NGO: PMI

  • Migran Care Soroti Pungli dan Biaya Selangit bagi Pekerja Migran

    Migran Care Soroti Pungli dan Biaya Selangit bagi Pekerja Migran

    Jakarta, Beritasatu.com – Migran Care menyinggung masih maraknya perilaku pungli oleh petugas kepada pekerja migran Indonesia. Direktur Eksekutif Migran Care Wahyu Susilo mengatakan pemerintah harus segera melakukan pembenahan dan pengawasan agar masalah tersebut dapat di terselesaikan.

    “Jadi ini (masalah kekerasan pada pekerja Indonesia di luar negeri) terulang salah satunya karena masalah integritas petugas kita. Seringkali mereka mau disuap bahkan minta pungli atau yang lain-lain,” ungkapnya kepada Beritasatu.com, Sabtu (1/2/2025).

    Selain itu, Wahyu mengatakan perlu adanya pembebasan pembayaran biaya penempatan pekerja. Menurutnya hal tersebut menjadi beban bagi pekerja dan menimbulkan celah bagi para penyalur imigran ilegal bertindak.  

    “Kedua, pada sisi pengawasan, kita tahu banyak keterlibatan dari aparat mulai dari imigrasi, aparat yang memproduksi dokumen, perizinan itu meloloskan pekerja-pekerja yang seharusnya belum bisa diberangkatkan,” ujarnya.

    Wahyu menambahkan petugas perbatasan Indonesia juga menjadi masalah utama  dimana banyak petugas yang tidak memiliki integritas dan rentan terjadi tindakan pungli.

    “Kalau enggak memenuhi syarat seharusnya jangan dibebaskan atau diloloskan untuk keluar misalnya ada di Batam, di Nunukan perbatasan perbatasan darat. Di situ banyak jalur tikus dan jalur tikus ini banyak terjadi karena keleluasaan yang diberikan petugas perbatasan kita,” katanya.

    Dia menekankan perlunya pembenahan tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia.“Biaya penempatan masih tinggi, birokrasi masih berbelit belit sehingga orang lebih memilih jalan pintas dan tentu ini penuh resiko keselamatan,” tekannya.

    Selain itu Wahyu juga menyoroti mahalnya biaya pendidikan atau pelatihan yang harus dikeluarkan pekerja sekitar Rp 4-5 juta, belum ditambah pemmemriksaan medis sebesar Rp 600.000, dan biaya lainnya.

    Dia meminta agar terpenuhinya pembebasan pembiayaan seperti pembuatan paspor, pelatihan hingga cek kesehatan untuk pekerja migran Indonesia. 

  • Komnas HAM Buka Peluang Bawa Kasus Penembakan WNI di Malaysia ke Forum HAM Asia Tenggara – Halaman all

    Komnas HAM Buka Peluang Bawa Kasus Penembakan WNI di Malaysia ke Forum HAM Asia Tenggara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membuka peluang bakal membawa kasus penembakan lima WNI di Malaysia ke forum Komnas HAM Asia Tenggara (South East Asia National Human Rights Institutions Forum – SEANF). 

    Diketahui, Komnas HAM menjabat sebagai ketua umum periode 2024-2025. 

    SEANF merupakan jaringan lembaga hak asasi manusia yang terdiri dari negara-negara Asia Tenggara.

    Seperti Malaysia, Thailand, Filipina, Timor Leste dan Myanmar. 

    Komnas HAM juga membuka kemungkinan bakal melakukan koordinasi dengan SUHAKAM (Komnas HAM Malaysia). 

    “Komnas HAM membuka kemungkinan untuk melakukan koordinasi dengan SUHAKAM (Komnas HAM Malaysia) baik secara bilateral maupun melalui SEANF, sesuai yurisdiksi dan kewenangan masing-masing,” ungkap Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, Sabtu (2/2/2025), dikutip dari Kompas.com. 

    Atnike mengatakan, pihaknya akan terus mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada 5 WNI yang menjadi korban penambakan polisi Malaysia, 24 Januari 2025 lalu. 

    “Komnas HAM akan melakukan langkah-langkah untuk mendorong agar pemerintah Indonesia melakukan upaya perlindungan bagi lima orang PMI yang menjadi korban dalam kasus penembakan yang terjadi di Malaysia ini,” ujarnya. 

    Komnas HAM juga meminta pemerintah Indonesia untuk memastikan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) terhadap para pekerja migran lainnya.

    “Hal ini sebagaimana dijamin dalam Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya yang sudah diratifikasi pemerintah Indonesia sejak 2012,” tambahnya.

    Malaysia Didesak Usut Tuntas

    Di sisi lain, otoritas Malaysia juga diminta untuk segera mengusut tuntas kasus ini. 

    “Kami mendesak pemerintah Malaysia agar kasus ini diusut tuntas,” kata Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, Sabtu (1/2/2025).

    Andreas juga meminta agar kasus penembakan tersebut menjadi pelajaran bagi semua WNI yang ingin bekerja di luar negeri.

    Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mengingatkan untuk hati-hati apabila hendak bekerja di luar negeri.

    “Tenaga kerja kita haruslah terlatih dan legal sehingga terlindungi dari eksploitasi dan tidak menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking),” ujar Andreas.

    Desakan untuk mengusut tuntas penembakan 5 pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia terus mencuat. 

    Desakan juga sempat disuarakan Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

    “Kami berharap insiden ini diusut tuntas, mohon kepada Malaysia untuk mengusut, agar tidak terjadi lagi tragedi itu,” ujar Cak Imin, di TMII, Jakarta Timur, Rabu (29/1/2025).

    Cak Imin mengatakan, peristiwa penembakan ini menjadi pelajaran bagi Pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk mengambil tindakan terkait perkuatan hukum legal dan ilegal.

    “(Solusi) kedua duduk bersama, mengatasi yang legal maupun ilegal,” tutur dia.

    Kedua negara menurut dia harus meningkatkan kerja sama dalam proses penyaluran pekerja migran yang legal.

    “Ini menjadi pelajaran penting untuk terus meningkatkan kerja sama, melegalkan pola hubungan interaktif penegak kerja dan seluruh proses-proses yang terkait, baik yang legal maupun ilegal,” ujar dia.

    (Tribunnews.com/Milani/Rizki Sandi) (Kompas.com) 

  • Komnas HAM Desak Pemerintah Lindungi 5 WNI Korban Penembakan Polisi Malaysia
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Februari 2025

    Komnas HAM Desak Pemerintah Lindungi 5 WNI Korban Penembakan Polisi Malaysia Megapolitan 2 Februari 2025

    Komnas HAM Desak Pemerintah Lindungi 5 WNI Korban Penembakan Polisi Malaysia
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (
    Komnas HAM
    ) mendesak pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan kepada lima warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban penembakan oleh polisi Malaysia pada 24 Januari 2025 di perairan Selangor.
    “Komnas HAM akan melakukan langkah-langkah untuk mendorong agar pemerintah Indonesia melakukan upaya perlindungan bagi lima orang PMI yang menjadi korban dalam kasus penembakan yang terjadi di Malaysia ini,” ungkap Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, dalam keterangan persnya, Sabtu (1/2/2025).
    Selain itu, Komnas HAM juga meminta pemerintah Indonesia untuk memastikan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) terhadap para
    pekerja migran
    lainnya.
    “Hal ini sebagaimana dijamin dalam Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh
    Pekerja Migran
    dan Anggota Keluarganya yang sudah diratifikasi pemerintah Indonesia sejak 2012,” tambahnya.
    Komnas HAM berencana membawa kasus ini ke Forum Komnas HAM di Asia Tenggara (South East Asia National Human Rights Institutions Forum – SEANF), di mana Komnas HAM saat ini menjabat sebagai ketua untuk periode 2024-2025.
    SEANF terdiri dari Komnas HAM dari negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan Myanmar, yang merupakan forum kerja sama untuk memperkuat peran Komnas HAM di masing-masing negara.
    “Komnas HAM membuka kemungkinan untuk melakukan koordinasi dengan SUHAKAM (Komnas HAM Malaysia) baik secara bilateral maupun melalui SEANF, sesuai yurisdiksi dan kewenangan masing-masing,” ungkap Atnike.
    Ia juga menegaskan, Komnas HAM juga akan mendorong SUHAKAM untuk melakukan investigasi atas peristiwa penembakan tersebut secara independen dan transparan serta mendorong proses penegakan hukum yang berperspektif HAM.
    Sebagai informasi, insiden penembakan WNI ini bermula ketika kepolisian Malaysia, melalui Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), menemukan sebuah kapal yang diduga mengangkut pekerja migran Indonesia.
    Pada hari Jumat (25/1/2025), APMM menembaki kapal tersebut setelah diduga mendapat perlawanan.
    Namun, dugaan perlawanan ini dibantah oleh para korban yang telah bersaksi kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
    Akibat penembakan ini, satu WNI tewas, sementara tiga lainnya mengalami luka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penembakan WNI di Malaysia, KP2MI Sebut Penempatan Tenaga Kerja Ilegal Ada dari Tahun ke Tahun
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Februari 2025

    Penembakan WNI di Malaysia, KP2MI Sebut Penempatan Tenaga Kerja Ilegal Ada dari Tahun ke Tahun Nasional 2 Februari 2025

    Penembakan WNI di Malaysia, KP2MI Sebut Penempatan Tenaga Kerja Ilegal Ada dari Tahun ke Tahun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Layanan Pengaduan Mediasi dan Advokasi Kementerian Pelindungan
    Pekerja Migran Indonesia
     (KP2MI) Mangiring H. Sinaga mengatakan, penempatan tenaga kerja secara ilegal selalu terjadi dari tahun ke tahun.
    Hal ini disampaikan Mangiring dalam acara Dielaektika tvMuhammadiyah dengan tajuk “Panas Dingin Indonesia-Malaysia”, Sabtu (1/2/2025), yang membahas peristiwa penembakan
    WNI
    di Malaysia.
    “Fenomena penempatan
    pekerja migran Indonesia
    di Malaysia melalui jalur-jalur tidak resmi itu dari tahun ke tahun tetap ada,” kata Mangiring.
    Dia menjelaskan, ada beberapa penyebab yang membuat peristiwa ini terus berulang.
    Pertama adalah edukasi terhadap warga yang berangkat lewat jalur ilegal tidak sampai sehingga mereka tidak mengetahui prosedur yang benar seperti apa.
    Kedua adalah eks pekerja migran yang di-
    blacklist
    dari keimigrasian sehingga harus menempuh jalur ilegal untuk kembali bekerja di Malaysia.
    Ketiga adalah aksi makelar yang tidak ada habisnya sehingga membuat pekerja migran Indonesia banyak yang berstatus ilegal
    “Dan yang pasti ini dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Dan dari kedua sisi negara disebut tekong-tekong mereka juga melakukan komunikasi langsung, sehingga memotong menurut mereka memotong proses penempatan itu tetapi sesungguhnya hal tersebut sangat merugikan dari sisi aspek perlindungannya,” ujarnya.
    “Karena hal tersebut ketika terjadi permasalahan kita sangat susah dalam hal menjamin hak-hak perlindungan mereka,” kata Mangiring lagi.
    Terakhir, perjanjian kontrak kerja yang dilanggar karena iming-iming gaji yang lebih besar sehingga dihitung sebagai tenaga kerja ilegal.
    Sebagai informasi, insiden penembakan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) ini bermula ketika kepolisian Malaysia, dalam hal ini APMM, mendapati sebuah kapal yang diduga mengangkut pekerja migran Indonesia.
    Pada hari Jumat (25/1/2025), APMM menembaki kapal tersebut setelah diduga mendapat perlawanan.
    Namun, dugaan perlawanan ini dibantah oleh para korban yang bersaksi kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI.
    Akibat dari penembakan ini, satu WNI tewas, sementara tiga lainnya mengalami luka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Selesai Jalani Proses Hukum, 7 Pekerja Migran Indonesia Dideportasi dari Malaysia

    Selesai Jalani Proses Hukum, 7 Pekerja Migran Indonesia Dideportasi dari Malaysia

    Pekanbaru, Beritasatu.com – Sebanyak tujuh pekerja migran Indonesia (PMI) dideportasi dari Malaysia melalui Pelabuhan Internasional Dumai, Riau, pada Sabtu (1/2/2025). Pemulangan dilakukan menggunakan kapal feri Indomal Kingdom dari Pelabuhan Internasional Malaka.

    Ketujuh PMI tersebut dideportasi oleh Depot Tahana Imigresen (DTI) Sementra Millenium Beranang, Selangor, setelah menyelesaikan proses hukum di Malaysia. Hal ini terkonfirmasi dalam surat resmi yang dikirimkan DTI kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).

    Kepala Balai Pelayanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau Fanny Wahyu mengungkapkan, berdasarkan data paspor, lima dari tujuh PMI tersebut berasal dari Provinsi Jambi, satu dari Aceh, dan satu lainnya dari Kalimantan Tengah.

    Ketujuh PMI yang dideportasi terdiri dari enam laki-laki dan satu perempuan, yakni J (37) asal Sungai Bakau, Jambi, DP (37) asal Pendung Hilir, Kerinci, Jambi, RA (25) asal Talang Kemulun, Kerinci, Jambi, AIJ (36) asal Koto Cayo, Kerinci, Jambi, DSF (30) asal Muara Semerah, Kerinci, Jambi, UA (23) asal Darul Aman, Aceh, dan DP (48) asal Kerinci, Jambi.

    Setibanya di Indonesia, para PMI akan ditempatkan sementara di shelter Dumai untuk pendataan ulang sebelum dipulangkan ke daerah asal menggunakan transportasi darat.

    Proses deportasi ini menjadi bagian dari pengawasan ketat terhadap pekerja migran Indonesia di Malaysia, terutama mereka yang mengalami permasalahan hukum.

  • Perusahan Wajib Punya Lembaga Pelatihan

    Perusahan Wajib Punya Lembaga Pelatihan

    JAKARTA – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKB, Ahmad Fauzi, meminta pemerintah mengatur secara ketat perusahaan penyalur pekerja migran Indonesia. Dia mengusulkan agar setiap perusahaan pengirim pekerja migran ke luar negeri wajib memiliki lembaga pelatihan.

    Usulan itu disampaikan Fauzi terkait penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Poin-poin penyusunan RUU PMI ini sudah disampaikan Tenaga Ahli Baleg di gedung DPR, Senayan, Kamis, 30 Januari. 

    Menurut Fauzi, pasal dalam RUU Perlindungan PMI yang mengatur perusahaan penyalur pekerja migran sangat normatif. Sehingga perlu dirinci perusahaan mana yang boleh menyalurkan pekerja ke luar negeri. 

    “Saya ingin menyoroti pasal-pasal terkait perusahaan swasta yang merekrut dan mengirim pekerja migran sangat normatif sekali, hanya berbadan hukum titik. Kenapa tidak dirinci lagi agar syaratnya tidak normatif,” ujar Fauzi kepada wartawan, Jumat, 31 Januari.

    Fauzi mengatakan banyak persoalan pekerja migran yang disebabkan karena perusahaan pengirim tidak kompeten. Perusahaan tersebut tidak profesional dan tidak bertanggung jawab terhadap pekerja yang dikirim ke luar negeri.

    “Misalnya, belum lama ini di TikTok itu ada penyiksaan tenaga kerja di Arab Saudi. KJRI Jeddah mencari alamatnya susah. Berarti perusahaan yang mengerahkan pekerja migran harus diberi syarat dan rukun yang lengkap, dan dirinci lebih detail,” bebernya.

    Selain pasal yang harus mengatur perusahaan penyalur tenaga kerja secara rinci, Fauzi juga mengusulkan syarat kompetensi yang harus dimiliki pekerja migran yang dikirim ke luar negeri. Pertama, adalah kompetensi bahasa.

    “Pekerja harus menguasai bahasa negara yang menjadi tujuan penempatan,” kata Legislator Dapil Banten I itu. 

    Kedua, pekerja harus menguasai kompetensi yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang akan dilakukan di negara tujuan penempatan. Ketiga, pekerja migran harus mengetahui budaya negara tujuan kerja. 

    “Ketiga kompetensi itu harus dicantumkan dalam RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia,” kata Fauzi.

    “Jadi jangan sampai asal rekrut, asal mau, asal umurnya lengkap, asal punya ijazah, asal bisa dikirim tanpa mengetahui budaya tempat bekerja. Misalnya, budaya Thailand, budaya Filipina. Bahkan, mereka pun tidak mengetahui bahasa negara yang dituju,” tambah Ketua DPW PKB Banten itu. 

    Karena itu, Fauzi mengusulkan agar perusahaan pengirim pekerja migran mempunyai lembaga pelatihan yang terdata dan terakreditasi.

    “Perusahaan tenaga kerja harus mempunyai workshop, membikin lembaga pelatihan yang terdata dan terakreditasi. Mampu mendidik calon tenaga kerja, minimal tahu bahasa setempat, tahu budaya setempat, sehingga menjadi tenaga kerja yang terampil dan tidak menemukan kendala,” ucapnya.

    Fauzi juga meminta pemerintah untuk terus melakukan kontrol dan pengawasan terhadap perusahaan pengirim pekerja migran. Selama ini, kata dia, ada perusahaan yang tidak bertanggung jawab. 

    “Ketika masa kerja pekerja migran habis, perusahaan pengirim tidak mau mengurus, sehingga pekerja tersebut menjadi pekerja ilegal. Apalagi ketika pekerja itu berkonflik dengan majikannya, maka dia dibuang di tengah jalan. Pekerja itu akhirnya lontang-lantung di negara orang. Ini yang sering kali terjadi. Masalah seperti itu jangan terjadi lagi,” pungkas Fauzi.

     

     

  • WNI Asal Riau yang Ditembak di Malaysia Bertambah Jadi 3 Orang
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        1 Februari 2025

    WNI Asal Riau yang Ditembak di Malaysia Bertambah Jadi 3 Orang Regional 1 Februari 2025

    WNI Asal Riau yang Ditembak di Malaysia Bertambah Jadi 3 Orang
    Tim Redaksi
    PEKANBARU, KOMPAS.com
    – Jumlah warga negara Indonesia (WNI) asal Provinsi Riau yang menjadi korban
    penembakan di Malaysia
    bertambah menjadi tiga orang.
    Informasi ini disampaikan oleh Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau, Fanny Wahyu, dalam wawancara di Pekanbaru, Sabtu (1/2/2025).
    “Jadi terverifikasi 3 warga Riau,” ungkap Fanny.
    Ia menjelaskan bahwa salah satu korban baru yang terverifikasi berasal dari Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis, berinisial HA, yang sebelumnya disebut berasal dari Kepulauan Riau.
    Dua korban lainnya, MZ dan Basri, juga berasal dari Rupat.
    Basri dilaporkan tewas dalam insiden tersebut, dan jenazahnya telah dipulangkan ke kampung halamannya di Kelurahan Terkul, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis pada Rabu malam.


    KOMPAS.com/Idon Tanjung. Kepala BP3MI Riau, Fanny Wahyu saat diwawancarai wartawan di Pekanbaru beberapa hari lalu.
    Dua korban lainnya juga teridentifikasi, salah satunya berinisial HM, yang berasal dari Aceh.
    Namun, satu korban lainnya masih belum terverifikasi karena dalam kondisi kritis.
    “Satu korban belum terverifikasi, karena belum sadar pasca-operasi,” kata Fanny.
    Empat orang yang diduga sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal masih berada di Malaysia, dan belum ada kepastian kapan mereka akan dipulangkan.
    Fanny menyatakan bahwa dua orang korban yang saat ini dirawat di rumah sakit Malaysia sudah mulai membaik dan dapat memberikan keterangan mengenai kejadian tersebut.
    “Dua orang korban sudah bisa memberikan keterangan apa yang terjadi sebenarnya. Berdasarkan pengakuan korban atas nama MZ, bahwasanya mereka tidak menyerang aparat APMM di Malaysia,” jelasnya.
    Menyikapi kejadian ini, pemerintah melalui Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) mendesak agar Malaysia bersikap transparan dalam mengungkap kasus ini.
    Fanny menegaskan bahwa perwakilan BP2MI melalui Kementerian Luar Negeri dan KBRI akan terus mengawal kasus hukum untuk para korban, serta memastikan perawatan bagi korban yang masih dirawat di rumah sakit.
    “Pemerintah akan mengawal korban ini sampai benar-benar sehat dan dikembalikan ke Indonesia,” tegas Fanny.
    Ia juga mengimbau kepada masyarakat yang berencana bekerja di luar negeri agar menempuh jalur resmi dengan melengkapi semua persyaratan dan mengikuti prosedur yang berlaku.
    “Kalau mau bekerja ke luar negeri, patuhilah aturan dan prosedur serta Undang-Undang yang berlaku. Dan yang paling utama, hindari oknum atau sindikat yang menawarkan bekerja ke luar negeri secara instan atau ilegal,” tambahnya.
    Sebagaimana diberitakan sebelumnya, lima orang PMI diduga ilegal ditembak oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) di Malaysia pada Jumat (24/1/2025).
    Dalam insiden tersebut, satu orang korban tewas, sementara empat lainnya mengalami luka parah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Daerah di Riau Diduga Jadi Titik Pengiriman PMI Ilegal ke Malaysia

    4 Daerah di Riau Diduga Jadi Titik Pengiriman PMI Ilegal ke Malaysia

    Pekanbaru, Beritasatu.com – Empat daerah di Riau disinyalir menjadi lokasi pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal ke Malaysia. Berdasarkan penelusuran Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau, wilayah-wilayah tersebut sering menjadi jalur keberangkatan PMI ilegal.

    “Kami telah melakukan tracing di beberapa daerah di Semenanjung Riau yang berdekatan dengan Malaysia. Biasanya, pengiriman PMI ilegal terjadi di Medang Kampai (Kota Dumai), Rupat (Bengkalis), pesisir Indragiri Hilir, dan Bagan Siapiapi (Rokan Hilir),” kata Kepala BP3MI Riau Fanny Wahyu, Sabtu (1/2/2025).

    Untuk meminimalisir pengiriman PMI secara ilegal, BP3MI Riau telah berkoordinasi dengan kepolisian, TNI, Imigrasi, dan pemerintah daerah.

    “Tentu kami tidak bekerja sendiri. Kami butuh dukungan dari berbagai pihak dan masyarakat untuk mengetahui adanya penampungan ilegal pekerja migran. Masalah ini bukan hanya tanggung jawab BP3MI, tetapi memerlukan kerja sama dari seluruh stakeholder terkait,” jelas Fanny.

    Fanny juga menyoroti tingginya jumlah PMI ilegal yang dideportasi dari Malaysia. Menurutnya, hal ini terjadi karena banyak pekerja migran yang berangkat secara tidak prosedural dan tanpa dokumen lengkap.

    “Ada yang hanya bermodalkan paspor wisata, tetapi setibanya di sana, mereka bekerja. Padahal, untuk bekerja di luar negeri, tidak cukup hanya memiliki paspor. Ada persyaratan lain yang harus dipenuhi sebagai pekerja migran resmi,” tegasnya.

    Agar tidak termasuk dalam kategori PMI ilegal, BP3MI Riau mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan memastikan keberangkatan ke luar negeri melalui jalur resmi guna menghindari risiko eksploitasi dan deportasi.

  • Buntut Penembakan WNI di Malaysia, DPR Desak Pembentukan Satgas Mafia Perdagangan Orang

    Buntut Penembakan WNI di Malaysia, DPR Desak Pembentukan Satgas Mafia Perdagangan Orang

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Golkar, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, mendesak pemerintah segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Mafia Perdagangan Orang. Desakan ini muncul menyusul maraknya praktik perdagangan orang yang menjerat pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal, termasuk kasus terbaru penembakan lima warga negara Indonesia (WNI) oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).

    “Saya mengusulkan agar pemerintah membentuk Satgas Mafia Perdagangan Orang karena situasi ini sudah sangat mengkhawatirkan,” ujar Umbu kepada wartawan, Sabtu (1/2/2025).

    Data Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) mencatat sekitar 6 juta PMI ilegal bekerja di luar negeri tanpa prosedur resmi. Akibatnya, 60-65 persen korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berasal dari kelompok ini.

    Antara tahun 2020-2024, sebanyak 110.641 PMI ilegal telah dideportasi dari berbagai negara. Dari jumlah tersebut, 2.597 PMI ilegal dipulangkan dalam kondisi meninggal dunia, atau rata-rata 2-3 orang meninggal per hari akibat kondisi kerja yang buruk dan minimnya perlindungan hukum.

    Umbu menegaskan angka-angka ini menunjukkan PMI ilegal berada dalam situasi yang sangat rentan. Kasus penembakan lima PMI di Malaysia harus menjadi peringatan bagi pemerintah untuk memperkuat perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia dan memastikan mereka bekerja secara legal.

    Menurut Umbu, Satgas Pemberantasan Mafia Perdagangan Orang yang ia usulkan tidak hanya bertugas melindungi PMI, tetapi juga menindak tegas pihak-pihak yang merekrut PMI ilegal, termasuk perusahaan yang terlibat dalam praktik perdagangan orang.

    Lebih lanjut, ia mendorong adanya aturan yang lebih ketat dan mengikat antara negara pengirim dan penerima tenaga kerja. Ia menilai perbedaan kebijakan antara kedua negara sering kali membuat pekerja migran berada dalam posisi rentan, terutama dalam aspek perlindungan hukum dan jaminan sosial.

    “Ketika kita berbicara mengenai tenaga kerja Indonesia yang menyumbang devisa besar bagi negara, seharusnya kita tidak lagi mendengar kisah pilu PMI yang tidak dibayar gajinya, meninggal karena tidak bisa berobat, atau menjadi korban eksploitasi,” tegasnya.

    Selain mendesak pembentukan Satgas, Umbu juga mengecam penembakan lima PMI oleh APMM di Malaysia. Ia meminta pemerintah Indonesia dan Malaysia mengusut kasus tersebut secara terbuka dan transparan.

    “Kami mengecam tindakan tersebut dan meminta penjelasan resmi dari pemerintah Malaysia. Kami juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menindaklanjuti kasus ini demi menjaga harga diri bangsa serta hak-hak pekerja migran Indonesia,” tegasnya.

  • WNI Jadi Korban Penembakan APMM, BP3MI Riau Desak Transparansi dari Pemerintah Malaysia

    WNI Jadi Korban Penembakan APMM, BP3MI Riau Desak Transparansi dari Pemerintah Malaysia

    Pekanbaru, Beritasatu.com – Tiga dari lima korban penembakan yang dilakukan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) pada Jumat (24/1/2025) lalu adalah warga negara Indonesia (WNI) asal Provinsi Riau. Berdasarkan pembaruan terakhir yang disampaikan oleh Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau, identitas ketiga korban asal Riau adalah MZ, HA, dan B.

    Selain mereka, terdapat satu warga Aceh dengan inisial MH dan satu korban lainnya yang masih belum terverifikasi karena kondisinya masih kritis setelah menjalani operasi.

    Kepala BP3MI Riau, Fanny Wahyu, mengungkapkan salah satu korban, B, yang meninggal dunia akibat insiden tersebut sudah dimakamkan pada Rabu (29/1/2025) di kampung halamannya, Desa Terkul, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau.

    “Sudah terverifikasi tiga warga Riau, satu warga Aceh dengan inisial MH, dan satu korban lainnya yang masih belum terverifikasi karena kondisinya kritis setelah operasi,” ujar Fanny Wahyu, Sabtu (1/2/2025).

    Dua korban asal Riau, MZ dan HA, yang berhasil selamat, kini dalam kondisi yang mulai membaik dan dapat memberikan keterangan mengenai peristiwa tersebut. MZ menyatakan mereka tidak menyerang aparat APMM, meskipun sebelumnya Malaysia mengeklaim mereka yang diserang terlebih dahulu.

    Fanny menegaskan pemerintah Indonesia melalui KP2MI terus mendesak pihak Malaysia untuk memberikan transparansi terkait kronologi kejadian ini.

    “Perwakilan BP2MI, melalui Kementerian Luar Negeri dan KBRI, tetap mengawal kasus hukum ini dan memastikan korban mendapatkan perlindungan yang sesuai,” kata Fanny.

    Pemerintah juga akan mengawasi pemulihan korban dan proses pengembalian mereka ke Indonesia setelah kondisi mereka pulih. BP3MI Riau juga mengimbau agar calon pekerja migran Indonesia untuk mengikuti jalur resmi dalam bekerja di luar negeri.

    “Patuhi aturan dan prosedur yang ada. Hindari oknum atau sindikat yang menawarkan pekerjaan secara ilegal atau instan,” pesan Fanny.