NGO: Survei Indikator

  • Merawat nasionalisme melalui pendidikan dan kebudayaan

    Merawat nasionalisme melalui pendidikan dan kebudayaan

    Jakarta (ANTARA) – Usia kemerdekaan Indonesia sudah memasuki tahun ke-80. Sebagai warga negara, momen ini merupakan saat yang tepat merefleksikan apa yang dapat kita berikan kepada Indonesia dalam membangun rasa nasionalisme di tengah kemajuan era digital dan AI?

    Salah satu bentuk refleksi tersebut adalah merawat nasionalisme melalui pemajuan bidang pendidikan dan kebudayaan.

    Di tengah pesatnya kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI), dunia pendidikan dan kebudayaan kita menghadapi tantangan serius. Kemudahan akses informasi memang mempercepat penyebaran pengetahuan, tetapi juga membawa dampak negatif: menurunnya kualitas literasi kritis, memudarnya arah pendidikan karakter, serta melemahnya semangat nasionalisme di kalangan generasi muda.

    Data-data yang ada mengisyaratkan bahaya yang tidak bisa diabaikan. Laporan Programme for International Student Assessment (PISA) –program penilaian internasional yang diselenggarakan oleh OECD– pada 2022 menunjukkan skor literasi membaca dan matematika siswa Indonesia turun drastis.

    Untuk pengetahuan matematika, Indonesia mendapat skor 366 poin. Skor membaca mendapat skor 359 dan sains dengan skor 383 poin. Penilaian terendah adalah pada domain membaca. Hal ini menggambarkan ketertinggalan daya saing bibit generasi nasional saat ini.

    Sejumlah negara tetangga berhasil mendapatkan skor PISA rata-rata lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Misalnya saja, Singapura dengan rata-rata skor PISA 560, Korea Selatan dengan poin 523. Skor negara Vietnam, Malaysia dan Thailand mendapat skor lebih baik dari Indonesia.

    Senada dengan itu, hasil survei Indikator Politik Indonesia pada 2023 menunjukkan bahwa sekitar 24 persen anak muda merasa nasionalisme sudah tidak lagi relevan di era globalisasi.

    Bagi sebagian generasi muda yang lebih terhubung dengan komunitas global melalui media sosial, pendidikan internasional, dan tren budaya popular, nilai-nilai nasional seperti cinta tanah air, simbol-simbol kebangsaan, dan semangat kolektif sudah ketinggalan zaman.

    Ini adalah sinyal peringatan serius yang perlu segera direspons.

    Di era digital yang dibanjiri algoritma personalisasi, anak-anak dan remaja kita lebih banyak “dididik” oleh konten media sosial ketimbang oleh guru dan orang tua. AI menawarkan jawaban cepat, tetapi tidak mengajarkan makna, konteks, dan tanggung jawab.

    Dampaknya, pendidikan tidak lagi membentuk manusia seutuhnya, melainkan mencetak generasi yang cepat tahu namun dangkal (superficial) dalam pemahaman dan empati.

    Hakekat Pendidikan

    Para filsuf pendidikan telah lama mengingatkan kita akan hal ini. Paulo Freire mendefinisikan pendidikan sejati bukan sebagai proses menjejali pikiran siswa, melainkan “praktik kebebasan” yang menumbuhkan kesadaran kritis.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Paradoks Pemberantasan Narkoba

    Paradoks Pemberantasan Narkoba

    Paradoks Pemberantasan Narkoba
    Penyuluh Antikorupsi Sertifikasi | edukasi dan advokasi antikorupsi. Berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya integritas dan transparansi di berbagai sektor

    Pemberantasan narkoba omong kosong! Bagaimana polisi di Nunukan bisa memberantas narkoba kalau mereka sendiri terlibat penyelundupan?

    DEMIKIANLAH
    banyak komentar yang saya temukan dari berbagai pembicaraan hangat masyarakat Nunukan, Kalimantan Utara. Ironi melukai nurani dalam paradoks pemberatasan narkoba di perbatasan negeri.
    Di garis batas negeri, pemberantasan narkoba menjelma paradoks yang mencengkeram. Polisi, yang disumpah sebagai benteng hukum, justru terseret dalam pusaran kejahatan penyelundupan narkoba.
    Nunukan, jantung perbatasan Indonesia-Malaysia, sorot lampu perang melawan narkotika memantul pada bayang-bayang pengkhianatan: oknum penegak hukum menjadi pelaku.
    Bagaimana mungkin mereka yang memegang tameng keadilan justru menikamnya dari belakang?
    Ketika sabu merayap melalui jalur tikus dan dermaga gelap, pertanyaan dari rakyat yang selalu terzholimi menggema: apakah musuh sejati ada di luar sana, atau justru bersemayam dalam seragam yang seharusnya melindungi?
    Kisah tragis “polisi tangkap polisi” mengaburkan garis antara pemburu dan buruan, mengungkap luka sistemik yang melemahkan perjuangan melawan narkoba di perbatasan negeri.
    Pada Rabu, 9 Juli 2025, kabar mengejutkan terkait penangkapan polisi itu datang. Tim gabungan dari Direktorat Tindak Pidana
    Narkoba
    Bareskrim Polri dan Divisi Propam menangkap empat oknum polisi, termasuk Iptu Sony Dwi Hermawan, Kepala Satuan Reserse Narkoba (Kasat Reskoba) Polres Nunukan, terkait dugaan penyelundupan sabu di wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia.
    Peristiwa ini bukan sekadar kasus hukum biasa, melainkan cerminan krisis integritas yang mengguncang Institusi Kepolisian, terutama dalam misi pemberantasan narkoba di kawasan rentan seperti di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan. 
    Penangkapan berlangsung di Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik Tengah, wilayah perbatasan yang dikenal sebagai jalur rawan penyelundupan narkotika.
    Operasi ini dilakukan secara senyap oleh Tim Mabes Polri, dengan pengawalan ketat yang bahkan melibatkan jenderal bintang dua, menunjukkan tingkat keseriusan kasus.
    Kapolda Kalimantan Utara, Irjen Pol Hary Sudwijanto, membenarkan penangkapan tersebut dan menegaskan bahwa keempat oknum polisi diduga terlibat penyalahgunaan narkoba.
    Ironi mengingat mereka bertugas di Satuan Reserse Narkoba yang seharusnya menjadi garda terdepan melawan peredaran gelap narkotika.
    Informasi awal menyebutkan tujuh polisi ditangkap. Namun, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Eko Hadi Santoso, meluruskan bahwa hanya empat polisi yang diciduk, semuanya dari Polres Nunukan, tanpa melibatkan warga sipil.
    Penggeledahan juga dilakukan di rumah Iptu Sony, meskipun belum ada keterangan resmi mengenai barang bukti yang ditemukan. Kasus ini masih dalam pengembangan, dengan keempat polisi dibawa ke Mabes Polri di Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut.
    Kasus ini menyoroti krisis integritas di tubuh kepolisian, khususnya di unit yang bertugas menangani narkoba. Iptu sony, sebagai kasat reskoba, memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin operasi pemberantasan narkotika di wilayah perbatasan yang strategis.
    Namun, dugaan keterlibatannya dalam penyelundupan sabu-sabu justru memperlihatkan bagaimana oknum di posisi kunci dapat melemahkan upaya penegakan hukum.
    Data dari Badan Narkotika Nasional menunjukkan bahwa Kalimantan Utara, khususnya Nunukan, merupakan salah satu pintu masuk utama narkotika dari Malaysia, dengan sabu sebagai komoditas utama.
    Pada 2024, BNN mencatat lebih dari 50 kasus penyelundupan narkoba di wilayah perbatasan kalimantan, dengan nilai barang bukti mencapai puluhan miliar rupiah.
    Fakta bahwa oknum polisi, termasuk pimpinan satuan narkoba, diduga terlibat dalam jaringan penyelundupan menunjukkan adanya celah besar dalam pengawasan internal.
    Divisi Propam, yang turut terlibat dalam operasi ini, seharusnya menjadi benteng pencegahan pelanggaran etik dan pidana oleh polisi.
    Namun, kasus ini menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan internal masih sangat lemah. Laporan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada 2024 mencatat bahwa pelanggaran etik oleh polisi meningkat 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan sebagian besar kasus terkait penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
    Wilayah perbatasan seperti Pulau Sebatik, Nunukan memiliki tantangan unik dalam pemberantasan narkoba.
    Lokasi geografis yang berbatasan langsung dengan Malaysia, ditambah dengan banyaknya jalur tikus dan dermaga tradisional, mempermudah penyelundupan narkoba.
    Data dari Polda Kaltara menunjukkan bahwa pada 2023, lebih dari 60 persen kasus narkoba di wilayah ini melibatkan lintas batas, dengan sabu sebagai barang yang paling banyak diselundupkan.
    Faktor ini diperparah minimnya sumber daya, seperti personel dan teknologi pengawasan, di wilayah terpencil seperti Sebatik.
    Namun, tantangan terbesar bukan hanya pada logistik, melainkan integritas aparat. Kasus penangkapan empat polisi ini menegaskan bahwa ancaman narkoba tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam institusi penegak hukum itu sendiri.
    Ketika oknum polisi yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi bagian dari masalah, kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian semakin terkikis.
    Survei Indikator Politik Indonesia pada 2024 menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap polri hanya 65 persen, turun dari 72 persen pada 2022, dengan salah satu penyebab utama adalah kasus-kasus pelanggaran oleh oknum polisi.
    Kasus “polisi tangkap polisi” di Kabupaten Nunukan bukanlah insiden terisolasi. Pada 2023, kasus serupa juga pernah terjadi di Polda Sumatera Utara, di mana seorang perwira polisi ditangkap karena melindungi jaringan narkoba.
    Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini bersifat sistemik dan memerlukan reformasi mendalam.
    Menurut penulis, dengan melihat fakta yang terjadi, ada beberapa hal urgen yang harus dibenahi terkait sistem yang ada di institusi Polri.
    Pertama, Polri perlu memperkuat mekanisme pengawasan internal. Divisi propam harus dilengkapi teknologi dan wewenang lebih besar untuk mendeteksi dini potensi pelanggaran, seperti melalui audit rutin terhadap anggota di unit-unit strategis seperti Satresnarkoba.
    Kedua, seleksi dan pelatihan personel untuk penempatan di wilayah perbatasan harus lebih ketat. Polisi yang bertugas di area rawan seperti
    nunukan
    harus memiliki integritas tinggi dan dilatih untuk menghadapi godaan finansial dari sindikat narkoba.
    Ketiga, kerja sama lintas instansi, seperti dengan BNN dan Bea Cukai, harus diperkuat untuk menutup celah penyelundupan di perbatasan.
    Data BNN menunjukkan bahwa kerja sama lintas instansi pada 2024 berhasil menggagalkan 30 persen lebih banyak kasus penyelundupan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal seperti ini harus lebih ditingkatkan.
    Keempat, hukuman tegas wajib diterapkan bagi polisi yang melanggar hukum, seperti kolusi dengan sindikat narkoba. Sanksi ringan, misalnya teguran atau shalat lima waktu, tidak efektif.
    Data Propam Polri 2023 menunjukkan hanya 10 persen pelaku pelanggaran berat dipecat, sisanya mendapat hukuman ringan. Pemecatan dan tuntutan pidana harus diterapkan konsisten untuk menegakkan integritas Polri.
    Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi publik bahwa pemberantasan narkoba bukan hanya tugas polisi, tetapi juga tanggung jawab bersama.
    Masyarakat di wilayah perbatasan dapat berperan sebagai mata dan telinga dengan melaporkan aktivitas mencurigakan, seperti yang menjadi cikal bakal pengungkapan kasus ini.
    Selain itu, masyarakat juga perlu memahami bahwa krisis integritas dalam kepolisian tidak boleh digeneralisasi sebagai kegagalan seluruh institusi.
    Saya akui banyak polisi yang bekerja dengan dedikasi, tapi ulah oknum seperti yang terlibat di Nunukan mencoreng nama baik mereka.
    Lebih jauh lagi, kasus ini mengingatkan kita akan kompleksitas perang melawan narkoba. Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga tentang membangun sistem yang mampu menahan godaan dari “lahan basah” dan penyalahgunaan wewenang.
    Publik harus menuntut transparansi dan akuntabilitas dari Polri, sambil mendukung reformasi yang memastikan aparat penegak hukum bebas dari keterlibatan dalam kejahatan yang mereka lawan.
    Penangkapan empat polisi di Nunukan adalah tamparan keras bagi Polri dan publik. Ini menunjukkan bahwa pemberantasan narkoba di perbatasan tidak hanya menghadapi tantangan eksternal, tetapi juga ancaman dari dalam.
    Dengan memperkuat pengawasan internal, meningkatkan seleksi personel, dan melibatkan masyarakat, Polri dapat memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa kasus seperti ini tidak terulang.
    Publik, di sisi lain, harus melihat kasus ini sebagai panggilan untuk bersama-sama menjaga integritas dalam perang melawan narkoba. Hanya dengan kerja sama dan komitmen kolektif, perbatasan Indonesia dapat menjadi benteng yang kokoh melawan ancaman narkotika.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 162 Ribu Penumpang Naik LRT Jabodebek saat Libur Panjang Idul Adha

    162 Ribu Penumpang Naik LRT Jabodebek saat Libur Panjang Idul Adha

    Jakarta

    PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mencatat 162.052 penumpang LRT Jabodebek pada momen libur panjang Idul Adha pada 6 hingga 9 Juni 2025. Dari empat hari libur panjang, puncak jumlah pengguna terjadi pada Senin, 9 Juni 2025 dengan total 55.262 pengguna.

    Executive Vice President LRT Jabodebek, Mochamad Purnomosidi mengatakan, pada Minggu, 8 Juni 2025 jumlah pengguna lainnya tercatat 41.157. Kemudian pada Sabtu, 7 Juni sebanyak 37.147 pengguna, dan pada Jumat sebanyak 28.486 pengguna.

    “Terima kasih atas kepercayaan masyarakat yang terus memilih LRT Jabodebek untuk berbagai kebutuhan mobilitas, termasuk pada momen libur panjang Idul Adha,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (10/6/2025).

    Purnomosidi mengatakan, pada libur panjang tersebut LRT Jabodebek mengoperasikan 1.158 perjalanan dan memastikan layanan berjalan optimal dan tepat waktu. Sementara untuk tarif yang diterapkan mulai dari Rp 5.000 hingga maksimal Rp 10.000. Hal ini dilakukan agar masyarakat mendapatkan moda transportasi publik yang efisien dan terjangkau.

    “Komitmen kami adalah menghadirkan layanan yang aman, nyaman, dan andal setiap saat,” katanya.

    3 Stasiun dengan Pergerakan Penumpang Tertinggi:

    – Stasiun Dukuh Atas BNI: 29.022 pengguna tap in dan 30.852 pengguna tap out
    – Stasiun Harjamukti: 21.068 pengguna tap in dan 20.506 pengguna tap out
    – Stasiun Cikoko: 14.185 pengguna tap in dan 13.967 pengguna tap out

    Tonton juga Video: Survei Indikator: Warga Puas Transportasi KRL, LRT, dan MRT di Era Jokowi

    (ara/ara)

  • Pramono tak mempersoalkan kinerja 100 hari dianggap kurang memuaskan

    Pramono tak mempersoalkan kinerja 100 hari dianggap kurang memuaskan

    Kalau memang tidak make sense (masuk akal), kebijakan itu jangan dipaksakan

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur Jakarta Pramono Anung mengaku tak mempersoalkan adanya anggapan yang menilai kinerja 100 harinya bersama Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno kurang memuaskan dibandingkan kepala daerah lain.

    “Tanggapannya enggak puas banget juga enggak apa-apa. Jadi, saya dan Bang Doel (Wagub Rano) tidak terganggu sama sekali dengan urusan-urusan yang seperti itu,” ujar Pramono Anung di Balai Kota Jakarta, Selasa.

    Pramono mengatakan alih-alih memikirkan pendapat kurang puas pada kinerjanya, dia memilih berkonsentrasi mewujudkan janji-janji bersama Rano semasa kampanye.

    “Kami konsentrasi kerja untuk bisa mewujudkan apa yang saya janjikan di dalam sosialisasi yang ini. Bahkan hampir semuanya sudah terpenuhi,” kata dia.

    Dia mengatakan bukan sosok anti-kritik dan justru menganggap kritik sebagai pil sehat. Ini juga berlaku pada pihak yang mengkritik wacana pulau khusus untuk kucing di Kepulauan Seribu.

    “Kalau memang tidak make sense (masuk akal), kebijakan itu jangan dipaksakan. Kami sekarang mengkaji itu, belum diputuskan,” ujar Pramono.

    Sebelumnya, Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan hasil tingkat kepuasan masyarakat terhadap kepala daerah mereka dalam periode 100 hari kepemimpinan.

    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM menjadi pemimpin dengan tingkat kepuasan paling tinggi di antara gubernur lainnya di Pulau Jawa. Sebanyak 94,7 persen responden puas terhadap Dedi Mulyadi.

    Tingkat kepuasan masyarakat terhadap Dedi disusul oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwana X yang memperoleh 83,8 persen dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebanyak 75,3 persen.

    Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi berada di posisi keempat dengan tingkat kepuasan 62,5 persen, disusul Gubernur Jakarta Pramono Anung (60 persen), dan Gubernur Banten Andra Soni (50,8 persen) pada urutan kelima dan keenam.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Burhanuddin: Pendukung Anies Baswedan Percaya Jokowi Palsukan Ijazah

    Burhanuddin: Pendukung Anies Baswedan Percaya Jokowi Palsukan Ijazah

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Indikator Politik Indonesia mengungkap temuan hasil surveinya terkait kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    Founder dan peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Prof Burhanuddin Muhtadi menyebut responden pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mencatatkan persentase paling tinggi dalam tingkat kepercayaan bahwa Jokowi percaya palsukan ijazah.

    “Sebanyak 40,2% responden pendukung Anies-Muhaimin mengaku percaya ijazah Jokowi palsu,” ungkap Burhanuddin saat konfrensi pers secara daring, Selasa (27/5/2025).

    Sementara responden pendukung Ganjar-Mahfud sebesar 20,6% mengatakan dan responden pendukung Prabowo-Gibran, hanya 15,2% yang percaya ijazah Jokowi palsu.

    Lebih jauh Burhanunddin menguraikan, hasil itu berbanding lurus dengan mereka yang mengatakan tidak percaya di tiap masing-masing basis pendukung Pilpres 2024.

    “Responden pendukung Anies-Muhaimin yang menyatakan tidak percaya ijazah Jokowi palsu sebanyak 50,9%. Responden pendukung Prabowo-Gibran yang menyatakan tidak percaya ijazah Jokowi palsu sebanyak 71,% dan responden pendukung Ganjar-Mahfud yang tidak percaya ijazah Jokowi palsu sebanyak 61,9%,” ungkap dia.

    Survei Indikator Politik Indonesia dilakukan pada 17-20 Mei 2025. Responden survei ini adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon atau HP yang diketahui sekitar 83% dari total populasi nasional.

    Diketahui, sampel dipilih melalui metode double sampling demgan total 1286 responden. Double sampling adalah pengambilan sampel secara acak dari kumpulan data hasil survei tetap muka yang dilakukan sebelumnya

  • Survei Indikator: Mayoritas Tak Percaya Jokowi Palsukan Ijazah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Mei 2025

    Survei Indikator: Mayoritas Tak Percaya Jokowi Palsukan Ijazah Nasional 31 Mei 2025

    Survei Indikator: Mayoritas Tak Percaya Jokowi Palsukan Ijazah
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com-
    Hasil survei yang diselenggarakan
    Indikator Politik
    Indonesia menunjukkan, mayoritas publik tidak percaya bahwa Presiden ketujuh Republik Indonesia
    Joko Widodo
    memalsukan ijazahnya.
    Direktur Eksekutif Indikator
    Burhanuddin Muhtadi
    menyebutkan, 66,9 persen responden survei tersebut menyatakan tidak percaya
    Jokowi
    memalsukan ijazah.
    “Mayoritas mengatakan tidak percaya mantan Presiden Jokowi memalsukan ijazah, jadi yang tidak percaya Pak Jokowi memalsukan ijazah itu 66,9 persen dari semua responden,” kata Burhanuddin, dikutip dari YouTube Indikator Politik Indonesia, Sabtu (31/5/2025).
    Burhanuddin melanjutkan, ketika responden dikerucutkan hanya kepada mereka yang mengikuti kasus dugaan ijazah palsu Jokowi, angkanya juga tidak banyak berubah.
    “Sementara mereka yang mengetahui kasus ini, yang tidak percaya bahwa Pak Jokowi memalsukan ijazah itu 69,7 persen,” kata dia.
    Dengan demikian, Burhanuddin menegaskan, mayoritas publik pada dasarnya percaya bahwa ijazah yang dimiliki Jokowi adalah asli.
    Kendati demikian, survei juga mencatat ada 19,1 persen responden yang percaya dan sangat percaya bahwa
    ijazah Jokowi
    palsu, sedangkan 14,1 persen responden menjawab tidak tahu.
    “Jadi Mas Roy Suryo masih ada pendukungnya, cukup lumayan 19 persen dari total populasi pemilih kita,” kata Burhanuddin.
    Survei ini diselenggarakan pada 17-20 Mei 2025 terhadap 1.286 orang responden yang dipilih lewat metode 
    double sampling
    , yakni pengambilan sampel secara acak dari kumpulan data hasil survei tatap muka yang dilakukan sebelumnya.
    Survei dilakukan dengan wawancara melalui telepon.
    Margin of error
    survei diperkirakan +/- 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
    Bareskrim Polri sebelumnya telah menyatakan bahwa ijazah S1 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) milik Jokowi adalah asli.
    Hal ini diketahui setelah Bareskrim melakukan uji laboratorium forensik (labfor) terhadap ijazah yang diadukan palsu oleh Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana.
    Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, mengungkapkan, ijazah Jokowi diuji labfor dengan melakukan pengecekan dari bahan kertas, pengaman kertas, bahan cetak, tinta tulisan tangan, cap stempel, serta tinta tanda tangan dari dekan dan rektor.
     
    “Dari peneliti tersebut maka antara bukti dan pembanding adalah identik atau berasal dari satu produk yang sama,” kata Djuhandhani dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (22/5/2025).
    Selain itu, Bareskrim juga melakukan verifikasi langsung ke UGM, memeriksa dokumen administrasi perkuliahan Jokowi, hingga memeriksa 39 saksi sebelum menyatakan
    ijazah Jokowi asli
    .
    Bareskrim pun memutuskan untuk menghentikan penyelidikan dugaan ijazah palsu Jokowi berbekal hasil uji tersebut.
    Namun, langkah Bareskrim ini tetap dipertanyakan oleh TPUA yang menilai Bareskrim tidak berwenang memutuskan ijazah Jokowi asli.
    “Putusan di pengadilan menentukan asli tidak. Nah, Bareskrim itu tidak punya kompetensi untuk memutuskan asli dan tidak,” ujar Wakil Ketua TPUA Rizal Fadillah saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (26/5/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Legislator minta program bursa kerja dievaluasi agar berjalan optimal

    Legislator minta program bursa kerja dievaluasi agar berjalan optimal

    mendorong Pramono untuk terus berdialog dengan pemangku kepentingan

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta William Aditya Sarana meminta agar program bursa kerja (job fair) yang merupakan program kerja 100 hari Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dievaluasi agar ke depan bisa berjalan optimal.

    “Kami tentunya mengapresiasi program-program Mas Pram (Pramono Anung) yang sudah terlaksana dengan baik dan mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat. Tetapi ada juga yang menyisakan sejumlah catatan sehingga perlu dikritisi untuk dilakukan perbaikan,” kata William di Jakarta, Jumat.

    William mencontohkan program bursa kerja atau job fair yang masih belum diketahui banyak orang maupun dirasakan manfaatnya jika mengacu kepada survei Indikator bertajuk “Evaluasi Publik Atas Kinerja 100 Hari Gubernur-Gubernur di Jawa” yang terbit belum lama ini.

    Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus mengevaluasi pelaksanaan program tersebut, sehingga penyelenggaraannya bisa lebih optimal lagi nantinya.

    “Ternyata masih ada sekitar 47 persen warga Jakarta yang belum mengetahui keberadaan dari bursa kerja tersebut. Kemudian, banyak orang yang kurang percaya kalau programnya bisa menurunkan angka pengangguran di Jakarta,” ujarnya.

    Untuk itu kata dia, harus menjadi evaluasi bagi Pemprov DKI Jakarta. Seharusnya program job fair ini berdampak kepada masyarakat yang sedang mencari pekerjaan di tengah-tengah kesulitan ekonomi saat ini, yaitu ketika pemecatan terjadi di mana-mana dan daya beli masyarakat sedang menurun.

    Lebih lanjut, William juga mendorong Pramono untuk terus berdialog dengan pemangku kepentingan, terutama warga Jakarta dalam rangka mencari cara memperkuat program-programnya.

    “Sehingga, Pemprov DKI Jakarta juga bisa mengetahui masalah dari warga yang merasakan dampak program-programnya secara langsung,” katanya.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Lembaga Survei Berupaya Giring Opini Bahwa Ijazah Jokowi Asli? Refly Harun: Sumber Dananya Itu…

    Lembaga Survei Berupaya Giring Opini Bahwa Ijazah Jokowi Asli? Refly Harun: Sumber Dananya Itu…

    GELORA.CO –  Pengamat hukum tata negara Refly Harun mengendus adanya upaya menggiring opini publik dalam kasus dugaan pemalsuan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

    Ia menyebut, manuver ini bukan semata soal kebenaran akademik, melainkan pertarungan narasi antara “yang ingin menutup buku” dan “yang ingin membuka fakta”.

    “Ini sudah bukan sekadar perkara dokumen, tapi pertarungan opini. Baik dari pihak yang ingin menutup kasus ini dengan dalih ‘case closed’, maupun pihak yang ingin menguji validitasnya lewat proses hukum,” tegas Refly, dalam program Kompas Petang di YouTube KompasTV Jateng, Rabu (28/5/2025).

    Refly merespons temuan dari Indikator Politik Indonesia yang merilis hasil survei bahwa 66,9% responden tidak percaya Jokowi memalsukan ijazahnya, sementara 19,1% menyatakan percaya.

    Namun bagi Refly, angka bukan segalanya. “Survei bisa dijadikan alat pembenaran, bukan cermin objektifitas. Kalau dipakai untuk mengakhiri polemik hukum, ini jadi manipulasi persepsi,” katanya.

    Survei tersebut dilakukan terhadap 1.286 responden lewat sambungan telepon, dengan margin of error 2,8% dan tingkat kepercayaan 93%.

    Tapi, pertanyaannya: seberapa banyak responden memahami konteks detail soal forensik dokumen, teknologi cetak, atau sejarah tipografi tahun 1980-an?

    Pengadilan Bukan Forum Opini

    Refly menekankan bahwa hanya satu forum yang layak menentukan keaslian ijazah Jokowi: pengadilan.

    “Jika keadilan tunduk pada survei, maka kita bukan negara hukum, tapi negara persepsi,” katanya tajam.

    Ia juga mengkritik cara sebagian pihak menggunakan survei untuk menggiring narasi publik bahwa isu ini selesai.

    Padahal, menurutnya, selama ada argumen valid—baik soal font digital, pola cetak, atau mesin ketik—maka fakta hukum harus diuji, bukan dibungkam.

    “Bayangkan, ada dugaan penggunaan font Times New Roman yang bahkan belum dirilis publik pada 1985. Ini bukan klaim sembarangan. Kalau datanya kuat, mengapa tidak diuji di pengadilan?” tanya Refly.

    Menurut Refly, masyarakat sedang diseret dalam arena pertarungan persepsi yang dikemas rapi lewat angka-angka.

    “Ini bukan hal baru dalam politik Indonesia. Tapi berbahaya jika lembaga hukum ikut terpengaruh,” katanya.

    Ia pun menutup dengan satu peringatan keras: “Kita sedang menguji bukan hanya keaslian ijazah, tapi juga integritas negara hukum. Jangan biarkan angka-angka dari survei menghapus ruang pencarian kebenaran.”

    Sumber Dana

    Terkait hasil survei Indikator Politik Indonesia soal ijazah Jokowi ini, Refly Harun mengaku tetap menghormatinya.

    Namun, ia tetap melontarkan kritikan, dengan melihat beberapa aspek, misalnya sumber dana dan motif di balik survei tersebut.

    Menurut Refly, jika sumber dana survei tersebut berkaitan atau berasal dari yang bersangkutan, dalam hal ini Jokowi, maka ia tidak percaya hasilnya.

    “Ya, pertama ya kita hormati saja, tetapi memang kalau saya disuruh mengkritik ya, pertama saya ingin tahu sumber dananya dulu,” papar Refly.

    “Kalau sumber dananya itu terkait dengan yang bersangkutan atau ada hubungan-hubungan kaitan yang bersangkutan, saya terus terang nggak percaya,” katanya.

    Lalu, Refly mempertanyakan motif dari survei tersebut, sebab belakangan banyak pihak yang dibayar untuk mengampanyekan bahwa ijazah Jokowi asli.

    “Yang kedua, apakah motivasinya, misalnya campaign?” tanya Refly.

    “Kan kita tahu bahwa banyak orang sekali yang, maaf kata ya, dibayar untuk mengkampanyekan bahwa ijazah Jokowi asli,” jelasnya

    “Itu beda sama masyarakat yang biasanya yang ngomong apa adanya,” lanjutnya.

  • Stafsus Gubernur tanggapi soal survei kepuasan kinerja Pram–Rano

    Stafsus Gubernur tanggapi soal survei kepuasan kinerja Pram–Rano

    FOTO ANTARA

    Stafsus Gubernur tanggapi soal survei kepuasan kinerja Pram–Rano
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 29 Mei 2025 – 16:54 WIB

    Elshinta.com – Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi Publik Chico Hakim menanggapi hasil survei Indikator Politik Indonesia terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Pramono Anung – Rano Karno yang berada di posisi kelima se-Pulau Jawa.

    Chico ketika dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, berpendapat tingkat kepuasan warga Jakarta tidak setinggi daerah lain karena karakter masyarakat cenderung lebih heterogen dan kritis dibandingkan daerah lain.

    “Itu tentu berpengaruh pada sikap yang lebih kritis dan tidak mudah puas,” katanya melalui pesan singkat.

    Berdasarkan hasil survei tersebut, posisi pertama berhasil ditempati Jawa Barat dengan perolehan nilai Gubernur Jabar Dedi Mulyadi sebesar 94,7 persen dan wakilnya Erwan Setiawan 61,3 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono X memperoleh nilai 83,4 persen dan wakilnya KGPAA Paku Alam X sebesar 76,0 persen.

    Di urutan ketiga, Jawa Timur dengan perolehan nilai kepuasan Gubernur Khofifah Indar Parawansa 75,3 persen dan wakilnya Emil Dardak 71,7 persen. Keempat, Jawa Tengah dengan Gubernur Ahmad Luthfi memperoleh nilai kepuasan 62,5 persen dan wakilnya Taj Yasin Maimoen 61,4 persen.

    Posisi kelima, Gubernur Jakarta Pramono Anung memperoleh nilai kepuasan 60 persen dan wakilnya Rano Karno 60,5 persen. Keenam, Banten dengan perolehan nilai kepuasan terhadap kinerja Gubernur Andra Soni sebesar 50,8 persen dan wakilnya Ahmad Dimyati Natakusumah 42,3 persen.

    Meskipun hasil survei menunjukkan kepuasan masyarakat Jakarta terhadap kinerja Pramono tidak setinggi wilayah lainnya, kata dia, pihaknya tetap terbuka terhadap kritik dan masukan.

    “Namun apapun itu, semua hasil survei khususnya dari lembaga yang bisa dipertanggungjawabkan kredibilitas dan integritasnya tentu selalu menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi kami,” kata Chico.

    Dia juga menyoroti fakta bahwa Jakarta tetap menjadi magnet urbanisasi terbesar di Indonesia, termasuk dari wilayah Jawa Barat.

    Chico menyebut, lonjakan arus balik usai Lebaran menjadi indikasi tingginya minat masyarakat dari luar daerah untuk pindah ke Jakarta.

    “Peningkatan warga dari luar Jakarta yang datang ke Jakarta pascamudik lebaran (arus balik) meningkat 150 persen dan paling banyak adalah warga Jawa Barat,” katanya.

    Sumber : Antara

  • Analisa Lembaga Survei, Dedi Mulyadi Disebut Calon Lawan Prabowo di Pilpres 2029

    Analisa Lembaga Survei, Dedi Mulyadi Disebut Calon Lawan Prabowo di Pilpres 2029

    GELORA.CO – Saat ini popularitas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melejit, melampaui semua gubernur di Indonesia.

    Bahkan popularitasnya sudah menyamai Presiden Prabowo Subianto.

    Dedi Muladi tidak saja dikenal di Jawa Barat, namun seluruh rakyat Indonesia.

    Tentu ini modal berharga buat Dedi Mulyadi untuk melangkah maju di Pilpres 2029.

    Kepiawaian Dedi Mulyadi memainkan medsos menjadi keunggulan tokoh politik lain.

    Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terbaru mengenai evaluasi publik terkait kinerja para gubernur di enam provinsi di Pulau Jawa dalam 100 hari kerja.

    Terbukti nama Dedi Mulyadi di urutan paling atas.

    Survei yang dilakukan pada 12–19 Mei 2025 ini melibatkan 3.100 responden dari enam provinsi di Pulau Jawa, meliputi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Banten.

    Survei Indikator mencatat, dari enam gubernur di Pulau Jawa, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendapatkan tingkat kepuasan tertinggi dengan 94,7 persen.

    “Kepuasan terhadap Dedi Mulyadi mencapai 94,7 persen, tertinggi di antara gubernur lainnya,” kata Pendiri sekaligus Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam rilis survei di kantornya di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025).

    Salah satu faktor utama kesuksesan Dedi adalah kemampuannya turun langsung ke masyarakat serta aktif menggunakan media sosial.

    “Followers beliau di Facebook mencapai 12 juta, di YouTube lebih dari 7 juta, dan di Instagram 3,5 juta, sehingga program-programnya mudah tersosialisasi ke masyarakat,” kata Burhanuddin.

    Tak hanya dikenal di Jawa Barat wilayahnya, Dedi Mulyadi juga dikenal luas masyarakat Indonesia.

    Baca juga: Ormas Baru Gerakan Rakyat, Pengamat: Kendaraan Politik Anies di Pilpres 2029

    Kebijakannya banyak yang populer seperti program mengirim siswa bermasalah ke barak militer,  larangan sekolah menggelar study tour, larangan sekolah menggelar wisuda, dan sebagainya.

    Tingkat kepuasan terhadap kinerja Gubernur Dedi Mulyadi mencapai 94,7 persen dilakukan dalam 100 hari pemerintahannya.

    Dedi Mulyadi dilantik jadi gubernur Jawa Barat 20 Februari 2025 lalu.

    Sedangkan survei terhadap Presiden Prabowo Subianto tingkat kepuasan kinerjanya 100 hari pertama pada Januari 2025 lalu.

    Prabowo dilantik jadi Presiden RI 20 Oktober 2024.

     Survei yang diselenggarakan Indikator Politik Indonesia pada 16-21 Januari 2025 menunjukkan, kepuasan publik terhadap Presiden Prabowo dalam 100 hari pemerintahan mencapai 79,3 persen.

    Hasil survei tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan 80,9 persen publik puas dengan kinerja Prabowo.

    “Approval Presiden Prabowo Subianto yang mengatakan puas 13,5 persen, yang mengatakan cukup puas 65,8 persen, jadi total ada 79,3 persen,” ujar Burhanuddin dalam jumpa pers virtual, Senin (27/1/2025).

    “Kalau kita bandingkan dengan survei terakhir Kompas awal Januari itu mirip ya,” imbuhnya.

    “Kompas mengumumkan 80,9 persen. Kami temukan 79,3 persen. Sedikit lebih rendah dibanding Kompas. Tapi secara statistik tidak berbeda antara temuan Kompas dengan temuan Indikator Politik Indonesia,” kata dia. 

    Burhanuddin memaparkan, rakyat yang tidak puas dengan kinerja Prabowo mencapai 16,9 persen.

    Menurut Burhanuddin, capaian tersebut merupakan modal politik yang besar bagi Prabowo.

    Survei ini dilakukan dengan menggunakan metode multi-stage random sampling dengan margin of error 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

    Survei dilakukan dengan wawancara secara tatap muka terhadap 1.220 orang responden pada 16-21 Januari 2025.

    Peluang Capres 2029 

    Dedi Mulyadi disapa warga ‘Pak Presiden’ saat mengunjungi warga Kampung Baru, Harjamukti, Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (8/5/2025) lalu.

    Kepala Bidang Komunikasi Publik DPP GRIB Jaya, Razman Nasution, pernah bergurau Dedi Mulyadi akan mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2029.

    Pengamat politik dari UIN Jakarta, Burhanuddin Muhtadi, mengungkap analisisnya terkait Pilpres 2029.

    Secara normatif, Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold telah membuka peluang besar bagi Dedi untuk maju Pilpres 2029, tidak hanya dari Gerindra partainya saat ini.

    Sebab putusan MK membuat semua partai boleh mengusung calon presiden.

    Namun, status Dedi yang kini kader Gerindra menjadi perhitungan tersendiri.

    Partai berlogo kepala Garuda itu sudah mencanangkan koalisi permanen dengan partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus dan kembali mencalonkan Prabowo Subianto di 2029.

    “Poin saya adalah ini aturan normatif pertama yang membuka peluang buat siapapun termasuk buat partai yang punya jagoan sendiri.” kata Burhan di program On Point with Adisty Youtube Kompas TV yang tayang Sabtu (10/5/2025).

    “Pertanyaannya adalah Gerindra apakah ikhlas kalau misalnya ada kadernya yang maju melalui partai lain, ya pasti tidak ikhlas. Ya tetapi lagi-lagi konteks sekarang kan masih jauh, dan Gerindra sudah mengunci kan melalui koalisi permanen,” lanjutnya.

    Menurut Burhan, kendati sudah ada koalisi permanen, loyalitas partai anggotanya bisa saja berubah.

    Pilpres 2024 menjadi pelajaran, ketika PKB dan NasDem, bagian dari kabinet Presiden Jokowi, tidak mengusung Gibran Rakabuming Raka yang mendampingi Prabowo Subianto.

    Menurut Burhan, partai akan mulai bermanuver untuk Pilpres 2029 mulai tahun 2027.

    “Ingat Nasdem, PKB, kurang loyal apa sama Pak Jokowi, kurang banyak apa Pak Jokowi memberikan insentif dalam bentuk menteri ujungnya mereka punya capres sendiri,” ucapnya.

    “Artinya untuk seorang KDM (Kang Dedi Mulyadi) ya ini juga sekaligus uji loyalitas. Kalau misalnya ada partai yang coba merayu seorang KDM dia tergoda atau tidak nih,” lanjutnya.

    “Ya mungkin sekarang belum ada rayuan itu, tetapi kalao misalnya 2027?” imbuh Burhan.

    Burhan menjelaskan, ada atau tidaknya partai yang coba merayu Dedi untuk maju Pilpres 2029 lepas dari Gerindra tergantung hasil survei.

    Dedi boleh populer, namun elektabilitasnya masih menjadi pertanyaan.

    “Tergantung surveinya KDM, saya belum punya angka surveinya, memang banyak sekali yang membicarakan seorang KDM di WA-WA grup di kalangan ibu-ibu di kalangan bapak-bapak, tetapi surveinya belum ada yang dirilis ke publik yang credible ya yang berkaitan berapa banyak sih yang bersedia memilih seorang KDM,” jelasnya.

    Terakhir, yang menentukan Dedi Mulyadi akan maju Pilpres 2029 atau tidak adalah keberaniannya melawan Prabowo.

    “Saya kira, saya tidak tahu kalau sekarang jelas enggak berani, tapi ujian-ujian berikutnya kan nanti bukan sekarang, dan itu yang bisa menjawabnya seorang Dedi Mulyadi, berani atau tidak itu ya berkontestasi melawan bosnya sendiri,” ucapnya.

    “Sekarang sih jelas enggak berani ya, tetapi ke depan ketika betul-betul datang beberapa partai melamar, seorang KDM di situ tuh ujiannya,” lanjutnya.

    “Nah saya tidak tahu apakah dia kalau misalnya itu terjadi berani mengatakan tidak gitu ya,” tandasnya.

    Burhan menutup pembahasan peluang Dedi Mulyadi di Pilpres 2029 dengan mengungkapkan prediksinya.

    Menurutnya, nama Dedi Mulyadi sudah masuk lima besar capres dengan elektabilitas tertinggi.

    “Saya belum punya angkanya tapi feeling saya sudah masuk top five,” ujarnya.

    “Kan kalau kita lihat survei yang terakhir kami rilis kan Januari ya 2025 waktu 100 hari, yang pertama kan Pak Prabowo, yang kedua kan Mas Anies ya, kan yang ketiga saat itu adalah Ganjar Pranowo, yang keempat AHY, yang kelima Erick,” lanjutnya.

    “Kalau feeling saya dan feeling saya biasanya enggak pernah salah. KDM sudah mendobrak masuk lima besar jangan-jangan tiga besar,” tandas Burhan.