NGO: MAKI

  • Dorong Perampasan Aset, Maki: Kejar Harta Koruptor hingga Ahli Waris!

    Dorong Perampasan Aset, Maki: Kejar Harta Koruptor hingga Ahli Waris!

    Jakarta, Beritasatu.com – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki), Boyamin Saiman, menekankan pentingnya membentuk kembali Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) untuk memaksimalkan perampasan aset koruptor. Menurut Boyamin, selain hukuman penjara, pemerintah juga harus menindaklanjuti putusan pengadilan dengan menggugat harta para koruptor, termasuk milik ahli waris mereka.

    “Jaksa Agung harus diberi kewenangan penuh untuk mengejar aset koruptor sebagai uang pengganti. Dengan begitu, para koruptor akan berpikir seribu kali sebelum melakukan kejahatan,” tegasnya kepada Beritasatu.com, Jumat (14/3/2025).

    Ia menyoroti fakta banyak koruptor yang hanya mendapat hukuman ringan, seperti 4 tahun hingga 5 tahun penjara, tetapi tetap hidup kaya setelah bebas. Menurutnya, hukuman berat saja tidak cukup jika aset hasil korupsi tidak dirampas dan dikembalikan ke negara.

    “Kalau mereka hanya dipenjara sebentar dan tetap bisa menikmati hasil korupsi setelah keluar, maka korupsi akan terus merajalela,” tambahnya.

    Boyamin menekankan perampasan aset hasil korupsi harus dipulihkan sepenuhnya agar dapat digunakan untuk kepentingan rakyat.

    “Uang negara yang dikorupsi, meskipun sudah bertahun-tahun lalu, tetap harus dikembalikan. Nilai Rp 10 miliar sepuluh tahun lalu tentu berbeda dengan sekarang, tetapi tetap bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

    Ia berharap Presiden Prabowo Subianto tidak hanya fokus membangun penjara bagi koruptor, tetapi juga menginstruksikan Kejaksaan Agung dan KPK untuk lebih agresif dalam menyita aset koruptor.

    “Dengan strategi perampasan aset ini, koruptor tidak hanya kehilangan kebebasan, tetapi juga kekayaannya. Ini akan menjadi efek jera yang lebih efektif,” tutupnya.

  • Maki: Koruptor Layak Dipenjara Seumur Hidup, Bukan hanya 50 Tahun

    Maki: Koruptor Layak Dipenjara Seumur Hidup, Bukan hanya 50 Tahun

    Jakarta, Beritasatu.com – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki), Boyamin Saiman, menilai hukuman 50 tahun penjara tidak cukup memberikan efek jera bagi pelaku korupsi, terutama yang merugikan negara lebih dari Rp 100 miliar. Ia mendukung penerapan hukuman penjara seumur hidup untuk para koruptor.

    “Jika seseorang sudah berusia 30 tahun lalu dihukum 50 tahun, mereka tetap bisa menikmati kebebasan di usia tua. Lebih baik langsung dipenjara seumur hidup tanpa remisi agar benar-benar jera,” ujar Boyamin kepada Beritasatu.com, Jumat (14/3/2025).

    Boyamin menjelaskan Mahkamah Agung (MA) telah mengarahkan hakim untuk menjatuhkan hukuman seumur hidup bagi koruptor dengan kerugian negara di atas Rp 100 miliar. Bahkan, menurutnya, batasan ini bisa diturunkan hingga Rp 10 miliar agar lebih banyak koruptor mendapat hukuman berat.

    Ia juga menegaskan hukuman seumur hidup harus dilakukan tanpa potensi pengurangan masa tahanan (remisi), bebas bersyarat, atau diskon hukuman. Dengan demikian, koruptor benar-benar menjalani hukuman penuh tanpa celah hukum untuk mengurangi masa tahanannya.

    Selain hukuman seumur hidup, Boyamin menilai perampasan aset menjadi langkah penting agar pelaku benar-benar kehilangan hasil kejahatannya. Jika hanya dipenjara tanpa kehilangan aset, para koruptor masih bisa menikmati hasil korupsinya secara tidak langsung melalui keluarga atau jaringan mereka.

    “Orang akan berpikir seribu kali untuk korupsi jika tahu mereka akan kehilangan segalanya, termasuk aset yang sudah dikumpulkan,” tegasnya.

    Lebih lanjut, ia mendukung penerapan hukuman mati bagi koruptor dalam kondisi tertentu, seperti saat bencana nasional. Menanggapi anggapan hukuman berat bagi koruptor melanggar hak asasi manusia (HAM), Boyamin menolak keras pernyataan tersebut. Menurutnya, justru koruptor yang lebih dulu melanggar HAM rakyat dengan mencuri uang negara.

    “Mereka mengambil uang yang seharusnya untuk rakyat, menyebabkan kemiskinan, menurunkan kualitas pendidikan, dan membuat rakyat sulit mendapatkan layanan kesehatan. Itu pelanggaran HAM yang sebenarnya,” katanya.

    Boyamin juga menyoroti fakta di negara lain, seperti Amerika Serikat, tetap menerapkan hukuman mati dalam kasus tertentu. Dengan demikian, tidak ada alasan Indonesia ragu dalam menegakkan keadilan bagi rakyat. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto hanya perlu memastikan KPK dan Kejaksaan Agung selalu menuntut hukuman berat untuk kasus-kasus korupsi besar.

    “Sudah ada hukuman seumur hidup bagi koruptor, terutama jika merugikan rakyat kecil, seperti kasus Jiwasraya dan Asabri,” ujar Boyamin.

    Boyamin menegaskan hukuman seumur hidup bagi koruptor tidak boleh mendapat diskon hukuman, remisi, atau bebas bersyarat.

    “Jika semua koruptor dihukum seumur hidup tanpa potongan, maka tidak ada peluang untuk bebas lebih cepat,” tegasnya.

    Selain penegakan hukum yang lebih tegas, ia juga menekankan pentingnya pencegahan korupsi melalui sistem yang lebih transparan dan bebas dari celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh koruptor.

    “Hukuman berat dan penjara koruptor saja tidak cukup, tetapi juga harus ada reformasi sistem pencegahan agar kasus serupa tidak terulang,” pungkasnya.

  • Setop Karang Cerita dan Fitnah Jokowi

    Setop Karang Cerita dan Fitnah Jokowi

    Jakarta

    Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menepis tudingan soal mengutus seseorang dan meminta PDIP tak memecatnya. Relawan Pro Jokowi (Projo) meminta PDIP tak membuat fitnah ke Jokowi.

    “Tidak benar Pak Jokowi mengirim utusan untuk tidak dipecat dari PDIP. Jangan ngarang dan buat drama. Berhentilah membuat fitnah kepada Jokowi dan keluarganya” ujar Waketum Projo, Freddy Alex Damanik kepada wartawan, Jumat (14/3/2025).

    Fredi menyebut masyarakat sudah bosan dengan drama yang selalu dibuat PDIP. Dia menyarankan agar PDIP memberikan pendidikan politik yang baik.

    “Setoplah karang mengarang cerita. Rakyat sudah bosan dengan drama murahan seperti itu. Nggak mutu dan murahan. Bukan pendidikan politik yang baik untuk rakyat. Rakyat nggak percaya isu nggak bermutu seperti itu,” ujar Fredi.

    Jokowi Tepis Tudingan PDIP

    Sebelumnya, Jokowi sudah merespons tudingan tersebut. Jokowi menepis tudingan mengirim utusan dan meminta untuk tak dipecat dari PDIP.

    “Nggak ada (utusan), ya harusnya disebutkan siapa, biar jelas. Siapa? Siapa?” kata Jokowi saat ditemui di rumahnya, Sumber, Banjarsari, dilansir detikJateng, Jumat (14/3).

    “Kepentingannya apa saya mengutus untuk itu, kepentingannya apa? Coba logikanya,” ujarnya.

    “Saya itu udah diem lho ya. Difitnah saya diam, dicela saya diam, dijelekkan saya diam, dimaki-maki saya diam. Saya ngalah terus lho, tapi ada batasnya,” sambungnya.

    “Perlu diketahui bahwa sekitar tanggal 14 Desember, itu ada utusan yang menemui kami yang memberi tahu bahwa Sekjen harus mundur, lalu meminta jangan pecat Jokowi dan menyampaikan ada sekitar sembilan orang dari PDIP Perjuangan yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK,” kata Deddy Sitorus, Rabu (12/3).

    (azh/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Maki: Perampasan Aset Lebih Efektif untuk Membuat Jera Koruptor

    Maki: Perampasan Aset Lebih Efektif untuk Membuat Jera Koruptor

    Jakarta, Beritasatu.com – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki), Boyamin Saiman, menanggapi rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membangun penjara khusus bagi koruptor. Menurutnya, solusi utama dalam pemberantasan korupsi adalah perampasan aset.

    “Pemidanaan di Indonesia masih lemah. Hukuman bagi koruptor tergolong ringan, banyak remisi, pembebasan bersyarat, dan harta hasil korupsi pun sering tidak dimaksimalkan sebagai uang pengganti,” ujar Boyamin kepada Beritasatu.com, Jumat (14/3/2025).

    Sebelumnya, saat memberikan sambutan di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kamis (13/3/2025), Presiden Prabowo Subianto menyebut akan membuat penjara kecil di lokasi terpencil khusus bagi para koruptor.

    Boyamin menilai meskipun penjara koruptor dibuat terpencil, tetap ada celah bagi mereka untuk menghindari hukuman penuh.

    “Banyak modus, misalnya pura-pura sakit agar dirawat di rumah sakit, atau alasan olahraga dan kepentingan hukum seperti sidang perceraian,” kata Boyamin.

    “Jika koruptor tetap bisa menikmati hasil kejahatannya, mereka tidak akan jera. Yang harus dilakukan adalah miskinkan mereka dengan menyita seluruh harta, termasuk milik keluarga yang diduga terkait dengan tindak pidana,” tambahnya.

    Ia juga mendorong pemerintah segera mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset. Jika DPR menolak, Boyamin menyarankan agar Prabowo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu), seperti yang pernah dilakukan mantan Presiden Jokowi dalam berbagai kebijakan strategis.

    “Jika pemerintah serius ingin memberantas korupsi, maka UU Perampasan Aset harus segera disahkan. Pemberantasan korupsi bukan hanya soal memenjarakan pelaku, tetapi juga memastikan uang negara benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” kata Boyamin.

  • Jokowi Mulai Geram Terus Diserang PDIP: Difitnah Saya Diam, Dimaki-maki Saya Diam, Tapi Ada Batasnya – Halaman all

    Jokowi Mulai Geram Terus Diserang PDIP: Difitnah Saya Diam, Dimaki-maki Saya Diam, Tapi Ada Batasnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) rupanya sudah mulai geram dengan beragam tudingan dari politikus PDIP yang dialamatkan ke dirinya.

    Teranyar, politikus PDIP Deddy Sitorus menyinggung Jokowi dengan mengaitkan isu kasus hukum Hasto Kristiyanto dengan mengirim utusan untuk batalkan pemberhentian Jokowi sebagai kader PDI Perjuangan.

    Jokowi pun bereaksi, ia mengaku tidak tahu terkait sosok yang disebut utusannya tersebut.

    Dia pun meminta kepada PDIP untuk buka-bukaan terkait identitas utusan yang dimaksud tersebut.

    “Nggak ada (komentar). Ya harusnya disebutkan siapa biar jelas. Nggak ada,” katanya di kediamannya di Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Jumat (14/3/2025), dikutip dari Tribun Solo.

    Jika benar ada utusan ke PDIP sebelum pemecatan, Jokowi menegaskan tidak terlibat dalam perintah tersebut.

    Menurutnya, tidak ada urgensi baginya terkait dikirimnya utusan ke PDIP.

    Mantan Wali Kota Solo itu lantas menyinggung soal dirinya yang selama tidak membalas meski dituduh macam-macam.

    “Kepentingannya apa saya mengutus untuk itu. Coba logikanya. Saya udah diam loh ya. Difitnah saya diam. Dijelekkan saya diam. Dimaki-maki saya diam. Tapi ada batasnya,” tuturnya.

    Tudingan PDIP

    Sebelumnya, tudingan bahwa Jokowi mengirim utusan sebelum pemecatan disampaikan oleh politisi PDIP, Deddy Sitorus.

    Bahkan, Deddy juga menyebut bahwa utusan tersebut turut meminta Hasto Kristiyanto mundur sebagai Sekjen PDIP.

    Deddy mengatakan utusan tersebut langsung menyampaikannya kepada jajaran petinggi PDIP pada 14 Desember 2024 lalu.

    “Perlu diketahui bahwa sekitar tanggal 14 Desember itu, ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa sekjen harus mundur, lalu jangan pecat Jokowi,” kata Deddy kepada Tribunnews.com, Kamis (13/3/2025).

    Tak cuma itu, Deddy juga mengatakan utusan tersebut turut menyampaikan bahwa ada 9 kader PDIP yang ditarget oleh aparat penegak hukum (APH).

    “Ada sekitar 9 orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK,” ungkap Deddy.

    Sehingga, menurut Deddy, ditersangkakannya Hasto dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terhadap buronan Harun Masiku merupakan bentuk kriminalisasi hukum.

    Menurutnya, pernyataan tersebut tidak diungkap tanpa sebab lantaran ada seorang anggota Komisi II DPR mengatakan uturan tersebut adalah orang yang memiliki wewenang.

    “Itulah juga yang menjadi keyakinan kami bahwa seutuhnya persoalan ini adalah persoalan yang dilandasi oleh itikad tidak baik oleh kesewenang-wenangan,” kata Deddy.

    “Kasus Mas Hasto jelas adalah kasus politisasi hukum, kriminalisasi jahat dan itulah kenapa kami sebagai partai baik DPP maupun Fraksi akan bersama-sama melawan kesewenang-wenangan ini,” sambungnya.

    Jokowi Dituduh PDIP Dalang Pelemahan KPK

    Sebelumnya, video Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto soal dalang utama pelemahan KPK beredar di media sosial.

    Video itu beredar seusai diunggah oleh kader PDIP Adian Napitupulu pada Sabtu (22/2/2025) lalu.

    Hasto mengatakan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) merupakan dalang dibalik pelemahan KPK.

    Dia menegaskan dalang di balik revisi UU KPK bukan PDIP melainkan Jokowi.

    Menurut Hasto, hal itu dilakukan Jokowi demi melindungi Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution yang saat itu maju dalam kontestasi Pilkada.

    Dalam video itu, Hasto mengaku sempat bicara dengan Jokowi terkait kemungkinan adanya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada pejabat negara.

    Dimana diketahui, saat itu Gibran dan Bobby sama-sama masih menjadi kader PDIP.

    Sebelum berbicara hal tersebut, Hasto mengaku lebih dulu bertanya pada Jokowi sekaligus menguji keseriusan Jokowi untuk mencalonkan Gibran dan Bobby sebagai wali kota dari PDIP. 

    Hasto mengatakan bahwa saat itu Jokowi sampai bingung dengan pertanyaan Hasto tersebut.

    Hasto kemudian menjelaskan jika Gibran dan Bobby menjadi wali kota maka otomatis akan menjadi pejabat negara dan menjadi sorotan publik.

    Menurutnya hal itu akan sangat rawan terhadap berbagai bentuk gratifikasi suap dan berbagai tindakan korupsi lainnya.

    Hasto mengaku saat itu Jokowi sempat termenung hingga terusik oleh pertanyaan Hasto.

    Hasto juga menjelaskan maksud pertanyaannya kepada Jokowi untuk mengingatkan terkait adanya kerawanan politik.

  • Jaksa Agung: Kalau Jampidsus Memang Nakal, Saya Enggak Lindungi

    Jaksa Agung: Kalau Jampidsus Memang Nakal, Saya Enggak Lindungi

    Jaksa Agung: Kalau Jampidsus Memang Nakal, Saya Enggak Lindungi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Jaksa Agung

    ST Burhanuddin
    mengaku tidak akan melindungi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)
    Febrie Adriansyah
    jika memang dia berbuat salah.
    Hal ini disampaikan Burhanuddin merespons pelaporan Febrie ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dituduh melakukan korupsi.
    “Kalau dia memang nakal, ya terserah, saya enggak akan melindungi. Kalau nakal,” ujar Burhanuddin dalam program
    Gaspol! Kompas.com
    , Jumat (14/3/2025).
    Namun, Burhanuddin juga meminta agar anak buahnya itu tidak dikriminalisasi apabila memang tidak melakukan korupsi sebagaimana yang dituduhkan.
    “Tapi kalau tidak nakal, tolonglah. Jangan dibuat-buat gitu,” kata dia.
    Burhanuddin meminta masyarakat menilai kinerja Kejaksaan Agung secara obyektif, termasuk apa yang tengah dilakukan oleh Febrie.
    Ia pun memandang pelaporan terhadap Febrie merupakan risiko yang mungkin dialami jaksa ketika berusaha mengungkap sebuah kasus. 
    Di samping itu, Burhanuddin berharap semua elemen masyarakat memiliki empati dan membiarkan penyidik melakukan tugasnya, terlebih ketika Kejaksaan Agung tengah sibuk mengungkap sejumlah kasus mega korupsi.
    “Yang saya harapkan adalah ayo kita sama-sama mempunyai rasa empati. Kita lagi sibuk begini, ayo kita doronglah. Kalau memang nanti di dalam pelaksanaannya ada hal-hal yang negatif, silakan (ditindak),” imbuh dia.
    Namun, Burhanuddin menilai pelaporan terhadap Febrie bukan berarti penyerangan kepada Kejaksaan Agung sebagai institusi.
    “Sendiri-sendiri. (Sebagai contoh) kalau dia menyalahkan Burhanuddin, ya saya Burhanuddin sendiri,” kata Jaksa Agung lagi.
    Diberitakan, Koalisi Sipil Masyarakat Antikorupsi melaporkan Febrie ke KPK pada Senin (10/3/2025) lalu.
    Koalisi itu terdiri dari Indonesian Police Watch (IPW), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia.
    Mereka menuduh Febrie melakukan korupsi terkait penanganan kasus Jiwasraya, perkara suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar, penyalahgunaan kewenangan tata niaga batubara di Kalimantan Timur, dan tindak pidana pencucian uang.

    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jokowi Minta Buktikan soal Utusan yang Minta PDIP Tak Memecat Dirinya: ada Batasnya

    Jokowi Minta Buktikan soal Utusan yang Minta PDIP Tak Memecat Dirinya: ada Batasnya

    TRIBUNJATIM.COM – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) kini meminta agar sosok yang meminta PDIP untuk tak memecat dirinya bisa dibuktikan.

    Pada momen itu Jokowi juga membantah soal adanya utusan yang meminta PDIP tak memecat dirinya dari partai.

    Diketahui sebelumnya, pernyataan itu datang dari Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus.

    Ia menyebut jika ada utusan yang datang dan meminta PDIP tak memecat Jokowi dari partai.

    Jokowi mengaku tak memiliki kepentingan menyuruh utusan untuk datang ke PDIP dan meminta dirinya tak dipecat.

    Ia pun meminta lebih baik PDIP mengungkap siapa sosok yang dimaksud. 

    “Nggak ada (komentar). Ya harusnya disebutkan siapa biar jelas. Nggak ada,” kata Jokowi di kediaman Sumber, Banjarsari, Jumat (14/3/2025), dikutip dari TribunSolo.com. 

    “Kepentingannya apa saya mengutus untuk itu. Coba logikanya,” lanjutnya. 

    Jokowi mengaku selama ini banyak diam ketika difitnah, dijelekkan hingga dimaki. 

    Namun, ia menegaskan bahwa sikap diamnya itu ada batasnya. 

    “Saya udah diam loh ya. Difitnah saya diam. Dijelekkan saya diam. Dimaki-maki saya diam. Tapi ada batasnya,” tuturnya.

    Jokowi resmi dipecat dari PDI Perjuangan (PDIP) terhitung sejak 14 Desember 2024 lalu. 

    Jokowi telah merespons keputusan tersebut, ia memilih menerima dan menghormati apa sikap PDIP itu.  

    “Ya ndak apa. Ndak apa. Saya menghormati itu,” ungkapnya di kediamannya di Sumber, Banjarsari, Solo, Selasa (17/12/2024) lalu.

    “Dan saya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian. Karena keputusan sudah terjadi,” lanjutnya. 

    Pernyataan PDIP soal Ada Utusan Minta Jokowi Tak Dipecat 

    Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus, menungkapkan, sempat ada permintaan agar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mundur dari jabatanNYA pada 14 Desember 2024 atau sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Deddy menyebut, permintaan itu disampaikan oleh seorang utusan yang disebutnya memiliki kewenangan.

    Selain meminta Hasto mundur, utusan itu juga meminta PDIP tak melakukan pemecatan Jokowi.

    “Sekitar tanggal 14 Desember, itu ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa Sekjen harus mundur lalu jangan pecat Jokowi,” kata Deddy di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Tak hanya itu, Deddy menuturkan bahwa utusan tersebut juga menyampaikan terdapat 9 orang kader PDIP ditarget aparat penegak hukum.

    “Dan menyampaikan ada sekitar 9 orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK,” ujarnya.

    “Jadi, itu lah salah satu dan itu disampaikan oleh orang yang sangat berwenang,” ucapnya menambahkan.

    Karenanya, Deddy meyakini bahwa kasus yang menjerat Hasto bukan murni penegakan hukum.

    “Karena seharusnya kalau memang KPK ingin menjadi lembaga yang sebenar-benarnya ingin menegakkan hukum, maka sungguh banyak persoalan-persoalan yang bisa dipecahkan oleh KPK,” tegasnya.

    KPK ditantang untuk memeriksa keluarga Presiden Ketujuh RI, Joko Widodo alias Jokowi

    Tantangan itu diungkap oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Menanggapi hal itu, Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution menilai jika permintaan itu sah saja.

    Bahkan Bobby menyebut jika wajar Hasto meminta KPK untuk memeriksa mertuanya dan keluarga.

    “Ya silakan, silakan saja. Namanya permintaan,” ucapnya seusai pisah sambut  dan serah terima jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut dari PJ Gubernur Sumut Fatoni kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Bobby Nasution dan Surya di Kantor Gubernur, Senin (3/2/2025). 

    Gubernur Sumut ini juga mengatakan, memberikan masukan kepada KPK hal yang wajar.

    “Masukan  itu, diperbolehkan semua. Jadi sah-sah saja, masukan, kritik ya silakan saja, kita diperbolehkan semua untuk melakukan itu,” katanya.

    Untuk diketahui dilansir dari Kompas.com, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meminta KPK tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum.

    Hal ini disampaikan Hasto usai ditahan oleh Komisi Antirasuah terkait kasus dugaan perintangan penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat eks anggota legislatif dari PDIP, Harun Masiku.

    Hasto meminta KPK berani mengungkap berbagai kasus korupsi, termasuk melakukan pemeriksaan terhadap keluarga Joko Widodo.

    “Semoga ini menjadi momentum bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Pak Jokowi,” kata Hasto, saat akan dibawa ke Rumah Tahanan KPK, Kamis (20/2/2025 )lalu. 

    SEKJEN PDIP DITAHAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Kamis (20/2/2025). Hasto tak menyesal atas perbuatannya. Ia justru menantang KPK untuk periksa keluarga Jokowi. (KOMPAS.com/IRFAN KAMIL)

    Dokumen Skandal Pejabat Negara Era Jokowi di Tangan Connie Bakrie, KPK Tantang Hasto Cs Segera Lapor

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah ditahan KPK sejak Kamis (20/2/2025.

    Setelah penahanan Hasto Kristiyanto ini, publik menunggu isi dokumen rahasia yang dipegang Connie Rahakundini Bakrie.

    Dokumen rahasia itu disebut tentang dokumen skandal dahsyat para petinggi negara. 

    Pada saat itu, Connie menyebut bakal membongkar semua skandal jika Sekjen PDIP ditahan. 

    Kini, Hasto Kristiyanto telah ditahan atas kasus penyuapan dan pelarian Harun Masiku, politisi PDIP.

    Connie Bakrie muncul menjelaskan soal dokumen skandal itu. 

    Connie yang mengklaim kini berada di Rusia menyebutkan bahwa dokumen itu tidak bisa disebar. 

    Ia cuma menyimpan dan tak boleh menyebarkan meskipun Hasto telah dipenjara. 

    “Banyak sekali yang menyebut saya menyimpan dokumen dari Pak Hasto Kristiyanto.

    Yang anda sebutkan terkait FPI lah, itulah.

    Saya cuma dititipkan menandatangani notaris.

    Saya cuma dititipkan. Tidak boleh menyebarkan atau memindahtangankan,”kata Connie dikutip dari video yang disebar akun Ferry Koto pernyataannya di twitter, Minggu (23/2/2025). 

    Padahal, pada akhir Desember 2024, PDIP mengancam akan menunjukkan video skandal petinggi negara. 

    Ancaman ini setelah mereka mengaku menjadi korban kriminalisasi. 

    Apalagi sekarang Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto telah ditahan oleh KPK kasus penyuapan dan pelarian Harun Masiku. 

    Sebelumnya, Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengungkap soal dokumen dan video skandal pejabat itu pada Jumat 27 Desember 2024 lalu.

    Guntur Romli saat itu mengatakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang akan membongkar dokumen dan video itu.

    “Betul (akan diungkap ke publik). Sebagai perlawanan. Bukan serangan balik, tapi sebagai perlawanan terhadap kriminalisasi,” kata Guntur Romli dikutip dari Kompas.com.

    Guntur mengatakan bahwa ancaman untuk membongkar skandal ini merupakan respons terhadap tuduhan kriminalisasi yang dialami Hasto yang kala itu baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku.

    Dia sangat yakin informasi dan video yang akan disampaikan oleh Hasto adalah akurat.

    Mengingat Hasto memiliki pengalaman selama sembilan tahun di lingkaran kekuasaan pemerintahan Presiden ke-7, Joko Widodo.

    Ia bahkan mengklaim bahwa skandal ini akan lebih mengejutkan dibandingkan dengan kasus “Watergate” di Amerika Serikat.

    “Ini skandal besar melebihi kasus Watergate di Amerika. Bagaimana rekayasa hukum dengan menyalahgunakan aparat negara dipakai untuk membunuh lawan politik. Daya ledaknya luar biasa,” tegas Guntur.

    Guntur Romli juga pernah mengungkapkan bahwa Hasto Kristiyanto telah menitipkan dokumen dan video skandal pejabat negara kepada pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie.

    Dokumen tersebut saat ini berada di Rusia, di mana Connie sedang menjalankan tugasnya sebagai Guru Besar di Saint Petersburg State University.

    Diakui Connie Rahakundini Bakrie bahwa sejumlah dokumen dalam berbagai bentuk diduga berisi informasi mengenai dugaan skandal sejumlah pejabat dalam negeri.

    “Betul. Silakan cek Instagram saya, karena itu sumber beritanya. Saya yang sampaikan,” kata Connie saat dihubungi Kompas.com, Senin (30/12/2024) lalu.

    Connie mengatakan  langkah itu diambil sebagai langkah pengamanan supaya dokumen itu tidak dihilangkan.

    Menurut Connie, berbagai dokumen itu dititipkan ketika dia pulang ke Jakarta dan dibawa ketika kembali ke Rusia.

     Gedung Merah Putih KPK. (https://www.kpk.go.id/)

    Tantangan KPK pada Hasto Cs

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah  meminta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, melaporkan dokumen-dokumen yang memuat skandal pejabat negara ke lembaga anti-rasuah.

    Meski demikian, KPK tak akan langsung menghakimi seseorang melakukan tindak pidana.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan pihaknya akan mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam menangani setiap perkara.

    Karena itu, Asep mengimbau Hasto Cs agar membawa dokumen tersebut ke KPK sebagai bukti terkait kasus korupsi oleh pejabat negara.

    “Jadi kalau punya misalkan dokumen untuk men-challenge, bawa. Tunjukkan kepada kita bahwa misalkan dokumen-dokumen tidak benar. Ini buktinya,” tegas Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Asep mengaku tahu dokumen-dokumen itu telah dititipkan ke pengamat militer, Connie Bakrie, lalu dibawa ke Rusia, lewat media.

    Sekali lagi, Asep mengatakan lebih baik dokumen itu dibawa ke KPK untuk segera diproses.

    “Saya juga lihat di media, dokumen dititipkan kepada seorang profesor, kemudian dibawa ke Rusia.”

    “Sebetulnya, kalau itu memang dokumen terkait dengan perkara yang sedang kita tangani, dibawa saja ke sini,” pungkasnya.

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, juga telah meminta Hasto untuk melaporkan dokumen skandal pejabat negara yang dimiliki ke aparat penegak hukum (APH).

    Sebab, kata Tessa, KPK sebagai lembaga anti-rasuah, berharap siapapun yang memiliki informasi mengenai dugaan korupsi, bisa segera melaporkan.

    “KPK berharap siapapun yang memiliki informasi tentang adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk bisa melaporkan hal tersebut kepada APH yang berwenang menangani perkara korupsi,” ujar Tessa.

    Karena itu, Tessa menyarankan agar Hasto melapor ke KPK, Kejaksaan Agung (Kejagung), atau Polri.

    Ia pun memastikan APH akan menindaklanjuti laporan Hasto sesuai prosedur.

    “Agar dapat dilakukan tindakan sesuai prosedur yang berlaku,” tukas Tessa.

    Respons Jokowi

    Presiden ke-7 RI Joko Widodo merespons pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kepada KPK untuk memeriksa juga keluarga Jokowi.

    Pernyataan Hasto Kristiyanto muncul setelah dirinya ditahan oleh KPK, Kamis (20/2/2025) kemarin.

    Dalam pernyataannya, Hasto meminta agar keluarga Jokowi juga diadili.

    Jokowi merespons santai dan tertawa saat ditanya mengenai pernyataan Hasto Kristiyanto.

    “Hasto minta keluarga Jokowi diadili,” tanya awak media.

    “Ha-ha-ha-ha. Ya kalau ada fakta hukum, ada bukti hukum, ya silakan,” kata Jokowi sambil tersenyum kepada awak media, di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (21/2/2025).

    Jokowi menilai bahwa pernyataan semacam itu sudah sering dilontarkan sehingga dia merasa tidak perlu mengulang-ulang tanggapannya. 

    “Ya sudah sering kan pernyataan seperti itu, masa saya ulang-ulang terus,” ungkapnya.

    Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa dirinya siap untuk diadili, asalkan ada dasar hukum yang jelas untuk menjeratnya.

    “Kalau ada bukti hukum, ada fakta hukum. Ya silakan,” tegasnya. 

    Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa penahanannya oleh KPK mencerminkan sikap lembaga tersebut yang dinilai pandang bulu.

    Ia berharap penahanannya menjadi momentum bagi KPK untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Presiden Jokowi. 

    “Semoga ini menjadi momentum bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Pak Jokowi,” kata Hasto saat akan dibawa ke Rumah Tahanan KPK, Kamis malam.

    Harun Masiku, kader PDIP yang kini buron kasus suap di KPK. (Tribunnews.com)

    Jejak Kasus

    KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Selain itu, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merintangi penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) dalam kasus Harun Masiku.

    Dalam perkara ini, Hasto bersama Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Harun Masiku disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.

    Uang pelicin ini diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

    Untuk diketahui, Riekzy Aprilia merupakan kader PDIP peraih suara tertinggi kedua setelah Nazarudin Kiemas.

    Setelah Nazarudin meninggal, maka Riekzy yang berhak menggantikan posisinya di DPR RI. 

    Namun, Hasto lebih memilih Harun Masiku untuk duduk di DPR, meskipun perolehan suaranya masih di bawah Riekzy.

    Dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, Biro Hukum KPK menyampaikan bahwa Hasto menawarkan Riezky jabatan komisaris di perusahaan BUMN agar mau melepas posisinya untuk Harun Masiku.

    Namun, Riezky menolak tawaran itu dan bersikukuh duduk di DPR RI.

    Hasto kemudian menemui Komisoner KPU saat itu yakni Wahyu Setiawan.

    “Dalam pertemuan tersebut pemohon meminta Wahyu Setiawan untuk menetapkan sebagai Caleg terpilih DPR RI atas nama Maria Lestari dari Dapil I Kalimantan Barat dan Harun Masiku dari Dapil I Sumatera Selatan,” ucap Biro Hukum KPK.

    Setelah itu Hasto menunjuk advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai kuasa hukum PDIP dalam sidang pengujian materil terkait peraturan KPU tentang pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilu 2019 di Mahkamah Agung (MA).

    “Adapun pengujian materil itu dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan agar menetapkan Harun Masiku mendapatkan limpahan suara dari almarhum Nazarudin Kiemas,” ucap Biro Hukum.

    Langkah uji materil ini dilakukan oleh kubu Hasto lantaran pada tahap rekapitulasi suara nasional 21 Mei 2019 dan rapat penetapan kursi dan calon terpilih 31 Agustus 2019, KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon terpilih dari Dapil I Sumsel.

    Pada 23 September 2019 Riezky dihubungi oleh Donny Tri untuk diminta bertemu di kantor DPP PDIP di Jakarta.

    Namun karena Riezky saat itu sedang di Singapura, Saeful Bahri yang merupakan kader PDIP diutus oleh Hasto untuk menemui yang bersangkutan di Shangri-La Orchar Hotel Singapura pada 25 September 2019 dan menyampaikan pesan dari Sekjen PDIP tersebut.

    “Dalam pertemuan tersebut, Saeful Bahri mengatakan jika diutus dan diperintah oleh Pemohon (Hasto) dan meminta kepadanya (Riezky Aprilia) untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih dan akan diberi rekomendasi menjadi Komisioner Komnas HAM dan Komisaris BUMN,” ungkap tim Biro Hukum KPK.

    Dari pertemuan itu disebutkan juga bahwa permintaan Riezky untuk mundur supaya posisinya di DPR dapat digantikan oleh Harun Masiku.

    “Namun Riezky Aprilia menolak tegas dan mengatakan akan melawan,” jelasnya.

    Mengetahui penolakan itu, Hasto tetap mengupayakan agar Harun menjadi anggota DPR RI dari Dapil I Sumsel.

    “Dengan cara memerintahkan dan mengendalikan operasi senyap yang dilakukannya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah,” ujarnya.

    Kucurkan Rp 400 Juta

    Hasto disebut mengucurkan uang Rp 400 juta untuk membantu Harun Masiku menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. 

    Anggota Tim Biro Hukum KPK, Endang Tri Lestari, mengungkapkan pada awal September 2019, kader PDIP Saeful Bahri meminta eks anggota Bawaslu RI 2005-2010, Agustiani Tio Fridelina, untuk membantu mengurus PAW DPR RI tahun 2019-2024 Harun Masiku ke KPU.

    Pada Desember 2019, Agustiani mengabarkan kepada Saeful bahwa Komisioner KPU Wahyu Setiawan meminta uang Rp 1 miliar. 

    Saeful meminta Agustiani, yang juga merupakan anggota DPP PDIP, untuk menawar besaran uang yang diminta Wahyu, dan akhirnya disepakati Rp 900 juta. 

    Selanjutnya, Saeful bersama kader PDIP Donny Tri Istiqomah menemui Harun Masiku di Hotel Grand Hyatt dan menyampaikan permintaan Wahyu.

    “Pada permintaan itu, Harun Masiku menyanggupi biaya operasional Rp 1.500.000.000 (Rp 1,5 miliar). Selanjutnya, Hasto Kristiyanto mempersilakannya,” tutur Endang. 

    Pada 13 Desember 2019, Saeful Bahri melaporkan perkembangan pengurusan PAW Harun Masiku kepada Hasto.

    Elite PDIP itu mempersilakan pengurusan dilanjutkan, dan apabila perlu, ia akan menalangi sebagian biaya yang diperlukan dalam mengurus PAW.

    “Hasto mengatakan, ‘ya silakan saja, bila perlu saya menyanggupi untuk menalanginya dulu biar urusan Harun Masiku cepat selesai’,” ujar Endang. 

    Pada 16 Desember 2019, sekitar pukul 16.00 WIB, staf Hasto yang bernama Kusnadi menemui Donny di ruang rapat Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat.

    Ia menitipkan uang dalam amplop warna coklat yang dimasukkan di dalam tas warna hitam.

    Kusnadi menyampaikan bahwa dirinya menjalankan perintah Hasto untuk menyerahkan uang pengurusan operasional PAW Harun Masiku dengan rincian Rp 400 juta dari Hasto dan Rp 600 juta dari Harun. 

    “Masih pada tanggal 16 Desember 2019, Donny Tri Istiqomah menghubungi Saeful Bahri melalui chat WhatsApp, yang berbunyi, ‘Mas Hasto ngasih Rp 400 juta, yang Rp 600 (juta) Harun katanya, sudah kupegang,’” kata Endang. 

    Lolos OTT

    Terungkap juga di persidangan praperadilan, bahwa Hasto Kristiyanto masuk dalam target operasi tangkap tangan (OTT) tim penyelidik bersama Harun Masiku pada 2019.

    Anggota Tim Biro Hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala, menyampaikan, pada Rabu (8/1/2020), tim KPK sedang bergerak untuk melakukan OTT terkait suap PAW anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku.

    OTT ini merupakan tindak lanjut dari penyelidikan tertutup yang sudah diproses sejak Desember 2019.

    Dalam OTT itu, tim KPK berhasil menangkap kader PDIP Saeful Bahri dan Donny Tri Istikomah di Jakarta Pusat, anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina di kediaman, serta Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta. 

    “Tim KPK kemudian bergerak mengejar Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto dengan bermaksud untuk mengamankan,” kata Kharisma, di ruang sidang PN Jaksel, Kamis.

    Namun, ketika tim penyelidik KPK belum berhasil menangkap Harun dan Hasto, Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, justru mengumumkan melalui media massa bahwa lembaga antirasuah sedang menggelar OTT di KPU pada pukul 16.00 WIB.

    Padahal, saat itu OTT belum tuntas. Tim KPK belum berhasil mengamankan Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto. 

    Berselang beberapa jam, KPK kemudian mendapat informasi bahwa Harun Masiku dan Hasto diduga melarikan diri ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta. Lembaga anti-rasuah langsung mengirimkan petugas untuk menangkap Harun. 

    Namun, begitu tiba di PTIK sekitar pukul 20.00 WIB, tim penyelidik dan penyidik KPK yang berjumlah lima orang dihentikan sekelompok orang yang dipimpin AKBP Hendy Kurniawan. Tim KPK diintimidasi, digeledah, dan diinterogasi tanpa prosedur. 

    Alat komunikasi mereka juga disita dan diminta menjalani tes urine meski hasilnya negatif. AKBP Hendy dkk meminta keterangan dari petugas KPK hingga pukul 04.55 WIB keesokan harinya.

    “Petugas KPK malah digeledah tanpa prosedur, diintimidasi, dan mendapatkan kekerasan verbal dan fisik oleh Hendy Kurniawan dan kawan-kawan,” kata Iskandar.

    Dia menyampaikan, terduga pelaku sempat mengambil paksa handphone (HP) milik petugas KPK saat mengejar Harun. Intimidasi terhadap tim KPK itu berakhir setelah Setyo Budiyanto turun tangan.

    Pada saat itu, Setyo, yang merupakan perwira Polri, menjabat sebagai Direktur Penyidikan pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.

    Kini, Setyo yang menyandang pangkat Komisaris Jenderal atau jenderal bintang tiga menjabat sebagai Ketua KPK sejak Desember 2024. (*)

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com 

  • PN Jaksel Gelar Sidang Praperadilan Jilid II Firli Bahuri Rabu 19 Maret 2025 Pekan Depan – Halaman all

    PN Jaksel Gelar Sidang Praperadilan Jilid II Firli Bahuri Rabu 19 Maret 2025 Pekan Depan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri kembali mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Pantauan di Sistem Informasi Penelusuran Pekara (SIPP) PN Jaksel, pendaftaran praperadilan Firli teregister dengan nomor perkara 42/Pid.Pra/2025/PNJKT.SEL pada Rabu (12/3/2025).

    Firli selaku pemohon sedangkan termohon Kapolri dan Kapolda Metro Jaya.

    Adapun klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.

    Humas PN Jaksel Djuyamto membenarkan praperadilan yang diajukan Firli Bahuri.

    “Benar pendaftaran Rabu (12/3/2025),” katanya saat dikonfirmasi.

    Dia menyampaikan hakim tunggal pada sidang praperadilan itu ialah Parulian Manik.

    Sesuai agenda sidang pertama praperadilan soal sah atau tidaknya penetapan tersangka akan digelar pada Rabu (19/3/2025).

    Sebelumnya, Firli Bahuri juga pernah mengajukan praperadilan terkait perkara serupa pada Selasa (19/12/2023).

    Namun kala itu Hakim Tunggal Imelda menyatakan tidak dapat menerima permohonan praperadilan Firli dengan alasan dasar permohonan dianggap kabur atau tidak jelas.

    Setelah itu, Firli mengajukan lagi praperadilan kedua pada Senin (22/1/2024) dengan nomor perkara 17/Pid.Pra/2024/PNJKT.SEL.

    Disamping itu, Kapolda Metro Jaya bersama Kejati Jakarta telah digugat praperadilan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).

    Gugatan terkait sah atau tidaknya penghentian itu ditolak oleh hakim.

    Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menegaskan bahwa kasus pemerasan menyeret eks pimpinan KPK Firli Bahuri secepatnya akan dituntaskan. 

    Ia menyebut kasus tersebut diselesaikan dalam satu hingga dua bulan lagi. 

    “Saya tidak diam, mana Dirreskrimsus. Buka telinga lebar-lebar, catat. Secara teknis tidak usah dijelaskan. Ketika perkara ini belum selesai, ini hutang saya,” kata Karyoto kepada awak media di Jakarta, Selasa (31/12/2024). 

    Kemudian diterangkannya penuntasan kasus tersebut juga sudah didiskusikan. 

    “Dari diskusi kita terakhir, sudah satu minggu. Bahwa ini memang konsen untuk kita tuntaskan. Kortas Tipikor juga mendorong ini akan dituntaskan,” terangnya. 

    Lanjut Karyoto petunjuk sudah didapat untuk menuntaskan perkara tersebut. 

    “Empat petunjuk antara formil dan materil, ini lebih banyak sifatnya materil. Dan itu hanya cross check. Dan mudah-mudahan ya, kita berusaha secepatnya itu bisa satu bulan, dua bulan ini selesai,” tandasnya. 

  • 6
                    
                        Jokowi Tantang Deddy Sitorus Ungkap Sosok Utusan: Biar Jelas!
                        Regional

    6 Jokowi Tantang Deddy Sitorus Ungkap Sosok Utusan: Biar Jelas! Regional

    Jokowi Tantang Deddy Sitorus Ungkap Sosok Utusan: Biar Jelas!
    Editor
    SOLO, KOMPAS.com –
     Joko Widodo (
    Jokowi
    ) menantang politikus PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus, untuk mengungkap identitas “utusan” yang disebut-sebut meminta pembatalan pemecatannya dari PDIP serta pencopotan Hasto Kristiyanto dari jabatan Sekretaris Jenderal PDIP.
    Dalam keterangannya di Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (14/3/2025), Jokowi dengan tegas membantah tudingan tersebut.
    “Enggak ada (permintaan seperti itu), apa iya? Harusnya disebutkan siapa (utusannya) gitu loh biar jelas,” ujar Jokowi.
    Jokowi juga menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki keterkaitan dengan kasus hukum yang menyeret Hasto Kristiyanto. Mantan kader PDIP itu mempertanyakan logika di balik tuduhan yang dilontarkan kepadanya.
    “Kepentingannya apa saya mau mengutus untuk itu, kepentingannya apa? Coba logikanya,” ujarnya dengan nada tegas.
    Jokowi mengungkapkan bahwa selama ini ia memilih diam terhadap berbagai tuduhan yang ditujukan kepadanya. Namun, ia memperingatkan bahwa kesabarannya ada batasnya.
    “Saya itu sudah diam loh ya. Difitnah saya diam. Dicela saya diam. Dijelekkan saya diam. Dimaki-maki saya diam. Saya ngalah terus loh, tapi ada batasnya ya,” lanjutnya.
    Sebelumnya, Deddy Yevri Sitorus mengungkapkan bahwa seorang utusan menemui jajaran pengurus PDIP pada 14 Desember 2024.
    “Perlu diketahui bahwa sekitar tanggal 14 Desember itu ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa sekjen harus mundur, lalu jangan pecat Jokowi,” ujar Deddy dalam keterangan yang diterima Kompas TV pada Kamis (13/3/2025).
    Selain itu, Deddy juga mengklaim bahwa utusan tersebut menyampaikan informasi mengenai sembilan kader PDIP yang disebut-sebut menjadi target aparat penegak hukum.
    “Ada sekitar 9 orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK,” ungkapnya.
    Deddy meyakini bahwa kasus yang menyeret Hasto Kristiyanto merupakan bentuk politisasi hukum. Ia menegaskan bahwa tuduhannya memiliki dasar kuat, merujuk pada pernyataan seorang anggota Komisi II DPR RI yang menyebut utusan itu sebagai sosok berwenang.
    “Itulah juga yang menjadi keyakinan kami bahwa seutuhnya persoalan ini adalah persoalan yang dilandasi oleh itikad tidak baik oleh kesewenang-wenangan,” ujarnya.
    “Kasus Mas Hasto jelas adalah kasus politisasi hukum, kriminalisasi jahat, dan itulah kenapa kami sebagai partai, baik DPP maupun Fraksi, akan bersama-sama melawan kesewenang-wenangan ini,” lanjutnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jokowi Mulai Geram Terus Diserang PDIP: Difitnah Saya Diam, Dimaki-maki Saya Diam, Tapi Ada Batasnya – Halaman all

    Kata Jokowi soal Ada Utusan agar Dirinya Tidak Dipecat PDIP: Saya Diam, tapi Ada Batasnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal isu adanya utusan yang menemui PDIP sebelum dirinya dipecat sebagai kader pada pertengahan Desember 2024.

    Jokowi mengaku tidak tahu terkait sosok yang disebut utusannya tersebut.

    Dia pun meminta kepada PDIP untuk buka-bukaan terkait identitas utusan yang dimaksud tersebut.

    “Nggak ada (komentar). Ya harusnya disebutkan siapa biar jelas. Nggak ada,” katanya di kediamannya di Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Jumat (14/3/2025), dikutip dari Tribun Solo.

    Jika benar ada utusan ke PDIP sebelum pemecatan, Jokowi menegaskan tidak terlibat dalam perintah tersebut.

    Menurutnya, tidak ada urgensi baginya terkait dikirimnya utusan ke PDIP.

    Mantan Wali Kota Solo itu lantas menyinggung soal dirinya yang tidak membalas meski dituduh macam-macam.

    “Kepentingannya apa saya mengutus untuk itu. Coba logikanya. Saya udah diam loh ya. Difitnah saya diam. Dijelekkan saya diam. Dimaki-maki saya diam. Tapi ada batasnya,” tuturnya.

    Sebelumnya, tudingan bahwa Jokowi mengirim utusan sebelum pemecatan disampaikan oleh politisi PDIP, Deddy Sitorus.

    Bahkan, Deddy juga menyebut bahwa utusan tersebut turut meminta Hasto Kristiyanto mundur sebagai Sekjen PDIP.

    Deddy mengatakan utusan tersebut langsung menyampaikannya kepada jajaran petinggi PDIP pada 14 Desember 2024 lalu.

    “Perlu diketahui bahwa sekitar tanggal 14 Desember itu, ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa sekjen harus mundur, lalu jangan pecat Jokowi,” kata Deddy kepada Tribunnews.com, Kamis (13/3/2025).

    Tak cuma itu, Deddy juga mengatakan utusan tersebut turut menyampaikan bahwa ada 9 kader PDIP yang ditarget oleh aparat penegak hukum (APH).

    “Ada sekitar 9 orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK,” ungkap Deddy.

    Sehingga, menurut Deddy, ditersangkakannya Hasto dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terhadap buronan Harun Masiku merupakan bentuk kriminalisasi hukum.

    Menurutnya, pernyataan tersebut tidak diungkap tanpa sebab lantaran ada seorang anggota Komisi II DPR mengatakan uturan tersebut adalah orang yang memiliki wewenang.

    “Itulah juga yang menjadi keyakinan kami bahwa seutuhnya persoalan ini adalah persoalan yang dilandasi oleh itikad tidak baik oleh kesewenang-wenangan,” kata Deddy.

    “Kasus Mas Hasto jelas adalah kasus politisasi hukum, kriminalisasi jahat dan itulah kenapa kami sebagai partai baik DPP maupun Fraksi akan bersama-sama melawan kesewenang-wenangan ini,” sambungnya.

    Sebagian artikel telah tayang di Tribun Solo dengan judul “Di Solo, Jokowi Jawab Klaim PDIP Soal Utusan Agar Tak Dipecat : Saya Difitnah Diam Tapi Ada Batasnya”

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Solo/Ahmad Syarifudin)