NGO: KontraS

  • Apple Rombak Tampilan Liquid Glass di iOS 26.1, Bisa Pilih Transparan atau Buram – Page 3

    Apple Rombak Tampilan Liquid Glass di iOS 26.1, Bisa Pilih Transparan atau Buram – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Apple baru saja mengulirkan pembaruan sistem operasi terbarunya, iOS 26.1, iPadOS 26.1, hingga macOS 26.1. Versi beta keempat ini memperkenalkan pengaturan baru di desain antarmuka Liquid Glass, di mana pengguna bisa menyesuaikan transparasi sesuai selera.

    Dilansir Phone Arena, Kamis (23/10/2025), pengguna dapat memilih antara dua gaya tampilan, clear (transparan) dan tinted (berwarna atau buram).

    Sebelumnya, raksasa teknologi berbasis di Cupertino hanya menyediakan tampilan clear dengan efek tembus pandang di bilah, tombol, dan menu di seluruh sistem.

    Namun kini, Apple menambahkan opsi tinted setelah menerima banyak masukan dari pengguna iPhone, iPad, dan Mac selama uji beta. Sebagian pengguna merasa, tampilan transparan Liquid Glass membuat mereka sulit membedakan elemen-elemen sistem dari latar belakang.

    Di update iOS 26.1 dan kawan-kawan, perusahaan menambahkan opsi baru untuk meningkatkan opasitas dan kontras, membuat interface terasa lebih jelas di mata.

    Bagi pengguna iPhone dan iPad, pengaturan baru ini bisa ditemukan di menu Pengaturan > Tampilan dan Kecerahan. Sedangkan di Mac, opsi serupa tersedia di Pengaturan Sistem > Tampilan.

    Begitu diaktifkan, perubahan ini akan berlaku di seluruh siste, termasuk notifikasi dan aplikasi di lockscreen (Layar Kunci).

    Selain Liquid Glass, iOS 26.1 juga membawa beberapa pembaruan menarik lainnya. Salah satunya adalah fitur geser (slide) untuk menghentikan alarm dan timer di layar kunci.

    Di sebelumnya, pengguna harus mengetuk layar untuk menghentikan. Pengguna bisa menunda alarm dengan mengetuk, tapi untuk mematikannya perlu menggunakan gestur geser.

  • Catatan Setahun Gibran jadi Wakil Presiden Dampingi Prabowo

    Catatan Setahun Gibran jadi Wakil Presiden Dampingi Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Tepat satu tahun sejak pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, wacana tentang pembagian peran di dalam pemerintahan kembali menghangat.

    Para pendukung menilai pemerintahan baru bergerak cepat; para pengkritik mempertanyakan efektivitas sejumlah program unggulan. Di tengah pujian dan kritik itu, satu narasi konsisten muncul: Gibran yang datang ke panggung politik nasional dengan label “wajah muda” dan simbol regenerasi tampak lebih minim profil dibandingkan sang presiden yang bertindak sangat aktif dan “take control” dalam berbagai urusan negara.

    Saat kampanye, Gibran memiliki wajah sebagai simbol pembaruan anak muda yang sudah punya pengalaman memimpin kota (Surakarta), praktikal, dan dekat dengan generasi milenial. Setelah resmi dilantik pada 20 Oktober 2024, dia diberi panggung untuk memperkenalkan sejumlah inisiatif dari dorongan pendidikan AI hingga program layanan publik digital seperti “Lapor Mas Wapres” pada awal masa jabatan.

    Namun, selama tahun pertama, Analis Komunikasi Politik sekaligus pendiri Lembaga Survei KedaiKopi, Hendri Satrio memperhatikan bahwa aktivitas-aktivitas publik Gibran cenderung bersifat seremonial atau administratif, bukan inisiatif kebijakan besar yang menggeser arah birokrasi atau diplomasi.

    Dia menyatakan bahwa Gibran tersandera oleh dua narasi yang saling bertabrakan harapan simbolik perubahan anak muda dan bacaan publik soal keberlanjutan dinasti politik keluarga Jokowi kondisi yang, menurutnya, membuat arah politik Gibran menjadi gamang dan sulit menunjukkan gebrakan nyata.

    “Dari awal kita harusnya juga mulai mengeset harapan kepada Gibran, dia jadi wapres kan memang peran bapak besar sekali. Jadi jangan set harapan seperti wapres sebelumnya. Memang minim gebrakan dan bisa diperkirakan kalau akan minim gerakan,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (21/10/2025).

    Hendri menegaskan, tidak ada indikator sejauh ini yang menunjukkan Gibran memainkan peran strategis sebagaimana para pendahulunya. Dia membandingkan Gibran dengan dua wakil presiden era sebelumnya: K.H. Ma’ruf Amin yang aktif dalam pengembangan ekonomi syariah dan sosial, serta Boediono dan Jusuf Kalla yang dikenal teknokrat dan pengambil keputusan penting di bidang ekonomi dan pemerintahan.

    “Kalau Ma’ruf Amin itu punya bidang jelas, dia fokus ke ekonomi syariah dan pemberdayaan sosial. Tapi kalau Gibran, ya fungsinya cuma mendampingi Pak Prabowo. Dia pelengkap aja, syarat aja, bahwa ada wakil presiden,” kata Hendri.

    Meskipun menilai Gibran minim kontribusi substantif, tetapi Hendri menyoroti bahwa pekerjaan rumah terbesar pemerintahan Gibran pada tahun kedua tetap berada di bidang ekonomi.

    Dia menilai, Gibran harus mengenal lebih akrab dengan tantangan ekonomi nasional saat ini tidak hanya terkait perlambatan pertumbuhan, tetapi juga menurunnya daya beli masyarakat dan melemahnya investasi.

    Dalam konteks itu, menurut Hendri, Gibran seharusnya mulai mengambil peran lebih aktif dalam program-program yang berdampak langsung pada masyarakat, khususnya generasi muda dan sektor UMKM.

    “Masih sama sih sama tahun ini yaitu ekonomi. Yang paling berat sekarang itu ekonomi, jadi tahun depan juga pasti itu,” tandas Hendri.

    Kontras: Prabowo sebagai control tower

    Kontras antara gaya kepemimpinan kedua figur ini cukup tajam. Selama 12 bulan pertama, Presiden Prabowo tampak intensif memimpin agenda pemerintahan domestik dan global memimpin sidang kabinet paripurna, aktif melakukan lawatan luar negeri hingga 33 perjalanan ke 25 negara dan memegang peranan sentral dalam menentukan prioritas kebijakan nasional.

    Salah satu ukuran visibilitas global adalah frekuensi dan profil kunjungan luar negeri. Dalam tahun pertama, catatan bisnis menempatkan Prabowo jauh lebih sering melakukan lawatan ke luar negeri dibandingkan Gibran sebuah indikator yang menegaskan bahwa representasi diplomatik utama berada di tangan presiden.

    Beberapa liputan mencatat puluhan kunjungan luar negeri yang dilakukan Presiden dalam satu tahun pertama, sementara daftar kunjungan kerja resmi wapres relatif lebih pendek dan sering bersifat melepas kedatangan atau menyambut ketika presiden kembali.

    Secara konstitusional, tugas wapres adalah membantu presiden. Dalam praktiknya, pembagian tugas sangat bergantung pada kesepakatan personal dan politik antar keduanya.

    Menurut Hendri, jika Gibran ingin mengubah narasi “minim gebrakan”, ada beberapa pendekatan praktis yang bisa dipertimbangkan yaitu mengambil mandat sektoral yang jelas dan terukur dengan fokus pada satu atau dua isu besar.

    Hendri melanjutkan orang nomor dua di Indonesia itu juga bisa membangun inisiatif yang bersinggungan langsung dengan publik muda program yang melibatkan partisipasi anak muda, inkubator startup daerah, atau reformasi sistem pendidikan menengah-kejuruan bisa menunaikan janji simbol regenerasi secara substansial.

    “Misalnya transformasi pendidikan vokasi-AI, kewirausahaan digital untuk UMKM dengan target hasil yang dapat diukur dalam 12–24 bulan. Ini mirip peran yang dijalankan Ma’ruf Amin pada ekonomi syariah. Jadi spesifik, terukur, dan memiliki stakeholder jelas,” tandasnya.

    Belum lagi, berdasarkan laporan Evaluasi Kinerja 1 Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran (CELIOS, 2025) tertuang bahwa Gibran mendapat nilai rata-rata 2 dari 10, menjadikannya salah satu pejabat dengan penilaian publik terendah.

    Termasuk 76% responden menilai kinerjanya sangat buruk, 17% buruk, 7% cukup, dan hanya 1% baik. Tidak ada responden yang memberi nilai di atas 8. Skor ini turun dari rata-rata 3 pada survei 100 hari pertama pemerintahannya

    “Kinerja Gibran dinilai tidak menunjukkan peningkatan berarti dalam kepemimpinan, koordinasi, maupun komunikasi kebijakan,” demikian tulis laporan tersebut.

    Dalam perbandingan antara periode 100 hari dan 1 tahun, jumlah penilai “sangat buruk” terhadap Gibran melonjak dari 31% menjadi 61%. Hal ini mencerminkan minimnya peran strategis Wapres Ke-14 RI itu dalam pemerintahan Prabowo, terutama dalam bidang kebijakan dan diplomasi.

  • LG Ingin Jadikan Indonesia Pusat Pengembangan AI hingga Perangkat Rumah Pintar – Page 3

    LG Ingin Jadikan Indonesia Pusat Pengembangan AI hingga Perangkat Rumah Pintar – Page 3

    Di tengah kecenderungan perusahaan teknologi global yang menahan atau mengalihkan investasi ke luar negeri akibat ketidakpastian ekonomi global, LG Electronics Indonesia (LGEIN) mengambil langkah kontras.

    Alih-alih mencari negara yang dianggap lebih ‘ramah’ investasi, LG justru memutuskan menambah modal dengan mengekspansi pabrik Air Conditioner (AC) di Cibitung, Jawa Barat, yang sudah mulai beroperasi.

    Pabrik LG terbaru ini menempati area seluas 32 ribu m2, dengan total nilai investasi awal sebesar Rp 374 miliar. Perusahaan bahkan berencana meningkatkan kapasitas produksi hingga dua kali lipat pada tahun mendatang.

    Keputusan ini menegaskan pandangan LG bahwa Indonesia bukan hanya pasar potensial dengan populasi besar, tetapi juga memiliki prospek pertumbuhan yang menjanjikan di kawasan Asia Tenggara.

    “Kami juga tidak cuma membuka fasilitas produksi untuk produk elektronik konsumen, tetapi juga menambahkan pusat Riset dan Pengembangan (R&D),” ujar Presiden LG Electronics Indonesia, Ha Sang-chul, saat sedia media roundtable, Senin (20/10/2025) di Jakarta.

    Lebih lanjut, Ha menjelaskan komitmen perusahaan untuk terus merekrut talenta local di Indonesia.

    “Kami terus merekrut talenta lokal Indonesia untuk mengembangkan produk, bukan hanya untuk pasar domestik, tetapi juga untuk pasar global,” imbuhnya.

    Langkah strategis LG ini menjadi pembeda signifikan dibanding sejumlah kompetitor yang masih menempatkan basis produksinya di negara lain di Asia Tenggara.

    Dengan mengintegrasikan produksi dan pengembangan di dalam negeri, LG tidak hanya memperkuat rantai pasokan regional tetapi juga berpotensi meningkatkan daya saing melalui inovasi yang dikembangkan langsung di Indonesia.

    “Kami melihat bahwa Indonesia memiliki potensi besar. Itulah sebabnya LG akan terus melanjutkan dan memperluas investasi di Indonesia,” Ha menegaskan.

     

  • Alasan LG Getol Ekspansi Pabrik dan Talenta Lokal di Indonesia – Page 3

    Alasan LG Getol Ekspansi Pabrik dan Talenta Lokal di Indonesia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Di tengah kecenderungan perusahaan teknologi global yang menahan atau mengalihkan investasi ke luar negeri akibat ketidakpastian ekonomi global, LG Electronics Indonesia (LGEIN) mengambil langkah kontras.

    Alih-alih mencari negara yang dianggap lebih ‘ramah’ investasi, LG justru memutuskan menambah modal dengan mengekspansi pabrik Air Conditioner (AC) di Cibitung, Jawa Barat, yang sudah mulai beroperasi.

    Pabrik LG terbaru ini menempati area seluas 32 ribu m2, dengan total nilai investasi awal sebesar Rp 374 miliar. Perusahaan bahkan berencana meningkatkan kapasitas produksi hingga dua kali lipat pada tahun mendatang.

    Keputusan ini menegaskan pandangan LG bahwa Indonesia bukan hanya pasar potensial dengan populasi besar, tetapi juga memiliki prospek pertumbuhan yang menjanjikan di kawasan Asia Tenggara.

    “Kami juga tidak cuma membuka fasilitas produksi untuk produk elektronik konsumen, tetapi juga menambahkan pusat Riset dan Pengembangan (R&D),” ujar Presiden LG Electronics Indonesia, Ha Sang-chul, saat sedia media roundtable, Senin (20/10/2025) di Jakarta.

    Lebih lanjut, Ha menjelaskan komitmen perusahaan untuk terus merekrut talenta local di Indonesia.

    “Kami terus merekrut talenta lokal Indonesia untuk mengembangkan produk, bukan hanya untuk pasar domestik, tetapi juga untuk pasar global,” imbuhnya.

    Langkah strategis LG ini menjadi pembeda signifikan dibanding sejumlah kompetitor yang masih menempatkan basis produksinya di negara lain di Asia Tenggara.

    Dengan mengintegrasikan produksi dan pengembangan di dalam negeri, LG tidak hanya memperkuat rantai pasokan regional tetapi juga berpotensi meningkatkan daya saing melalui inovasi yang dikembangkan langsung di Indonesia.

    “Kami melihat bahwa Indonesia memiliki potensi besar. Itulah sebabnya LG akan terus melanjutkan dan memperluas investasi di Indonesia,” Ha menegaskan.

     

  • Kondisi Politik Rezim Prabowo Lebih Kondusif Dibanding Jokowi

    Kondisi Politik Rezim Prabowo Lebih Kondusif Dibanding Jokowi

    GELORA.CO -Stabilitas politik-ekonomi di era pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dinilai lebih kondusif dibanding masa awal pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

    Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai kondusifitas politik merupakan syarat utama bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, termasuk dalam hal penyerapan tenaga kerja dan peningkatan investasi.

    “Nah yang terakhir, apa yang kemudian bisa membuat soal ekonomi kita bisa tumbuh, bisa sustain dan kemudian investasi bisa datang ke Indonesia, salah satu kuncinya adalah dalam politik. Bagi saya soal stabilitas politik,” ujar Adi dalam Forum Diskusi Capaian Satu Tahun Kinerja Kabinet Merah Putih di Bidang Perekonomian di Jakarta, pada Senin, 20 Oktober 2025.

    Ia menilai, dalam satu tahun masa pemerintahan Prabowo-Gibran, hubungan antar-elit dan antar partai politik relatif harmonis karena hampir seluruh kekuatan politik kini berada dalam lingkaran kekuasaan.

    “Per hari ini dalam 1 tahun pemerintahan Prabowo dan Gibran saya kira kerja sama antar-elit, antar-partai, hampir semuanya sudah menjadi bagian dari kekuasaan politik pemerintah. Kita menyaksikan secara terbuka begitu banyak kebijakan pemerintah, dalam hal ini kabinet, nyaris tidak pernah ada resistensi, tidak pernah ada protes apapun,” jelas Adi.

    Kondisi ini, lanjutnya, kontras dengan periode awal pemerintahan Presiden Jokowi yang sempat diwarnai dinamika politik cukup tinggi karena mayoritas parlemen dikuasai kelompok oposisi.

    “Agak berbeda dengan Pak Jokowi, agak pusing di tahun-tahun pertama karena mayoritas parlemen itu dikuasai oleh kelompok oposisi,” ungkapnya.

    Adi juga mengapresiasi capaian kinerja ekonomi Indonesia di tengah tekanan global. Ia menyoroti peran Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang aktif melakukan diplomasi dagang di tengah perang tarif internasional.

    “Kalau bicara tentang satu tahun kinerja di bidang ekonomi, saya termasuk yang apresiasi karena kondisinya tidak baik-baik saja. Ada efisiensi di negara kita, ada perang dagang, ada perang tarif, dan Menko Airlangga sepertinya bolak-balik, dari yang semula 32 persen tiba-tiba kemudian menjadi 19 persen. Itu butuh lobi dan butuh meyakinkan pihak-pihak lainnya,” pungkas Adi

  • Bukan Tembok China, Ini 4 Objek yang Terlihat dari Luar Angkasa

    Bukan Tembok China, Ini 4 Objek yang Terlihat dari Luar Angkasa

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Selama bertahun-tahun, masyarakat dunia mempercayai bahwa Tembok Besar China adalah satu-satunya bangunan buatan manusia yang bisa dilihat dari luar angkasa.

    Namun, klaim tersebut dibantah langsung oleh seorang mantan komandan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), Chris Hadfield. Ia menyatakan bahwa struktur tembok itu tidak cukup mencolok karena terlalu sempit dan mengikuti kontur serta warna alami lingkungan di sekitarnya.

    Meski Tembok Besar tidak dapat terlihat dari luar angkasa, ada beberapa bangunan lain yang justru bisa diamati dari orbit Bumi.

    1. Palm Jumeirah Dubai

    Foto: Alexander Heilner
    Bagian tengah dari Palm Jumeirah.

    Palm Jumeirah adalah pulau buatan dengan bentuk menyerupai pohon palem yang dibangun di pesisir Dubai. Desain unik dan skala konstruksinya membuatnya cukup mencolok jika dilihat dari luar angkasa, terutama dengan bantuan lensa telefoto yang kuat. Dari ketinggian sekitar 400 kilometer, pulau ini dapat dikenali oleh para astronaut di ISS.

    2. Three Gorges Dam

    Foto: Reuters
    Bendungan Three Gorges

    Bangunan lainnya yang masuk dalam daftar adalah Bendungan Tiga Ngarai di China. Struktur raksasa ini membentang sepanjang lebih dari dua kilometer dan memiliki tinggi mencapai 185 meter. Karena ukurannya yang masif, bendungan ini menjadi salah satu konstruksi buatan manusia yang paling mudah diamati dari orbit.

    3. Piramida Giza

    Foto: Foto oleh Mouad Mabrouk
    Giza, Giza Governorate, Egypt

    Selain bangunan modern, situs kuno seperti Piramida Giza juga kerap disebut sebagai objek yang terlihat dari luar angkasa. Meskipun pengamatannya tidak selalu mudah dan sangat bergantung pada kondisi pencahayaan serta cuaca, beberapa astronaut menyatakan bahwa bentuknya yang khas masih bisa dikenali.

    “Ada banyak yang bisa dilihat dari ISS, bahkan dengan mata telanjang. Misalnya … bisa memilih dua yang besar dengan mata telanjang, selama pencahayaan dan kondisi cuaca baik, sebagai dua titik kecil,” ungkap seorang astronaut.

    4. Bingham Canyon Mine

    Foto: CC0
    Tambang tembaga di Bingham Canyon, Utah, Amerika Serikat

    Satu lagi objek yang terlihat dari orbit adalah tambang terbuka Bingham Canyon di Utah, Amerika Serikat. Tambang ini dikenal sebagai salah satu penggalian terbesar yang pernah dibuat manusia. Bentuknya yang sangat dalam dan lebar, ditambah dengan kontras warna terhadap lanskap sekitarnya, menjadikannya cukup mudah terdeteksi dari luar angkasa tanpa bantuan teknologi khusus.

    Mitos tentang Tembok Besar China yang konon bisa dilihat dari luar angkasa kemungkinan besar muncul karena panjang tembok yang luar biasa, yakni lebih dari 21 ribu kilometer. Namun, ukuran panjang saja tidak cukup untuk membuat suatu objek terlihat dari orbit. Faktor kontras, bentuk, dan warna terhadap lingkungan sekitar menjadi penentu utama visibilitas sebuah bangunan dari luar angkasa.

    Chris Hadfield menegaskan bahwa Tembok Besar tidak memiliki kontras mencolok dengan alam di sekitarnya, sehingga sulit terdeteksi meskipun ukurannya sangat besar. Ia menyebut, “terlalu sempit + mengikuti kontur & warna alami,” sebagai alasan utama mengapa tembok ini tidak bisa terlihat dari ISS.

    Fakta ini menunjukkan bahwa tidak semua bangunan raksasa dapat dilihat dari luar angkasa. Hanya struktur tertentu dengan ukuran besar, bentuk jelas, dan kontras mencolok yang memungkinkan untuk terdeteksi dari orbit. Mitos lama pun akhirnya dikoreksi oleh mereka yang benar-benar menyaksikan Bumi dari ketinggian ratusan kilometer.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Komen Tak Terduga Bos Besar Google Saat Ditendang ChatGPT

    Komen Tak Terduga Bos Besar Google Saat Ditendang ChatGPT

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri teknologi berubah total sejak kemunculan ChatGPT, layanan chatbot AI besutan OpenAI yang meluncur pada November 2022. Sejak saat itu, para raksasa teknologi berlomba-lomba meluncurkan layanan AI dengan inovasi lebih jauh dari sekadar chatbot berbasis teks.

    Google yang dulunya merupakan ‘raja’ mesin pencari, kini harus berhadapan dengan banyak pesaing baru yang mematrikan AI dalam layanannya. Google juga tak tinggal diam dengan merilis aplikasi AI Gemini yang sudah tersedia di seluruh ekosistem produknya.

    Sebelum kemunculan ChatGPT, Google sejatinya sudah mengembangkan produk AI selama bertahun-tahun. Namun, ChatGPT membuat raksasa teknologi harus bertarung lebih cepat dan intens.

    Baru-baru ini, CEO Alphabet yang merupakan induk Google, Sundar Pichai, mengungkap reaksinya di era-era awal perilisan ChatGPT. Ia menceritakan pengalamannya dalam gelaran teknologi tahunan ‘Dreamforce’ dari Salesforce.

    CEO Salesforce Marc Benioff menanyakan Pichai tentang posisi Google yang saat itu menjadi ‘pemimpin absolut AI’ ketika harus berhadapan dengan peluncuran ChatGPT dari perusahaan kecil (kala itu) asal San Francisco.

    Pichai mengatakan Google sebenarnya saat itu sudah membuat perkembangan signifikan untuk produk-produk AI, termasuk membuat versi chatbot internal.

    “Tapi Anda benar, kredit untuk OpenAI yang meluncurkannya pertama kali,” kata Pichai, dikutip dari Business Insider, Jumat (17/10/2025).

    Ketika OpenAI meluncurkan ChatGPT, perusahaan itu dibekingi oleh Microsoft yang merupakan pesaing Google. Kemuncurlan ChatGPT dinilai sebagai tantangan besar bagi dominasi Google di sektor AI.

    The New York Times kala itu melaporkan bahwa manajemen Google mengeluarkan ‘kode merah’, dan Pichai menginstruksikan beberapa tim untuk fokus ke upaya pengembangan AI.

    Dalam perbincangan dengan Benioff, Pichai membandingkan momen tersebut dengan momen-momen lain yang telah ia saksikan di sektor internet konsumen. Misalnya ketika Google mengembangkan pencarian video, kemudian YouTube muncul. Google kemudian mencaplok YouTube pada 2026.

    Contoh lainnya ketika Facebook melihat popularitas konten foto di feed, kemudian Instagram muncul. Akhirnya, Facebook mengakuisisi Instagram.

    “Kami tahu di dunia yang berbeda, kami mungkin akan meluncurkan chatbot kami beberapa bulan di depan,” kata Pichai.

    “Kami saat itu belum mencapai tingkat di mana kami bisa merilisnya. Masih banyak masalah yang kami hadapi kala itu,” ia menambahkan.

    Pichai menekankan bahwa Google sudah menggelontorkan investasi besar-besaran di sektor AI sebelum ChatGPT rilis. Misalnya dari tim riset untuk memproduksi chip sendiri dalam infrastruktur penopangnya.

    Ia mengklaim Google kala itu sudah berada di posisi yang baik dalam pengembangan AI, ketika ChatGPT meluncur. Ia juga memberikan komen tak terduga terkait perasaannya saat diselip oleh OpenAI. Bukannya geram, Pichai mengaku antusias.

    “Buat saya, ketika ChatGPT meluncur, sebenarnya kontras dari apa yang orang-orang luar rasakan. Saya justru antusias karena saya tahu jendelanya sudah bergeser,” ia menuturkan.

    Beberapa saat setelah ChatGPT rilis, Pichai mengatakan Google tak segera merilis chatbot saingannya karena sang raksasa mesin pencari memiliki risiko reputasi yang lebih besar ketimbang OpenAI.

    Pada Maret 2024, Google akhirnya merilis chatbot AI miliknya. Tadinya dinamai ‘Bard’, lalu belakangan berubah menjadi Gemini. Saat ini, Gemini juga menyediakan fitur penciptaan visual Nano Banana yang populer. Gemini juga sudah tersedia di semua lini produk Google.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Menteri G20 desak aksi segera jembatani kesenjangan pendanaan iklim

    Menteri G20 desak aksi segera jembatani kesenjangan pendanaan iklim

    Cape Town (ANTARA) – Pertemuan Tingkat Menteri Kelompok Kerja Lingkungan dan Keberlanjutan Iklim (ECSWG) G20 dibuka pada Kamis (16/10) di Cape Town, Afrika Selatan (Afsel), yang sekaligus menandai satu dekade sejak diadopsinya Perjanjian Paris.

    Membuka pertemuan dua hari tersebut, Menteri Kehutanan, Perikanan, dan Lingkungan Hidup Afrika Selatan Dion George mengatakan dunia saat ini tengah menghadapi “tiga krisis planet” sekaligus, yakni perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi.

    “Urgensi untuk bertindak tegas dan sinergis belum pernah semendesak ini. Hal ini menuntut kita untuk memperkuat kerja sama multilateral, meningkatkan inovasi, serta beralih dari sekadar komitmen menuju implementasi,” ujarnya.

    Dia menambahkan bahwa kesenjangan pembiayaan global untuk pembangunan berkelanjutan telah melebar dari semula 2,5 triliun dolar AS menjadi 4 triliun dolar AS, dan menekankan bahwa sumber daya publik saja tidak dapat menjembatani kesenjangan ini.

    “Hal ini membutuhkan modal swasta, instrumen pembiayaan campuran, serta kemitraan yang mengurangi risiko investasi berkelanjutan dan mempercepat inovasi di seluruh negara berkembang,” ujar menteri tersebut.

    George mengatakan kepresidenan G20 Afsel bertujuan untuk menjembatani perekonomian maju dan berkembang, mendorong pertumbuhan inklusif, memajukan transisi yang adil, serta menjamin industrialisasi berkelanjutan sejalan dengan Perjanjian Paris.

    Dalam pidato utamanya, Joanna MacGregor, kepala strategi dan urusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, menggambarkan Perjanjian Paris sebagai “instrumen terkuat yang pernah dibangun umat manusia untuk menghadapi krisis iklim.”

    Dia menyoroti rekor investasi energi terbarukan di berbagai negara perekonomian utama, termasuk India, China, dan Uni Eropa, dengan Brasil dan Indonesia yang memimpin dalam hal pemulihan hutan, serta Afrika Selatan dan Arab Saudi yang terus meningkatkan transisi energi bersihnya.

    Menteri Pemerintahan Daerah, Urusan Lingkungan Hidup, dan Perencanaan Pembangunan Western Cape (provinsi di Afsel) Anton Bredell memperingatkan penundaan dalam pelaksanaan aksi iklim hanya akan meningkatkan biaya adaptasi secara eksponensial, sementara Perdana Menteri Western Cape Alan Winde menyoroti bahwa meningkatnya pengeluaran militer global sangat kontras dengan penyusutan pendanaan iklim.

    George menyimpulkan bahwa solidaritas dan pendanaan tetap menjadi kunci untuk mengubah ambisi menjadi tindakan nyata dan memastikan visi Perjanjian Paris terwujud melalui kerja sama dan inovasi.

    Pewarta: Xinhua
    Editor: Ade irma Junida
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pertamina Komitmen Keterbukaan Informasi, Tangkal Disinformasi Publik

    Pertamina Komitmen Keterbukaan Informasi, Tangkal Disinformasi Publik

    Jakarta

    PT Pertamina (Persero) menegaskan komitmennya dalam melawan disinformasi di ruang digital melalui penguatan transparansi dan keterbukaan informasi publik. Dengan tema “Energizing The Information”, Pertamina menghadirkan transformasi inovasi sistem layanan informasi yang menekankan digitalisasi dan kepercayaan publik.

    Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menyampaikan bahwa keterbukaan informasi merupakan salah satu pilar utama tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

    “Pertamina terus memperkuat ekosistem keterbukaan informasi melalui kanal resmi yang kredibel, mudah diakses, dan ramah bagi seluruh lapisan masyarakat. Transparansi menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik serta menangkal potensi hoaks dan disinformasi di ruang digital,” ujar Fadjar dalam keterangannya, Rabu (15/10/2025).

    Hal tersebut disampaikan saat Ia menghadiri Kegiatan Pameran Keterbukaan Informasi Publik di Jakarta (14/10).

    Fadjar menambahkan, Pertamina membuka berbagai kanal resmi yang dapat diakses masyarakat untuk memperoleh informasi akurat, diantaranya melalui situs resmi website, media sosial, majalah energia, Pertamina Call Center 135, email infopublik, hingga aplikasi berbasis mobile Apps layanan informasi publik.

    “Melalui kanal-kanal ini, masyarakat dapat memverifikasi informasi secara langsung sekaligus memperoleh data dan fakta terbaru mengenai kegiatan serta kebijakan Pertamina,” tegas Fadjar.

    Lebih lanjut, Ia mengatakan dalam menjaga komitmen, capaian keterbukaan informasi publik semester I 2025 yang signifikan Pertamina mencatatkan 153.805 informasi publik di media nasional. Selain itu, tercatat 1,7 juta views pada laman website 219 interaksi via PPID, 1.692 informasi di media sosial, 245.002 interaksi melalui Call Center 135.

    Pertamina juga memberikan ruang kemudahan memperoleh informasi bagi komunitas disabilitas pada website layanan informasi publik.

    “Sebagai bentuk inklusivitas, Pertamina menghadirkan fitur aksesibilitas bagi penyandang disabilitas pada layanan informasi publik, seperti Pilihan tampilan kontras dan pembesaran teks, pengaturan jarak antar teks dan opsi ramah disleksia, Fitur penghentian animasi serta penyesuaian tinggi baris tulisan, sesuai kebutuhan,” imbuhnya.

    Langkah ini menjadi bukti komitmen Pertamina untuk menghadirkan layanan informasi yang setara bagi seluruh masyarakat dan menjadi energi informasi untuk publik. Pertamina juga ingin memastikan masyarakat memperoleh informasi yang tepat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

    “Keterbukaan informasi adalah energi baru dalam membangun kepercayaan publik. Dengan transparansi, kita tidak hanya melawan disinformasi, tetapi juga memperkuat budaya akuntabilitas dan partisipasi publik,” pungkas Fadjar.

    Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target net zero emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.

    (ega/ega)

  • 2
                    
                        Ironi Diplomasi Prabowo, antara Perdamaian Gaza dan Terkuburnya Solusi Dua Negara
                        Nasional

    2 Ironi Diplomasi Prabowo, antara Perdamaian Gaza dan Terkuburnya Solusi Dua Negara Nasional

    Ironi Diplomasi Prabowo, antara Perdamaian Gaza dan Terkuburnya Solusi Dua Negara
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    KEHADIRAN
    Presiden Prabowo Subianto di Sharm El-Sheikh, Mesir, dalam Konferensi Perdamaian Gaza (Gaza Peace Summit) menjadi salah satu momen penting dalam diplomasi luar negeri Indonesia.
    Dalam forum internasional yang dihadiri puluhan pemimpin dunia tersebut, Prabowo tampil di panggung bersama tokoh-tokoh besar seperti Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, serta sejumlah pemimpin negara Timur Tengah lainnya.
    Bagi publik dalam negeri, penampilan tersebut dipandang sebagai kelanjutan dari pidato tegasnya di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) beberapa waktu lalu, ketika Prabowo menyerukan agar perdamaian di Gaza segera diwujudkan dan solusi dua negara dijadikan patokan utama penyelesaian konflik Israel-Palestina.
    Namun, di balik kemeriahan diplomasi dan tepuk tangan di ruang konferensi Mesir tersebut, terdapat ironi yang cukup mendalam dan tragis.
    “Gaza Peace Summit”, yang juga dikenal sebagai peluncuran resmi “Gaza Plan”, sebenarnya tidak sepenuhnya menjawab semangat yang terkandung dalam pidato Presiden Prabowo Subianto di New York.
    Bahkan, jika ditelisik lebih jauh, rencana damai yang didorong Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya tersebut justru berpotensi menjauhkan cita-cita dua negara yang selama ini menjadi fondasi diplomasi Indonesia di dalam isu Palestina.
    Pertemuan di Mesir menjadi bagian dari upaya besar Presiden Donald Trump untuk menegaskan kembali perannya sebagai “pembawa perdamaian” di Timur Tengah di satu sisi dan pembukaan pintuk masuk reintervensi Amerika di sana di sisi lain, yang dalam beberapa waktu belakangan mulai diragukan banyak pihak.
    Dalam pidato pembukaannya, Trump memuji sejumlah pemimpin dunia yang hadir, termasuk Prabowo.
    “He’s a tough man, a great leader from Indonesia,” ujar Trump di hadapan kamera, sebuah komentar yang segera menjadi tajuk utama media di Indonesia.
    Dalam konteks diplomasi, sanjungan tersebut tentu memiliki nilai simbolik dan menandakan pengakuan terhadap peran Indonesia di panggung internasional.
    Prabowo terlihat tersenyum dan tampak akrab berbincang dengan Trump, bahkan sempat terekam meminta kesempatan untuk bertemu dengan Eric Trump, putra mantan presiden AS tersebut.
    Bagi sebagian pengamat, momen tersebut menggambarkan langkah Prabowo dalam membangun jejaring politik global, terutama dengan Amerika Serikat, yang masih menjadi aktor utama di dalam politik Timur Tengah.
    Namun, di sisi lain, sanjungan Trump tidak otomatis berarti dukungan terhadap visi Indonesia mengenai Palestina.
    Rencana damai yang diinisiasi Washington dan disetujui oleh Mesir, Uni Eropa, serta sejumlah negara Arab yang moderat tersebut lebih berfokus pada stabilisasi keamanan dan rekonstruksi fisik Gaza pasca-perang, ketimbang membicarakan masa depan politik rakyat Palestina.
    Dalam dokumen yang dibahas di konferensi tersebut, disebutkan pembentukan “Board of Peace for Gaza”, semacam badan multinasional yang akan mengawasi proses rekonstruksi dan transisi pemerintahan sementara di wilayah itu.
    Namun, baik Hamas maupun Otoritas Palestina (PA) praktis tidak memiliki peran signifikan dalam struktur baru tersebut. Jadi rencana ini sejatinya adalah pengambilalihan kekuasaan di wilayah Gaza dari Hamas maupun Otoritas Palestina.
    Dengan kata lain, rakyat Palestina kembali menjadi objek dari proyek perdamaian yang disusun oleh pihak luar, bukan subyek yang menentukan nasibnya sendiri.
    Gaza, dalam rancangan tersebut, akan dikelola oleh dewan internasional yang beranggotakan perwakilan dari Mesir, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan beberapa negara lain yang selama ini dikenal bersahabat dengan Israel.
    Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa “Board of Peace” pada akhirnya akan berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari kepentingan Tel Aviv, mengingat sebagian besar anggota dewan adalah negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik, bahkan hubungan strategis erat dengan Israel.
    Masalahnya, Prabowo tampaknya melihat kehadirannya di Mesir sebagai bentuk kesinambungan dari pidato idealisnya di PBB.
    Dalam pandangannya, partisipasi Indonesia di konferensi tersebut merupakan kesempatan untuk menunjukkan bahwa negeri ini siap berperan aktif dalam perdamaian global, terutama di dunia Islam.
    Namun, yang tampak dalam dinamika forum tersebut adalah bahwa “Gaza Plan” tidak dibangun di atas prinsip keadilan politik bagi rakyat Palestina, melainkan atas dasar kompromi strategis antara kekuatan besar dunia untuk mengakhiri perang tanpa menyentuh akar masalahnya.
    Amerika Serikat, bukan Indonesia dan bukan Prabowo Subianto, memanfaatkan momentum itu untuk memproyeksikan diri sebagai “pembawa perdamaian”. Sementara Mesir ingin memperkuat posisinya sebagai mediator utama kawasan.
    Israel tampak sangat diuntungkan, karena dengan adanya Gaza Plan, Tel Aviv tidak perlu lagi berhadapan langsung dengan Hamas atau PA dalam negosiasi politik.
    Dalam rancangan baru tersebut, keamanan di Gaza dijamin oleh pasukan internasional di bawah pengawasan
    Board of Peace
    , sedangkan pembangunan ekonomi dan sosialnya akan dibiayai oleh konsorsium donor Barat.
    Di permukaan, semua ini tampak positif. Perang berakhir, bantuan mengalir, dan Gaza mulai dibangun kembali.
    Namun secara fundamental, rencana tersebut justru berpotensi memperkuat realitas “solusi satu negara”, yakni situasi di mana Israel tetap menjadi kekuatan dominan, mengendalikan keamanan dan ruang gerak Palestina, sementara entitas Palestina hanya eksis dalam bentuk administratif dan ekonomi, tanpa kedaulatan politik yang nyata.
    Inilah paradoks besar yang menyelimuti kehadiran Presiden Prabowo di Mesir. Di satu sisi, ia hadir untuk merayakan langkah menuju perdamaian. Di sisi lain, ‘tanpa disadarinya’, konferensi tersebut juga menjadi simbol terkuburnya impian yang selama ini ia justru gaungkan, yakni solusi dua negara yang hidup berdampingan secara damai dan setara di antara dua negara.
    Perlu pula diingat bahwa gagasan dua negara bukan sekadar isu diplomatik, tetapi juga menyangkut legitimasi moral perjuangan rakyat Palestina.
    Selama tujuh dekade, berbagai resolusi PBB telah menegaskan bahwa solusi dua negara merupakan jalan paling adil untuk menyelesaikan konflik di kawasan tersebut.
    Namun, dengan realitas politik di lapangan, terus meluasnya permukiman ilegal Israel di Tepi Barat (West Bank), fragmentasi internal di tubuh Palestina, dan absennya kemauan politik dari pihak Israel, konsep tersebut sesungguhnya sudah semakin kehilangan pijakan.
    “Gaza Plan” yang diusung dalam konferensi di Mesir hanya mempercepat proses tersebut. Gaza Plan menormalisasi keadaan pasca-perang tanpa memberikan kedaulatan sejati bagi rakyat Palestina.
    Dalam konteks ini, pujian Donald Trump terhadap Prabowo sebagai “tough man” mungkin terdengar kontras dengan kenyataan diplomatik yang terjadi.
    Kekuatan sejati seorang pemimpin bukan hanya terletak pada keberaniannya hadir di forum internasional, melainkan pada kemampuannya menjaga prinsip yang diyakininya di tengah tekanan geopolitik.
    Presiden Prabowo memang tampil percaya diri di Mesir. Namun, di balik senyum diplomatik dan foto bersama, sulit menampik bahwa posisi Indonesia nyaris tidak memiliki ruang tawar dalam menentukan arah kebijakan perdamaian yang sesungguhnya.
    Lebih jauh, euforia kehadiran Indonesia di konferensi tersebut berpotensi mengaburkan peran kritis yang seharusnya diambil, terutama sebagai penyeimbang moral yang mengingatkan dunia bahwa perdamaian sejati tidak mungkin lahir tanpa keadilan.
    Ketika dunia bertepuk tangan menyambut gencatan senjata dan rencana rekonstruksi, siapa yang menjamin bahwa rakyat Gaza akan benar-benar merdeka menentukan masa depannya sendiri?
    Siapa yang bisa memastikan bahwa mereka bukan hanya pekerja dalam proyek besar pembangunan yang dikendalikan oleh kekuatan asing?
    Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab dengan jujur, karena jika tidak, konferensi seperti yang telah berlangsung di Mesir itu hanya akan menambah daftar panjang diplomasi simbolik yang tidak menyentuh akar persoalan.
    Perdamaian yang dibangun di atas ketimpangan politik akan tetap rapuh, dan cepat atau lambat, konflik baru akan muncul dalam bentuk lain.
    Presiden Prabowo, sebagai pemimpin baru Indonesia, tentu memiliki ambisi besar untuk menjadikan negaranya pemain penting dalam percaturan global.
    Namun dalam isu Palestina, ambisi tersebut seharusnya tidak menjauhkan Indonesia dari nilai-nilai dasar yang telah menjadi bagian dari politik luar negeri sejak era Presiden Soekarno, yakni menolak penjajahan dalam bentuk apa pun dan memperjuangkan hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri.
    Kehadiran Prabowo di Mesir memang memberi warna baru dalam diplomasi Indonesia, tetapi juga mengingatkan bahwa politik luar negeri yang aktif tidak boleh kehilangan arah moralnya.
    Perdamaian bukan sekadar berhentinya perang, melainkan hadirnya keadilan. Dan keadilan, dalam konteks Palestina, hanya mungkin terwujud jika rakyatnya diberi hak penuh untuk membangun negaranya sendiri, bukan sekadar menjadi objek dari proyek-proyek damai yang ditentukan oleh orang lain.
    Pendeknya, “Gaza Plan” yang hari ini dirayakan dunia, berpotensi bisa menjadi paradoks sejarah yang menandai berakhirnya perang di Gaza, tapi sekaligus menandai semakin jauhnya solusi dua negara dari kenyataan.
    Dan di tengah gemuruh tepuk tangan di ruang konferensi Sharm El-Sheikh, mungkin hanya sedikit yang menyadari bahwa apa yang disebut sebagai perdamaian, sesungguhnya sedang mengubur cita-cita kemerdekaan Palestina secara perlahan dengan cara yang tampak damai, tapi secara moral menyesakkan.
    Bahkan, yang paling berbahaya dari semua ini adalah jika “Gaza Plan” dan konferensi di Mesir hanya menjadi panggung unjuk peran personal bagi para pemimpin dunia untuk menaikkan reputasi politik masing-masing.
    Jika Trump menjadikannya batu loncatan menuju legitimasi politik baru, jika Presiden el-Sisi menggunakannya untuk memperkuat citra Mesir sebagai penjaga stabilitas regional, dan jika Prabowo Subianto memaknainya sebagai bukti pengakuan dunia atas kepemimpinannya, maka yang dikorbankan bukan hanya prinsip keadilan, tetapi juga kedaulatan rakyat Palestina itu sendiri.
    Padahal perdamaian sejati tidak boleh lahir dari ambisi pribadi dan diplomasi pencitraan, tapi harus tumbuh dari keberanian moral untuk memastikan bahwa rakyat Palestina menjadi subyek utama dari masa depan mereka sendiri, bukan sekadar latar belakang bagi reputasi global para pemimpin dunia, termasuk Presiden Prabowo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.