NGO: PMI

  • IHSG akhir pekan ditutup menguat ikuti bursa kawasan Asia

    IHSG akhir pekan ditutup menguat ikuti bursa kawasan Asia

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    IHSG akhir pekan ditutup menguat ikuti bursa kawasan Asia
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 02 Mei 2025 – 19:14 WIB

    Elshinta.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat sore ditutup naik mengikuti penguatan bursa saham kawasan Asia.

    IHSG ditutup bertambah 48,93 poin atau 0,72 persen ke posisi 6.815,73. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 1,84 poin atau 0,24 persen ke posisi 763,35.

    “Kenaikan IHSG sejalan dengan kawasan bursa regional Asia yang bergerak menguat, dipengaruhi oleh harapan dari hubungan perdagangan Amerika Serikat (AS) dan China,” ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus di Jakarta, Jumat.

    Dari mancanegara, China mengatakan sedang mempertimbangkan kemungkinan perundingan perdagangan setelah berbagai upaya penjangkauan oleh AS untuk memulai negosiasi tarif.

    Sebelumnya, China mengisyaratkan ketersediaan untuk terlibat dalam pembicaraan perdagangan dengan AS.

    Juru bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa pejabat AS telah menghubungi beberapa kali melalui saluran yang relevan untuk memulai negosiasi tarif, yang meningkatkan sentimen pasar.

    Hal itu tentunya terupdate mengenai kemungkinan langkah menuju proses negosiasi mengenai masalah tarif, sehingga dapat meredakan ketegangan tarif.

    Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi April 2025 sebesar 1,17 persen secara bulanan, secara tahunan inflasi mencapai 1,95 persen, atau masih dalam kisaran target bank sentral sebesar 1,5 persen hingga 3,5 persen.

    Indeks manufaktur Indonesia April 2025 mengalami fase kontraksi, yang mana data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis S&P Global menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur Indonesia pada April 2025 berada di level 46,7 dibandingkan dari bulan sebelumnya berada di level 52,4.

    Penurunan aktivitas itu seiring adanya penurunan tajam dalam volume produksi dan pesanan baru. Melemahnya data aktivitas manufaktur itu akan mengancam terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

    Pelaku pasar berharap peran pemerintah dalam memberikan stimulus dan juga berharap bank sentral memberikan ruang untuk pemangkasan suku bunga acuaanya.

    Dibuka menguat, IHSG betah di teritori positif sampai penutupan sesi pertama perdagangan saham. Pada sesi kedua, IHSG masih betah di zona hijau hingga penutupan perdagangan saham

    Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, enam sektor menguat yaitu dipimpin sektor barang baku yang menguat sebesar 1,41 persen, diikuti oleh sektor infrastruktur dan sektor properti yang masing-masing naik sebesar 21,24 persen dan 0,93 persen.

    Sedangkan, lima sektor menurun yaitu sektor barang konsumen primer turun paling dalam sebesar 0,66 persen, diikuti oleh sektor industri dan sektor teknologi yang masing-masing turun sebesar 0,28 persen dan 0,24 persen.

    Saham-saham yang mengalami penguatan terbesar yaitu JATI, UNTD, KONI, LEAD dan DKFT. Sedangkan saham-saham yang mengalami pelemahan terbesar yakni SMIL, NAIK, PAMG, MEJA dan NINE.

    Frekuensi perdagangan saham tercatat sebanyak 1.182.274 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 20,12 miliar lembar saham senilai Rp11,87 triliun. Sebanyak 315 saham naik 305 saham menurun, dan 187 tidak bergerak nilainya.

    Bursa saham regional Asia sore ini antara lain, indeks Nikkei menguat 378,39 poin atau 1,04 persen ke 36,830,69, indeks Shanghai melemah 7,62 poin atau 0,23 persen ke 3.279,03, indeks Kuala Lumpur menguat 2,27 poin atau 0,15 persen ke 1.542,49, dan indeks Strait Times menguat 12,63 poin atau 0,33 persen ke 3.845,714.

    Sumber : Antara

  • Menteri P2MI Ungkap 95 Persen Kasus Kekerasan yang Dilaporkan Berasal dari Pekerja Migran Ilegal – Halaman all

    Menteri P2MI Ungkap 95 Persen Kasus Kekerasan yang Dilaporkan Berasal dari Pekerja Migran Ilegal – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengungkap 95 persen kasus kekerasan, eksploitasi, perlakuan tidak adil hingga terjebak dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dialami oleh pekerja migran yang berangkat secara non prosedural atau ilegal.

    Data ini didasarkan pada kasus yang dilaporkan atau diterima oleh Kementerian P2MI. Hal ini diungkap Karding saat mengunjungi Balai Vokasi Poliran milik Polda Banten di Serang, Banten pada Jumat (2/5/2025).

    “95 persen data kami, yang mengalami kekerasan, yang mengalami eksploitasi, perlakuan tidak adil, bahkan TPPO itu adalah orang-orang yang berangkat secara non prosedural atau ilegal,” kata Karding.

    Perihal tren kejadian ini, Karding menyatakan pentingnya sosialisasi pencegahan TPPO dan pengiriman pekerja migran ilegal sebagai upaya perlindungan bagi warga Indonesia di luar negeri.

    Dalam kesempatan itu, Karding juga menyebut sosialisasi pencegahan ini perlu dilakukan dengan bekerja sama berbagai pihak, termasuk Polda Banten dan tokoh-tokoh setempat.

    Pada kunjungannya ke Banten, Karding turut melihat balai vokasi seperti pelatihan budidaya ikan, pengelasan hingga peternakan yang diselenggarakan oleh Polda Banten.

    “Yang disebut polisi peduli pengangguran ditandai dengan menciptakan banyak manusia-manusia yang terampil lewat vokasi yang luar biasa,” kata Menteri Karding.

     

     

     

     

  • Video: PMI Manufaktur RI Kontraksi Lagi – McD Jadi Korban Perang Tarif

    Video: PMI Manufaktur RI Kontraksi Lagi – McD Jadi Korban Perang Tarif

    Jakarta, CNBC Indonesia –Aktivitas Manufaktur Indonesia mengalami kontraksi pada April 2025. PMI tercatat di angka 46,7 dan menjadikan aktivitas manufaktur di bulan tersebut menjadi yang terendah sejak gelombang Delta Covid-19 pada Agustus 2021,

    Sementara di tengah gonjang-ganjing ekonomi Amerika Serikat yang kian tak menentu, raksasa industri makanan cepat saji Mcdonald’s mengungkapkan dampak kebijakan tarif presiden Donald Trump yang berubah-ubah.

    Selengkapnya saksikan di Program Evening Up CNBC Indonesia, Jumat (02/05/2025).

  • Airlangga Sebut Deregulasi Bakal Perbaiki PMI Manufaktur RI yang Terkontraksi

    Airlangga Sebut Deregulasi Bakal Perbaiki PMI Manufaktur RI yang Terkontraksi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa upaya pemerintah melakukan deregulasi dapat membantu dunia industri manufaktur bernapas, setelah PMI Manufaktur terkontraksi.

    Pasalnya, data PMI S&P Global Purchasing Managers’Index (PMI) yang rilis pada Jumat (2/5/2025) menunjukkan bahwa indeks manufaktur Indonesia berada di level 46,7. Angka itu turun drastis dari bulan sebelumnya yang sebesar 52,4 sekaligus terjadi kontraksi, karena posisi PMI berada di bawah 50.

    Airlangga melihat anjloknya indikator manufaktur ini lebih akibat perang dagang yang terjadi. 

    “PMI turun kan karena perang dagang. Jadi dunia kan perdagangan shrinking, pertumbuhan Amerika juga negatif. Jadi ini namanya optimisme yang terganggu oleh trade war,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (2/5/2025). 

    Terlebih, Bank Dunia atau World Bank memproyeksikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) industri Tanah Air akan melandai pada tahun ini menjadi 3,8% dari tahun sebelumnya yang sebesar 5,2%. 

    Dalam laporan terbarunya, Macro Poverty Outlook (MPO) for East Asia and Pacific edisi April 2025, Bank Dunia memproyeksikan adanya perlambatan sebesar -1,4% tersebut akibat kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengganggu perdagangan global.  

    Airlangga melihat perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terhenti karena perang dagang memberikan efek negatif ke industri dalam negeri. 

    Di mana Indonesia turut menjadi bagian dari supply chain atau rantai pasok perdagangan global. 

    “Jadi kami lakukan saja ke depan apa-apa yang harus dilakukan agar biaya untuk manufaktur itu tidak ada biaya tinggi, [yakni] deregulasi,” lanjutnya. 

    Ke depan, Airlangga menyampaikan bahwa pemerintah tetap optimistis terhadap industri Tanah Air akan tetap positif. Apalagi, pemerintah telah membuat satgas deregulasi yang akan menyiapkan sejumlah paket kebijakan. 

    Terlebih, Airlangga memandang kawasan regional, alias Asean, relatif aman. Pemerintah juga mendorong percepatan penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) untuk mendorong perdagangan dengan Eropa. 

     “Memang sudah waktunya untuk mendiversifikasi pasar ekspor dan menurunkan hambatan tarif. Kalau kita turun, yang lain juga menurunkan, maka produk kita akan lebih kompetitif ke depan,” tuturnya. 

    Sebagaimana diketahui dalam menanggapi tarif Trump, pemerintah sedang dalam pembahasan terkait dengan perizinan impor, terkait dengan Angka Pengenal Impor (API), Online Single Submission (OSS), deregulasi perpajakan dan kepabeanan. 

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan hambatan perdagangan dan non-perdagangan saat ini menjadi fokus Pemerintah Indonesia. Secara berkelanjutan, Indonesia melakukan evaluasi terhadap berbagai hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif, guna menciptakan iklim perdagangan yang lebih terbuka dan efisien. 

    “Di sisi tarif, sebagian besar tarif Indonesia sebenarnya sangat rendah, tetapi kami akan selalu mengevaluasi dan melihat apakah ada area yang dapat kami tingkatkan di sisi tarif,” ujarnya.

    Terkait hambatan non-tarif, Menkeu mengakui bahwa Indonesia masih memiliki sejumlah mekanisme yang kerap menjadi perhatian karena dianggap mencegah perdagangan.

    “Baik dalam bentuk proses administrasi, misalnya dalam proses bea cukai saat mengimpor barang, atau dalam hal penilaian, prosedur perpajakan, atau karantina untuk produk pertanian,” lanjutnya. 

  • Ini Kata Asosiasi Pertekstilan Indonesia Soal PMI Manufaktur RI di April 2025 Merosot – Halaman all

    Ini Kata Asosiasi Pertekstilan Indonesia Soal PMI Manufaktur RI di April 2025 Merosot – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2025 mengalami kemerosotan.

    PMI Indonesia turun ke angka 46,7 poin pada April, dimana pada Maret 2025 menyentuh 52,4 poin atau berada di fase ekspansi.

    Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menilai, turunnya angka PMI pada April tahun ini masih wajar, terlebih ini merupakan yang pertama kalinya, usai bulan sebelumnya berada di level ekspansi.

    “Tidak ada indikasi yang sangat perlu diwaspadai, kecuali nanti terjadi tiga bulan berturut-turut. Tapi apakah ini kontraksi ini juga diakibatkan oleh adanya trade war? Saya kira itu pengaruh psikologi saat ini,” ungkap Danang saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (2/5/2025).

    Saat ini, menurut Danang, produksi manufaktur dalam negeri masih berusaha menyesuaikan antara permintaan-permintaan baru dalam masa periode 90 hari pelonggaran tarif impor Trump.

    “Itu secara psikologi sedang terjadi kebimbangan. Apalagi kita belum tahu hasil potensi ke depan, hasil dari negosiasi pemerintah Indonesia dengan AS itu seperti apa. Meskipun kemarin Pak Menko sudah menyampaikan ke publik tentang progresnya, meskipun belum final,” jelasnya.

    Oleh karenanya, Danang menyatakan, penurunan PMI Manufaktur pada April 2025 belum serta merta berpengaruh buruk pada industri.

    “Masih terlalu dini untuk memberikan justifikasi ada kejadian apa yang mempengaruhi PMI kita turun. Jadi kita harus melihat satu bulan lagi, apakah masih terjadi tren penurunan yang konsisten. Kalau ada penurunan yang konsisten, itu baru ada sesuatu yang harus-harus benar-benar kita amati dan tindaklanjuti supaya tidak terjadi, supaya bisa dilakukan pencegahan penurunan,” tutur Direktif Eksekutif API.

    Diketahui, Purchasing Managers Index (PMI) adalah indikator bagi kegiatan perekonomian suatu negara yang dibuat melalui tahapan survei terhadap para purchasing manager berbagai sektor bisnis yang ada.

    Angka PMI mengindikasikan seberapa optimis pelaku sektor bisnis terhadap kondisi perekonomian ke depannya. 

    Untuk membaca PMI manufaktur yakni patokan dalam indeks itu adalah 50.

    Contohnya, jika nilai PMI manufaktur Indonesia di atas 50, maka dapat dikatakan sektor manufaktur di Indonesia sedang mengalami ekspansi atau pertumbuhan.

    Sebaliknya, ketika di bawah 50, dapat dibilang sektor manufaktur di Indonesia sedang mengalami kontraksi atau perlambatan. 

    Penurunan PMI manufaktur ini menjadi indikasi bahwa permintaan konsumen sedang melemah.

    Penyebabnya, bisa karena kondisi ekonomi suatu negara, kebijakan PHK yang berujung pada penutupan pabrik, penurunan output hingga anjloknya permintaan.

     

  • PMI Manufaktur Diramal Terus Terkontraksi Beberapa Bulan ke Depan

    PMI Manufaktur Diramal Terus Terkontraksi Beberapa Bulan ke Depan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) Fithra Faisal Hastiadi memproyeksi kontraksi Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia terus berlanjut hingga beberapa bulan ke depan.

    S&P Global melaporkan, indeks manufaktur Indonesia berada di level 46,7 pada April 2025. Angka itu turun dibanding Maret 2025 yang berada di level 52,4.

    Realisasi tersebut menunjukkan penurunan kesehatan sektor manufaktur Indonesia dalam lima bulan terakhir. Adapun skor PMI di bawah 50 berarti menunjukan penurunan aktivitas manufaktur.

    Fithra mengatakan, pemulihan industri dalam jangka pendek diperkirakan masih moderat mengingat rendahnya kepercayaan bisnis dan kehati-hatian konsumen. Menurutnya, tingginya biaya input akibat tekanan nilai tukar yang berkelanjutan tetap menjadi tantangan utama.

    Di satu sisi, efisiensi pemasok yang membaik mungkin dapat sedikit mengurangi tekanan produksi. Dia menekankan bahwa, pemulihan sektor secara keseluruhan sangat bergantung pada pemulihan permintaan domestik dan stabilisasi kondisi ekonomi global.

    “Kami memperkirakan pembacaan PMI dalam beberapa bulan mendatang tidak akan terlalu menggembirakan, dibebani oleh ketidakpastian ekonomi global dan fluktuasi nilai tukar, serta sejalan dengan proyeksi pertumbuhan PDB tahun ini sebesar 4,8%,” ucap Fithra dalam keterangannya, Jumat (2/5/2025).

    Dia mengungkapkan kontraksi PMI pada April ini tak mengagetkan. Sebab, hal itu sejalan dengan proyeksi dari SSI Research.

    Menurutnya, penurunan skor PMI mencerminkan koreksi musiman setelah ekspansi kuat pada Februari dan Maret. Hal itu sebagian besar didorong oleh produksi yang melebihi permintaan aktual menjelang Ramadan dan Lebaran.

    Selain itu, penurunan output yang signifikan terjadi bersamaan dengan melemahnya pesanan domestik dan ekspor. Di satu sisi, permintaan yang melemah menyebabkan penurunan tingkat ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian.

    Meski begitu, kata Fithra, perbaikan dalam kinerja rantai pasok menjadi titik cerah di tengah lemahnya sektor secara keseluruhan. Dia menyebut, peningkatan waktu pengiriman dari pemasok untuk pertama kalinya sejak November menunjukkan tekanan logistik mulai mereda. Hal ini berpotensi mengurangi hambatan operasional ke depannya.

    “Selain itu, meskipun kepercayaan bisnis turun ke level terendah dalam tiga bulan dan tetap di bawah rata-rata historis, optimisme yang masih bertahan, meskipun terbatas, mengindikasikan kesiapan pelaku manufaktur untuk meningkatkan produksi apabila kondisi pasar stabil atau sinyal permintaan menjadi lebih jelas,” jelas Fithra.

    Penurunan Daya Beli Kelas Menengah

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, kontraksi PMI dari 52,4 menjadi 46,7 pada April menunjukan gejala serius pada kondisi industri RI. Menurutnya, penyebab utamanya masih akibat turunnya permintaan baik dari dalam negeri maupun pasar internasional.

    Dia juga menyebut, penurunan permintaan dari pasar domestik ta lepas dari melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah.

    “Para pelaku industri melihat bahwa selama ini ada beberapa kekhawatiran terhadap daya beli kelas menengah, terutama yang jadi penopang utama permintaan dalam negeri,” jelas Faisal kepada Bisnis.

    Sementara, untuk penurunan permintaan dari luar negeri tak lepas dari kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Faisal menjelaskan, kebijakan itu berdampak kepada penurunan aktivitas perdagangan dan penurunan permintaan secara global.

    “Jadi artinya, bagi pelaku industri adalah bukan hanya pasar domestik yang tertekan, tapi juga ekspor,” kata Faisal.

    Oleh karena itu, Faisal mengingatkan pemerintah harus turun tangan dan menaruh perhatian serius pada kondisi industri dalam negeri.

    Menurutnya, pemerintah perlu memperkuat ekonomi domestik. Sebab, hal ini menjadi harapan di tengah potensi melemahnya pasar global.

    Faisal menyebut, hal itu dilakukan lewat kebijakan yang sinkron satu sama lain.

    “Bagi pemerintah untuk mengantisipasi ini, terutama dari ekonomi domestik yang harus diperkuat dengan berbagai kebijakan yang satu sama lain harus sinkron. Fokusnya di situ, karena itu yang ada dalam kontrol pemerintah,” jelas Faisal.

    S&P Global melaporkan PMI manufaktur RI terkoreksi ke level 46,7 pada April 2025. Angka tersebut menunjukkan penurunan kesehatan sektor manufaktur Indonesia dalam lima bulan terakhir.

    “Sektor manufaktur Indonesia memasuki triwulan kedua 2025 dengan catatan kurang baik, kontraksi pertama dalam lima bulan di tengah penurunan tajam pada penjualan dan output. Terlebih lagi, headline PMI menunjukkan tanda-tanda penurunan tajam pada kesehatan sektor sejak Agustus 2021,” ujar Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti.

    S&P Global menyebut, kontraksi PMI manufaktur RI disebabkan oleh penurunan tajam volume produksi dan permintaan baru. Permintaan dilaporkan melemah, baik dari pasar domestik maupun luar negeri.

    Menanggapi hal ini, perusahaan-perusahaan memasuki mode pengurangan tenaga kerja dengan mengurangi aktivitas pembelian dan perekrutan pada awal kuartal II/2025 ini.

    Kabar baiknya, tekanan terhadap pemasok berkurang karena tekanan kapasitas produksi menurun. Waktu pengiriman rata-rata meningkat untuk pertama kali sejak November lalu, meski hanya kecil.

    Bhatti menilai, bisnis di sektor manufaktur Indonesia masih optimis bahwa volume produksi akan naik pada tahun mendatang. Meski kuat, tingkat optimisme turun ke level terendah dalam tiga bulan dan di bawah rata-rata jangka panjang.

    “Perkiraan tahun mendatang terlihat positif, perusahaan berharap produksi naik karena kondisi ekonomi akan membaik dan daya beli klien dan pelanggan akan menguat. Namun demikian, ketidakpastian waktu pemulihan menurunkan harapan beberapa perusahaan,” ucap Bhatti.

  • PMI Manufaktur Kontraksi, Alarm Industri Sedang Tidak Baik dan Perlu Regulasi yang Berpihak – Halaman all

    PMI Manufaktur Kontraksi, Alarm Industri Sedang Tidak Baik dan Perlu Regulasi yang Berpihak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kondisi ekonomi global yang memanas akibat perang dagang Amerika Serikat dan China membuat performa manufaktur dalam negeri ikut terimbas.

    Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2025 yang berada di level kontraksi dengan 46,7 poin, menurut laporan S&P Global.

    Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, survei PMI manufaktur merupakan survei persepsi terhadap pelaku industri yang menunjukkan tingkat keyakinan, seperti optimis atau pesimis, pelaku industri manufaktur menjalankan usahanya saat ini.

    “Artinya dari hasil survei tersebut, ada tekanan psikologis pada persepsi pelaku usaha menghadapi perang tarif global dan banjir produk impor pada pasar domestik,” ucap Febri dalam keterangan resmi, Jumat (2/5/2025).

    Guna meningkatkan optimisme industri, pelaku usaha membutuhkan regulasi yang jelas sehingga bisa mendorong produktivitas manufaktur.

    Selain itu, saat ini pelaku industri manufaktur di Indonesia masih menunggu kepastian dari hasil negosiasi perwakilan Pemerintah Indonesia yang telah menemui pihak pemerintah Amerika Serikat.

    “Dengan adanya kepastian hukum melalui kebijakan dari pemerintah, pelaku industri akan dapat percaya diri untuk menjalankan usahanya sehingga tidak dalam kondisi wait and see seperti saat ini,” terang Febri.

    Ia menilai, pelaku industri dalam negeri bukan hanya saja khawatir karena adanya pemberlakuan tarif resiprokal oleh Presiden Trump, tetapi mereka lebih khawatir terhadap serangan produk-produk dari sejumlah negara yang terdampak tarif Trump tersebut.

    “Karena bisa jadi Indonesia sebagai pasar alternatif, sehingga kita akan mendapat limpahan atau muntahan barang-barang impor itu,” ujar Jubir Kemenperin.

    Febri menyatakan, sudah banyak pelaku industri atau asosiasi telah melaporkan berbagai keluhannya ke Kementerian Perindustrian atas kondisi ketidakpastian saat ini.

    “Mereka menunggu kebijakan-kebijakan strategis dari pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada industri dalam negeri untuk bisa berdaya saing di pasar domestik atau menjadi tuan rumah di negara sendiri,” ungkapnya.

    Sebab, dari sisi struktur produksi, sekitar 20 persen produk industri nasional dialokasikan untuk pasar ekspor, sementara 80 persen lainnya diserap oleh pasar domestik yang mencakup belanja pemerintah, swasta, dan rumah tangga. Ini menunjukkan bahwa pentingnya pasar domestik harus dilindungi untuk kepentingan industri dalam negeri, yang sekaligus sebagai wujud nyata bentuk sikap nasionalisme.

    “Kami memiliki komitmen kuat dan kosisten untuk ikut menciptakan suasana optimisme bagi pelaku usaha di Indonesia, namun perlunya dukungan penuh dari stakeholders terkait terutama dari K/L lain penentu kebijakan yang menentukan nasib industri, untuk dapat segera menerbitkan kebijakan- kebijakan yang pro-investasi dan juga pro terhadap perlindungan industri dalam negeri. Jangan sampai permintaan pasar domestik yang sudah turun saat ini malah diisi oleh barang-barang impor,” ujarnya.

    Febri menambahkan, penurunan PMI manufaktur Indonesia paling dalam dibandingkan negara-negara peers. Di ASEAN misalnya, PMI manufaktur Filipina masih berada di fase ekspansif, karena kebijakan tarif Trump tidak terlalu memberatkan bagi mereka dibandingkan negara-negara lain. Selain itu, kebijakan perlindungan pasar dalam negeri di Filipina cukup afirmatif.

    Berdasarkan laporan S&P Global, PMI manufaktur yang mengalami kontraksi pada April 2025, antara lain Thailand (49,5), Malaysia (48,6), Jepang (48,5), Jerman (48,0), Taiwan (47,8), Korea Selatan (47,5), Myanmar (45,4), dan Inggris (44,0). Meskipun PMI manufaktur China berada di fase ekspansi (50,4), tetapi mengalami perlambatan dibanding bulan sebelumnya.

    Usamah Bhatti selaku Ekonom S&P Global Market Intelligence mengatakan, sektor industri manufaktur di Indonesia mencatatkan kondisi kesehatan yang kurang baik memasuki triwulan kedua tahun 2025. “Ini kontraksi pertama dalam lima bulan di tengah penurunan tajam pada penjualan dan output. Selain itu, penurunan tajam sejak Agustus 2021,” ungkapnya.

    Menanggapi keadaan tersebut, S&P Global melaporkan, sejumlah perusahaan mengurangi pembelian dan tenaga kerja serta mengurangi jumlah stok input dan barang jadi. “Perkiraan jangka pendek masih suram karena perusahaan mengalihkan kapasitas untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan akibat tidak ada penjualan, tampaknya kondisi ini akan berlanjut beberapa bulan mendatang,” imbuhnya.

  • Suramnya Industri Asia, PMI Manufaktur Terkontraksi Massal per April 2025

    Suramnya Industri Asia, PMI Manufaktur Terkontraksi Massal per April 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Aktivitas manufaktur di sebagian besar negara Asia terkontraksi pada April 2025. Perusahaan-perusahaan berjuang menghadapi permintaan yang lebih lemah dan kehilangan pesanan baru akibat tarif dasar 10% dari Presiden AS Donald Trump. 

    Melansir Bloomberg, Jumat (2/5/2025), survei yang diterbitkan oleh S&P Global menunjukkan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur untuk negara-negara Asia, termasuk Korea Selatan dan Taiwan, merosot tajam bulan lalu karena ketidakpastian perdagangan global. Kondisi yang menyebabkan penurunan pesanan baru dan pemotongan produksi.

    Indikator perdagangan Taiwan mencatat PMI sebesar 47,8 pada bulan April, terendah dalam 16 bulan dan masih jauh di bawah ambang batas 50 yang memisahkan ekspansi dan kontraksi. Bisnis baru turun untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun, yang menyebabkan penurunan produksi dan pembelian. 

    Disebutkan permintaan yang lebih lemah di dalam negeri dan di pasar ekspor utama di Asia dan Eropa, dengan beberapa mengaitkannya dengan kenaikan tarif Trump sebagai penyebab kondisi ini.

    “Dampak tarif AS dan ekspektasi pertumbuhan global yang lebih lambat juga meredam proyeksi untuk tahun mendatang,” kata Annabel Fiddes dari S&P Global Market Intelligence dalam sebuah pernyataan tentang data Taiwan. 

    Dia melanjutkan, perusahaan umumnya mengantisipasi produksi akan menurun selama 12 bulan ke depan, dengan tingkat pesimisme yang paling menonjol sejak Januari 2023.

    Sementara itu, PMI Korea Selatan turun menjadi 47,5, angka terlemahnya sejak September 2022. Perusahaan memilih untuk melakukan PHK karena produksi menyusut pada bulan April dan prospek untuk tahun mendatang berubah negatif.

    Di Asia Tenggara, aktivitas pabrik juga menyusut di Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Filipina menjadi yang paling menonjol pada bulan April karena pemilihan umum daerah yang akan datang mendorong PMI-nya ke wilayah ekspansi di angka 53, dari 49,4 pada bulan sebelumnya.

    Data terbaru menunjukkan dampak setelah Trump memberlakukan bea masuk AS tercuram dalam lebih dari satu abad, termasuk tarif 145% pada banyak produk dari China; tarif 25% pada sebagian besar impor dari Kanada dan Meksiko; bea masuk pada beberapa sektor seperti baja dan aluminium; serta tarif dasar 10% pada mitra dagang negara lainnya.

    Presiden AS menangguhkan tarif yang lebih tinggi dan disesuaikan pada sebagian besar negara selama 90 hari. Sejak itu, ada banyak negosiasi karena para pejabat di seluruh dunia berusaha menghindari biaya. 

    Negara-negara Asia akan menjadi yang paling terpukul dalam perang dagang seperti Vietnam dan Kamboja sangat bergantung pada ekspor ke AS.

    Kawasan ini juga telah meningkatkan pengiriman ke AS sejak pandemi dan sengketa dagang pada masa jabatan pertama Trump. Kini, perusahaan manufaktur tengah berupaya mendiversifikasi rantai pasokan untuk menghindari pungutan yang lebih tinggi dan ketidakpastian yang terkait dengan China.

  • IHSG diprediksi menguat di tengah pasar cermati data inflasi domestik

    IHSG diprediksi menguat di tengah pasar cermati data inflasi domestik

    Layar digital menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (27/3/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/nz

    IHSG diprediksi menguat di tengah pasar cermati data inflasi domestik
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Jumat, 02 Mei 2025 – 11:45 WIB

    Elshinta.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat, diperkirakan bergerak menguat di tengah pelaku pasar mencermati data inflasi Indonesia periode April 2025. IHSG dibuka menguat 44,31 poin atau 0,65 persen ke posisi 6.811,11. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 6,36 poin atau 0,84 persen ke posisi 767,87.

    “Walau IHSG berpeluang melanjutkan penguatan dalam perdagangan selanjutnya, potensi kenaikannya diperkirakan tetap terbatas,” sebut Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Jumat..

    Dari dalam negeri, pelaku pasar tengah mencermati rilis data inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia periode April 2025 yang dinilai penting untuk mengonfirmasi potensi perlambatan konsumsi domestik. Perlambatan ini dipengaruhi sejumlah faktor, diantaranya penurunan jumlah pemudik selama periode Lebaran 2025.

    Selain itu, data indeks manufaktur PMI April 2025 juga menjadi perhatian, yang mana PMI manufaktur terakhir tercatat di angka 52,4 pada Maret 2025, atau masih menunjukkan ekspansi karena berada di atas ambang 50. Dari mancanegara, sentimen pasar terbantu oleh meredanya kekhawatiran bahwa kebijakan tarif dari Presiden AS Donald Trump akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Namun demikian, ketidakpastian terkait perubahan kebijakan perdagangan AS tetap membayangi musim laporan keuangan yang umumnya positif, yang mana sejumlah perusahaan memangkas atau menarik proyeksi laba mereka.

    Laporan terbaru tentang klaim pengangguran mingguan AS menunjukkan bahwa peningkatan PHK yang lebih tinggi dari perkiraan, menjelang laporan ketenagakerjaan pemerintah yang akan dirilis pada Jumat (02/04), yang menjadi sinyal bahwa tarif mulai berdampak pada pasar tenaga kerja.

    Dari kawasan Eropa, di Inggris, indeks FTSE 100 relatif datar namun mencatat rekor kemenangan 13 sesi berturut-turut, menyamai rekor tahun 2017 yang naik tipis 0,02 persen atau 1,95 poin ke 8.496,80.

    Sebagian besar pasar saham Eropa, termasuk Jerman, Prancis, Italia, dan Spanyol, libur karena Hari Buruh Internasional pada Kamis (01/04). Dari kawasan Asia, Bank Sentral Jepang (BOJ) pada pertemuan Mei 2025 kembali mempertahankan suku bunga di level 0,5 persen, atau sesuai dengan ekspektasi pasar dan masih di level tertinggi sejak 2008.

    BOJ juga menurunkan proyeksi PDB di tahun 2025 menjadi 0,5 persen dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,1 persen, akibat ketidakpastian tarif yang terjadi,

    Sementara itu, bursa saham AS Wall Street ditutup menguat pada Kamis (01/04), salah satunya didorong oleh laporan keuangan yang solid dari raksasa teknologi Microsoft dan Meta yang mengurangi kekhawatiran terhadap efektivitas belanja besar-besaran untuk kecerdasan buatan (AI).

    Indeks Dow Jones Industrial Average naik 83,60 poin 0,21 persen ke level 40.752,96, sementara S&P 500 menguat 35,08 poin 0,63 persen menjadi 5.604,14, Nasdaq melonjak lebih tajam, menambah 264,40 poin 1,52 persen ke posisi 17.710,74.

    Bursa saham regional Asia pagi ini, antara lain indeks Nikkei menguat 236,90 poin atau 0,65 persen ke 36.688,64, indeks Shanghai melemah 7,62 poin atau 0,23 persen ke 3.279,87, indeks Kuala Lumpur melemah 4,37 poin atau 0,28 persen ke 1.535,57, dan indeks Strait Times menguat 8,44 poin atau 0,22 persen ke 3.840,80.

    Sumber : Antara

  • Perawat Indonesia Berpeluang Meniti Karier di Eropa Lewat Jalur Beasiswa – Halaman all

    Perawat Indonesia Berpeluang Meniti Karier di Eropa Lewat Jalur Beasiswa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perawat Indonesia kini berpeluang meniti karier dan mendapatkan penghasilan lebih baik di luar negeri di tengah viralnya tagar #KaburAja Dulu yang jadi simbol kekecewaan generasi muda terhadap kondisi dunia kerja dalam negeri, 

    Sebanyak 55 tenaga kesehatan profesional asal Indonesia terpilih mengikuti program beasiswa pengembangan karier internasional di Austria melalui program Binawan Eropa.

    Program ini dijalankan oleh Universitas Binawan lewat program international Nurse Development Program Scholarship hasil kolaborasi Universitas Binawan dengan universitas di Austria dan mendapat dukungan Pemerintah RI.

    Menteri Penempatan dan Perlindungan Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding menyatakan, pemerintah mendukung inisiatif sektor pendidikan dan sektor swasta memperluas akses kerja profesional ke luar negeri seperti dijalankan Universitas Binawan.

    Menteri Penempatan dan Perlindungan Migran indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding dalam sambutannya mengatakan, Terima kasih sekali lagi kepada Universitas Binawan atas dedikasinya yang terus mendorong penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan pembangunan manusia Indonesia yang berketerampilan bagus.

    “Saya berharap universitas lain atau lembaga pendidikan lain dapat mencontoh model yang dilakukan Binawan ini. Saya kira adalah salah satu model perusahaan penempatan pekerja migran indonesia yang sudah cukup baik dan bisa kita jadikan role model untuk seluruh P3MI yang ada di indonesia ” ujar Abdul Kadir.

    CEO Binawan Group sekaligus Ketua Yayasan Binawan, Said Saleh Alwaini mengatakan, program beasiswa ini merupakan bagian dari upaya Yayasan Binawan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memperluas jaringan kerjasama dengan institusi-institusi terkemuka di berbagai negara.

    “Kami menyadari bahwa di era globalisasi ini memiliki jaringan internasional dan pengalaman lintas budaya adalah aset yang sangat berharga. Karena itu, kami akan terus berupaya untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak di tingkat internasional untuk memberikan kesempatan yang lebih luas bagi para mahasiswa dan lulusan Universitas Binawan,” kata Said,

    Dia menegaskan, keberhasilan program ini adalah hasil dari sinergi dan kolaborasi yang baik antara berbagai pihak. 

    International Nurse Development Program Scholarship adalah program kolaborasi Universitas Binawan dengan Universitas di Austria yang mencakup pelatihan bahasa Jerman, bimbingan adaptasi budaya, serta pembekalan kompetensi sesuai standar kesehatan Eropa.

    Para peserta disiapkan secara intensif untuk bekerja di rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Austria yang kekurangan tenaga medis terlatih.

    Binawan menjadi lembaga pertama di Indonesia yang membuka jalur beasiswa plus. penempatan kerja luar negeri secara terstruktur untuk profesi perawat, menjawab langsung tantangan surplus sarjana keperawatan yang terus meningkat di Indonesia.

    Melalui Program Binawan Eropa yang didukung pemerintah dan mitra global, #KaburAjaDulu secara legal menjadi langkah nyata menuju karier internasional di Austria, Jerman, Swiss, dan Belanda.

    Said menambahkan, Yayasan Binawan membuka kesempatan beasiswa pelatihan bagi perawat di seluruh Indonesia, dengan pendaftaran dan proses seleksi berlangsung hingga Juni 2025.

    Sejauh ini Binawan telah menempatkan 131.000 tenaga terampil dan profesional di berbagai sektor industri di luar negeri.

    Antara lain, Australia, Singapur, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, Britania Raya, Austria, Jerman, Swiss, Belanda, Slovakia, Saudi Arabia, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab, Oman, dan sejumlah negara lainnya. (tribunnews/fin)