GASPOL! Hari Ini: Partai Baru, Pembuktian Jokowi Tanpa PDI-P
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kiprah politik Presiden ketujuh Republik Indonesia
Joko Widodo
dinilai masih belum akan berakhir setelah dipecat oleh
PDI Perjuangan
.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia
Adi Prayitno
berpandangan,
Jokowi
masih punya ambisi untuk mengalahkan
PDI-P
, partai yang telah membesarkannya sejak menjadi wali kota Solo.
Menurut Adi, ada dua opsi yang bisa ditempuh oleh Jokowi, bergabung dengan partai politik yang sudah ada, atau membentuk partai politik yang baru berbekal besarnya dukungan yang ia peroleh.
Namun, membentuk partai politik baru dinilai dapat menjadi pembuktian bahwa Jokowi bisa besar dan hebat tanpa partai banteng.
Simak diskusinya bersama dalam Adi Prayitno di
Gaspol! Kompas.com
.
LIVE PREMIER
Rabu, 18 Desember 2024
Pukul 20.00 WIB
di Youtube Kompas.com
Klik link video di bawah ini untuk menyaksikan. Selamat menonton!
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
NGO: Parameter Politik Indonesia
-
/data/photo/2024/12/18/6762c47ed99b1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 GASPOL! Hari Ini: Partai Baru, Pembuktian Jokowi Tanpa PDI-P Nasional
-

Evaluasi Parpol, Bukan Pilih Gubernur di DPRD
Jakarta, CNN Indonesia —
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mengatakan wacana yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto terkait pemilihan kepala daerah lewat DRPD tidak bisa dimaknai secara harfiah.
Adi berpendapat pemilihan gubernur, bupati, atau wali kota hanya membuat demokrasi Indonesia mundur jika kembali dilakukan DPRD.
“Karena bagi saya, kalau Pilkada kita dikembalikan kepada DPRD ini tentu akan mundur dalam demokrasi kita. Kalau evaluasi, maka iya,” kata Adi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (13/12).
“Bahwa hari ini ada fenomena politik uang yang cukup masif dan cukup brutal, iya tapi bukan berarti kepala daerah itu harus dikembalikan kepada DPRD,” ujarnya menambahkan.
Adi menyebut pernyataan Prabowo yang juga menyinggung biaya pilkada mahal justru harus menjadi evaluasi partai politik.
“Pilkada di Indonesia itu berbiaya mahal tentu ini harus dimaknai sebagai refleksi bahwa jangan lagi politik di Indonesia itu menggunakan cara-cara yang tidak elegan,” ujarnya.
Adi mengatakan selama ini kontestan politik tidak pernah melakukan adu gagasan atau visi misi untuk meyakinkan para pemilih. Mereka, kata dia, cenderung mengambil jalan singkat dengan menawarkan uang ataupun logistik kepada masyarakat.
“Sehingga inilah yang kemudian membuat kenapa pilkada di Indonesia itu memang cukup mahal dibandingkan dengan tempat-tempat yang lain,” katanya.
Oleh karenanya, Adi menilai pernyataan Prabowo tersebut seharusnya dimaknai sebagai kritik agar semua partai dan kontestan Pemilu agar tidak lagi menggunakan instrumen uang dan dan logistik.
“Jadi dalam konteks itulah sepertinya Prabowo ingin menegaskan hal yang semacam ini jangan lagi terulang di Indonesia karena demokrasi kita tidak akan baik,” katanya.
Lebih lanjut, Adi mengatakan tingginya biaya Pilkada juga disebabkan karena adanya mahar politik yang dibebankan kepada kontestan hanya untuk mendapatkan dukungan dari partai.
Kondisi itu kemudian diperparah dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan kontestan untuk membuat atribut kampanye. Belum lagi iklim politik uang yang membuat para kontestan juga harus menyiapkan logistik untuk dibagikan kepada masyarakat.
“Kalau mau jujur partai itu harus membuat pakta integritas dan berkomitmen bahwa haram hukumnya dan kalau bisa harus ada sanksi pidana atau diskualifikasi kalau harus ada mahar atau ketika turun ke masyarakat menggunakan logistik, menggunakan uang untuk dipilih,” ujarnya.
“Yang membuat politik kita berbiaya mahal karena selama ini partai dan para kontestan dibiarkan menggunakan segala cara untuk memenangkan pertarungan. Khususnya menggunakan logistik dan uang,” kata Adi.
Sebelumnya Prabowo mewacanakan kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD dalam pidatonya di puncak perayaan HUT ke-60 Partai Golkar, Sentul, Kamis (12/12) malam.
Ia menilai sebagaimana yang diterapkan di negara lain, sistem itu dinilai lebih efisien dan tak menelan banyak biaya. Prabowo menyebut usul ini akan menekan anggaran yang harus dikeluarkan negara dalam menggelar Pilkada.
“Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati,” kata Prabowo.
(tfq/fra)
[Gambas:Video CNN]
-

Musuhi Jakmania Penyebab Kekalahan RK-Suswono
GELORA.CO -Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) menelan kekalahan di Pilkada Jakarta 2024.
Menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno ada sejumlah faktor yang menyebab perolehan suara pasangan ini di bawah paslon nomor urut 3 Pramono Anung dan Rano Karno.
Salah satu alasan utama adalah isu yang muncul terkait pernyataan Suswono pada 26 Oktober 2014 tentang kartu janda.
Pernyataan tersebut dianggap sebagian pihak sebagai penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW, yang berujung pada akumulasi ketidaksukaan masyarakat terhadap pasangan ini.
“Di samping itu popularitas Suswono yang masih rendah juga memicu keengganan untuk memilih pasangan RK-Suswono,” kata Adi kepada RMOL, Senin 9 Desember 2024.
RK-Suswono juga dianggap tidak memiliki kedekatan emosional dengan Jakarta dan warganya. Beberapa persepsi negatif seperti bukan asli Jakarta dan tidak cocok memimpin Jakarta melekat ke jagoan KIM Plus ini.
“RK-Suwono dianggap outsider karena pernah menghujat dan musuh Jakmania,” pungkasnya.
Pasangan Cagub-cawagub nomor urut 1 Ridwan Kamil dan Suswono hanya mendapat suara sebesar 1.718.160 atau 39,40 persen. Kalah dari pasangan Pramono-Rano yang memperoleh 2.183.239 suara atau setara dengan 50,07 persen.
Sedangkan posisi buncit diraih oleh pasangan nomor urut 2, Dharma Pongrekun dan Kun Wardhana. Pasangan independen ini mendapat perolehan 459.230 suara atau 10,53 persen.
KPU DKI juga mengungkap total pemilih yang menggunakan hak pilih pada Pilkada DKI Jakarta berjumlah 4.724.393 orang dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 8.214.007
Dari jumlah itu, surat suara sah sebanyak 4.360.629 dan surat suara tidak sah sebanyak 363.764.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5036330/original/002543900_1733384302-Begini_Perincian_Gaji_dan_Tunjangan_Gus_Miftah_Sebagai_Utusan_Presiden_5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Utusan Khusus Presiden Dianggap Lebih Banyak Kontroversinya – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Kinerja utusan khusus presiden menjadi sorotan publik setelah viralnya peristiwa Miftah Maulana Habiburrohman yang mengolok-olok penjual es teh.
Usai mendapat kritik tajam dari publik tanah air, Miftah akhirnya memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menilai, sejauh ini memang publik tidak pernah tahu apa yang sudah dilakukan oleh utusan khusus presiden. Bahkan, publik tidak bisa mendeteksi kerja mereka, terutama bagi kepentingan publik.
“Selama ini memang menjadi tanda tanya apa fungsi tugas utama dari utusan khusus presiden itu. Sampai hari ini tentu tak ada satu pun yang bisa dideteksi apa yang sudah dilakukan oleh mereka,” ucap Adi saat dihubungi, Jumat (6/12/2024).
Padahal, kata Adi, pada diri utusan khusus presiden melekat sebagai pejabat publik. Mereka juga memakai fasilitas negara, yang uangnya dari rakyat.
“Jadi wajar kalau publik bertanya apa yang sudah dilakukan, ya minimal ini sebagai bentuk pertanggungjawaban secara umum,” ujar Adi.
Adi menyebut, yang mengemuka dari utusan khusus presiden justru hal-hal polemik dan problematik ketimbang kerja positif. Seperti masalah Miftah Maulana Habiburrahman yang mengolok-olok penjual es teh, hingga ada utusan khusus presiden yang malah sibuk meng-endorse pasangan calon di Pilkada 2024.
“Misalnya itu, kan tentu semakin membuat orang bertanya-tanya, apa sebenarnya tugas utusan khusus presiden itu, kok lebih banyak menimbulkan kontroversi, lebih banyak menimbulkan polemik,” tuturnya.
“Dan justru kelihatan sibuk meng-endrose palson-paslon tertentu di pilkada. Itu kan yang lebih mengemuka,” sambungnya.
Utusan Khusus Presiden Harus Dievaluasi
Maka dari itu, Adi mengatakan, perlu ada evaluasi yang ditunjukkan kepada publik apa sebenarnya yang sudah dilakukan utusan khusus presiden.
“Apalagi di era medsos yang berkembang cukup pesat. Hampir tiap saat dan tiap hari, termasuk utusan khusus presiden itu pasti akan dibantu dan ditanya apa yang sudah mereka lakukan,” ujar Adi.
“Jangan justru sibuk melakukan hal-hal yang sifatnya enggak ada hubungannya dengan bagaimana ikut berkontribusi membangun bangsa dan negara ke depan,” tutup Adi.
Baca juga Miftah Diamuk Netizen Lagi, Gegara Video Lawas Menghina Seniman Senior Yati Pesek Viral
Pedagang es teh yang jadi perbincangan karena diolok-olok Miftah Maulana datang ke Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman, DIY untuk menemui Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembina Sarana Keagamaan itu.
-

Partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta dinilai sangat rendah
Jakarta (ANTARA) – Pengamat politik Adi Prayitno berpendapat partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024 yang mencapai 57 persen merupakan partisipasi yang sangat rendah.
“Hitung cepat atau ‘Quick Count’ Parameter Politik Indonesia (IPI) Pilkada Jakarta hanya 57,2 persen partisipasi pemilih. Itu sangat rendah,” kata Adi ketika dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, ada beberapa hal yang menyebabkan partisipasi pemilih di pilkada Jakarta sangat rendah di antaranya jenuh karena baru saja memilih presiden, wakil presiden dan anggota DPR beberapa bulan lalu.
Selain itu, masa kampanye Pilkada Jakarta tidak cukup untuk para kandidat gubernur dan wakil gubernur meyakinkan masyarakat.
Selanjutnya ada kemungkinan pemilih di Jakarta merasa kecewa karena masalah fundamental di Jakarta tidak kunjung tuntas meski kota besar tersebut sudah berulang kali berganti pemimpin.
“Silih berganti gubernur. Tapi, persoalan krusial seperti banjir dan macet termasuk soal akses terhadap pekerjaan belum tuntas,” kata Adi.
Tidak hanya itu, Adi menyoroti kinerja penyelenggara Pilkada di Jakarta. Dia menilai mereka kurang maksimal dalam bekerja, termasuk menyosialisasikan pelaksanaan pilkada.
“Penyelenggara kurang maksimal melakukan sosialisasi terkait pilkada. Padahal anggarannya besar. Jika pun ada sosialisasi, paling bentuknya cuma seminar-seminar di kampus atau di hotel,” katanya.
Buntutnya, partisipasi pilkada Jakarta jadi yang terendah. Berdasarkan data ada puluhan TPS di Jakarta dengan tingkat partisipasi pemilih tidak sampai 35 persen.
Bahkan, TPS dengan jumlah DPT sebanyak 586 orang seperti di TPS 023 Petojo Selatan hanya didatangi 93 pemilih. Artinya, hanya 15,87 persen pemilik hak suara datang mencoblos. Serta masih banyak TPS lain di Jakarta dengan partisipasi pemilih yang sangat rendah.
Sehingga, kata dia, tidak heran bila kini muncul anggapan legitimasi pemenang Pilkada Jakarta berkurang dan dipertanyakan.
“Iya, secara teori legitimasi politik berkurang jika yang datang ke TPS rendah. Demokrasi itu kuncinya di legitimasi rakyat,” katanya.
Pemerhati Pilkada Jakarta dari kalangan aktivis muda Muhammadiyah, Wiryandinata mengatakan bahwa legitimasi Pilkada Jakarta yang rendah menunjukkan bahwa pemenang Pilkada tidak mendapat mandat dari masyarakat Jakarta secara total.
Sehingga, lanjut dia, bisa dikatakan bahwa pemenangan Pilkada dengan partisipasi pemilih rendah bukan representasi masyarakat.
“Bicara soal legitimasi, kemenangan ini tidak bisa dianggap representatif. Bagaimana mungkin pemimpin yang hanya dipilih oleh sebagian kecil masyarakat dapat mengklaim sebagai perwakilan rakyat Jakarta,” kata Wiryandinata.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta telah menetapkan paslon Ridwan Kamil-Suswono nomor urut 1, Dharma Pongrekun-Kun Wardana nomor urut 2 dan Pramono Anung-Rano Karno nomor urut 3 pada Pilkada DKI Jakarta,l yang digelar 27 November 2024.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024 -

Partisipasi Pemilih Sangat Rendah, Legitimasi Pemenang Pilkada Jakarta Dipertanyakan
loading…
Pilkada Jakarta 2024 memasuki tahap penghitungan suara manual. Namun, masalah yang belum jelas juntrungannya, terutama jika bicara soal partisipasi publik dalam Pilkada Jakarta. Foto: Dok SINDOnews
JAKARTA – Pilkada Jakarta 2024 sudah memasuki tahap penghitungan suara manual. Namun, masalah yang belum jelas juntrungannya, terutama jika bicara soal partisipasi publik dalam Pilkada Jakarta.
Dengan partisipasi pemilih hanya 57 persen, pesta demokrasi di Jakarta dinobatkan menjadi pilkada dengan tingkat partisipasi paling rendah sepanjang sejarah. Rendahnya partisipasi masyarakat untuk menentukan pemimpinnya membuat legitimasi hasil Pilkada menjadi abu-abu.
Pengamat politik Adi Prayitno menyoroti rendahnya partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta. Menurut dia, angka 57 persen partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta sangat rendah.
”Quick Count Parameter Politik Indonesia Pilkada Jakarta hanya 57,2 persen partisipasi pemilih, itu sangat rendah,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 5 Desember 2024.
Adi menilai ada beberapa hal yang menyebabkan partisipasi pemilih sangat rendah. Selain jenuh karena baru saja memilih presiden, wakil presiden, dan anggota DPR beberapa bulan lalu, dia menyatakan masa kampanye Pilkada Jakarta tidak cukup untuk para kandidat gubernur dan wakil gubernur meyakinkan masyarakat.
Selain itu, ada kemungkinan pemilih di Jakarta merasa kecewa. Sebab, masalah fundamental di Jakarta tidak kunjung tuntas meski kota besar tersebut sudah berulang kali berganti pemimpin.
”Silih berganti gubernur, tapi persoalan krusial seperti banjir dan macet termasuk soal akses terhadap pekerjaan belum tuntas,” kata Adi.
Dia juga menyoroti kinerja penyelenggara pilkada di Jakarta. Dia menilai mereka kurang maksimal dalam bekerja, termasuk menyosialisasikan pelaksanaan pilkada.
”Padahal, anggarannya besar. Jika pun ada sosialisasi, paling bentuknya cuma seminar-seminar di kampus atau hotel,” ucapnya.
-

Bantuan Dengan Dana Pribadi, Boleh Atas Nama Pemberi
GELORA.CO -Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menuai sorotan usai membagikan bantuan sosial kepada warga terdampak banjir di Jakarta Timur. Bantuan tersebut dikemas dalam tas bertuliskan “Bantuan Wapres Gibran” dan “Istana Wakil Presiden”.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno mengkritik langkah tersebut. Ia menegaskan bahwa bantuan yang menggunakan anggaran negara harus disebut sebagai bantuan negara, bukan atas nama pribadi pejabat.
“Sebaliknya, bantuan dengan dana pribadi boleh disebut atas nama pemberi bantuan,” kata Adi kepada RMOL, Rabu 4 Desember 2024.
Analis politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menyampaikan bahwa sekadar membagikan bantuan bukan ukuran kinerja yang substansial.
“Segala sesuatu untuk bantuan sudah tersedia. Yang perlu ditonjolkan adalah langkah terukur seperti mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan masalah mendasar lainnya,” ujarnya.
Menurutnya, Wapres Gibran sebaiknya memanfaatkan forum besar untuk menyampaikan gagasan strategis yang akan dijalankan dalam lima tahun ke depan.
“Hal ini dinilai lebih penting untuk memperlihatkan arah kebijakan pemerintah secara komprehensif, ketimbang bagi-bagi bantuan yang sebenarnya bisa dilakukan Kementerian Sosial,” pungkasnya


