NGO: LSI

  • Kepemimpinan yang Baik Dinilai Jadi Kunci Keberhasilan Kejagung

    Kepemimpinan yang Baik Dinilai Jadi Kunci Keberhasilan Kejagung

    loading…

    Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam acara Halalbihalal Idulfitri 1446 Hijriah di Aula Lantai 11 Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin 14 April 2025. Foto/Dok Kejaksaan

    JAKARTA – Kemampuan leadership (kepemimpinan) menjadi faktor utama capaian keberhasilan Kejaksaan Agung (Kejagung). Secara kualitas personel antara lembaga Kejaksaan dan Kepolisian sebenarnya tidak jauh berbeda.

    Hal tersebut disampaikan Mantan Hakim Mahkamah Konstutusi (MK) Maruarar Siahaan menanggapi hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menempatkan Kejagung sebagai lembaga paling dipercaya publik. Kejagung mendapatkan tingkat kepercayaan publik sebesar 75 persen.

    Kemudian selanjutnya Mahkamah Konstitusi (MK) 72 persen, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 68 persen, pengadilan 66 persen, dan Polri 65 persen. Maruarar menilai, bisa jadi penilaian publik ini karena mereka melihat hasil kinerja Kejagung yang mengungkap kasus-kasus besar.

    Tapi belum tentu secara nasional kejaksaan di tingkat daerah kinerjanya sebagus Kejagung. Jika di kepolisian maupun Kejaksaan ada pembinaan yang sama, menurut Maruarar, bisa saja akan menghasilkan kualitas yang tidak jauh berbeda.

    “Tapi bahwasanya ada capaian secara individual dari pimpinan instansi yang bisa membangun itu, bisa jadi (hasilnya) akan seperti (capaian) kejaksaan. Tapi secara rata kualitas penyidik Kejaksaan dan Kepolisian tidak berbeda jauh,” ungkap Maruarar, Selasa (15/4/2025).

    Dengan demikian, lanjutnya, apa yang menjadi capaian kejaksaan saat ini, bukan berarti ada kesenjangan kualitas personil antara lembaga penegak hukum. “Tapi bisa jadi karena leadership. Kalau leadershipnya disamakan kualitas akan bisa dilihat hasil jangka panjangnya akan bisa dilihat performa dari jajaran lembaga kepolisian maupun kejaksaan secara nasional akan seperti apa,” pungkasnya.

    (rca)

  • 70 Persen Publik Tak Tahu Revisi KUHAP, Puan: Sidangnya Belum Mulai

    70 Persen Publik Tak Tahu Revisi KUHAP, Puan: Sidangnya Belum Mulai

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua DPR Puan Maharani menanggapi hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyebut 70,3 persen masyarakat belum mengetahui soal revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Menurut Puan, kondisi tersebut wajar karena DPR belum memulai pembahasan resmi terkait revisi KUHAP.

    “Sidangnya belum mulai. Kami baru akan masuk dalam sidang pada 17 April mendatang. Jadi, saat ini belum ada pembahasan,” kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Senin (14/4/2025).

    Puan menjelaskan, sejauh ini DPR, khususnya Komisi III, baru sebatas mendengarkan masukan dari masyarakat dan pihak-pihak terkait, tanpa membahas substansi revisi KUHAP. “Kalau pun ada pertemuan, itu masih sebatas menerima masukan, belum membahas substansi revisi,” tegasnya terkait pembahasan revisi KUHAP.

    Puan juga memastikan ketika revisi KUHAP mulai dibahas di DPR, prosesnya akan dilakukan secara transparan dan terbuka untuk publik. “Belum ada tindak lanjut apa pun di Komisi III maupun AKD lainnya untuk revisi KUHAP,” tambah Puan.

    Survei LSI yang menjadi sorotan ini dilakukan pada 22-26 Maret 2025 dengan 1.214 responden WNI usia minimal 20 tahun. Hasilnya, hanya 29,7 persen responden yang tahu tentang pembahasan revisi KUHAP, sedangkan sisanya, 70,3 persen, mengaku tidak mengetahui.

    Peneliti LSI Yoes C Kenawas menyebut tingkat kesadaran publik soal revisi KUHAP masih sangat rendah. Padahal, revisi ini menyangkut aturan hukum yang akan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.

  • Survei Membuktikan Kejagung Lembaga Penegak Hukum Paling Dipercaya Publik

    Survei Membuktikan Kejagung Lembaga Penegak Hukum Paling Dipercaya Publik

    loading…

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadi lembaga penegak hukum dengan tingkat kepercayaan publik yang paling tinggi dibandingkan lainnya. Foto/Dok SindoNews

    JAKARTA – Kejaksaan Agung ( Kejagung ) menjadi lembaga penegak hukum dengan tingkat kepercayaan publik yang paling tinggi dibandingkan lainnya. Hal tersebut berdasarkan hasil survei terkini Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengenai RUU KUHAP, salah satunya terkait tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia.

    “Kalau untuk para penegak hukum, berarti di antara penegak hukum yang lain, Kejaksaan Agung ini cukup konsisten, dibandingkan survei sebelumnya juga cukup konsisten,” ujar Peneliti LSI Yoes C Kenawas dalam konferensi pers di kawasan Jalan Bangka Raya, Mampang, Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2025).

    Korps Adhyaksa itu mendapatkan tingkat kepercayaan publik sebesar 75 persen. Kemudian selanjutnya Mahkamah Konstitusi (MK) 72 persen, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 68 persen, pengadilan 66 persen, dan Polri 65 persen.

    “Diikuti Mahkamah Konstitusi, KPK, pengadilan, dan yang terakhir itu Polri. Kalau kita lihat trennya, juga dibandingkan tahun lalu ya, Presiden sekarang di 88 persen, TNI di 84 persen, Kejaksaan Agung di 75 persen, 72 persen ini di Mahkamah Konstitusi, diikuti KPK, pengadilan, dan terakhir kepolisian,” ujarnya

    Yoes mengatakan, survei kali ini tidak jauh berbeda hasil penilaiannya jika dibandingkan dengan data Januari 2025. “Kejaksaan sudah melakukan banyak penangkapan besar, seperti kasus Suami Sandra Dewi, Pertamina, itu sudah dilihat masyarakat dan mendapat apresiasi. Namun tetap masih banyak kasus di luar sana yang perlu untuk ditangani,” pungkasnya.

    LSI melakukan survei tentang RUU KUHAP ini pada 22-26 Maret 2025 dengan target populasi survei adalah Warga Negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas, atau sudah menikah dan memiliki telepon atau telepon selular. Sampel yang digunakan sebanyak 1.214 responden yang dipilih melalui metode Double Sampling (DS).

    DS adalah pengambilan sampel secara acak dari kumpulan data hasil survei tatap muka LSI yang dilakukan sebelumnya. Margin of error dalam survei ini diperkirakan kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dan asumsi simple random sampling.

    Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.

    (rca)

  • Hanya 30 % masyarakat tahu revisi KUHAP sedang jalan

    Hanya 30 % masyarakat tahu revisi KUHAP sedang jalan

    Diskusi LSI di kawasan Bangka Raya, Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2025). Foto: Rizky Rian Saputra

    LSI: Hanya 30 % masyarakat tahu revisi KUHAP sedang jalan
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Minggu, 13 April 2025 – 19:26 WIB

    Elshinta.com – Rendahnya kesadaran publik soal revisi KUHAP dinilai beresiko karena minimnya partisipasi dalam proses hukum dalam bernegara. Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Yoes C. Kenawas, mengungkapkan bahwa salah satu temuan paling krusial dalam survei terbaru mereka adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Yang paling penting dan perlu digarisbawahi adalah soal awareness. Saat ini, hanya 30 persen masyarakat yang tahu bahwa revisi KUHAP sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR,” ujar Yoes saat ditemui dalam acara diskusi di kawasan Bangka Raya, Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2025).

    Temuan ini disebut beresiko karena revisi KUHAP akan menjadi produk hukum yang berlaku luas, namun minim partisipasi publik dalam prosesnya. Padahal, dalam negara demokrasi, keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi adalah salah satu pilar penting dalam mewujudkan keadilan hukum yang akuntabel.

    “Jangan sampai ada produk hukum yang berlaku untuk semua, tapi masyarakat sendiri tidak tahu isinya apa. Ini bisa membuka ruang manipulasi, penggiringan opini, bahkan pelanggaran hak,” tambah Yoes.

    LSI juga mencatat bahwa meskipun masyarakat setuju terhadap beberapa prinsip dalam KUHAP, pemahaman substansi terhadap isi KUHAP masih sangat minim. Hal ini terlihat dari banyaknya praktik yang dianggap masyarakat sebagai hal biasa, padahal berpotensi melanggar hak hukum mereka.

    Yoes mencontohkan, situasi di lapangan seperti penyitaan ponsel oleh aparat saat penangkapan atau pemeriksaan di jalan. Dalam banyak kasus, masyarakat tidak tahu bahwa tindakan tersebut harus melalui prosedur hukum tertentu.

    “Banyak yang hanya bisa pasrah. Ketika ditanya kenapa HP disita, jawabannya malah digertak balik. Ini menggambarkan rendahnya literasi hukum kita,” jelasnya.

    Yoes mengakui bahwa survei LSI belum bisa menggambarkan secara detail berapa persen masyarakat yang benar-benar memahami isi KUHAP, karena butuh pertanyaan-pertanyaan turunan yang lebih mendalam.

    Kendati demikian, LSI menilai bahwa temuan ini menjadi alarm penting bagi para pembuat kebijakan untuk membuka ruang dialog dan sosialisasi kepada publik secara lebih luas.

    “Kalau tidak, maka revisi KUHAP bisa jadi hanya elitis. Sementara masyarakat tetap berada di luar sistem yang seharusnya mereka pahami dan ikuti,” tutup Yoes.

    Penulis: Rizky Rian Saputra/Ter

    Sumber : Radio Elshinta

  • Survei LSI: Publik Dukung Saluran Pengaduan dalam Revisi KUHAP

    Survei LSI: Publik Dukung Saluran Pengaduan dalam Revisi KUHAP

    Jakarta, Beritasatu.com – Lembaga Survei Indonesia (LSI) baru saja merilis hasil survei nasional terkait pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh pemerintah dan DPR. Hasilnya, mayoritas masyarakat setuju perlunya saluran pengaduan jika laporan ke polisi tidak ditindaklanjuti dalam 14 hari.

    Peneliti LSI Yoes C Kenawas menyampaikan survei ini mengungkap fakta menarik, yaitu mayoritas masyarakat ternyata belum mengetahui revisi KUHAP yang sedang dibahas pemerintah bersama DPR. Hanya 29,7% responden yang mengetahui pembahasan revisi KUHAP, sedangkan 70,3% lainnya mengaku tidak mengetahui.

    “Awareness revisi KUHAP ini sedang berjalan masih sangat rendah, hanya sekitar 30% masyarakat yang tahu,” jelas Yoes dalam pemaparan hasil survei di Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2025).

    Selain itu, survei LSI juga menyoroti soal pentingnya transparansi dan kesetaraan akses dalam penyidikan, terutama bagi masyarakat yang laporannya belum ditindaklanjuti oleh aparat dalam waktu 14 hari pada revisi KUHAP. Sebanyak 86% responden menilai pentingnya keberadaan saluran alternatif untuk memantau tindak lanjut laporan ke polisi.

    Menariknya, dari angka tersebut, 38,8% responden bahkan menilai keberadaan saluran pelaporan tersebut sebagai hal yang sangat penting. Hanya 7,2% responden yang menganggapnya tidak perlu, yaitu 1,8% menyebut sangat tidak penting dan 5,4% menilai tidak penting.

    “Permasalahannya sekarang, kalau tidak viral, keadilan sulit didapat. Jadi harus ada mekanisme resmi agar masyarakat bisa melaporkan jika laporan mereka tidak diproses dalam 14 hari,” ujar Yoes.

    Survei ini dilaksanakan pada 22–26 Maret 2025 dengan melibatkan 1.214 responden WNI berusia minimal 20 tahun. Responden dipilih menggunakan metode multistage random sampling, wawancara tatap muka, dengan margin of error plus minus 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.

    Hasil survei LSI ini menjadi sinyal kuat masyarakat mendambakan sistem hukum yang lebih transparan, setara, dan responsif melalui revisi KUHAP yang saat ini tengah dibahas di DPR.

  • Survei LSI: Kejagung Jadi Lembaga Penegak Hukum Paling Dipercaya Publik – Page 3

    Survei LSI: Kejagung Jadi Lembaga Penegak Hukum Paling Dipercaya Publik – Page 3

    Sementara itu, Kejaksaan Agung menetapkan empat orang sebagai tersangka terkait dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengatakan, Kejaksaan Agung mengantongi alat bukti permulaan yang cukup, sehingga statusnya dinaikan dari saksi menjadi tersangka.

    “Pada hari ini, penyidik Kejaksaan agung menetapkan 4 orang sebagai tersangka karena telah ditemukan bukti yang cukup terjadi tindak pidana suap atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Abdul Qohar saat konferensi pers, Sabtu (12/4/2025).

    Abdul Qohar menerangkan, keempat orang tersangka di antaranya WG selaku Panitera Muda perdata pada PN Jakarta Pusat, dua orang selaku advokat atas nama MS dan AR, serta MAN selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

    Menurut Abdul Qohar, keempat tersangka diduga menerima suap atau gratifikasi saat penanganan kasus Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022.

    Dalam perkara ini, MS dan AR menyuap Rp60 miliar melalui perantara WG untuk diberikan kepada MAN.

    “Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022 agar majelis hakim yang mengadili memberikan putusan ontslag van alle recht vervolging),” ucap dia.

  • Idul Fitri momentum pererat persaudaraan dalam keberagaman

    Idul Fitri momentum pererat persaudaraan dalam keberagaman

    Arsip foto – Bambang Soesatyo (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

    Bamsoet: Idul Fitri momentum pererat persaudaraan dalam keberagaman
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Selasa, 01 April 2025 – 18:01 WIB

    Elshinta.com – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengimbau masyarakat untuk menjadikan Hari Raya Idul Fitri sebagai momentum strategis untuk mempererat persaudaraan dan menyatukan perbedaan dalam keberagaman.

    Ia mengatakan Hari Raya Idul Fitri tidak hanya menjadi waktu untuk merayakan kemenangan spiritual umat Islam, tetapi juga sebagai ajang pengingat bahwa keberagaman merupakan kekuatan bangsa.

    “Dengan semangat yang terus dipelihara, Idul Fitri dapat menjadi tonggak penting dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih inklusif, harmonis, dan sejahtera,” ucap Bamsoet dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

    Maka dari itu, dia menegaskan bahwa Idul Fitri bukan hanya merupakan hari kemenangan umat Islam, tetapi juga momen penting untuk mengukuhkan tali persaudaraan dan mempererat kebersamaan di tengah keberagaman bangsa.

    Di Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan keragaman suku, agama, dan budaya, kata dia, momen Lebaran dimanfaatkan untuk saling memaafkan, berbagi, dan menyatukan perbedaan.

    Momentum itu, menurut Bamsoet, yang menjadi landasan kuat untuk membangun kerukunan dan kesatuan nasional.

    Anggota Komisi DPR yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan tersebut menjelaskan keberagaman bangsa Indonesia terwujud dalam berbagai aspek, seperti bahasa, tradisi, dan kepercayaan.

    Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bangsa Indonesia terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa dan lebih dari 700 bahasa daerah.

    Meskipun ada perbedaan, sambung dia, Idul Fitri dapat menjadi jembatan untuk menciptakan harmoni di antara berbagai kelompok.

    “Melalui perayaan ini, individu dari berbagai latar belakang berkumpul untuk saling mengunjungi, memberikan ucapan selamat, dan berbagi makanan, sehingga terbangun rasa saling menghargai,” katanya.

    Di sisi lain, Bamsoet menilai tradisi silaturahim yang dilakukan selama Idul Fitri juga berperan penting dalam penguatan hubungan antara warga.

    Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), sebanyak 64,4 persen responden menyatakan bahwa Idul Fitri merupakan kesempatan untuk mempererat hubungan antaragama dan memperkuat keharmonisan sosial.

    Di banyak daerah, dia menyebutkan bahwa kegiatan saling berkunjung tidak hanya dilakukan oleh sesama umat Muslim, tetapi juga melibatkan masyarakat dari agama lain.

    Hal tersebut mencerminkan semangat persatuan dan saling menghormati yang menjadi pilar dalam kehidupan berbangsa.

    Selain itu, dirinya menambahkan bahwa praktik berbagi saat Idul Fitri turut menjadikan momentum tersebut istimewa. Dalam banyak komunitas, terdapat tradisi pembagian zakat fitrah kepada yang kurang mampu, yang tidak hanya menjadi praktik keagamaan, tetapi juga memberikan kontribusi sosial.

    Sumber : Antara

  • Revisi KUHAP, Kejagung Harus Tetap Bernyali Sikat Koruptor

    Revisi KUHAP, Kejagung Harus Tetap Bernyali Sikat Koruptor

    loading…

    Peneliti Pusat Riset Bidang Hukum BRIN Ismail Rumadan mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh Kejagung. Komitmen yang ditunjukkan Kejagung harus terus didukung karena mampu menekan dan mencegah praktik korupsi. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Peneliti Pusat Riset Bidang Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ismail Rumadan mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) . Komitmen yang ditunjukkan Kejagung harus terus didukung karena mampu menekan dan mencegah praktik korupsi yang semakin merajalela.

    Pengamat Hukum Universitas Nasional (Unas) ini mengaku sempat khawatir dengan isu dalam pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan mempreteli kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.

    “Harusnya fungsi penyidikan diperkuat khususnya kejaksaan yang sudah setel dan permanen,” ujar Ismail di Jakarta, Kamis (27/3/2025).

    Dia berharap dengan tidak dipretelinya kewenangan penyidikan harus dijawab dengan kinerja yang semakin moncer. Kejaksaan harus transparan dalam proses penegakan hukum dan jangan ada intervensi hukum dari kekuasaan demi kepentingan politik.

    “Kejaksaan atau Jaksa Agung harus bersih dan tidak bersinggungan dengan kepentingan-kepentingan yang lain,” katanya.

    Menurut dia, Kejaksaan harus steril. Sebab, rakyat akan marah ketika ada kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi atau pengusaha besar diistimewakan. Misalnya proses hukum diperlambat atau bahkan dihentikan, karena adanya kepentingan politik atau kekuasaan yang melindungi.

    Dia minta Kejaksaan terus menunjukkan sebagai lembaga garda terdepan dalam perang melawan korupsi dengan tidak membedakan siapa pun yang terlibat. Dengan kewenangan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi masih melekat.

    “Jangan ada upaya mengebiri kewenangan Jaksa, lalu harus ada penguatan integritas dan komitmen yang tinggi Kejaksaan,” ucapnya.

    Kejaksaan harus terus menggelorakan perang melawan korupsi. Jangan kendur, apalagi lengah karena koruptor punya ribuan jurus untuk mencari celah dan memukul balik. “Kita tidak mau koruptor yang jadi pemenangnya, seorang jaksa harus punya integritas tinggi,” ujarnya.

    Sebelumnya, beberapa tahun terakhir rapor hijau Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus korupsi menjadi penanda peran penting yang dimainkan Korps Adhyaksa dalam pemberantasan korupsi. Sejumlah kasus besar yang melibatkan pejabat negara hingga pengusaha dengan taksiran kerugian negara ratusan triliun rupiah disikat dan dibuktikan ke meja hijau.

    Berdasar survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) medio 20-28 Januari 2025, Kejagung menjadi lembaga yang paling dipercaya publik untuk memberantas korupsi. Sejumlah kasus besar seperti kasus PT Asuransi Jiwasraya, kasus PT Timah, serta dugaan korupsi PT Pertamina Patra Niaga dapat apresiasi dari masyarakat.

    (jon)

  • RUU Perampasan Aset perlu jadi perhatian Presiden

    RUU Perampasan Aset perlu jadi perhatian Presiden

    Presiden RI Prabowo Subianto memberikan keterangan kepada media usai meresmikan fasilitas pemurnian PMR milik PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, Senin (17/3/2025). ANTARA/Dokumentasi Pribadi.

    LSI Denny JA: RUU Perampasan Aset perlu jadi perhatian Presiden
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Kamis, 20 Maret 2025 – 09:07 WIB

    Elshinta.com – Hasil kajian dan analisis terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan beberapa kebijakan antikorupsi yang perlu menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto, salah satunya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi undang-undang.

    Denny Januar Ali (JA), pendiri LSI Denny JA, saat dihubungi di Jakarta, Kamis, menjelaskan pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang merupakan satu dari empat langkah konkret yang diharapkan masyarakat kepada pemerintahan Presiden Prabowo. Tiga langkah konkret antikorupsi lainnya, yaitu pertama, merevisi undang-undang yang memungkinkan hukuman koruptor diperberat, minimal dihukum 20 tahun penjara tanpa remisi hingga penjara seumur hidup.

    Kedua, mendorong pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset sehingga negara dapat menyita seluruh aset hasil korupsi, dan mengembalikannya kepada rakyat.

    “Ketiga membangun sistem digitalisasi penuh dalam birokrasi, menutup celah suap dan permainan proyek. Keempat, memulai dengan kasus korupsi di depan mata, yaitu kasus Pertamina,” kata Denny JA.

    Dia berpendapat pengusutan dan pemeriksaan terhadap tersangka kasus Pertamina Patra Niaga harus mengakar hingga sampai kepada mereka yang bertindak bak mafia minyak.

    “Berantas mafia minyak hingga ke akarnya, termasuk politik oligarki yang selama ini ikut menerima keuntungan, dan melindungi mereka,” kata Denny JA.

    Dia meyakini korupsi bukan sekadar kejahatan finansial, melainkan kejahatan kemanusiaan karena para pelakunya “mencuri” masa depan bangsa. Oleh karena itu, Denny JA menyebut masyarakat banyak berharap kepada Presiden Prabowo dan pemerintahannya.

    “Jika Prabowo ingin dikenang sebagai Presiden yang membawa Indonesia melompat ke negara maju maka Prabowo disyaratkan juga menjadi Bapak Pemberantasan Korupsi Indonesia,” kata Denny JA.

    Dari hasil kajian yang sama, Denny menyebut beberapa negara telah menjadi contoh sukses memberantas korupsi dan menjadi negara maju manakala menerapkan empat langkah konkret pemberantasan korupsi tersebut.

    “Negara-negara yang berhasil keluar dari jerat (korupsi) ini, Singapura, Denmark, Finlandia, telah membuktikan bahwa pemberantasan korupsi adalah fondasi utama tata kelola pemerintahan yang baik,” kata Denny JA.

    Walaupun demikian, Denny menilai jika upaya pemberantasan korupsi tidak berjalan konsisten dan berkelanjutan maka Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan.

    “Jika masalah (korupsi) ini tidak ditangani dengan serius, Indonesia akan terus kehilangan kepercayaan investor, pertumbuhan ekonomi tersendat, dan kesejahteraan rakyat akan tergadaikan,” ujar dia.

    Sumber : Antara

  • LSI Denny JA: RUU Perampasan Aset perlu jadi perhatian Presiden

    LSI Denny JA: RUU Perampasan Aset perlu jadi perhatian Presiden

    Jakarta (ANTARA) – Hasil kajian dan analisis terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan beberapa kebijakan antikorupsi yang perlu menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto, salah satunya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi undang-undang.

    Denny Januar Ali (JA), pendiri LSI Denny JA, saat dihubungi di Jakarta, Kamis, menjelaskan pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang merupakan satu dari empat langkah konkret yang diharapkan masyarakat kepada pemerintahan Presiden Prabowo.

    Tiga langkah konkret antikorupsi lainnya, yaitu pertama, merevisi undang-undang yang memungkinkan hukuman koruptor diperberat, minimal dihukum 20 tahun penjara tanpa remisi hingga penjara seumur hidup.

    Kedua, mendorong pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset sehingga negara dapat menyita seluruh aset hasil korupsi, dan mengembalikannya kepada rakyat.

    “Ketiga membangun sistem digitalisasi penuh dalam birokrasi, menutup celah suap dan permainan proyek. Keempat, memulai dengan kasus korupsi di depan mata, yaitu kasus Pertamina,” kata Denny JA.

    Dia berpendapat pengusutan dan pemeriksaan terhadap tersangka kasus Pertamina Patra Niaga harus mengakar hingga sampai kepada mereka yang bertindak bak mafia minyak.

    “Berantas mafia minyak hingga ke akarnya, termasuk politik oligarki yang selama ini ikut menerima keuntungan, dan melindungi mereka,” kata Denny JA.

    Dia meyakini korupsi bukan sekadar kejahatan finansial, melainkan kejahatan kemanusiaan karena para pelakunya “mencuri” masa depan bangsa.

    Oleh karena itu, Denny JA menyebut masyarakat banyak berharap kepada Presiden Prabowo dan pemerintahannya.

    “Jika Prabowo ingin dikenang sebagai Presiden yang membawa Indonesia melompat ke negara maju maka Prabowo disyaratkan juga menjadi Bapak Pemberantasan Korupsi Indonesia,” kata Denny JA.

    Dari hasil kajian yang sama, Denny menyebut beberapa negara telah menjadi contoh sukses memberantas korupsi dan menjadi negara maju manakala menerapkan empat langkah konkret pemberantasan korupsi tersebut.

    “Negara-negara yang berhasil keluar dari jerat (korupsi) ini, Singapura, Denmark, Finlandia, telah membuktikan bahwa pemberantasan korupsi adalah fondasi utama tata kelola pemerintahan yang baik,” kata Denny JA.

    Walaupun demikian, Denny menilai jika upaya pemberantasan korupsi tidak berjalan konsisten dan berkelanjutan maka Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan.

    “Jika masalah (korupsi) ini tidak ditangani dengan serius, Indonesia akan terus kehilangan kepercayaan investor, pertumbuhan ekonomi tersendat, dan kesejahteraan rakyat akan tergadaikan,” ujar dia.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025