang tua itu perlu diedukasi sebenarnya ya. Kira-kira bahaya-bahaya apa yang perlu dilakukan untuk pencegahan,” ujar dr Irene ketika ditemui awak media di Jakarta Selatan, Jumat (13/12/2024).

    Menurut dr Irene, menjaga kebersihan lingkungan dan tubuh anak menjadi langkah terbaik untuk menjaga anak dari paparan timbel. Selain mencuci tangan anak secara rutin, jangan lupa untuk membersihkan mainan yang digunakan anak secara berkala, khususnya bila anak masih dalam fase sering memasukkan benda dalam mulut.

    dr Irene menambahkan orang tua harus memerhatikan jenis mainan yang diberikan pada anak. Memastikan bahwa kecukupan gizi anak, khususnya zat besi dan kalsium terpenuhi, juga menjadi salah satu faktor penting.

    “Hati-hati pemberian mainan dengan label ‘kurang dari sekian tahun’, gitu ya. Kadang-kadang, masyarakat Indonesia kan, anak yang kecil ya dikasih aja, pokoknya beli-beli aja, padahal itu sudah dituliskan di mainannya, ‘tidak untuk anak di bawah usia tertentu’,” tandasnya.

    Berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anak dengan kadar timbel darah (KTD) lebih dari 5 µg/dL dianggap tinggi dan memerlukan intervensi medis. Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tahun 2020, diperkirakan ada lebih dari 8 juta anak yang melewati batas tersebut.

    Secara umum, seorang anak memiliki KTD tinggi tidak memiliki gejala yang khas. Namun, beberapa dampak dan gejala yang mungkin timbul meliputi:

    Kesulitan belajar dan penurunan IQKeterlambatan perkembanganMemiliki masalah pendengaran dan keseimbanganKulit pucat tidak biasaKehilangan selera makanMual dan muntahAnemiaSakit perut

    (avk/suc)

  • Penularan HIV dari Ibu Hamil ke Anak Bisa Dicegah, Ini Caranya

    Penularan HIV dari Ibu Hamil ke Anak Bisa Dicegah, Ini Caranya

    Liputan6.com, Yogyakarta – Meningkatkan kesadaran mengenai HIV/AIDS dan mendukung orang dengan HIV (ODHIV) Indonesia tengah memprioritaskan penanganan HIV, utamanya eliminasi penularan HIV dari ibu ke anak. Saat ini prevalensi nasional HIV pada ibu hamil di Indonesia terus meningkat. “Saat ini angkanya sebesar 0,3 persen dengan perkiraan 230.000 ibu hidup dengan HIV,” jelas Ari Probandari, peneliti utama tim Studi MENJAGA, kerja sama antara Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM dengan Universitas Sebelas Maret, London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM), dan University of New South Wales.

    Ari mengatakan dalam konteks eliminasi HIV, peran penting pelayanan antenatal care (ANC) terlihat sebagai platform utama untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan HIV pada ibu hamil. “Sebetulnya penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya bisa dicegah. Syaratnya adalah ibu hamil dapat menjalani tes HIV sejak dini dan memulai terapi antiretroviral (ARV) bila diperlukan,” katanya.

    Menurutnya dengan cakupan ANC yang baik maka bisa mewujudkan inisiatif 95-95-95 yang ditetapkan WHO. Targetnya adalah 95% cakupan ANC, 95% cakupan tes HIV/sifilis/hepatitis B pada ibu hamil, dan 95% cakupan pengobatan untuk mereka yang dites positif HIV/sifilis/hepatitis B.

    Ari mengatakan saat ini Studi MENJAGA dalam tahap pengambilan data endline dan evaluasi proses intervensi yang dilakukan oleh tiap puskesmas. Melalui studi ini bertujuan membantu layanan kesehatan agar cakupan tes pada HIV, sifilis dan hepatitis B meningkat. “Lewat studi ini kita harap tim peneliti dapat berkontribusi dalam mewujudkan triple elimination, eliminasi penyakit HIV, sifilis dan hepatitis B di Indonesia,” kata Ari Probandari.

    Kota Bandung dan Kabupaten Bogor menjadi dua daerah pelaksanaan studi yang akan membantu tim peneliti dalam mengetahui efektivitas dan efisiensi biaya dari intervensi peningkatan kualitas yang berkesinambungan (continuous quality improvement) atau CQI dalam meningkatkan cakupan tes antenatal untuk HIV, sifilis dan hepatitis B.

    Inti dari CQI adalah melibatkan pelaksana layanan kesehatan secara aktif untuk mengidentifikasi masalah dalam proses layanan dan mencari solusi sederhana yang dapat diterapkan langsung. “Yang banyak aktif dan terlibat adalah teman-teman dari dinas kesehatan dan puskesmas,” jelas Ira Dewi Jani Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Bandung.

    Pada Juni 2024 Puskesmas Rusunawa Kota Bandung melaporkan cakupan tes HIV/sifilis/hepatitis B pada ibu hamil di puskesmas ini sebesar 34% dengan menyasar 339 ibu hamil. Tim CQI Puskesmas menargetkan cakupan tersebut naik hingga 75% saat berakhirnya masa intervensi pada September 2024.

    Di akhir masa intervensi, puskesmas bisa melampaui target dengan membukukan cakupan mencapai 85%. Target tersebut berhasil dicapai berkat intervensi yang dilakukan seperti kerja sama dengan jejaring layanan swasta atau praktik bidan mandiri yang ada di wilayah kerja puskesmas.

    Ike Puri Purnama Dewi, Kepala UPTD Puskesmas Kopo, Kota Bandung mengatakan Puskesmas berperan menyediakan reagen, sedangkan jejaring melaporkan layanan tes yang dilakukan di tempatnya. Puskesmas Rusunawa tidak hanya mengalami peningkatan angka cakupan, tetapi juga memiliki pencatatan dan pelaporan yang lebih rapi dan sistematis. “Kami bersyukur menjadi salah satu puskesmas yang diintervensi secara langsung dalam studi ini,” ujarnya soal antisipasi penularan HIV.

  • Merasakan Mati Agar Hidup Lebih Berarti di Korea Selatan

    Merasakan Mati Agar Hidup Lebih Berarti di Korea Selatan

    JAKARTA – World Health Organization (WHO) mencatat, Korea Selatan merupakan salah satu negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di dunia. Tahun ini, Negeri Gingseng itu mendapat peringkat ke-4 setelah Lituania, Rusia, dan Guyana. 

    Bunuh diri di Korea Selatan paling banyak dilakukan oleh orang tua dan anak muda. Ada faktor yang mendasari hal ini. Di Korea Selatan, seorang anak diharapkan untuk merawat orang tua mereka ketika mereka menjadi lansia. Agar tidak menjadi beban bagi anak, orang tua sering kali memutuskan untuk mengakhiri hidup.

    Anak muda di Korea Selatan juga mengalami hal yang tak kalah menyedihkan. Sering kali, mereka dituntut untuk mencapai nilai akademis yang bagus. Karena itu, ketika mereka merasa tidak puas dengan hasil dan takut mengecewakan orang tua, mereka memilih untuk bunuh diri agar tidak menjadi beban.

    Untuk menghentikan fenomena ini, pemerintah Korea Selatan terus berusaha meningkatkan panduan kesehatan mental. Gunanya agar masyarakat berani menyuarakan apa yang mereka rasakan. Jembatan Mapo, yang biasa dijadikan tempat mengakhiri hidup juga dipasangkan penanda seperti tanda semangat untuk orang-orang yang melewati jembatan tersebut.

    Jembatan Mapo di Korea Selatan. (Yujin Ko/Pixabay) 

    Tidak hanya pemerintah, perusahaan perkantoran dan sekolah juga mencoba berbagai usaha agar mengurangi angka bunuh diri yaitu dengan belajar mengapresiasi hidup. Ada banyak cara untuk mengapresiasi, tetapi yang dibuat kali ini berbeda. Masuk ke peti mati adalah satu siasat sebuah perusahaan. Kegiatan ini disebut living funerals.

    Bagaimana cara kerja living funerals ini? Di sebuah ruangan, para peserta masuk memakai jubah putih lalu duduk di depan meja dan menulis surat terakhir untuk orang yang mereka cintai. Kemudian, mereka masuk ke dalam peti mati yang diatur terbuka dan memeluk foto untuk peti mereka.

    Setelah masuk dan berbaring di dalam peti mati, seorang laki-laki memakai pakaian serba hitam dengan topi hitam datang menutup peti tersebut. Ia biasa disebut malaikat kematian. Selama di dalam peti, mereka akan membayangkan apa yang mereka lalui sepanjang hidup mereka.

    Sama seperti perusahaan, sekolah-sekolah di Korea Selatan melakukan hal yang sama. Disebut sebagai program “Death Experience”, sekolah menunjukkan bagaimana rasanya ketika mati. Setelah merasakan pengalaman tersebut untuk 10 menit, kemudian peserta akan bangun. Kepala program itu kemudian berkata, “Anda telah melihat seperti apa kematian. Anda hidup, dan Anda harus berjuang!” dikutip dari Elite Readers.

    Hal ini dibuat agar peserta bisa memahami bahwa sebuah masalah juga bagian dari hidup. Hidup ini perlu diapresiasi agar kita bisa menjalaninya dengan baik. Dan pengalaman ini juga bisa mengubah cara perspektif seseorang, salah satunya Cho Yong Tae.

    Dilansir dari BBC, pengalaman ini menyadarkan bahwa Ia harus memulai sebuah cara hidup yang baru. “Saya sadar, saya melakukan banyak kesalahan. Saya berharap lebih passionate dalam pekerjaan yang saya lakukan dan meluangkan waktu bersama keluarga.”

    Jeong Yong-Mun, pengelola Hyowon Healing Center merasa pengalaman ini diperlukan agar peserta bisa mengatasi masalah mereka yang menjadi bagian kehidupan. Kata dia, sebagai manusia, kita perlu belajar menerima sebuah keadaan tetapi tidak tinggal diam begitu saja. Di samping itu, Healing Center juga mengajarkan untuk membiasakan tertawa bersama orang terdekat. Hal itu membantu perasaan menjadi rileks. Memberi semangat kepada satu sama lain juga menjadi cara mengapresiasi hidup. 

    Bagaimana? Apakah Anda tertarik mencoba pengalaman ini?

  • Jangan Sepelekan Anemia, Kurang Darah Bisa Berdampak ke Otak

    Jangan Sepelekan Anemia, Kurang Darah Bisa Berdampak ke Otak

    Jakarta

    Anemia ditandai dengan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari normal. Hemoglobin berfungsi untuk membawa oksigen dan mengantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Kekurangan oksigen dalam jaringan juga akan memicu dampak pada fungsi otak.

    Di Indonesia, anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, termasuk pada balita hingga remaja. Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi anemia pada usia 0-4 tahun mencapai 23,8 persen, 5-14 tahun mencapai 15,3 persen, dan 15-24 tahun mencapai 15,5 persen. Angka ini termasuk tinggi, di atas standar ukuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2011 yang sebesar 10-13 persen.

    Jika dibandingkan dengan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, kasus anemia di Indonesia menurut data tersebut memang mengalami penurunan. Tercatat sebesar 38,5 persen anak usia 0-59 bulan mengalami anemia, usia 5-14 tahun sebesar 26,8 persen, dan 32 persen pada usia 15-24 tahun pada data 2018.

    Anemia dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain defisiensi zat besi, defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, penyakit infeksi, faktor bawaan, dan perdarahan. WHO mengatakan kekurangan zat besi sebagai penyebab anemia yang paling umum pada anak di dunia. Hal serupa juga terjadi di Indonesia.

    Menurut Buku Pedoman Penatalaksanaan Pemberian Tablet Tambah Darah Kementerian Kesehatan RI, pola makan yang miskin zat gizi besi, tingginya prevalensi kecacingan, dan tingginya prevalensi malaria di daerah endemis merupakan faktor-faktor yang sering dikaitkan dengan tingginya defisiensi besi di negara berkembang.

    Anak yang mengalami anemia defisiensi zat besi biasanya mengeluhkan beberapa gejala. Spesialis anak dr Ratih Puspita, SpA, mengatakan gejalanya dapat berupa nafsu makan kurang baik, pertumbuhan tidak optimal, sampai anemia yang memicu gejala pucat, lemah, letih, lesuh, dan kurang berkonsentrasi.

    Foto: infografis detikHealth

    Dampak Anemia Defisiensi Zat Besi Pada Anak

    Anak yang mengalami anemia defisiensi zat besi juga dapat mengalami dampak pada fungsi otak. Di kemudian hari, hal ini bisa berdampak negatif pada pembelajaran dan prestasi sekolah.

    Bahkan, perkembangan kognitif anak juga dapat terpengaruh jika ibu kekurangan zat besi selama trimester terakhir kehamilannya. Anak yang mengalami anemia defisiensi zat besi disebut memiliki risiko nilai IQ (intelligence quotient) yang lebih rendah dibandingkan anak sehat.

    Mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Hasto Wardoyo, dalam suatu kesempatan membeberkan jika rata-rata dari skor IQ anak Indonesia pada tahun 2022 hanya mencapai 78,49.

    Angka tersebut diungkapkannya dari data World Population Review 2022. Indonesia berada diperingkat 130 dari 199 negara yang ada di dunia menurut data tersebut.

    Capaian IQ tersebut, lebih rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya seperti rata-rata IQ anak di Laos 80,99, Filipina 81,64, Brunei Darussalam 87,58, Malaysia 87,58, Thailand 88,87, Vietnam 89,53 dan Myanmar 91,18.

    Menurut Hasto rendahnya kualitas dan IQ pada anak disebabkan oleh faktor-faktor, salah satunya terkait masalah kesehatan seperti anemia.

    “Keprihatinan tentu terasa, ketika kita lihat World Population Review menyampaikan bahwa IQ bangsa kita cukup rendah dibandingkan dengan beberapa negara yang lain,” kata dalam Webinar IDIK: Komunikasi Merawat Negeri, Rabu (14/12/2022).

    Spesialis anak sekaligus konsultan neonatologi Dr dr Johanes Edy Siswanto, SpA(K) menjelaskan mengapa anemia defisiensi zat besi bisa berdampak pada otak anak. Menurutnya, zat besi penting untuk pembentukan hemoglobin yang berguna mengangkut oksigen melalui pembuluh darah yang mencapai setiap target organ, termasuk otak.

    Ia menyebut ada tiga komponen organ utama yang diutamakan atau menjadi prioritas dalam mendapatkan oksigen, yakni otak, jantung, dan paru-paru. Apabila selama dua atau tiga menit tidak mendapatkan oksigen, bisa memicu kerusakan terhadap organ tersebut. Oleh karena itu, ia menyebut ‘masuk akal’ jika kerusakan otak bisa berkaitan dengan IQ atau intelegensi anak.

    “Menjadi sangat penting dalam hubungan dengan tingkat Hemoglobin dan jumlah Fe (zat besi) sebagai bahan pembentukan Hemoglobin,” katanya saat dihubungi detikcom.

    Senada, dokter spesialis anak dr Kurniawan Satria Denta, SpA menjelaskan anemia defisiensi zat besi punya pengaruh negatif pada perkembangan otak anak. Hal ini dikarenakan zat besi memiliki peran esensial terhadap perkembangan otak anak, seperti produksi neurotransmitter, yakni zat besi diperlukan untuk sintesis dopamin, serotonin, dan GABA (Gamma-aminobutyric acid), yang memengaruhi suasana hati, perhatian, dan pembelajaran.

    Fungsi lain zat besi adalah mielinisasi, yakni pembentukan mielin atau lapisan pelindung di sekitar saraf otak yang mempercepat transmisi sinyal saraf. Penting juga untuk energi sel otak, saat zat besi dibutuhkan agar sel darah merah bisa mengantarkan oksigen yang cukup ke otak.

    “Tidak secara langsung, tapi memang bisa jadi salah satu faktor yang berpengaruh negatif terhadap kognitif anak,” katanya.

    Dampak anemia terhadap otak anak juga diungkap dalam penelitian yang dilakukan organisasi kajian nirlaba Fokus Kesehatan Indonesia (FKI). Penelitian tersebut menemukan bahwa anak-anak sekolah dasar yang kekurangan zat besi dan berisiko mengalami anemia, kekurangan energi, dan memiliki perawakan pendek terbukti berisiko gangguan kemampuan belajar.

    Bahkan berisiko tiga kali lipat lebih tinggi untuk mengalami gangguan memori kerja (working memory) dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki status gizi baik.

    Penelitian yang dipimpin oleh Direktur Eksekutif FKI, Prof Nila F Moeloek dan Koordinator Riset dan Kajian FKI Dr dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, itu meneliti 500 anak Sekolah Dasar (SD) di Jakarta wilayah Manggarai dan Tanjung Priok.

    “Penelitian FKI ini membuktikan bahwa fakta adanya kondisi kurang gizi, dan anemia defisiensi besi pada anak SD ini bisa mengancam prestasi akademik murid sekolah dasar di kemudian hari, apabila jika ini terjadi pada jumlah anak yang lebih banyak,” katanya.

    “Dari evaluasi kami juga ditemukan bahwa murid sekolah dasar kelas 3 hingga 5 di Jakarta hampir 30 persen anak yang anemia mengalami gangguan memori kerja. Gangguan ini secara langsung berdampak pada kemampuan mereka untuk konsentrasi, memproses dan menyimpan informasi saat belajar,” ungkap dr Ray.

    Lebih dari 19 persen anak-anak dalam studi ini juga terbukti mengalami anemia, yang sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi. Prof Nila Moeloek dan Dr Ray Basrowi menjelaskan, “Ironisnya, anemia bukan hanya masalah kesehatan fisik tetapi juga sangat memengaruhi kemampuan kognitif anak-anak,” tandas mereka.

    “Anak-anak dengan anemia memiliki skor memori kerja yang jauh lebih rendah, bahkan berdampak klinis yang sangat nyata. Anemia Kurang besi secara langsung membatasi kemampuan anak untuk menyerap informasi, berpikir logis, dan berpartisipasi aktif di kelas,” ujar kedua inisiator Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) ini.

    NEXT: Cara Mencegah Anemia pada Anak

  • Sinergi LPEI dan Bio Farma, Dukung Ekspor Farmasi Indonesia ke 160 Negara melalui PKE Industri Farmasi dan Alat Kesehatan

    Sinergi LPEI dan Bio Farma, Dukung Ekspor Farmasi Indonesia ke 160 Negara melalui PKE Industri Farmasi dan Alat Kesehatan

    Jakarta: Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI/Indonesia Eximbank) memberikan fasilitas kredit modal kerja ekspor senilai Rp300 miliar kepada PT Bio Farma (Persero) melalui program Penugasan Khusus Ekspor (PKE) Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Pemberian fasilitas kredit kepada Bio Farma ini menegaskan komitmen LPEI untuk mendorong industri farmasi Indonesia agar dapat bersaing di pasar global.
     
    Dengan penandatanganan perjanjian kredit ini, LPEI dan PT Bio Farma (Persero) menciptakan sinergi yang lebih kuat dalam pengembangan industri farmasi di Indonesia, serta meningkatkan daya saing produk-produk farmasi Indonesia di pasar global. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, nilai ekspor industri farmasi dan obat bahan alam Indonesia sepanjang Januari hingga September 2024 mencapai USD639,42 juta atau Rp9,9 triliun.
     
    Penandatanganan Perjanjian Kredit dilakukan oleh Kepala Divisi Bisnis III LPEI, Nurrohmanudin dengan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Bio Farma (Persero), IGN Suharta Wijaya dan disaksikan oleh Direktur Pelaksana Bisnis, Anton Herdianto, Plt. Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis Maqin U. Norhadi, dan Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya.
    Direktur Pelaksana Bisnis LPEI, Anton Herdianto, menjelaskan Perjanjian Kredit LPEI dengan Bio Farma merupakan wujud nyata peningkatan kemandirian industri farmasi Indonesia melalui PKE Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Bio Farma memiliki peran penting dalam mendukung program vaksinasi, serta memperluas penetrasi pasar internasional yang menjadi bukti atas kualitas dan kepercayaan global terhadap produk-produk vaksinnya.
     
    “Program PKE merupakan wujud negara hadir untuk mendorong ekspor nasional dan merupakan bentuk diplomasi ekonomi Indonesia ke mancanegara secara terukur, bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri lokal agar dapat bersaing dengan negara-negara lain sehingga ekspor Indonesia bisa meningkat. Sinergi LPEI dengan Bio Farma sebagai salah satu BUMN terbesar di farmasi, merupakan langkah awal untuk mendukung kemandirian industri farmasi Indonesia,” kata Anton. 
     
     

     
    Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya mengatakan, Bio Farma sebagai produsen vaksin terbesar di Indonesia berkomitmen untuk memproduksi vaksin berkualitas tinggi dan berkontribusi pada ketahanan kesehatan nasional dan mendukung program imunisasi nasional.
     
    Bio Farma saat ini merupakan pemain global dengan menempati posisi kesembilan berdasarkan WHO global vaccine market report 2023, saat ini telah mendistribusikan vaksin ke lebih dari 160 negara di dunia. Sebagai supplier vaksin terbesar kelima melalui Badan Kesehatan Dunia (WHO).
     
    “Bio Farma memiliki kapasitas produksi 3,1 miliar dosis per tahun, dengan sekitar 52 persen dari total produksi kami diekspor. Ini menunjukkan bahwa Bio Farma tidak hanya berfokus pada pasar domestik, tetapi juga berkomitmen untuk memenuhi permintaan internasional,” kata Shadiq.
     
    Total dana PKE sebesar Rp8,7 triliun telah disalurkan LPEI untuk delapan progam PKE yang sedang berjalan, yaitu PKE Penerbangan, PKE Kawasan, PKE Pariwisata Mandalika, PKE Trade Finance, PKE UKM, PKE Alat Transportasi, PKE Destinasi Pariwisata Super Prioritas, dan PKE Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
     
    Akumulasi disbursement PKE sejak diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan (KMK) sampai dengan 30 November 2024 adalah sebesar Rp19,9 triliun dengan jumlah pelaku usaha yang memanfaatkan sebanyak 231 pelaku usaha. Adapun total new disbursement tahun 2024 per 30 November 2024 mencapai sebesar Rp 6,6 triliun atau 121 persen dari target Rp5,5 triliun.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • WHO: Lebih 1 dari 5 Orang Dewasa di Dunia Menderita Infeksi Herpes Genital – Halaman all

    WHO: Lebih 1 dari 5 Orang Dewasa di Dunia Menderita Infeksi Herpes Genital – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO ungkap sekitar 846 juta orang berusia antara 15 dan 49 tahun hidup dengan infeksi herpes genital.

    Atau, lebih dari 1 dari 5 orang dalam kelompok usia ini secara global menderita herpes genital. 

    Setidaknya 1 orang setiap detik, 42 juta orang setiap tahunnya, diperkirakan akan tertular infeksi herpes genital baru.

    Umumnya, infeksi ini tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan sedikit gejala. 

    Namun, bagi sebagian orang, infeksi ini menyebabkan luka dan lepuh pada alat kelamin yang menyakitkan dan dapat kambuh sepanjang hidup.

    Menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan dan sering kali memerlukan beberapa kali kunjungan ke dokter. 

    Menurut perkiraan, lebih dari 200 juta orang berusia 15 hingga 49 tahun menderita setidaknya satu episode gejala seperti itu pada tahun 2020.

    Studi yang diterbitkan dalam jurnal Sexually Transmitted Infections , mengatakan bahwa perawatan dan vaksin baru diperlukan untuk mengurangi efek kesehatan yang merugikan dari virus herpes dan mengendalikan penyebarannya.

    “Meskipun sebagian besar orang yang terinfeksi herpes genital hanya mengalami sedikit gejala, dengan begitu banyak infeksi, herpes genital masih menyebabkan rasa sakit dan tekanan bagi jutaan orang di seluruh dunia dan beban yang ada sudah membebani sistem kesehatan,” kata Direktur Program Global HIV, Hepatitis, dan Infeksi Menular Seksual di WHO Dr. Meg Doherty dilansir dari website resmi, Rabu (11/12/2024). 

    “Pilihan pencegahan dan pengobatan yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk mengurangi penularan herpes dan juga akan berkontribusi untuk mengurangi penularan HIV,” lanjutnya. 

    Saat ini, belum ada obat untuk herpes, meskipun pengobatan dapat meredakan gejalanya. 

    Selain luka, herpes genital juga terkadang dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk herpes neonatal. 

    Kondisi langka yang kemungkinan besar terjadi ketika seorang ibu tertular infeksi untuk pertama kalinya di akhir kehamilan dan kemudian menularkan virus ke bayinya saat melahirkan.

    Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV), yang dikenal sebagai HSV-1 dan HSV-2, yang keduanya dapat menyebabkan herpes genital. 

    Menurut perkiraan, 520 juta orang pada tahun 2020 memiliki HSV-2 genital, yang ditularkan selama aktivitas seksual. 

    Dari perspektif kesehatan masyarakat, HSV-2 genital lebih serius karena jauh lebih mungkin menyebabkan wabah berulang, mencakup sekitar 90 persen episode simtomatik, dan dikaitkan dengan peningkatan risiko tiga kali lipat tertular HIV.

    Tidak seperti HSV-2, HSV-1 terutama menyebar selama masa kanak-kanak melalui air liur atau kontak kulit ke kulit di sekitar mulut untuk menyebabkan herpes oral, dengan luka dingin atau sariawan sebagai gejala yang paling umum. 

    Namun, pada mereka yang tidak pernah terinfeksi sebelumnya, HSV-1 dapat ditularkan melalui hubungan seksual untuk menyebabkan infeksi genital pada masa remaja atau dewasa. 

    Sekitar 376 juta orang diperkirakan pernah mengalami infeksi HSV-1 genital pada tahun 2020. 

    Dari jumlah tersebut, 50 juta diperkirakan juga menderita HSV-2 karena kedua jenis tersebut dapat terjadi secara bersamaan.

    Meskipun tidak sepenuhnya efektif untuk menghentikan penyebarannya, penggunaan kondom yang benar dan konsisten mengurangi risiko penularan herpes. 

    Orang dengan gejala aktif harus menghindari hubungan seksual dengan orang lain, karena herpes paling menular saat ada luka. 

    WHO merekomendasikan agar orang dengan gejala herpes genital harus ditawarkan tes HIV dan jika perlu, profilaksis pra-pajanan untuk pencegahan HIV.

    SUMBER