NGO: Walhi

  • Klaim Kelompok JRP soal Pagar Laut Dinilai Mengada-ada, Walhi Curiga Nelayan Gadungan

    Klaim Kelompok JRP soal Pagar Laut Dinilai Mengada-ada, Walhi Curiga Nelayan Gadungan

    GELORA.CO – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Mukri Fitriana menilai alasan kelompok nelayan mengatasnamakan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) soal pembangunan pagar laut di Tangerang, Banten, untuk mencegah abrasi hingga tsunami adalah mengada-ada. Menurut Mukri, nelayan murni semestinya lebih memahami bagaimana cara mencegah abrasi tersebut.

    “Namanya klaim ya nggak apa-apa. tapi kan ini, gampang aja lah ngeceknya. Kalau dia nelayan murni, dia understand yang namanya cara mencegah laut, sampai jangan naik ke darat nanti bukan dengan cara itu. Dia (JRP) pasang pagar di tengah laut. Kan ngarang-ngarang saja itu. Ya biar saja walaupun dia ngarang. Nelayan yang asli itu paham,” kata Mukri saat dihubungi Inilah.com, Jakarta Minggu (12/1/2025).

    Sepengamatan Walhi, Mukri menambahkan, buntut pemasangan pagar ini mengakibatkan kerugian bagi nelayan kecil. Sayangnya, dia belum bisa menyebut akumulatif kerugian nelayan yang terdampak itu.

    “Karena kan biasanya masyarakat, nelayan kecil terutama ya, itu enggak pernah menghitung juga. Karena mereka yang jangkauannya hanya batas 5 mil. Katanya ini kesulitan pendapatan, karena kalau, boro-boro hasil gitu ya. Buat BBM-nya saja nambah,” ucap Mukri.

    Sebelumnya, nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, Banten, mengklaim pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer yang terbentang di laut Tangerang dibangun sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi.

    Koordinator JRP, Sandi Martapraja di Tangerang, Sabtu (11/1/2025), mengatakan jika pagar laut yang kini ramai diperbincangkan di publik adalah tanggul yang dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya.

    “Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi,” ujarnya.

    Menurutnya, tanggul laut dengan struktur fisik yang memiliki fungsi cukup penting dalam menahan terjadinya potensi bencana seperti abrasi. Pertama, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur.

    “Kedua, mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. Kemudian mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami,” kata Sandi.

    Kuasa hukum pengembang PSN PIK 2 Muannas Alaidid juga menyampaikan bantahan senada. Menurutnya tujuan warga memasang pagar laut di daerah pesisir, untuk menahan ombak dan mencegah abrasi atau banjir rob. Selain itu, pagar laut biasanya juga dibangun untuk menahan sampah laut atau buat keramba ikan nelayan.

    “itu hanyalah tanggul laut biasa yang terbuat dari bambu, yang dibuat dari inisiatif dan hasil swadaya masyarakat yang kami dengar. Bisa jadi pembatas, karena ada warga yang kebetulan punya tanah di pesisir, abis kena abrasi. Yang pasti bukan PIK (yang bangun),” ujar dia.

    Kesaksian Warga Desa Kronjo

    Warga sekaligus nelayan Desa Kronjo, Tangerang, Heru Mapunca mengatakan hal yang berbeda. Pria berusia 47 tahun ini mengaku pernah bertemu dengan pelaku pemasangan pagar laut. Dia menuturkan, pemasangan dilakukan pada malam hari. Kala itu, dia melihat lima unit mobil truk sedang konvoi membawa muatan bambu menuju Pulau Cangkir. Karena penasaran Heru mengecek ke lokasi pada keesokan harinya, dia kaget ada sejumlah tukang yang sedang sibuk memilah bambu.

    Dia menambahkan, para tukang misterius itu berjumlah 10 orang. Dalam melancarakan aksi pemasangan pagar laut, menggunakan 3 perahu. “Oh banyak, 10 orang (tukang). 3 perahu kalau enggak salah. Hebat pemborongnya laut saja diuruk, dipager-pager gitu,” ujarnya, saat ditemui Kamis (9/1/2025).

    Heru pun bertanya kepada salah satu tukang dan akhirnya dia mengetahui bahwa pagar laut tersebut merupakan proyek garapan Agung Sedayu. “Mang ini bambu buat apa?” tanya Heru kepada tukang tersebut yang dijawab, “Mau buat pagar di laut.”

    “Ini proyek siapa?” tanya Heru lagi, kemudian dijawab si tukang, “Agung Sedayu.”

    Secara terpisah, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR PTR) Ahmad Khozinudin membeberkan, pemasangan pagar ini melibatkan warga sekitar Dia menyatakan, dalam proses pengembangan PSN PIK 2, Aguan memiliki orang kepercayaan bernama Ali Hanafiah Lijaya.

    Lalu, Ali mempunyai orang kepercayaan lagi bernama Gojali alias Engcun, yang kemudian memberi perintah ke Memet warga Desa Lemo, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang untuk mengeksekusi proyek pemagaran laut. Khozinudin menyebutkan sosok Gojali alias Engcun ini terkenal di kalangan korban perampasan tanah.

    “Gojali bersama Ali Hanafiah Lijaya, saat ini menghilang dari peredaran. Engcun kabarnya ngumpet di Subang, sedangkan Ali Hanafiah Lijaya tak diketahui ada di mana,” ujarnya kepada Inilah.com di Jakarta, Jumat (10/1/2025).

  • Walhi Menduga Ada Setoran dalam Pemasangan Pagar Laut

    Walhi Menduga Ada Setoran dalam Pemasangan Pagar Laut

    GELORA.CO – Pemasangan pagar laut di Tangerang, Banten, yang terkesan ada pembiaran memunculkan dugaan ada setoran ke pemerintah setempat. 

    Pasalnya, bagaimana bisa pemerintah setempat tidak tahu ada pihak yang dengan sengaja memasang pagar di laut dengan panjang mencapai 30 km.

    “Dari pusat sampai daerah, diduga sudah dapat, tapi ya enggak tahu yang baru ini dapat langsung atau via timses,” kata Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur Walhi Nasional, Dwi Sawung, saat dihubungi RMOL, Sabtu, 11 Januari 2025.

    Dwi Sawung pun menyayangkan lambannya sikap pemda, yang baru bertindak setelah kasus ini menjadi viral.

    Padahal, sektor perikanan dalam hal ini nelayan yang sehari-hari melintas di area tersebut sangat terdampak.

    “Kami melihatnya memang pembiaran, sudah sering keluhan nelayan di perairan Teluk Jakarta sampai Teluk Naga (Kab Tangerang) soal pembangunan pesisir diabaikan. Sebenarnya sudah tahu juga itu pengembang yang mensubkontrakkan pemasangan cerucuk di pesisir,” papar Dwi Sawung.

    Di sisi lain, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akhirnya menghentikan kegiatan pemagaran laut tanpa izin di Tangerang, Banten, yang sebelumnya viral di media sosial.

    Kegiatan pemagaran ini diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) serta berada di dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang menimbulkan kerugian bagi nelayan dan berpotensi merusak ekosistem pesisir.

    Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, segala kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki izin dasar dan berpotensi merusak keanekaragaman hayati serta menyebabkan perubahan fungsi ruang laut seperti pemagaran laut ini harus segera dihentikan.

    Pasalnya, hal ini tidak sesuai dengan praktik internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) dan mampu mengancam keberlanjutan ekologi.

  • Walhi Jabar Soroti Privatisasi Mata Air Cihampelas oleh PDAM dan PT Kreasi Papan di Cileunyi Bandung

    Walhi Jabar Soroti Privatisasi Mata Air Cihampelas oleh PDAM dan PT Kreasi Papan di Cileunyi Bandung

    JABAR EKSPRES – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, menyoroti privatisasi mata air Cihampelas yang dilakukan dua perusahaan secara berlebihan di wilayah Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung.

    Lebih parahnya, mata air Cihampelas tersebut bahkan diduga dikomersilkan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Cinunuk, sehingga merugikan masyarakat setempat.

    Bagimana tidak, melalui informasi yang dihimpun Jabar Ekspres, mata air Cihampelas diduga telah dikomersilkan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Cinunuk dan pemilik tanah kepada perusahaan.

    Mata air yang menurut warga setempat memiliki nilai sejarah itu, selama berpuluh-puluh tahun bahkan telah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat untuk dua desa, yakni Desa Cinunuk dan Desa Ciherang.

    BACA JUGA: Pemdes Cinunuk Bandung Diduga Komersilkan Mata Air Cihampelas ke Perusahaan, Warga Merasa Terintimidasi

    Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang mengatakan, pihaknya menduga proses perencanaan kegiatan dan permohonan kelengkapan perizinan bagi dua perusahaan, baik PDAM maupun PT Kreasi Papan tidak dilakukan secara partispatif dan transparan.

    “Hal itu terkonformasi oleh kehadiran warga kepada pihak Walhi Jabar, jawaban mereka tidak pernah ada undangan serta sosialisasi yang melibatkan masyarakat,” katanya kepada Jabar Ekspres, Kamis (9/1).

    Wahyudin memaparkan, selain tidak ada keterbukaan terkait perizinan kedua perusahaan tersebut, upaya warga dalam memperjuangkan mata air Cihampelas malah mendapat tekanan dan intimidasi yang berujung kriminalisasi.

    “Intimidasi pada tahun 2019, satu orang warga di penjarakan karena menyampaikan keberatan, ketika lahan pesawahannya tidak lagi terairi oleh mata air yang telah di ambil alih perusahaan,” paparnya.

    BACA JUGA: Selain Bacok Istri hingga Kritis, Suami di Bogor ini Kerap Bawa Wanita Lain ke Rumah

    Wahyudin menambahkan, dugaan lain mengenai pengambilan air yang dilakukan oleh dua perusahaan tersebut, dinilai privatisasinya secara berlebihan.

    Oleh sebab itu, Walhi Jabar meminta kepada Bupati Bandung, Dadang Supriatna untuk sagara dapat melakukan mediasi, mengenai privatisasi mata air Cihampelas.

    “Salah satu tujuannya yaitu mencari solusi yang tepat dan mengembalikan fungsi mata air, yang berpuluh tahun sudah digunakan warga dari dua desa,” beber Wahyudin.

  • Pemdes Cinunuk Bandung Diduga Komersilkan Mata Air Cihampelas ke Perusahaan, Warga Merasa Terintimidasi

    Pemdes Cinunuk Bandung Diduga Komersilkan Mata Air Cihampelas ke Perusahaan, Warga Merasa Terintimidasi

    JABAR EKSPRES – Mata air Cihampelas yang berlokasi di wilayah Kampung Cibolerang, Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung diduga dikomersilkan.

    Melalui informasi yang dihimpun Jabar Ekspres, mata air Cihampelas diduga telah dikomersilkan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Cinunuk dan pemilik tanah kepada perusahaan.

    Mata air yang menurut warga setempat memiliki nilai sejarah itu, selama berpuluh-puluh tahun bahkan telah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat untuk dua desa, yakni Desa Cinunuk dan Desa Ciherang.

    BACA JUGA: ODF Kabupaten Bogor Tak Sesuai Fakta Lapangan, Masalah Sanitasi Belum Sepenuhnya Teratasi

    Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Wahyudin Iwang mengatakan, pihaknya telah menerima pengaduan warga Desa Cinunuk terkait mata air Cihampelas yang dikomersilkan tersebut.

    “Kami merespon pengaduan warga Desa Cinunuk pada tanggal 7 Januari (2025) di kantor Walhi, mereka datang didampingi lembaga LKBHMI (Lembaga Kajian Bantuan Hukum Mahasiswa Islam),” katanya kepada Jabar Ekspres, Kamis (9/1).

    Wahyudin menerangkan, mata air Cihampelas memiliki nilai sejarah penting, sebab tepat di lokasi terdapat tujuh mata air yang telah mengairi pertanian warga sekiranya 30 sampai 40 tahun lamanya.

    BACA JUGA: Sidang PHPU, Paslon HADE Minta Pilkada Bandung Barat Diulang

    Satu tahun sekali warga sering melakukan kegiatan yang biasa dinamakan Ngaruat Lemah Cai, sebagai wujud terima kasih mereka karena sudah memberikan kesuburan air yang dimanfaatkan selama turun-temurun.

    Bentuk lainnya adalah upaya warga dalam rangka menjaga dan melindungi mata air yang telah menghidupi masyarakat untuk dua desa.

    “Secara kepemilikan tanah yang terdapat di dalamnya, mata air menurut keterangan warga adalah lahan warisan yang bentuk legalitas tanahnya di sebut SEGEL,” terangnya.

    BACA JUGA: Kapan One Piece 1136 Tayang? Ini Prediksinya

    Wahyudin memaparkan, oleh sebab itu lokasi yang telah berpindah kepada perusahaan adalah tanah warisan yang sudah dilepas oleh keluarga Wiratma.

    Menurutnya, Pemdes Cinunuk seharusnya mengambil sikap untuk mempertahankan agar mata air tersebut tidak diprivatisasi oleh perusahaan.

    “Peluang anggarannya ada bisa menggunakan ADD (Anggaran Dana Desa) atau anggaran P4D (Program Percepatan Pemerataan Pembangunan Daerah), untuk menyelamatkan mata air tersebut agar tidak berpindah kepada pihak lain,” paparnya.

  • Bahaya Sampah Organik dari Program Makan Bergizi Gratis, Jika Ditumpuk di TPA Bisa Sebabkan Kebakaran hingga Cemari Air Tanah

    Bahaya Sampah Organik dari Program Makan Bergizi Gratis, Jika Ditumpuk di TPA Bisa Sebabkan Kebakaran hingga Cemari Air Tanah

    FAJAR.CO.ID,MAKASSAR — Makan Bergizi Gratis (MBG) telah berlangsung. Namun program yang diharapkan memberi gizi pada anak usia sekolah dan ibu hamil itu, dikhawatirkan dalam aspek lingkungan.

    MBG dimulai sejak Senin, 6 Januari 2025. Menyasar sekitar 600.000 orang di 26 provinsi di Indonesia.

    Salah satu daerah pelaksanannya di Makassar. Menyasar 10 ribu dari 198 ribu siswa mulai Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

    Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyoroti pelaksanaannya. Menurut mereka, masih banyak yang perlu dibenahi, salah satunya sisa makanan atau food waste.

    “Sisa makanan atau food waste bisa menambah timbulan sampah di kota Makassar,” kata Nurul Fadli Gaffar dari WALHI Sulsel kepada fajar.co.id, Rabu (8/1/2025).

    Ia khawatir, jika sampah organik sisa MBG hanya berakhir ditumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pasalnya, kata dia, TPA yang ada di Makassar, TPA Tamangapa saat ini sudah didominasi sampah organik.

    “Saat ini sampah organik di TPA Tamangapa diketahui berkontribusi sebesar 56% dari total timbulan sampah yang ada, sehingga ini juga bisa mempersulit proses daur ulang sampah non organik karena tercampur di tempat penampungan yang sama,” jelasnya.

    “Ini juga bisa berbahaya ketika terjadi pembakaran gas metana di TPA akibat menumpuknya sampah organik dan non organik,” tambahnya.

    Apalagi, kata dia, di TPA Tamangapa menggunakan sistem penumpukan atau open dumping. Itu, akan menyebabkan berbagai persoalan lingkungan.

    “Karena posisi TPA juga yang saat ini masih open dumping, jadi bukan hanya berpotensi menyebabkan kebakaran, tapi juga berpotensi mencemari air dari hasil air lindi (cairan) sampah organik,” terangnya.

  • Sampah Pasar Gedebage, Ini Respon DLH dan Kritik dari WALHI

    Sampah Pasar Gedebage, Ini Respon DLH dan Kritik dari WALHI

    JABAR EKSPRES – Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, Dudy Prayudi, yang ditemui terkait keluhan pedagang, menyatakan kawasan Pasar Induk Gedebage sudah memiliki pengelola yang bertanggung jawab atas kebersihan dan pengelolaan sampah, yaitu Perumda Pasar dan PT Ginanjar. “Tugas mereka untuk menyelesaikan sampah,” kata Dudy saat ditemui Jabar Ekspres baru-baru ini.

    Dirinya menekankan posisi DLH sebagai pihak yang hanya memberikan dukungan kepada pengelola pasar, bukan sebagai entitas yang menangani langsung masalah kebersihan di kawasan tersebut.

    Adapun dirinya mengaku sudah menerima surat dari pedagang Pasar Gedebage. Dirinya memberikan tanggapan terhadap surat yang disampaikan oleh massa aksi, yakni terkait masalah sampah dan kebersihan yang selama ini mengganggu mereka.

    Dudy menegaskan bahwa kawasan Pasar Induk Gedebage adalah kawasan yang sudah memiliki pengelola, yaitu Perumda Pasar dan PT Ginanjar, yang bertanggung jawab penuh terhadap kebersihan dan pengelolaan sampah di pasar tersebut.

    “Sudah sampai dan kawasan Pasar Induk Gedebage ini adalah kawasan berpengelola. Ini kawasan yang bertanggung jawab baik itu Perumda Pasar maupun PT Ginanjar yang ditunjuk sebagai pengelola di situ. Jadi tugasnya ada di mereka untuk menyelesaikan sampah,” tegas Dudy, menjelaskan posisi DLH Kota Bandung dalam masalah tersebut.

    BACA JUGA:Saling Menuding Masalah Sampah Pasar Induk Gedebage

    Dudy juga menambahkan bahwa tugas DLH adalah memfasilitasi dan memberikan dukungan kepada pengelola kawasan apabila diperlukan. “Tugas kami memfasilitasi mana kala ada hal yang perlu dukungan dari pemerintah,” tambahnya.

    Dia menjelaskan bahwa DLH berfungsi sebagai pendukung, bukan sebagai pihak yang secara langsung menangani masalah kebersihan di pasar yang sudah memiliki pengelola. Menurutnya, pemerintah kota melalui arahan dari Pj Wali Kota itu, sudah memberikan petunjuk yang jelas kepada pengelola kawasan.

    “Kita dan juga Pak Pj Wali Kota sudah memberi arahan kepada pengelola kawasan, terutama ke Perumda Pasar, untuk bisa menyelesaikan persoalan di Pasar Induk Gedebage ini. Yang jelas arahan sudah disampaikan, mungkin mereka sedang berproses,” ujar Dudy.

  • Pantai Sanglen Ditutup Keraton, Begini Tanggapan Bupati Gunungkidul

    Pantai Sanglen Ditutup Keraton, Begini Tanggapan Bupati Gunungkidul

    Liputan6.com, Gunungkidul – Langkah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menutup kawasan Pantai Sanglen di Gunungkidul guna pembangunan Resort Obelix Beach terus mengundang perhatian publik. Setelah mendapatkan kritik dari warga dan aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jogja, kini giliran Bupati Gunungkidul, Sunaryanta, yang angkat bicara. Dalam keterangan di Playen, Gunungkidul, akhir pekan lalu, Sunaryanta mengaku tidak mengetahui motivasi Keraton mengambil langkah tersebut. “Saya tidak tahu motivasinya,” ungkapnya singkat.

    Ia juga mengaku minim informasi terkait situasi di lapangan, dan mempersilakan wartawan untuk bertanya langsung kepada Kapolres Gunungkidul AKBP Ary Murtini yang kebetulan turut hadir di lokasi. “Silakan tanyakan ke Bu Kapolres,” elaknya.

    Rencana pembangunan Resort Obelix Beach melibatkan pemanfaatan tanah kasultanan (sultanaat grond/SG) seluas 3 hektare dan tanah kas desa (TKD) Kalurahan Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul, dengan luas yang sama. PT Biru Bianti Indonesia sebagai investor telah mendapatkan izin (serat palilah) dari Penghageng Kawedanan Panitikisma Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sementara itu, izin pemanfaatan TKD sedang dalam proses di Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY. 

    Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Gunungkidul, Fajar Ridwan, menyebutkan bahwa rekomendasi bupati Gunungkidul untuk pemanfaatan TKD telah dikeluarkan. Izin ini kemudian diteruskan ke Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY untuk mendapatkan persetujuan dari kasultanan dan Gubernur DIY.

    Ketua DPRD Gunungkidul periode 2004-2009, Slamet, menyatakan bahwa pemanfaatan tanah kasultanan dan TKD untuk pembangunan resort bertentangan dengan regulasi yang ada. Slamet mengutip Perdais No. 1 Tahun 2017 dan Pergub DIY No. 24 Tahun 2024, yang menegaskan bahwa tanah kasultanan dan TKD hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengembangan kebudayaan, sosial, dan kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan, pelatihan, pasar tradisional, dan pos pelayanan kesehatan. “Tidak ada aturan yang memperbolehkan pembangunan hotel atau resort di tanah ini,” tegas Slamet.

    Ia juga mempertanyakan legalitas pembangunan Resort Obelix Beach yang akan memanfaatkan TKD Kalurahan Kemadang, mengingat Pasal 9 ayat (3) Pergub DIY No. 24 Tahun 2024 melarang penggunaan tanah desa untuk pembangunan hotel, villa, atau sejenisnya.

    Sementara itu, Penghageng II Kawedanan Panitikisma Kasultanan Ngayogyakarta, KRT Suryo Satrianto, menegaskan bahwa kawasan Pantai Sanglen tidak ditutup sepenuhnya. “Pantai Sanglen masih dapat diakses dari sisi barat,” ujarnya melalui pernyataan tertulis.

    Menurutnya, langkah penutupan sebagian akses dilakukan untuk mencegah pembangunan liar yang sudah terjadi di kawasan tersebut. Keputusan ini sudah melalui kesepakatan antara kasultanan, Kalurahan Kemadang, dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pantai Sanglen. Ia juga menjelaskan bahwa pembangunan Resort Obelix Beach masih menunggu persetujuan gubernur terkait pemanfaatan tanah kalurahan. “Kami ingin memastikan semua proses berjalan sesuai regulasi,” kata Gusti Suryo.

    Ia menambahkan bahwa, penyerobotan tanah yang dilakukan beberapa pihak sebelumnya menjadi salah satu alasan utama penutupan sebagian akses Pantai Sanglen.

  • Poin-poin Wacana Pemerintah Ubah 20 Juta Ha Hutan Jadi Lahan Pangan

    Poin-poin Wacana Pemerintah Ubah 20 Juta Ha Hutan Jadi Lahan Pangan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah berencana menyulap seluas 20 juta hektare (ha) hutan menjadi lahan untuk pangan, energi, dan air.

    Hal ini diungkapkan oleh Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni usai rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (30/12).

    Menurutnya, rencana itu guna memanfaatkan lahan hutan cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi, dan air.

    Ketahanan pangan, energi, dan air sejatinya memang menjadi salah satu misi pemerintah Presiden Prabowo Subianto yang dimuat dalam 8 misinya yang diberi nama Asta Cita.

    Berikut poin-poin wacana pemerintah ubah 20 juta ha hutan menjadi lahan pangan dan energi:

    Kemenhut jadi penyedia lahan untuk swasembada pangan dan energi

    Raja Juli menyatakan rencana tersebut menjadi dukungan langsung bagi program swasembada pangan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan swasembada energi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    Meskipun tugas utama swasembada pangan dan energi tetap berada di Kementan dan ESDM, Kementerian Kehutanan akan berperan sebagai penyedia lahan untuk program ini.

    “Kami sudah mengidentifikasi 20 juta hektare hutan yang bisa dimanfaatkan untuk cadangan pangan, energi, dan air,” ujar dia.

    Dalam pembicaraan informal bersama Presiden Prabowo Subianto serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, ia menyebut salah satu fokus utama salah satunya budidaya padi gogo atau padi yang dapat tumbuh di lahan kering.

    Raja Juli memperkirakan ada potensi sekitar 1,1 juta ha lahan yang bisa menghasilkan hingga 3,5 juta ton beras per tahun. Jumlah tersebut, katanya, setara dengan total impor beras Indonesia pada 2023.

    Selain itu, pemerintah juga berencana menanam pohon aren sebagai sumber bioetanol.

    “Satu hektare aren mampu menghasilkan 24 ribu kilo liter bioetanol. Jika kita menanam 1,5 juta hektare aren, kita bisa menghasilkan 24 juta kiloliter bioetanol, yang dapat menggantikan impor BBM sebesar 26 juta kiloliter,” jelas dia.

    Raja Juli mengatakan konsep ini akan mendukung ketahanan pangan nasional dengan memperluas food estate hingga ke tingkat desa.

    “Ini bukan hanya food estate besar, tapi juga lumbung pangan kecil di kabupaten, kecamatan, bahkan desa,” katanya.

    Respons Kementerian ESDM

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung irit bicara soal wacana membabat hutan demi mengejar target swasembada pangan dan energi tersebut.

    “Itu (lahan untuk swasembada energi yang akan dikelola ESDM) masih dikonsolidasikan,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (3/1).

    “Kita (Kementerian ESDM) belum dapat (bagian dari 20 juta ha hutan yang akan dibabat),” tegas Yuliot.

    Dirinya juga belum mengetahui pihaknya akan mengelola lahan di daerah mana saja. Ia menegaskan ESDM belum mendapatkan konfirmasi dari Kementerian Kehutanan.

    Lanjut ke sebelah…

    Kritik keras organisasi lingkungan

    Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Uli Arta Siagian mengkritik rencana pengubahan 20 juta lahan hutan menjadi lahan pangan dan energi.

    Uli mengatakan kebijakan itu justru bakal menimbulkan kerugian ekologis. Menurutnya, penggundulan hutan bakal melepaskan emisi dalam skala sangat besar yang berujung kekeringan, pemanasan global, gagal panen, dan zoonosis.

    “Akan menjadi proyek legalisasi deforestasi yang memicu kiamat ekologis. Lingkungan dan keselamatan rakyat Indonesia akan dipertaruhkan,” kata Uli kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/1).

    Dampak lainnya adalah warga-warga di sekitar hutan akan tergusur. Ia pun khawatir konflik agraria timbul diikuti dengan kekerasan dan kriminalisasi pembebasan lahan.

    Uli mengingatkan saat ini sudah ada 33 juta hektare hutan dibebani izin di sektor kehutanan. Lalu 4,5 juta hektare konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Selain itu, 7,3 juta hektare hutan sudah dilepaskan, sekitar 70 persennya untuk perkebunan sawit.

    “Narasi pemerintah untuk memastikan swasembada pangan dan energi hanya sebagai tempelan untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar-besaran kepada korporasi dan untuk memastikan bisnis pangan dan energi bisa terus membesar serta meluas,” ucapnya.

    Pakar jelaskan dampaknya

    Guru Besar IPB University Herry Purnomo menjelaskan alih fungsi hutan menjadi lumbung pangan dan energi tentu memiliki dampak, salah satunya berkurangnya stok karbon yang menyebabkan peningkatan emisi karbon ke atmosfer.

    Selain itu, deforestasi juga akan memberikan dampak pada keanekaragaman hayati yang ada di kawasan tersebut. Herry menyebut hutan dibentuk oleh pohon yang beragam, kontras dengan pertanian yang biasanya monokultur.

    Keanekaragaman tumbuhan tersebut nantinya juga berdampak pada fauna yang tinggal dalam ekosistem hutan.

    “Itu dari segi biodiversitas akan berkurang drastis. Orang utan kan enggak bisa hidup di padi ya. Orang utan enggak punya rice cooker buat masak-masak,” ujar Herry kepada CNNIndonesia.com, Jumat (3/1).

    Alih fungsi lahan hutan menjadi pertanian juga disebut akan mengurangi kemampuan tanah untuk menahan air, penyerbukan, hingga pengendalian hama dan penyakit.

    Ilmuwan senior CIFOR-ICRAF ini mengatakan hutan dan pertanian harus seimbang, karena keduanya sama-sama dibutuhkan. Namun, ia menyarankan intensifikasi sebagai solusi kebutuhan pangan, bukan malah ekstensifikasi.

  • Walhi soal Menhut Ubah 20 Juta Ha Hutan untuk Pangan-Energi: Kiamat

    Walhi soal Menhut Ubah 20 Juta Ha Hutan untuk Pangan-Energi: Kiamat

    Jakarta, CNN Indonesia

    Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Uli Arta Siagian mengkritik rencana pemerintah mengubah 20 juta hektare hutan menjadi lahan pangan dan energi.

    Uli mengatakan kebijakan itu justru bakal menimbulkan kerugian ekologis. Menurutnya, penggundulan hutan bakal melepaskan emisi dalam skala sangat besar yang berujung kekeringan, pemanasan global, gagal panen, dan zoonosis.

    “Akan menjadi proyek legalisasi deforestasi yang memicu kiamat ekologis. Lingkungan dan keselamatan rakyat Indonesia akan dipertaruhkan,” kata Uli kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/1).

    Dampak lainnya adalah warga-warga di sekitar hutan akan tergusur. Ia juga mengkhawatirkan konflik agraria timbul diikuti dengan kekerasan dan kriminalisasi pembebasan lahan.

    Uli mengingatkan saat ini sudah ada 33 juta hektare hutan dibebani izin di sektor kehutanan. Lalu 4,5 juta hektare konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Selain itu, 7,3 juta hektare hutan sudah dilepaskan, sekitar 70 persennya untuk perkebunan sawit.

    “Narasi pemerintah untuk memastikan swasembada pangan dan energi hanya sebagai tempelan untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar-besaran kepada korporasi dan untuk memastikan bisnis pangan dan energi bisa terus membesar serta meluas,” ucapnya.

    Sebelumnya, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengungkap rencana pengalihan lahan hutan. Dia menyebut 20 juta hektare hutan akan digunakan menjadi cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi, dan air.

    “Kami sudah mengidentifikasi 20 juta hektare hutan yang bisa dimanfaatkan untuk cadangan pangan, energi, dan air,” kata Raja Juli usai rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (30/12).

    (dhf/agt)

  • Profil AKBP Arief Mukti Kapolres Solok Selatan yang Dimutasi, Pernah Dituding Bekingi Tambang Ilegal – Halaman all

    Profil AKBP Arief Mukti Kapolres Solok Selatan yang Dimutasi, Pernah Dituding Bekingi Tambang Ilegal – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut profil AKBP Arief Mukti, Kapolres Solok Selatan yang dimutasi dari jabatannya.

    Rotasi jabatan dilakukan Kapolri Listyo Sigit Prabowo lewat Surat Telegram Kapolri Nomor ST/2776/XII/KEP/2024 tertanggal 29 Desember 2024.

    Satu di antara yang kena rotasi adalah AKBP Arief Mukti yang menjabat Kapolres Solok Selatan, Polda Sumatera Barat.

    “AKBP Arief Mukti Surya Adhi Sabhara Kapolres Solok Selatan Polda Sumbar dimutasikan sebagai Pamen Stamaops Polri,” demikian tertulis dalam Surat Telegram Kapolri, dikutip TribunPadang.com, Senin (30/12/2024).

    Nama AKBP Arief Mukti sebelumnya menjadi bahan perbincangan publik karena dituding menjadi beking tambang ilegal.

    Semua tidak lepas dari kasus Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar tembak mati Kasat Reskrim Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshari.

    Disebutkan kasus polisi tembak polisi dilatarbelakangi tambang ilegal.

    Adapun tudingan AKBP Arief Mukti menjadi baking tambang ilegal datang dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Barat pada awal Desember 2024 kemarin.

    Direktur Eksekutif WALHI Sumbar, Wengki Purwanto menduga yang bersangkutan menerima uang dari beroperasinya tambang ilegal.

    “Ternyata Kapolres (Solok Selatan) disebut menerima aliran dana tambang ilegal per bulan itu Rp 600 juta per bulan dari 20 unit alat berat, dan dari tambang-tambang lain yang disebut tambang tradisional,” ujar Wengki, dikutip dari TribunPadang.com.

    Oleh karenanya, WALHI mendesak agar dilakukan pemeriksaan terhadap AKBP Arief Mukti.

    Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sumbar Kombes Pol Dwi Sulistyawan menegaskan, pihaknya sudah mengambil langkah dengan mendalami keterlibatan yang bersangkutan.

    “Masih didalami,” ujarnya.

    Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, AKBP Arief Mukti merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2001.

    Dalam pendidikan tingginya, ia telah berhasil menyelesaikan studi S-2 Magister Kajian Ilmu Kepolisian di Universitas Airlangga.

    Karier AKBP Arief Mukti sudah cukup malang melintang di dalam kepolisian tanah air.

    Sejumlah jabatan strategis di Korps Bhayangkara sudah pernah diembannya.

    Ia tercatat pernah bertugas di Polres Lamongan.

    Pada tahun 2015, AKBP Arief Mukti dipercaya untuk menduduki posisi sebagai Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Lamongan.

    Setelah itu, Arief Mukti diangkat untuk mengisi kursi jabatan posisi sebagai Wakapolres Lamongan pada tahun 2017.

    Semenjak itu, karier AKBP Arief Mukti Surya Adhi Sabhara makin melesat.

    Pada tahun 2020, ia sempat dipercaya untuk menjabat posisi sebagai Kasubdit Dalmas Polda Jatim.

    Barulah setelah itu ia dimutasi ke Polda Sumbar pada tahun 2021.

    Saat itu, AKBP Arief Mukti dipercaya untuk mengemban jabatan sebagai Kasubdit I Ditreskrimsus Polda Sumbar.

    Pada Juni 2022, AKBP Arief Mukti mendapat kepercayaan untuk menduduki posisi jabatan sebagai Kapolres Solok Selatan.

    Rekam jejak karier AKBP Arief Mukti sebagai Kapolres Solok Selatan pun tak main-main.

    Ia pernah mengungkap kasus peredaran obat terlarang narkoba jenis sabu seberat 32,61 gram dan ganja seberat 479 gram pada tahun 2024.

    Saat itu, Polres Solok Selatan di bawah komando AKBP Arief Mukti juga menangkap 23 orang yang terkait dengan kasus narkoba tersebut.

    Kini, ia dimutasi sebagai Pamen Stamaops Polri per 29 Desember 2024.

    Sementara kursi Kapolres Solok Selatan diduduki oleh AKBP M. Faisal Perdana, sebelumnya menjabat sebagai Analis Kebijakan Muda Bidpropam Polda Sumbar (penugasan pada Kompolnas).

    AKBP Arief Mukti Surya Adhi Sabhara, S.H., S.I.K., M.Si. (Dok. Humas Polres Solok Selatan)

    AKBP Arief Mukti diketahui memiliki kekayaan sebesar Rp 2,9 miliar yang dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Komisi Pemberantasan Korupsi (LHKPN KPK) pada 8 Maret 2024.

    Harta kekayaannya didominasi berupa aset tanah di Kota Surabaya senilai Rp 2,5 miliar.

    AKBP Arief Mukti juga memiliki dua kendaraan roda empat senilai Rp 890.000.000

    Jumlah kekayaannya harus dikurangi lantaran memiliki utang sebesar Rp 469 juta.

    Berikut daftar lengkap rincian harta kekayaan milik AKBP Arief Mukti:

    Tanah Dan Bangunan Rp. 2.500.000.000

    1. Tanah Dan Bangunan Seluas 150 M2/178 M2 Di Kab / Kota Kota Surabaya , Hasil Sendiri Rp. 2.500.000.000

    Alat Transportasi Dan Mesin Rp. 890.000.000

    1. Mobil, Mitsubishi Pajero Sport 2.4l Dakar Ultimate Tahun 2022, Hasil Sendiri Rp. 690.000.000

    2. Mobil, Jeep Cj7 Tahun 1982, Hasil Sendiri Rp. 200.000.000

    Harta Bergerak Lainnya Rp. —-

    Surat Berharga Rp. —-

    Kas Dan Setara Kas Rp. 10.000.000

    Harta Lainnya Rp. —-

    Utang Rp. 469.000.000

    Total Harta Kekayaan Rp. 2.931.000.000

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunPadang.com dengan judul Kapolres Diduga Terlibat Praktik Beking Tambang di Solok Selatan, Polda Sumbar: Masih Didalami

    (Tribunnews.com/Endra/Rakli Almughni)(TribunPadang.com/Wahyu Bahar)