Naiknya Elektabilitas Gerindra dan Kompetisi Internal Koalisi
Direktur Eksekutif The Strategic Lab | Alumnus Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta, Alumnus Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia
INGATAN
kita tentang Pemilu 2024 masih begitu membekas. Kini, ingatan publik kembali dijejali gelaran Pemilu 2029: mulai dari siapa saja calon presiden potensial, partai politik apa saja yang bakal bertanding, partai politik mana yang elektablitas naik, stagnan dan merosot.
Padahal, di antara dua pemilu, ada janji yang harus ditunaikan dan kesejahteraan rakyat yang harus diwujudkan.
Hasil survei terbaru dari Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 20-27 Oktober 2025, memotret munculnya nama-nama calon presiden potensial dan naik-turunnya elektabilitas partai politik.
Ada yang menarik dari hasil survei Indikator Politik Indonesia tersebut: elektabilitas
Gerindra
naik secara eksponensial mencapai angka 29,4 persen, jauh di atas partai papan atas lainnya seperti PDIP (9,4 persen) dan Golkar (8,9 persen).
Padahal, hasil Pemilu 2024 menempatkan Gerindra di urutan pemenang ketiga dengan perolehan suara nasional sebesar 13,22 persen, sementara PDIP (16,72 persen) berada pada pemenang pertama dan Golkar (15,29 persen) berada pada pemenang kedua.
Hasil survei tersebut menjadi langkah awal yang optimistis bagi Gerindra sekaligus alarm peringatan bagi partai politik lainnya.
Mengapa elektabilitas Gerindra melenting, sementara elektabilitas partai politik lainnya, terutama partai politik pendukung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran, cenderung mengalami penurunan? Ini terkait dengan faktor kinerja kepemimpinan Prabowo dan sistem pemilu.
Bagaimana pun juga, elektabilitas Gerindra sangat terkait dengan kinerja kepemimpinan Presiden
Prabowo Subianto
.
Prabowo adalah pendiri partai yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra. Bisa dikatakan, apa yang dilakukan oleh kepemimpinan Prabowo memiliki dampak terhadap Gerindra, termasuk elektoral.
Inilah yang dinamakan
coatail effect
atau efek ekor jas. Partai-partai pendukung pemerintah akan mendapatkan manfaat elektoral dari kinerja positif presiden.
Tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kinerja presiden berbanding lurus dengan tingkat dukungan terhadap partai-partai pendukungannya.
Dalam konteks ini, Gerindra sebagai partainya presiden mendapatkan manfaat elektoral terbesar ketimbang partai-partai pendukung lainnya seperti Golkar, PAN dan Demokrat.
Presedennya sudah ada. Partai Demokrat mengalami kenaikan signifikan suara, dari 7,45 persen pada 2004 menjadi 20,81 persen pada 2009.
Kenaikan elektabilitas Demokrat tersebut terjadi dalam 10 tahun kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Masyarakat menghadiahi keberhasilan kepemimpinan SBY dengan memilih Demokrat yang notabene merupakan partainya SBY.
Apa yang terjadi dengan Gerindra dalam masa kepemimpinan Presiden Prabowo –dengan potret ‘sementara’ hasil survei Indikator Politik Indonesia tersebut– menyerupai dengan pengalaman Demokrat dalam masa kepemimpinan SBY.
Bedanya, naiknya elektabilitas Gerindra masih pada tahap hasil survei, bukan hasil resmi pemilu.
Meskipun demikian, hal ini mencerminkan bahwa Gerindra mendapatkan ‘hadiah’
coatail effect
dari kinerja Presiden Prabowo yang tingkat kepuasannya mencapai 77,7 persen.
Dalam simulasi calon presiden, elektabilits Prabowo berada di atas calon-calon yang lain, yaitu mencapai 46,7 persen.
Tingginya tingkat kepuasaan Prabowo dan naiknya elektabilitas Gerindra ditopang oleh pelbagai program populis Prabowo seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih dan Sekolah Rakyat.
Program populis tersebut disertai dengan retorika populis yang memang khas Prabowo, seperti antek-antek asing, pakai uang koruptor untuk rakyat, tindak tegas tambang ilegal meskipun dibekengi para jenderal dan lain sebagainya.
Rasa-rasanya, program dan retorika populis adalah kombinasi yang tepat untuk menyentuh hati rakyat. Apalagi program populis seperti MBG dan Kopdes Merah Putih melibatkan orang dalam jumlah yang banyak dengan jejaring hingga ke pelosok negeri, yang sangat potensial dijadikan infrastruktur politik ke depannya.
Jika hanya Gerindra yang memperoleh
coatail effect
terbesar Prabowo, lalu bagaimana nasib elektoral partai-partai koalisinya? Di sinilah kompetisi politik sesungguhnya akan terjadi: kompetisi internal antarpartai politik dalam koalisi.
Tanpa mendahului nasib politik, Pemilu 2029 tentu menguntungkan petahana. Dalam sejarah pemilihan presiden langsung pascareformasi, presiden selalu menjabat dua periode atau 10 tahun kepemimpinan.
Karena itu, selain memperebutkan posisi cawapres-nya Prabowo, kompetisi politik sesungguhnya terjadi antarpartai politik, terutama di antara partai politik koalisi pemerintah.
Dengan kata lain, dukungan dalam Pilpres boleh sama, tapi urusan pemilihan legislatif (pileg) masing-masing partai politik saling berebut suara pemilih.
Masing-masing partai politik tentu tidak menghendaki penurunan perolehan suara, yang otomatis berdampak pada penurunan perolehan kursi di parlemen.
Kerja elektoral adalah kerja kesunyian masing-masing partai dan caleg. Dengan naiknya elektabilitas Gerindra dalam survei tersebut berarti alarm bagi partai-partai koalisi pemerintah.
Ada dua kemungkinan respons partai: semakin mengasosiasikan dengan Prabowo agar kebagian
coatail effect.
Atau sedikit mengambil jarak, tapi masih dalam radar pendukung pemerintah, demi fokus persiapan menghadapi pemilu.
Dua kemungkinan respons tersebut akan diuji dalam agenda politik terdekat, yaitu terkait Revisi UU Pemilu yang notabene merupakan aturan main kompetisi.
Elektabilitas Gerindra boleh tinggi –sebagaimana dipotret dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia di atas– dalam sistem proporsional tertutup (memilih partai saja).
Namun, dalam sistem proporsional terbuka hari ini (memilih caleg dan atau partai) apakah elektabilitas Gerindra bakal tetap tinggi?
Bagaimana pun juga, sistem pemilu menjadi salah satu penentu kemenangan suatu partai politik.
Karena itu, Revisi UU Pemilu yang rencana akan dibahas di DPR RI pada 2026 mendatang, menjadi arena kompetisi antarpartai politik, termasuk kompetisi internal koalisi pemerintah. Di sini lah kompetisi awal itu akan berlangsung, sebelum menghadapi pemilu mendatang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
NGO: Survei Indikator
-
/data/photo/2025/08/02/688de0a9457b6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Naiknya Elektabilitas Gerindra dan Kompetisi Internal Koalisi
-

Setahun Dipimpin Puan – Dasco, DPR Menjadi Lembaga yang Tidak Dipercayai Publik
GELORA.CO – Satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming dilaporkan lembaga negara yang tidak dipercayai publik tak lain DPR RI. Angka tertinggi yang dihasilkan nyaris mendekati 50 persen.
Lembaga survei Indikator Politik Indonesia melaporkan sebanyak 41 persen responden tidak percaya dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Rinciannya, 33 persen responden menyatakan tidak percaya dan 8 persen tidak percaya sama sekali terhadap DPR. Meski begitu, sebanyak 53 persen responden mempercayai DPR, dengan rincian 6 persen sangat percaya dan 47 persen cukup percaya. Ada 6 persen responden sisanya tidak menjawab.
Survei Indikator yang digelar pada 20-27 Oktober 2025 ini dilakukan untuk melihat evaluasi satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Penarikan sampel survei Indikator evaluasi satu tahun Prabowo-Gibran menggunakan metode multistage random sampling.
Ada sebanyak 1.220 orang dari berbagai provinsi yang mengikuti survei ini. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap. Toleransi kesalahan (margin of error) sekitar ±2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Angka ketidakpercayaan sebesar 41 persen itu menempatkan DPR berada di urutan terbawah dari lembaga-lembaga lain. Di atas satu tingkat DPR, Partai Politik mendapatkan ketidakpercayaan dari responden sebesar 30 persen. Dibanding dengan lembaga legislatif lain, DPR juga mendapat skor terendah dalam hal kepercayaan dari publik.
Hal itu tergambar dari 29 persen responden menyatakan tidak percaya terhadap Majelis Perwakilan Rakyat dan 28 persen masyarakat tak percaya kepada Dewan Perwakilan Daerah.
Lembaga lainnya, yaitu Polri tidak dipercaya oleh responden sebanyak 31 persen. Lalu Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dipercaya 29 persen responden, Pengadilan tidak dipercaya 21 persen responden, dan Mahkamah Konstitusi tidak dipercaya 18 persen responden.
-

Zulkifli Hasan Apresiasi Kinerja Mentan Amran Terbaik Sesuai Indikator
Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, memberikan apresiasi tinggi kepada Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman atas capaian kinerjanya yang dinilai terbaik berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia. Dalam hasil survei, Mentan Amran mencatat tingkat kepuasan publik tertinggi di antara seluruh pejabat tinggi negara, yakni sebesar 84,9 persen.
“Selamat Pak Mentan rankingnya nomor satu. Karena yang diukur kinerja bukan pencitraan. Pokoknya Mentan nomor satu, nah ini timnya Menteri Koordinator Bidang Pangan,” kata Menko Zulhas saat memberikan arahan dalam Penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) Mentan, Mendagri, Menkeu, Kabapanas, Ka BP BUMN tentang Penugasan Percepatan Pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur Pascapanen dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional, Selasa (11/11/2025).
Zulhas menilai, kepemimpinan Mentan Amran yang tegas, cepat tanggap, dan berpihak pada petani menjadi faktor utama tingginya tingkat kepuasan publik. “Saya senang kinerjanya Mentan paling bagus sekarang. Berarti kan pangan sukses alhamdulillah ya. Saya senang, ini kan (Mentan) leadernya tim Kemenko Pangan,” ucapnya.
Zulhas mengatakan, capaian tersebut menunjukkan bahwa sektor pangan Indonesia berada di jalur yang tepat. Menurutnya, hasil survei itu menjadi bukti bahwa kerja nyata Kementerian Pertanian (Kementan) benar-benar dirasakan oleh petani dan masyarakat luas.
“Tim pangan ini luar biasa, terutama timnya Pak Mentan. Produksi kita diproyeksi 34,77 juta ton, bahkan Bulog mengeluhkan gudangnya kurang. Karena itu, kita langsung respon cepat, kita akan bangun 100 gudang baru agar petani yang sedang semangat menanam padi dan jagung tidak kecewa karena hasilnya tidak terserap,” terang Zulhas.
Ia menambahkan bahwa pemerintah menyiapkan anggaran sekitar Rp5 triliun untuk pembangunan gudang baru yang akan tersebar di berbagai daerah sentra produksi. Langkah ini sekaligus menjadi upaya strategis menjaga stabilitas pasokan pangan dan harga di tingkat petani.
“Tahun depan produksi akan meningkat lagi karena baru mulai masuk irigasi dan bibit unggul. Sekarang pupuk juga dapat diskon 20 persen. Jadi ini semua persiapan yang kita jalankan bertahap,” jelasnya.
Sebelumnya, hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dipimpin Prof. Burhanuddin Muhtadi menunjukkan bahwa Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menempati peringkat pertama tingkat kepuasan publik dengan skor 84,9 persen. Survei tersebut dilakukan untuk mengevaluasi kinerja pejabat tinggi negara setelah satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Burhanuddin menjelaskan, tingginya kepuasan terhadap Mentan Amran didominasi oleh kalangan petani yang merasakan langsung manfaat kebijakan Kementerian Pertanian. “Di antara yang mengenal Pak Amran, umumnya tingkat kepuasannya sangat tinggi. Kebanyakan dari mereka adalah petani yang merasa diayomi dan dilayani dengan baik,” ungkapnya.
-

Menko Pangan: Mentan Amran berkinerja terbaik sesuai indikator
Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) memberikan apresiasi tinggi kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman atas capaian kinerja yang dinilai terbaik berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia.
Dalam hasil survei, Mentan Amran mencatat tingkat kepuasan publik tertinggi di antara seluruh pejabat tinggi negara, yakni sebesar 84,9 persen.
“Selamat Pak Mentan rankingnya nomor satu. Karena yang diukur kinerja bukan pencitraan. Pokoknya Mentan nomor satu, nah ini timnya Menteri Koordinator Bidang Pangan,” kata Zulhas di sela-sela menyaksikan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) percepatan pembangunan gudang Bulog di Jakarta, Selasa.
Adapun Penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) itu dilakukan Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional Andi Amran Sulaiman, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, Kepala Badan Pengaturan Badan Usaha Milik Negara Dony Oskaria, Direktur Utama Bulog Ahmad Rizal Ramdhani, dan perwakilan Menteri Keuangan.
Zulhas menilai, kepemimpinan Mentan Amran yang tegas, cepat tanggap, dan berpihak pada petani menjadi faktor utama tingginya tingkat kepuasan publik.
“Saya senang kinerjanya Mentan paling bagus sekarang. Berarti kan pangan sukses alhamdulillah ya. Saya senang, ini kan (Mentan) leader-nya tim Kemenko Pangan,” ucapnya.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (kanan), didampingi Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional Andi Amran Sulaiman (kiri) menjawab pertanyaan awak media di Kantor Kemenko Pangan Jakarta, Selasa (11/11/2025). ANTARA/Harianto
Zulhas mengatakan, capaian tersebut menunjukkan bahwa sektor pangan Indonesia berada di jalur yang tepat. Menurutnya, hasil survei itu menjadi bukti bahwa kerja nyata Kementerian Pertanian (Kementan) benar-benar dirasakan oleh petani dan masyarakat luas.
“Tim pangan ini luar biasa, terutama timnya Pak Mentan. Produksi kita diproyeksikan 34,77 juta ton (gabah setara beras), bahkan Bulog mengeluhkan gudangnya kurang. Karena itu, kita langsung respon cepat, kita akan bangun 100 gudang baru agar petani yang sedang semangat menanam padi dan jagung tidak kecewa karena hasilnya tidak terserap,” terang Zulhas.
Ia menambahkan pemerintah menyiapkan anggaran sekitar Rp5 triliun untuk pembangunan gudang baru yang akan tersebar di berbagai daerah sentra produksi. Langkah ini sekaligus menjadi upaya strategis menjaga stabilitas pasokan pangan dan harga di tingkat petani.
“Tahun depan produksi akan meningkat lagi karena baru mulai masuk irigasi dan bibit unggul. Sekarang pupuk juga dapat diskon 20 persen. Jadi ini semua persiapan yang kita jalankan bertahap,” jelasnya.
Sebelumnya, hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dipimpin Prof. Burhanuddin Muhtadi menunjukkan bahwa Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menempati peringkat pertama tingkat kepuasan publik dengan skor 84,9 persen.
Survei tersebut dilakukan untuk mengevaluasi kinerja pejabat tinggi negara setelah satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Burhanuddin menjelaskan, tingginya kepuasan terhadap Mentan Amran didominasi oleh kalangan petani yang merasakan langsung manfaat kebijakan Kementerian Pertanian.
“Di antara yang mengenal Pak Amran, umumnya tingkat kepuasannya sangat tinggi. Kebanyakan dari mereka adalah petani yang merasa diayomi dan dilayani dengan baik,” katanya.
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2023/12/13/6578b14444094.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Survei: Publik Nilai Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran Cenderung Positif
Survei: Publik Nilai Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran Cenderung Positif
Editor
KOMPAS.com
– Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa publik menilai kondisi pemberantasan korupsi di pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka cenderung positif.
Sebanyak 42,7 persen responden menilai upaya
pemberantasan korupsi
berada dalam kategori baik atau sangat baik, dengan rincian 35,5 persen menilai baik dan 7,2 persen menilai sangat baik.
“Ini evaluasi positifnya jauh lebih tinggi meninggalkan mereka yang menilai kondisi pemberantasan korupsi buruk atau sangat buruk,” kata Peneliti
Indikator Politik Indonesia
Bawono Kumoro, saat memaparkan
survei
mengenai ‘Evaluasi Publik Setahun Kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran’ yang dilansir dari YouTube Indikator Politik Indonesia, Sabtu (8/11/2025).
Di sisi lain, terdapat 30 persen responden menilai pemberantasan korupsi saat ini masih buruk atau sangat buruk, dengan rincian 25,1 persen yang menyebut buruk dan 4,9 persen yang menyebut sangat buruk.
Adapun 22,5 persen responden menilai kondisi pemberantasan korupsi sedang, sementara 4,8 persen responden lainnya tidak tahu atau tidak menjawab.
Masih dalam survei tersebut, Bawono mengatakan, pandangan masyarakat terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia menunjukkan kecenderungan positif.
Sebanyak 40,8 persen responden menilai penegakan hukum berada dalam kategori baik atau sangat baik, dengan rincian 37,8 persen menilai baik dan 3,0 persen menilai sangat baik.
Sementara itu, 29,3 persen responden menilai kondisi penegakan hukum sedang, dan 26,4 persen lainnya menilai buruk atau sangat buruk, yang terdiri dari 23,1 persen menyebut buruk dan 3,3 persen menyebut sangat buruk.
Selain itu, terdapat 3,4 persen responden yang tidak tahu atau tidak menjawab.
Sementara itu, mengenai kondisi keamanan, mayoritas responden menilai secara umum berada dalam kategori positif.
Sebanyak 56,5 persen responden menilai kondisi keamanan sejauh ini berada dalam keadaan sangat baik atau baik, dengan rincian 5,2 persen menyatakan sangat baik dan 51,3 persen baik.
“Jauh di atas yang memberikan penilaian secara negatif,” kata dia.
Responden yang memberikan penilaian kondisi keamanan buruk atau sangat buruk ada 15 persen, dengan rincian 13,5 persen buruk dan 1,5 persen sangat buruk.
Terdapat 27,4 persen responden yang menilai kondisi keamanan sedang dan 1 persen lainnya tidak menjawab.
Adapun survei dilakukan dalam kurun waktu 20 Oktober-27 Oktober 2025.
Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilu.
Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling, dengan jumlah sampel 1.220 responden dengan margin of eror 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Survei Indikator Politik: 77,7% Publik Puas dengan Kinerja Setahun Prabowo
Bisnis.com, JAKARTA – Survei Indikator Politik Indonesia mengungkapkan 77,7% masyarakat sangat/cukup puas dengan kinerja Presiden Prabowo Subianto selama 1 tahun menjabat.
Hasil tersebut diperoleh dari survei dengan jumlah sampel 1.220 orang menggunakan metode multistage random sampling. Margin of error kurang lebih 2,9%. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih.
Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum, 17 tahun atau lebih.
“Yang mengatakan sangat puas atau cukup puas di setahun pemerintahan Prabowo itu 77,7%. Jadi cukup tinggi ,” kata Founder & Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, dikutip dari YouTube Indikator Politik Indonesia, Sabtu (8/11/2025).
Dalam data yang dipaparkan, 17,3% responden merasa sangat puas, 60,4% cukup puas, 19,8% kurang puas, 1,0% tidak puas sama sekali, dan sekitar 1,5% tidak jawab.
Dia mengatakan, berdasarkan kategori jenis kelamin, laki-laki cenderung lebih puas dengan nilai 81,4% dan kurang/tidak puas sama sekali sebesar 17,7%.
Pada perempuan 73% sangat/cukup puas dan 24,0% kurang atau tidak puas sama sekali. Kemudian, dari kategori generasi, Gen Z (1997-2012) 81,8% merasa sangat/cukup puas dan 17,6% kurang atau tidak puas sama sekali. Milenials (1981-1996) 77,1% menyampaikan sangat/cukup puas dan 21,4% merasa kurang/tidak puas.
Lalu, Gen X (1965-1980) 75,8% merasa sangat/cukup puas, sedangkan 23,0% merasa kurang/tidak puas sama sekali. Adapun, 74% Baby Boomers merasa sangat/cukup puas dan 21,5 kurang/tidak puas sama sekali.
Dia menuturkan, alasan responden yang memilih puas terhadap kinerja Prabowo karena berhasil mengentaskan kasus korupsi.
“19,5% dari masyarakat yang puas itu menyebut variabel Pak Prabowo dianggap berhasil memberantas korupsi,” ucapnya.
Namun, dia menekankan bahwa itu adalah persepsi dari sejumlah masyarakat. Dia memahami adanya perbedaan data sehingga dirinya mempersilakan bagi kelompok aktivis untuk memberikan data lain terkait kepuasan masyarakat terhadap kinerja Prabowo selama 1 tahun.
Adapun, 8,6% responden merasa puas dengan kinerja Prabowo karena berlangsungnya Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
-

Survei: Kinerja Prabowo-Gibran di bidang keamanan puaskan masyarakat
“Angkanya ada di 56,5 persen. Jauh di atas yang memberikan penilaian secara negatif,”
Jakarta (ANTARA) – Tim survei Indikator Politik Indonesia mengatakan mayoritas responden puas dengan kinerja Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di tahun pertama menjabat dari sisi keamanan.
Berdasarkan hasil survei yang dibacakan Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro di akun Youtube Indikator Politik Indonesia, Sabtu, dijelaskan sebanyak 55,6 persen masyarakat menyatakan pemerintahan Prabowo-Gibran baik atau sangat baik.
“Angkanya ada di 56,5 persen. Jauh di atas yang memberikan penilaian secara negatif,” kata Bawono.
Untuk diketahui, sebanyak 27,4 persen responden menyatakan kinerja Prabowo-Gibran di bidang keamanan hanya “sedang”.
Sedangkan, 15 persen responden menyatakan kinerja di bidang menciptakan keamanan buruk atau sangat buruk. Angka tersebut terdiri dari 13,5 persen buruk dan 1,5 persen sangat buruk.
Berdasarkan data ini, Bawono menilai masyarakat cukup puas dengan sistem keamanan negara selama Prabowo-Gibran menjabat.
Untuk diketahui, survei dilakukan dalam kurun waktu 20 Oktober sampai 27 Oktober 2025. Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilu.
Penarikan sampel menggunakan multistage random sampling dengan jumlah sampel 1220 responden dengan margin of eror 2,8 persen.
Pewarta: Walda Marison
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2015/06/22/1506282011-fot01.JPG18-780x390.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
DPR dan Arogansi Wakil Rakyat Nasional 25 Agustus 2025
DPR dan Arogansi Wakil Rakyat
Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang
PERNYATAAN
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni yang menyebut mereka yang meminta pembubaran DPR sebagai “mental orang tolol sedunia” menimbulkan kehebohan.
Kata-kata itu memang terdengar keras, tetapi justru semakin mempertegas jurang antara rakyat dan wakilnya. Jurang yang bukan lahir kemarin, melainkan sudah lama menganga akibat kinerja legislatif yang dirasakan jauh dari harapan.
Di era ketika kepercayaan publik terhadap lembaga negara menjadi sangat krusial, pernyataan bernada merendahkan justru menjadi kontraproduktif.
DPR, yang seharusnya menjadi representasi rakyat, semakin terkesan arogan dan alergi terhadap kritik.
Kritik ekstrem berupa seruan “bubarkan DPR” memang mengagetkan. Namun, harus dipahami, ia lahir dari rasa frustrasi masyarakat.
Tuntutan semacam itu bukan tanpa dasar. Survei Indikator Politik Indonesia (Mei 2025) menempatkan DPR pada posisi terbawah dalam hal kepercayaan publik.
Hanya 7,7 persen responden yang mengaku “sangat percaya”, sementara 23 persen lebih menyatakan tidak percaya.
Temuan lain dari Indonesia Political Opinion (IPO) pada bulan yang sama memperkuat gambaran tersebut. Hanya 45,8 persen publik yang menaruh kepercayaan pada DPR. Angka ini jauh di bawah presiden (97,5 persen) maupun TNI (92,8 persen).
Dengan posisi serendah itu, wajar jika muncul pertanyaan mendasar: apakah DPR masih layak dipercaya sebagai penyalur aspirasi rakyat?
Tidak mengherankan bila kemudian kritik yang muncul dari publik kian tajam. Sebagian bahkan melontarkan ide ekstrem berupa pembubaran DPR.
Secara konstitusional tentu hal itu tidak mudah, bahkan hampir mustahil. Namun, secara politik, ia adalah ekspresi kekecewaan yang sah.
Kekecewaan publik bukan hanya persoalan kinerja legislasi yang seret, tetapi juga catatan buram integritas. Kasus korupsi terus membayangi DPR.
Belum lama ini,
KPK menetapkan dua anggota DPR, Heri Gunawan dan Satori, sebagai tersangka
dalam kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia dan OJK.
Kasus lain melibatkan
Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, yang menjadi tersangka
dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah jabatan anggota DPR.
Rangkaian kasus tersebut bukan insiden kecil. Ia memperkuat kesan bahwa DPR lebih sibuk dengan urusan keuntungan pribadi ketimbang kerja representasi.
Maka, ketika publik menaruh ketidakpercayaan, bukankah ada alasan yang cukup kuat?
Dalam teori politik, ada dua jenis legitimasi: formal dan substantif. Legitimasi formal DPR datang dari konstitusi; ia adalah lembaga yang dibentuk oleh Undang-undang Dasar. Namun, legitimasi substantif berasal dari penerimaan rakyat.
Ketika seorang legislator melabel rakyatnya sebagai “tolol”, legitimasi substantif itu semakin runtuh. Kata-kata kasar bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan bentuk arogansi yang merusak wibawa lembaga. Sebab demokrasi tidak tumbuh dari caci maki, tetapi dari dialog yang sehat.
Rakyat yang marah, bahkan sampai melontarkan ide pembubaran DPR, sesungguhnya sedang bersuara. Mereka menuntut perbaikan, bukan penghinaan.
Di sinilah seharusnya seorang legislator menempatkan diri. Tugasnya bukan menutup telinga, apalagi membalas dengan caci maki, melainkan menghadirkan argumen yang menenangkan. DPR harus menjawab dengan kerja, bukan amarah.
Bahasa seorang pejabat publik adalah bahasa negara. Ia mengandung bobot simbolik yang memengaruhi legitimasi lembaga.
Maka, setiap kata yang keluar dari seorang anggota DPR tidak boleh sekadar dimaknai sebagai luapan emosi personal, melainkan bagian dari komunikasi politik institusi.
Pertanyaannya: bagaimana DPR bisa memperbaiki citra?
Pertama, dengan meningkatkan kualitas legislasi. RUU yang dibahas harus benar-benar menjawab kebutuhan rakyat, bukan hanya melayani kepentingan elite atau kelompok tertentu.
Kedua, memperkuat fungsi pengawasan. DPR tidak boleh lagi menjadi sekadar mitra pasif eksekutif. Ia harus berani bersikap kritis, meskipun berisiko tidak populer di mata pemerintah.
Ketiga, integritas anggota. Tidak ada cara lain selain menutup pintu lebar-lebar terhadap praktik korupsi. Transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap etika harus menjadi standar minimal.
Keempat, membangun komunikasi politik yang humanis. Kritik publik harus direspons dengan dialog, bukan cacian. Sebab penghinaan hanya akan memperlebar jurang kepercayaan yang sudah dalam.
Ucapan Ahmad Sahroni yang menyebut rakyat dengan istilah “mental orang tolol sedunia” sesungguhnya adalah refleksi dari krisis kedewasaan politik yang lebih luas.
DPR, sebagai lembaga perwakilan rakyat, justru semakin kehilangan sentuhan etis yang mestinya menjadi dasar demokrasi.
Kemarahan rakyat memang nyata. Namun, ia tidak akan pernah lebih berbahaya dibanding keangkuhan elite yang lupa bahwa kekuasaan hanyalah mandat, bukan hak istimewa.
Jika DPR ingin tetap relevan, maka satu hal yang harus diingat: hormati rakyat. Sebab tanpa rakyat, DPR hanyalah gedung megah di Senayan yang penuh retorika, tetapi kosong makna demokrasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Burhanuddin Muhtadi Jadi Anggota Tim Penasihat Ahli Menteri Agama
Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri lembaga survei Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi resmi mendapatkan amanah baru sebagai anggota Tim Penasihat Ahli Menteri Agama Republik Indonesia.
Kabar ini disampaikan melalui unggahan akun Instagram resmi @mapk_indonesia dan @burhanuddinmuhtadi yang dikutip pada Rabu (13/8/2025).
“Selamat dan Sukses Prof @burhanuddinmuhtadi atas amanah barunya, semoga membawa kebaikan dan keberkahan. MAPK untuk Indonesia…,” tulis akun tersebut.
Sekadar informasi, Burhanuddin Muhtadi merupakan pria kelahiran 15 Desember 1977 asal Rembang, Jawa Tengah, Indonesia.
Pengamat politik itu mengawali pendidikan formal di SDN Kutoharjo I Rembang (1990), lalu melanjutkan ke MTs Muallimin Rembang (1993), dan menyelesaikan pendidikan menengah di MAPK Surakarta.
Dia meraih gelar Sarjana Teologi dan Filsafat Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2002), sebelum melanjutkan studi magister di bidang Asian Studies di Australian National University (ANU) Canberra pada 2008.
Karier akademiknya makin menguat setelah dirinya menuntaskan studi doktoral di ANU pada 2018, dengan disertasi Buying Votes in Indonesia: Partisans, Personal Networks, and Winning Margins. Karya ini kemudian diterbitkan menjadi buku Vote Buying in Indonesia pada 2019 dan versi bahasa Indonesia berjudul Daulat Uang pada 2020.
Sebagai akademisi, Burhanuddin adalah dosen senior di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta dan pengajar pascasarjana di Universitas Paramadina.
Di dunia riset, dia menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, sekaligus pernah menjadi Direktur Publik Lembaga Survei Indonesia (LSI). Kiprahnya diakui di tingkat internasional dengan posisi Visiting Fellow di ISEAS – Yusof Ishak Institute, Singapura, serta kolaborasi penelitian dengan Middle East Institute (MEI).
Fokus penelitiannya meliputi perilaku pemilih, politik uang, klientelisme, politik Islam, dan dinamika demokrasi di Indonesia. Dia telah menulis dan mempublikasikan artikel di berbagai jurnal ilmiah bereputasi dunia, seperti World Politics, Third World Quarterly, Electoral Studies, dan Asian Studies Review.
-

Hitung Cepat PSU Pilkada Papua, Paslon Matius-Aryoko Unggul Peroleh 50,71% Suara
Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Indikator Politik Indonesia telah mengumumkan hasil hitung cepat dari pemungutan suara ulang Pilkada Provinsi Papua.
Metodologi hitung cepat yang dilakukan Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia berdasarkan pemilih yang datang langsung ke 250 TPS yang tersebar di Provinsi Papua dengan toleransi kesalahan atau margin of error maksimal quick count diperkirakan +/- 2,19%pada tingkat kepercayaan 95%.
Direktur Eksekutif Lembaga Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyebut bahwa pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Matius Fakhiri-Aryoko Rumaropen ada di posisi teratas dengan raihan suara 50,71%.
Sementara itu pasangan calon Benhur Tomi Mano-Constant Karma ada di bawahnya dengan raihan suara 49,29% suara.
“Jadi dari hasil quick count paslon Matius Fakhiri-Aryoko Ferdinand Rumaropen telah meraih suara 50,71%,” tuturnya di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Kendati demikian, kata Burhanuddin, selisih suara kedua pasangan calon itu sangat tipis sehingga belum bisa ditentukan siapa yang memenangkan pemungutan suara ulang pada Pilkada Papua.
“Jadi secara statistik, selisih suara paslon masing-masing tidak terlalu signifikan, belum bisa disimpulkan siapa yang akan lolos sebagai pemenang,” katanya.
Burhanuddin mengingatkan bahwa hitung cepat bukanlah hasil resmi pemenang PSU Pilkada Papua. Menurutnya, hitung cepat hanya bisa digunakan sebagai data untuk membandingkan dengan hasil resmi yang dikeluarkan oleh KPUD Provinsi Papua.
“Hasil resminya hanya berhak diumumkan oleh KPUD Provinsi Papua,” ujarnya.