NGO: PMI

  • Telantarkan Ratusan Calon Pekerja Migran, Penampungan di Bekasi Disegel
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Juli 2025

    Telantarkan Ratusan Calon Pekerja Migran, Penampungan di Bekasi Disegel Megapolitan 9 Juli 2025

    Telantarkan Ratusan Calon Pekerja Migran, Penampungan di Bekasi Disegel
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com
    – Menteri Pelindungan
    Pekerja Migran Indonesia
    (P2MI) Abdul Kadir Karding menyegel tempat penampungan
    calon pekerja migran
    di Kelurahan Jakamulya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Selasa (8/7/2025).
    Penyegelan dilakukan lantaran PT PSM selaku penyalur tak kunjung memberangkatkan ratusan calon pekerja migran ke negara tujuan.
    “Tempat ini kami segel karena 326 calon pekerja migran tidak kunjung diberangkatkan bekerja ke luar negeri, paling banyak ke Taiwan,” kata Karding di lokasi, Selasa (8/7/2025).
    Karding mengatakan, total tuntutan kerugian dalam kasus ini mencapai Rp 6,3 miliar. Dia pun mendesak perusahaan penyalur bertanggung jawab mengganti kerugian yang dialami calon pekerja migran.
    Bahkan, Karding mempertimbangkan membawa kasus ini ke ranah hukum jika perusahaan terbukti menunda pemberangkatan calon pekerja migran.
    “Jangan main-main ya, tidak ada urusan, semuanya harus dipenjara, siapun pun yang melanggar, siapa pun yang merugikan pekerja migran harus dipenjara, tidak ada ampun, tanggung jawab pokoknya perusahaan,” tegas dia.
    Karding pun menyesalkan sikap perusahaan yang dianggap lalai dalam mengawasi proses penyaluran calon pekerja migran. 
    “Kalian ini yang punya perusahaan tapi tidak mengawasi, kacau kalian punya saham tapi tidak diawasi, milih orang tidak jelas, kok tidak kasihan sama pekerja migran,” ungkap dia.
    Akibat penundaan ini, pemerintah menjatuhkan sanksi ke perusahaan berupa larangan melakukan proses seleksi maupun pengurusan dokumen penempatan calon pekerja migran.
    Sanksi ini akan dicabut jika perusahaan mengganti seluruh kerugian para calon pekerja migran.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bilangnya Tercipta 3,6 Juta Lapangan Kerja, Istana Justru Sarankan Masyarakat ke Luar Negeri: Merantau Budaya Kita

    Bilangnya Tercipta 3,6 Juta Lapangan Kerja, Istana Justru Sarankan Masyarakat ke Luar Negeri: Merantau Budaya Kita

    GELORA.CO –  Pemerintah kembali mengajak warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri, kali ini lewat anjuran resmi dari Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) sekaligus Kepala BP2MI, Abdul Kadir Karding.

    Namun, jangan salah paham. Menurut Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, seruan agar masyarakat mencari penghidupan di negeri orang bukan berarti pemerintah gagal menyediakan lapangan kerja di dalam negeri.

    “Faktanya, dari Februari 2024 sampai Februari 2025, tercipta 3,6 juta lapangan kerja di Indonesia,” ujar Hasan dalam konferensi pers, Selasa 8 Juli 2025.

    Menariknya, di tengah klaim penciptaan jutaan lapangan kerja itu, jumlah pengangguran masih terasa nyata oleh masyarakat di lapangan.

    Banyak lulusan baru maupun pekerja yang terdampak PHK belum juga mendapatkan pekerjaan.

    Tapi alih-alih mengevaluasi kondisi dalam negeri, pemerintah justru mendorong masyarakat untuk merantau ke luar negeri.

    Menurut Hasan, bekerja di luar negeri tidak perlu dilihat sebagai “pelarian”, tetapi bagian dari budaya merantau yang sudah mendarah daging di masyarakat Indonesia.

    “Sama seperti ketika seseorang kuliah di luar negeri, bukan karena tidak ada universitas bagus di dalam negeri. Tapi karena ada kesempatan di luar yang juga menarik, kenapa tidak diambil?” kata Hasan.

    Pernyataan ini menuai respons beragam dari publik.

    Beberapa warganet bertanya-tanya, jika memang lapangan kerja dalam negeri berlimpah, mengapa justru rakyat didorong mencari kerja ke luar negeri?

    Atau jangan-jangan, lapangan kerja yang diciptakan tidak sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat?

    Belum lagi kita menunggu 19 juta lapangan kerja yang menjadi modal kampanye Prabowo-Gibran saat pilpres kemarin, tak kunjung tiba hingga saat ini.

    Sementara itu, Menteri Karding sendiri baru saja melantik 301 PNS baru di BP2MI, lembaga yang salah satu tugasnya adalah memfasilitasi pengiriman tenaga kerja ke luar negeri secara legal dan aman.

    Tentu saja, ini jadi kabar baik, terutama jika rakyat mulai memahami bahwa mencari kerja ke luar negeri kini bisa dibungkus dengan narasi “semangat nasional merantau”.

  • Momentum Reformasi Industri Nasional

    Momentum Reformasi Industri Nasional

    Jakarta

    Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel yang meletus pada pertengahan Juni lalu menyulut kekhawatiran global terhadap stabilitas pasokan energi dan kelancaran rantai logistik internasional. Selat Hormuz, yang menjadi jalur pengangkutan hampir sepertiga minyak dunia, terancam menjadi medan konflik.

    Rute dagang strategis seperti Terusan Suez juga mengalami tekanan akibat meningkatnya aksi kelompok bersenjata. Bagi Indonesia, yang selama ini masih bergantung besar pada energi dan bahan baku impor, kondisi ini menjadi pengingat keras bahwa kemandirian industri bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

    Dampaknya sudah terasa. Harga minyak Brent naik signifikan, bergerak di kisaran USD 73–92 per barel sepanjang Juni 2025. Analis memperingatkan kemungkinan harga menembus USD 100 jika konflik bereskalasi dan Selat Hormuz benar-benar ditutup.

    Ketegangan ini mendorong volatilitas tajam pasar energi dan bahan baku industri, memicu lonjakan biaya logistik hingga 200 persen, serta memperpanjang waktu pengiriman Asia–Eropa hingga dua pekan lebih lama dari biasanya.

    Di tengah kondisi ini, data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia menunjukkan tren yang memprihatinkan. Pada April 2025, PMI turun ke level 46,7 — kontraksi paling dalam dalam hampir empat tahun terakhir. Sempat membaik ke 47,4 pada Mei 2025, namun pada bulan Juni PMI Indonesia kembali anjlok di angka 46,9. PMI di bawah 50 menunjukkan aktivitas di bawah ambang batas kontraksi.

    Sinyal ini bukanlah alarm biasa. Ini adalah panggilan untuk melakukan evaluasi mendasar atas arah pembangunan industri nasional. Sudah terlalu lama sektor industri kita berjalan tanpa arsitektur kebijakan yang tangguh.

    Di saat negara-negara besar menggunakan krisis sebagai pendorong reformasi, kita justru masih menunggu “the new normal” untuk bergerak. Padahal, dunia telah berubah, dan kita harus berubah bersamanya.

    Amerika Serikat telah menggelontorkan lebih dari USD 300 miliar melalui Inflation Reduction Act (IRA) dan CHIPS Act hanya dalam dua tahun untuk memperkuat basis industrinya, termasuk kendaraan listrik dan semikonduktor. India lewat program Atmanirbhar Bharat berhasil menarik gelombang relokasi industri global dengan pendekatan insentif produksi dan perlindungan pasar domestik. Sementara itu, Indonesia masih mengandalkan pasar ekspor komoditas mentah dan struktur impor bahan baku yang rapuh terhadap gangguan eksternal.

    Krisis ini semestinya menjadi “momentum reformasi”. Seyogyanya Pemerintah membentuk sistem cadangan darurat industri nasional, semacam “BNPB untuk sektor industri”, yang memiliki fungsi monitoring, mitigasi, dan respons cepat terhadap gangguan rantai pasok, fluktuasi nilai tukar, maupun lonjakan biaya logistik. Sistem ini bisa berupa pusat pemantauan logistik nasional, gudang cadangan bahan baku seperti semikonduktor, pupuk, dan baja, serta dana tanggap industri yang bisa digunakan secara fleksibel di masa krisis.

    Selain itu, arah hilirisasi nasional perlu diperluas. Hilirisasi selama ini lebih difokuskan pada sektor mineral dan tambang, padahal jantung industri Indonesia ada di manufaktur padat karya seperti tekstil, makanan dan minuman, furnitur, alas kaki, dan otomotif ringan. Sektor-sektor ini menyerap jutaan tenaga kerja dan menopang konsumsi rumah tangga nasional. Namun saat ini, mereka menghadapi tekanan berat.

    Sektor otomotif dan elektronik, yang 65 persen produksinya bergantung pada impor komponen, menghadapi kelangkaan semikonduktor dengan waktu tunggu hingga 26 minggu. Potensi kerugian ekspor diperkirakan mencapai USD 500 juta.

    Di sisi lain, sektor tekstil dan alas kaki menghadapi penyusutan margin laba hingga 7 persen akibat kenaikan tajam biaya logistik dan asuransi. Situasi ini diperparah oleh membanjirnya produk impor murah dari negara produsen besar seperti Tiongkok, di tengah lemahnya proteksi pasar domestik.

    Sementara itu, industri petrokimia nasional menghadapi beban ganda. Di satu sisi, kapasitas produksi dalam negeri baru mencapai 3,5 juta ton dari kebutuhan 8 juta ton plastik per tahun. Di sisi lain, bahan baku utama seperti nafta masih 100 persen impor, dengan volume mendekati 3 juta ton per tahun. Ketika harga minyak mentah melonjak dan jalur distribusi terganggu, industri dalam negeri menghadapi tekanan luar biasa.

    Di sinilah pentingnya mengembangkan bio-nafta berbasis CPO (crude palm oil), di mana Indonesia memiliki keunggulan sebagai produsen sawit terbesar dunia. Hilirisasi CPO bukan hanya soal ekspor, tetapi juga solusi strategis untuk menggantikan bahan baku fosil dalam industri petrokimia.

    Hanya saja, semua ini tidak akan berjalan tanpa reformasi kebijakan energi yang menyeluruh. Pemerintah mengalokasikan subsidi energi dalam RAPBN 2025 sebesar Rp 394,3 triliun. Namun, menurut kajian Bank Dunia, sekitar 72 persen subsidi BBM justru dinikmati kelompok masyarakat 40 persen teratas.

    Subsidi yang tidak tepat sasaran ini tidak memperkuat fondasi industri. Negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan sudah lama memiliki cadangan strategis energi setara konsumsi 200–240 hari. Indonesia? Masih nihil.

    Kita perlu merumuskan ulang kebijakan industri dan energi dalam satu ekosistem terintegrasi. Kementerian Perindustrian harus diberi mandat lebih kuat sebagai “arsitek industrialisasi nasional”, didukung oleh koordinasi lintas sektor: fiskal (Kemenkeu), investasi (BKPM), BUMN, dan perdagangan. Roadmap industri harus terintegrasi dari hulu ke hilir, dari bahan baku hingga produk jadi, dari pasar lokal hingga ekspor.

    Investasi baru yang masuk harus dipastikan membawa teknologi, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat rantai pasok dalam negeri. Infrastruktur yang dibangun pun harus mendukung kawasan industri, pusat logistik, dan pelabuhan produksi. Kita tidak hanya butuh investasi yang besar, tetapi investasi yang bermakna dan berkelanjutan.

    Terakhir, kita perlu memahami bahwa industri bukan lagi sekadar sektor ekonomi. Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian, industri adalah alat pertahanan nasional.

    Di Amerika Serikat, kebijakan industri ditautkan langsung dengan strategi keamanan nasional. India memosisikan sektor manufakturnya sebagai pengungkit kekuatan geopolitik. Maka Indonesia pun harus menjadikan industri sebagai bagian dari sistem pertahanan non-militer — karena siapa yang menguasai pasokan energi dan pangannya sendiri, akan bertahan.

    Sejarah membuktikan hal ini. Saat industri nasional tumbang pada krisis 1998, tekanan sosial dan politik meningkat tajam. Namun saat industri bangkit pada era pasca-2004, stabilitas dan pertumbuhan berjalan beriringan. Maka menjaga industri bukan hanya menjaga ekonomi, tapi menjaga masa depan bangsa.

    Penurunan PMI selama dua bulan terakhir bukanlah kebetulan statistik. Ini adalah panggilan untuk bertindak. Pemerintah, DPR, pelaku industri, dan masyarakat harus duduk bersama membangun arah baru: sebuah peta jalan industrialisasi yang bukan hanya berorientasi ekonomi, tetapi berlandaskan pada kemandirian, keberlanjutan, dan ketahanan nasional.

    Indonesia punya segalanya: pasar domestik yang besar, tenaga kerja muda (bonus demografi), sumber daya alam yang melimpah, dan posisi geografis yang strategis. Dengan kepemimpinan nasional yang kuat di bahwa Presiden Prabowo, Indonesia seharusnya optimis bisa menjadi jangkar stabilitas kawasan lewat kekuatan industrinya. Semoga..

    Ilham Permana. Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Partai Golkar

    (imk/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Sampoerna Komitmen Dorong Perekonomian Lewat Produk Bebas Asap

    Sampoerna Komitmen Dorong Perekonomian Lewat Produk Bebas Asap

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perjalanan produk tembakau bebas asap di Indonesia dimulai sejak 2018-2019.PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) menyebut produk tersebut bukan hanyainovatif berbasis sains dan teknologi, namun juga berperan sebagai katalisator dalam mendorong kontribusi nyata terhadap perekonomian nasional melalui penciptaan nilai tambah bagi negara.

    Kehadiran produk bebas asap ini meningkatkan penyerapan hasil produksi tembakau dan cengkih asli Indonesia dari petani lokal, serta menciptakan kemitraan dengan 600 UMKM lokal di 20 kota di Indonesia.

    Kemitraan tersebut telah menghasilkan lebih dari 1.300 lapangan kerja baru hingga melibatkan lebih dari 150.000 anggota Sampoerna Retail Community (SRC) dalam ekosistem distribusi produk bebas asap.

    Presiden Direktur PT HM Sampoerna Tbk (Sampoerna), Ivan Cahyadi, mengatakan sejak kuartal IV 2024, Sampoerna juga memperkenalkan BONDS by IQOS dengan batang tembakau khusus BLENDS by A untuk memenuhi preferensi konsumen dewasa dan lebih terjangkau.

    “BLENDS turut hadir dalam varian cengkih yang dibuat dengan cengkih asli Indonesia dan saat ini sudah tersedia di 20 kota besar di Indonesia” ujar Ivan dalam Technovation 2025 di Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Untuk diketahui, Sampoerna menginvestasikan sebesar US$ 330 juta atau setara Rp5,3 triliun untuk membangun fasilitas produksi produk tembakau inovatif bebas asap di Karawang, Jawa Barat, pada 2023. Fasilitas ini menjadi pabrik produk tembakau bebas asap pertama milik PMI di Asia Tenggara dan yang ketujuh di dunia.

    “Semua upaya ini, mulai dari investasi, penyerapan bahan baku lokal, kemitraan dengan UMKM, penciptaan lapangan kerja, hingga kontribusi ekspor, merupakan kontribusi nyata Sampoerna dalam pembangunan ekonomi dan penciptaan nilai tambah bagi bangsa. Kami juga bangga bisa menjadi bagian penting dalam mendukung perbaikan kualitas kesehatan publik melalui penyediaan produk bebas asap bagi perokok dewasa,” rinci Ivan.

    Tidak heran, para pengusaha UMKM turut memberikan apresiasi karena merasakan dampak ekonomi setelah masuk ke dalam ekosistem distribusi produk bebas asap. Salah satunya adalah Maja Family. Chief Marketing Officer Omar Karim Prawiranegara Maja Family mengatakan, usahanya mengalami peningkatan setelah menyediakan sebagian area di kafenya menjadi ramah IQOS, yang selaras dengan citranya sebagai tempat yang modern, inklusif, dan peduli terhadap kenyamanan semua pengunjung.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kasus WNI di Jepang Jadi Sorotan, Ada yang Ditangkap karena Merampok

    Kasus WNI di Jepang Jadi Sorotan, Ada yang Ditangkap karena Merampok

    Jakarta

    Tiga Warga Negara Indonesia (WNI) di Jepang diduga melakukan perampokan dan ditangkap aparat setempat, akhir Juni kemarin. Peristiwa ini menambah panjang daftar kasus kejahatan yang melibatkan WNI di Jepang. Apa akar penyebabnya?

    Insiden perampokan terjadi pada Januari 2025 di Hokota, Prefektur Ibaraki. Polisi baru meringkus ketiga tersangka lima bulan setelahnya. Motif para pelaku sampai saat ini masih didalami. Korban merupakan warga lokal Hokota.

    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Rolliansyah Sumirat, mengungkapkan pihaknya sudah memberi pendampingan hukum kepada ketiganya. Ketiga WNI ini, tambah Rolliansyah, tinggal di Jepang melebihi batas waktuoverstayer.

    “Ketiga WNI telah didampingi pengacara dan KBRI Tokyo terus berkoordinasi dengan Kepolisian Mito, Kashima, dan Namegata di Prefektur Ibaraki, tempat ketiga WNI tersebut ditahan, untuk dapat menjenguk, memeriksa kondisi mereka,” jelas Rolliansyah, Jum’at (4/7).

    “Dan tentunya melakukan wawancara untuk mengetahui motif dan detail informasi lainnya.”

    Ini kali kedua dalam waktu yang berjarak tidak terlalu lama berita warga Indonesia “bertingkah” di Jepang muncul ke permukaan. Publik lebih dulu dibikin ramai dengan video yang memuat pemasangan bendera perguruan silat di salah satu jembatan di Jepang.

    Tahun lalu, beredar informasi di media sosial sekelompok WNI membentuk semacam ‘geng TKI’ di Jepang. Namun, Kemlu Indonesia menyatakan belum ada temuan yang membuktikan kabar tersebut.

    “Pemerintah harus sering melakukan komunikasi, sosialisasi, atau diskusi kepada orang-orang yang dianggap ketua komunitas di Jepang,” ujar salah-seorang WNI yang tinggal di Prefektur Mie, Jum’at (4/7).

    Peneliti kependudukan dari Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN), yang telah lama mengkaji isu serta fenomena pekerja migran Indonesia di Jepang, menuturkan pembacaan konteks atas kejadian-kejadian itu tidak dapat dipisahkan dari hubungan antara dua negara ini dalam sektor ketenagakerjaan.

    “Di Jepang ini karena diaspora kita sebagian besar adalah kenshusei [pemagang] dengan beragam latar dan karakter orangnya,” paparnya.

    “Karena sebenarnya faktor pendorongnya itu Jepang yang membutuhkan [tenaga kerja]. Bukan kita.”

    Dari kasus spanduk sampai perampokan

    Kabar mengenai ulah warga Indonesia di Jepang tidak keluar sekali saja.

    Sebelum peristiwa kriminal akhir Juni lalu, video berisikan bendera perkumpulan pesilat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) lebih dulu viral. Dalam video itu, beberapa orang terlihat sedang memasang bendera PSHT di salah satu jembatan.

    Aksi PSHT seketika memantik reaksi dari publik. Tidak sedikit yang menyebutnya “merugikan nama baik Indonesia,” di samping “mengganggu ketertiban masyarakat Jepang.”

    PSHT mengklarifikasi kejadian ini dan menyatakan video diambil sudah lama, sekitar 2022. Meski begitu, PSHT, ujar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, mengaku akan “melakukan perbaikan dan berkomitmen penuh untuk menaati seluruh ketentuan hukum dan norma yang berlaku di Jepang.”

    PSHT, di saat yang sama, meminta seluruh anggotanya di Jepang agar tidak memakai atribut komunitas di luar acara internal.

    Pada Januari 2025, aparat penegak hukum di Isesaki, Prefektur Gunma, Jepang, melaporkan kepada KBRI Tokyo bahwa mereka telah meringkus 11 WNI atas kasus perampokan yang terjadi beberapa bulan sebelumnya, November 2024. Satu WNI menjadi korban, meninggal setelah ditusuk.

    Para tersangka, mengutip keterangan Kementerian Luar Negeri, ditetapkan melanggar hukum untuk dua perkara: kadaluwarsa izin tinggal (overstayer) serta pembunuhan.

    Selain di Isesaki, November 2024, tindak pidana juga dilakukan WNI di Kakegawa, Prefektur Shizuoka. WNI berusia 24 tahun merampok kediaman pasangan suami-istri lanjut usia (lansia).

    Tidak hanya merampok, tersangka WNI ini menusuk keduanya sampai terluka parah.

    Juli pada tahun yang sama, kepolisian Fukuoka menangkap seorang WNI yang merampok dan menganiaya perempuan lokal.

    WNI tersebut, berdasarkan keterangan Kemlu RI, memukul korban dari belakang dan mengambil dompetnya. Dia ditangkap tidak lama selepas korban memberikan ciri-ciri pelaku yang mirip dengannya. Kala diperiksa, dompet korban ditemukan pula di tempat sang WNI.

    Kemlu, pada April 2023, mengabarkan tiga WNI ditangkap karena dugaan pembunuhan, menyusul hilangnya WNI berumur 20 tahun selama 24 bulan.

    Jasad korban ditemukan polisi di area pegunungan di Kota Ono, Prefektur Fukushima, di dalam sebuah koper. Polisi menyebut jenazah ini adalah WNI yang dulunya hilang. Tiga WNI lantas ditangkap dengan pasal pembunuhan serta pembuangan mayat.

    Berbagai masalah yang timbul tak lepas dari faktor keberadaan WNI di Jepang yang jumlahnya cukup besar. Selama beberapa tahun belakangan, kepergian WNI ke Jepang, di luar urusan rekreasi, tercatat begitu masif.

    Mengapa banyak WNI bekerja ke Jepang?

    Jepang konsisten menempati kursi paling atas negara dengan populasi berusia tua terbesar di dunia. Pada 2020, angka kelompok usia tua di Jepang menyentuh 28,2% dari total penduduk. Per 2024, merujuk data nasional yang dirilis pemerintah Jepang, persentasenya meningkat menjadi 29,3%.

    Jumlah populasi kelompok tua, dengan kata lain, mencapai sepertiga dari keseluruhan penduduk, atau sekitar 36 juta orang di Jepang berumur lebih dari 65 tahun.

    Jika disederhanakan lagi, satu dari 10 orang di Jepang berumur 80 tahun atau di atasnya.

    Populasi yang tua berdampak pada sektor ketenagakerjaan, dan berpeluang mengikis upaya pemerintah Jepang menggenjot perekonomian. Maka dari itu, Jepang membuka pintu masuk bagi para pekerja dari negara lain.

    Indonesia termasuk yang menonjol.

    “Karena biar bagaimanapun, di sana itu, walaupun negara maju, mereka masih membutuhkan tenaga kerja yang sifatnya manual skill, terutama di sektor pertanian dan perikanan,” papar Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nawawi Asmat, ketika diwawancarai BBC News Indonesia, Rabu (2/7).

    “Sehingga butuh banyak pekerja dari luar, terutama Indonesia.”

    Pada 2019, pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat bekerja sama di sektor ketenagakerjaan di bawah bendera Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Fokus kerja sama ini yaitu pengiriman tenaga kerja di bidang tertentu (specified skilled worker).

    Cakupannya merentang dari perawat, careworker, atau bidang-bidang lain yang memerlukan tenaga manusia pertanian, perkapalan, hingga jasa. WNI yang mendaftar program ini akan diberi visa tokutei ginou.

    Salah satu turunan dari kemitraan tersebut diwujudkan dengan kerja sama Kementerian Ketenagakerjaan dan otoritas Prefektur Miyagi pada 2023 kemarin. Kedua pihak saling setuju mengirim serta menempatkan tenaga kerja Indonesia ke Jepang.

    Kesepakatan ketenagakerjaan antara Indonesia dan Jepang punya durasi empat tahun masa berlaku, serta dapat diperpanjang dengan waktu yang sama setelah berakhir.

    Di luar itu, pemerintah Jepang turut mengadakan kegiatan pemagangan (kenshusei) dengan jangka waktu tiga hingga lima tahun. Targetnya: lulusan SMA atau SMK. Bidang yang dibuka mencakup kerja pelat untuk konstruksi bangunan, operator mesin press logam, sampai pemasangan atap genteng.

    Program pemagangan ini dibagi ke dalam beberapa fase, mulai dari pelatihan, evaluasi kompetensi, serta penempatan di industri.

    Dua saluran tersebut berkontribusi dalam lonjakan WNI yang berupaya mengais rezeki di Jepang. Sampai Juni 2024, tercatat sebanyak lebih dari 87 ribu orang mengikuti program magang dan 44 ribu lainnya berstatus pekerja berketerampilan khusus.

    Untuk poin yang disebut terakhir, sebaran pekerja Indonesia dapat dijumpai di 16 bidang kerja, dari caregiver, manufaktur, kelistrikan, elektronik, perikanan, sampai industri produk makanan dan minuman. Indonesia merupakan satu dari sekian negara utama pengirim tenaga kerja berjenis ini, di luar China, Filipina, Myanmar, serta Vietnam.

    Peluang angka partisipasi itu bakal bertambah sangat mungkin terealisasi mengingat pemerintah Indonesia dan Jepang sudah menyetujui penempatan pekerja berkemampuan khusus dengan skema private-to-private (swasta).

    Pejabat di Japan International Cooperation Agency (JICA), lembaga kerja sama internasional Jepang, Shishido Kenichi, menyatakan kebutuhan untuk pekerja migran masih sama dengan kondisi nasional di Jepang, ketika usia demografis penduduk yang menua serta tingginya permintaan tenaga kerja berkeahlian khusus.

    Banyak perusahaan di Jepang, lanjut Kenichi, yang “antusias” untuk merekrut pekerja migran, tidak terkecuali dari Indonesia, tapi terkendala kekosongan penghubung yang bisa menyalurkan permintaan mereka.

    Nawawi mengatakan pemicu tingginya angka pekerja migran Indonesia ialah kebutuhan Jepang dalam memenuhi sumber daya manusia.

    “Jepang itu sekarang the most aging country. Di sana ada masalah tentang mendapatkan tenaga kerja muda, apalagi yang [bisa] manual skill,” jelasnya.

    Keadaan ini, pada titik tertentu, membuat situasi “diaspora” Indonesia di Jepang berbeda dengan kawasan lainnya.

    “Kalau di negara lain, biasanya diaspora kita dibentuk oleh mereka-mereka yang profesional begitu, ya. Taruhlah, misalnya, di Eropa itu kebanyakan [dari] mereka adalah profesional,” tandas Nawawi.

    Sementara di Jepang, diaspora Indonesia mayoritas tersusun oleh para pemagang dan pekerja berkemampuan khusus di area tertentu.

    “Taruhlah kasus yang kemarin itu, yang sempat heboh. Itu kebanyakan dari mereka adalah para kenshusei [pemagang]. Mereka yang kerja di Jepang atas nama visa magang,” tutur Nawawi.

    Pada awal September 2024, video anak-anak muda Indonesia berkumpul dan nongkrong di salah satu ruas jalanan di Osaka viral, menjadi bahan perbincangan di internet. Mereka, rata-rata, memakai atribut serba hitam.

    Tidak sekadar itu, dalam video yang lain terlihat juga dua pemuda berboncengan menaiki sepeda serta mengibarkan bendera.

    Sejumlah warga Jepang mengeluarkan keresahannya, menyamakan aktivitas anak-anak muda Indonesia tersebut tak ubahnya seperti aksi kelompok geng.

    Pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Osaka membantah bahwa orang Indonesia membentuk geng di sana. KJRI Osaka menegaskan gerombolan pemuda yang jadi sumber percakapan diklaim sedang berlibur.

    “Pantauan KJRI tidak ada geng kriminal seperti di media sosial. Kami tidak mengetahui adanya geng yang dibuat WNI. Komunitas WNI tersebar di berbagai kota, dan sejauh ini kegiatan mereka positif,” sebut Konsul KJRI Osaka, R. A. Fathonah.

    Dia menambahkan belum ada laporan dari pihak berwenang perihal video anak-anak muda Indonesia yang viral itu.

    Nawawi menilai pemerintah, dalam konteks menentukan langkah preventif, semestinya turut memberikan edukasi kepada calon pekerja maupun pemagang tidak cuma dari sisi teknis keberangkatan atau persiapan saja.

    Mempelajari budaya setempat, atau dalam hal ini Jepang, imbuh Nawawi, sama pentingnya agar hal-hal yang dipandang bertentangan dapat dihindari.

    Dalam perkara bergerombol dan unjuk identitas kelompok, sebagai contoh, menurut Nawawi, tidak sesuai dengan “nilai-nilai” maupun “kebiasaan” yang diyakini serta dipijak masyarakat Jepang.

    “Jadi, yang diajarin itu cuma prosedur-prosedur, misalnya, kalau kamu [calon pekerja atau pemagang] ada masalah dengan perusahaan kamu lapornya ke mana, begitu. Apa yang harus dilaporkan dan bagaimana prosedurnya. Itu formal,” terangnya.

    “Tapi, yang informal ini yang enggak pernah diajarin. Tentang perbedaan culture kita [Indonesia] dengan masyarakat [Jepang] itu enggak ada.”

    Budaya masyarakat Jepang terbangun lewat, satu di antaranya, ketertiban di bermacam aspek kehidupan. Contoh yang paling sederhana: membuang sampah pada tempatnya atau tidak memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan yang tidak sesuai.

    Sayangnya, Nawawi menuturkan, “budaya” Indonesia, seperti membentuk gerombolan atau menggunakan fasilitas publik bukan untuk peruntukannya, dibawadan dipertahankanpara peserta pemagang atau pekerja ketika sudah di Jepang.

    Di tengah itu, terdapat ketiadaan pembekalan ihwal budaya yang diterapkan oleh masyarakat Jepang sehari-hari.

    Nawawi pernah mengalami sendiri kejadian yang kurang lebih serupa dengan apa yang muncul pada beberapa waktu terakhir. Tatkala sedang berada di kereta, orang-orang Jepang terbiasa diamtidak berisik. Akan tetapi, masyarakat Indonesia sebaliknya: berbincang satu sama lain.

    “Akhirnya, ada orang Jepang yang kesal dan dia bangun [dari tidurnya] untuk bilang jangan mengganggu. Intinya, orang Jepang ini butuh waktu untuk istirahat di kereta,” ceritanya.

    Masyarakat Jepang cenderung memikirkan apakah ketika melakukan sesuatu akan merugikan orang lain atau tidak. Sedangkan orang-orang Indonesia lebih ke meluapkan ekspresi.

    “Nah, ini yang sering jadi masalah ketika pekerja Indonesia di sana,” tegas Nawawi yang menempuh studi perburuhan di Universitas Mei, Jepang, pada 2008 sampai 2011.

    Peran pemerintah, dalam urusan pekerja migran, juga dapat dimaksimalkan lewat keberadaan KBRI maupun KJRI di kota-kota di Jepang. Kedua kantor pemerintah itu, sebagai contoh, dapat melaksanakan sosialisasi di acara-acara yang mereka adakan.

    Pesan yang disebarkan kurang lebih memuat ajakan bahwa masyarakat Indonesia harus menyesuaikan diri dengan budaya serta nilai yang diberlakukan warga Jepang. Langkah ini, Nawawi berpandangan, merupakan bentuk antisipasi sekaligus kontrol terhadap gerak-gerik komunitas Indonesia.

    “Secara garis besar adalah mengedepankan upaya-upaya untuk memberi penyadaran kepada diaspora kita bahwa mereka hidup di tempat dengan prinsip di mana langit dijunjung, maka di situ harus mengikuti aturan yang ada,” tambahnya.

    “Ini yang jarang disampaikan sehingga sering kali, makanya, ada kasus-kasus yang seperti ini karena memang kurang [edukasi atau sosialisasi dari pemerintah].”

    Aksi-aksi yang terlihat sepele, jika terus-menerus dibiarkan, tidak menutup peluang lahirnya tindakan yang serius, seperti aksi kejahatan.

    Di Jepang, kasus-kasus kejahatan yang menjadikan orang Indonesia sebagai tersangka tidak cuma muncul dalam satu waktu.

    Pemerintah mengaku tengah mengusahakan peningkatan pendidikan kedisiplinan serta kesadaran hukum bagi para pekerja WNI di Jepang.

    “Mungkin [mereka] menganggapnya sama dengan di Indonesia, menghindari penegakan hukum karena di Indonesia dianggapnya mudah saja. Di sini tidak mudah, seperti naik kereta tidak bayar,” ucap Duta Besar RI untuk Jepang, Heri Akhmadi, September 2023.

    “Merampok itu kebodohan yang luar biasa. Memang menyedihkan, tapi harus diatasi.”

    Pemerintah menegaskan pendidikan hukum difungsikan agar mampu mencegah tindakan kriminal sekaligus melindungi pekerja WNI. Pasalnya, aparat Jepang dianggap tidak menyediakan celah sedikitpun bagi para pelaku kejahatan untuk menghindar.

    Cara yang bakal diambil pemerintah yaitu dengan memaksimalkan peran Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang memfasilitasi pengiriman pekerja WNI ke Jepang.

    “Yang sedang coba kita lakukan bersama adalah memperbaiki proses pendidikannya,” imbuh Heri.

    Bagaimana komunitas Indonesia terbentuk?

    Dari yang semula tidak memiliki bayangan untuk tinggal di Jepang, kini Thony Tasiron sudah 18 tahun menetap di negara itu.

    Pada 2007, Thony pertama kali menginjakkan kaki di Jepang, tidak lama usai menamatkan pendidikan di bangku Sekolah Teknik Menengah (STM) di Majalengka, Jawa Barat. Karena belum mempunyai rencana pasti setelah lulus, Thony memilih untuk pergi bersama teman satu angkatannya ke Jepang.

    Setibanya di sana, Thony mulai belajar bahasa Jepang, lalu melanjutkan kuliah selama dua tahun. Dari situ, dia memperoleh pekerjaan, bermukim, bahkan membangun keluarganya sendiri.

    “Rasanya [tinggal di Jepang] aman dan nyaman,” ujarnya kepada BBC News Indonesia, Jum’at (4/7).

    “Akhirnya malah keterusan,” imbuhnya.

    Kini, Thony tinggal di Prefektur Mie, satu kawasan di pesisir timur Jepang dan berdekatan dengan Nagoya. Sehari-hari, Thony bekerja di industri perkapalan.

    Di Jepang, Thony bertemu dan berkenalan dengan Komarudin, pekerja WNI asal Fakfak, Papua Barat, yang sudah lebih dulu tinggal di Jepang sejak 1998.

    Komarudin, sama halnya Thony, adalah lulusan STM. Dia, awalnya, ke Jepang dengan mendaftar sebuah program magang. Kurang lebih tiga tahun dia habiskan untuk menuntaskan pelatihan sampai akhirnya dia meraih pekerjaan tetap.

    Komarudin mengungkapkan jejaring orang Indonesia di Jepang cukup kuat. Di Prefektur Mie saja, Komarudin memberi contoh, rutin diadakan kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan warga Indonesia.

    Aktivitas yang dimaksud Komarudin yakni badminton.

    “Kalau untuk tadi saya bilang, badminton di Prefektur Mie itu diadakan setiap dua minggu sekali. Kalau pengajianuntuk muslimdalam sebulan sekali itu ada,” sebut Komarudin.

    “Jadi, kalau dibilang kuat, alhamdulillah kuat.”

    Ruang-ruang seperti itu, Komarudin mengakui, membantu memperkenalkan antarwarga Indonesia di Jepang, yang kemudian berkontribusi terhadap lahirnya komunitas yang berisikan sesama perantau.

    Pola pembentukan komunitas Indonesia di Jepang, menurut Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nawawi Asmat, bersandar kepada beberapa saluran.

    Pertama, paguyuban berbasis daerah. Di Jepang, paguyuban Bugis dan Jawa mendominasi. Setiap paguyuban, hampir pasti, terpecah menjadi unit-unit kecil berdasarkan daerah.

    Di dalam paguyuban Jawa, misalnya, terdapat kelompok-kelompok pecahan berisikan orang-orang khusus dari Boyolali atau Kendalkeduanya Jawa Tengah.

    Peran paguyuban, ketika membahas mengenai pekerja WNI di Jepang, begitu signifikan, kata Nawawi. Paguyuban menjadi tujuan pertama saat para pekerja atau pemagang WNI datang ke Jepang.

    “Biasanya kalau mereka butuh kebutuhan-kebutuhan dasar yang [sifatnya] emergency, mereka bisa dapatkan dari senior-senior mereka. Misalnya kalau mereka butuh piring, selimut, atau apa pun itu daripada membeli, sementara mereka dapatkan lewat paguyuban,” Nawawi memaparkan.

    Pendek kata, paguyuban membantu para pekerja baru untuk beradaptasi dengan segala hal di Jepang agar “mereka mampu bertahan,” tambah Nawawi.

    Simpul kedua adalah berdasarkan wilayah dengan skala lebih meluas, dalam artian: Indonesia bagian barat, tengah, atau timur.

    Sementara yang ketiga, komunitas Indonesia di Jepang dipupuk melalui organisasi keagamaan, lebih tepatnya masjid. Biasanya, kalau di suatu daerah ada masjid besar yang konsisten membuat berbagai acara, maka “simpul-simpul masyarakat dengan sendirinya berdiri,” tutur Nawawi.

    “Karena, biar bagaimanapun, bagi orang Indonesia masjid itu salah satu simbol lembaga sosial yang mereka cari ketika di luar negeri,” ucap Nawawi.

    Keempat, dan ini berkembang dalam beberapa waktu belakangan, adalah melalui paguyuban yang sifatnya berpedoman pada kegiatan tertentu, seperti sepak bola, silat, atau bulutangkis.

    Meski demikian, Nawawi menggarisbawahi, saluran utama dan terbesar komunitas Indonesia di Jepang berasal dari latar belakang kewilayahan.

    Dari sisi internal para pekerjanya, kepergian dan kedatangan ke Jepang setidaknya didorong dua hal.

    “Jadi, ada yang datang ke sana memang untuk akumulasi modal. Mereka biasanya itu sangat disiplin. Ketika dapat uang, mereka berupaya saving. Sehingga pulang nanti, katakanlah setelah empat tahun, dia punya modal,” Nawawi menerangkan.

    Lalu yang berikutnya yakni para pekerja yang pergi ke Jepang ditujukan untuk tinggal di sana selamanya. Setelah target ekonomi terpenuhi, mereka mulai mencari jodoh dan menikah dengan warga setempat.

    Sepengamatan Nawawi, yang meriset mengenai pekerja migran Indonesia di Jepang, orang-orang Indonesia adalah salah satu yang favorit.

    Dengan menikahi orang Jepang, otomatis peluang untuk mendapatkan status permanent resident bakal minim kendala. Dilihat dari tipologinya, Nawawi menambahkan, “trennya adalah laki-laki Indonesia menikah dengan perempuan Jepang.”

    “Jadi mixed marriage di Jepang itu Indonesia cukup dinikmati. Saya sendiri sering dan pernah diminta mencarikan jodoh orang Indonesia,” kenang Nawawi, disusul tawa.

    Fenomena ini “dirayakan” di media sosial seperti TikTok, berdasarkan observasi BBC News Indonesia. Di TikTok, beberapa akun milik WNI yang BBC News Indonesia temukan memperlihatkan kehidupan membina rumah tangga bersama warga Jepang.

    Hal itu berlaku dua arah. Ada yang WNI-nya berasal dari pihak laki-laki, begitu pula sebaliknya: WNI-nya perempuan.

    Konten-konten mereka menunjukkan bagaimana pernikahan dua warga negara berlangsung, termasuk ketika pasangan dari Jepang diajak mudik ke Indonesia.

    Sebagian besar konten-konten seperti ini panen likes dan views. Reaksi akun lain di kolom komentar menggambarkan keingintahuan tentang keberhasilan pernikahan beda negara.

    Thony menjelaskan keadaan di Jepang, sekarang, berbeda jauh dengan saat dia dulu tiba di sana untuk kali pertama. Indikatornya adalah jumlah WNI yang pergi ke Jepang, waktu itu, tidak kelewat banyak.

    Dengan pengambil kebijakan kian giat mengajak pekerja dari negara lain untuk masuk dan bekerja, orang-orang mulai berbondong-bondong pergi ke Jepang.

    Konsekuensinya, ke-Indonesia-an di Jepang semakin beragam, luwes, dan juga, pada momen yang sama, kompleks.

    “Mereka akhirnya bikin bendera sendiri, kumpul di taman dengan membawa bendera,” ujar Thony. “Sementara dari warga negara Jepang sendiri enggak ada kayak begitu.”

    Menurut Thony, berkumpul dan menyelenggarakan kegiatan dengan sesama warga Indonesia bukan suatu masalah, selama tetap memperhatikan “rambu-rambu” sosial.

    “Kita hidup di negara orang. Istilahnya, numpang di negara orang. Minimal kita harus hati-hati dengan peraturan yang ada,” tandasnya.

    Bagi Komarudin, pemerintah sebaiknya menggandeng para ketua komunitas Indonesia di Jepang yang jumlahnya bisa dikata tidak sedikit. Dengan begitu, pemerintah dapat melakukan “pembimbingan.”

    “Menurut saya pemerintah harus mengajak berdiskusi para pentolan komunitas ini bahwa kita tinggal di sini itu sebisa mungkin berlaku baik. Mungkin itu bentuk campur tangan yang dapat dilakukan pemerintah,” tegasnya.

    Jarak Indonesia dan Jepang terpisah lebih dari 4 ribu kilometer. Kiwari, agaknya, bentang yang memisahkan Indonesia dan Jepang seperti tidak terlampau jauh dengan lahirnya berbagai situasi yang begitu khas nuansa Indonesia-nya.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jaktim pastikan ada bantuan untuk penyintas banjir

    Jaktim pastikan ada bantuan untuk penyintas banjir

    Wali Kota Jakarta Timur memberikan bantuan sembako untuk warga terdampak banjir di Kelurahan Cawang, Jakarta Timur, Minggu (6/7/2025). ANTARA/HO-Pemerintah Kota Jakarta Timur.

    Jaktim pastikan ada bantuan untuk penyintas banjir
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Minggu, 06 Juli 2025 – 19:09 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah Kota Jakarta Timur memastikan bantuan kebutuhan pengungsi akibat banjir termasuk di Kelurahan Cawang tersedia.

    “Alhamdulillah bantuan-bantuan untuk natura dan sebagainya dari Palang Merah Indonesia (PMI), Baznas Bazis wilayah, kemudian dari yang lainnya sudah datang dan sudah sampai,” kata Wali Kota Jakarta Timur usai meninjau lokasi banjir di Kelurahan Cawang, Jakarta Timur, Minggu.

    Sekitar 200 rumah warga terdampak banjir dengan kedalaman bervariasi, mulai dari 30 sentimeter hingga 1,5 meter akibat hujan di wilayah Jakarta dan sekitar pada Sabtu (5/7).

    Menurut Munjirin, penanganan terhadap warga terdampak banjir sudah dilakukan oleh aparat kelurahan dan elemen masyarakat.

    Para pengungsi sementara ditempatkan di Masjid Al-Hidayah dengan dukungan dari pengurus lingkungan.

    “Alhamdulillah Pak Lurah sudah menangani semuanya. Pengungsi dibantu Pak RW, Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK), Pak RT,” katanya.

    Pada kesempatan itu, Munjirin juga memberikan bantuan untuk penyintas banjir berupa sembako seperti beras, mi instan (10 dus) dan telur 30 kilogram.

    Ketua RW 08 Kelurahan Cawang, Abdul Aziz mengatakan, kehadiran Munjirin ke lokasi banjir mempercepat distribusi bantuan bagi warga yang terdampak.

    “Alhamdulillah, memang kita lagi buka dapur umum. Pak Wali datang, jadi stok kita tambah banyak,” kata Abdul.

    Dapur umum tersebut dioperasikan oleh puluhan anggota dari karang taruna yang bekerja sejak Sabtu (5/7) malam. Sementara itu, saat ini banjir di kawasan tersebut sudah mulai surut meski perlahan.

    “Airnya sudah mulai surut, tapi lambat. Mudah-mudahan hari ini surut semua, jadi aman,” ujar Abdul.

    Banjir yang terjadi merupakan air kiriman dari wilayah Bogor dan Depok. Meski di Jakarta tidak hujan, kata Abdul, kawasan Cawang kerap terdampak banjir akibat kiriman melalui Kali Ciliwung tersebut.

    Tercatat, sebanyak tujuh dari sembilan RT di RW 08 Kelurahan Cawang terdampak banjir. “Ada sekitar 200 KK. Tapi mengungsi hanya sebagian, lainnya tinggal sementara di rumah saudara atau teman bolak balik,” katanya.

    Hingga saat ini, bantuan logistik dari berbagai pihak terus berdatangan dan proses evakuasi maupun distribusi bantuan berlangsung lancar. Bantuan sembako juga diberikan bagi warga lainnya di wilayah Jakarta Timur yang juga terdampak banjir.

    Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengungkapkan banjir yang melanda sebagian wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur meluas dan kini merendam 51 RT dengan ketinggian air tertinggi mencapai tiga meter di Kelurahan Cawang.

    Data yang ada ketinggian air yang merendam sejumlah RT di Jakarta Selatan (Jaksel) dan Jakarta Timur (Jaktim) mulai dari 60 centimeter (cm) hingga 3 meter.

    Untuk daerah terparah yang terendam banjir berada di Jakarta Timur tepatnya di Kelurahan Cawang dengan ketinggian air mencapai tiga meter.

    Sumber : Antara

  • Banjir di Bidara Cina Sering Terjadi, Warga: Dulu Tingginya Pernah 4 Meter
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        6 Juli 2025

    Banjir di Bidara Cina Sering Terjadi, Warga: Dulu Tingginya Pernah 4 Meter Megapolitan 6 Juli 2025

    Banjir di Bidara Cina Sering Terjadi, Warga: Dulu Tingginya Pernah 4 Meter
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Tasmi (64), warga RT 10 RW 11, Kelurahan
    Bidara Cina
    , Jatinegara, Jakarta Timur, menyebut
    banjir
    di wilayahnya kerap terjadi akibat kiriman air dari Bendung Katulampa, Bogor, Jawa Barat.
    Bahkan, banjir yang melanda belum lama ini sempat mencapai ketinggian lebih dari empat meter.
    “Sudah sering naik (banjir). Kalau sudah sekitar 200 hingga 250 sentimeter tuh pasti masuk ke rumah, pernah juga sampai 4 meter. Kemarin itu yang kemarin 475 sentimeter pas (bulan) puasa (2025),” kata Tasmi saat ditemui, Minggu (6/7/2025).
    Adapun wilayah Bidara Cina kembali terendam banjir pada hari ini.
    Tasmi menjelaskan, banjir sudah terjadi sejak Minggu dini hari dengan ketinggian air yang terus meningkat.
    “Pertamanya 200 sentimeter, terus naik lagi, naik lagi, terakhir tadi 375 sentimeter, sekarang sudah mungkin tiga meteran,” ujar Tasmi.
    Tasmi berujar, masih ada warga yang memilih bertahan di lantai dua rumah mereka ketimbang mengungsi ke tempat yang lebih aman.
    Namun, ada juga warga yang tak bisa mengungsi karena tidak adanya perahu karet untuk mengevakuasi mereka.
    “Kita di sini butuh perahu, karena kan banyak yang masih di dalam, karena enggak bisa keluar, sekitar tadi ada 40 (rumah) deh,” tuturnya.
    Hingga saat ini, Tasmi mengaku belum mendapat bantuan makanan maupun pompa untuk menyedot air banjir.
    “Biasanya ada nasi boks tuh dari PMI, tapi berhubung hari Minggu, enggak tahu juga. Kalau logistik dari pemerintah enggak ada, belum ada,” ujar Tasmi.
    Sebelumnya, Sebanyak 30 RT di Jakarta Timur terendam banjir pada Minggu (6/7/2025) pagi.
    Kepala Satgas Korwil Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Jakarta Timur, Ali, menjelaskan, penyebab banjir di wilayah Jakarta Timur karena hujan dan Bendung Katulampa siaga 3.
    “Penyebab pada pukul 17.00 WIB Bendung Katulampa mengalami kenaikan tinggi muka air 110 cm (siaga 3),” kata Ali saat dikonfirmasi, Minggu (6/7/2025).
    Selain itu, pintu air Pos Depok juga mengalami kenaikan sehingga menjadi pemicu banjir di wilayah Jakarta Timur.
    “Pada pukul 21.00 WIB Pos Depok mengalami kenaikan Tinggi muka air 270 cm (siaga 3), pada pukul 22.00 WIB Pos Depok mengalami kenaikan tinggi muka air 345 cm (siaga 2),” ungkap Ali.
    Berikut sejumlah titik di Jakarta Timur yang terendam banjir pada Minggu (6/7/2025) hingga pukul 09.00 WIB menurut data BPBD Jakarta Timur.
    Minggu, 06 Juli 2025
    Pukul 01.00 WIB, Ketinggian 60 cm
    Pukul 02.00 WIB, Ketinggian 120 cm
    Pukul 03.00 WIB, Ketinggian 200 cm
    Pukul 04.00 WIB, Ketinggian 200 cm
    Pukul 05.00 WIB, Ketinggian 160 cm
    Pukul 06.00 WIB, Ketinggian 140 cm
    Pukul 07.00 WIB, Ketinggian 120 cm
    Pukul 08.00 Wib, Ketinggian 5 cm (LUMPUR)
      2. Kelurahan Bale Kambang, Jalan Jembatan 1 RW 05
    Minggu, 06 Juli 2025
    Pukul 01.00 WIB, Ketinggian 50 cm
    Pukul 02.00 WIB, Ketinggian 100 cm
    Pukul 03.00 WIB, Ketinggian 120 cm
    Pukul 04.00 WIB, Ketinggian 130 cm
    Pukul 05.00 WIB, Ketinggian 150 cm
    Pukul 06.00 WIB, Ketinggian 150 cm
    Pukul 07.00 WIB, Ketinggian 140 cm
    Pukul 08.00 Wib, Ketinggian 130 cm
    Pukul 09.00 Wib, Ketinggian 130 cm
      3. Kelurahan Cililitan
    Minggu, 06 Juli 2025
    Pukul 01.00 WIB, Ketinggian 30 cm
    Pukul 02.00 WIB, Ketinggian 100 cm
    Pukul 03.00 WIB, Ketinggian 150 cm
    Pukul 04.00 WIB, Ketinggian 160 cm
    Pukul 05.00 WIB, Ketinggian 250 cm
    Pukul 06.00 WIB, Ketinggian 300 cm
    Pukul 07.00 WIB, Ketinggian 300 cm
    Pukul 08.00 Wib, Ketinggian 300 cm
    Pukul 09.00 Wib, Ketinggian 290 cm
      4. Kelurahan Cawang
    Minggu, 06 Juli 2025
    Pukul 01.00 WIB, Ketinggian 30 cm
    Pukul 02.00 WIB, Ketinggian 100 cm
    Pukul 03.00 WIB, Ketinggian 150 cm
    Pukul 04.00 WIB, Ketinggian 160 cm
    Pukul 05.00 WIB, Ketinggian 250 cm
    Pukul 06.00 WIB, Ketinggian 300 cm
    Pukul 07.00 WIB, Ketinggian 300 cm
    Pukul 08.00 Wib, Ketinggian 300 cm
    Pukul 09.00 Wib, Ketinggian 290 cm
      5. Kelurahan Bidara Cina
    Minggu, 06 Juli 2025
    Pukul 02.00 WIB, Ketinggian 40 cm
    Pukul 03.00 WIB, Ketinggian 80 cm
    Pukul 04.00 WIB, Ketinggian 100 cm
    Pukul 05.00 WIB, Ketinggian 200 cm
    Pukul 06.00 WIB, Ketinggian 220 cm
    Pukul 07.00 WIB, Ketinggian 240 cm
    Pukul 08.00 Wib, Ketinggian 250 cm
    Pukul 09.00 Wib, Ketinggian 250 cm
      6. Kelurahan Kampung Melayu
    Minggu, 06 Juli 2025
    Pukul 02.00 WIB, Ketinggian 40 cm
    Pukul 03.00 WIB, Ketinggian 40 cm
    Pukul 04.00 WIB, Ketinggian 100 cm
    Pukul 05.00 WIB, Ketinggian 120 cm
    Pukul 06.00 WIB, Ketinggian 175 cm
    Pukul 07.00 WIB, Ketinggian 180 cm
    Pukul 08.00 Wib, Ketinggian 200 cm
    Pukul 09.00 Wib, Ketinggian 220 cm
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dua Petugas Damkar Tersengat Listrik Saat Padamkan 3 Rumah Terbakar di Pontianak
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        5 Juli 2025

    Dua Petugas Damkar Tersengat Listrik Saat Padamkan 3 Rumah Terbakar di Pontianak Regional 5 Juli 2025

    Dua Petugas Damkar Tersengat Listrik Saat Padamkan 3 Rumah Terbakar di Pontianak
    Tim Redaksi

    PONTIANAK, KOMPAS.com
    – Kebakaran hebat melanda kawasan padat penduduk di Jalan Merdeka Barat, Kota
    Pontianak
    , Kalimantan Barat, Sabtu (5/7/2025) dini hari.
    Tiga rumah hangus terbakar dan dua petugas pemadam kebakaran tersengat listrik saat memadamkan api.
    Insiden terjadi sekitar pukul 02.15 WIB dan langsung membuat warga panik. Mereka berhamburan keluar rumah menyelamatkan diri dari kobaran api yang membesar dalam waktu singkat.
    “Warga yang terbangun dari tidurnya berhamburan keluar rumah menyelamatkan diri,” ujar Kepala Seksi Humas Polresta Pontianak, AKP Wagitri kepada wartawan.
    Tiga rumah terdampak kebakaran, dua di antaranya milik Panca Motor dan satu milik Joko yang dikontrakkan kepada seorang warga bernama Ranan (62).
    Selain rumah, satu unit sepeda motor juga ikut terbakar.
    Sebanyak 20 unit armada pemadam kebakaran dikerahkan dari berbagai lembaga dan komunitas, termasuk Damkar Merdeka, Gotong Royong, Bhakti Sei Beliung, Dara Hitam, PMI, dan Borneo Fire.
    Api baru berhasil dipadamkan sekitar pukul 03.50 WIB.
    Sorotan utama dari peristiwa ini adalah insiden yang menimpa dua anggota pemadam kebakaran Dara Hitam, yakni Gilang Ramadan (22) dan Dwi Surya (25).
    Keduanya tersengat listrik karena aliran listrik di area kebakaran belum sempat diputus saat proses pemadaman berlangsung.
    “Ini jadi perhatian serius. Setiap kejadian kebakaran harus diawali dengan pemutusan arus listrik agar tidak membahayakan petugas di lapangan,” ungkap salah satu relawan pemadam.
    Saksi mata Aldi Anggara Putra (21) yang melintas di lokasi mengira awalnya api berasal dari pembakaran sampah. Namun setelah melihat api membesar, ia segera mengambil tindakan.
    “Pas saya balik arah, apinya sudah besar. Saya langsung klakson terus-terusan sambil teriak bangunin warga,” tuturnya.
    Pihak kepolisian telah memasang garis polisi dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
    Hingga saat ini, penyelidikan masih berlangsung untuk mengungkap penyebab pasti kebakaran.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mau Dengar yang Mana? Menteri P2MI Sarankan Cari Kerja di Luar Negeri Atasi Pengangguran, Menaker Minta WNI Tak Kabur ke Luar Negeri

    Mau Dengar yang Mana? Menteri P2MI Sarankan Cari Kerja di Luar Negeri Atasi Pengangguran, Menaker Minta WNI Tak Kabur ke Luar Negeri

    “Anda (mahasiswa) calon (tenaga kerja) yang tidak terserap, maka segera berpikir ke luar negeri,” kata Karding.

    Sementara jumlah pengangguran nasional mencapai 70 juta orang, sehingga untuk mengatasi banyaknya pengangguran di dalam negeri, Karding menilai bekerja di luar negeri dapat menjadi salah satu solusi.

    Nah, pandangan Menteri Karding ini ditanggapi Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, beberapa hari kemudian.

    Yassierli berpendapat WNI tidak perlu ke luar negeri untuk mencari peluang kerja. Jika Menteri Karding menilai kerja di luar negeri adalah solusi mengatasi pengangguran, maka Menteri Yassierli menilai bekerja ke luar negeri menjadi solusi terakhir dari kebutuhan lapangan pekerjaan di dalam negeri.

    Yassierli merespons saran dari Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Yassierli menegaskan, masyarakat harus mengoptimalkan semua peluang kerja yang ada di dalam negeri. Salah satunya adalah dari program prioritas Presiden.

    “Ada Program makan bergizi gratis 50.000 satuan SPPG, (ada) 80.000 Koperasi Desa Merah Putih. Nanti kemudian ada hilirisasi, kemudian ada ketahanan pangan, ketahanan energi. Itu adalah lapangan pekerjaan yang ada di depan mata,” katanya.

    Memang diakuinya, beberapa program pemerintah masih berproses. Kementerian Ketenagakerjaan mengklaim membantu menyiapkan tenaga kerja dalam program yang ada.

    Misalnya, pelatihan pengelola Koperasi Desa Merah Putih bersama Kementerian Koperasi.

  • Sosialisasi stop BAB sembarangan upaya ciptakan Jakarta kota sehat

    Sosialisasi stop BAB sembarangan upaya ciptakan Jakarta kota sehat

    Ilustrasi – Pemasangan tangki septik atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Pondok Labu untuk mewujudkan Jakarta Selatan sebagai kawasan bebas BAB sembarangan, Jakarta, Selasa (18/3/2025). ANTARA/Luthfia Miranda Putri

    Sosialisasi stop BAB sembarangan upaya ciptakan Jakarta kota sehat
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 05 Juli 2025 – 12:50 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur (Jaktim) berkomitmen untuk memperkuat sosialisasi stop Buang Air Besar (BAB) Sembarangan atau Open Defecation Free (ODF) sebagai upaya menciptakan Jakarta kota sehat.

    “Kami berkomitmen untuk terus mendorong inovasi dalam sektor sanitasi, dan menjadikan gerakan stop buang air besar sembarangan sebagai bagian dari gerakan kolektif menuju kota sehat, tangguh dan mandiri,” kata Sekretaris Kota Administrasi Jakarta Timur Eka Darmawan saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.

    Eka menyebutkan gerakan stop buang air besar sembarangan bukan hanya tentang infrastruktur, tetapi perubahan perilaku masyarakat dalam memiliki tanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan mereka.

    Sehingga, Pemkot Jakarta Timur akan terus melakukan edukasi, dukungan (advokasi), dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan untuk mempercepat pencapaian target 100 persen ODF di wilayahnya.

    Pada Kamis (3/7), Pemkot Jaktim telah melakukan sosialisasi BAB sembarangan di Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas. Kegiatan itu memberikan edukasi kepada masyarakat pentingnya peduli stop BAB sembarangan dengan pemanfaatan teknologi tepat guna, yakni pemanfaatan biogas.

    Eka menilai pemahaman masyarakat terkait teknologi dapat menjadi bagian dari upaya percepatan peningkatan derajat kesehatan masyarakat Jakarta Timur.

    “Perilaku buang air besar sembarangan masih menjadi tantangan serius dalam pembangunan kesehatan dan sanitasi,” ujarnya.

    Namun, melalui pendekatan inovatif berbasis teknologi tepat guna, seperti pemanfaatan tangki septik komunal biogas dari limbah feses manusia, Pemkot Jaktim tidak hanya fokus mengatasi masalah sanitasi, tetapi juga menciptakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

    “Sumber energi alternatif ramah lingkungan merupakan bentuk nyata dari transformasi masalah menjadi peluang dengan penggunaan teknologi biogas diterapkan secara partisipatif di masyarakat,” jelas Eka.

    Adapun kegiatan stop BAB sembarangan tersebut didukung oleh PMI Jakarta Timur, Baznas Bazis Jakarta Timur dan PT Swen Inovasi Transfer.

    Kegiatan juga menggandeng pemerintah tokoh agama, masyarakat, akademisi, dan para stakeholders dalam mewujudkan perubahan perilaku dan penguatan infrastruktur sanitasi yang berkelanjutan.

    Sebelumnya, Wali Kota Jakarta Timur (Jaktim) Munjirin terus menggencarkan deklarasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) untuk mencegah perilaku warga yang Buang Air Besar (BAB) Sembarangan di wilayahnya.

    “Pentingnya deklarasi, kesepakatan bersama, untuk menjaga kebersihan lingkungan dan stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di lingkungannya,” kata Munjirin saat deklarasi STBM di Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur, Senin (19/5).

    Dia mengatakan, para ketua RW, lurah, dan camat yang telah bersama-sama mendeklarasikan STBM ini hendaknya dapat merawat dan menjaga kebersihan lingkungannya.

    Proses sosialisasi dan edukasi agar masyarakat tidak BABS ini membutuhkan waktu sekitar 1,5 tahun.

    Adapun masyarakat yang terbukti melakukan BABS dapat dikenakan sanksi sesuai dengan UU Lingkungan Hidup maupun Perda Ketertiban Umum.

    Sumber : Antara